Disusun Oleh
KELOMPOK 3 (A2019.2)
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas akhir tutorial dari mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES
MELITUS”.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada kakak
asisten tutor kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................
ii
2.7.8 Penatalaksanaan Diabetes Melitus........................................................................
18
2.7.9 Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus.................................................................
24...........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................
..............................................................................................................................................33
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa defenisi diabetes mellitus?
2. Bagaimana klasifikasi dari diabetes mellitus?
3. Apa saja etiologi dari diabetes mellitus ?
4. Bagaimana patofisiologi dari diabetes mellitus?
5. Apa saja manifestasi klinis dari diabetes mellitus?
6. Komplikasi apa saja yang bisa terjadi karena diabetes mellitus?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari diabetes mellitus?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari diabetes mellitus?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien diabetes mellitus?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi diabetes mellitus
2. Mengetahui klasifikasi diabetes mellitus
3. Mengetahui etiologi diabetes mellitus
4. Mengetahui patofisiologi diabetes mellitus
5. Mengetahui manifestasi klinis diabetes mellitus
6. Mengetahui komplikasi yang akan terjadi pada pasien diabetes mellitus
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang diabetes mellitus
8. Mengetahui penatalaksanaan diabetes mellitus
9. Mengetahui asuhan keperawatan pasien diabetes mellitus
2
BAB II
PEMBAHASAN
Skenario
Seorang wanita, berusia 37 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan keluhan :
letih, lesu, gatal, pandangan kabur, pruritus vulvae, kelelahan, pandangan kabur, sering
pusing, mual, polyuria, polydipsia, dan polyphagia. 1 hari yang lalu, hasil pemeriksaan gula
darah sewaktu (GDS) 470 mg/dL. Keadaan saat ini konjunctiva anemis, pasien kelihatan
lemah dan berat badan turun 3 kg dalam 2 bulan terakhir, tekanan darah 170/90 mmHg,
frekuensi nada 98 kali/menit, pemeriksaan HbA1c (hemoglobin A1c/glycated hemoglobin)
8,7%. Terapi yang diberikan injeksi insulin, obat oral glimepiride 2mg ; 1 x 1.5 tablet /hari,
sebelum makan pagi dan metformin 500 mg, 1x1 /hr sebelum tidur. Sebelum dirawat, pasien
minum Glybenclamide, resep dari dokter puskesmas. Dokter menyarankan untuk melakukan
Screening diabetes mellitus. Pasien sangat cemas karena merasakan tubuhnya semakin lemah
dan sakit kepala.
3
6. Pemeriksaan gula darah sewaktu
a. Dilakukan kapan saja, dilakukan untuk memantau kadar gula darah, dan tinggi
rendahnya gula darah
7. HbA1C
a. Pemeriksaan rata – rata yang berkaitan glukosa di darah selama 3 bulan terakhir
b. Dapat dilakukan diagnosis mengontrol diabetes
8. Glicated hemoglobin
a. Sama dengan HbA1C
9. Injeksi insulin
a. Pemberian insulin pada penderita diabetes, agar insulin dapat membantu kadar
gula darah
b. Mengatur metabolisme karbohidariat, lemak, dan proterin
10. Glimepiride
a. Obat mengendalikan kadar gula darah pada penderita diabetes
b. Bekerja dengan cara mendorong pangkreas agar gula darah terkontrol
11. Metformin
a. Obat untuk menurunkan kadar gula darah yang meningkat pada penderita
diabetes
b. Anti diabetes oral tipe 2
12. Glybenclamide
a. Obat mengendalikan gula darah
b. Mengendalikan gula darah yang tinggi pada diabetes tipe 2
13. Screening diabetes mellitus
a. Pemeriksaan pada diabetes dan pemeriksaan gula darahnya
4
8. Apakah ada terapi lain pada pasien, dan terapi apa yang efektif?
9. Apakah ada fungsi obat – obat tersebut?
10. Apakah ada efek samping dari obat?
11. Apa beda diabetes tipe 1 dan tipe 2?
12. Kenapa dokter menyarankan screening diabetes mellitus?
13. Apakah fungsi utama dari screening diabetes militus?
14. Selain screening DM, dokter biasanya menyarankan apa saja?
15. Apa dampak negatif pada pasien yang tidak melakukan screening DM?
16. Apakah itu adalah efek samping dari resep dokter?
17. Pasien sakit kepala dan sudah di berikan tindakan, kenapa tubuhnya semakin lemah
dan sakit kepala?
18. Pasien diberi terapi injeksi insulin, apakah ada efek samping dari terapi injeksi
insulin?
5
Tentu ada gejala DM, karena dia merasakan klien dalam metabolismenya di dalam
tubuh, sehingga tidak mempunyai nafsu makan sama sekali
Karena ketika tubuh tidak dapat memproses glukosa, sehingga tubuh memecah
lemak dan otot sehingga lemaknya berkurang dan ototnya berkurang, sehingga berat
badan turun
Darah tidak mendapat asupan glukosa, sehingga darah memecah lemak
6. Tentu ada, pasien merasa cemas, stress, shock, takut, tidak percaya diri, kaget dan
sedih
Akan marah karena ada perubahan pola hidup pda dirinya, sehingga menimbulkan
stress pada pasien dan fisiknya semakin lemah
7. Jangka panjang, mencegah komplikasi, jangka pendek mencegah keluhan/ gejala
DM
8. Mengatur pola hidup sehat, seperti diet, olahraga rutin
9. Fungsi dari obat yaitu misal obat glibeklamidin yang termasuk dalam golongan obat
sulfonylurea yang berfungsi menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan,
menurukan ambang sekresi insulin dan meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat
rangsangan glukosa fungsi obat merformin yang termasuk golongan biguadin yang
berfungsi menurunkan kadar gula darah tapi tidak dibatas normal
10. Efek samping berupa hipoglikemia (ditandai dengan lemas, pusing, dan sakit
kepala), sakit perut, mual, muntah, tinja menjadi lebih lembek, kembung, dan
dehidariasi
11. Berat badan meningkat, mual – mual, hipoglekemia, tanda infeksi seperti demam
dan sakit tenggorokan, terjadi penyakit kulit, lelah
12. DM 1 tidak dapat memproduksi hormon insulin. DM 2 memproduksi hormon insulin
lebih rendah dari DM 1
DM TIPE 1 : Sering atau mudah mengalami ketosis (koma), kebutuhan insulin
dalam mengendalikan kadar glukosa harian, umumnya penderita tipe 1 memiliki
berat badan kurus.
DM TIPE 2 : Jarang terjadi ketosis (koma), dalam insulin yang beredar dalam
jumlah yang cukup maka jaringan tubuh kurang bereaksi baik, umumnya penderita
gemuk
Dari proses nya DM 1 ada kerusakan pembuatan insulinnya
13. Mencegah terjadinya komplikasi
14. Sebagai pencegahan
6
15. Penyakit nya akan semakin parah, komplikasi penyakit jantung, struk, pada ginjal,
kerusakan saraf, dan kulit
16. Penyakit DM akan semakin parah dan akan mengalami komplikasi seperti penyakit
jantung, stroke, kerusakan pada ginjal, kerusakan saraf, dan kerusakan pada kulit
17. Pasien merasa sakit kepala dan lemah itu adalah efek samping dari mengkonsumsi
obat glybenclamide
18. Kenaikan berat badan, benjolan, kecemasan, atau depresi
Peningkatan resiko komplikasi pada mata jantung
Bisa terjadi kerusakan integritas kulit ketika injeksi insulin diberikan rutin di lokasi
yang sama
2.4 STEP IV
Wanita 37 tahun
Diabetes Mellitus
v
Gejala Klasifikasi Penatalaksanaan Screening DM
2.5 STEP V
7
1. Definisi Diabetes Melitus
2. Klasifikasi DM
3. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Manifestasi klinis
6. Komplikasi yang bisa terjadi karena DM
7. Pemeriksaan penunjang DM
8. Penatalaksanaan
9. Asuhan Keperawatan untuk pasien DM (berdasarkan skenario yang ada)
2.6 STEP VI
Mandiri
8
memainkan sebuah peran penting dalam perkembangan komplikasi terkait
DM, kadar yang tinggi dari glukosa darah hanya satu komponen dari proses
patologis dan manifestasi klinis yang berhubungan dengan DM. Proses
patologis dan faktor risiko lain adalah penting, dan terkadang merupakan
faktor-faktor independen. Diabetes mellitus dapat berhubungan dengan
komplikasi serius, namun orang dengan DM dapat mengambil cara-cara
pencegahan untuk mengurangi kemungkinan kejadian tersebut
9
3. Diabetes tipe spesifik lain
Diabetes tipe ini terjadi akibat penyakit gangguan metabolik yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah akibat faktor genetik fungsi
sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit
metabolik endokrin lain, ratrogenik, infeksi virus , penyakit autoimun dan
sindariom genetik lain yang berkaitan dengaj penyakit diabetes melitus.
Diabetes tipe ini dapat dipacu oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam
pengobatan HIV/ AIDS atau setelah transplantasi organ).
4. Diabetes melitus Gestasional
Diabetes melitus tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana
intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya
pada trimester kedua dan ketiga. Diabetes melitus Gestasional memiliki
resiko lebih besar untuk menderita diabetes melitus yang menetap dalam
jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan
10
didiagnosis setelah beberapa tahun keluhan dirasakan oleh pasien dan
pada diabetes mellitus komplikasi dapat terjadi. Diagnosis klinis diabetes
mellitus umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas berupa poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikeluhkan pasien
adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulva pada pasien wanita (Purnamasari, 2009).
3. Diabetes tipe spesifik lain
Diabetes tipe ini biasanya terjadi karena adanya gangguan genetik pada
fungsi sel beta, gangguan genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas dan dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti pengobatan
HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).
4. Gestational Diabetes
Diabetes tipe ini terjadinya peningkatan kadar gula darah atau
hiperglikemia selama kehamilan dengan nilai kadar glukosa darah normal
tetapi dibawah dari nilai diagnostik diabetes mellitus pada umumnya.
Perempuan dengan diabetes mellitus saat kehamilan sangat berisiko
mengalami komplikasi selama kehamilan. Ibu dengan gestational diabetes
memiliki risiko tinggi mengalami diabetes mellitus tipe 2 dikemudian
hari. Gestational diabetes lebih baikdidiagnosa dengan pemeriksaan saat
prenatal karena lebih akurat dibandingkan dengan keluhan langsung yang
dirasakan klien (Arisman, 2011).
11
dapat masuk kedalam hepar ataupun sel otot untuk disimpan
(glikogenesis) dan menimbulkan keadaan hiperglikemia post prandial
(sesudah makan) di dalam darah (Danescu dkk., 2009).
Menurunnya insulin post prandial pada DM tipe 1 akan mempercepat
proses katabolisme. Akibat glukosa yang tidak dapat memasuki hepar
ataupun sel otot, maka akan dikirimkan sinyal bahwa tubuh kekurangan
cadangan glukosa. Hal ini mengakibatkan tubuh memproduksi glukosa
dengan berbagai cara, yaitu glikogenolisis (pemecahan glikogen dalam
hepar untuk diubah menjadi glukosa) dan glukoneogenesis (proses
pembentukan glukosa dari bahan selain karbohidariat). Kedua proses
tersebut memperparah kondisi hiperglikemia yang sebelumnya telah
terjadi. Akan tetapi karena glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke
dalam sel hepar ataupun sel otot, maka hepar akan berusaha lebih keras
lagi untuk memproduksi glukosa. Selain itu 14 juga akan terjadi
proteolisis (proses pemecahan cadangan protein dalam sel otot menjadi
asam amino) dan lipolisis (proses pemecahan lipid dalam jaringan adipose
menjadi gliserol dan asam lemak bebas). Keseluruhan proses tersebut
akhirnya menimbulkan kondisi hiperglikemia puasa (Rustama dkk.,
2010).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi (>180 mg/dL),
ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar.
Hal ini mengakibatkan lolosnya glukosa tersebut dari proses rearbsorpsi
ginjal dan glukosa akan muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa
yang berlebihan diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik yang menyebabkan pasien mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria). Sebagai akibat dari kehilangan
cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami dehidariasi dan rasa haus
(polidipsia) (Homenta, 2012).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang 15 menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.
Di dalam hepar juga terjadi proses ketogenesis yang mengakibatkan
meningkatnya konsentrasi keton di dalam darah, menyebabkan terjadinya
12
kondisi asidosis metabolik yang disebut ketoasidosis diabetikum pada
pasien dengan DM tipe I (Luong dkk., 2005).
2. Diabetes Mellitus Tipe II
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang
berperan yaitu:
a. Resistensi insulin
b. Disfungsi sel B pankreas
Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi
insulin, namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu
merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai
“resistensi insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas
dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita diabetes
melitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan
namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun
seperti diabetes melitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada penderita
diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut.
Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan
gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan
baik,pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B
pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif
seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya
penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus
tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi
insulin dan defisiensi insulin.
13
Bagan 1.1 Patofisiologi Diabetes Mellitus (Sumber : Brunner &
Suddarth, 2002)
2.7.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus
Manifestasi klinis diabetes melitus secara umum :
1. Poliuria (banyak kencing).
Poliuri merupakan gejala awal dari diabetes yang terjadi apabila kadar
gula darah sampai di atas 160-180 mg/dl. Kadar glukosa darah yang tinggi
akan dikeluarkan melalui air kemih, jika semakin tinggi kadar glukosa
darah maka ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang banyak.
Akibatnya penderita diabetes sering berkemih dalam jumlah banyak.
2.
14
3. Polydipsia (banyak minum).
Polidipsi terjadi karena urine yang dikeluarkan banyak, maka penderita
akan merasa haus yang berlebihan sehingga banyak minum.
4. Polifagi (banyak makan ).
Polifagi terjadi karena berkurangnya kemampuan insulin mengelola
kadar gula darah dalam darah sehingga penderita merasakan lapar yang
berlebihan.
5. Penurunan berat badan.
Penurunan berat badan terjadi karena tubuh memecah cadangan energi
lain dalam tubuh seperti lemak.
6. Kulit gatal, infeksi kulit, gatal-gatal di sekitar vagina dan peningkatan
gula darah.
Mengakibatkan penumpukan gula pada kulit sehingga menjadi gatal
jamur dan bakteri mudah menyerang kulit.
7. Kelemahan, keletihan, dan mengantuk.
8. Timbul gejala ketoasidosis
15
2.7.6 Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus
1. Kadar glukosa darah
a. Kadar Glukosa darah sewaktu (mg/dl) menurut Nurarif & Kusuma
(2015)
16
Tes-tes monitoring terapi DM adalah :
a. GDP plasma vena, darah kapiler
b. GD2PP : plasma vena
c. A1c darah vena, darah kapiler
7. Tes untuk mendeteksi komplikasi
Tes-tes untuk mendeteksi komplikasi adalah :
a. Mikroalbuminuria urine
b. Ureum, kreatinin, asam urat
c. Kolesterol total plasma vena (puasa)
d. Kolesterol LDL: plasma vena (puasa)
e. Kolesterol HDL: plasma vena (puasa)
f. Trigliserida: plasma vena (puasa)
17
2. Komplikasi Kronis
a. Komplikasi Makrovaskular
Umumnya terjadi trobosit otak (pembekuan darah pada
sebagian otak), penyakit jantung koroner, gagal jantung kongetif dan
stroke.
b. Komplikasi Mikrovaskular
Terutama pada pasien dengan tipe 1 seperti nefropati, diabetik
retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi.
18
yang mengandung banyak serat seperti buah-buahan, sayur-sayuran
dan sereal akan membantu mencegah lonjakan kadar glukosa darah.
c. Olahraga
Olahraga akan membantu meningkatkan jati diri anak,
membantu mempertahankan berat badan ideal. Olahraga juga dapat
meningkatkan kapasitas kerja jantung, mengurangi kerumitan jangka
panjang, membantu kerja metabolisme tubuh sehingga dapat
mengurangi kebutuhan insulin. Yang perlu diperhatikan waspada
dalam melaporkan pemantuan terhadap kemungkinan kejadian
hipoglikemia atau hiperglikemia saat atau pasca olahraga.
d. Edukasi
Penyuluhan dan tatalaksana merupakan bagian integral dari
terapi. DM tipe I merupakan suatu life long disease yang mampu
mencapai normoglikemia sangat membantu dari cara dan gaya hidup
penderita / keluarga atau dinamika keluarga sehingga pengendalian
utama metabolik yang tergantung pada penderita sendiri. Kegiatan
edukasi terus menerus dilakukan oleh semua pihak, termasuk
pemahaman dan pengertian mengenai penyakit dan komplikasinya,
memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat.
e. Pemantauan mandiri
DM tipe I merupakan penyakit kronik dan memerlukan
pengobatan hidup, maka pasien serta keluarga harus dapat melakukan
pemantauan kadar gula darah serta penyakinya dirumah. Hal ini
sangat diperlukan karena sangat mendukung upaya pengawasan
normoglikemia. Pemantauan dapat dilakukan secara lansung (darah)
dan secara tidak langsung (urin).
2. Diabetes Mellitus Tipe II
a. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu
dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan
bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik.
Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi
edukasi tingkat lanjutan. Materi edukasi yang diberikan tentang
perjalanan penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian dan
19
pemantauan DM secara berkelanjutan, dan perilaku hidup sehat bagi
penyandang Diabetes Melitus.
b. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai
pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan
kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang
meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.
Karbohidariat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi,
lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, makanan yang
berprotein, berserat, menggunakan pemanis alternatif yang aman dan
memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30
kal/kgBB ideal.
c. Latihan Fisik
Program latihan fisik secara teratur dilakukan 3-5 hari
seminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit per
minggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-
turut. Latihan fisik yang dianjurkan berupa latihan fisik yang bersifat
aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal)
seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
d. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan,
yaitu :
1) Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat anti-hiperglikemia oral dibagi
menjadi 6 golongan :
a) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
(1) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama
meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Efek samping utama adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan
sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi
hipoglikemia (orang tua, gangguan fungsi hati dan
ginjal).
20
(2) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya mirip
dengan sulfonilurea, namun berbeda lokasi reseptor,
dengan hasil akhir berupa penekanan pada peningkatan
sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat)
dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat
mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping
yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia. Obat
golongan glinid sudah tidak tersedia di Indonesia.
b) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
(1) Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi
produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dan
memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian
besar kasus DM tipe 2. Dosis metformin diturunkan
pada pasien dengan gangguan fungsi ginja dan tidak
boleh diberikan pada beberapa keadaan LFG < 30
mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati berat, serta
pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan,
PPOK, gagal jantung NYHA fungsional class III-IV).
Efek samping yang mungkin terjadi adalah gangguan
saluran pencernaan seperti dispepsia, diare, dan lain-
lain.
(2) Tiazolidinedion (TZD)
Golongan obat ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di jaringan perifer. Tiazolidinedion
meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga
21
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung
karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-
hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu
pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk
dalam golongan ini adalah pioglitazone.
c) Penghambat Alfa Glukosidase
Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim alfa
glukosidase di saluran pencernaan sehingga menghambat
absorpsi glukosa dalam usus halus. Efek samping yang
mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam
usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Guna mengurangi
efek samping pada awalnya diberikan dengan dosis kecil.
Contoh obat golongan ini adalah acarbose.
d) Penghambat enzim Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4 inhibitor)
Dipeptidil peptidase-4 (DPP-4) adalah suatu serin
protease, yang didistribusikan secara luas dalam tubuh.
Penghambat DPP-4 akan menghambat lokasi pengikatan
pada DPP-4 sehingga akan mencegah inaktivasi dari
glucagon-like peptide (GLP)-1. Proses inhibisi ini akan
mempertahankan kadar GLP-1 dan glucose-dependent
insulinotropic polypeptide (GIP) dalam bentuk aktif di
sirkulasi darah, sehingga dapat memperbaiki toleransi
glukosa, meningkatkan respons insulin, dan mengurangi
sekresi glukagon. Golongan obat ini adalah vildagliptin,
linagliptin, sitagliptin, saxagliptin dan alogliptin.
e) Penghambat enzim Sodium Glucose co-Transporter 2
(SGLT-2 inhibitor)
Obat ini bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi
glukosa di tubulus proksimal dan meningkatkan ekskresi
glukosa melalui urin. Obat golongan ini mempunyai manfaat
untuk menurunkan berat badan dan tekanan darah. Efek
samping yang dapat terjadi akibat pemberian obat ini adalah
infeksi saluran kencing dan genital.
2) Obat Antihiperglikemia Suntik
22
a) Insulin
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk
melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi. Sasaran
pertama terapi ini yaitu hiperglikemia adalah mengendalikan
glukosa darah basal (puasa/sebelum makan). Insulin yang
dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal
adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang). Efek
samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia
dan berupa reaksi alergi. Insulin umumnya diberikan dengan
suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah alat suntik
tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit dan pada
keadaan khusus diberikan intramuskular atau drip.
Insulin digunakan pada keadaan :
(1) HbA1c saat diperiksa 7.5% dan sudah
menggunakan satu atau dua obat antidiabetes
(2) HbA1c saat diperiksa > 9%
(3) Penurunan berat badan yang cepat
(4) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
(5) Krisis Hiperglikemia
(6) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
(7) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark
miokard akut, stroke)
(8) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional
yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
(9) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
(10) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
(11) Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
b) Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Inkretin adalah hormon peptida yang disekresi
gastrointestinal setelah makanan dicerna, yang mempunyai
potensi untuk meningkatkan sekresi insulin melalui stimulasi
glukosa. Agonis GLP-1 mempunyai efek menurunkan berat
badan, menghambat pelepasan glukagon, menghambat nafsu
makan, dan memperlambat pengosongan lambung sehingga
23
menurunkan kadar glukosa darah postprandial. Efek samping
yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah
dan muntah. Obat yang termasuk golongan ini adalah:
Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, Lixisenatide dan
Dulaglutide.
c) Penggunaan agonis GLP-1 pada Diabetes
Agonis GLP adalah obat yang disuntikkan subkutan
untuk menurunkan kadar glukosa darah, dengan cara
meningkatkan jumlah GLP-1 dalam darah. Agonis GLP-1
kerja panjang diberikan 1 kali dalam sehari, contohnya
adalah liraglutide dan lixisenatide, serta ada sediaan yang
diberikan 1 kali dalam seminggu yaitu exenatide LAR,
dulaglutide dan semaglutide. Dosis berbeda untuk masing-
masing terapi, dengan dosis minimal, dosis tengah, dan dosis
maksimal. Penggunaan golongan obat ini dititrasi perminggu
hingga mencapai dosis maksimal tanpa efek samping dan
dipertahankan. Golongan obat ini dapat dikombinasi dengan
semua jenis oral anti diabetik kecuali penghambat DPP-4,
dan dapat dikombinasi dengan insulin.
24
3) Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin,
dan penoborbital
4) Riwayat mengkonsumsi glukosa/ karbohidariat berlebihan
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
d. Pemeriksaan fisik
1) Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori,
kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
2) Kardiovaskuler
Takikardia/ nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD
postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
3) Pernafasan
Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas,
batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung
ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika
kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas
berbau aseton.
4) Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas,
wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
5) Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk,
diare (bising usus hiper aktif).
6) Reproduksi/ sexualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi
pada pria, dan sulit orgasme pada wanita.
7) Muskuloskeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada
kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada
tungkai.
8) Integumen
25
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung,
turgor jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat
banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.
e. Aspek psikososial
1) Stress, anxietas, depresi
2) Peka rangsangan
3) Tergantung pada orang lain
f. Pemeriksaan diagnostik
1) Gula darah meningkat > 200 mg/dl
2) Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok
3) Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis
metabolik)
5) Alkalosis respiratorik
6) Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidariasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
7) Ureum/ kreatinin : mungkin meningkat/ normal lochidariasi/
penurunan fungsi ginjal.
8) Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
9) Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada
tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang
mengindikasikan insufisiensi insulin.
10) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon
tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan
insulin.
11) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin
meningkat.
12) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada
saluran kemih, infeksi pada luka.
26
letih dan lesu.
DO : Pasien tampak lelah, GDS Ansietas.
470 mg/Dl, Polyuria, Polyphagia,
Polydipsia.
2. Diagnosa
a. Kekurangan volume cairan b.d diuresis osmotik, kehilangan gastrik
berlebihan, masukan yang terbatas ditandai oleh polyuria, poliphagia,
lelah, dan letih
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakcukupan
insulin, penurunan masukan oral
c. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d hiperglikemi d.o GDS 470
mg/dL, lelah, letih, polyuria.
d. Ansietas b.d kondisi kesehatan d.o nadi meningkat, tekanan darah
meningkat, sering berkemih.
3. Intervensi
a. Kekurangan volume cairan b.d diuresis osmotik, kehilangan gastrik
berlebihan, masukan yang terbatas ditandai oleh polyuria, poliphagia,
lelah, dan letih
1) Pantau tanda vital Hipovolemia dapat ditandai dengan
hipotensi dan takikardi.
2) Kaji suhu, warna kulit dan kelembaban. Demam, kulit
kemerahan, kering sebagai cerminan dari dehidariasi.
3) Pantau masukan dan pengeluaran, catat bj urin Memberikan
perkiraan kebutuhan akan cairanpengganti, fungsi ginjal dan
keefektifan terapi.
4) Ukur BB setiap hari Memberikan hasil pengkajian yang
terbaik dan status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
5) pertahankan cairan 2500 cc/hari jika pemasukan secara oral
sudah dapat diberikan. Mempertahankan hidariasi/volume
sirkulasi
27
6) Tingkatkan lingkungan yang nyaman selimuti dengan selimut
tipis Menghindari pemanasan yang berlebihan pada pasien
yang akan menimbulkan kehilangan cairan.
7) Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen,
muntah, distensi lambung. Kekurangan cairan dan elektrolit
mengubah motilitas lambung, yang sering menimbulkan muntah
sehingga terjadi kekurangan cairan atau elektrolit.
8) Berikan terapi cairan sesuai indikasi
9) Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan
cairan dan respons pasien secara individual.
10) Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan
indikasi. Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan
muntah.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakcukupan
insulin, penurunan masukan oral
1) Timbang BB setiap hari. Mengkaji pemasukan makananyang
adekuat (termasuk absorpsi).
2) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan
bandingkan dengan makanan yang dihabiskan pasien.
Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari
kebutuhan.
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri, abdomen, mual,
muntah.
4) Hiperglikemi dapat menurunkan motilitas/ fungsi lambung
(distensi atau ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan
intervensi.
5) Identifikasi makanan yang disukai. Jika makanan yang
disukai dapat dimasukkan dalam pencernaan makanan,
kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
6) Libatkan keluarga pada perencanaan makan sesuai indikasi.
Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi pasien.
28
7) Kolaborasi dengan ahli diet Sangat bermanfaat dalam
perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan
pasien
c. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d hiperglikemi d.o GDS 470
mg/dL, lelah, letih, polyuria.
1) Verifikasi penyebab.
2) Monitor kadar glukosa.
3) Monitor tanda gejala.
4) Kolaborasi IV, Insulin.
5) Monitor intake dan output.
6) Monitor ketonurin, AGD, elektrolit.
7) Beri asupan cairan oral.
8) Anjurkan juga olahraga saat kadar glukosa diatas 250 mg/dL.
d. Ansietas b.d kondisi kesehatan d.o nadi meningkat, tekanan darah
meningkat, sering berkemih
1) Identifikasi resiko keselamatan.
2) Hindari memberi keyakinan yang salah.
3) Rencanakan penggunaan keterampilan koping adaptif.
4) Informasikan sistem pendukung yang tersedia.
4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini
perawat menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan
antar manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan,
penemuan perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan
komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan
klien dengan lingkungan, implementasi pesan tim medis serta
mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan klien.
29
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana
mengenai kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan
dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk
mengatasi pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur
hasil dari proses keperawatan.
6. Dokumentasi
Pendokumentasian yang digunakan dalam kasus ini adalah model
dokumentasi POR (Problem Oriented Record) menggunakan SOAPIE
(Subyek, Obyek, Analisa, Planning, Implementasi, Evaluasi). Dalam setiap
diagnosa keperawatan penulis melakukan tindakan keperawatan kemudian
penulis mendokumentasikan yaitu dalam memberikan tanda tangan waktu
dan tanggal. Jika ada kesalahan dicoret diberi paraf oleh penulis.
30
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diabetes Mellitus adalah Suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Subekti, et al.., 1999). Klasifikasi Etiologis Diabetes
Melitus Menurut ADA 2003 terdariiri atas Diabetes Melitus Tipe 1, Diabetes Melitus
Tipe 2 dan Diabetes Melitus Tipe Lain.
Secara epidemiologi DM seringkali tidak terdeteksi. Berbagai faktor genetik,
lingkungan dan cara hidup berperan dalam perjalanan penyakit diabetes. Ada
kecenderungan penyakit ini timbul dalam keluarga. Disamping itu juga ditemukan
perbedaan kekerapan dan komplikasi diantara ras, negara dan kebudayaan. DM tipe 2
akan meningkat menjadi 5 – 10 kali lipat karena terjadi perubahan perilakurural-
tradisional menjadi urban. Faktor resiko yang berubah secara epidemiologis adalah
bertambahnya usia, jumlah dan lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya
aktivitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa
faktor genetik yang berhubungandengan terjadinya DM tipe 2 (Soegondo, 1999). Tanpa
intervensi yang efektif, kekerapan DM tipe 2 akan meningkat disebabkan oleh berbagai
hal misalnya bertambahnya usia harapan hidup, berkurangnya kematian akibat infeksi
dan meningkatnya faktor resiko yang disebabkan oleh karena gaya hidup yang salah
seperti kegemukan, kurang gerak/ aktivitas dan pola makan tidak sehat dan tidak teratur
(Slamet Suyono Dalam PusatDiabetes dan Lipid, 2007).
Kejadian DM diawali dengan kekurangan insulin sebagai penyebab utama. Di sisi
laintimbulnya DM bisa berasal dari kekurangan insulin yang bersifat relatif yang
disebabkan oleh adanya resistensi insulin (insuline recistance). Keadaan ini ditandai
dengan ketidakrentanan/ ketidakmampuan organ menggunakan insulin, sehingga insulin
tidak bisa berfungsi optimal dalam mengaturmetabolisme glukosa. Akibatnya, kadar
glukosa darah meningkat (hiperglikemi) (M.N Bustan, 2007).
Baik pada DM tipe 1 maupun pada DM tipe 2 kadar glukosa darah jelas meningkat
dan bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui
urin. Mungkin inilah sebabnya penyakit ini disebut juga penyakit kencing manis
(Suyono, 1999).
31
Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat
ditegakanhanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosa DM
harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai.
Untuk diagnosa DM, pemeriksaan yangdianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan
cara enzimatik dengan bahan darah kapiler (Perkeni,1998)
3.2 Saran
Kami selaku penulis menyadari banyak bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan
dan sangat jauh dari kesempurnaan. Kami berharap makalah ini mampu membawa
manfaat bagi pembaca dan penulis, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca sehingga kami akan terus meningkatkan kualitas dalam penulisan.
32
DAFTAR PUSTAKA
Arisman, ed. (2011). Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes Melitus, dan Dislipidemia.
Jakarta : EGC
Asih Yasmin. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Danescu, LG, Levy, S & Levy J. (2009). Vitamin D and Diabetes Mellitus. Endocrine, 35,
11-17.
Lemone, burke dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Maria, Insana. (2021). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus dan Asuhan Keperawatan
Stroke. Yogyakarta : Penerbit Deepublish
Purnamasari, D., 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Di Dalam :Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI, hal. 1880-1883.
Purwanto, Hadi. (2016). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta Selatan : Pusdik SDM
Kesehatan
Ralph. A, et al. (2015). International textbook of diabetes mellitus 4th edition. West Sussex :
Wiley Blackwel
Restyana Noor Fatimah. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. Patofisiologi, 4(5), 94-95.
Rustama, D.S., dkk., (2010). Diabetes Mellitus. Dalam : Jose RL. Batubara, dkk,
Endokrinologi Anak, Edisi I. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
Soelistijo, Soebagijo Adi. dkk. (2019). Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2019. PB Perkeni
33