Penuntun Praktikum
Farmakologi Dasar
Jurusan Farmasi
Poltekkes Kemenkes Manado
2021
Penuntun Praktikum Farmakologi Dasar
KARTU KONTROL
PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DASAR
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatNya,
sehingga Penuntun Praktikum Farmakologi Dasar di Laboratorium Farmakologi bagi mahasiswa
Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Manado, dapat diselesaikan dengan baik.
Mata kuliah Farmakologi Dasar sesuai kurikulum Pendidikan Diploma III Farmasi tahun 2016
membahas tentang dasar-dasar farmakologi, farmakokinetika, farmakodinamika, interaksi obat, efek
obat yang tidak diinginkan dan obat-obat kemoterapi. Mata kuliah ini mempunyai beban studi 3 SKS
(2T/1P). Bentuk aktivitas belajar berupa ceramah, diskusi, penugasan mandiri, dan praktikum. Satu
SKS praktek artinya setara dengan 170 menit praktek terstruktur.
Penuntun praktikum ini berisi dasar-dasar Praktikum Farmakologi tentang pengenalan alat,
dasar-dasar penanganandan perlakuan hewan uji serta memuat beberapa metode yang sering
digunakan untuk pengujian efek farmakologi obat. Penyusunan penuntun ini menyesuaikan dengan
kondisi laboratorium yang ada tetapi tidak meninggalkan tujuan dan prinsip percobaan itu sendiri.
Penuntun praktikum bertujuan pada akhir pembelajaran peserta didik dapat lebih menghayati
berbagai prinsip farmakologi yang diperoleh secara teori, mengadaptasi dan memodifikasi metode
farmakologi untuk penilaian efek obat, dapat memberikan penilaian terhadap hasil-hasil eksperimen
yang diperoleh dan dapat memberikan tafsiran mengenai implikasi praktis dari hasil-hasil
eksperimen.
Penyusun menyadari Penuntun ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu saran dan kritik
sangat diharapkan untuk penyempurnaannya di masa mendatang. Semoga penuntun ini dapat
bermanfaat bagi Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Manado.
Penyusun
Dra. Elisabeth N. Barung, M.Kes.,Apt
Donald E. Kalonio, S.Si., M.Farm.
Kegiatan Praktikum I
PENGENALAN ALAT-ALAT PRAKTIKUM DI LABORATORIUM FARMAKOLOGI
I. Hari/Tanggal :..................................................................................................
IV. Pendahuluan
Laboratorium Farmakologi merupakan laboratorium aplikasi dimana efek obat dapat
secara langsung diamai pada hewan uji. Beberapa uji yang dapat dilakukan diantaranya : uji
efek antidiabetes, diuretik, antipiretik, antidiare dan uji aktivitas biologis lainnya. Dengan adanya
laboratorium ini, mahasiswa bisa melihat secara langsung aspek farmakokinetik dan
farmakodinamik suatu obat. Serta dapat dengan jelas memahami bagaimana efek samping dari
suatu obat. Dalam setiap kegiatan tersebut selalu melibatkan penggunaan alat.
Alat laboratorium merupakan benda yang digunakan dalam kegiatan praktikum yang
dapat digunakan berulang. Sebelum memulai melakukan praktikum di laboratorium, praktikan
harus mengenal dan memahami cara penggunaan semua pelaratan yang biasa digunakan
dalam laboratorium serta menerapkan K3 di laboratorium.
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum atau penelitian di Laboratorium Farmakologi
dapat digolongkan dalam 5 kelompok alat yaitu kandang hewan uji, tempat makan dan minum;
alat pembuatan sediaan uji; alat pemberian sediaan pada hewan uji; alat bedah hewan uji, dan
alat pengukur parameter efek. Penggunaan alat-alat tersebut haruslah sesuai dengan fungsinya
agar pekerjaan tersebut dapat berjalan dengan baik dan tepat. Apabila terjadi suatu kesalahan
atau kekeliruan dalam penggunaannya akan mempengaruhi hasil yang diperoleh.
V. Dasar Teori
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum atau penelitian di Laboratorium Farmakologi
dapat digolongkan dalam 5 kelompok alat yaitu kandang hewan uji, tempat makan dan minum;
alat pembuatan sediaan uji; alat pemberian sediaan pada hewan uji; alat bedah hewan uji, dan
alat pengukur parameter efek.
1. Kandang hewan uji, tempat makan dan tempat minum
Bangunan untuk kandang harus direncanakan dengan baik sehingga memberikan
kenyamanan hidup bagi hewan. Kandang harus cocok untuk masing-masing spesies hewan,
tidak mempunyai permukaan yang tajam dan kasar sehingga dapat melukai hewan, mudah
dibersihkan, mudah diperbaiki, tidak mudah dirusak oleh hewan yang dikandangkan atau
hewan pemangsa dari luar, cukup luas agar hewan dapat bergerak leluasa untuk mencari
makanan dan berbiak. Kandang harus cukup terang, pencahayaan diatur dengan siklus 12
jam terang dan 12 jam gelap, mendapat air bersih, kering, dilengkapi dengan sistem
pembuangan air limbah dan cukup ventilasi.
Jur. Farmasi Poltekkes Manado 1
Penuntun Praktikum Farmakologi Dasar
Hewan dalam kandang akan merasa nyaman bila kandangnya kering, bersih, tidak
ribut, temperatur antara 18o – 29oC (rata-rata 20O – 22O), kelembapan relatif antara 30% -
70%, sinar antara 800 – 1300 lumen/m2, pertukaran udara minimum 10x/jam. Alas kandang
harus diganti, 1 – 3 kali dalam seminggu untuk menjamin kandang selalu kering dan bebas
dari gas amoniak.
4. Alat pengukur parameter efek : pletismometer, alat ukur gula darah dan termometer
rektal.
C. Prosedur Kerja
1. Penggunaan mikropipet
a. Atur volume dengan memutar pengatur volume sampai volume yang diinginkan
tampak pada indikator volume.
b. Pasang tip.
c. Tekan penyedot mikropipet sampai batas pertama.
d. Benamkan tip ke dalam cairan yang akan dipindahkan.
e. Untuk mengambil sampel ke dalam tip, jagala tekanan balik berjalan secara perlahan
sampai penuh ke posisi sebelum penyedotan. Jangan biarkan penyedot bergerak
cepat dan tiba-tiba. Biarkan tip tetap dibawah permukaan sampel selama
pengambilan.
f. Berhenti sesaat untuk :
1) Memastikan seluruh sampel yang disedot sudah mengisi tip.
2) Tunggu lebih lama lagi untuk pengambilan cairan dengan volume yang lebih
besar atau cairan dengan viskositas yang tinggi.
g. Pindahkan tip dari cairan sampel. Perlu diperhatikan : tidak boleh ada cairan
tertinggal di bagian luar tip dan lap/usap butiran cairan di luar dengan tissue, tetapi
hanya dari bagian samping saja. Jangan sentuhkan tissue pada bagian bawah/ujung
tip.
h. Pengeluaran sampel :
1) Sentuhkan tip pada dinding wadah penampung sampel.
2) Tekan penyedot sampai pembatas pertama.
3) Tekan minimal 1 detik atau tahan lebih lama untuk cairan dengan volume yang
lebih besar dan/atau cairan dengan viskositas yang tinggi
4) Tekan penyedot ke pembatas kedua untuk mengeluarkan sisa-sisa cairan.
i. Mikropipet ditarik dari wadah penampung sampel dengan posisi penyedot masih
tertekan dengan terus menempelkan tip pada dinding wadah.
j. Secara perlahan-lahan biarkan penyedot kembalia pada posisi UP. Jangan biarkan
tertekan kembali.
k. Lepaskan tip
2. Penggunaan alat ukur gula darah
a. Pengukuran kadar glukosa darah tidak memerlukan pengkodean.
b. Ambil strip Glukosa Autocheck® Blood Glucose Meter dan segera tutup penutup
botol agar strip uji lainnya tidak kering.
c. Masukan sepenuhnya batang sentuh strip Glukosa Autocheck® Blood Glucose
Meter ke port uji pengukur. Pengukur akan menyala secara otomatis.
d. Setelah gambar “ “ muncul pada layar, simbol tetesan darah ” “ akan muncul dan
alat siap untuk melakukan pengujian. Jika alat tidak menunjukan simbol tetesan
darah, lepaskan strip uji yang tidak digunakan dan mulai ulang proses
pengoperasian di langkah d.
Jur. Farmasi Poltekkes Manado 3
Penuntun Praktikum Farmakologi Dasar
e. Masukan sampel darah hingga alat pengukur berbunyi “bip”. Tetesan darah harus
berada disamping ujung bundar bagian atas (inlet sampel). Darah tidak boleh
diterapkan pada permukaan datar strip uji.
f. Layar akan menampilkan hitungan mundur. Setelah hitungan mundur, layar akan
menampilkan hasilnya.
g. Keluarkan strip bekas secara perlahan ke tempat sampah biohazard dengan ejektor
strip.
h. Pengukur akan mati secara otomatis.
VIII. Latihan
1. Bagaimana cara mencegah peningkatan kadar amonia dalam kandang hewan uji tikus
putih/mencit
X. Daftar Pustaka
1. Syamsudin, Darmono, (2011), Farmakologi Eksperimental, Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
2. Malole, M.B.M., Pramono C.S.U., (1989), Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di
Laboratorium, Institut Pertanian Bogor.
3. Gad, S.C., Chengelis, C.P., (1992), Animal Models In Toxicology, Marcell Dekker Inc, New
York.
Kegiatan Praktikum II
PENANGANAN HEWAN UJI
I. Hari/Tanggal :..................................................................................................
IV. Pendahuluan
Penggunaan hewan uji untuk pendidikan dan penelitian banyak dilakukan di bidang
fisiologi, farmakologi, biokimia, patologi, zoologi dan ekologi dalam arti luas. Pemanfaatan
hewan uji menurut pengertian secara umum ialah untuk penelitian yang mendasarkan
pengamatan aktivitas biologik. Hewan uji tersebut digunakan sebagai model untuk penelitian
pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Beberapa hewan uji dari yang ukurannya
terkecil dan sederhana sampai ukuran yang lebih besar dan lebih kompleks digunakan untuk
keperluan penelitian seperti mencit, tikus, kelinci atau bahkan kera.
Validitas uji farmakologi dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya pemeliharaan dan
penanganan hewan uji yang digunakan. Hewan uji yang dikatakan memenuhi persyaratan mutu
bila mereka memperlihatkan respon yang seragam terhadap rangsangan. Secara sederhana
kondisi hewan uji dapat diketahui dari tidak adanyan kelainan yang berarti selama masa
pertumbuhannya.
Agar hewan uji dapat terpelihara dalam keadaan sehat, selain pemeliharaannya harus
mengikuti tata cara baku, penanganannya pun juga harus memenuhi tata cara baku. Untuk itu
pada praktikum ini, mahasiswa akan diperkenalkan pada tata cara pemeliharaan dan
penanganan hewan uji untuk tikus dan mencit.
V. Dasar Teori
Hewan laboratorium atau hewan uji adalah hewan yang sengaja dipelihara dan
diternakan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan
berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorium.
Syarat hewan yang digunakan untuk penelitian farmakologi adalah harus jelas
fisiologinya, bebas dari penyakit, didapat dari breeding centre yang baik atau dibiakan sendiri.
Sebelum digunakan hewan harus melalui tahap aklimatisasi terlebih dahulu. Kandang hewan
harus memenuhi syarat : suhu, kelembapan, cahaya, bunyi, nutrisi dan kebersihan. Pemilihan
strain, jenis kelamin, berat badan dan umur harus tepat.
kawat kasa dan ekornya sedikit ditarik. Jepit kulit tengkuk dan jepit ekornya (gambar
2.)
2) Tikus
Pengambilan tikus dari kandang, sebaiknya tidak dilakukan dengan memegang ekor
seperti halnya mencit, karena tikus dapat menjadi stress dan mengalami luka.
Biasanya, bila tikus diangkat dengan memegang ekornya, tikus akan berputar-putar
di udara. Meskipun demikian, keadaan ini dapat dicegah dengan memegang tikus
pada ekor atau langsung memeggenggamnya langsung pada badannya (gambar 3).
C. Hewan uji
1. Mencit dan Tikus Putih
D. Prosedur Kerja
1. Cara memegang mencit
a. Ujung ekor diangkat dengan tangan kanan
b. Mencit dibiarkan mencengkram alas penutup kandang yang kasar (kawat) sehingga
tertahan di tempat.
c. Ibu jari dan jari telunjuk kiri menjepit kulit tengkuk seerat mungkin
d. Ekor dipindahkan, dijepit diantara jari manis dan jari kelingking tangan kiri
e. Mencit siap diperlakukan
VIII. Pembahasan
IX. Kesimpulan
X. Daftar Pustaka
XI. Latihan
1. Gambarkan cara pemberian nomor pada hewan uji tikus dengan nomor 5, 12, 25, 254
I. Hari/Tanggal :..................................................................................................
1. Mahasiswa mampu menghitung dosis pemberian pada hewan uji dan konversi dosis antar
subjek uji (manusia – hewan uji, antar hewan uji)
2. Mahasiswa mampu membuat sediaan uji
IV. Pendahuluan
Dosis adalah jumlah obat yang diberikan pada suatu waktu, dosis atau takaran obat
sangat penting bila ingin mengamati kerja suatu obat. Pemberian yang terlalu sedikit tidak akan
memberikan efek, tetapi pemberian yang terlalu besar menyebabkan kematian tanpa sempat
memperlihatkan gejala yang ingin diamati. Untuk penggunaan obat pada umumnya, harus kita
ketahui dosis efektif minimal, optimal dan maksimal tergantung dari kebutuhan percobaan yang
hendak dilakukan.
V. Dasar Teori
Dosis adalah takaran obat yang diberikan kepada pasien yang dapat memberikan efek
farmakologis (khasiat) yang diinginkan. Secara umum penggunaan dosis dalam terapi dibagi
menjadi : dosis lazim dan dosis maksimum/maksimal. Dosis lazim adalah dosis yang digunakan
sebagai pedoman umum pengobatan (yang direkomendasikan dan sering digunakan) sifatnya
tidak mengikat (biasanya diantara dosis mimimum efek dan dosis maksimum), sedangkan dosis
maksimum adalah dosis yang terbesar yang masih boleh diberikan kepada pasien baik untuk
pemakaian sekali maupun sehari tanpa membahayakan (berefek toksik ataupun over dosis).
Adakalanya pada saat praktikum farmakologi, dosis yang tertera pada literatur adalah
dosis manusia atau dosis pada spesies hewan lain, sehingga perlu dilakukan ekstrapolasi dosis.
Untuk mengekstrapolasikan dosis tersebut dapat menggunakan beberapa metode yaitu
berdasarkan perbandingan berat badan, luas permukaan tubuh, data farmakokinetika, data
toksikologi dari antar spesies obat.
Dosis yang diberikan pada subjek uji dalam uji farmakologi harus mempertimbangkan
dosis efektif pada manusia. Laurence dan Bacharach (1964) merumuskan suatu 18able
konversi dosis/perhitungan dosis antar jenis hewan dan manusia, berdasarkan rasio luas
permukaan badan.
Pada uji farmakologi, bentuk sediaan sedapat mungkin diusahakan sebagai larutan, agar
dapat diberikan melalui semua jenis rute pemberian. Penggunaan suspensi atau emulsi
sebaiknya dihindari kecuali jika pemberiannya melalui oral. Untuk keperluan tersebut, informasi
tentang kelarutan bahan uji akan sangat membantu dalam proses menyiapkan bentuk sediaan
uji. Bila bahan uji larut dalam air, buat sediaan larutan dalam air atau garam fisiologis. Bila
kelarutan bahan uji dalam air terbatas, buat sediaan dalam minyak nabati (contoh minyak
jagung) atau dalam pelarut organik (contoh propilenglikol 40-5% dalam air atau garam
fisiologis). Dan bila bahan uji tidak larut dalam air, buat sediaan suspensi dalam tragakan, CMC,
atau tilosa 0,1-1% (untuk pemberian oral). Cara lain yang dapat disarankan, tingkatkan
kelarutan bahan uji dengan suatu polimer, biasanya polivinilpirolidon (PVP) BM 10.000-30.000.
Sebagai catatan, besarnya takaran dosis yang diberikan, hendaknya selalu dikaitkan
dengan batas volume maksimum yang dapat diterima oleh subjek atau hewan uji. Pada
dasarnya, volume pemberian disarankan tidak melebihi ½ kali volume maksimum yang boleh
diberikan pada hewan uji, terutama untuk pemberian berulang dalam jangka panjang.
Tabel 2. Volume maksimum larutan sediaan uji yang dapat diberikan pada hewan uji
Binatang Cara pemerian dan volume maksimum (ml)
i.v i.m i.p s.c p.o
1. Mencit (20-30g) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0* 1,0
2. Tikur (100g) 1,0 0,1 2,0-5,0 2,0-5,0* 5,0
3. Hamster (50g) - 0,1 1,0-5,0 2,5 2,5
4. Marmot (250g) - 0,25 2,0-5,0 5,0 10,0
5. Merpati (300g) 2,0 0,5 2,0 2,0 10,0
6. Kelinci (2,5kg) 5,0-10,0 0,5 10,0-20,0 5,0-10,0 20,0
7. Kucing (3 kg) 5,0-10,0 1,0 10,0-20,0 5,0-10,0 50,0
8. Anjing (5 kg) 10,0-20,0 5,0 20,0-50,0 5,0-10,0 100,0
4. Sediaan/larutan uji untuk pemberian parenteral harus dibuat sedemikian rupa sehingga
berada dalam kondisi steril, seperti pemberian pada manusia.
5. Sediaan/larutan uji harus dibuat dengan alat ukur presisi (labu takar) dengan
memperhatikan ukuran alat yang tersedia dan prinsip penghematan.
6. Sebaiknya selalu dibuat baru.
C. Prosedur Kerja
1. Perhitungan dosis
Konversi dosis obat yang diberikan dari manusia → hewan uji atau hewan uji → hewan
uji dengan menggunakan rumus : dosis obat x faktor konversi.
Hitung konversi untuk hewan uji tikus putih.
a. Kelompok 1 = Paracetamol 500 mg
b. Kelompok 2 = Antalgin 500 mg
c. Kelompok 3 = CTM 4 mg
d. Kelompok 4 = Dexamethasone 0,5 mg
e. Kelompok 5 = Prednison 5 mg
2. Volume pemberian dan perhitungan pembuatan larutan uji (Contoh pada pemberian
oral untuk hewan uji tikus putih)
a. Volume maksimal p.o = 5 ml
1
b. Volume pemberian p.o = 2,5 ml (2 x vol. maksimal)
c. Volume larutan uji yang dibuat = 50 ml
d. Hitung berapa banyak bahan obat yang dibutuhkan dengan rumus (dengan
menganggap hasil perhitungan dosis adalah untuk tiap 2,5 ml volume
pemberian)
3. Pembuatan larutan uji (Contoh pembuatan sediaan uji menggunakan bahan dari
tablet)
a. Tablet yang telah diserbukan ditimbang sebanyak yang diperlukan (point 2.f)
kemudian dimasukan ke dalam lumpang dan digerus.
b. Tambahkan lar. NaCMC 1% secukupnya, gerus sampai serbuk tablet terdispersi
merata dan larutan homogen (ukuran partikel seragam).
c. Pindahkan larutan tersebut ke dalam labu takar 50 ml menggunakan corong. Bila
terlalu kental encerkan dengan lar. NaCMC 1% sampai larutan mudah mengalir dan
dapat dituang.
d. Bilas lumpang, alu dan corong yang digunakan dengan lar. NaCMC 1%. Masukan
semua bilasan ke dalam labu takar.
e. Cukupkan volumenya dengan lar. NaCMC 1% dan homogenkan.
VIII. Pembahasan
IX. Kesimpulan
X. Daftar Pustaka
1. Syamsudin, Darmono, (2011), Farmakologi Eksperimental, Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
2. Laboratorium Farmakologi & Toksikologi, (2006), Petunjuk Laboratorium Toksikologi,
Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada.
XI. Latihan
1. Winny akan melakukan pengujian efek analgetik dari obat “X” pada hewan uji tikus putih.
Anda diminta tolong oleh Winny untuk membantunya dalam praktikkum. Data-data yang
dimiliki adalah sebagai berikut : 3 ekor tikus dengan berat : Tikus I = 250 g; Tikus II = 235
g; Tikus III = 240 g., faktor konversi manusia (70 kg) ke tikus (200 g) = 0,018.,
volume pemberian peroral = 2,5 ml. Winny ingin mengetahui :
1. Berapa dosis yang diberikan pada hewan uji tikus, bila dosis obat X untuk manusia
dewasa = 120 mg ?
2. Berapa banyak bahan obat “X” yang harus ditimbang jika larutan uji yang dibuat
sebanyak 25 ml?
3. Berapa banyak serbuk tablet yang harus ditimbang, jika obat “X” tersedia dalam bentuk
tablet yang mengandung (etiket) 150 mg zat “X”, dengan berat rata-rata 1 tablet = 200
mg/tablet ?
4. Volume pemberian pada hewan uji tikus-tikus tersebut?
Kegiatan Praktikum IV
RUTE PEMBERIAN SEDIAAN UJI
I. Hari/Tanggal :..................................................................................................
IV. Pendahuluan
Rute pemberian suatu obat sangat penting artinya karena setiap jenis obat berbeda
penyerapannya oleh tubuh dan sangat tergantung pada lokasi pemberian. Faktor yang
mempengaruhi pemberian suatu obat sangat tergantung pada kondisi hewan coba, jenis
kelamin dan spesies hewan uji. Beberapa cara pemberian obat yang lazim dilakukan pada
praktikum farmakologi adalah oral, injeksi subkutan, intraperitoneal, intramuskular, perektal,
inhalasi, intravena.
V. Dasar Teori
Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk ke dalam
tubuh, sehingga menentukan keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang
merugikan. Rute pemberian obat dibagi dua, yaitu enteral dan parenteral.
1. Jalur Enteral
Jalur enteral berarti pemberian obat melalui saluran gastrointestinal (GIT), seperti
pemberian obat melalui sublingual, bukal, rektal, dan oral. Pemberian melalui oral
merupakan jalur pemberian obat yang paling banyak digunakan karena paling murah, paling
mudah dan paling aman. Kerugian dari pemberian melalui jalur enteral adalah absorbsinya
lambat, tidak dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar atau tidak dapat menelan
2. Jalur Parenteral
Parenteral berarti tidak melalui enteral. Termasuk jalur parenteral adalah transdermal
(topikal), injeksi dan inhalasi. Pemberian obat melalui jalur ini dapat menimbulkan efek
sistemik atau lokal.
C. Hewan Uji
Tikus putih
D. Prosedur Kerja
1. Rute oral
a. Dengan alat suntik yang dilengkapi dengan jarum oral yang berujung tumpul
(berbentuk bola).
b. Jarum oral dimasukan ke dalam mulut , pelan-pelan diluncurkan melalui langit-langit
ke arah belakang oesofagus lambung dan cairan dimasukan
VIII. Pembahasan
IX. Kesimpulan
X. Daftar Pustaka
1. Syamsudin, Darmono, (2011), Farmakologi Eksperimental, Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
2. Priyanto dan Batubara, L., 2010, Farmakologi Dasar : Untuk Mahasiswa Farmasi &
Keperawatan, Edisi II, Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi, Depok Jakarta Barat.
XI. Latihan
1. Tentukan volume pemberian sesuai berat hewan uji (tikus putih) dengan rute pemberian
pada tabel berikut :
No. Berat Badan Rute Pemberian (Volume maksimal)
p.o i.p i.m s.c
(2,5 ml/200 g bb) (2 ml/200 g bb) (0,1 ml/200 g bb) (2 ml/200 g bb)
1. 210 g
2. 190 g
3. 225 g
4. 175 g
5. 180 g
Kegiatan Praktikum V
PENGARUH RUTE PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT
I. Hari/Tanggal :..................................................................................................
IV. Pendahuluan
Efek obat terjadi karena reaksi fisika-kimiawi antara obat dengan reseptor atau bagian
tertentu dari tubuh. Untuk dapat mencapai tempat kerjanya, banyak proses yang harus dilalui
oleh obat. Proses itu terdiri dari 3 fase, yaitu fase farmasetika, fase farmakodinamika dan fase
farmakodinamika.
Fase farmasetika merupakan fase yang dipengaruhi antara lain oleh cara pembuatan
obat, bentuk sediaan obat dan zat tambahan yang digunakan. Fase ke-2 atau fase
farmakokinetika, dipengaruhi oleh sifat fisiologi tubuh dan rute pemberian obat. Fase ke-3 atau
fase farmakodinamika menjelaskan interaksi obat dengan reseptor dalam menimbulkan efek.
Fase ini dipengaruhi oleh struktur kimia obat, jumlah obat yang sampai pada reseptor, afinitas
obat terhadap reseptor dan sifat ikatan antara obat dengan reseptornya.
Untuk mencapai efek farmakologis seperti yang diinginkan, obat dapat diberikan dengan
berbagai cara. Diantaranya melaui oral, subkutan, intra muskular, intra peritoneal, rectal dan
intra vena. Masing-masing cara pemberian ini memiliki keuntungan dan manfaat tertentu. Suatu
senyawa atau obat mungkin efektif jika diberikan melalui salah satu pemberian, tetapi tidak atau
kurang efektif jika diberikan melalui cara lain. Perbedaan ini salah satunya dapat disebabkan
oleh adanya perbedaan dalam hal kecepatan absorbsi dari berbagai cara pemberian tersebut,
yang selanjutnya berpengaruh terhadap efek atau aktivitas farmakologinya.
V. Dasar Teori
Absorbsi merupakan proses perpindahan obat dari tempat aplikasinya menuju ke sirkulasi
sistemik. Absorbsi menggambarkan kecepatan pada saat obat meninggalkan tempat atau sisi
pemberian. Agar dapat diabsorbsi obat harus dilepaskan dari bentuk sediaannya. Pelepasan
obat dari sediaannya tergantung dari faktor fisika kimiawi obat, bentuk sediaan, dan lingkungan
dalam tubuh tempat obat diabsorbsi. Dalam hal ini, formulasi bentuk sediaan adalah faktor yang
paling penting dalam pelepasan obat.
Apabila molekul obat terikat pada permukaan kulit atau membran mukos oleh ikatan ion,
ikatan hidrogen atau van der Waals dinamakan adsorbsi. Sedangkan jika obat mencapai
lapisan yang lebih dalam tetapi tidak mencapai kapiler darah dinamakan peristiwa penetrasi.
Kemudian obat menembus melalui dinding kapiler dan menuju sirkulasi sistemik dinamakan
absorbsi.
Obat harus berada dalam larutan air pada tempat absorbsi agar dapat diabsorbsi.
Absorbsi suatu obat dapat terjadi pada bagian bukal, sublingual, gastrointestinal (saluran
cerna), kulit (kutan), otot (muskular), rongga perut (peritoneal), mata (okular), nasal (hidung),
Jur. Farmasi Poltekkes Manado 31
Penuntun Praktikum Farmakologi Dasar
paru atau rektal. Mekanisme absorbsi bisa dengan cara difusi pasif, transpor aktif, transpor
konvektif, difusi terfasilitasi, transpor pasangan ion dan pinositosis.
2. Bioavaibilitas
Bioavaibilitas atau ketersediaan hayati merupakan parameter keefektifan suatu obat
diabsorbsi. Bioavaibilitas merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kandungan obat di mana obat dapat mencapai tempat aksinya. Bioavaibilitas merupakan
fungsi dari dua hal yaitu kecepatan obat terabsorbsi dan ukuran obat yang diabsorbsi.
D. Hewan Uji
Tikus putih
E. Prosedur Kerja
1. Siapkan alat dan bahan
2. Hewan uji dipuasakan ± 12 jam
3. Hewan uji dibagi dalam 4 kelompok, berturut turut untuk pemberian per oral, subkutan,
intra muscular, dan intra peritoneal
4. Hewan uji ditimbang dan diperhitungkan dosis & volume larutan uji Ketamin yang akan
diberikan. Dosis diazepam 10 mg/kg bb (konversi ke dosis tikus)
5. Larutan diazepam diberikan pada hewan uji dengan cara pemberian sesuai dengan
masing-masing kelompok.
a. Oral, melalui mulut dengan jarum ujung tumpul
b. Subkutan, masukan sampai di bawah kulit pada tengkuk hewan uji dengan jarum
injeksi
c. Intra muscular, suntikan ke dalam otot pada daerah otot paha
d. Intra peritoneal, suntikan ke dalam rongga perut. Hari-hati jangan sampai masuk ke
dalam usus.
6. Amati dengan cermat dan catat waktu hilangnya refleks balik badan ditandai dengan
hilangnya kemampuan hewan uji untuk membalikkan badan dari keadaan terlentang.
7. Hitung onset dan durasi waktu tidur Ketamin dari masing-masing kelompok percobaan.
VIII. Pembahasan
IX. Kesimpulan
X. Daftar Pustaka
1. Nugroho, A.E., (2012), Prinsip Aksi & Nasib Obat Dalam Tubuh, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
2. Syamsudin, Darmono, (2011), Farmakologi Eksperimental, Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
3. Priyanto dan Batubara, L., 2010, Farmakologi Dasar : Untuk Mahasiswa Farmasi &
Keperawatan, Edisi II, Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi, Depok Jakarta Barat.
XI. Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan onzet dan durasi?
2. Tuliskan data-data farmakologi, meliputi data farmakokinetika (onzet, durasi, bioavaibilitas,
klirens total, volume distribusi, waktu paruh) dan data farmakodinamika (mekanisme kerja,
indikasi, kontra indikasi, efek samping dan dosis) dari Ketamin.
Kegiatan Praktikum VI
AKTIVITAS ANTIMIKROBA, ANTISEPTIK & DESINFEKTAN
I. Hari/Tanggal :..................................................................................................
IV. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara tropis, dimana infeksi masih merupakan penyakit utama.
Oleh karena itu penggunaan antimikroba masih paling dominan dalam pelayanan kesehatan.
Jumlah dan jenis antimikroba sangat banyak dan selalu bertambah seiring perkembangan
penyakit infeksi.
Suatu zat untuk dapat berguna sebagai antimikroba harus dapat menghambat
pertumbuhan atau membunuh mikoorgansime patogen tetapi tanpa membahayakan manusia
atau mempunyai sifat toksisitas selektif. Selain itu zat antimikroba juga harus dapat menembus
membran sehingga dapat mencapai tempat bakteri berada.
V. Dasar Teori
Antimikroba adalah senyawa yang digunakan untuk memberantas infeksi organisme
pada manusia. Senyawa tersebut harus bersifat toksisitas selektif yang artinya senyawa
tersebut harus bersifat toksik terhadap mikroorganisme penyebab penyakit tetapi tidak toksik
terhadap sel inangnya.
Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi yang dapat
digunakan untuk membunuh atau menekan pertumbuhan bakteri. Antiseptik adalah suatu bahan
kimia yang digunakan untuk membunuh organisme patogen yang dilakukan pada mahluk hidup
sedangkan desinfektan dilakukan pada benda mati.
b. Aktivitas antimikroba
1) Bakteriostatis adalah penghambatan pertumbuhan atau multiplikasi suatu bakteri.
2) Bakterisid adalah bersifat destruktif (membunuh) bakteri tertentu.
C. Prosedur Kerja
Pada praktikum ini untuk uji efektivitas antimikroba menggunakan metode Kirby-Bauer (yang
dimodifikasi) dan inokulasi bakteri pada cawan petri menggunakan teknik Spread-Plate.
1. Siapkan bakteri dan jamur yang telah ditumbuhkan pada media yang sesuai pada cawan
petri (E. coli) dan (S. aureus) pada medium NA dan jamur pada medium PDA dengan
teknik Spread-Plate.
2. Penyiapan cakram antibiotik
a. Cakram blank:
- Kertas cakram blank (steril) dicelupkan kedalam larutan antibiotik dan
antiseptik/desinfektan, setelah itu tiriskan larutan yang berlebih pada kertas
cakram pada dinding cawan penguap karena dikhawatirkan larutan akan
meluas dipermukaan agar jika larutan terlalu banyak.
- Larutan antibiotic/antiseptic/desinfektan dapat juga diteteskan sebanyak 20 μl
pada permukaan kertas dengan hati-hati agar tidak ada cairan yang meluber.
3. Kertas cakram diletakkan dipermukaan agar dengan pinset. Tekan dengan pinset
supaya kertas cakram benar-benar menempel pada agar
4. Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC untuk bakteri dan suhu kamar 25oC untuk jamur
5. Zona hambat yang terbentuk diukur diameternya.
VIII. Pembahasan
IX. Kesimpulan
X. Daftar Pustaka
1. Djide M.N., Sartini., 2006, Mikrobiologi Farmasi Dasar, Lab. Mikrobiologi Farmasi, Jurusan
Farmasi, FMIPA-UNHAS, Makassar.
2. Nugroho A.E., 2013, Farmakologi Obat-Obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi dan
Dunia Kesehatan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
3. Harley J.P., Prescott L.M., 2002, Laboratory Exercise in Microbiology 5th ed., The McGraw-
Hill Companies, New York.
4. Priyanto dan Batubara, L., 2010, Farmakologi Dasar : Untuk Mahasiswa Farmasi &
Keperawatan, Edisi II, Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi, Depok Jakarta Barat.
XI. Latihan
1. Tuliskan data farmakologi (farmakokinetika dan farmakodinamika) termasuk spektrum dan
aktivitas antimikroba dari sampel yang digunakan
2. Tuliskan efek merugikan dari E. coli dan S. aureus pada manusia.