Anda di halaman 1dari 37

Diabetes Melitus

Mata kuliah:

Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu: Yessi Hasneli, SKp., MNS

Disusun Oleh :

KELOMPOK 4 ( A 2019 2 )

Amatullah Mufidah (1911112540) Sri Agustin Purwanti (1911124848)


Ayu Febriani (1911155662) Suci Chania Ramadhani (1911112419)
Dheby Putri Artiray (1911124274) Syalsa Dwita Fahrizal (1911113100)
Emilia Putriansyah (1911124502) Tarisha Yulianti (1911155133)
Ghina Luthfia (1911124449) Teguh Novendra (1911110659)
Gita Permata Mulya (1911113979) Thesia Angelica (1911113236)
Olvi Septia (1911113494) Viola Hamnesti (1911155173)
Pameria Papuani (1911196632) Yofilia Ningsih (1911124105)
Rahma Safitri (1911124888) Yosepin Jelita Hutapea (1911112799)
Ruth Pratiwi (1911113619) Yudha Pratama (1911112222)

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS RIAU

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Diabetes Melitus ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas seminar pada
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak/ibu, selaku dosen mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 14 Maret 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...........................................................................4


1.2 Tujuan........................................................................................4
1.3 Manfaat .....................................................................................5

BAB II. PEMBAHASAN

Skenario...........................................................................................6
2.1 Definisi Diabetes Melitus........................................................11

2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus ...................................................11

2.3 Etiologi Diabetes Melitus........................................................13

2.4 Patofisiologi Diabetes Melitus ................................................15

2.5 Pathway Diabetes Melitus........................................................16

2.6 Manifestasi Diabetes Melitus...................................................17

2.7 Komplikasi Diabetes Melitus...................................................18

2.8 Faktor Risiko Diabetes Melitus...............................................19

2.9 Penatalaksanaan Diabetes Melitus...........................................25

2.10 Asuham Keperawata Diabetes Melitus..................................27

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesipulan…....................................................................................36
3.2 Saran…...........................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................37
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengetahuan masyarakat Indonesia tentang kesehatan saat ini masih kurang meskipun
banyak dilakukan penyuluhan atau edukasi tentang kesehatan, terutama yang berhubungan
dengan masalah kesehatan sistem endokrin. Sistem endokrin adalah sistem control kelenjar
tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan hormone yang tersikulasi di tubuh melalui aliran
darah untuk memegaruhi organ-organ lain. Salah satu masalah sistem endokrin, yaitu
Diabetes Mellitus (DM).
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kinerja insulin atau kedua-duanya.
Etiologi Diabetes Mellitus tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas karena
paparan agen infeksius atau lingkungan. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2013 angka kejadian diabetes di Indonesia mengalami peningkatan dari
1,1% pada tahun 2007 menjadi 2,1% pada tahun 2013.
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas angka kejadian DM berdampak
pada gangguan sistem endokrin pada tubuh, sehingga dapat memicu timbulnya berbagai
masalah, asuhan keperawatan yang tepat dan baik dapat diterapkan untuk mengatasi masalah
DM.
B. Rumusan Masalah
1. Apa defenisi Diabetes Mellitus (DM)?
2. Apa saja klasifikasi Diabetes Mellitus (DM)?
3. Apa etiologi Diabetes Mellitus (DM)?
4. Bagaimana patofisiologi Diabetes Mellitus (DM)?
5. Bagaimana Pathway Diabetes Mellitus (DM)?
6. Apa manifestasi klinis Diabetes Mellitus (DM)?
7. Apa komplikasi Diabetes Mellitus (DM)?
8. Apa faktor resiko Diabetes Mellitus (DM)?
9. Apa saja penatalaksanaan Diabetes Mellitus (DM)?
10. Bagaimana asuhan keperawatan Diabetes Mellitus (DM)?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada gangguan hormon, yaitu Diabetes
Mellitus
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui defenisi Diabetes Mellitus (DM)
b. Memahami klasifikasi Diabetes Mellitus (DM)
c. Mengetahui etiologi Diabetes Mellitus (DM)
d. Mampu menjelaskan patofisiologi Diabetes Mellitus (DM)
e. Mengetahui Pathway dan WOC Diabetes Mellitus (DM)
f. Memahami manifestasi klinis Diabetes Mellitus (DM
g. Memahami komplikasi Diabetes Mellitus (DM)
h. Memahami faktor resiko Diabetes Mellitus (DM)
i. Menerapkan penatalaksanaan Diabetes Mellitus (DM)
j. Mampu membuat asuhan keperawatan Diabetes Mellitus (DM)
BAB II

PEMBAHASAN

SKENARIO

Owh...Gulaku Naik?

Seorang wanita, berusia 37 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan keluhan: letih, lesu,
gatal, pandangan kabur, pruritus vulvae, kelelahan, pandangan kabur, sering pusing, mual,
polyuria, polydipsia, dan polyphagia. 1 hari yll, hasil pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS)
470 mg/dL. Keadaan saat ini konjunctiva anemis, pasien kelihatan lemah dan berat badan turun 3
kg dalam 2 bulan terakhir, tekanan darah 170/90 mmHg, frekuensi nadi 98 kali/menit,
Pemeriksaan HbA1lc (hemoglobin Alc/glycated hemoglobin) 8,7%. Terapi yang diberikan
injeksi insulin, obat oral glimepiride 2mg; 1X1.5 tablet /hari, sebelum makan pagi dan metformin
500 mg, 1X1/hr sebelum tidur. Sebelim dirawat, pasien minum Glybenclamide, resep dari dokter
di puskesmas. Dokter menyarankan untuk dilakukan Screening diabetes mellitus. Pasien sabgat
cemas karena merasakan tubuhnya semakin lemah dan sakit kepala.

2.1. STEP 1 (Kata Sulit)


2.1.1. Polyuria ( Syalsa Dwita)

 Kondisi dimana ingin buang air kecil terlalu serin. (Suci Chania)

 ekstensi urin yang berlebih. (Emilia)

2.1.2. Polydipsia ( Olvi Septia)

 keinginan atau rasa haus yang terus menerus. (Rahma Safitri)

 tanda nya yaitu bibir kering. (Teguh )

2.1.3. Injeksi Insulin ( Pameria )

 penyuntikan insulin untuk mengontrol gula darah. (Viola Hamesti)

 penyuntikan insulin pada penderita diabetes. (Dheby Putri)

2.1.4. Poliphagia ( Emilia Putriansyah)


 keadaan ingin makan berlebihan akibat lapar yang berlebihan (Ghina Luthfia)

 rasa lapar yang tidak seperti biasanya.terjadi karena kadar insulin tinggi ( Yofilia
Ningsi)

2.1.5. Pruiritis vulvae. ( Amatullah Mufidah)

 gangguan yang ditandai dengan rasa gatal pada alat vital perempuan (Yudha
Pratama)

2.1.6. Screening diabetes mellitus. (Tarisha Yulianti)

 pemeriksaan awal gula darah. (Viola Hamesti)

 tidak dapat memantau perhari, merupakan pemeriksaan darah yang penting untuk
melihat keadaan diabetes. (Sri Agustin )

2.1.7. Pemeriksaan HbA1C. (Suci Chania)

 Pemeriksaan HbA1C atau hemogoblin AC1 adalah tes sarah yang digunakan
untuk mendiagnosis penyakit diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2, serta
mengevalusi efektivitas terapi diabetes

2.1.8. Pemeriksaan Gula Dara Sewaktu

 pemeriksaan untuk glukosa darah yang skala screening diabetes tipe II. ( Olvi
Septiani)

 Suatu tindakan untuk gula darah spontan misalnya dapat dilakukan kapan saj.
(Tarisha Yulianti)

 Dapat dilakukan kapan saja, tidak perlu berpuasa terlebih dahulu. (Amatullah
Mufidah)

2.1.9. Metformin

 Obat anti diabetes oral. ( Gita Permata Mulya)

 Untuk menurunkan kadar gula darah. ( Dheby Putri)


2.1.10. Glimperide

 Obat yang di konsumsi oleh penderita diabetes tipe II. (Rhama Safitri)

 Manfaat nya pada pasien dewasa. (Emilia Putrianysa)

2.1.11. Glybenclamide

 Obat yang di konsumsi penderita diabetes. dianjurkan dengan olahraga


(Amatullah Mufidah)

2.2. STEP 2 (Rumusan Masalah)


2.2.1. Apa hubungan gula darah dengan pruritus vulvae ? (Viola hamnesti)
2.2.2. Berapa rentang normal dari gula darah ? (Syalsa Dwita )
2.2.3. Apa yang menyebabkan keadaan pasien lemah, berat badan turun 2 bulan
terakhir? (yudha pratama)
2.2.4. Untuk orang sehat, HbA1C nya berapa? (Tarisha Yulianti)
2.2.5. Dari masing – masing obat tersebut bagaimana cara kerjanya? ( Teguh Novendra)
2.2.6. Apakah ada efek samping dari masing – masing obat ? (Thesia Angelica)
2.2.7. Apakah manfaat dilakukan Screening diabetes tersbut? (Suci)
2.2.8. Apa saja Screening diabetes mellitus ? (Viola)

2.3. STEP 3 (Brainstroming)


A. Saat mengalami diabetes menyebabkan kadar estrogen pada wanita menurun sehingga
timbul infeksi vulvae yg ditandai rasa gatal pada alat kelamin eskternal wanita. (Ghina
Lutfia)
Diabetes melitus dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terinfeksi
penyakit, selain itu jamur/bakteri lebih menyukai daerah lembab. (Teguh)

B. Normal= 70-130mg/dL,setelah makan= kurang dari 140 mg/dL,menjelang tidur=100-


140mg/Dl. (Pameria)

C. Karna hormon insulin terganggu jadi ga bsa bantu glukosa masuk ke sel2 dalam darah.
Sehingga tubuh memecah otot dan lemak untuk mendapatkan energy. ( Ruth)

D. normal=dibawah 5,7%, Prediabetes: jumlah HbA1c antara 5,7-6,4%. Diabetes: jumlah


HbA1c mencapai 6,5% atau lebih dheby:4%-5%. ( Pameria)
E. Glimepiride termasuk ke dalam obat antidiabetes golongan sulfonylurea. Obat ini
bekerja dengan cara mendorong pankreas untuk memproduksi insulin dan membantu
tubuh memaksimalkan kerja insulin. Dengan begitu, kadar gula darah dapat lebih
terkontrol dan risiko komplikasi akibat diabetes tipe 2 dapat dikurangi

Metformin bekerja dengan cara meningkatkan efektivitas tubuh dalam menggunakan


insulin untuk menekan peningkatan kadar gula darah. Namun perlu diketahui, obat ini
tidak dapat diberikan pada penderita diabetes tipe 1 yang organ pankreasnya sudah tidak
memproduksi insulin.6 Nov 2019

Glibenclamide adalah hypoglycemic oral derivat sulfonylurea yang bekerja aktif


menurunkan kadar gula darah. Glibenclamide bekerja dengan merangsang sekresi insulin
dari pankreas. Oleh karena itu, glibenclamide hanya bermanfaat pada penderita diabetes
dewasa yang pankreasnya masih mampu memproduksi insulin.

F. Efek Samping Glibenclamide : Berat badan meningkat, Mual, Sensasi terbakar di dada
dan Perut terasa penu

G. Efek samping metformin :Sakit kepala atau nyeri otot, merasa lemah, mual-mual ringan,
muntah, diareh, buang angina dan skait perut

H. Efek Samping Glibenclamide :Berat badan meningkat, mual, sensasi terbakar di dada
dan Perut terasa penuh

I. Screening bertujuan untuk mendeteksi resiko penyakit (diagnosis dini) agar dapat
meminimalisir komplikasi dan kematian dini

J. Glukosa Puasa: Pemeriksaan glukosa dalam darah ini baru bisa dilakukan setelah Anda
puasa selama 8-10 jam untuk mendapatkan hasil yang akurat. Pengecekan glukosa ini
dilakukan untuk mengetahui hipoglikemik atau hiperglikemik untuk membantu
memastikan diagnosis diabetes atau untuk memantau kadar gula diabetesi. Tes glukosa
puasa juga dapat membantu mendiagnosis prediabetes.
HbA1c (A1c): Tes hemoglobin terglikasi (HbA1c) dapat membantu mengecek rata-rata
kadar gula darah Anda dalam periode 2-4 bulan. HbA1c adalah gugus heterogen yang
terbentuk dari reaksi kimia antara hemoglobin dan glukosa. Pemeriksaan ini perlu
dilakukan saat baru terdiagnosis DM, DM berada pada kondisi harus tergantung pada
insulin, dan kondisi DM yang tidak tergantung insulin. Tes ini juga diperlukan untuk
mengendalikan kondisi DM dan memperkecil risiko komplikasi diabetes.

Urine Lengkap/Rutin: Tes urine untuk pemeriksaan diabetes adalah untuk mendeteksi
glukosa lewat urine.

2.4 STEP 4 (Skema)

DILAKUKAN PEMERIKSAAN
( TEKANAN DARA, NADI,PEMERIKSAAN
HbA1C, PMERIKSAAN GDS)

HASIL DIAGNOSA (DIABETES


MELITUS)

PENATA LAKSAANA

TERAPI OBAT

SCRENING
DIABETES MELITUS
JENIS EFEK SAMPING
INJUKSI INSULIN
2.5 STEP 5 (L.O)
2.5.1 Definisi Diabetes Melitus
2.5.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
2.5.3 Etiologi Diabetes Melitus
2.5.4 Patofisiologi Diabetes Melitus
2.5.5 Pathway Diabetes Melitus
2.5.6 Manifestasi Diabetes Melitus
2.5.7 Komplikasi Diabetes Melitus
2.5.8 Faktor Resiko Diabetes Melitus
2.5.9 Penatalaksanaan Diabetes Melitus
2.5.10 Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Melitus
2.6 STEP 6 (Mandiri)
Sabtu, 13 Maret 2021. Pukul 08.00 WIB via google classroom

2.7 STEP 7 (Jawaban L.O)


2.7.1. DEFINISI DIABETES MELITUS
Diabetes Melitus merupakan penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan
kurangnya hormon insulin hormon insulin normal hanya reseptor insulin kurangnya
sehingga glukosa menumpuk di dalam darah kemudian menyebabkan kadar gula
darah meningkat. Hormon insulin dihasilkan oleh sekelompok sel beta di kelenjar
pangkreas dan sangat berperan dalam metabolisme glukosa dalam sel tubuh.
Diabetes melitus adalah penyakit yang disebabkan oleh gagalnya penguraian zat
gula didalam tubuh (darah) pada tubuh normal, zat gula harus diurai menjadi glukosa
dan glikogen oleh hormon insulin yang diproduksi sel beta pankreas. Glukosa dan
glikogen inilah yang kemudian oleh tubuh melalui proses metabolisme atau
pembakaran diubah menjadi energi (Hartini, 2009).
Diabetes melitus sangat tepat didefinisikan sebagai serangkaian gangguan atau
sindoma, di mana tubuh tidak mampu mengatur secara tepat pengolahan, atau
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Ini disebabkan oleh kekurangan baik
maupun utlakinsulin hormon penting, yang dihasilkan dan dilepas oleh sel-sel
khusus/sesel beta yang terletak di pankreas.(Bogdan Mc Wright, MD. 2008)
Diabetes Melitus adalah suatau kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif.(Syafrii Syahbudin, 2002).

2.7.2. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS


A. Diabetes Mellitus Tipe 1
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab
autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin
dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak
terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah
ketoasidosis. Faktor penyebab terjadinya DM Tipe I adalah infeksi virus atau
rusaknya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan karena reaksi autoimun yang
merusak sel-sel penghasil insulin yaitu sel β pada pankreas, secara menyeluruh.
Oleh sebab itu, pada tipe I, pankreas tidak dapat memproduksi insulin. Penderita
DM untuk bertahan hidup harus diberikan insulin dengan cara disuntikan pada
area tubuh penderita. Apabila insulin tidak diberikan maka penderita akan tidak
sadarkan diri, disebut juga dengan koma ketoasidosis atau koma diabetic.
B. Diabetes Mellitus Tipe 2
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa
membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang
merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh
karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena
dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi
relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin
pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta
pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa.
Diabetes mellitus tipe II disebabkan oleh kegagalan relatif sel β pankreas dan
resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Sel β pankreas tidak mampu mengimbangi resistensi
insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defensiesi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan
glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi
insulin lain. Gejala pada DM tipe ini secara perlahan-lahan bahkan asimptomatik.
Dengan pola hidup sehat, yaitu mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan olah
raga secara teratur biasanya penderita brangsur pulih. Penderita juga harus
mampu mepertahannkan berat badan yang normal. Namun pada penerita stadium
akhir kemungkinan akan diberikan suntik insulin.
C. Diabetes Mellitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi akibat penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa darah akibat faktor genetik fungsi sel beta, defek genetik
kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain,
iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan sindrom genetik lain yang
berkaitan dengan penyakit DM. Diabetes tipe ini dapat dipicu oleh obat atau
bahan kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi
organ).
D. Diabetes Mellitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati
pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM
gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal. Penderita
DM gestasional memiliki risiko lebih besar untuk menderita DM yang menetap
dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan.

2.7.3. ETIOLOGI DIABETES MELITUS


Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) etiologi diabetes mellitus, yaitu :
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) tipe 1 merupakan diabetes yang
tergantung pada insulin diandai dengan penghancuran sel-sel beta pancreas yang
disebabkan oleh :
 Faktor genetik : Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic
kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
 Faktor imunologi : Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu
respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing.
 Faktor lingkungan: Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel
β pankreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa
virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pankreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI), Disebabkan oleh kegagalan
telative beta dan resisten insulin. Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini
belum diketahui, faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan
kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya
tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin
mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya
terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system
transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang
cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia.
Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang
merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih
ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul
pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnis
Hasil pemeriksaan glukosa dalam 2 jam pasca pembedahan dibagi menjadi 3
yaitu :
 < 140 mg/dL → normal
 140-<200 mg/dL → toleransi glukosa terganggu > 200 mg/dL →
diabetes
2.7.4. PATOFISIOLOGI DIABETES MELITUS
Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya
ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu makanan di pecah menjadi bahan dasar dari
makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino, dan lemak
menjadi asam lemak. Ketiga zat makan itu akan diserap oleh usus dan kemudian
masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh untuk dipergunakan
oleh organ-organ didalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi
sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel supaya dapat
diolah. Di dalam sel, zat makan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang
rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme.
Dalam proses metabolisme itu insulin memegang peran yang sangat penting yaitu
bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat dipergunakan
sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh
sel beta di pankreas (Suyono, 2004).
Pada DM type II jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah
reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini
dapat di ibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi
lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak,
tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan
sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam
pembuluh darah meningkat (Suyono, 2004).
Efek samping insulin adalah penambahan berat badan yang mungkin diduga karena
tiga penyebab : (Bogdan Mc Wright, MD. 2008)
1) Insulin diketahui memiliki efek anabolik (pembentukan tubuh).
2) Ketika kontrol terdapat glisemia yang baik mulai dicapai karena adanya terapi
insulin, sedikit gula yang hilang didalam urin.
3) Pengobatan insulin membuat orang merasa lebih baik
2.7.5. PATHWAY DIABETES MELITUS
2.7.6. MANIFESTASI DIABETES MELITUS
A. Gejala Khas
I. Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus
menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat yang menyebabkan
penurunan prestasi di sekolah dan lapangan olah raga juga mencolok. Hal
ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel,
sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk
kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain
yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak
dan otot sehingga menjadi kurus.

II. Banyak kencing (Poliuria). Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang
tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan
dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada
waktu malam. Untuk mekanisme lihat gambar 05 dibawah ini.

III. Banyak minum (Polidipsia). Rasa haus amat sering dialami oleh penderita
karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru
sering disalahtafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas
atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita
minum banyak. Untuk lebih jelanya lihat gambar 05 dibawah ini.

IV. Banyak makan (Polifagia). Kalori dari makanan yang dimakan, setelah
dimetabolisasikan menjadi glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat
dimanfaatkan, oleh karena itu penderita selalu merasa lapar.

B. Gejala Tidak Khas

1. Gangguan saraf tepi/kesemutan: Penderita mengeluh rasa sakit atau


kesemutan terutama pada kaki di waktu malam, sehingga mengganggu tidur.

2. Gangguan penglihatan: Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai


gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti
kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik.
3. Gatal/bisul: Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan
atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula
dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat
timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk
peniti.

4. Gangguan ereksi: Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena


sering tidak secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait
dengan budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah
seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.

5. Keputihan. Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang
dirasakan.

2.7.7. KOMPLIKASI DIABETES MELITUS


Komplikasi dari diabetes mellitus menurut Smeltzer et al, (2013) dan Tanto et al,
(2014) diklasifikasikan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi
akut terjadi karena intoleransi glukosa yang berlangsung dalam jangka waktu pendek
yang mencakup
a. Hipoglikemia adalah keadaan dimana glukosa dalam darah mengalami penurunan
di bawah 50 sampai 60 mg/dL disertai dengan gejala pusing, gemetar, lemas,
pandangan kabur, keringat dingin, serta penurunan kesadaran.
b. Ketoasidosis Diabetes (KAD) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang berlebih
c. Sindrom non ketotik hiperosmolar hiperglikemik (SNHH) Suatu keadaan koma
dimana terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan kadar glukosa dalam
darah sangat tinggi, menyebabkan dehidrasi hipertonik tanpa disertai ketosis
serum.
Komplikasi kronik menurut Smeltzer et al, (2013) biasanya terjadi pada pasien yang
menderita diabetes mellitus lebih dari 10 – 15 tahun. Komplikasinya mencakup:
a. Penyakit makrovaskular (Pembuluh darah besar)
Biasanya penyakit ini memengaruhi sirkulasi koroner, pembuluh darah perifer, dan
pembuluh darah otak.
b. Penyakit mikrovaskular (Pembuluh darah kecil)
Biasanya penyakit ini memengaruhi mata (retinopati) dan ginjal (nefropati); kontrol
kadar gula darah untuk menunda atau mencegah komplikasi mikrovaskular maupun
makrovaskular.
c. Penyakit neuropatik
memengaruhi saraf sensori motorik dan otonom yang mengakibatkan beberapa
masalah, seperti impotensi dan ulkus kaki.

2.7.8. FAKTOR RESIKO DIABETES MELITUS


Faktor resiko dan cepat lambatnya seseorang terkena diabetes melitus dipengaruhi
oleh teori dibawah ini:
a. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga adalah faktor risiko utama seorang akan mengalami diabetes
melitus, secara genetik pasien diabetes melitus akan mempengaruhi
keturunannya. Tranmisi genetik adalah paling kuat terdapat dalam diabetes, jika
orang tua menderita diabetes ,maka 90% pasti membawa carier diabetes, yang
ditandai dengan kelainan sekresi insulin. Hal ini dikarenakan seorang dengan
riwayat keluarga diabetes memiliki kelainan gen yang mengakibatkan tubuh
tidak menghasilkan insulin dengan baik.
Diabetes melitus dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap
penyakit diabetes melitus yang disebabkan oleh karena kelainan gen yang
mengakibatkan tubuh tidak menghasilkan insulin dengan baik dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa pasien yang memiliki riwayat keturunan diabetes
melitus lebih banyak (54%) dibandingkan pasien yang tidak memiliki riwayat
keturunan diabetes melitus (46%). 25% diabetes melitus tipe 1 dan 50% diabetes
melitus tipe 2 terjadi juga karena faktor keturunan. Risiko menderita DM bila
salah satu orang tuanya menderita DM adalah sebesar 15%. Jika kedua orang tua
memiliki DM maka risiko untuk menderita DM adalah 75%. Risiko untuk
mendapatkan DM dari ibu lebih besar 10-30% dari pada ayah dengan DM. Hal
ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu.
Jika saudara kandung menderita DM maka risiko untuk menderita DM adalah
10% dan 90% jika yang menderita adalah saudara kembar identik.
b. Umur
Umur adalah terhitung seorang individu lahir sampai saat berulang tahun
terakhir. Umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak
dilahirkan. Usia lanjut pada umumnya adalah penderita Diabetes Melitus tipe 2.
Sedikitnya, setengah dari populasi penderita Diabetes usia lanjut tidak
mengetahui kalau mereka menderita Diabetes karena hal itu dianggap merupakan
perubahan fisiologis yang berhubungan dengan pertambahan usia. Pada orang -
orang yang berumur fungsi organ tubuh semakin menurun hal ini diakibatkan
aktivitas sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin menjadi berkurang dan
sensifitas sel-sel jaringan menurun sehingga tidak menerima insulin. Sedangkan
pada usia muda yang secara genetik sudah mempunyai diabetes melitus juga
beresiko mengalami diabetes melitus berkelanjutan jika tidak dapat mengatur
pola hidup sehat (Hasdianah, 2012).
Umur merupakan salah satu faktor yang penting dalam mempengaruhi
kekambuhan diabetes melitus. Setiap bertambahnya umur satu tahun,
mengakibatkan berkurangnya fungsi organ tubuh sehingga menyebabkan
gangguan fungsi pankreas dan kerja dari insulin sehingga seorang yang berumur
>45 tahun memiliki peningkatan risiko terjadinya diabetes melitus dan berakibat
kematian.
Berdasarkan analisis data Riskesdas tahun 2007 yang dilakukan oleh Irawan,
didapatkan bahwa prevalensi DM tertinggi terjadi pada kelompok umur di atas
45 tahun sebesar 12,41%. Kelompok umur yang paling banyak menderita DM
adalah kelompok umur 45-52. Peningkatan risiko diabetes seiring dengan umur,
khususnya pada usia lebih dari 40 tahun, disebabkan karena pada usia tersebut
mulai terjadi peningkatan intolenransi glukosa. Adanya proses penuaan
menyebabkan berkurangnya kemampuan sel B pankreas dalam memproduksi
insulin. Selain itu pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan
aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi
insulin (Trisnawati, 2013).
Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Kariadi Semarang tahun 2011
menunjukkan bahwa seseorang yang berusia >45 tahun memiliki peningkatan
risiko terhadap terjadinya Diabetes Melitus dan intoleransi glukosa oleh karena
faktor degeratif yaitu menurunnya fungsi tubuh untuk metabolisme glukosa.
Penelitian di RSU Prof Dr. R. D Kandou Manado menunjukkan bahwa hasil usia
terbanyak yang beresiko Diabetes melitus adalah usia 50 - 60 tahun.

c. Obesitas (kegemukan)
Obesitas adalah keadaan abnormal atau akumulasi lemak yang berlebihan yang
menyebabkan timbulnya risiko terhadap keschatan (WHO, 2012). Obesitas
merupakan faktor risiko penyebab terjadinya penyakit degenerative seperti
diabetes melitus, penyakit jantung koroner dan hipertensi. Menurut Pusat
Diabetes dan Lipid RSCM FKUI dan Instalasi Gizi RSCM (2003) sebagai
penelitian abdominal diperlukan rasio lingkar pinggang (lingkar pinggang normal
laki - laki <90cm dan wanita <80cm). Pada orang gemuk aktivitas jaringan lemak
dan otot menurun sehingga dapat memicu munculnya Diabetes Melitus. Kelainan
metabolik tersebut umumnya berupa resistensi terhadap insulin yang muncul
pada jaringan lemak yang luas, obesitas berhubungan pula dengan adanya
kekurangan reseptor insulin pada otot, hati, monosit dan perbukaan sel lemak.
Indeks masa tubuh secara bersama-sama dengan variable lainnya mempunyai
hubungan yang signifikan dengan diabetes mellitus. Hasil perhitungan OR
menunjukan sescorang yang obesitas mempunyai risiko untuk menderita
diabetes. Kelompok dengan risiko diabetes terbesar adalah kelompok obesitas,
dengan odds 7,14 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok IMT normal.
Penelelitian menemukan bahwa individu yang mengalami obesitas mempunyai
risiko 2,7 kali lebih besar untuk terkena diabetes mellitus dibandingkan dengan
individu yang tidak mengalami obesitas.

d. Jenis kelamin
Jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara
biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan
perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan
menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan
menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak
dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan
perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi.

e. Kurang olahraga
Olahraga adalah jenis latihan fisik (jasmani) melalui gerakan-gerakan anggota
tubuh atau gerakan tubuh secara keseluruhan, dengan maksud untuk
meningkatkan dan mempertahankan kebugaran jasmani. Olahraga berperan
utama dalam pengaturan kadar glukosa darah. Olahraga juga dapat secara efektif
mengontrol Diabetes Melitus, antara lain dengan melakukan senam khusus
Diabetes Melitus Tipe II, berjalan kaki, bersepeda, dan berenang. Diet yang
dipadu dengan olahraga merupakan cara efektif mengurangi berat badan,
menurunkan kadar gula darah, dan mengurangi stres.
Aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah menjadi energi
pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin
meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Pada orang yang
jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi
ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi
untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM.Menurut
penelitian yang telah dilakukan di Cina beberapa waktu yang lalu, jika seseorang
dalam hidupnya kurang melakukan latihan fisik ataupun olahraga maka cadangan
glikogen ataupun lemak akan tetap tersimpan di dalam tubuh, hal inilah yang
memicu terjadinya berbagai macam penyakit degenratif salah satu contohnya
diabetes melitus tipe II.

f. Gaya hidup
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa riwayat keluarga menderita DM
bukanlah satu-satunya faktor yang berhubungan dengan kejadian DM Tipe 2.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada sckitar 41% responden yang
telah didiagnosis menderita DM Tipe 2 namun tidak memiliki riwayat keluarga
menderita DM. Meskipun faktor keturunan memiliki pengaruh dalam
menentukan seseorang berisiko terkena diabetes atau tidak, gaya hidup juga
memiliki peran besar terhadap risiko terjadinya DM Tipe 2. Penelitian yang
dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang
menunjukkan bahwa salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian DM
Tipe 2 yaitu aktivitas fisik olahraga. Oleh karena itu, pencegahan diabetes bagi
yang berisiko dapat dilakukan dengan membiasakan hidup sehat dan berolahraga
secara teratur.

g. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh
tubuh dapat memecutimbulnya diabetes melitus. Konsumsi makan yang
berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah yang
memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan pastinya
akan menyebabkan diabetes melitus (Hasdianah, 2012)

h. Merokok
Responden yang terpapar asap rokok merupakan perokok aktif dan pasif. Dari
responden yang terpapar asap rokok, sebagaian besar adalah perokok pasif.
Perokok pasif memungkinkan menghisap racun sama seperti perokok aktif.
Penelitian oleh Houston mendapatkan bahwa perokok aktif memiliki risiko 76%
lebih tinggi untuk terserang DM Tipe 2 dibanding dengan yang tidak terpajan.
i. Stress
Stress adalah keadaan yang membuat tegang yang terjadi ketika seseorang
mendapatkan masalah atau tantangan dan belum mempunyai jalan keluarnya atau
banyak pikiran yang mengganggu seseorang terhadap sesuatu yang akan
dilakukannya.Stress dapat meningkatkan kandungan glukosa darah kerena stress
menstimulus organ endokrin utuk mengeluarkan ephinefrin, yang mempunyai
efek sangat kuat dalam menyebabkan timbulnya proses glikoneogenesi di dalam
hati sehingga akan melepaskan sejumlah besar glukosa di dalam darah dalam
beberapa menit.
Orang yang mengalami stres memiliki risiko 1,67 kali untuk menderita DM Tipe
2 dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami stres. Adanya peningkatan
risiko diabetes pada kondisi stres disebabkan oleh produksi hormone kortisol
secara berlebihan saat seseorang mengalami stres. Produksi kortisol yang
berlebih ini akan mengakibatkan sulit tidur, depresi, tekanan darah merosot, yang
kemudian akan membuat individu tersebut menjadi lemas, dan nafsu makan
berlebih. Oleh karena itu, ahli nutrisi biologis Shawn Talbott menjelaskan bahwa
pada umumnya orang yang mengalami stres panjang juga akan mempunyai
kecenderungan berat badan yang berlebih, yang merupakan salah satu faktor
risiko diabetes melitus.
j. Hipertensi
Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi berhubungan dengan resistensi
insulin dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan konsekuensi
metabolik yang meningkatkan morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan
dengan peningkatan diabetes mellitus pada kelainan fungsi tubuh / disfungsi
endotelial. Sel endotelial mensintesis beberapa substansi bioaktif kuat yang
mengatur struktur fungsi pembuluh darah.
Ada hubungan yang bermakna antara tekanan darah dengan diabetes melitus.
Hasil penelitian menunjukan bahwa orang yang terkena hipertensi berisiko lebih
besar untuk menderita diabetes, dengan odds 6,85 kali lebih besar dibanding
orang yang tidak hipertensi. Penelitian menemukan bahwa individu yang
mengalami hipertensi mempunyai risiko 1,5 kali Iebih besar untuk mengalami
diabetes dibanding individu yang tidak hipertensi.
k. Diet
Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit degeneratif yang prevalensinya
semakin meningkat. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan pola makan.
Tingginya kadar gula dalam darah akibat asupan kalori dan karbohidrat yang
berlebih merupalan penyebab utama penyakit tersebut. Diet pada penderita
diabetes melitus meliputi pengaturan kalori, dan pemberian makanan karbohidrat,
lemak dan protein yang terdapat dalam ketujuh kelompok penggolongan
makanan. Karbohidrat merupakan sumber energi yang paling dahulu digunakan
sebelum protein dan lemak. Komposisi karbohidrat yang di anjurkan di Indonesia
saat ini pada diabetasi terdiri dari 60-70% karbohidrat. Melihat komposisi diet
yang dianjurkan selama ini tampak bahwa presentase yang dianjurkan makin
tinggi dan makin mendekati menu rata-rata bangsa Indonesia yang terdiri dari
81% karbohidrat.
l. Status urban
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia jumlah penduduk
Indonesia dengan prevalensi diabetes melitus tipe II di daerah urban sebesar
14,7% dan daerah rural 7,2% dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah
penduduk dengan asumsi prevalensi diabetes melitus tipe II mencapai 12 juta
diabetesi. Sedangkan untuk di daerah Jawa Tengah pada tahun 2011, prevalensi
penyakit diabetes melitus tipe II mengalami peningkatan sebesar 9,7% dengan
prevalensi tertinggi di kota Semarang.

2.7.9. PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS


Menurut Smeltzer dan Bare (2008) penatalaksanaan DM terbagi menjadi lima
manajemen yaitu diet atau manajemen nutrisi, latihan atau exercise, pemantauan atau
monitoring terhadap glukosa dan keton, terapi farmakologis dan pendidikan atau
edukasi.
a. Diet atau Manajemen Nutrisi
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan
diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan
yaitu memberikan semua unsur makanan essensial (misalnya vitamin dan
mineral), mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai, memenuhi
kebutuhan energi, mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang
aman dan praktis, menurunkan kadar lemak darah jika meningkat. Prinsip dalam
perencanaan makanan pada pasien DM harus memperhatikan pertimbangan
seperti kebiasaan tiap individu, jumlah kalori, disesuaikan dengan pertumbuhan,
status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani (Smeltzer & Bare, 2008).
b. Latihan Jasmani/Olahraga
Latihan jasmani atau olahraga sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes
karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor
risiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
insulin. Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan
kadar HDL kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida.
Manfaat olah raga bagi pasien DM yaitu meningkatkan kontrol gula darah,
menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler (jika dilakukan minimal 30 menit, 3-
5 kali/minggu sampai HR mencapai 220-umur/menit), menurunkan berat badan,
menguatkan tulang dan otot, mengurangi komplikasi dan menimbulkan
kegembiraan (Smeltzer & Bare, 2008).
c. Pemantauan atau Monitoring terhadap glukosa dan keton
Pemantauan glukosa dan keton oleh penyandang diabetes mellitus merupakan hal
yang penting dilakukan untuk mencegah dari keadaan hipoglikemia dan
hiperglikemia sehingga meminimalkan komplikasi. Pemantauan yang dilakukan
oleh penyandang diabetes mellitus secara langsung juga bermanfaat untuk
mengevaluasi regimen atau pengobatan yang selama ini diperoleh untuk
menormalkan kadar glukosa dan keton (Smeltzer & Bare, 2008).
d. Terapi Farmakologis
Intervensi farmokologis ditambahkan jika sasaran kadar glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Intervensi farmakologis
meliputi : Obat Anti Hipoglikemik Oral (OHO) dan insulin (Lemone, Burke,
Bauldoff, 2015). Tujuan terpai insulin adalah menjaga kadar gula darah normal
atau mendekati normal. Pada diabetes mellitus tipe 2 akan membutuhkan insulin
apabila terapi jenis lain tidak dapat mencapai target pengendalian kadar glukosa
darah dan keadaan stress berat seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan,
infark miokard akut atau stroke. Pada diabetes tipe 2, insulin mungkin diperlukan
sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet
dan obat OHO tidak berhasil mengontrolnya.
e. Edukasi 
Edukasi yang diberikan pada pasien DM pada dasarnya adalah supaya pasien 
mampu meningkatkan pengetahuan terkait penyakit yang dideritanya sehingga
mampu mengendalikan penyakitnya dan mengontrol gula darah dalam keadaan
mendekati normal dan dapat mencegah komplikasi. Edukasi yang dapat diberikan
pada penderita diabetes mellitus yaitu pemantauan glukosa mandiri, perawatan
kaki, ketaatan penggunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan
aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak. Salah satu
ketrampilan yang dapat diberikan bagi penderita diabetes mellitus adalah dengan
pemberian pendidikan kesehatan mengenai perawatan kaki.

Pemeriksaan Penunjang untuk Diabetes Melitus


Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu,
kadar glukosa darah puasa, kemudian diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral
standar. Untuk kelompok resiko tinggi DM, seperti usia dewasa tua, tekanan darah
tinggi, obesitas, dan adanya riwayat keluarga, dan menghasilkan hasil pemeriksaan
negatif, perlu pemeriksaan penyaring setiap tahun. Bagi beberapa pasien yang
berusia tua tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3
tahun
Tabel interpretasi kadar glukosa darah (mg/dl)
Bukan DM Belum Pasti DM DM
Kadar glukosa
darah sewaktu
Plasma vena <110 110 – 199 >200
Dara kapiler <90 90 – 199 >200
Kadar glukosa
darah puasa
Plasma vena <110 110 – 125 >126
Darah kapiler <90 90 - 109 >110

Tes Toleransi Glukosa Oral/TTGO


Tes ini telah digunakan untuk mendiagnosis diabetes awal secara pasti, namun tidak
dibutuhkan untuk penapisan dan tidak sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
manifestasi klinis diabetes dan hiperglikemia
Cara pemeriksaannya adalah :
a. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien makan seperti biasa
b. Kegiatan jasmani cukup
c. Pasien puasa selama 10 – 12 jam
d. Periksa kadar glukosa darah puasa
e. Berikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam
waktu 5 menit
f. Periksa kadar glukosa darah saat ½, 1, dan 2 jam setelah diberi glukosa
g. Saat pemeriksaan, pasien harus istirahat, dan tidak boleh merokok
Pada keadaan sehat, kadar glukosa darah puasa individu yang dirawat jalan dengan
toleransi glukosa normal adalah 70 – 110 mg/dl. Setelah pemberian glukosa, kadar
glukosa akan meningkat, namun akan kembali ke keadaan semula dalam waktu 2
jam. Kadar glukosa serum yang < 200 mg/dl setelah ½. 1, dan 1 ½ jam setelah
pemberian glukosa, dan <140 mg/dl setelah 2 jam setelah pemberian glukosa,
ditetapkan sebagai nilai TTGO normal.
Tes Benedict
Pada tes ini, digunakan reagen Benedict, dan urin sebagai spesimen
Cara kerja :
1. Masukkan 1 – 2 ml urin spesimen ke dalam tabung reaksi
2. Masukkan 1 ml reagen Benedict ke dalam urin tersebut, lalu dikocok
3. Panaskan selama kurang lebih 2-3 menit
4. Perhatikan jika adanya perubahan warna

Tes ini lebih bermakna ke arah kinerja dan kondisi ginjal, karena pada keadaan DM,
kadar glukosa darah amat tinggi, sehingga dapat merusak kapiler dan glomerulus
ginjal, sehingga pada akhirnya, ginjal mengalami ”kebocoran” dan dapat berakibat
terjadinya Renal Failure, atau Gagal Ginjal. Jika keadaan ini dibiarkan tanpa adanya
penanganan yang benar untuk mengurangi kandungan glukosa darah yang tinggi,
maka akan terjadi berbagai komplikasi sistemik yang pada akhirnya menyebabkan
kematian karena Gagal Ginjal Kronik.

Rothera test

Pada tes ini, digunakan urin sebagai spesimen, sebagai reagen dipakai, Rothera
agents, dan amonium hidroxida pekat

Test ini untuk berguna untuk mendeteksi adanya aceton dan asam asetat dalam urin,
yang mengindikasikan adanya kemungkinan dari ketoasidosis akibat DM kronik
yang tidak ditangani. Zat – zat tersebut terbentuk dari hasil pemecahan lipid secara
masif oleh tubuh karena glukosa tidak dapat digunakan sebagai sumber energi dalam
keadaan DM, sehingga tubuh melakukan mekanisme glukoneogenesis untuk
menghasilkan energi. Zat awal dari aceton dan asam asetat tersebut adalah Trigliseric
Acid/TGA, yang merupakan hasil pemecahan dari lemak.

Cara kerja :

1. Masukkan 5 ml urin ke dalam tabung reaksi


2. Masukkan 1 gram reagens Rothera dan kocok hingga larut
3. Pegang tabung dalam keadaan miring, lalu 1 - 2 mlmasukkan amonium hidroxida
secara perlahan – lahan melalui dinding tabung
4. Taruh tabung dalam keadaan tegak
5. Baca hasil dalam setelah 3 menit
6. Adanya warna ungu kemerahan pada perbatasan kedua lapisan cairan menandakan
adanya zat – zat keton
Indikasi dan Kontraindikasi Obat
Dalam kedokteran, indikasi adalah alasan yang sah untuk menggunakan tes, pengobatan,
prosedur, atau operasi tertentu. Peran utama dari bagian pelabelan Indikasi dan
Penggunaan adalah untuk memungkinkan praktisi perawatan kesehatan dengan mudah
mengidentifikasi terapi yang sesuai untuk pasien dengan mengkomunikasikan dengan
jelas indikasi yang disetujui obat.
Bagian indikasi dan penggunaan menyatakan penyakit atau kondisi, atau manifestasi atau
gejala-gejalanya, untuk mana obat tersebut disetujui, serta apakah obat tersebut
diindikasikan untuk perawatan, pencegahan, mitigasi, penyembuhan, pemulihan, atau
diagnosis penyakit itu atau kondisi.

Kontraindikasi adalah salah satu hal yang harus diperhatikan sebelum kita meminum
obat. Apalagi jika obat tersebut tanpa resep dokter. Kontraindikasi menerangkan
mengenai kondisi-kondisi yang tidak cocok atau berisiko untuk mengonsumsi obat
tersebut. Misalnya pada keterangan obat dijelaskan bahwa obat tersebut kontraindikasi
hipertensi, ini berarti obat tersebut tidak boleh dikonsumsi atau tidak akan bekerja
sebagaimana mestinya pada orang yang menderita hipertensi, bahkan bisa berisiko
terhadap kesehatan orang tersebut.

Dalam hal dampaknya terhadap kesehatan, ada dua jenis kontraindikasi yaitu :
1. Kontraindikasi relatif Suatu kondisi yang dapat meningkatkan risiko buruk bagi
kesehatan jika mengonsumsi obat tersebut. Meskipun demikian pada situasi tertentu
ketika tidak ada pilihan lain maka obat ini dapat dikonsumsi.
2. Kontraindikasi absolut Jenis kontraindikasi yang harus benar-benar dipatuhi karena
jika tetap dilakukan akan berbahaya bagi kesehatan.

2.7.10. ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS


A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit
yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata
kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poli urea,
polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang
disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-
pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten
pada pria.

2. Riwayat Kesehatan Dahulu


 Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional
 Riwayat ISK berulang
 Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan
penoborbital.
 Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebiha
3. Riwayat Kesehatan Keluarga: Adanya riwayat anggota keluarga yang
menderita DM.

4. Pemeriksaan Fisik

 Neuro sensori: Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan


memori, kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
 Kardiovaskuler : Takikardia / nadi menurun atau tidak ada,
perubahan TD postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
 Pernafasan: Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak
nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung
ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar
kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton.
 Gastro intestinal: Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi
abdomen, aseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising usus
lemah/menurun.
a) Eliminasi: Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine
berkabut, bau busuk, diare (bising usus hiper aktif).
b) Reproduksi/sexualitas: Rabbas vagina (jika terjadi infeksi),
keputihan, impotensi pada pria, dan sulit orgasme pada wanita
c) Muskulo skeletal: Tonus otot menurun, penurunan kekuatan
otot, ulkus pada kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa
berat pada tungkai.
d) Integumen: Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata
cekung, turgor jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis
(keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.

5. Aspek psikososial
 Stress, anxientas, depresi
 Peka rangsangan
 Tergantung pada orang lain

6. Pemeriksaan diagnostik
a. Gula darah meningkat > 200 mg/dl
b. Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok
c. Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
d. Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
e. Alkalosis respiratorik
f. Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
g. Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi
ginjal.
h. Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
i. Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal
sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
j. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
k. Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.
l. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pada luka.

B. Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik,
kehilangan gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak cukupan insulin penurunan masukan oral,
status hipermetabolisme.
3. Resti infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit, perubahan sirkulasi.

C. Intervensi
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis
osmotik, kehilangan gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
Data yang mungkin muncul :
o Peningkatan keluaran urin, urin encer, haus, lemah, BB
turun, kulit kering, turgor buruk.
o Hasil yang diharapkan :
Tanda vital stabil, turgor kulit baik, haluaran urin normal,
kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Mandiri
o Pantau tanda vital Hipovolemia dapat ditandai dengan
hipotensi dan takikardi.
o Kaji suhu, warna kulit dan kelembaban. Demam, kulit
kemerahan, kering sebagai cerminan dari dehidrasi.
o Pantau masukan dan pengeluaran, catat jumlah urin,
memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti,
fungsi ginjal dan keefektifan terapi.
o Ukur BB setiap hari Memberikan hasil pengkajian yang
terbaik dan status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
o asukan secara oral sudah dapat diberikan. Mempertahankan
hidrasi/volume sirkulasi
o Tingkatkan lingkungan yang nyaman selimuti dengan
selimut tipis. Menghindari pemanasan yang berlebihan
pada pasien yang akan menimbulkan kehilangan cairan.
o Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen,
muntah, distensi lambung. Kekurangan cairan dan
elektrolit mengubah motilitas lambung, yang sering
menimbulkan muntah sehingga terjadi kekurangan cairan
atau elektrolit.
o Kolaborasi
o Berikan terapi cairan sesuai indikasi
o Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan
cairan dan respons pasien secara individual.
o Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai
dengan indikasi. Mendekompresi lambung dan dapat
menghilangkan muntah.

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral,
hipermetabolisme
Data : Masukan makanan tidak adekuat, anorexia, kelemahan,
kelelahan, tonus otot buruk, diare.
Kriteria Hasil : Mencerna jumlah nutrien yang tepat,
menunjukkan tingkat energi biasanya, BB stabil
Intervensi Rasional
Mandiri
o Timbang BB setiap hari Mengkaji pemasukan
makananyang adekuat (termasuk absorpsi).
o Tentukan program diet dan pola makan pasien dan
bandingkan dengan makanan yang dihabiskan pasien.
Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari
kebutuhan.
o Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri, abdomen, mual,
muntah. Hiperglikemi dapat menurunkan motilitas/ fungsi
lambung (distensi atau ileus paralitik) yang akan
mempengaruhi pilihan intervensi.
o Identifikasi makanan yang disukai. Jika makanan yang
disukai dapat dimasukkan dalam pencernaan makanan,
kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
o Libatkan keluarga pada perencanaan makan sesuai indikasi.
Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi pasien.
o Kolaborasi dengan ahli diet Sangat bermanfaat dalam
perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi
kebutuhan pasien.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,


penurunan fungsi lekosit/perubahan sirkulasi.
Data : –
Kriteria hasil : Infeksi tidak terjadi
Intervensi Rasional
Mandiri
 Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan. Pasien
mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah
mencetuskan keadaan ketuasidosis atau infeksi nasokomial.
 Tingkatkan upaya pencegahan dengan mencuci tangan bagi
semua orang yang berhubungan dengan pasien, meskipun
pasien itu sendiri. Mencegah timbulnya infeksi nasokomial.
 Pertahankan teknik aseptik prosedur invasif. Kadar glukosa
tinggi akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan
kuman.
 Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-
sugguh, massage daerah yang tertekan. Jaga kulit tetap
kering, linen tetap kering dan kencang. Sirkulasi perifer
bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan
resiko terjadinya iritasi kulit dan infeksi.
 Bantu pasien melakukan oral higiene. Menurunkan resiko
terjadinya penyakit mulut.
 Anjurkan untuk makan dan minum adekuat. Menurunkan
kemungkinan terjadinya infeksi.
 Kolaborasi tentang pemberian antibiotik yang sesuai
Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya
sepsis.

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kinerja insulin atau kedua-
duanya. Etiologi Diabetes Mellitus tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas
karena paparan agen infeksius atau lingkungan. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2013 angka kejadian diabetes di Indonesia mengalami peningkatan
dari 1,1% pada tahun 2007 menjadi 2,1% pada tahun 2013.
Diabetes melitus dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap penyakit
diabetes melitus yang disebabkan oleh karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuh
tidak menghasilkan insulin dengan baik dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien
yang memiliki riwayat keturunan diabetes melitus lebih banyak (54%) dibandingkan
pasien yang tidak memiliki riwayat keturunan diabetes melitus (46%).

3.2. SARAN
Meskipun kami menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini tetapi
kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih
minimnya pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari
teman-teman dan dosen sangat kami harapkan untuk perbaikan ke depannya.

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA). (2018). Standard medical care in diabetes RiddleMC,
ed.Diabetes Care. Januari 2018;41(1):S13-S27
Gandra Soebrata, Penuntun Laboratorium Klinik

Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Edisi ketiga

Hasdianah. (2012). Mengenal Diabetes Melitus pada Orang Dewasa dan Anak-Anak dengan
Solusi Herbal. Yogyakarta: Nuha Medika

Mata, U. M. S. S. T., & Keperawatan II, K. I. D. PENGGOLONGAN OBAT,


FARMAKODINAMIKA DAN FARMAKOKINETIK, INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
SERTA EFEK SAMPING OBAT

Nurarif & Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda
Nic-Noc Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional. Yogyakarta : Mediaction Jogja.

Purwanto, Hadi. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta Selatan : Kemenkes RI

Price and Wilson.2006.Patofisiologi.EGC.Jakarta

Rachmawati, A.M., Bahrun, U., Rusli, B., Hardjoeno. Tes Diabetes Melitus. Dalam Hardjono
dkk. Interpretasi Hasil Diagnostik Tes Laboratorium Diagnostik. Cetakan 3. Lembaga
Pendidikan Universitas Hasanudin. Makasar. 2007. p. 167-82

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.

Suyono, S. (2004). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Trisnawati, S. K., Setyorogo, S. (2013). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di
Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Volume
5(1): 6–11

Anda mungkin juga menyukai