Anda di halaman 1dari 62

PETUNJUK PRAKTIKUM PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI

Disusun oleh:
apt. Anjar Mahardian Kusuma, M.Sc.
apt. Susanti, M.Phil., Ph.D.
apt. Wahyu Utaminingrum, M.Sc.
apt. Ika Nurzijah, M.Sc.
apt. Irsalina Nurul Putri, M.Farm.

LABORATORIUM FARMAKOLOGI & FARMASI KLINIS


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2024

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………3

PETUNJUK KERJA LABORATORIUM ………………………………………………….5

MATERI 1. PENANGANAN HEWAN COBA ……………………………………………8

MATERI 2. PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORPSI OBAT ……...26

MATERI 3. ANALISIS STATISTIKA MENGGUNAKAN R ……………………………30

MATERI 4. METABOLISME OBAT DAN EFEK SEDATIF ……………………………34

MATERI 5. ANALGETIKA ……………………………………………………………….41

MATERI 6. ANTIINFLAMASI …………………………………………………………...47

MATERI 7. UJI TOKSISITAS AKUT …………………………………………………….53

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat-Nya
maka buku Petunjuk Praktikum Farmakologi-Toksikologi ini dapat terselesaikan
penyusunannya. Buku petunjuk ini disusun agar dapat membantu mahasiswa dalam
mempelajari Farmakologi-Toksikologi, khususnya Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Purwokerto. Materi dalam buku petunjuk ini kami susun dengan mengacu
praktikum yang dilaksanakan di Fakultas Farmasi UGM, khususnya di laboratorium
Farmakologi-Toksikologi. Untuk itu, ucapan terima kasih kepada kepala laboratorium
Farmakologi-Toksikologi atas bimbingan yang diberikan kepada kami dalam menyusun
buku ini.

Farmakologi secara sederhana dapat diartikan sebagai ilmu tentang khasiat obat. Beberapa
percobaan dalam buku petunjuk praktikum ini mencakup percobaan untuk menguji
aktivitas atau khasiat obat. Kami juga berharap dapat menunjukkan beberapa faktor yang
mempengaruhi khasiat obat tersebut, seperti : Perbedaan cara pemberian, perbedaan
struktur kimia, pemberian perlakuan bersama-sama obat lain dan sebagainya. Dalam
praktikum ini juga dipelajari bahwa perubahan kecepatan metabolisme suatu obat dapat
mempengaruhi efek farmakologinya.

Diharapkan Mahasiswa dapat berlatih keterampilan di dalam melakukan percobaan


dengan binatang. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam buku petunjuk
sederhana ini. Oleh karena itu, kritik dan saran demi perbaikan akan selalu kami harapkan.

Purwokerto, 1 Februari 2024

Penyusun

3
JADWAL PRAKTIKUM

4
PETUNJUK KERJA LABORATORIUM FARMAKOLOGI

1. Diperlukan kerja yang serius dan pemahaman tentang farmakologi dasar.

2. Sebelum memulai bekerja perlu mempelajari serta memahami petunjuk dan


prosedur percobaan.

3. Wajib menggunakan APD (Jas laboratorium, masker, sarung tangan, sepatu


tertutup).

4. Tidak diperkenankan membawa HP saat praktikum (hanya perwakilan


untuk keperluan dokumentasi Praktikum).

5. Tiga hal yang perlu diperhatikan selama bekerja di laboratorium


farmakologi.

Kebersihan

Selama bekerja selalu menjaga kebersihan. Diwajibkan pula memakai jas


praktikum yang bersih. Setelah selesai melakukan percobaan, bersihkan dan
keringkan alat-alat, cuci wadah binatang dan kembalikan ke tempat semula,
kertas kertas atau benda-benda lain yang tidak berguna dimasukkan ke dalam
keranjang sampah dan tinggalkan laboratorium dalam keadaan bersih, rapi
seperti pada waktu anda memasukinya. Dalam beberapa hal mungkin perlu
pembersihan dengan desinfektansi. Sampah biologi seperti sisa jaringan,
sampel darah, atau hewan mati, perlu ditempatkan tersendiri untuk selanjutnya
di insinerasi (diabukan).

Ketepatan

Ketepatan yang harus diperhatikan :

- ketepatan dalam menimbang bahan atau senyawa obat yang diperlukan

- ketepatan dalam mengukur volume larutan, suspensi atau sediaan obat lain
yang

akan diberikan.

5
- ketepatan dalam menentukan dosis obat yang akan diberikan.

- ketepatan cara pemberian obat

Pengamatan

Percobaan akan memberikan hasil yang baik jika pengamatan dilakukan secara
layak dan setiap perubahan yang terjadi harus segera dicatat.

6. Peserta praktikum harus datang tepat pada waktunya, bagi yang berhalangan
hadir, wajib memberikan keterangan yang jelas.

7. Setiap kali praktikum, akan diadakan pretes individu 15 menit pertama


sebelum praktikum dimulai.

8. Nilai pretest minimal adalah 60 agar dapat lulus dan dapat melaksanakan
praktikum.

9. Tidak diadakan praktikum ulang (inhal). Diwajibkan mengikuti 75%


kegiatan praktikum, jika tidak akan dinyatakan gugur dan dipersilakan
mengikuti praktikum tahun berikutnya.

10. Peserta praktikum tidak boleh meninggalkan laboratorium selama


praktikum berlangsung, kecuali dengan izin khusus dari pemimpin
praktikum. Hanya seorang praktikan dari 1 kelompok yang diperbolehkan
meninggalkan laboratorium.

11. Peserta praktikum akan dibagi menjadi kelompok, setiap kelompok


bertanggung jawab atas peralatan yang dipakai dan percobaan yang
dilakukan.

12. Dalam semua percobaan, ada pembagian tugas dalam suatu kelompok
misalnya :

• Sebagian, menyiapkan alat-alat dan obat-obatan, mencatat dosis yang


digunakan dan menetapkan kadar obat dalam sampel biologis.

• Sebagian lain, menyiapkan binatang percobaan dan memberikan obat


pada binatang tersebut yang.

6
• Sisanya melakukan pengamatan dan mencatat hasil pengamatan.

13. Laporan praktikum harus dikumpulkan sebelum melakukan percobaan


berikutnya.

14. Beberapa percobaan hanya diperlukan hasil tiap kelompok, lainnya


memerlukan hasil-hasil dari kelompok untuk dihitung secara statistik.

15. Setiap kerusakan atau gangguan harus dilaporkan secepatnya.

16. Sebelum memulai percobaan, alat-alat yang diperlukan harus dicek terlebih
dahulu.

17. Binatang percobaan diperlakukan dengan benar, hal ini akan membantu
praktikan dalam melakukan percobaan, dan mengurangi pengaruh yang
tidak dikehendaki yang disebabkan karena takut dan sebagainya. Binatang
jangan disakiti.

18. Pada akhir praktikum akan diadakan responsi dan tidak diadakan responsi
ulang.

7
MATERI 1. PENANGANAN HEWAN COBA

A. Tujuan Praktikum

Mampu memahami dan mempraktikan penanganan berbagai hewan coba.

B. Tinjauan Pustaka

Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang sengaja


dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model, dan juga untuk
mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala
penelitian atau pengamatan laboratorik. Animal model atau hewan model
adalah objek hewan sebagai imitasi (peniruan)
manusia (atau spesies lain), yang digunakan untuk menyelidiki fenomena
biologis atau patobiologis (Hau & Hoosier Jr., 2003).

Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan berdasarkan kaidah dan metode


ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan
dari subjek terkait, dengan pemahaman teori dan pembuktian asumsi dan/atau
hipotesis. Hasil yang didapat merupakan kesimpulan yang dapat diaplikasikan
atau menjadi tambahan pengetahuan bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Walaupun demikian, kegiatan penelitian harus tetap menghormati hak dan
martabat subjek penelitian. Untuk mendapatkan penelitian ilmiah yang baik,
maka semua aspek dalam protokol penelitian harus direncanakan dengan
seksama, termasuk dalam pemilihan hewan percobaan, penting untuk
memastikan bahwa penggunaan hewan percobaan merupakan pilihan terakhir
dimana tidak terdapat cara lain yang bisa menggantikannya. Berikut
merupakan cara bekerja dengan hewan coba yang perlu diperhatikan:

Setiap orang (praktikan/periset) yang bekerja di laboratorium dengan


menggunakan binatang percobaan sebaiknya membaca :

• Petunjuk memelihara dan menggunakan binatang percobaan

• Dasar-dasar pemeliharaan binatang percobaan

8
Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi sebelum bekerja dengan
hewan uji, terutama faktor biologis hewan, perilaku, dan teknik penanganan
hewan uji yang akan digunakan perlu diperoleh sebelumnya.

Hilangkan perasaan takut dan tegang terhadap hewan yang akan digunakan
dalam percobaan.

Perlakukan hewan uji coba dengan tenang, sungguh-sungguh, hati-hati tanpa


keraguan dan penuh kasih sayang sesuai dengan etika penelitian pada hewan
uji coba.

Hindari tindakan atau penanganan yang mengakibatkan kerusakan fisik (luka)


pada hewan uji coba atau sebaliknya hewan uji coba mencederai peneliti atau
orang yang di sekitarnya.

Jangan melakukan tindakan apapun sebelum hewan uji tenang dan siap untuk
menerima perlakuan.

Cara memperlakukan hewan uji coba :

1. Kelinci dan Marmot : Jangan sekali-kali memegang telinga kelinci karena


saraf dan pembuluh darah dapat terganggu.

2. Tikus dan mencit : Peganglah hewan uji coba ini pada ekornya, tetapi hati-
hati jangan sampai binatang tersebut membalikan tubuhnya dan menggigit
anda. Karena itu selain ekornya peganglah juga bagian leher belakang dekat
kepala dengan ibu jari dan telunjuk.

Catatan :

Adakalanya diperlukan kaos tangan dari kulit atau karet yang cukup tebal untuk
melindungi tangan dari gigitan binatang. Akan tetapi bagi yang sudah terbiasa
lebih baik tanpa kaos tangan sebab kontak langsung dengan binatang akan lebih
mudah mengontrol gerakan hewan uji coba.

Menggunakan kembali binatang yang telah dipakai.

Untuk menghemat biaya, bila mungkin diperbolehkan memakai suatu binatang


percobaan lebih dari satu kali. Walaupun demikian jika hewan uji coba tersebut

9
telah digunakan dalam suatu periode dan obat yang digunakan pada percobaan
sebelumnya masih berada di dalam tubuh hewan uji coba, kemungkinan hasil
percobaan berikutnya akan memberikan data yang tidak benar. Hal ini terutama
terdapat pada kasus pemberian induktor dan inhibitor enzim. Dengan dalih ini
maka hewan uji coba baru boleh digunakan lagi untuk percobaan berikutnya
setelah selang waktu minimal 14 Hari.

10
KARAKTERISTIK BINATANG PERCOBAAN

Anjing
Mencit Tikus Marmot Kelinci
Karakterisitik (Canis
(Mus muculus) (Rattus rattus) (Cavia porcellus) (Oryctolagus cuniculus)
familiaris)
Pubertas 35 hari 40-60 hari 60-70 hari 4 bulan 7-9 bulan
Masa Beranak Sepanjang Sepanjang Sepanjang Mei - -
Tahun Tahun Tahun september
Hamil 19-20 hari 21-29 hari 63 hari 28-36 hari 62-63 hari
Jml sekali lahir 4-12 6-8 2-5 5-6 1-18
(biasanya 6-8)
Lama Hidup 2-3 tahun 2-3 tahun 7-8 tahun 8 tahun 12-16 tahun

Masa Tumbuh 6 bulan 4-5 bulan 15 bulan 4-6 bulan 12-15 bulan

Masa Laktasi 21 hari 21 hari 21 hari 40-60 hari 6-8 minggu

Frekuensi kelahiran /tahun 4 7 4 3-4 1-2

11
Suhu Tubuh 37,9 – 39,20C 37,7– 38,8 0C 37,8 –39,50C 8,5 – 39,50C 37,5-39,00C

Kecepatan Respirasi 136-216 100-150 100-150 50-60 15-28


/menit /menit /menit /menit /menit
Tekanan darah 147/106 130/150 - 110/80 148/100
Volume darah S/D S/D S/D S/D
Luas permukaan tubuh 7,5% B.B. 7,5% B.B. 6% B.B. 5% B.B. 7,2-9,5%
B.B.
O = K33 g2 O = K33 g2 O = K 3 3 g2 O = K33 g2
K K K K
= 11,4 = 11,4 = 11,4 = 11,4
g = berat g = berat g = berat g = berat
badan badan badan badan

12
CARA PEMBERIAN KODE BINATANG PERCOBAAN

Seringkali diperlukan untuk mengindentifikasi binatang yang terdapat dalam


suatu kelompok atau kandang. Sehingga binatang-binatang percobaan perlu
sekali diberi kode. Gunakan larutan 10% asam pikrat dalam air dan sebuah
sikat atau kuas.

Punggung binatang dibagi menjadi tiga bagian :

• Bagian kanan menunjukkan angka satuan

• Bagian tengah menunjukkan angka puluhan

• Bagian kiri menunjukkan angka ratusan

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

13
MEMBERI MAKAN BINATANG PERCOBAAN UNTUK
MENGURANGI VARIASI BIOLOGIS

1. Binatang percobaan biasanya memberikan hasil dengan deviasi yang lebih


besar dibandingkan dengan percobaan in vitro, karena adanya variasi
biologis. Maka untuk menjaga supaya variasi tersebut minimal, binatang-
binatang spesies dan strain yang sama, usia yang sama, jenis kelamin yang
sama, dipelihara pada kondisi yang sama pula.

2. Binatang percobaan harus diberi makan sesuai dengan makanan standar


untungnya dan diberi minum ad libitum.

3. Lebih lanjut untuk mengurangi variasi biologis, binatang harus dipuasakan


semalam sebelum percobaan dimulai. Dalam periode itu binatang hanya
diperbolehkan minum air ad libitum.

LUKA GIGITAN BINATANG

Imunisasi tetanus disarankan bagi semua orang yang bekerja dengan binatang
percobaan. Luka yang bersifat abrasif atau luka yang agak dalam karena gigitan
binatang ataupun karena alat-alat yang telah digunakan untuk percobaan
binatang harus diobati secepatnya menurut cara-cara pertolongan pertama pada
kecelakaan. Apabila korban gigitan belum pernah mendapat kekebalan
terhadap tetanus, ia harus mendapatkan imunisasi sebagai profilaksis.

MEMUSNAHKAN BINATANG

1. Cara terbaik untuk membunuh binatang ialah dengan memberikan suatu


anestetik overdosis. Injeksi barbiturat (natrium pentobarbital 300 mg/ml)
secara intravena untuk anjing dan kelinci, secara intra peritoneal atau intra
toraks untuk marmot, tikus dan mencit atau dengan inhalasi menggunakan
kloroform, karbon dioksida, nitrogen dan lain-lain dalam wadah tertutup
untuk ke semua binatang tersebut di atas.

14
2. Binatang disembelih, dimasukkan ke dalam kantong plastik dan dibungkus
lagi dengan kertas, diletakan di dalam tas plastik, ditutup dan disimpan
dalam almari pendingin atau langsung diabukan (insinerasi).

PEMBERIAN OBAT PADA BINATANG PERCOBAAN

1. Alat Suntik
a. Tabung dan jarum suntik harus steril jika akan digunakan pada kelinci,
marmut dan anjing. Tetapi tidak perlu steril melainkan bersih untuk tikus
dan mencit.
b. Setelah penyuntikan, cuci tabung dan jarum suntik tersebut, semprotkan
cairan ke dalam gelas beker, dan jarum suntik dipegang erat-erat. Ulangi
cara ini 3 kali.
2. Heparinisasi
a. Untuk heparinisasi (mencegah darah menggumpal) dipakai 10 unit heparin
per 1 mL darah.
b. Untuk mencegah penggumpalan darah sebelum dipakai tabung dan jarum
suntik dicuci dahulu dengan larutan jenuh natrium oksalat steril.

PENANGANAN HEWAN UJI

Penanganan hewan uji adalah tata cara memperlakukan hewan uji baik selama masa
pemeliharaan maupun selama masa uji berlangsung. Dalam hal ini terlibat berbagai
macam teknik, yakni pengambilan hewan dari kandang, pemegangan, daan,
pemberian senyawa, pengorbanan, pengambilan cuplikan hayati.

A. MENCIT
1. Pengambilan mencit dari kandang harus dilakukan dengan hati-hati,
karena mencit merupakan hewan yang selalu berusaha untuk menggigit
dan mampu meloncat sampai beberapa meter, bila tersentuh. Pertama
kali, buka kandang dengan hati-hati. Buka penutup kandang cukup untuk
tangan masuk saja. Berikutnya angkat mencit dengan cara memegang

15
ekor mencit (3-4 cm dari ujung), sehingga mencit dapat dipindahkan ke
tempat lain (gambar 1). Bila perlu mencit dapat diletakkan pada telapak
tangan guna pengamatan atau pemeriksaan lebih jauh (gambar 2).

Gambar 1 Gambar 2

2. Penanganan mencit dapat dilakukan sebagai berikut :


a. Letakkan mencit pada lembaran kawat biarkan keempat kakinya
mencengkeram kawat atau alas kasar (gambar 3). Dalam keadaan
demikian mencit dapat diberi tanda dengan asam pikrat atau tinta
cina sebagaimana mestinya.
b. Dengan tangan kiri, jepit kulit tengkuk di antara Telunjuk dan ibu
jari (gambar 4).
c. Pindahkan ekor dari tangan kanan ke antara jari manis dan jari
kelingking tangan kiri, sampai mencet dapat dipegang dengan erat
(gambar 5). Mencit siap mendapat perlakuan.

Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5

16
Keterangan :

Gambar 3. Ekor ditarik, mencit akan mencengkram pada permukaan yang


kasar.

Gambar 4. Mencit dipegang pada bagian kuduknya.

Gambar 5. Mencit dipegang pada bagian kelingking dan siap diinjeksi.

B. TIKUS
1. Pengambilan tikus dari kandang, sebaiknya tidak dilakukan dengan
memegang ekor seperti halnya mencit, karena tikus dapat menjadi stress
dan mengalami luka. Biasanya bila tikus diangkat dengan memegang
ekornya tikus akan berputar-putar diudara. Hal ini dapat diatasi dengan
memegang pangkal ekor atau langsung menggenggamnya diseputar bahu
(gambar 6).
2. Pemegangan tikus dapat dilakukan dengan cara :
a. Angkat tikus dari kandang pada pangkal ekornya dengan tangan
kanan
b. Biarkan tikus mencengkeram alas kasar atau kawat.
c. Luncurkan tangan kiri dari belakang tubuh/ punggungnya ke arah
kepala. Selipkan antara jari tengah dan telunjuk pada tengkuk tikus,
sedang ibu jari, jari manis, dan kelingking, selipkan di sekitar perut
(gambar 7).
d. Cara lain pemegangan tikus seperti pada gambar 8.

Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8

17
PEMBERIAN SEDIAAN UJI/PEMEJANAN PADA HEWAN UJI

A. PEMBERIAN ORAL

Dilakukan dengan cara memegang hewan uji seperti pada gambar 9. Masukkan
jarum suntik tumpul berisi larutan, suspensi, atau emulsi senyawa uji yang sesuai
dengan ukuran hewan melalui mulut dengan cara menelusurkan searah tepi langit-
langit ke arah belakang sampai esofagus. Semprotkan senyawa uji pelan-pelan.

Gambar 9

B. PEMBERIAN INTRAVENA

Dilakukan dengan cara memasukkan hewan ke dalam holder atau sangkar (gambar
10). Selanjutnya celupkan ekornya ke dalam air hangat (dilatasi Vena lateralis).
Setelah pembuluh vena mengalami dilatasi melebar, pegang ekor dengan kuat pada
posisi pembuluh vena berada di permukaan sebelah atas. Tusukan jarum dengan
ukuran yang sesuai ke dalam pembuluh vena sejajar dengan pembuluh vena.

18
Gambar 10

C. PEMBERIAN INTRAPERITONEAL

Dilakukan dengan cara memegang hewan uji seperti gambar 11, dengan kulit
punggung dijepit, sehingga daerah perut terasa tegang. Basahi daerah perut dengan
kapas beralkohol. Tusukan jarum suntik sejajar dengan salah satu kaki hewan pada
daerah perut, kurang lebih 1 cm di atas kelamin (gambar 10). Semprotkan senyawa
Uji. Setelah selesai pemberian, tarik pelan-pelan jarum suntik, tekan tempat
suntikan dengan kapas alkohol. Hati-hati jangan sampai terkena hati, kandung
kencing, dan usus.

19
Gambar 11

D. PEMBERIAN INTRAMUSKULAR

Dilakukan dengan cara memegang Hewan seperti pada gambar 12. Usap daerah
otot paha posterior dengan kapas beralkohol. Suntikan larutan senyawa uji pada
daerah otot tersebut. Setelah selesai,cabut pelan-pelan jarum suntik, tekan daerah
suntikan cairan ke bawah kulit (gambar 12).

Gambar 12

20
KONVERSI DOSIS DAN VOLUME MAKSIMUM LARUTAN YANG
DIBERIKAN PADA HEWAN UJI

Volume Maksimum (ml)


Binatang Cara Pemberian
i.v. i.m. i.p. s.c. p.o.
Mencit (20-30 g) 0,5 0,05 0,1 0,5 - 1,0* 1,0
Tikus (100 g) 1,0 0,1 2,0 - 5,0 2,0 - 5,0* 5,0
Kelinci ( 2,5 kg) 5,0 - 10,0 0,5 10,0 - 20,0 5,0 - 10,0 20,0

* didistribusikan ke daerah yang lebih luas

Volume cairan yang diberikan pada hewan uji = volume lazim = 1/2 vol. maksimum.

21
Perhitungan konversi dosis hewan uji berdasarkan luas permukaan tubuh
(Nair, Jacob, 2016)

22
METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan


1. Masker
2. Sarung tangan
3. Kandang restrain
4. Spuit oral
5. Spuit 1 ml
6. Hewan uji yang digunakan
a. Mencit
b. Tikus

B. Cara Kerja
1. Masing-masing kelompok mendapat 5 hewan coba
2. Timbang masing-masing hewan coba yang akan diberikan perlakuan
kemudian berikanlah penandaan pada hewan coba dengan kode sesuai
dengan ketentuan
3. Lakukan perhitungan dosis obat yang harus diberikan pada hewan uji
(diketahui dosis lazim obat 0,5 mg/kg BB pada manusia).
4. Lakukan penanganan hewan coba sesuai dengan ketentuan
5. Obat diberikan pada hewan uji dengan cara pemberian sesuai dengan
masing-masing kelompok dengan prosedur sesuai dengan ketentuan.
I. Oral, melalui mulut dengan jarum ujung tumpul (sonde).
II. Subkutan, masukkan sampai di bawah kulit pada tengkuk hewan uji
dengan jarum Injeksi.
III. Intra muskular, suntikan ke dalam otot pada daerah otot gluteus
maksimus.
IV. Intra peritoneal, suntikan ke dalam rongga perut. (hati-hati jangan
sampai masuk ke dalam usus)
V. Intra Vena, suntikan ke dalam Vena lateralis pada ekor hewan uji.

23
DAFTAR PUSTAKA

Hau, J., & Hoosier Jr., G. L. (2003). Handbook of Laboratory Animal Science
Second Edition. Boca Raton: CRC Press.

Nair, A. B. and Jacob, S. (2016) ‘A simple practice guide for dose conversion
between animals and human’, Journal of basic and clinical pharmacy, 7(2), p. 27.

Stevani, Hendra. Praktikum Farmakologi. 2016. Badan PPSDM Kesehatan.


Kementrian Kesehatan RI.

24
Lembar Kerja (Worksheet)
Hewan percobaan Volume
Cara pemberian
Bobot pemberian
Jenis

Perhitungan Dosis:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………….

25
MATERI 2. PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP

ABSORPSI OBAT

A. Tujuan Praktikum

Mengenal, mempraktekkan, membandingkan metode pemberian obat terhadap


kecepatan absorpsi, menggunakan data farmakologi sebagai tolok ukurnya.

B. Tinjauan Pustaka

Untuk mencapai efek farmakologis dari obat seperti yang diinginkan, obat tersebut
dapat diberikan dengan berbagai cara. Diantaranya melalui oral, sub kutan, intra
muscular, intra peritoneal, per rektal dan intra vena. Masing-masing cara
pemberian ini memiliki keuntungan dan manfaat tertentu. Suatu senyawa atau obat
mungkin efektif jika diberikan melalui salah satu cara pemberian, tetapi tidak atau
kurang efektif jika diberikan melalui cara lain. Perbedaan ini salah satunya dapat
disebabkan oleh adanya perbedaan dalam hal kecepatan absorpsi dari berbagai cara
pemberian tersebut, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap ketersediaan
hayati obatdistribusi, metabolisme dan ekskresi dan pada akhirnya juga
berpengaruh terhadap didalam sirkulasi sistematik dan selanjutnya akan
mempengaruhi efek atau aktivitas farmakologi obat.

C. Alat dan Bahan


1. Diazepam 5 mg/mL
2. Alkohol 70 %.
3. Spuit injeksi dan jarum (1-2 ml).
4. Jarum berujung tumpul (untuk per oral)
5. Sarung tangan
6. Stopwatch
7. Hewan uji: mencit

26
D. Cara kerja
1. Masing-masing kelompok mendapat 3 mencit
2. Mencit ditimbang dan dilakukan perhitungan dosis obat yang harus
diberikan pada hewan uji (diketahui dosis lazim diazepam 0,5 mg/kg
BB pada manusia).
3. Diazepam diberikan pada hewan uji dengan cara pemberian sesuai
dengan masing-masing kelompok.
I. Oral, melalui mulut dengan jarum ujung tumpul.
II. Subkutan, masukkan sampai di bawah kulit pada tengkuk hewan
uji dengan jarum Injeksi.
III. Intra muskular, suntikan ke dalam otot pada daerah otot gluteus
maksimus.
IV. Intra peritoneal, suntikan ke dalam rongga perut. (hati-hati jangan
sampai masuk ke dalam usus)
V. Intra vena, suntikan ke dalam Vena lateralis pada ekor hewan uji.

4. Setelah hewan uji mendapat perlakuan, amati dan catat waktu hilangnya
refleks balik badan serta waktu kembalinya refleks balik badan.

Hilangnya refleks balik badan ditandai dengan hilangnya kemampuan


hewan uji untuk membalikan badannya. Jika ia ditelentangkan (30
detik). Kembalinya refleks balik badan ditandai dengan kembalinya
kemampuan untuk membalikkan badan dari keadaan telentang.

5. Hitung onset dan durasi waktu tidur – diazepam -- dari masing-masing


kelompok percobaan, dan lakukan analisis statistika terhadap data yang
diperoleh.

27
E. Daftar Pustaka
Brunton L.L., & Hilal-Dandan R, & Knollmann
B.C.(Eds.), (2017). Goodman & Gilman's: The Pharmacological Basis of
Therapeutics, 13e. McGraw Hill.
https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?bookid=2189&sectioni
d=165936845
Hau, J., & Hoosier Jr., G. L. (2003). Handbook of Laboratory Animal Science
Second Edition. Boca Raton: CRC Press.

Nair, A. B. and Jacob, S. (2016) ‘A simple practice guide for dose conversion
between animals and human’, Journal of basic and clinical pharmacy, 7(2),
p. 27.

Stevani, Hendra. Praktikum Farmakologi. 2016. Badan PPSDM Kesehatan.


Kementrian Kesehatan RI.

F. Lembar Kerja

Perhitungan Dosis dan Volume Pemberian

a. Diketahui:
- Dosis Diazepam pada Manusia: 0,5 mg/kgBB
- Berat Mencit :
1. ……………. gram
2. ……………. gram
3. ……………. gram
- Konsentrasi Diazepam yang disediakan …………….
b. Ditanyakan:

28
- Dosis pada mencit : - Volume yang di berikan:
Jawab: Jawab:
- 1. … - 1. …
- 2….. - 2…..
- 3…. - 3….

Tabel hasil percobaan

No. Cara Jam Reflek Balik Badan Onset Durasi


Hewan Pemberian Pemberian Hilang Kembali (menit) (menit)
1
Per Oral
2
3
4
5 Subkutan
6
7
8 Intramuskular
9
10
11 Intraperitoneal
12
13
Intravena
14
15

29
MATERI 3. ANALISIS STATISTIKA MENGGUNAKAN R

A. Tujuan Praktikum

Melakukan analisis statistika pada data penelitian yang diperoleh, menentukan tes
statistika yang tepat dan mampu menelaah data hasil analisis yang diperoleh.

B. Tinjauan Pustaka

Dalam analisis data farmakologi, uji statistika menjadi landasan penting untuk
mengevaluasi efek obat atau zat kimia terhadap organisme atau sistem biologis
dengan akurasi dan keandalan. Salah satu uji statistika yang sering digunakan
adalah uji-t, yang berguna untuk membandingkan rata-rata antara dua kelompok
data yang independen atau berpasangan, seperti kelompok perlakuan dan kontrol
dalam eksperimen farmakologi. Uji-t memberikan informasi tentang apakah
perbedaan antara kelompok-kelompok ini signifikan secara statistik. Selain itu,
analisis varians (ANOVA) juga menjadi instrumen penting dalam analisis data
farmakologi karena memungkinkan perbandingan rata-rata di antara lebih dari dua
kelompok data, seperti ketika ada beberapa dosis obat yang ingin dievaluasi secara
bersamaan. ANOVA memungkinkan identifikasi perbedaan yang signifikan antara
kelompok-kelompok tersebut, yang dapat membantu peneliti dalam menentukan
dosis optimal atau merancang percobaan lebih lanjut.

Di samping uji parametrik seperti uji-t dan ANOVA, uji non-parametrik juga
digunakan dalam analisis data farmakologi ketika asumsi tentang distribusi data
tidak terpenuhi atau ketika data bersifat ordinal. Contoh uji non-parametrik yang
sering digunakan adalah uji Wilcoxon untuk membandingkan dua kelompok
berpasangan dan uji Kruskal-Wallis untuk membandingkan tiga atau lebih
kelompok independen. Analisis regresi juga merupakan alat yang penting dalam
konteks farmakologi, karena memungkinkan penentuan hubungan antara dosis obat
dan respons biologis, serta memprediksi respons terhadap dosis yang berbeda.

30
Dalam implementasinya, banyak peneliti farmakologi menggunakan bahasa
pemrograman R untuk melakukan analisis statistika, karena R menyediakan
berbagai paket dan fungsi statistika yang kuat serta fleksibel. Selain itu, R dikenal
sebagai bahasa pemrograman yang dapat digunakan oleh non-programmer karena
sintaksnya yang mudah dipahami dan berbagai paket yang dapat digunakan dengan
mudah tanpa perlu pengetahuan pemrograman yang mendalam. Dengan
menggunakan R, peneliti dapat dengan mudah menerapkan berbagai uji statistika
dan melakukan visualisasi data dengan efisien, memperkuat validitas dan
interpretasi hasil dari eksperimen farmakologi mereka.

C. Alat dan Bahan

1. Perangkat computer ataupun laptop dengan instalasi perangkat lunak R dan


R studio.

• Website untuk menginstal R untuk perangkat Windows computer:


https://cran.r-project.org/bin/windows/

• Website untuk mengistal R studio untuk perangkat Windows


computer: https://posit.co/downloads/

2. Data yang akan dianalisis dalam format .csv

D. Cara Kerja

1. Persiapan Data: Import data farmakologi ke dalam lingkungan R


menggunakan fungsi seperti read.csv() atau read.table().

2. Eksplorasi Data:

Lakukan eksplorasi data untuk memahami struktur data, termasuk melihat


beberapa baris pertama data menggunakan fungsi head() atau View(), dan
mendapatkan ringkasan statistik deskriptif menggunakan fungsi summary()
atau describe().

31
3. Visualisasikan data menggunakan plot seperti histogram, boxplot, atau
scatterplot untuk memeriksa distribusi dan pola dalam data menggunakan
paket seperti ggplot2.

4. Uji Distribusi Data:

Lakukan uji distribusi data untuk memeriksa apakah data terdistribusi normal.
Untuk data parametrik, gunakan uji Shapiro-Wilk atau uji Kolmogorov-
Smirnov dari paket nortest. Untuk data non-parametrik, gunakan uji Lilliefors
atau uji Anderson-Darling.

5. Tes Statistik:

• Jika data terdistribusi normal dan memenuhi asumsi uji parametrik,


lakukan T-tes menggunakan fungsi t.test() dari paket stats.

• Jika terdapat lebih dari dua kelompok yang ingin dibandingkan,


lakukan analisis varians (ANOVA) menggunakan fungsi aov() dari
paket stats.

• Jika data tidak terdistribusi normal atau asumsi uji parametrik tidak
terpenuhi, lakukan uji non-parametrik seperti uji Kruskal-Wallis
menggunakan fungsi kruskal.test() dari paket stats.

6. Interpretasi Hasil:

Interpretasikan hasil uji statistik dengan mempertimbangkan nilai p-nilai,


interval kepercayaan, dan size effects. Perhatikan apakah ada perbedaan yang
signifikan antara kelompok-kelompok yang dibandingkan.

Jika hasilnya signifikan, lanjutkan dengan analisis post-hoc (jika diperlukan)


untuk menentukan perbedaan yang spesifik antara kelompok-kelompok.

7. Visualisasi Hasil:

• Buat visualisasi tambahan seperti grafik batang atau diagram boxplot


untuk memperjelas perbedaan antara kelompok-kelompok yang
dibandingkan.

32
• Gunakan paket visualisasi seperti ggplot2 untuk menghasilkan
visualisasi yang menarik dan informatif.

E. Daftar Pustaka

Gio, P. U. (2018). Belajar Statistika dengan R.


Schmuller, J. (2017). Statistical analysis with R for dummies. John Wiley & Sons.
Thulin, M. (2021). Modern Statistics with R: From wrangling and exploring data
to inference and predictive modelling. BoD-Books on Demand.

33
MATERI 4. METABOLISME OBAT DAN EFEK SEDATIF

A. Tujuan Praktikum
• Mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia terhadap enzim
pemetabolisme obat dengan mengukur perubahan efek farmakologinya.
• Mempelajari pengaruh obat penekan susunan saraf pusat

B. Tinjauan Pustaka

Metabolisme Obat

Metabolisme obat sering juga disebut biotransformasi. Walaupun antara keduanya


juga sering dibedakan. Sebagian ahli mengatakan bahwa istilah metabolisme hanya
diperuntukkan bagi perubahan-perubahan biokimiawi/ kimiawi yang dilakukan
oleh tubuh terhadap senyawa endogen sedang biotransformasi peristiwa yang sama
bagi senyawa eksogen (xenobiotika).

Pengetahuan tentang metabolisme obat menempati posisi penting dalam evaluasi


keamanan dan kemanfaatan suatu obat. Selain untuk mengetahui bagaimana obat
dimetabolisme dan di deaktivasi, juga untuk mengenal jalur dan kecepatan
distribusi dan eliminasi obat serta metabolitnya.

Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses metabolisme dapat dibagi menjadi dua
yakni :

Reaksi fase I meliputi reaksi-reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis; dan fase II atau
reaksi konjugasi (tabel I). Reaksi-reaksi enzimatik yang berperan dalam proses
tersebut sebagian besar terjadi di dalam sel-sel hepar, dan sisanya terjadi di organ-
organ lain seperti saluran cerna, baru, ginjal dan darah. Mikroflora gastrointestinal
lebih berperan dalam reduksi daripada oksidasi dan hidrolisis daripada konjugasi.

Tempat terjadinya reaksi reaksi oksidasi sebagian besar di dalam retikulum


endoplasmik sel. Namun proses tersebut juga bisa dikatalisir oleh enzim enzim
yang berbeda di dalam sitiosol ataupun mitokondria isi. Sedang reaksi fase II
(konjugasi) umumnya terjadi di dalam sitosol, kecuali reaksi glukuronidasi.

34
Tabel 1. Jalur metabolisme obat oleh enzim hepar

a. Reaksi fase 1 b. Reaksi fase II

1. Oksidasi 1. Konjugasi glukuronida

Hidroksilasi 2. Asilasi (termasuk asetilasi)

Dealkilasi 3. Metilasi

Pembentukan oksidasi 4. Pembentukan asam merkapturat

Desulfurisasi 5. Konjugasi sulfat

Dehalogenasi

Deaminasi

2. Reduksi

Reduksi aldehida

Reduksi Azo

Reduksi nitro

3. Hidrolisis

Deesterifikasi

Banyak obat-obatan yang mengalami deaktivasi dengan reaksi konjugasi, yaitu


suatu biosintesa dengan penempelan senyawa endogen (asam glukoronat, gugus-
gugus sulfat, metil dan asetil). Jika molekul obat sangat larut dalam lipid dan tidak
mempunyai gugus aktif untuk konjugasi, maka berbagai biotransformasi (oksidasi,
reduksi, dan hidrolisis) akan terjadi terlebih dahulu.

Dalam konjugasi dengan asam glukoronat (reaksi fase II yang paling lazim),
koenzim antara (uridine diphospho-glucuronic acid;UDPGA) bereaksi dengan obat
dengan adanya enzim glukoronil- transferase Untuk memindahkan glukuronida ke
atom O pada alkohol, phenol, atau asam karboksilat, atau atom S pada senyawa tiol
atau senyawa N pada senyawa-senyawa Amina dan sulfonamida.

35
Dalam konjugasi obat-obat dengan asam-asam amino (misal: glisih dan glutamin),
terjadi reaksi antara obat yang mempunyai gugus karboksilat dan telah diaktivasi
dengan koenzim A. Dalam konjugasi dengan glutation,epoksida atau aren oksida
yang sangat reaktif bereaksi dengan glutation, kemudian dimetabolisir lebih lanjut
menjadi asam-asam merkapturat (non-toksik).

Enzim-enzim mirosom hepar, mukosa usus dan jaringan lain, berperan dalam
oksigenasi xenobiotika dan senyawa-senyawa endogen (asam-asam lemak,
kolesterol dan hormon-hormon steroid). Dalam hidroksilasi, satu atom O akan
berikatan dengan atom-atom C, N dan S dari molekul obat. Reaksi ini dikatalisis
oleh sekelompok enzim retikulum endoplasmik hepar (mixed function oxidases
system = MFO) yang mendekatkan sitokron P-450 dan reduktase NADPH-
sitokrom-C.

Induksi dan penghambatan enzim

Banyak obat mampu menaikkan kapasitas metabolismenya sendiri dengan induksi


enzim (menaikkan kecepatan sintesis enzim). Kenaikan Aktivitas enzim
metabolisme ini menyebabkan lebih cepatnya metabolisme dan yang pada
umumnya merupakan proses deaktivasi obat sehingga mengurangi kadarnya di
dalam plasma dan memperpendek waktu paro obat. Karena itu intensitas dan durasi
efek farmakologinya berkurang.

Sekobartital, pentobarbital, alobartital, dan fenobartital menaikkan kadar sitokrom


P-450, serta meningkatkan kecepatan beberapa reaksi metabolisme seperti deetilasi
fenasetin, demetilasi aminopirin, 4-hidroksilasi bifenil dan hidroksilasi
heksabarbital.

Pengaruh induksi dan penghambatan enzim terhadap efek farmakologik dan


toksisitas cukup besar, sehingga perlu diperhatikan oleh para praktisi. Sebagai
contoh pemberian fenobarbital bersama-sama dengan warfarin akan mengurangi
efek antikoagulasianya. Demikian pula pemberian simetidina suatu antagonis
reseptor H-2, akan menghambat aktivitas sitokrom P-450 dalam memetabolisis
obat-obat lain.

Induksi enzim menunjukkan variasi yang besar antar species, dan bahkan antar
keturunan dalam satu species. Selain itu variasi juga terjadi antara jaringan satu

36
dengan yang lain di dalam tubuh binatang. Pengetahuan tentang pengaruh induktor
dan inhibitor enzim terhadap laju metabolisme obat akan sangat membantu dalam
memperkirakan perubahan-perubahan yang pada efek farmakodinamikanya.

Efek Sedatif

Sedatif dapat didefinisikan sebagai suatu penekanan an (supresi) dari iritabilitas


(kesiapsiagaan) terhadap suatu tingkat stimulasi tetap (katzung, 2002: 36). Efek
sedatif bisa berupa efek utama maupun efek samping dari obat-obat tertentu. Jika
efek sedatif merupakan efek utama maka obat tersebut digolongkan ke dalam
kelompok sedatif-hipnotik.
Penggolongan suatu obat ke dalam kelompok sedatif-hipnotik menunjukkan bahwa
kegunaan terapeutik utamanya adalah menyebabkan sedasi (dengan disertai
hilangnya rasa hypnos=tidur) adalah zat dosis terapi diperuntukkan meningkatkan
keinginan faali untuk tidur Dan mempermudah atau menyebabkan kantuk.
Lazimnya obat ini diberikan pada malam hari. Jika obat diberikan pada siang hari
dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan menenangkan maka dinamakan
sedativa (obat-obat pereda). Sedativa berfungsi menurunkan aktivitas, mengurangi
ketegangan, dan menenangkan penggunanya (Tan dan Rahardja, 2002: 357).
Efek sedasi diperoleh dari penekanan sistem saraf pusat yang bergantung pada dosis
obat yang digunakan (katzung, 2002:26;Tan dan Rahardja, 2002: 357; Ganiswarna
et al, 1995: 124) bila digunakan dalam dosis yang meningkat, sedatif akan
menimbulkan efek berturut-turut peredaan, tidur, dan pembiusan total (anestesia);
sedangkan pada dosis yang lebih besar lagi akan menyebabkan koma, depresi
pernafasan, dan kematian (Tan dan Rahardja, 2002: 357).
Efek sedatif dapat mempengaruhi kemampuan koordinasi motorik hewan coba.
Besar kecilnya pengaruh terhadap koordinasi motorik tersebut dapat
menggambarkan besar kecilnya efek sedatif. Efek sedatif ini akan kita amati
melalui eksperimen dengan hewan coba, menggunakan parameter rotarod, daya
cengkeram, refleks kornea, dan diameter Pupil mata. Obat yang digunakan dalam
eksperimen ini adalah golongan obat sedatif meliputi benzodiazepin (diazepam),
barbiturat (luminal), dan hipnotik-sedatif lain ( kloralhidrat dan meprobamat)
dibandingkan dengan obat penenang (antipsikotik) yang juga mempunyai efek
sedatif tanpa menimbulkan efek anestetik berupa klorpromasin.

37
C. Alat dan Bahan
1. Penghambat enzim : Simetidin
2. Obat : Diazepam 5mg/mL
3. Jarum suntik oral (ujung tumpul)
4. Alat suntik (1 ml)
5. Rotarod (batang berputar)
6. Stopwatch
7. Hewan uji : Mencit

D. Cara kerja
1. Kelompok I (kontrol): Hewan uji diberikan larutan NaCl 0,9%
2. Kelompok II (kontrol) : Hewan uji diberi diazepam dosis tanggal (dosis
0,5 mg/kg BB manusia) secara i.m
3. Kelompok III : Seperti kelompok II, yang diberikan bersama-sama
dengan simetidin (6 mg/kgBB manusia) secara per oral 1 jam
sebelumnya.
a. Pengamatan : Jumlah jatuh (Uji Rotarod), daya cengkram (kuat/lemah),
diameter pupil (Normal/mengecil)

E. Daftar Pustaka
Brunton L.L., & Hilal-Dandan R, & Knollmann B.C.(Eds.), (2017). Goodman &
Gilman's: The Pharmacological Basis of Therapeutics, 13e. McGraw Hill.
https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?bookid=2189&sectionid=16
5936845
La Du, B.N., Mandel, H.G. dan Way, E.L., 1971, Fundamentals of Drug
Metabolism and Drug Disposition, The Williams & Wilkins Company, Baltimore,
pp 149-578.
Katzung B.G., & Vanderah T.W.(Eds.), (2021). Basic & Clinical Pharmacology,
15e. McGraw
Hill. https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?bookid=2988&sectioni
d=250593594

38
F. Lembar Kerja/Worksheet

Uji
Durasi Waktu
Rotarod Daya Diameter
Kelompok PraPerlakuan Obat timbul Pengamatan
(Jumlah cengkram Pupil
efek Efek sedatif
Jatuh)

I - - (0,9 % garam 15’


fisiologis)/IP

30’

60’

120’

II - Diazepam dosis 15’


tunggal

30’

39
60’

120’

III Simetidin P.O 1 jam Diazepam dosis 15’


sebelumnya tunggal

30’

60’

120’

40
MATERI 5. ANALGETIKA

A. Tujuan Praktikum
Mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan daya analgetika asetosal dan
parasetamol menggunakan metode rangsang kimia.

B. Tinjauan Pustaka
Analgetika adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi rasa
sakit atau nyeri. Secara umum analgetika dibagi ke dalam dua golongan, yakni
analgetika non narkotika (misalnya: Asetosal, paracetamol) dan analgetika
narkotika atau visceral analgesics (misalnya : Morfin ).
Analgetika yang diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa nyeri yang
dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsangan nyeri seperti rangsang mekanis, kimia
dan fisis. Rasa nyeri tersebut terjadi akibat terlepasnya mediator mediator nyeri
(misalnya, prostaglandin) dari jaringan yang kemudian merangsang reseptor nyeri
di ujung saraf perifer ataupun di tempat lain. Dari tempat-tempat ini selanjutnya
rangsang nyeri diteruskan ke pusat nyeri di korteks serebri oleh syaraf sensoris
melalui sumsum tulang belakang.
Berdasarkan atas rangsangan yang dipergunakan, maka terdapat berbagai metode
penetapan daya analgetik suatu obat. Salah satu diantaranya menggunakan
rangsang kimia sebagai penimbul rasa nyeri, seperti yang akan dipraktekan dalam
praktikum ini.

C. Alat dan Bahan


1. Spuit injeksi (0,1 – 1 ml)
2. Jarum oral (ujung tumpul)
3. beker glass (1 – 2 liter)
4. Stopwatch
5. Larutan CMC Na dalam air 1% (air panas)
6. Suspensi asetosal 1% dalam CMC Na 1%

41
7. Suspensi parasetamol 1% dalam CMC Na 1%
8. Larutan steril asam asetat 1%
9. Hewan uji : Mencit

D. Cara kerja
1. Mencit kelompok I, diberi larutan CMC Na 1%, melalui oral dengan
volume sama dengan larutan pembawa obat pada kelompok tikus
perlakuan.
2. Mencit kelompok II, diberi parasetamol 1% dalam CMC Na 1%, melalui
oral.
3. Mencit kelompok III, asetosal 1% dalam CMC Na 1%, melalui oral.

Pengumpulan data

Setelah ketiga kelompok hewan uji mendapat perlakuan, 5 menit kemudian, seluruh
hewan uji disuntik intra peritoneal larutan steril asam asetat 3% v/v dengan dosis
300 mg/kg BB mencit. Beberapa menit kemudian mencit akan menggeliat (perut
kejang dan kaki ditarik ke belakang).
Catat jumlah kumulatif geliat yang timbul setiap selang waktu 5 menit selama 60
menit. Hitung persen daya analgetic dengan rumus :

% daya analgetic = 100 – (P/K x 100)

Dimana, P = jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi obat analgetik

K = jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi CMC Na (kontrol)

42
Analisis hasil

Bandingkan daya analgetik asetosal dan parasetamol dengan uji t, taraf kepercayaan
95%.

E. Daftar Pustaka
Brunton L.L., & Hilal-Dandan R, & Knollmann B.C.(Eds.), (2017). Goodman &
Gilman's: The Pharmacological Basis of Therapeutics, 13e. McGraw Hill.
https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?bookid=2189&sectionid=16
5936845
Hau, J., & Hoosier Jr., G. L. (2003). Handbook of Laboratory Animal Science
Second Edition. Boca Raton: CRC Press.

Nair, A. B. and Jacob, S. (2016) ‘A simple practice guide for dose conversion
between animals and human’, Journal of basic and clinical pharmacy, 7(2), p. 27.

Stevani, Hendra. Praktikum Farmakologi. 2016. Badan PPSDM Kesehatan.


Kementrian Kesehatan RI.

43
F. Lembar Kerja (Worksheet)

Perhitungan Dosis

1. Perhitungan Parasetamol (PO)


a. Diketahui:
- Dosis Parasetamol pada Manusia 8 mg/kgBB
- Berat Mencit :
- Konsentrasi Parasetamol yang disediakan ……………..
b. Ditanyakan:
- Dosis pada mencit :
Jawab:

- Volume yang di berikan:


Jawab:

2. Perhitungan Asetosal (PO)


a. Diketahui:
- Dosis Asetosal pada Manusia 8 mg/kgBB
- Berat Mencit :
- Konsentrasi Asetosal yang disediakan ………………..
b. Ditanyakan:
- Dosis pada mencit :
Jawab:

- Volume yang di berikan:

3. Perhitungan Asam asetat 3 %


a. Diketahui:
- Pemberian Asam Asetat 300 mg/kgBB (dosis mencit)
- Berat Mencit : I= …. gram; II: …. gram, III: ….. gram

44
b. Ditanyakan:
- Volume yang di berikan Mencit I:
- Volume yang di berikan Mencit II:
- Volume yang di berikan Mencit III:
c. Jawab:

45
%Daya
Jumlah geliat mencit Jumlah
Kelompok Analgetik

5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ 35’ 40’ 45’ 50’ 55’ 60’

Kontrol

Parasetamol I

Parasetamol II

Parasetamol III

Asetosal I

Asetosal II

Asetosal III

46
MATERI 6. ANTIINFLAMASI

A. Tujuan Praktikum
Mempelajari daya anti inflamasi obat pada binatang dengan radang buatan.

B. Tinjauan Pustaka

Meskipun kejadian yang merupakan gabungan proses yang kompleks inflamasi


mempunyai tanda-tanda gejala yang bersifat umum yaitu bengkak kemerahan, nyeri
dan panas, tidak peduli sebabnya karena bahan kimia atau mekanis.

Obat-obat anti radang dibagi menjadi dua golongan utama, golongan kortikosteroid
dan nonsteroid. Argumen yang dewasa ini diterima mengenai mekanisme kerja
obat-obat tersebut ialah bahwa aksi obat-obat anti radang berkaitan dengan
penghambatan metabolisme asam arakhidonat (higgs dan Whittle, 1980).

Seperti diketahui asam arakhidonat adalah substrat untuk enzim enzim


siklooksigenase dan lipooksigenase. Siklooksigenase mensintesa siklik
endoperoksida (prostaglandin G-2 dan H-2) yang kemudian akan diubah menjadi
prostaglandin stabil, tromboksan dan prostasiklin. Ketika produk ini berasal dari
leukosit,dan senyawa-senyawa itu dijumpai pada keadaan kadang. Didalam
leukosit, asam arakhidonat ada oleh lipooksigenase akan diubah menjadi asam-
asam mono dan dihidroksi (HETE) yang merupakan prekursor dari leukotrien
(senyawa yang dijumpai pada keadaan anafilaksis). Dengan adanya rangsang
mekanis atau kimia, enzim lipooksigenase akan dipacu sehingga meningkatkan
produksi leukotrien dari asam arakhidonat.

Obat-obat yang dikenal menghambat siklooksigen secara spesifik (indometasin dan


salisilat) mampu mencegah produksi mediator inflamasi : PGE-2 dan prospasiklin.
Karena prostaglandin bersifat sinergik dengan mediator inflamasi lainnya (yakni
bradikinin dan histamin) maka pencegahan pembentukan prostaglandin akan
mengurangi efektivitas bradikinin dan histamin. Ibuprofen dan aspirin mampu
berikatan dengan siklooksigenase, dan bersifat kompetitif terhadap arakhidonat.

47
Secara in Vivo kortikosteroid mampu menghambat pengeluaran prostaglandin pada
tikus, kelinci, dan marmot. Penghambatan pengeluaran asam arakhidonat dan
fosfolipida juga akan mengurangi produk-produk siklooksigenase dan
lipooksigenase sehingga mengurangi mediator peradangan. Kedua enzim tersebut
dapat dihambat oleh benoksaprofen.

C. Alat dan Bahan


1. Jangka sorong
2. Spuit injeksi (1ml)
3. Karagenin 1% dalam CMC Na 1%
4. Dexamethasone
5. Natrium diklofenak
6. Kurkumin (murni) 2% CMC Na 1%
7. Tikus jantan (wistar 200-300 g)

D. Cara kerja
1. Tikus ditimbang dan kedua kaki belakang diberi tanda di atas lutut. Tikus
kontrol (n=3)
2. Telapak kaki kanan (subpiantar), disuntik dengan karagenin 0,1 mL ukurlah
segera besar udem dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran di
ulangi setiap 30 menit selama 3 jam kemudian.
3. Telapak kaki kiri, disuntik dengan 0,1 ml CMC Na 1% diukur volume
telapak kaki Seperti di atas.
4. Tikus perlakuan :
Tikus dibagi menjadi 3 kelompok, masing-masing sebanyak 3 ekor. Setiap
kelompok diberi obat intraperitoneal seperti berikut :
I. kurkumin murni 60 mg/kg BB manusia
II. dexamethasone 0,5 mg/kgBB manusia
III. natrium diklofenak 1 mg/kgBB manusia
1 jam Setelah pemberian obat, tikus disuntik dengan karagenin Seperti di
atas. Pengukuran besar Udem dilakukan segera dan setiap 30 menit selama
3 jam Setelah pemberian karagenin.

48
Pengumpulan data
Hitung persen penghambatan inflamasi untuk tiap obat pada tiap dosis uji.
% daya antiinflamasi =

T: Tebal kaki tikus kelompok control


T0: Tebal kaki tikus kelompok perlakuan
Jika daya antiinflamasi curcumin murni 60 mg/kg BB diberi skor 1 (absolut), hitung
potensi relatif tiap obat pada tiap dosis.

!"#
Potensi relatif daya antiinflamasi (%) = !$%
x 100%

Rbs: daya antiinflamasi (dalam %) kelompok perlakuan


Rnd: daya antiinflamasi (dalam %) kelompok kurkumin

E. Daftar Pustaka
Jurenka, J. S. (2009). Anti-inflammatory properties of curcumin, a major
constituent of Curcuma longa: a review of preclinical and clinical research.
Alternative medicine review, 14(2).
Katzung B.G., & Vanderah T.W.(Eds.), (2021). Basic & Clinical Pharmacology,
15e. McGraw Hill.
https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?bookid=2988&sectionid=25
0593594
Meirer, K., Steinhilber, D., & Proschak, E. (2014). Inhibitors of the arachidonic
acid cascade: interfering with multiple pathways. Basic & clinical pharmacology &
toxicology, 114(1), 83-91.

49
F. Lembar Kerja/Worksheet

Perhitungan Dosis
Perhitungan Kurkumin
Diketahui:
Dosis Kurkumin pada Manusia 60 mg/kgBB manusia
Berat Tikus :
Konsentrasi Kurkumin (murni) :

Ditanyakan:
Dosis pada tikus :
Jawab:

Volume yang di berikan:


Jawab:

Perhitungan Dexamethasone
Diketahui:
Dosis Dexamethasone 0,5 mg/kgBB manusia
Berat Tikus :
Konsentrasi Dexamethasone ………
Ditanyakan:
Dosis pada tikus :
Jawab:

Volume yang di berikan:


Jawab:

50
Perhitungan Natrium Diklofenak
Diketahui:
Dosis Natrium Diklofenak 1 mg/kgBB manusia
Berat Tikus :
Konsentrasi Natrium Diklofenak ……………….

Ditanyakan:
Dosis pada tikus :
Jawab:

Volume yang di berikan:


Jawab:

HASIL PENGAMATAN
Rata-Rata Ketebalan Udem (mm) tiap 30 menit
Kelompok
0' 30' 60' 90' 120' 150' 180'
Karagenin
Kurkumin
Dexamethasone
Natrium Diklofenak

Kelompok Persen Daya Antiinflamasi


0' 30' 60' 90' 120' 150' 180'
Karagenin
Kurkumin
Dexamethasone
Natrium Diklofenak

Jika daya antiinflamasi curcumin murni 60 mg/kg BB diberi skor 1 (absolut), hitung
potensi relatif tiap obat pada tiap dosis.

51
!"#
Potensi relatif daya antiinflamasi (%) = !$%
x 100%

Rbs: daya antiinflamasi (dalam %) kelompok perlakuan


Rnd: daya antiinflamasi (dalam %) kelompok kurkumin
Jawab:………………………………………………………………………………
……….

52
MATERI 7. UJI TOKSISITAS AKUT

A. Tujuan Praktikum

Untuk menganalisis efek toksisitas akut luminal yang diberikan secara oral kepada
mencit jantan (Mus musculus).

B. Tinjauan Pustaka

Toksisitas adalah kemampuan suatu bahan atau senyawa kimia untuk menimbulkan
kerusakan pada saat mengenai bagian dalam atau permukaan tubuh yang peka.
Untuk dapat mengetahui informasi efek toksik dari suatu obat atau bahan tertentu,
maka dapat diperoleh dari percobaan menggunakan hewan uji sebagai model yang
dirancang pada serangkaian uji toksisitas yang meliputi uji toksisitas akut oral,
toksisitas subkronis oral, toksisitas kronis oral, teratogenisitas, sensitisasi kulit,
iritasi mata, iritasi akut dermal, iritasi mukosa vagina, toksisitas akut dermal, dan
toksisitas subkronis dermal. Pemilihan uji tersebut, tergantung dari tujuan
penggunaan suatu zat dan kemungkinan terjadinya risiko akibat pemaparan pada
manusia. Banyak faktor dapat mempengaruhi validitas hasil uji toksisitas
diantaranya faktor dari sediaan uji, penyiapan sediaan uji, hewan uji, dosis, teknik
dan prosedur pengujian, serta kemampuan SDM sehingga sangat diperlukan
pemahaman terhadap bermacam-macam faktor tersebut.

Beberapa Faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan uji toksisitas

1. Dosis uji harus disesuaikan dengan dosis penggunaan yang lazim pada
manusia. Dosis lain meliputi dosis dengan faktor perkalian tetap yang
mencakup dosis yang setara dengan dosis penggunaan lazim pada manusia
sampai mencapai dosis yang dipersyaratkan untuk tujuan pengujian atau
sampai batas dosis tertinggi yang masih dapat diberikan pada hewan uji.
2. Pada setiap percobaan digunakan kelompok kontrol yang diberi
pelarut/pembawa sediaan uji tanpa sampel uji dan dapat juga digunakan
kelompok kontrol tanpa perlakuan tergantung dari jenis uji toksisitas.

53
3. Pada dasarnya pemberian sediaan uji harus sesuai dengan cara pemberian
atau pemaparan yang diterapkan pada manusia misalnya peroral (PO),
topikal, injeksi intravena (IV), injeksi intraperitoneal (IP), injeksi subkutan
(SK), injeksi intrakutan (IK), inhalasi, melalui rektal dll.
4. Uji Pada dasarnya pemilihan jenis hewan yang digunakan untuk uji
toksisitas harus dipertimbangkan beberapa faktor seperti sensitivitas, cara
metabolisme sediaan uji yang serupa dengan manusia, kecepatan tumbuh
serta mudah tidaknya cara penanganan sewaktu dilakukan percobaan.
Hewan pengerat seperti tikus dan mencit merupakan jenis hewan yang
memenuhi persyaratan tersebut diatas, sehingga paling banyak digunakan
pada uji toksisitas. Hewan yang digunakan harus sehat; asal, jenis dan galur,
jenis kelamin, usia serta berat badan harus jelas. Biasanya digunakan hewan
muda dewasa, dengan variasi bobot tidak lebih dari 20%.

TOKSISITAS AKUT

Pengujian toksisitas akut dengan menggunakan hewan percobaan diperlukan untuk


mendeteksi efek toksik yang muncul dalam waktu singkat setelah pemberian suatu
zat dalam dosis tunggal atau dosis berulang yang diberikan secara dalam waktu
tidak lebih dari 24 jam; apabila pemberian dilakukan secara berulang, maka
interval waktu tidak kurang dari 3 jam. Hasil toksisitas akut dievaluasi berdasarkan
kriteria bahaya dari GHS (Globally Harmonised Classification System for
Chemical Substances and Mixtures) yang tercantum dalam Thirteenth Addendum
to The OECD Guidelines for The Tesing of Chemicals (2001), Kriteria
penggolongan menurut OECD (2001) digunakan untuk penentuan kategori
toksisitas akut bahan kimia seperti pestisida serta untuk pelabelannya.

54
Kriteria penggolongan sediaan uji menurut OECD (pada tikus)

Kriteria penggolongan sediaan uji

C. Alat dan Bahan


1. Beaker
2. Gelas ukur
3. Spuit 1 ml
4. Spuit oral
5. Stop watch
6. Timbangan berat badan
7. Alkohol 70%
8. Aqua destilat

55
9. Natrium CMC
10. Luminal
11. Hewan yang digunakan: hewan yang digunakan adalah mencit jantan,
galur lokal dengan berat badan 20 g- 30g berumur antara 6 – 8 minggu

Dosis Pemberian

D. Cara kerja
1. Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit jantan sebanyak 20 ekor.
Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 5 kelompok dan masing–
masing kelompok terdiri dari 4 ekor. Setiap kelompok dipisahkan dalam
kandang yang berbeda.
2. Metode Uji Toksisitas Konvensional
a. Mencit dikelompokkan secara acak kedalam 5 kelompok, masing-
masing terdiri dari 4 ekor.
b. Kemudian tiap kelompok diberi perlakuan dimana a. Kelompok I
diberikan Suspensi Luminal sebanyak 0,1 ml/30 g BB Mencit, b.
Kelompok II diberi suspensi luminal sebanyak 0,2 ml/30 g BB
Mencit, c. Kelompok III diberi suspensi Luminal sebanyak 0,4 ml/30
g BB Mencit d. Kelompok IV diberi suspensi Luminal sebanyak 0,8
ml/30 g BB Mencit. e. Dan kelompok V yaitu kelompok kontrol yang
hanya diberikan Na.CMC 1% sebanyak 0,2 ml / 30 g BB mencit
c. Semua perlakukan secara oral

56
3. Mencit kemudian ditempatkan dan diamati efek toksisitas yang dapat
terjadi: gemetar, kejang, salivasi, diare, lemas, tidur dan koma
4. Pengamatan dilakukan selama 2 jam untuk tanda-tanda toksisitas dan
diamati selama 24 untuk jumlah mencit yang mati
5. Hasil pengamatan kemudian dicatat dan di hitung LD 50 untuk luminal

E. Daftar Pustaka
Erhirhie, E. O., Ihekwereme, C. P., & Ilodigwe, E. E. (2018). Advances in acute
toxicity testing: strengths, weaknesses and regulatory acceptance. Interdisciplinary
toxicology, 11(1), 5–12. https://doi.org/10.2478/intox-2018-0001

Stevani, Hendra. Praktikum Farmakologi. 2016. Badan PPSDM Kesehatan.


Kementrian Kesehatan RI.

57
F. Lembar Kerja/Worksheet

Gejala Toksisitas Luminal (Ya/Tidak) Jumlah Hewan Mati


Kelompok Waktu
Pernafasan Ataksia Nistagmus Diare Urinasi Saliva

Kontrol 5

10

20

40

80

120

24 jam

I 5

10

20

58
40

80

120

24 jam

II 5

10

20

40

80

120

24 jam

III 5

10

20

59
40

80

120

24 jam

IV 5

10

20

40

80

120

24 jam

60
Menghitung LD50

Penyelesaian :
Perhitungan

Log m= Log D +d (f+1)

61
- m = LD50
- D (Dosis terkecil yang diberikan = ………………………. mg/Kg
- d (log kelipatan dosis) = dosis diberikan dengan kelipatan 2x, jadi log
2 = 0,301
- r (urutan kematian per kelompok) = karena hewan yang mati, pada
kelompok 1 = 0, kelompok 2 = 1, kelompok 3 = 2, kelompok 4=3,
maka urutannya = 0,1,2,3
- f (faktor kematian dari tabel weil) = menurut tabel Weil urutan 0,1,2,3
faktor f = 1
Jawab:
Log m= ……………………………………………
Jadi LD50= …………………………………………..

62

Anda mungkin juga menyukai