Mata kuliah:
Disusun Oleh :
KELOMPOK 4 ( A 2019 2 )
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Diabetes Melitus ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas seminar pada
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak/ibu, selaku dosen mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
KATA PENGANTAR..................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
Skenario...........................................................................................6
2.1 Definisi Diabetes Melitus........................................................11
3.1 Kesipulan…....................................................................................36
3.2 Saran…...........................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................37
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengetahuan masyarakat Indonesia tentang kesehatan saat ini masih kurang meskipun
banyak dilakukan penyuluhan atau edukasi tentang kesehatan, terutama yang berhubungan
dengan masalah kesehatan sistem endokrin. Sistem endokrin adalah sistem control kelenjar
tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan hormone yang tersikulasi di tubuh melalui aliran
darah untuk memegaruhi organ-organ lain. Salah satu masalah sistem endokrin, yaitu
Diabetes Mellitus (DM).
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kinerja insulin atau kedua-duanya.
Etiologi Diabetes Mellitus tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas karena
paparan agen infeksius atau lingkungan. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2013 angka kejadian diabetes di Indonesia mengalami peningkatan dari
1,1% pada tahun 2007 menjadi 2,1% pada tahun 2013.
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas angka kejadian DM berdampak
pada gangguan sistem endokrin pada tubuh, sehingga dapat memicu timbulnya berbagai
masalah, asuhan keperawatan yang tepat dan baik dapat diterapkan untuk mengatasi masalah
DM.
B. Rumusan Masalah
1. Apa defenisi Diabetes Mellitus (DM)?
2. Apa saja klasifikasi Diabetes Mellitus (DM)?
3. Apa etiologi Diabetes Mellitus (DM)?
4. Bagaimana patofisiologi Diabetes Mellitus (DM)?
5. Bagaimana Pathway Diabetes Mellitus (DM)?
6. Apa manifestasi klinis Diabetes Mellitus (DM)?
7. Apa komplikasi Diabetes Mellitus (DM)?
8. Apa faktor resiko Diabetes Mellitus (DM)?
9. Apa saja penatalaksanaan Diabetes Mellitus (DM)?
10. Bagaimana asuhan keperawatan Diabetes Mellitus (DM)?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada gangguan hormon, yaitu Diabetes
Mellitus
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui defenisi Diabetes Mellitus (DM)
b. Memahami klasifikasi Diabetes Mellitus (DM)
c. Mengetahui etiologi Diabetes Mellitus (DM)
d. Mampu menjelaskan patofisiologi Diabetes Mellitus (DM)
e. Mengetahui Pathway dan WOC Diabetes Mellitus (DM)
f. Memahami manifestasi klinis Diabetes Mellitus (DM
g. Memahami komplikasi Diabetes Mellitus (DM)
h. Memahami faktor resiko Diabetes Mellitus (DM)
i. Menerapkan penatalaksanaan Diabetes Mellitus (DM)
j. Mampu membuat asuhan keperawatan Diabetes Mellitus (DM)
BAB II
PEMBAHASAN
SKENARIO
Owh...Gulaku Naik?
Seorang wanita, berusia 37 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan keluhan: letih, lesu,
gatal, pandangan kabur, pruritus vulvae, kelelahan, pandangan kabur, sering pusing, mual,
polyuria, polydipsia, dan polyphagia. 1 hari yll, hasil pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS)
470 mg/dL. Keadaan saat ini konjunctiva anemis, pasien kelihatan lemah dan berat badan turun 3
kg dalam 2 bulan terakhir, tekanan darah 170/90 mmHg, frekuensi nadi 98 kali/menit,
Pemeriksaan HbA1lc (hemoglobin Alc/glycated hemoglobin) 8,7%. Terapi yang diberikan
injeksi insulin, obat oral glimepiride 2mg; 1X1.5 tablet /hari, sebelum makan pagi dan metformin
500 mg, 1X1/hr sebelum tidur. Sebelim dirawat, pasien minum Glybenclamide, resep dari dokter
di puskesmas. Dokter menyarankan untuk dilakukan Screening diabetes mellitus. Pasien sabgat
cemas karena merasakan tubuhnya semakin lemah dan sakit kepala.
Kondisi dimana ingin buang air kecil terlalu serin. (Suci Chania)
rasa lapar yang tidak seperti biasanya.terjadi karena kadar insulin tinggi ( Yofilia
Ningsi)
gangguan yang ditandai dengan rasa gatal pada alat vital perempuan (Yudha
Pratama)
tidak dapat memantau perhari, merupakan pemeriksaan darah yang penting untuk
melihat keadaan diabetes. (Sri Agustin )
Pemeriksaan HbA1C atau hemogoblin AC1 adalah tes sarah yang digunakan
untuk mendiagnosis penyakit diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2, serta
mengevalusi efektivitas terapi diabetes
pemeriksaan untuk glukosa darah yang skala screening diabetes tipe II. ( Olvi
Septiani)
Suatu tindakan untuk gula darah spontan misalnya dapat dilakukan kapan saj.
(Tarisha Yulianti)
Dapat dilakukan kapan saja, tidak perlu berpuasa terlebih dahulu. (Amatullah
Mufidah)
2.1.9. Metformin
Obat yang di konsumsi oleh penderita diabetes tipe II. (Rhama Safitri)
2.1.11. Glybenclamide
C. Karna hormon insulin terganggu jadi ga bsa bantu glukosa masuk ke sel2 dalam darah.
Sehingga tubuh memecah otot dan lemak untuk mendapatkan energy. ( Ruth)
F. Efek Samping Glibenclamide : Berat badan meningkat, Mual, Sensasi terbakar di dada
dan Perut terasa penu
G. Efek samping metformin :Sakit kepala atau nyeri otot, merasa lemah, mual-mual ringan,
muntah, diareh, buang angina dan skait perut
H. Efek Samping Glibenclamide :Berat badan meningkat, mual, sensasi terbakar di dada
dan Perut terasa penuh
I. Screening bertujuan untuk mendeteksi resiko penyakit (diagnosis dini) agar dapat
meminimalisir komplikasi dan kematian dini
J. Glukosa Puasa: Pemeriksaan glukosa dalam darah ini baru bisa dilakukan setelah Anda
puasa selama 8-10 jam untuk mendapatkan hasil yang akurat. Pengecekan glukosa ini
dilakukan untuk mengetahui hipoglikemik atau hiperglikemik untuk membantu
memastikan diagnosis diabetes atau untuk memantau kadar gula diabetesi. Tes glukosa
puasa juga dapat membantu mendiagnosis prediabetes.
HbA1c (A1c): Tes hemoglobin terglikasi (HbA1c) dapat membantu mengecek rata-rata
kadar gula darah Anda dalam periode 2-4 bulan. HbA1c adalah gugus heterogen yang
terbentuk dari reaksi kimia antara hemoglobin dan glukosa. Pemeriksaan ini perlu
dilakukan saat baru terdiagnosis DM, DM berada pada kondisi harus tergantung pada
insulin, dan kondisi DM yang tidak tergantung insulin. Tes ini juga diperlukan untuk
mengendalikan kondisi DM dan memperkecil risiko komplikasi diabetes.
Urine Lengkap/Rutin: Tes urine untuk pemeriksaan diabetes adalah untuk mendeteksi
glukosa lewat urine.
DILAKUKAN PEMERIKSAAN
( TEKANAN DARA, NADI,PEMERIKSAAN
HbA1C, PMERIKSAAN GDS)
PENATA LAKSAANA
TERAPI OBAT
SCRENING
DIABETES MELITUS
JENIS EFEK SAMPING
INJUKSI INSULIN
2.5 STEP 5 (L.O)
2.5.1 Definisi Diabetes Melitus
2.5.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
2.5.3 Etiologi Diabetes Melitus
2.5.4 Patofisiologi Diabetes Melitus
2.5.5 Pathway Diabetes Melitus
2.5.6 Manifestasi Diabetes Melitus
2.5.7 Komplikasi Diabetes Melitus
2.5.8 Faktor Resiko Diabetes Melitus
2.5.9 Penatalaksanaan Diabetes Melitus
2.5.10 Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Melitus
2.6 STEP 6 (Mandiri)
Sabtu, 13 Maret 2021. Pukul 08.00 WIB via google classroom
II. Banyak kencing (Poliuria). Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang
tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan
dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada
waktu malam. Untuk mekanisme lihat gambar 05 dibawah ini.
III. Banyak minum (Polidipsia). Rasa haus amat sering dialami oleh penderita
karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru
sering disalahtafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas
atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita
minum banyak. Untuk lebih jelanya lihat gambar 05 dibawah ini.
IV. Banyak makan (Polifagia). Kalori dari makanan yang dimakan, setelah
dimetabolisasikan menjadi glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat
dimanfaatkan, oleh karena itu penderita selalu merasa lapar.
5. Keputihan. Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang
dirasakan.
c. Obesitas (kegemukan)
Obesitas adalah keadaan abnormal atau akumulasi lemak yang berlebihan yang
menyebabkan timbulnya risiko terhadap keschatan (WHO, 2012). Obesitas
merupakan faktor risiko penyebab terjadinya penyakit degenerative seperti
diabetes melitus, penyakit jantung koroner dan hipertensi. Menurut Pusat
Diabetes dan Lipid RSCM FKUI dan Instalasi Gizi RSCM (2003) sebagai
penelitian abdominal diperlukan rasio lingkar pinggang (lingkar pinggang normal
laki - laki <90cm dan wanita <80cm). Pada orang gemuk aktivitas jaringan lemak
dan otot menurun sehingga dapat memicu munculnya Diabetes Melitus. Kelainan
metabolik tersebut umumnya berupa resistensi terhadap insulin yang muncul
pada jaringan lemak yang luas, obesitas berhubungan pula dengan adanya
kekurangan reseptor insulin pada otot, hati, monosit dan perbukaan sel lemak.
Indeks masa tubuh secara bersama-sama dengan variable lainnya mempunyai
hubungan yang signifikan dengan diabetes mellitus. Hasil perhitungan OR
menunjukan sescorang yang obesitas mempunyai risiko untuk menderita
diabetes. Kelompok dengan risiko diabetes terbesar adalah kelompok obesitas,
dengan odds 7,14 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok IMT normal.
Penelelitian menemukan bahwa individu yang mengalami obesitas mempunyai
risiko 2,7 kali lebih besar untuk terkena diabetes mellitus dibandingkan dengan
individu yang tidak mengalami obesitas.
d. Jenis kelamin
Jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara
biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan
perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan
menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan
menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak
dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan
perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi.
e. Kurang olahraga
Olahraga adalah jenis latihan fisik (jasmani) melalui gerakan-gerakan anggota
tubuh atau gerakan tubuh secara keseluruhan, dengan maksud untuk
meningkatkan dan mempertahankan kebugaran jasmani. Olahraga berperan
utama dalam pengaturan kadar glukosa darah. Olahraga juga dapat secara efektif
mengontrol Diabetes Melitus, antara lain dengan melakukan senam khusus
Diabetes Melitus Tipe II, berjalan kaki, bersepeda, dan berenang. Diet yang
dipadu dengan olahraga merupakan cara efektif mengurangi berat badan,
menurunkan kadar gula darah, dan mengurangi stres.
Aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah menjadi energi
pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin
meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Pada orang yang
jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi
ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi
untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM.Menurut
penelitian yang telah dilakukan di Cina beberapa waktu yang lalu, jika seseorang
dalam hidupnya kurang melakukan latihan fisik ataupun olahraga maka cadangan
glikogen ataupun lemak akan tetap tersimpan di dalam tubuh, hal inilah yang
memicu terjadinya berbagai macam penyakit degenratif salah satu contohnya
diabetes melitus tipe II.
f. Gaya hidup
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa riwayat keluarga menderita DM
bukanlah satu-satunya faktor yang berhubungan dengan kejadian DM Tipe 2.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada sckitar 41% responden yang
telah didiagnosis menderita DM Tipe 2 namun tidak memiliki riwayat keluarga
menderita DM. Meskipun faktor keturunan memiliki pengaruh dalam
menentukan seseorang berisiko terkena diabetes atau tidak, gaya hidup juga
memiliki peran besar terhadap risiko terjadinya DM Tipe 2. Penelitian yang
dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang
menunjukkan bahwa salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian DM
Tipe 2 yaitu aktivitas fisik olahraga. Oleh karena itu, pencegahan diabetes bagi
yang berisiko dapat dilakukan dengan membiasakan hidup sehat dan berolahraga
secara teratur.
g. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh
tubuh dapat memecutimbulnya diabetes melitus. Konsumsi makan yang
berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah yang
memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan pastinya
akan menyebabkan diabetes melitus (Hasdianah, 2012)
h. Merokok
Responden yang terpapar asap rokok merupakan perokok aktif dan pasif. Dari
responden yang terpapar asap rokok, sebagaian besar adalah perokok pasif.
Perokok pasif memungkinkan menghisap racun sama seperti perokok aktif.
Penelitian oleh Houston mendapatkan bahwa perokok aktif memiliki risiko 76%
lebih tinggi untuk terserang DM Tipe 2 dibanding dengan yang tidak terpajan.
i. Stress
Stress adalah keadaan yang membuat tegang yang terjadi ketika seseorang
mendapatkan masalah atau tantangan dan belum mempunyai jalan keluarnya atau
banyak pikiran yang mengganggu seseorang terhadap sesuatu yang akan
dilakukannya.Stress dapat meningkatkan kandungan glukosa darah kerena stress
menstimulus organ endokrin utuk mengeluarkan ephinefrin, yang mempunyai
efek sangat kuat dalam menyebabkan timbulnya proses glikoneogenesi di dalam
hati sehingga akan melepaskan sejumlah besar glukosa di dalam darah dalam
beberapa menit.
Orang yang mengalami stres memiliki risiko 1,67 kali untuk menderita DM Tipe
2 dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami stres. Adanya peningkatan
risiko diabetes pada kondisi stres disebabkan oleh produksi hormone kortisol
secara berlebihan saat seseorang mengalami stres. Produksi kortisol yang
berlebih ini akan mengakibatkan sulit tidur, depresi, tekanan darah merosot, yang
kemudian akan membuat individu tersebut menjadi lemas, dan nafsu makan
berlebih. Oleh karena itu, ahli nutrisi biologis Shawn Talbott menjelaskan bahwa
pada umumnya orang yang mengalami stres panjang juga akan mempunyai
kecenderungan berat badan yang berlebih, yang merupakan salah satu faktor
risiko diabetes melitus.
j. Hipertensi
Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi berhubungan dengan resistensi
insulin dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan konsekuensi
metabolik yang meningkatkan morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan
dengan peningkatan diabetes mellitus pada kelainan fungsi tubuh / disfungsi
endotelial. Sel endotelial mensintesis beberapa substansi bioaktif kuat yang
mengatur struktur fungsi pembuluh darah.
Ada hubungan yang bermakna antara tekanan darah dengan diabetes melitus.
Hasil penelitian menunjukan bahwa orang yang terkena hipertensi berisiko lebih
besar untuk menderita diabetes, dengan odds 6,85 kali lebih besar dibanding
orang yang tidak hipertensi. Penelitian menemukan bahwa individu yang
mengalami hipertensi mempunyai risiko 1,5 kali Iebih besar untuk mengalami
diabetes dibanding individu yang tidak hipertensi.
k. Diet
Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit degeneratif yang prevalensinya
semakin meningkat. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan pola makan.
Tingginya kadar gula dalam darah akibat asupan kalori dan karbohidrat yang
berlebih merupalan penyebab utama penyakit tersebut. Diet pada penderita
diabetes melitus meliputi pengaturan kalori, dan pemberian makanan karbohidrat,
lemak dan protein yang terdapat dalam ketujuh kelompok penggolongan
makanan. Karbohidrat merupakan sumber energi yang paling dahulu digunakan
sebelum protein dan lemak. Komposisi karbohidrat yang di anjurkan di Indonesia
saat ini pada diabetasi terdiri dari 60-70% karbohidrat. Melihat komposisi diet
yang dianjurkan selama ini tampak bahwa presentase yang dianjurkan makin
tinggi dan makin mendekati menu rata-rata bangsa Indonesia yang terdiri dari
81% karbohidrat.
l. Status urban
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia jumlah penduduk
Indonesia dengan prevalensi diabetes melitus tipe II di daerah urban sebesar
14,7% dan daerah rural 7,2% dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah
penduduk dengan asumsi prevalensi diabetes melitus tipe II mencapai 12 juta
diabetesi. Sedangkan untuk di daerah Jawa Tengah pada tahun 2011, prevalensi
penyakit diabetes melitus tipe II mengalami peningkatan sebesar 9,7% dengan
prevalensi tertinggi di kota Semarang.
Tes ini lebih bermakna ke arah kinerja dan kondisi ginjal, karena pada keadaan DM,
kadar glukosa darah amat tinggi, sehingga dapat merusak kapiler dan glomerulus
ginjal, sehingga pada akhirnya, ginjal mengalami ”kebocoran” dan dapat berakibat
terjadinya Renal Failure, atau Gagal Ginjal. Jika keadaan ini dibiarkan tanpa adanya
penanganan yang benar untuk mengurangi kandungan glukosa darah yang tinggi,
maka akan terjadi berbagai komplikasi sistemik yang pada akhirnya menyebabkan
kematian karena Gagal Ginjal Kronik.
Rothera test
Pada tes ini, digunakan urin sebagai spesimen, sebagai reagen dipakai, Rothera
agents, dan amonium hidroxida pekat
Test ini untuk berguna untuk mendeteksi adanya aceton dan asam asetat dalam urin,
yang mengindikasikan adanya kemungkinan dari ketoasidosis akibat DM kronik
yang tidak ditangani. Zat – zat tersebut terbentuk dari hasil pemecahan lipid secara
masif oleh tubuh karena glukosa tidak dapat digunakan sebagai sumber energi dalam
keadaan DM, sehingga tubuh melakukan mekanisme glukoneogenesis untuk
menghasilkan energi. Zat awal dari aceton dan asam asetat tersebut adalah Trigliseric
Acid/TGA, yang merupakan hasil pemecahan dari lemak.
Cara kerja :
Kontraindikasi adalah salah satu hal yang harus diperhatikan sebelum kita meminum
obat. Apalagi jika obat tersebut tanpa resep dokter. Kontraindikasi menerangkan
mengenai kondisi-kondisi yang tidak cocok atau berisiko untuk mengonsumsi obat
tersebut. Misalnya pada keterangan obat dijelaskan bahwa obat tersebut kontraindikasi
hipertensi, ini berarti obat tersebut tidak boleh dikonsumsi atau tidak akan bekerja
sebagaimana mestinya pada orang yang menderita hipertensi, bahkan bisa berisiko
terhadap kesehatan orang tersebut.
Dalam hal dampaknya terhadap kesehatan, ada dua jenis kontraindikasi yaitu :
1. Kontraindikasi relatif Suatu kondisi yang dapat meningkatkan risiko buruk bagi
kesehatan jika mengonsumsi obat tersebut. Meskipun demikian pada situasi tertentu
ketika tidak ada pilihan lain maka obat ini dapat dikonsumsi.
2. Kontraindikasi absolut Jenis kontraindikasi yang harus benar-benar dipatuhi karena
jika tetap dilakukan akan berbahaya bagi kesehatan.
4. Pemeriksaan Fisik
5. Aspek psikososial
Stress, anxientas, depresi
Peka rangsangan
Tergantung pada orang lain
6. Pemeriksaan diagnostik
a. Gula darah meningkat > 200 mg/dl
b. Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok
c. Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
d. Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
e. Alkalosis respiratorik
f. Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
g. Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi
ginjal.
h. Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
i. Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal
sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
j. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
k. Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.
l. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pada luka.
B. Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik,
kehilangan gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak cukupan insulin penurunan masukan oral,
status hipermetabolisme.
3. Resti infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit, perubahan sirkulasi.
C. Intervensi
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis
osmotik, kehilangan gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
Data yang mungkin muncul :
o Peningkatan keluaran urin, urin encer, haus, lemah, BB
turun, kulit kering, turgor buruk.
o Hasil yang diharapkan :
Tanda vital stabil, turgor kulit baik, haluaran urin normal,
kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Mandiri
o Pantau tanda vital Hipovolemia dapat ditandai dengan
hipotensi dan takikardi.
o Kaji suhu, warna kulit dan kelembaban. Demam, kulit
kemerahan, kering sebagai cerminan dari dehidrasi.
o Pantau masukan dan pengeluaran, catat jumlah urin,
memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti,
fungsi ginjal dan keefektifan terapi.
o Ukur BB setiap hari Memberikan hasil pengkajian yang
terbaik dan status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
o asukan secara oral sudah dapat diberikan. Mempertahankan
hidrasi/volume sirkulasi
o Tingkatkan lingkungan yang nyaman selimuti dengan
selimut tipis. Menghindari pemanasan yang berlebihan
pada pasien yang akan menimbulkan kehilangan cairan.
o Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen,
muntah, distensi lambung. Kekurangan cairan dan
elektrolit mengubah motilitas lambung, yang sering
menimbulkan muntah sehingga terjadi kekurangan cairan
atau elektrolit.
o Kolaborasi
o Berikan terapi cairan sesuai indikasi
o Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan
cairan dan respons pasien secara individual.
o Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai
dengan indikasi. Mendekompresi lambung dan dapat
menghilangkan muntah.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kinerja insulin atau kedua-
duanya. Etiologi Diabetes Mellitus tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas
karena paparan agen infeksius atau lingkungan. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2013 angka kejadian diabetes di Indonesia mengalami peningkatan
dari 1,1% pada tahun 2007 menjadi 2,1% pada tahun 2013.
Diabetes melitus dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap penyakit
diabetes melitus yang disebabkan oleh karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuh
tidak menghasilkan insulin dengan baik dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien
yang memiliki riwayat keturunan diabetes melitus lebih banyak (54%) dibandingkan
pasien yang tidak memiliki riwayat keturunan diabetes melitus (46%).
3.2. SARAN
Meskipun kami menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini tetapi
kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih
minimnya pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari
teman-teman dan dosen sangat kami harapkan untuk perbaikan ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association (ADA). (2018). Standard medical care in diabetes RiddleMC,
ed.Diabetes Care. Januari 2018;41(1):S13-S27
Gandra Soebrata, Penuntun Laboratorium Klinik
Hasdianah. (2012). Mengenal Diabetes Melitus pada Orang Dewasa dan Anak-Anak dengan
Solusi Herbal. Yogyakarta: Nuha Medika
Nurarif & Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda
Nic-Noc Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional. Yogyakarta : Mediaction Jogja.
Purwanto, Hadi. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta Selatan : Kemenkes RI
Rachmawati, A.M., Bahrun, U., Rusli, B., Hardjoeno. Tes Diabetes Melitus. Dalam Hardjono
dkk. Interpretasi Hasil Diagnostik Tes Laboratorium Diagnostik. Cetakan 3. Lembaga
Pendidikan Universitas Hasanudin. Makasar. 2007. p. 167-82
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.
Suyono, S. (2004). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Trisnawati, S. K., Setyorogo, S. (2013). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di
Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Volume
5(1): 6–11