Disusun Oleh
Kelompok 2
1. Ridel Imanuel 6. Citra Parimalang
(714840120030) (714840120052)
2. Ni Nyoman Riskayani 7. Yunita Supu
(714840120026) (714840120080)
3. Ni Made Priliani 8. Cherlyka Kanter
(714840120024) (714840120088)
4. Abigael Liow 9. Brigitha Manampiring
(714840120040) (714840120048)
5. Leonardo Supit 10. Jasinda Sawori
(714840120042) (714840120058)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN MANADO
KATA PENGANTAR
Puji syukur terima kasih senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok kami Di Kimia
Farma, dengan judul “PEDOMAN PENATALAKSANAAN PENYAKIT
DIABETES MELITUS”.
Kami membuat makalah ini dengan tujuan yaitu kami hanya ingin
memberitahukan Pedoman Penatalaksanaan Penyakit Diabetes Melitus kepada
pembaca. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna.
Oleh karena itu kami mengharapkan agar makalah ini dapat di terima
dengan baik. Dan kami juga berharap makalah ini dapat bermanfaat di kemudian
hari, dan kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
dunia pendidikan
Tim Penyusun
Daftar Isi
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
Daftar Isi..................................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................3
B. Tujuan...........................................................................................................4
BAB II. DIABETES MELITUS..............................................................................5
A. Penyakit Diabetes Melitus............................................................................5
B. Klasifikasi Diabetes Melitus.........................................................................6
C. Penatalaksanaan Diabetes Melitus................................................................7
BAB III. PELAYANAN FARMASI KLINIS DALAM PENATALAKSANAAN
DIABETES MELITUS..........................................................................................12
A. Pengkajian dan Pelayanan Resep................................................................12
B. Pelayanan Informasi Obat...........................................................................13
C. Konseling....................................................................................................14
D. Pemantauan Terapi Obat.............................................................................15
BAB IV. PENGKAJIAN RESEP..........................................................................18
BAB V. KESIMPULAN........................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes merupakan permasalahan kesehatan serius di seluruh dunia.
Diperkirakan 15,7 juta orang di Amerika Serikat menderita diabetes mellitus.
Perkiraan tersebut, merupakan perhitungan antara diabetes yang terdiagnosa dan
tidak terdiagnosa, sebanyak 5,9 % populasi di Amerika Serikat menderita diabetes
mellitus. Diabetes Mellitus menyebabkan kematian lebih dari 162.200 jiwa pada
tahun 1996. Diabetes termasuk tujuh penyebab utama kematian pada daftar angka
kematian di AS, tapi diabetes diyakini termasuk kematian yang tidak tidak
terlaporkan, antaranya adalah kondisi dan penyebab kematian. Diabetes adalah
penyebab utama dari kebutaan. Lebih dari 60 sampai 65% penderita diabetes
menderita hipertensi. Hal yang mengejutkan biaya pengeluaran untuk pengobatan
secara langsung dan tidak langsung untuk diabetes pada tahun 1997 diperkirakan
mencapai 98 juta dolar. Banyaknya biaya tidak memberikan timbal balik yang
kehidupan pasien diabetes dan keluarganya (Sharon Margaret 2000).
Penderita diabetes mellitus di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, hal
ini dihubungkan dengan meningkatnya angka kesejahteraan. Persentase penderita
diabetes mellitus lebih besar di kota dari pada di desa,14,7% untuk dikota dan
7,2% di desa. Indonesia menduduki peringkat keenam di dunia dalam hal jumlah
terbanyak penderita diabetes. Diabetes Melitus adalah penyakit gangguan
metabolik yang disebabkan oleh gagalnya organ pankreas dalam memproduksi
hormon insulin secara memadai. Penyakit ini bisa dikatakan sebagai penyakit
kronis karena dapat terjadi secara menahun. Berdasarkan penyebabnya diabetes
melitus di golongkan menjadi tiga jenis, diantaranya diabetes melitus tipe 1, tipe 2
dan diabetes melitus gestasional . Diabetes melitus tipe 1 disebabkan karena
reaksi autoimun yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang sel beta
pada pankreas sehingga tidak bisa memproduksi insulin sama sekali. Sedangkan
diabetes melitus tipe 2 terjadi karena akibat adanya resistensi insulin yang mana
sel-sel dalam tubuh tidak mampu merespon sepenuhnya insulin. Diabetes
gestasional disebabkan karena naiknya berbagai kadar hormon saat hamil yang
bisa menghambat kerja insulin. Maka dari itu, untuk mengetahui bahwa seseorang
mengidap penyakit diabetes melitus dapat ditegakkan melalui pemeriksan klinis
berupa pemeriksaan kadar gula darah (Kemenkes RI, 2020).
B. Tujuan
Untuk mengetahui mengenai penyakit Diabetes melitus, Klasifikasi dari
penyakit diabetes melitus, penatalaksanaan penyakit diabetes melitus, pengajian
dan pelayanan resep diabetes melitus.
BAB II. DIABETES MELITUS
b. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi dapat dilakukan dengan menggunakan OAD dan insulin.
Terapi insulin dapat diklasifikasikan berdasarkan lama kerjanya menjadi 5
golongan, yakni :
1) Rapid-acting-insulin(insulin aspart, insulinl ispro,insulin glulisin,inhaled
insulin)
2) Short-acting insulin
3) Intermediate-acting insulin (nph)
4) Long acting insulin (insulin glargine, insulin detemir, insulin degludec)
5) Premixed insulin
Terdapat sembilan golongan OAD yang disetujui untuk digunakan pada
pasien DM, yakni:
1) Biguanida
Golongan obat ini dibagi menjadi tiga jenis yakni fenformin, buformin dan
metformin. Metformin merupakan satu-satunya dari golongan ini yang masih
digunakan sebagai obat hiperglikemik oral. Mekanisme dari metformin yaitu
menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan.
Obat ini akan bekerja secara efektif apabila terdapat insulin endogen. Efek
samping dari obat ini adalah mual, muntah, diare, nyeri perut, anoreksia,
penurunan penyerapan vitamin B12, eritema, pruritus, urtikaria dan hepatitis, rasa
logam, asidosis laktat (IONI, 2015).
2) Sulfonilurea
Sulfonilurea mampu menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
sekresi insulin dari sel β-pankreas, menyebabkan saluran kalium sensitif ATP
akan tertutup dan terjadi depolarisasi membran. Saluran kalsium terbuka dan
memungkinkan kalsium untuk masuk ke dalam sel. Meningkatnya kalsium
intraseluler menyebabkan translokasi granula sekretori ke permukaan sel dan
eksositosis granula insulin (Tripathi 2019). Golongan sulfonilurea terdiri dari
generasi pertama (klorpropamida, tolazamida tolbutamid dan asetoheksamid)
yang cenderung memiliki potensi lebih rendah dibandingkan dengan generasi
kedua (gluburida, glipizida, glikazida, glimepirida, dan glikuidon). Efek samping
yang umum terjadi pada penggunaan obat golongan ini adalah ataksia, depresi,
hipoestesi, insomnia, nyeri paresthesia, kantuk, sakit kepala, diaforesis, pruritus,
hipoglikemik, diare, perut kembung, dan muntah (Ganesan & sultan 2019).
3) Meglitinida
Meglitinida mampu meningkatkan sintesis dan sekresi dari insulin dengan
cara berikatan di sisi benzamido pada reseptor sulfonilurea, sehingga akan
menghambat kanal kalium sensitif Adenosine triphosphate (ATP), hal ini
mengakibatkan terbukanya kanal kalium dan terjadi peningkatan kalsium
intraseluler (Tripathi 2019). Contoh dari golongan ini adalah nateglinide dan
repaglinide (Pamela dkk, 2019). Efek samping yang mungkin terjadi setelah
penggunaan repaglinide adalah gangguan pada saluran cerna, sedangkan
penggunaan nateglinide dapat menyebabkan infeksi pada saluran nafas bagian atas
(Muchid dkk, 2005).
4) Tiazolidindion (TZD)
Contoh dari golongan TZD adalah rosiglitazon, pioglitazon dan troglitazon,
dimana penggunaan troglitazon telah ditarik dari pasaran. TZD bekerja dengan
berikatan pada reseptor peroxisome proliferator activator receptor-γ (PPAR-γ) di
otot, jaringan lemak dan hati untuk menurunkan resistensi insulin (Krentz 2005).
Efek samping dari TZD adalah edema, hipoglikemia, gagal jantung, sakit kepala,
patah tulang, mialgia, sinusitis, dan faringitis (Ganesan & sultan 2019).
5) Inhibitor Dipeptidyl Peptidase (DPP-4)
Gliptin merupakan obat yang termasuk dalam inhibitor DPP-4, termasuk di
dalamnya adalah sitagliptin, vildagliptin, saxagliptin, linagliptin dan alogliptin.
Inhibitor DPP-4 menghambat perjalanan glukosa darah setelah makan.
Penghambatan terhadap enzim DPP-4 dapat memperpanjang waktu paruh
glucagone like peptide-1 (GLP-1) dan gastric inhibitory polypeptide (GIP). Kedua
hormon tersebut merupakan hormon inkretin yang mampu meningkatkan sekresi
insulin, menghambat glukagon dan memperlambat proses pengosongan lambung
(Tripathi 2019). Efek samping dari obat ini yaitu mual dan muntah yang biasa
muncul pada awal pengobatan. Gangguan fungsi kekebalan dan infeksi saluran
pernapasan pernah dilaporkan terjadi pada beberapa pengguna obat ini. Obat
golongan ini dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki riwayat penyakit
pankreatitis, penyakit ginjal dan penyakit hati berat (Ahmed dkk., 2012)
6) Inhibitor Sodium-Glucose Cotransporters 2 (SGLT2)
Inhibitor SGLT2 telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA)
yakni canagliflozin, dapagliflozin, dan empagliflozin. Proses reabsorpsi glukosa
dari urin dalam tubulus proksimal difasilitasi oleh SGLT, dengan menghambat
SGLT2 maka proses reabsorpsi glukosa di tubulus proksimal akan menurun dan
kadar glukosa plasma berkurang sehingga terjadi glukosuria (DiPiro, 2015). Efek
samping yang mungkin timbul dari obat ini adalah dislipidemia, peningkatan
produksi urin, disuria, influenza, patah tulang dan gangguan ginjal (Ganesan &
Sultan, 2019).
7) Agonis dopamin
Bromokriptin mesilat merupakan agonis dopamin yang penggunaannya telah
disetujui oleh FDA untuk pengobatan pada DM tipe 2. Rendahnya kadar dopamin
pada hipotalamus akan mengurangi aktivitas simpatik. Efek ini meningkatkan
sensitivitas insulin di hati dan menurunkan output dari glukosa hepatik (DiPiro,
2015). Efek samping yang umum terjadi adalah hipotensi, pusing, pingsan, mual,
mengantuk, sakit kepala, dan esksaserbasi gangguan psikotik (Koda- Kimble,
2013).
8) Bile Acid Sequestrants
Kolesevelam merupakan salah satu obat golongan Bile Acid Sequestrants
yang telah disetujui penggunaannya oleh FDA. Obat ini digunakan sebagai terapi
tambahan dan meningkatkan kontrol dari glukosa pada pasien DM tipe 2. Obat ini
ditemukan efektif dalam menurunkan kadar kolesterol darah LDL (low density
lipoprotein), mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular
namun memiliki efek yeng minim dalam penurunan kadar glukosa (Ahmed dkk.,
2012). Efek samping dari penggunaan obat ini adalah gangguan pada saluran
cerna, gangguan pada neuromuskular rangka, serta faringitis (Lecy dkk, 2009).
9) Inhibitor α-glukosidase
Inhibitor α-glukosidase memiliki mekanisme menghambat iagnos dari
glukosa pada umumnya digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia
postprandial. Inhibitor α-glukosidase secara kompetitif menghambat enzim
maltase, isomaltase, sukrase dan glukoamilase di usus halus serta memperlambat
pemecahan sukrosa dan karbohidrat kompleks. Hal ini mengakibatkan penundaan
pada absorpsi karbohidrat sehingga memberikan waktu bagi iagnose untuk
mengeluarkan insulin yang digunakan dalam regulasi glukosa. Inhibitor α-
glukosidase juga menghambat enzim α-amilase, inhibisi kedua enzim ini efektif
mampu mengurangi pencernaan dan absorpsi karbohidrat, sehingga mampu
mengurangi peningkatan kadar glukosa postprandial pada penderita DM (Muchid
dkk, 2005). Efek samping yang banyak terjadi akibat pemakaian dari obat ini
adalah diare, nyeri perut, lebih banyak flatus dan peningkatan transaminase (Lecy
dkk, 2009).
BAB III. PELAYANAN FARMASI KLINIS DALAM
PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS
C. Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait
terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya.
Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas
kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan
pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif membutuhkan
kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker. Pemberian konseling
Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, menghadapi pertanyaan Obat
yang tidak penting (ROTD), dan meningkatkan efektivitas biaya yang pada
akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien (pasien
keamanan).
Khusus konseling Obat untuk ditujukan:
1. meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien;
2. menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien;
3. membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan Obat;
4. membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan obat
dengan penyakitnya;
5. meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan;
6. mencegah atau masalah terkait Obat;
7. meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalah dalam hal terapi;
8. memahami permasalahan dalam pengambilan keputusan; dan
9. membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan Obat sehingga dapat
mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien.
Kegiatan dan langkah-langkah dalam konseling Obat meliputi:
1. membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien;
2. Identifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Tiga
Pertanyaan Utama;
3. mencari informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien
untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat;
4. memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
pengunaan Obat;
5. melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien; dan
dokumentasi
Resep 1
Persyaratan Administrasi
Kesesuaian Farmasetik
Novomix
1. Nama Obat : Novomix Insulin (Ada)
2. Bentuk Sediaan : Suspensi (Tidak Ada)
3. Kekuatan Sediaan : 100 IU/ml (Tidak Ada)
4. Stabilitas Penyimpanan : suhu 2-8°C
5. Jumlah Obat : 3 (Ada)
Metformin
Pertimbangan Klinis
1. 2 komponen obat tersebut tidak mengalami interaksi secara terapeutik.
2. Dilihat dari komposisi , resep yang diberikan dokter untuk penyakit diabetes
mellitus.
3. Novomix yang dikombinasikan dengan metformin lebih efektif terhadap penurunan
gula darah (Diabetes Melitus).
Resep 2
Persyaratan Administrasi
Kesesuaian Farmasetik
Glimepirid
1. Nama Obat : Glimepirid (Ada)
2. Bentuk Sediaan : Tablet (Tidak Ada)
3. Kekuatan Sediaan : 2mg (Ada)
4. Stabilitas Penyimpanan : suhu 20-25°C
5. Jumlah Obat : 30 (Ada)
Vitamin B Com
Pertimbangan Klinis
1. 2 komponen obat tersebut tidak mengalami interaksi secara terapeutik.
2. Dilihat dari komposisi , resep yang diberikan dokter untuk penyakit diabetes
mellitus.
3. Glimepiride yang dikombinasikan dengan Vitamin B Com efektif terhadap
penurunan gula darah (Diabetes Melitus).
Resep 3
Persyaratan Administrasi
Kesesuaian Farmasetik
Levemir Flexpen
1. Nama Obat : Levemir Flexpen (Ada)
2. Bentuk Sediaan : Suspensi (Tidak Ada)
3. Kekuatan Sediaan : 100 IU/ml (Tidak Ada)
4. Stabilitas Penyimpanan : suhu 2-8°C
5. Jumlah Obat : 1 (Ada)
Novorapid Flexpen
1. Nama Obat : Novoramid Flexpen (Ada)
2. Bentuk Sediaan : Suspensi (Tidak Ada)
3. Kekuatan Sediaan : 100 IU/ml (Tidak Ada)
4. Stabilitas Penyimpanan : suhu 2-8°C
5. Jumlah Obat : 2 (Ada)
Pertimbangan Klinis
1. 2 komponen obat tersebut tidak mengalami interaksi secara terapeutik.
2. Dilihat dari komposisi , resep yang diberikan dokter untuk penyakit diabetes
mellitus.
3. Levemir Flexpen yang dikombinasikan dengan Novoramid Flexpen efektif terhadap
penurunan gula darah (Diabetes Melitus).
BAB V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena
penggunaan yang tidak efektif dari produksi insulin. Hal ini ditandai dengan
tingginya kadar gula dalam darah(Kemenkes RI).
2. Diabetes merupakan penyakit kronis yang paling tinggi kenaikan angka
prevalensinya saat ini dan merupakan 10 besar penyebab kematian di dunia
(WHO 2016). Prevalensi penderitanya pun juga terus meningkat.
3. Klasifikasi etiologis diabetes menurut American Diabetes Association 2018 dibagi
dalam 4 jenis yaitu :
a. Diabetes Melitus Tipe 1, terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas
karena sebab autoimun
b. Diabetes Melitus Tipe 2, pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia
tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena
terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati.
c. Diabetes Melitus Tipe Lain, DM tipe ini terjadi akibat penyakit gangguan
metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah akibat faktor
genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit
autoimun dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan penyakit DM.
Diabetes tipe ini dapat dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam
pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).
d. Diabetes Melitus Gestasional, DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan,
dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan,
biasanya pada trimester kedua dan ketiga.
4. Faktor Resiko Diabetes Melitus yaitu usia, berat badan, riwayat keluarga, gaya
hidup
5. Berikut ini adalah beberapa golongan obat untuk diabetes
a. Metformin (biguanid), Obat diabetes yang termasuk ke dalam golongan
biguanid adalah metformin. Ini adalah obat kencing manis generik yang
paling sering diresepkan dokter untuk pasien diabetes tipe 2.
b. Sulfonilurea, sulfonilurea membantu mengendalikan gula darah dengan
cara merangsang pankreas menghasilkan lebih banyak insulin untuk
mengatasi resistensi insulin yang terjadi. Umumnya, obat golongan
sulfonilurea hanya diperuntukkan untuk pasien diabetes tipe 2. Berikut ini
adalah contoh obat diabetes golongan sulfonilurea yaitu
1) Glibenclamide
2) Glimepiride
3) Gliclazide
4) Glipizide
5) Glimepiride
c. 3.Meglitinide, obat diabetes golongan meglitinide bekerja seperti
sulfonilurea, yaitu merangsang pankreas menghasilkan lebih banyak insulin.
d. Thiazolidinediones (glitazone), thiazolidinediones atau juga dikenal dengan
obat golongan glitazone juga kerap diberikan untuk membantu
mengendalikan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe 2.
e. Inhibitor DPP-4 (gliptin), inhibitor dipeptidil peptidase-4 (inhibitor DPP-4)
atau dikenal juga dengan golongan gliptin adalah obat generik untuk
diabetes melitus. Obat gliptin ini bekerja dengan cara menghambat enzim
DPP-4 sehingga inkretin tubuh akan dapat bertahan lebih lama.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed SS., A. M.Z., L. T.R., B. H.A., dan M. Ali T.M. 2012. Update on
Pharmacotherapy For Type 2 Diabetes. KYAMC Journal. 3(1):250–261.