Anda di halaman 1dari 43

PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DIABETES MELITUS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II yang
diampuh Ns. Ita Sulistiani Basir, M.Kep
Disusun Oleh:
Kelas C sebagian A
Kelompok 3
1. Sigit Pranata A. Nani (841415040)
2. Abdul Karim Bau (841418096)
3. Mohamad Yahya Ibrahim (841418076)
4. Amnalia Lestari (841418089)
5. Filsa Husain (841418013)
6. Fitriani Fikri (841418077)
7. Imelda Saskia Putri (841418006)
8. Irdahtullah Zainuddin (841418088)
9. Irma Septianingsih Abdullah (841418007)
10. Miftah N.U Ilahude (841418097)
11. Nurmagfirah Igirisa (841418087)
12. Nur Muniva Ibrahim (841418107)
13. Puspita Ayuba (841418104)
14. Ririn Hasan (841418003)
15. Susfiyanti R. Asala (841418019)
16. Vitha Noviana Suryani (841418082)
17. Widyawati Bawu (841418075)
18. Yulistian H. Ismail (841418092)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Laporan yang membahas tentang
”Kasus Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus” dapat selesai tepat pada waktunya
sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.
Kami menyadari laporan ini masih jauh dari harapan, yang mana di
dalamnya masih terdapat berbagai kesalahan baik dari segi penyusunan
bahasanya, sistem penulisan maupun isinya. Oleh karena itu Kami mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga dalam Laporan berikutnya
dapat diperbaiki serta ditingkatkan kualitasnya. 
Akhirnya, kami sebagai penyusun mengharapkan semoga dari Askep ini
dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga bisa memberikan inspirasi
terhadap pembaca.

Gorontalo , April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................i
Daftar Isi...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................1


1.2 Rumusan Masalah....................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................2
BAB II KONSEP MEDIS................................................................................3
2.1 Definisi DM..............................................................................3
2.2 Etiologi......................................................................................3
2.3 Prognosis........................................................................................4
2.4 Manifestasi Klinis.....................................................................4
2.5 Klasifikasi.................................................................................5
2.6 Patofisiologi..............................................................................6
2.7 Komplikasi................................................................................7
2.8 Penatalaksanaan........................................................................9
KASUS PBL.....................................................................................................11
BAB III KONSEP KEPERAWATAN.............................................................23
3.1 Pengkajian.................................................................................23
3.2 Diagnosis...................................................................................34
3.3 Intervensi dan Implementasi..........................................35
BAB IV PENUTUP..........................................................................................40
5.1 Kesimpulan...............................................................................40
5.2 Saran..........................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................41

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin (Hormon yang mengatur gula darah atau glukosa), atau ketika tubuh
tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. Diabetes adalah masalah
kesehatan masyarakat yang penting, menjadi salah satu dari empat penyakit yang tidak menular
prioritas menjadi target tindak lanjut oleh para pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi
diabetes terus meningkat selama beberapa decade terakhir. (WHO Global Report, 2016).
Data dari World Health Organitation (WHO) menunjukan bahwa angka kejadian
penyakit tidak menular pada tahun 2004 yang mencapai 48,30% sedikit lebih besar dari angka
kejadian penyakit menular, yaitu sebesar 47,50%. Bahkan penyakit tidak menular menjadi
penyebab kematian nomor satu di dunia (63,50%). (Faktor resiko Diabetes Melitus di Indonesia
(Analisis data sekerti 2007), Dita Garnita, FKM UI, 2012). Secara global diperkirakan 422 juta
orang dewasa hidup dengan diabetes pada tahun 2014, dibandingkan dengan 108 juta pada tahun
1980. Prevalensi diabetes di dunia (dengan usia yang distadarisasi) telah meningkat dua kali lipat
sejak tahun 1980, meningkat dari 4,7% menjadi 8,5% pada populasi orang dewasa. Hal ini
mencerminkan peningkatan factor resiko terkait seperti kelebihan berat badan atau obesitas.
Selama beberapa decade terakhir, Prevalensi diabetes meningkat lebih cepat di negara
berpenghasilan rendah dan menengah dari pada di negara berpenghasilan tinggi. Diabetes
menyebabkan 1,5 juta kematian pada tahun 2012. Gula darah yang lebih tinggi dari batas
maksimum mengakibatkan tambahan 2,2 juta kematian, dengan meningkatkan resiko penyakit
kardiovaskuler dan lainnya. Empat puluh tiga persen (43%) dari 3,7 juta kematian ini terjadi
sebelum usia 70 tahun lebih tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah dari
pada di negara-negara yang berpenghasilan tinggi. (WHO Global Report, 2016).
Selain penyakit Kardiovaskuler, DM juga merupakan salah satu penyebab utama
penyakit ginjal dan kebutaan pada usia di bawah 65 tahun, dan juga amputasi. Hasil survei
kesehatan rumah tangga (SKRT) 1995-2001 dan Riskesdas 2007 menunjukan bahwa penyakit
tidakmenular seperti stroke, hipertensi, diabetes mellitus, tumor, dan penyakit jantung
merupakan penyebab kematian utama di Indonesia. Pada tahun 2007, sebesar 59,5% penyebab
kematian di Indonesia merupakan penyakit tidak menular. Selain itu presentase kematian akibat

1
penyakit tidak menular juga meningkat dari tahun ke tahun. Jika dibandingkan dengan tahun
2013, prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur ≥ 15 tahun hasil
Riskesdas 2018 meningkat menjadi 2%. Prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter dan usia ≥
15 tahun yang terendah terdapat di provinsi NTT, yaitu sebesar 0,9%, sedangkan Prevalensi
tertinggi di Provinsi DKI Jakarta sebesar 3,4%. (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehtan RI, 2018)
World Health Organization (WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekita 21,3 juta pada tahun 2030. International
Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia
dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Berdasarkan data dari IDF
2014, Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia. (WHO Global Report, 2016).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Medis Diabetes Melitus?
2. Bagaimana Konsep Keperawatan Diabetes Melitus?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui Konsep Medis dari Diabetes Melitus.
2. Mahasiswa dapat mengetahui Konsep Kerawatan dari Diabetes Melitus.

2
BAB II
KONSEP MEDIS

2.1 Definisi Diabetes Mellitus


Diabetets mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hipergikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.Hipekglikemia adalah suatu kondidi medic berupa peningkatan kadar glukosa
dalam darah melebihi batas normal. Insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pancreas yang
terletak di lekukan usus dua belas jari sangat pneting untuk menjaga keseimbangan kadar
glukosa darah. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, baik secara kuantitas maupun
kualitas, keseimbangan tersebut akan terganggu sehingga kada glukosa darah cenderung
naik (American Dental, 2017; Perkeni, 2015; WHO, 2019). Menurut Internatina Diabetes
Federation (2017), diabetes mellitus adalah kondisi kronis yang terjadi ketika ada
peningkatan kadar glukosa dalam darah karena tubuh tidak dapat menghasilkan atau cukup
hormone insulin atau menggunakan insulin secara efektif.
2.2 Etiologi
Menurut Kowalak (2011); Wilkins (2011); dan Andra (2013), diabetes mellitus
mempunyai beberpa penyebab, yaitu:
1. Hereditas
Peningkatan kerentanan sel-sel beta pancreas dan perkembangan antibodi
autoimun terhadap penghancuran sel-sel beta.
2. Lingkungan (makanan, infeksi, toksin, stress)
Kekurangan protein kronik dapat mengakibatkan hipofungsi pancreas.Infeksivirus
coxsakie pada seseorang yang peka secara genetic. Stress fisiologis dan emosional
meningkatkan kadar hormon stress (kortisol, epinefrin, gucagon, dan hormone
pertumbuhan), sehingga meningkatkan kadar glukosa darah.
3. Perubahan gaya hidup
Pada orang secara genetic rentan terkena DM karena perubahan gaya hidup,
menjadikan seseorang kurang aktif sehingga menimbulkan kegemukan dan beresiko
tinggi terkenan diabetes melitus.
4. Kehamilan

3
Kenaikan kadar estrogen dan hormone plasental yang berkaitan dengan dengan
keahmilan, yang mengantagoniskan inasulin.
5. Usia
Usia diatas 65 tahun cenderung mengalami diabetes melitus
6. Obesitas
Obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin di dalam tubuh.Isnulin yang
tersedia tidak efektif dalam mengkatkan efek metabolik.
7. Antagonisasi afek insulin yang disebabkan oleh beberapa medikasi, antara lain diuretic
thiazide, kortikosteroid adrenal, dan kontraseptif hormonal.

2.3 Prognosis
Pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 dan 2 beresiko komplikasi seperti kehilangan
penglihatan (Diabetic retinopthy), kerusakan pembuluh darah, dan saraf (Diabetic
neuropathy), dan gangguan ginjal. Akan tetapi komplikasi dapat minimalkan dengan
menjaga kadar glukosa darah dalam kondisi normal melalui monitoring yang konsisten dan
diet.
Perempuan dengan diabetes mellitus saat kehamilan sangat berisiko mengalami
komplikasi selama kehamilan. Ibu dengan gestational diabetes memiliki risiko tinggi
mengalami diabetes mellitus tipe 2 dikemudian hari (American Diabetes Association, 2013).
2.4 Manifestasi Klinis
Menurut American Diabetes Association (2013) berikut tanda dan gejala diabetes
mellitus:
1. Diabetes mellitus tipe 1
Tanda dan gejala dari diabetes mellitus tipe 1 ini adalah
a. Poliuria (kencing terus menerus dalam jumlah banyak)
b. Polidipsia (rasa cepat haus), polipagia (rasa cepat lapar)
c. Penurunan berat badan secara drastis
d. Mengalami penurunan penglihatan dan kelelahan
2. Diabetes mellitus tipe 2 (Lemone, Burke, Bauldoff, 2015)
a. Poliuria
b. Polydipsia
c. Polifagia jarang dijumpai

4
d. Penurunan berat badan tidak terjadi
e. Penglihatan buram
f. Keletihan
g. Parastesia
h. Infeksi kulit

2.5 Klasifikasi
Diabetes melitus dibagi menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes ini disebabkan oleh kerusakan sel beta autoimunyang menyebabkan
defisiensi insulin absolut (American Dental, 2017). Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau
tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang
jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali (American Diabetes Association,
2010 dalam Ndraha, 2014).DM tipe 1 dikenal dengan istilah diabetes tergantung insulin
(insulin dependent diabetes) atau diabetes juvenile (American Diabetes Association,
2010).
2. Diabetes melitus tipe 2
Pada diabetes tipe 2 keadaan yang terjadi mulai dari resistensi insulin predominan
dengan difiensi insulin relative sampai defek sekresi insulin predominan dengan
resistensi insulin.Diabetes tidak tergantung insulin (diabetes non-insulin dependen)
merupakan istilah lain dari DM tipe ini atau DM osnet dewasa (American Diabetes
Association, 2010).DM tipe 2 paling sering terjadi pada orang dewasa, tetapi
peningkatan jumlah anak-anak dan remaja juga berpengaruh (WHO, 2019).
3. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional ditandai dengan intoleransi glukosa yang muncul selama
kehamilan, biasanya pada trisemester kedua atau ketiga (Smeltzer et al, 2013). Diabetes
tipe ini terjadi peningkatan kadar gula darah atau hiperglikemia selama kehamilan
dengan nilai kadar gukosa darah normal tetapi dibawah dari nilai diagnostik diabetes
pada umumnya (American Diabetes Association, 2013).
4. Diabetes tipe lain

5
Ada diabetes yang tidak termasuk kelompok di atas, yaitu diabetes yang terjadi sekunder atau
akibat penyakit lain, yang mengganggu produksi insulin atau mempengaruhi kerja insulin,
seperti radang pankresa (pankreatitis), gangguan kelenjar adrenal atau hipofisi, penggunaan
hormone kortokosteroid, pemakaian beberapa obat antihipertensi atau antikolesterol, malnutrisi
atau infeksi)Tandra, 2019; WHO, 2019; Khasananh, 2018; Kumar, Abas & Aster, 2015).
2.6 Komplikasi
Menurut Smeltzer et al (2013) dan Tanto et al (2014) komplikasi diabetes mellitus
diklasifikasikan menjadi:
1. Komplikasi akut, terjadi karena intoleransi glukosa yang berlangsung dalam jangka
waktu pendek yang mencakup:
a. Hipoglikemia adalah keadaan dimana glukosa dalam darah mengalami penurunan di
bawah 50-60 mg/dL disertai dengan gejala pusing, gemetar pandangan kabur,
keringat dingin, sert penurunan kesadaran.
b. Ketoasidosis Diabetes (KAD) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan asidosi
metabolik akibat pembentukan keton yang berlebih.
c. Sindrom nonketokik hyperosmolar hiperglikemik (SNHH), suatu keadaan koma
dimana terjadi gangguan metabolism yang menyebabkan kadar glukosa dalam darah
sangat tinggi, menyebabkan dehidrasi tanpa disertai ketosis serum.
2. Menurut Smeltzer et al (2013),kompilasi kronik baisanya terjadi pada pasien yang
menderita diabetes melitus lebih dari 10-15 tahun.
a. Penyakit makrovaskuler (pembuluh darah besar): biasanya penyakit ini
memengaruhi sirkulasi coroner, pembuluh darah perifer, dan pembuluh darah otak.
b. Penyakit mikrovaskuler (Pembuluh darah kecil): biasanya penyakit ini memengaruhi
mata (retinopati) dan ginjal (nefropati); kontrol kada gula darah untuk menunda dan
mencegah komplikasi mikrovaskuler maupun makrovaskuler.
c. Penyakit neuropatik: memengaruhi saraf sensori motoric dan otonom yang
mengakibatkan beberpa masalah, seperti impotensi dan ulkus kaki.
3. Komplikasi diabetes melitus di rongga mulut
Komplikasi diabetes melitus di rongga mulut (oral diabetic) termasuk komplikasi
kronik, Komplikasi pada rongga mulut dapat terjadi berupa peningkatan progresi
gingivitis dan periodontitis, meningkatnya resiko karies, bau mulut dan xerostomia

6
(mulut kering), lesi mukosa mulut seperti lichen planus, stomatitis aftosa rekuren dan
infeksi jamur candida albicans dengan penampakan sebagai berikut:
a. Lidah: lidah diabetesi sering membesar dan atau terasa tebal, kadang-kadang timbul
gangguan rasa pengecapan pada lidahnya, diabetesi merasa selera makannya
terganggu.
b. Saliva: neuropati menyebabkan hiposaliva, sehingga permukaan mukosa menjadi
kering (xerostomia), sensasi mulut terbakar, peningkatan insiden karies gigi dan
peningkatan frekuensi serta keparahan infeksi bakteri atau jamur. Penderita DM
memiliki aroma nafas seperti bau aseton (seperti bau tiner penghilang kuteks).
Sebaliknya kadang-kadang terasa saliva amat berlebihan yang disebut hipersaliva
diabetik. Keadaan ini akan berangsur-angsur hilang jika DM dirawat dengan baik
(Istiqomah, 2017).
c. Penyakit periodontal yang biasa dijumpai yaitu gingivitis dan periodontitis. Dari
sekian banyak komplikasi yang terjadi, periodontitis merupakan komplikasi yang
paling sering terjadi pada penderita diabetes melitus dengan tingkat prevalensi yang
tinggi mencapai 75% (Wowor & Tambunan, 2016).

2.7 Penatalaksanaan
Menurut Perkeni (2015) dan Kowalak (2011), penatalaksanaan pada pasien diabetes
melitus dibedakan mnjadi:
1. Terapi farmakologi
Pemberian terapi farmakologi harus diikuti dengan pengaturan pola makan dan gaya
hidup sehat. Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan suntikan, yaitu:
a. Obat antihiperglikemia oral
Menurut Perkeni (2015) berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan menjadi
beberapa golongan, antara lain:
1) Pemacu sekresi insulin: Sulfonilurea dan Glinid
Efek utama obat sulfonylurea yaitu memacu sekresi insulin oleh sel beta
pankreaas. Cara kerja obat glinid sama dengan cara kerja obat sulfonylurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama yang dapat
mengatasi hiperglikemia post prandial.
2) Penurunan sensivitas terhadap insulin: Metformin dan Tiazolidindio (TZD)

7
Efek utama metforminyaitu mengurangi produksi glukosa hati
(gluconeogenesis) dan memperbaiki glukosa perifer.Sedangkan efek dari
Tiazolidindio (TZD) adalah menurunkan resistensi insulin dengan juumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan glukosa di perifer.
3) Penghambat absorpsi glukosa: Pemnghambat glukosidae alfa
Fungsi obat ini bekerja dengan meperlambat absorpsi glukosa dalam usu
halus, sehingga memiliki efek menurunkan kadar gula dalam tubuh sesudah
makan.
4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Obat golongan penghambta DPP-IV berfungsi untuk menghambat kerja
enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam
konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan
sekresi insulin dan menekan sekresi glukoago seusai akadar glukosa darah
(glucose dependent).
b. Kombinasi obat oral dan suntukan iinsulin
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak dipergunakan
adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja
menengah atau insulin kerja panjang), yang diberikan pada malam hari menjelang
tidur. Terapi tersebut biasanya dapat mengendalikan kadar glukosa darah dengan
baik jika dosis kecil atau cukup. Dosis awal insulin menenagh adalah 6-10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan
melihat nilai kadar glukosa puasa kesekon harinya. Kadar glukosa darah sepanjang
hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu
diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prainal, serta pemberian obat
antihiperglikemia oral dihentikan (Perkeni, 2015).
2. Terapi non-farmakologi
a. Edukasi
Edukasi bertujuan untuk promosi kesehatan supaya hidup menjadi sehat.Hal ini
perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan dan bisa digunakan sebagai pengelolaan
DM secara holistik.
b. Terapi nutrisi medis (TNM)

8
Pasien DM perlu diberikan pengetahuan tentang jadwal makan yang teratur, jenis
makanan yang baik beserta jumlah kalorinya, terutama pada pasien yang
menggunakan obat penurun gulosa darah maupun insulin.
c. Latihan jasmani atau olahraga
Pasien DM harus berolahraga secara teratur yaitu 3-5 hari dalam seminggu selam 30-
45 menit, dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih
dari 2 hari berturut-turut. Jenis olahraga yang dianjurkan bersifat aerobic seperti:
jalan cepat, sepeda santai, berenang, dan jogging.
2.8 Patofisiologi
Diabetes mellitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada metabolism
karbohidrat,protein dan lemak karena insulin tidak dapat bekerja secara optimal,jumlah
insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau keduanya.gangguan metabolism tersebut
dapat terjadi karena kerusakan pada sel-selpankreas karena pengaruh dariluar seperti zat
kimia,virus dan bakteri.penyebab yang kedua adalah penurunan reseptor glukosa pada
kelenjar pancreas dan yang ketiga karena kerusakan reseptor insulin dijaringan
perifer(Fatimah,2015).
Fatimah, Restyana Noor. (2015). Diabetes Melitus. J Majority vol 4 no 5 (101-93
Insulin yang disekresi oleh sel beta pancreas berfungsi untuk mengatur kadar
glukosa darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menstimulasi sel beta
pancreas untuk mengekskresi insulin. Sel beta pancreas yang tidak berfungsi secara
optimal sehingga berakibat pada kurangnya sekresi insulin menjadi penyebab penyebab
kadar glukosa darah tinggi.penyebab dari kerusakan sel beta pancreas sangat banyak
seperti contoh penyakit autoimun adiopatik (NIDDK,2014).National Institute for
Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK). (2014). Cause of diabetes. NIH
Publication (INI DAFTAR PUSTAKANYA)
Gangguan respon metabolic terhadap kerja insulin disebut dengan resistensi
insulin.keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor,prereseptor dan past
reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari biasanya.untuk
mempertahankan kadar glukosa dalam darah agar tetap normal. Sensitivitas insulin
untuk menurunkan glukosa darah dengan cara menstimulasi pemakaian glukosa
dijaringan otot dan lemak serta menekan produksi glukosa oleh hati menurun.penurunan

9
sensitivitas tersebut juga menyebabkan resistensi insulin sehingga kadar glukosa dalam
darah tinggi (Fatimah,2015).

Kadar glukosa darahyang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi yang
melebihi transfor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam darah darah
untuk masuk kedalam urin (glukosa urin) sehingga terjadi diuresis osmotic yang ditandai
dengan pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria).banyaknya cairan yang keluar
menimbulkan sensasi haus (polidipsia). Glukosa yang menghilang melalui urin dan
resistensiulin menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energy
sehingga menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai kompensasi
terhadap kebutuhan energy. Penderita akan merasa mudah lelah dan mengantuk jika
tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energy tersebut (hanum,2013).Hanum, N.N.,
2013. Hubungan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Dengan Profil Lipid Pada Pasien
Diabetes Melitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon Periode Januari-April
2013. Skripsi. FK dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.)

10
KASUS I
Seorang laki – laki berusia 55 tahun, dirawat di Interna dengan keluhan luka pada kaki
kanan yang semakin parah sejak 2 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Kondisi luka
pasien: terdapat ulkus pada plantar pedis dekstra dengan ukuran luka panjang 10 cm, lebar 5 cm,
dalam 1 cm, keadaan luka terdapat slought . TB 160 cm, BB 45kg. Hasil pemeriksaan
Laboratorium: Hb 10.7 g/dl, Leukosit 19.600/Ul, LED 102 mm/jam, Hematokrit 35%,
Trombosit 195.00/Ul, HbA1c 10.5%, Ureum 40 mg/dl, Creatinin 1,0 mg/dl, albumin 2,3 mg/dl,
Na 128 mEq/dL, Kalium 3.9 mEq/Dl. Pasien tidak rutin memeriksa kadar gula darah, jarang
berolahraga dan sering makan gorengan.

1. KLASIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING


1. Luka pada kaki kanan yang semakin parah sejak 2 Bulan
2. ulkus pada plantar pedis dekstra dengan ukuran luka panjang10 cm lebar 5 cm,
dalam 1 cm
3. luka terdapat slought
4. TB 160 cm
5. BB 45kg
6. Hb 10.7 g/dl,
7. Leukosit 19.600/Ul,
8. LED 102 mm/jam,
9. Hematokrit 35%,
10. Trombosit 195.00/Ul,
11. HbA1c 10.5%,
12. Ureum 40 mg/dl,
13. Creatinin 1,0 mg/dl,
14. albumin 2,3 mg/dl,
15. Na 128 mEq/dL,
16. Kalium 3.9 mEq/Dl

11
2. KATA KUNCI
a. ulkus pada plantar pedis dekstra dengan ukuran luka panjang10 cm lebar 5 cm, dalam 1
cm
b. luka terdapat slought
c. HbA1c 10.5%,

3. MIND MAP
DIABETES
MELITUS

HIPERTIROIDIS Luka lama HIPOTIROIDI


ME sembuh SME

Lembar Check list


Tanda Dan Gejala Diabetes melitus Hipertiroidisme Hipotiroidisme

ulkus pada plantar pedis  X X


dekstra dengan ukuran
luka panjang10 cm lebar
5 cm, dalam 1 cm. luka
terdapat slought
TB 160 cm   

BB 45kg   X

Hb 10.7 g/dl,   

Leukosit 19.600/Ul  X X
LED 102 mm/jam  X X
Hematokrit 35%,   

Trombosit 195.00/Ul  X X
HbA1c 10.5%,  X X
Ureum 40 mg/dl X X X
Creatinin 1,0 mg/dl  X X

12
albumin 2,3 mg/dl  X X
Na 128 mEq/dL X X X
Kalium 3.9 mEq/Dl X X X

4. PERTANYAAN PENTING
1) Mengapa pasien mengalami Luka ?
2) Mengapa pasien harus melakukan pemeriksaan laboratorium HbA1c ?

3) Mengapa leukosit pasien meningkat pada pemeriksaan laboratorium ?

5. JAWABAN PERTANYAAN PENTING

1) Luka yang terdapat pada ekstermitas bawah atau yang dinamakan dengan ulkus diabetik

terjadi karena perubahan patologis akibat adanya infeksi sehingga menimbulkan ulserasi

yang berhubungan dengan abnormalitas neurologis, dan penyakit perifer dengan derajat

yang bervariasi serta merupakan komplikasi DM pada ekstremitas bawah. Gangguan

saraf sensorik menyebabkan kehilangan sensasi rasa, dengan atau tanpa nyeri dibagian

ektremitas bawah sehingga resiko terjadinya luka sangat tinggi. Gangguan saraf motorik

menyebabkan deformitas pada kaki sehingga menyebabkan kulit menjadi kering dan

mengalami luka yang sulit sembuh ( Zarkasi, Muhammad.2015).

2) Untuk mengetahui rata-rata nilai gula darah didalam tubuh selama beberapa

minggu/bulan, yang dimana ketika nilai HbA1c meningkat hal ini yang mengambarkan

adanya peningkatan terhadap komplikasi diabetes pemeriksaan HbA1c merupakan

pemeriksaan yang lebih akurat karena berhubungan dengan sel darah merah dimana sel

darah merah mengandung hemoglobin A1c yang hidup selama 8-12 minggu didalam

tubuh. (Ni wayan, 2018).

3) Leukosit meningkat menandakan adanya suatu peradangan karena leukosit sendiri

memiliki fungsi sebagai tentara dalam tubuh atau sebagai perlawanan terhadap benda

asing dari luar yang masuk dalam tubuh. ( Ulfi, 2011).

13
6. INFORMASI TAMBAHAN

1. Hubungan Tingkat Dukungan dan Penegtahuan Keluarga dengan tingkat Kepatuhan


Kontrol Gula Darah pada Penderita Fiabetes Melitus Diwilayah Kerja Puskesmas
Jayengan Kota Surakarta.(Febriani anis,2017)
2. Formula Jelly Drink, Cincau Hijau, Pandan Wangi dan Kayu Manis untuk
Menurunkan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Melitus.(Amiruddin zaenal,2019).
3. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Kepatuhan Olahraga Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 Dikelompok Persadia RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
(Damiyanti santi,2016)
7. KLARIFIKASI INFORMASI
1) Diabetes Melitus merupakan penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia. Pada
penyakit DM pemeriksaan kadar gula darah sangat diperlukan untuk dapat
menentukan jenis pengobatan serta modifikasi diet. Pasien diabetes melitus yang
telah melakukan kontrol gula darah secara rutin akan mempunyai kualitas hidup yang
lebih baik dan akan mempunyai resiko komplikasi yang sangat rendah. Pada
pemeriksaan ini sangat diperlukan peran keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan tingkat dukungan dan pengetahuan keluarga dengan tingkat
kepatuhan kontrol gula darah pada penderita diabetes melitus. Jenis penelitian
kuantitatif, desain penelitian deskriptif korelatif, pendekatan cross sectional. Variabel
independen adalah dukungan dan pengetahuan keluarga penderita diabetes melitus.
Variabel dependen kepatuhan kontrol gula darah penderita diabetes melitus. Populasi
adalah semua pasien diabetes melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Jayengan Kota
Surakarta sebanyak 487 orang. Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus slovin
dan teknik sampling random sampling, jumlah sampel 83 responden. Alat ukur
dengan kuesioner. Analisis data dengan univariat dan bivariat dengan chi square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga penderita diabetes melitus di Wilayah
Kerja Puskesmas Jayengan mayoritas dukungan keluarga baik, pengetahuan penderita
diabetes millitus sebagian besar baik. Kepatuhan kontrol gula darah pasien sebagaian
besar baik. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kepatuhan
kontrol gula darah pada penderita diabetes melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas
Jayengan nilai p value 0,003 < 0,05. Ada hubungan antara pengetahuan keluarga

14
dengan tingkat kepatuhan kontrol gula darah pada penderita diabetes melitus Di
Wilayah Kerja Puskesmas Jayengan nilai p value 0,001 < 0,05, Hasil penelitian
menjadi masukan tentang pentingnya .Dukungan keluarga dan pengetahuan keluarga
dengan tingkat kepatuhan kontrol gula darah pada penderita diabetes melitus.
2) Pengobatan Diabetes Melitus telah dalam bentuk suntikan insulin dan oral obat
antidiabetes. Daun cincau, pandan harum, dan kayu manis adalah tanaman herbal
yang bisa dikembangkan menjadi minuman jeli sebagai makanan fungsional berbasis
terapi untuk mencegah risiko diabetes melitus. Tujuan penelitian ini adalah membuat
minuman agar-agar yang terbuat dari cincau hijau, wangi pandan dan kayu manis dan
dipengaruhi terhadap kadar glukosa darah. Metode penelitian dimulai dengan uji
organoletik hedonik untuk menentukan formula minuman jeli yang dipilih untuk
diteliti. Diikuti oleh metode eksperimental desain grup Pretest-Postest. Hasil : uji
organoleptik yang paling disukai produk dengan perbandingan daun cincau hijau :
daun pandan harum (90:10/ v:v) ditambah 0,5% filtrar kayu manis dan gula stevia 0,5
gram. Tingkat glukosa darah rata-rata pada kelompok kontrol menurun pada hari ke-
14 dan 21. Hasil test ANOVA tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam
level pada kelompok intervensi mengalami penurunan pada hari ke 7,14 dan 21. Hasil
tes ANOVA menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kelompok
(nilai 0,001<0,05). Penurunan kadar glukosa darah lebih efektif pada kelompok
intervensi yang diberi minuman jelly dari pada kontrol kelompok diberi cincau hijau.
Saran : perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan dosis flavonoid
yang efektif dalam mengurangi kadar glukosa darah dalam produk minuman jelly
hijau.
3) Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Olahraga sangat penting
dalam penatalaksanaan diabetes melitus karena efeknya dapat menurunkan kadar
glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Penatalaksanaan diabetes
melitus salah satunya dengan melakukan olahraga secara rutin memerlukan perilaku
kepatuhan pada pasien diabetes melitus. Hasil studi pendahuluan pada wawancara
dengan 8 pasien diabetes melitus didapatkan hasil 5 diataranya jarang melakukan
olahraga dan biasanya dalam sebulan hanya 1-2 kali mengikuti olahraga. Alasan tidak

15
patuh melakukan olahraga karena tidak adanya dukungan sosial keluarga yang
mengingatkan pasien untuk olahraga dan keluarga tidak mau mengantar anggota
keluarga akibat kesibukan. Tujuan: Mengetahui hubungan dukungan sosial keluarga
terhadap kepatuhan melakukan olahraga pada pasien diabetes melitus tipe 2 di
kelompok persadia RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Metode: Jenis penelitian
merupakan penelitian komparatif, dengan desain cross sectional, sampel penelitian
menggunakan total sampling dengan jumlah sampel 40 responden. Analisis hubungan
dengan menggunakan uji Chi-Square dengan nilai α 0,05. Hasil: Berdasarkan hasil
uji statistik menggunakan Somer’s didapatkan nilai p-value 0,000 (p<0,05).
Kesimpulan:.Ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan
kepatuhan melakukan olahraga
8. ANALISA DAN SINTESA

Dalam kasus ini kami dapat mengangkat penyakit Diabetes Melitus dengan dapat

diambil 3 diagnosa yaitu antara lain :

1. Kerusakan integritas kulit. Karena kondisi luka pasien saat ini terdapat ulkus pada
plantar pedis dekstra dan terdapat juga slough.
2. Defisit Pengetahuan. Karena dari ketiktahuan pasien terhadap penyakitnya maka
pasien tidak rutin memeriksa gula darahnya dan sering juga makan gorengan.

Pathway
DIABETES MELITUS

gangguan metabolisme
karbihidrat,protein dan
lemak

Penurunan reseptor kerusakan pada sel-sel Kerusakan


glukosa pada beta pankreas reseptor insulin
kelenjar pankreas dijaringan perifer
16
Kadar glukosa dalam
hiperglikemia darah tinggi
Resistensi
insulin

Proses filtrasi Darah tidak dapat


transport maksimum masuk kesel-sel
berlebih tubuh
Gula
tertimbun
dalam kulit
polidipsia
Iskemik Iritasi dan
jaringan gatal-gatal
polifagia

PERFUSI
PERIFER TIDAK INTOLERANS
EFEKTIF I AKTIVITAS

KERUSAKAN
INTEGRITAS
KULIT

BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian

a. Identifikasi kebutuhan dasar yang mengalami gangguan


Kategori dan Subkategori Masalah Normal

Fisiologis Respirasi Takipnea dan sesak serta napas Nilai pernapasan


berbau aseton (Wolfsdorf JI, normal12-24 x/menit,
dkk, 2018). napas tidak berbau.

17
Sirkulasi Takikardi dan hipertensi Nila nadi normal 60-90
(Wolfsdorf JI, dkk, 2018) dan x/menit dan tekanan
(Sujono, 2014). darah normal 120/80
mmHg.
Nutrisi dan cairan Gangguan metabolisme Kadar hormon insulin
karbohidrat akibat kekurangan normal, pola makan
insulin atau kelebihan terkontrol, dan berat
penggunaan karbohidrat. badan ideal.
Sehingga pasien mengeluh
selalu ingin makan tetapi berat
badannya justru menurun karena
glukosa tidak dapat ditarik
kedalam sel dan terjadi
penurunan massasel (Sujono.
2013).
Eliminasi Poliuria, dimana pasien Frekuensi berkemih
mengeluh banyak kencing normal sesuai dengan
karena kadar glukosa darah intake cairan 6-8 x/hari.
meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap
glukosa sehingga psmotic
diuresis yang mana gula banyak
menarik cairan dan elektrolit
(Sujono, 2014).
Aktivitas dan istirahat Pasien cepat merasa lemah Sel tubuh dapat
karena glukosa tidak dapat mengolah glukosa untuk
diserap oleh sel-sel tubuh untuk diubah menjadi bahan
diubah menjadi energi bakar/energi.
(Alodokter)
Neurosensori Penurunan kesadaran bahkan Kesadaran
koma akibat kekurangan Composmentis (CM)
glokosa dalam otak (Sujono, serta sistem persyarafan

18
2014) normal dan insulin masih
Neuropaty timbul sebagai akibat berfungsi.
gangguan jalur poliol (glukosa –
sorbitol – fruktosa) akibat
kekurangan insulin (Sujono,
2014).
Reproduksi dan Pada pria, DM juga Ereksi normal, prodiksu
Seksualitas mempengaruhi kesuburan. testosteron normal.
Akibat adanya kerusakan
pembuluh darah dan
persyarafan, sehingga bisa
timbul disfungsi ereksi. Selain
itu, produkse testosteron juga
bisa menurun sehingga
mengganggu pembentukan
sperma dan cairan ejakulasi
(Alodokter)
Psikologis Nyeri dan Kenyamanan Pasien dengan DM mengalami Proses input sensori oleh
gangguan kebutuhan nyeri dan sistem saraf pusat atau
keyamanan karena nyeri perifer normal, sehingga
neuropatik yang merupakan tidak akan tersasa nyeri.
proses abnormal dari input
sensorik oleh sistem saraf pusat
atau perifer. Sehingga nyeri
dapat timbul secara terpusat dan
atau nyeri timbul di perifer
(Potter & Perry, 2010).
Integritas ego Ansietas akan penyakitnya. Tidak ansietas.

Pertumbuhan dan Berat badan badan menurunu IMT normal = 18,5 –


perkembangan akibat glukosa tidak dapat 24,9

19
ditarik kedalam sel
(Sujono,2013)
Perilaku Kebersihan diri Tidak mengalami gangguan

Penyuluhan dan Keluarga dan pasien DM, Menjaga pola makan,


pembelajaran bagaimana cara : mengkonsumsi menhindari stres, dan
makanan yang aman, mengkonsumsi obat
mengindari komplikasi DM, dan antidiabetik atau
menurunkan kadar gula darah menggunakan insulin
(Sujono, 2013). dengan lokasi
penyuntikan : perut,
lengan atas dan paha.
Relasional Interaksi social Tidak terdapat gangguan Dapat berinteraksi
dengan orang sekitar.

Lingkungan Keamanan dan proteksi Memiliki gangguan penglihatan Penglihtan normal.


berupa mata kabur yang
disebabkan oleh gangguan lintas
polibi (Glukosa – sarbitol
fruktasi) sehingga menumpuk
di mata karena insufisiensi
insulin (Sujono, 2014) sehingga
pasien beresiko jatuh.

20
3.2 Pemeriksaan Laboratorium

No Tes Definisi/Nilai normal Kelainan yang ditemukan

1. Tes Hemoglobin A1c atau HbA1c adalah Diabetes: ≥6,5%


HbA1C
komponen minor dari hemoglobin yang Pradiabetes: 5,7-6,4
berikatan dengan glukosa. HbA1c disebut (Konsensus, 2015)
sebagai glikosilasi atau hemoglobin
glikosilasi atau glycohemoglobin.
Hemoglobin adalah pigmen pembawa
oksigen yang memberikan warna merah pada
sel darah merah dan juga merupakan protein
dominan dalam sel darah merah (Airin Que,
2013).
Normal:<5,7% (Konsensus, 2015).

2. Tes gula Glukosa darah sewaktu merupakan Jika keluhan klasik ditemukan, maka hasil pmeriksaan
darah pemeriksaan kadar glukosa darah yang sesaat pada glukosa plasma sewaktu lebih dari 200 mg/dl.
sewaktu
dilakukan setiap hari tanpa memperhatikan Glukosa plasma sewaktu merupakan dari hasil pemeriksaan
makanan yang dimakan dan kondisi tubuh sesaat pada satu waktu tanpa tidak memperhatikan waktu
oaring tersebut (Mufti dkk, 2015). makan teratur (Chris, 2014).
Menurut rudi (2013) Hasil gula darah
sewaktu < 110 mg/dl.
3. Tes gula Glukosa darah puasa merupakan Pemeriksaan kadar glukosa plasma puasa lebih dari 126

21
darah pemeriksaan kadar glukosa darah yang mg/dl dengan adanya keluhan klasik. Puasa dimana tidak
puasa dilakukan setelah pasien puasa selama 8-10 ada asupan kalori setidaknya 8 jam (Chris, 2014).
jam (Mufti dkk, 2015).
Gula darah puasa: 70-110 mg/dl (Rudi,
2013)
4. Tes Oral glucose tolerance test (OGTT) atau tes Kadar gula plasma 2 jam pada tes Toleransi Glukosa Oral
toleransi toleransi glukosa oral (TTGO) merupakan (TTGO) >200 mg/dl (Chris, 2014).
gula darah
oral salah satu pemeriksaan yang digunakan OGTT 140-199 mg/dl : Prediabetes – impaired glucose
dalam diagnosis diabetes mellitus (DM) tolerance (IGT) atau toleransi glukosa terganggu (ADA,
selain glukosa darah puasa (GDP), HbA1c, 2018).
dan glukosa darah acak (GDA). Pemeriksaan
ini jarang dikerjakan, kemungkinan karena
tidak banyak rumah sakit atau laboratorium
yang menyediakan 75 gram glukosa anhidrat
dalam sediaan bubuk. Untuk memudahkan
pemeriksaan, biasanya 75 gram glukosa ini
digantikan oleh satu porsi makanan atau
sering disebut sebagai glukosa darah 2 jam
setelah makan (GD2). Namun sejatinya GD2
ini kurang standar, karena porsi masing-
masing orang berbeda dan kebanyakan
pasien DM takut hasil GD2nya tinggi,
sehingga bisa saja makan jauh lebih sedikit

22
dari porsi makan biasanya. OGTT digunakan
untuk menegakkan diagnosis DM,
pradiebetes, DM pada kehamilan, dan
diabetes karena sebab lain (contoh: MODY,
diabetes pasca transplantasi) (ADA, 2018).
Normal OGTT <140 mg/dl (ADA, 2018)
5. Tes Urine Pemeriksaan urine secara bertujuan untuk Urine yang asam ( Ph 4,5-5,5) dapat terjadi pada diabetes
mengidentifikasi zat-zat yang secara normal (Agung M Albertus, 2011).
ada dalam urine dan zat-zat yang seharusnya
tidak ada dalam urine (Riswanto dan Rizki,
2015).
Warna urine yang normal adalah bening
oranye pucat tanpa endapan, berbau tajam,
memiliki reaksi sedikit asam dengan Ph rata-
rata 6, dan BJ berkisar antara 1.010-05
(Lulukaningsih Zuyina, 2011).

3.3 Tabel PES


PROBLEM ETIOLOGI SYMPTON
DS : pasien mengeluhkan 4 gangguan metabolisme

23
luka pada kaki kanan yang karbihidrat,protein dan lemak
semakin parah sejak 2 bulan
yang lalu Penurunan reseptor glukosa
DO : terdapat ulkus pada pada kelenjar pankreas
plantar pedis dekstra dengan
ukuran luka panjang 10 cm, hiperglikemia
PERFUSI PERIFER TIDAK EFEKTIF
lebar 5 cm, dalam 1 cm,
keadaan luka terdapat Viskositas darah meningkat
slought.
TB : 160cm Aliran darah melambat
BB : 45kg
Hb : 10.7 g/dl Iskemik jaringan
Leukosit : 19.600/Ul
LED : 102 mm/jam PERFUSI PERIFER TIDAK
Hematokrit : 35% EFEKTIF
Trombosit : 195.00 Ul
HbAlc : 10.5%
Ureum : 40 mg/dl
Creatinim : 1,0 mg/dl
Albumin : 2,3 mg/dl
Na : 128 mEq/dl
Kalium : 3.9 mEq/dl
DS : pasien mengatakan tidak gangguan metabolisme

24
rutin memeriksa kadar gula karbihidrat,protein dan lemak
darah, jarang berolahraga dan
sering makan gorengan kerusakan pada sel-sel beta
DO : pankreas
TB : 160cm
BB : 45kg Kadar glukosa dalam darah
Hb : 10.7 g/dl tinggi
INTOLERANSI AKTIVITAS
Leukosit : 19.600/Ul
LED : 102 mm/jam Proses filtrasi transport
Hematokrit : 35% maksimum berlebih
Trombosit : 195.00 Ul
HbAlc : 10.5% Glukosa urin
Ureum : 40 mg/dl
Creatinim : 1,0 mg/dl polidipsia
Albumin : 2,3 mg/dl
Na : 128 mEq/dl polifagia
Kalium : 3.9 mEq/dl
INTOLERANSI
AKTIVITAS

Gangguan metabolisme

25
karbihidrat,protein dan lemak

Kerusakan reseptor insulin


dijaringan perifer

Darah tidak dapat masuk kesel-


sel tubuh

INTOLERANSI
AKTIVITAS

DS : pasien mengeluhkan gangguan metabolisme


luka pada kaki kanan yang karbihidrat,protein dan lemak
semakin parah sejak 2 bulan
yang lalu Penurunan reseptor glukosa
DO : terdapat ulkus pada pada kelenjar pankreas KERUSAKAN INTEGRITAS KULIT
plantar pedis dekstra dengan
ukuran luka panjang 10 cm, hiperglikemia
lebar 5 cm, dalam 1 cm,
keadaan luka terdapat Viskositas darah meningkat
slought.
TB : 160cm Keringat menguap

26
BB : 45kg
Hb : 10.7 g/dl Gula tertimbun dalam kulit
Leukosit : 19.600/Ul
LED : 102 mm/jam Iritasi dan gatal-gatal
Hematokrit : 35%
Trombosit : 195.00 Ul KERUSAKAN
HbAlc : 10.5% INTEGRITAS KULIT
Ureum : 40 mg/dl
Creatinim : 1,0 mg/dl
Albumin : 2,3 mg/dl
Na : 128 mEq/dl
Kalium : 3.9 mEq/dl

27
3.4 Diagnosis Keperawatan
1. Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009)
2. Intoleransi Aktifitas (D.0056)
3. Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129)

28
3.5 Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1. Perfusi Perifer Tidak Efektif Perfusi Perifer (L.02011) Perawatan sirkulasi (I.02079)
(D. 0009) Setelah dilakukan tindakan Definisi
Kategori : Fisiologis keperawatan selama 3 X 24 jam Mengidentifikasi dan merawat area local
Subkategori : Sirkulasi masalah perfusi perifer teratasi dengan dengan keterbatasan sirkulasi
Definisi : dengan krirteria hasil : perifer
Penurunan sirkulasi darah pada 1. Denyut nadi perifer awalnya Tindakan
level kapiler yang dapat skala 2 (cukup menurun) Observasi
mengganggu metabolism tubuh menjadi skala 4 (cukup 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi
Penyebab : meningkat) perifer, edema, pengisian kapiler,
1. Hiperglikemia 2. Warna kulit pucat awalnya warna, suhu, ankle-branchial index)
2. Penurunan konsentrasi skala 2 (cukup meningkat) 2. Identifikasi faktor risiko gangguan
Hemoglobin menjadi skala 4 (cukup sirkulasi (mis. Diabetes, perokok,
3. Peningkatan tekana n darah menurun) orang tua, hipertensi, dan kadar
4. Kekurangan volume cairan 3. Edema perifer awalnya skala 2 kolestrol tinggi)
5. Penurunan aliran arteri (cukup meningkat) menjadi 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri,
dan/atau vena skala 4 (cukup menurun) atau bengkak pada ekstremitas
6. Kurang terapapar informasi 4. Nyeri ekstremitas awalnya
tentang factor pemberat skala 2 (cukup meningkat)
(mis. Merokok, gaya hidup menjadi skala 4 (cukup

29
monoton, trauma, obesitas, menurun) Terapeutik
asupan garam imobilitas) 5. Parastesia awalnya skala 2 1. Hindari pemasangan infuse dan
7. Kurang terpapar informasi (cukup meningkat) menjadi pengambilan darah di area
tentang proses penyakit skala 4 (cukup menurun) keterbatasan perfusi
(mis. Diabetes mellitus, 6. Bruit femoralis awalnya skala 2. Hindari pengukuran tekanan darah
Hiperlipidemia) 2 (cukup meningkat) menjadi pada ekstremitas dengan
8. Kurang aktivitas fisik skala 4 (cukup menurun) keterbatasan perfusi
Gejala dan Tanda Mayor : 7. Pengisian kapiler awalnya 3. Hindari penekanan dan
DS skala 2 (cukup memburuk) pemasangan tourniquet pada area
(Tidak tersedia) menjadi skala 4 (cukup yang cedera
DO membaik) 4. Lakukan pencegahan infeksi
1. Pengisian kapiler lebih dari 8. Akral awalnya skala 2 (cukup 5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
3 detik memburuk) menjadi skala 4 6. Lakukan hidrasi
2. Nadi perifer menurun atau (cukup membaik) Edukasi
teraba 9. Indeks ankle-brachial awalnya 1. Anjurkan berhenti merokok
3. Akral terasa dingin skala 2 (cukup memburuk) 2. Anjurkan berolahraga rutin
4. Warna kulit pucat menjadi skala 4 (cukup 3. Anjurkan mengecek air mandi
5. Turgor kulit menurun membaik) untuk menghindari kulit terbakar
Gejala dan Tanda Minor : 4. Anjurkan menggunakan obat
DS penurun tekanan darah,
1. Prastesia antikoagulan,dan penurunan
2. Nyeri ekstremitas (kalau di kolestrol, jika perlu

30
kasih intermiten) 5. Anjurkan minum obat pengontrol
DO tekanan darah secara teratur
1. Edema 6. Anjurkan menghindari penggunaan
2. Penyembuhan luka lambat obat penyekat beta
3. Indeks An kle-Brachial 7. Anjurkan melakukan perawatan
lebih dari 0,90 kulit yang tepat (mis.
4. Bruit Femoralis Melembabkan kulit kering pada
Kondisi Klinis Terkait kaki)
1. Tromboflebitis 8. Anjurkan program rehabilitas
2. Diabetes Melitus vascular
3. Anemia 9. Anjurkan program diet untuk
4. Gagal jantung kongestif memperbaiki sirkulasi (mis.
5. Kelainan jantung Rendah lemak jenuh, minyak ikan
kongenitasl omega 3)
6. Thrombosis arteri 10. Informasikan tanda dan gejala
7. Varises darurat yang harus dilaporkan (mis.
8. Trombosis vena dalam Rasa sakit yang tidak hilang saat
9. Sindrom kompartemen istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)

2. Intoleransi Aktivitas ( D.0056) Toleransi aktivitas ( L.05047) Manajemen Energi (I.05178)


Kategori: Fisiologis Definisi
Subkategori: Aktivitas/Istirahat Setelah dilakukan tindakan Mengidentifikasi dan mengelola

31
Definisi : Ketidakcukupan energi keperawatan selama 3 X 24 jam penggunanaan energy untuk mengatasi
untuk melakukan aktivitas sehari - masalah toleransi aktivitas teratasi atau mencegah kelelahan dan
hari dengan krirteria hasil : mengoptimalkan proses pemulihan
Penyebab :
1. Ketidakseimbangan antara 1. Keluhan lelah awalnya skala 2 Tindakan
suplai dan kebutuhan (cukup meningkat) menjadi Observasi
oksigen skala 4 (cukup menurun) 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
2. Tirah baring 2. Dipsnea saat aktivitas awalnya yang mengakibatkan kelelahan
3. Kelemahan skala 2 (cukup meningkat) 2. Monitor kelelahan fisik dan
4. Imobilitas menjadi skala 4 (cukup emosional
5. Gaya hidup monoton menurun) 3. Monitor pola dan jam tidur
Gejala dan tanda mayor 3. Dispnea setelah aktivitas 4. Monitor lokasi dan
DS : awalnya skala 2 (cukup ketidaknyamanan selama
1. Mengeluh lelah meningkat) menjadi skala 4 melakukan aktivitas
DO: (cukup menurun) Terapeutik
1. Frekuensi jantung 4. Perasaaan lemah awalnya 1. Sediakan lingkungan nyaman dan
meningkat >20% dari skala 2 (cukup meningkat) rendah stimulus (mis. Cahaya,
kondisi istirahat menjadi skala 4 (cukup suara, kunjungan)
Gejala dan tanda minor menurun) 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif
DS: 5. Sianosis awalnya skala 2 dan/atau aktif
1. Dispnea saat/setelah (cukup meningkat) menjadi 3. Berikan aktivitas distraksi yang
aktivitas skala 4 (cukup menurun) menenagkan

32
2. Merasa tidak nyaman 6. Tekanan darah awalnya skala 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
setelah beraktivitas 2 (cukup meburuk) menjadi jika tidak dapat berpindah atau
3. Merasa lemah skala 4 (cukup membaik) berjalan
DO: 7. EKG iskemia awalnya skala 2 Edukasi
1. Tekanan darah berubah (cukup meburuk) menjadi 1. Anjurkan tirah baring
>20% dari kndisi istirahat skala 4 (cukup membaik) 2. Anjurkan melakukan aktivitas
2. Gambaran EKG secara bertahap
menunjukkan 3. Anjurkan menghubungi perawat
aritmiasaat/setelah aktivitas jikatanda dan gejala keluhan tidak
3. Gambaran EKG berkurang
menunjukkan iskemia 4. Ajarkan strategi koping untuk
Sianosis mengurangi kelelahan
Kolaborasi
Kondisi klinis terkait 1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
1. Anemia cara meningkatkan asupan
2. Gagal jantung kongestif makanan
3. Penyakit jantung koroner
4. Penyakit katup jantung
5. Aritmia
6. Penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK)
7. Gangguan metabolic

33
8. Gagguan muskulokeletal

3. Gangguan Integritas Kulit / Integritas Kulit dan Jaringan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
Jaringan (D.0129) (L.14125)
Definisi :
Setelah dilakukan tindakan
Definisi : Mengidentifkasi dan merawat kulit untuk
keperawatan selama 3 X 24 jam
Kerusakan kulit (dermis dan / atau menjaga keutuhan, kelembaban dan
masalah gangguan integrita kulit/
epidermis) atau jaringan mencegah perkembangan mikrogranisme.
jaringan teratasi dengan krirteria hasil
(membrane mukosa, kornea, fasia,
: Tindakan :
otot, tendon, tulang, kartilago,
1. Kerusakan jaringan awalnya Observasi :
kapsul sendi dan/atau ligament).
skala 2 (cukup meningkat) 1. Identifkasi penyebab gangguan
Penyebab: menjadi skala 4 (cukup integritas kulit (mis. Perubahan
1. Perubahan sirkulasi menurun) sirkulasi, perubahan statu nutrisi,
2. Perubahan status nutrisi 2. Kerusakan lapisan kulit penurunan kelembaban, suhu
(kelebihan atau awalnya skala 2 (cukup lingkungan ektrem, penurunan
kekurangan) meningkat) menjadi skala 4 mobilitas)
3. Kekurangan/kelebihan (cukup menurun) Terapeutik :
volume cairan 3. Nyeri awalnya skala 2 (cukup 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
4. Penurunan mobilitas meningkat) menjadi skala 4 baring
5. Bahan kimia iritatif (cukup menurun) 2. Lakukan pemijatan pada area
6. Suhu lingkungan yang 4. Perdarahan awalnya skala 2 penonjolan tulang , jika perlu
ekstrim (cukup meningkat) menjadi 3. Bersihkan perineal dengan air
7. Faktor mekanisme (mis. skala 4 (cukup menurun) hangat, terutama selama periode
34
penekanan pada tonjolan 5. Kemerahan awalnya skala 2 diare
tulang, gesekan) atau faktor (cukup meningkat) menjadi 4. Gunakan produk berbahan
elektris (elektrodiatermi, skala 4 (cukup menurun) petrolium atau minyak pada kulit
energi listrik bertegangan 6. Hematoma awalnya skala 2 kering
tinggi) (cukup meningkat) menjadi 5. Gunakan produk berbahan
8. Efek samping terapi radiasi skala 4 (cukup menurun) ringan/alami dan hipoalergik pada
9. Kelembaban kulit sensitif
10. Proses penuaan 6. Hindari produk berbahan dasar
11. Neuropati perifer alkohol pada kulit kering
12. Perubahan pigmentasi Edukasi :
13. Perubahan hormonal 1. Anjurkan menggunakan pelembab
14. Kurang terpapar informasi (mis. Lotion, serum)
tentang upaya 2. Anjurkan minum air yang cukup
mempertahankan/melindun 3. Anjurkan meningkatkan asupan
gi integritas kulit. nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan
Gejala dan Tanda Mayor
buah dan sayur
Subjektif :
5. Anjurkan menghindari terpapar
(tidak tersedia)
suhu ekstrem
Objektif :
6. Anjurkan menggunakan tabir surya
1. Kerusakan jaringan dan /
SPF minimal 30 berada di luar
atau lapisan kulit.
rumah

35
7. Anjurkan mandi dan menggunakan
Gejala dan Tanda Minor sabun secukupnya
Subjektif :
(tidak tersedia)
Objektif :
1. Nyeri
2. Perderahan
3. Kemerahan
4. Hematoma

Kondisi klinis terkait


1. Imobilisasi
2. Gagal jantung kongestif
3. Gagal ginjal
4. Diabetes melitus
5. Imunodefisiensi (mis.
AIDS)

36
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Diabetes melitus
adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin (Hormon yang mengatur gula darah atau
glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin
yang dihasilkannya. Ditinjau dari genetik, penyebab dan perjalanan
penyakit, DM pada anak dan remaja berbeda dengan DM pada orang
dewasa. Diabetes mellitus pada anak dan remaja terutama merupakan
akibat dari kerusakan sel-sel beta pancreas yang memproduksi insulin,
sehingga suntikan insulin merupakan satu-satunya pengobatan.
4.2 Saran
Meningkatkan penyuluhan-penyuluhan pada masyarakat, sehingga
pengertian masyarakat terhadap diabetes mellitus akan bertambah,
Mengerti serta menyadari tentang seluk beluk penyakit diabetes mellitus
dan mengetahui adanya tanda dan bahaya dari adanya komplikasi
diabetes secara dini sangat perlu agar tindakan medis secara dini dapat
dilakukan. Segeralah mulai melakukan olahraga keseshatan sebelum
menjadi penyandang cacat akibat penyakit diabetes, mengikuti nasehat
semua dokter, baik dalam melakukan olahraga, mengatur diri serta dalam
cara meminum obat.

40
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association.2010. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus.
Diabetes Care Vol.33
American Diabetes Association. 2013. Diagnosis andClacification Of Diabetes Mellitus
American Diabetes Association.2014. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitis.
Diabetes Care Volume 37
American Diabetes Association.2014Standards of Medical Care in Diabetes2014.
Diabetes Care, Vol. 37 (1): S14.
American Diabetes Association. 2017. Standards of Medical Care in Diabetes 2017Vol.
40. USA: ADA
Agung M, Abertus. 2011.Pedoman Tehnik Dasar Untuk Laboratorium Kesehatan.
Jakarta: EGG Penerbit Buku Kedokteran.
American Diabetes Association (ADA). 2018. Standars of Medical Care in Diabetes
Andra.2013.KMB2:KeperawatanMedikalBedah,KeperawatanDewasaTeoridanContohAs
kep.Yogyakarta: NuhaMedika.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Hasil
Riskesdas 2018
Chris.2014. KapitaSelektaKedokteran Ed IV. Jakarta: Media Aeskulapius
Clinical Diabetes Association (CDA). 2013. Clinical Practice Guidelines for the
Prevention and Management of Diabetes in Canada
Dita Garnita, Faktor Risiko Diabetes Melitus di Indonesia (Analisis Data Sakerti 2007),
FKM UI, 2012
International Diabetes Federation.2017.Diabetes Atlas Eighth Edition 2017, International
Diabetes Federation
Konsensus.2015. Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes MelitusTipe 2 Di Indonesia
2015. PB PERKENI
Kowalak. 2011.BukuAjarPatofisiologi. Jakarta: EGC
Kumar, Abas& Aster.2015.
LeMone, P., Burke, K.M., &Bauldoff, G. 2015. Buku Ajar KeperawatanMedikalBedahed
5. Jakarta: EGC
Luklukaningsih Zayina, 2011. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Nuha
Medika

41
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK). 2014.Cause
of diabetes. NIH Publication
Ndraha.2014. Diabetes Mellitus Tipe 2 danTatalaksanaTerkini. Jakarta:
DepertemenPenyakitDalamFakultasKedokteranUniveritasKridaWacanaVol 27 No
2
M Mufti, dkk, 2015. Perbandingan Peningkatan Kadar Glukosa Darh Setelah Pemberian
Madu,Gula putih, Dan gula merah pada orang deawasa yang berpuasa.
Perkeni. 2015. PengelolaandanPencegahan Diabetes MelitusTipe 2 di Indonesia.
Jakarta: PERKENI
Perkeni.2015. Penatalaksanaan Diabetes Melitus. Jakarta
Wolfsdorf JI, Glaser N, Agus M, Fritsch M, Hanas R, Rewers A, dkk. ISPAD
clinical practice consensus guidelines 2018: diabetic ketoacidosis and the
hyperglycemic hyperosmolar state. Pediatric Diabetes 2018;19:155-77.

Riyadi, Sujono. 2014. KeperawatanMedikalBedah.Yogyakarta :PustakaPelajar.

Riyadi, Sujono.(2013). Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gangguan


Eksokrin dan Endokrin pada pankreas. Yogyakarta : Graha Ilmu
Perry, Potter. (2010). Fundamental Keperawatan. Buku.2 Edisi: 7. Jakarta : EGC
Riswanto & Rizki, M. 2015. Menerjemahkan Pesan Klinis Urine. Pustaka
Rasmedia
Rudu, H, Sulis Setianingsih. 2013. Awa Musuh-musuh Anda Setelah Usia 40
Tahun.Yogyakarta: Gosyen Publishing
Smeltzer Suzanne C., Bare Brenda G., Hinkle Janice L., Cheever Kerry H. (2013).
Keperawatanmedikalbedah.Jakarta: EGC.
Tandra.2019.Diabetes. Jakarta: PT Gramedia.
Tanto et al. 2014.KapitaSelektaKedokteranEssensial of Medicine.Jakarta: Media
Aesculapius
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan indikator diagnositk. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan tindakan keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

42
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luarani Keperawatan Indonesia
Definisi dan kriteria hasil keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus
pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Wilkins, L. W. (2011). Nursing: MemahamiBerbagaiMacamPenyakit,
Penerjemah: Paramita.Jakarta: PT Indeks.
World Health Organization. 2014. Diabetes Mellitus in Fact. World Health
Organization: Geneva
WHO FACT Sheet Of Diabetes, 2016

43

Anda mungkin juga menyukai