FARMAKOLOGI
Disusun oleh:
apt. Anjar Mahardian Kusuma, M.Sc.
apt. Susanti, M.Phil., Ph.D.
apt. Wahyu Utaminingrum, M.Sc.
apt. Ika Nurzijah, M.Sc.
apt. Irsalina Nurul Putri, M.Farm.
1
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat-Nya
maka buku Petunjuk Praktikum Farmakologi-Toksikologi ini dapat terselesaikan
penyusunannya. Buku petunjuk ini disusun agar dapat membantu mahasiswa dalam
mempelajari Farmakologi-Toksikologi, khususnya Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Purwokerto. Materi dalam buku petunjuk ini kami susun dengan mengacu
praktikum yang dilaksanakan di Fakultas Farmasi UGM, khususnya di laboratorium
Farmakologi-Toksikologi. Untuk itu, ucapan terima kasih kepada kepala laboratorium
Farmakologi-Toksikologi atas bimbingan yang diberikan kepada kami dalam menyusun
buku ini.
Farmakologi secara sederhana dapat diartikan sebagai ilmu tentang khasiat obat. Beberapa
percobaan dalam buku petunjuk praktikum ini mencakup percobaan untuk menguji
aktivitas atau khasiat obat. Kami juga berharap dapat menunjukkan beberapa faktor yang
mempengaruhi khasiat obat tersebut, seperti : Perbedaan cara pemberian, perbedaan
struktur kimia, pemberian perlakuan bersama-sama obat lain dan sebagainya. Dalam
praktikum ini juga dipelajari bahwa perubahan kecepatan metabolisme suatu obat dapat
mempengaruhi efek farmakologinya.
Penyusun
3
JADWAL PRAKTIKUM
4
PETUNJUK KERJA LABORATORIUM FARMAKOLOGI
Kebersihan
Ketepatan
- ketepatan dalam mengukur volume larutan, suspensi atau sediaan obat lain
yang
akan diberikan.
5
- ketepatan dalam menentukan dosis obat yang akan diberikan.
Pengamatan
Percobaan akan memberikan hasil yang baik jika pengamatan dilakukan secara
layak dan setiap perubahan yang terjadi harus segera dicatat.
6. Peserta praktikum harus datang tepat pada waktunya, bagi yang berhalangan
hadir, wajib memberikan keterangan yang jelas.
8. Nilai pretest minimal adalah 60 agar dapat lulus dan dapat melaksanakan
praktikum.
12. Dalam semua percobaan, ada pembagian tugas dalam suatu kelompok
misalnya :
6
• Sisanya melakukan pengamatan dan mencatat hasil pengamatan.
16. Sebelum memulai percobaan, alat-alat yang diperlukan harus dicek terlebih
dahulu.
17. Binatang percobaan diperlakukan dengan benar, hal ini akan membantu
praktikan dalam melakukan percobaan, dan mengurangi pengaruh yang
tidak dikehendaki yang disebabkan karena takut dan sebagainya. Binatang
jangan disakiti.
18. Pada akhir praktikum akan diadakan responsi dan tidak diadakan responsi
ulang.
7
MATERI 1. PENANGANAN HEWAN COBA
A. Tujuan Praktikum
B. Tinjauan Pustaka
8
Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi sebelum bekerja dengan
hewan uji, terutama faktor biologis hewan, perilaku, dan teknik penanganan
hewan uji yang akan digunakan perlu diperoleh sebelumnya.
Hilangkan perasaan takut dan tegang terhadap hewan yang akan digunakan
dalam percobaan.
Jangan melakukan tindakan apapun sebelum hewan uji tenang dan siap untuk
menerima perlakuan.
2. Tikus dan mencit : Peganglah hewan uji coba ini pada ekornya, tetapi hati-
hati jangan sampai binatang tersebut membalikan tubuhnya dan menggigit
anda. Karena itu selain ekornya peganglah juga bagian leher belakang dekat
kepala dengan ibu jari dan telunjuk.
Catatan :
Adakalanya diperlukan kaos tangan dari kulit atau karet yang cukup tebal untuk
melindungi tangan dari gigitan binatang. Akan tetapi bagi yang sudah terbiasa
lebih baik tanpa kaos tangan sebab kontak langsung dengan binatang akan lebih
mudah mengontrol gerakan hewan uji coba.
9
telah digunakan dalam suatu periode dan obat yang digunakan pada percobaan
sebelumnya masih berada di dalam tubuh hewan uji coba, kemungkinan hasil
percobaan berikutnya akan memberikan data yang tidak benar. Hal ini terutama
terdapat pada kasus pemberian induktor dan inhibitor enzim. Dengan dalih ini
maka hewan uji coba baru boleh digunakan lagi untuk percobaan berikutnya
setelah selang waktu minimal 14 Hari.
10
KARAKTERISTIK BINATANG PERCOBAAN
Anjing
Mencit Tikus Marmot Kelinci
Karakterisitik (Canis
(Mus muculus) (Rattus rattus) (Cavia porcellus) (Oryctolagus cuniculus)
familiaris)
Pubertas 35 hari 40-60 hari 60-70 hari 4 bulan 7-9 bulan
Masa Beranak Sepanjang Sepanjang Sepanjang Mei - -
Tahun Tahun Tahun september
Hamil 19-20 hari 21-29 hari 63 hari 28-36 hari 62-63 hari
Jml sekali lahir 4-12 6-8 2-5 5-6 1-18
(biasanya 6-8)
Lama Hidup 2-3 tahun 2-3 tahun 7-8 tahun 8 tahun 12-16 tahun
Masa Tumbuh 6 bulan 4-5 bulan 15 bulan 4-6 bulan 12-15 bulan
11
Suhu Tubuh 37,9 – 39,20C 37,7– 38,8 0C 37,8 –39,50C 8,5 – 39,50C 37,5-39,00C
12
CARA PEMBERIAN KODE BINATANG PERCOBAAN
13
MEMBERI MAKAN BINATANG PERCOBAAN UNTUK
MENGURANGI VARIASI BIOLOGIS
Imunisasi tetanus disarankan bagi semua orang yang bekerja dengan binatang
percobaan. Luka yang bersifat abrasif atau luka yang agak dalam karena gigitan
binatang ataupun karena alat-alat yang telah digunakan untuk percobaan
binatang harus diobati secepatnya menurut cara-cara pertolongan pertama pada
kecelakaan. Apabila korban gigitan belum pernah mendapat kekebalan
terhadap tetanus, ia harus mendapatkan imunisasi sebagai profilaksis.
MEMUSNAHKAN BINATANG
14
2. Binatang disembelih, dimasukkan ke dalam kantong plastik dan dibungkus
lagi dengan kertas, diletakan di dalam tas plastik, ditutup dan disimpan
dalam almari pendingin atau langsung diabukan (insinerasi).
1. Alat Suntik
a. Tabung dan jarum suntik harus steril jika akan digunakan pada kelinci,
marmut dan anjing. Tetapi tidak perlu steril melainkan bersih untuk tikus
dan mencit.
b. Setelah penyuntikan, cuci tabung dan jarum suntik tersebut, semprotkan
cairan ke dalam gelas beker, dan jarum suntik dipegang erat-erat. Ulangi
cara ini 3 kali.
2. Heparinisasi
a. Untuk heparinisasi (mencegah darah menggumpal) dipakai 10 unit heparin
per 1 mL darah.
b. Untuk mencegah penggumpalan darah sebelum dipakai tabung dan jarum
suntik dicuci dahulu dengan larutan jenuh natrium oksalat steril.
Penanganan hewan uji adalah tata cara memperlakukan hewan uji baik selama masa
pemeliharaan maupun selama masa uji berlangsung. Dalam hal ini terlibat berbagai
macam teknik, yakni pengambilan hewan dari kandang, pemegangan, daan,
pemberian senyawa, pengorbanan, pengambilan cuplikan hayati.
A. MENCIT
1. Pengambilan mencit dari kandang harus dilakukan dengan hati-hati,
karena mencit merupakan hewan yang selalu berusaha untuk menggigit
dan mampu meloncat sampai beberapa meter, bila tersentuh. Pertama
kali, buka kandang dengan hati-hati. Buka penutup kandang cukup untuk
tangan masuk saja. Berikutnya angkat mencit dengan cara memegang
15
ekor mencit (3-4 cm dari ujung), sehingga mencit dapat dipindahkan ke
tempat lain (gambar 1). Bila perlu mencit dapat diletakkan pada telapak
tangan guna pengamatan atau pemeriksaan lebih jauh (gambar 2).
Gambar 1 Gambar 2
16
Keterangan :
B. TIKUS
1. Pengambilan tikus dari kandang, sebaiknya tidak dilakukan dengan
memegang ekor seperti halnya mencit, karena tikus dapat menjadi stress
dan mengalami luka. Biasanya bila tikus diangkat dengan memegang
ekornya tikus akan berputar-putar diudara. Hal ini dapat diatasi dengan
memegang pangkal ekor atau langsung menggenggamnya diseputar bahu
(gambar 6).
2. Pemegangan tikus dapat dilakukan dengan cara :
a. Angkat tikus dari kandang pada pangkal ekornya dengan tangan
kanan
b. Biarkan tikus mencengkeram alas kasar atau kawat.
c. Luncurkan tangan kiri dari belakang tubuh/ punggungnya ke arah
kepala. Selipkan antara jari tengah dan telunjuk pada tengkuk tikus,
sedang ibu jari, jari manis, dan kelingking, selipkan di sekitar perut
(gambar 7).
d. Cara lain pemegangan tikus seperti pada gambar 8.
17
PEMBERIAN SEDIAAN UJI/PEMEJANAN PADA HEWAN UJI
A. PEMBERIAN ORAL
Dilakukan dengan cara memegang hewan uji seperti pada gambar 9. Masukkan
jarum suntik tumpul berisi larutan, suspensi, atau emulsi senyawa uji yang sesuai
dengan ukuran hewan melalui mulut dengan cara menelusurkan searah tepi langit-
langit ke arah belakang sampai esofagus. Semprotkan senyawa uji pelan-pelan.
Gambar 9
B. PEMBERIAN INTRAVENA
Dilakukan dengan cara memasukkan hewan ke dalam holder atau sangkar (gambar
10). Selanjutnya celupkan ekornya ke dalam air hangat (dilatasi Vena lateralis).
Setelah pembuluh vena mengalami dilatasi melebar, pegang ekor dengan kuat pada
posisi pembuluh vena berada di permukaan sebelah atas. Tusukan jarum dengan
ukuran yang sesuai ke dalam pembuluh vena sejajar dengan pembuluh vena.
18
Gambar 10
C. PEMBERIAN INTRAPERITONEAL
Dilakukan dengan cara memegang hewan uji seperti gambar 11, dengan kulit
punggung dijepit, sehingga daerah perut terasa tegang. Basahi daerah perut dengan
kapas beralkohol. Tusukan jarum suntik sejajar dengan salah satu kaki hewan pada
daerah perut, kurang lebih 1 cm di atas kelamin (gambar 10). Semprotkan senyawa
Uji. Setelah selesai pemberian, tarik pelan-pelan jarum suntik, tekan tempat
suntikan dengan kapas alkohol. Hati-hati jangan sampai terkena hati, kandung
kencing, dan usus.
19
Gambar 11
D. PEMBERIAN INTRAMUSKULAR
Dilakukan dengan cara memegang Hewan seperti pada gambar 12. Usap daerah
otot paha posterior dengan kapas beralkohol. Suntikan larutan senyawa uji pada
daerah otot tersebut. Setelah selesai,cabut pelan-pelan jarum suntik, tekan daerah
suntikan cairan ke bawah kulit (gambar 12).
Gambar 12
20
KONVERSI DOSIS DAN VOLUME MAKSIMUM LARUTAN YANG
DIBERIKAN PADA HEWAN UJI
Volume cairan yang diberikan pada hewan uji = volume lazim = 1/2 vol. maksimum.
21
Perhitungan konversi dosis hewan uji berdasarkan luas permukaan tubuh
(Nair, Jacob, 2016)
22
METODE PERCOBAAN
B. Cara Kerja
1. Masing-masing kelompok mendapat 5 hewan coba
2. Timbang masing-masing hewan coba yang akan diberikan perlakuan
kemudian berikanlah penandaan pada hewan coba dengan kode sesuai
dengan ketentuan
3. Lakukan perhitungan dosis obat yang harus diberikan pada hewan uji
(diketahui dosis lazim obat 0,5 mg/kg BB pada manusia).
4. Lakukan penanganan hewan coba sesuai dengan ketentuan
5. Obat diberikan pada hewan uji dengan cara pemberian sesuai dengan
masing-masing kelompok dengan prosedur sesuai dengan ketentuan.
I. Oral, melalui mulut dengan jarum ujung tumpul (sonde).
II. Subkutan, masukkan sampai di bawah kulit pada tengkuk hewan uji
dengan jarum Injeksi.
III. Intra muskular, suntikan ke dalam otot pada daerah otot gluteus
maksimus.
IV. Intra peritoneal, suntikan ke dalam rongga perut. (hati-hati jangan
sampai masuk ke dalam usus)
V. Intra Vena, suntikan ke dalam Vena lateralis pada ekor hewan uji.
23
DAFTAR PUSTAKA
Hau, J., & Hoosier Jr., G. L. (2003). Handbook of Laboratory Animal Science
Second Edition. Boca Raton: CRC Press.
Nair, A. B. and Jacob, S. (2016) ‘A simple practice guide for dose conversion
between animals and human’, Journal of basic and clinical pharmacy, 7(2), p. 27.
24
Lembar Kerja (Worksheet)
Hewan percobaan Volume
Cara pemberian
Bobot pemberian
Jenis
Perhitungan Dosis:
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………….
25
MATERI 2. PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP
ABSORPSI OBAT
A. Tujuan Praktikum
B. Tinjauan Pustaka
Untuk mencapai efek farmakologis dari obat seperti yang diinginkan, obat tersebut
dapat diberikan dengan berbagai cara. Diantaranya melalui oral, sub kutan, intra
muscular, intra peritoneal, per rektal dan intra vena. Masing-masing cara
pemberian ini memiliki keuntungan dan manfaat tertentu. Suatu senyawa atau obat
mungkin efektif jika diberikan melalui salah satu cara pemberian, tetapi tidak atau
kurang efektif jika diberikan melalui cara lain. Perbedaan ini salah satunya dapat
disebabkan oleh adanya perbedaan dalam hal kecepatan absorpsi dari berbagai cara
pemberian tersebut, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap ketersediaan
hayati obatdistribusi, metabolisme dan ekskresi dan pada akhirnya juga
berpengaruh terhadap didalam sirkulasi sistematik dan selanjutnya akan
mempengaruhi efek atau aktivitas farmakologi obat.
26
D. Cara kerja
1. Masing-masing kelompok mendapat 3 mencit
2. Mencit ditimbang dan dilakukan perhitungan dosis obat yang harus
diberikan pada hewan uji (diketahui dosis lazim diazepam 0,5 mg/kg
BB pada manusia).
3. Diazepam diberikan pada hewan uji dengan cara pemberian sesuai
dengan masing-masing kelompok.
I. Oral, melalui mulut dengan jarum ujung tumpul.
II. Subkutan, masukkan sampai di bawah kulit pada tengkuk hewan
uji dengan jarum Injeksi.
III. Intra muskular, suntikan ke dalam otot pada daerah otot gluteus
maksimus.
IV. Intra peritoneal, suntikan ke dalam rongga perut. (hati-hati jangan
sampai masuk ke dalam usus)
V. Intra vena, suntikan ke dalam Vena lateralis pada ekor hewan uji.
4. Setelah hewan uji mendapat perlakuan, amati dan catat waktu hilangnya
refleks balik badan serta waktu kembalinya refleks balik badan.
27
E. Daftar Pustaka
Brunton L.L., & Hilal-Dandan R, & Knollmann
B.C.(Eds.), (2017). Goodman & Gilman's: The Pharmacological Basis of
Therapeutics, 13e. McGraw Hill.
https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?bookid=2189§ioni
d=165936845
Hau, J., & Hoosier Jr., G. L. (2003). Handbook of Laboratory Animal Science
Second Edition. Boca Raton: CRC Press.
Nair, A. B. and Jacob, S. (2016) ‘A simple practice guide for dose conversion
between animals and human’, Journal of basic and clinical pharmacy, 7(2),
p. 27.
F. Lembar Kerja
a. Diketahui:
- Dosis Diazepam pada Manusia: 0,5 mg/kgBB
- Berat Mencit :
1. ……………. gram
2. ……………. gram
3. ……………. gram
- Konsentrasi Diazepam yang disediakan …………….
b. Ditanyakan:
28
- Dosis pada mencit : - Volume yang di berikan:
Jawab: Jawab:
- 1. … - 1. …
- 2….. - 2…..
- 3…. - 3….
29
MATERI 3. ANALISIS STATISTIKA MENGGUNAKAN R
A. Tujuan Praktikum
Melakukan analisis statistika pada data penelitian yang diperoleh, menentukan tes
statistika yang tepat dan mampu menelaah data hasil analisis yang diperoleh.
B. Tinjauan Pustaka
Dalam analisis data farmakologi, uji statistika menjadi landasan penting untuk
mengevaluasi efek obat atau zat kimia terhadap organisme atau sistem biologis
dengan akurasi dan keandalan. Salah satu uji statistika yang sering digunakan
adalah uji-t, yang berguna untuk membandingkan rata-rata antara dua kelompok
data yang independen atau berpasangan, seperti kelompok perlakuan dan kontrol
dalam eksperimen farmakologi. Uji-t memberikan informasi tentang apakah
perbedaan antara kelompok-kelompok ini signifikan secara statistik. Selain itu,
analisis varians (ANOVA) juga menjadi instrumen penting dalam analisis data
farmakologi karena memungkinkan perbandingan rata-rata di antara lebih dari dua
kelompok data, seperti ketika ada beberapa dosis obat yang ingin dievaluasi secara
bersamaan. ANOVA memungkinkan identifikasi perbedaan yang signifikan antara
kelompok-kelompok tersebut, yang dapat membantu peneliti dalam menentukan
dosis optimal atau merancang percobaan lebih lanjut.
Di samping uji parametrik seperti uji-t dan ANOVA, uji non-parametrik juga
digunakan dalam analisis data farmakologi ketika asumsi tentang distribusi data
tidak terpenuhi atau ketika data bersifat ordinal. Contoh uji non-parametrik yang
sering digunakan adalah uji Wilcoxon untuk membandingkan dua kelompok
berpasangan dan uji Kruskal-Wallis untuk membandingkan tiga atau lebih
kelompok independen. Analisis regresi juga merupakan alat yang penting dalam
konteks farmakologi, karena memungkinkan penentuan hubungan antara dosis obat
dan respons biologis, serta memprediksi respons terhadap dosis yang berbeda.
30
Dalam implementasinya, banyak peneliti farmakologi menggunakan bahasa
pemrograman R untuk melakukan analisis statistika, karena R menyediakan
berbagai paket dan fungsi statistika yang kuat serta fleksibel. Selain itu, R dikenal
sebagai bahasa pemrograman yang dapat digunakan oleh non-programmer karena
sintaksnya yang mudah dipahami dan berbagai paket yang dapat digunakan dengan
mudah tanpa perlu pengetahuan pemrograman yang mendalam. Dengan
menggunakan R, peneliti dapat dengan mudah menerapkan berbagai uji statistika
dan melakukan visualisasi data dengan efisien, memperkuat validitas dan
interpretasi hasil dari eksperimen farmakologi mereka.
D. Cara Kerja
2. Eksplorasi Data:
31
3. Visualisasikan data menggunakan plot seperti histogram, boxplot, atau
scatterplot untuk memeriksa distribusi dan pola dalam data menggunakan
paket seperti ggplot2.
Lakukan uji distribusi data untuk memeriksa apakah data terdistribusi normal.
Untuk data parametrik, gunakan uji Shapiro-Wilk atau uji Kolmogorov-
Smirnov dari paket nortest. Untuk data non-parametrik, gunakan uji Lilliefors
atau uji Anderson-Darling.
5. Tes Statistik:
• Jika data tidak terdistribusi normal atau asumsi uji parametrik tidak
terpenuhi, lakukan uji non-parametrik seperti uji Kruskal-Wallis
menggunakan fungsi kruskal.test() dari paket stats.
6. Interpretasi Hasil:
7. Visualisasi Hasil:
32
• Gunakan paket visualisasi seperti ggplot2 untuk menghasilkan
visualisasi yang menarik dan informatif.
E. Daftar Pustaka
33
MATERI 4. METABOLISME OBAT DAN EFEK SEDATIF
A. Tujuan Praktikum
• Mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia terhadap enzim
pemetabolisme obat dengan mengukur perubahan efek farmakologinya.
• Mempelajari pengaruh obat penekan susunan saraf pusat
B. Tinjauan Pustaka
Metabolisme Obat
Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses metabolisme dapat dibagi menjadi dua
yakni :
Reaksi fase I meliputi reaksi-reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis; dan fase II atau
reaksi konjugasi (tabel I). Reaksi-reaksi enzimatik yang berperan dalam proses
tersebut sebagian besar terjadi di dalam sel-sel hepar, dan sisanya terjadi di organ-
organ lain seperti saluran cerna, baru, ginjal dan darah. Mikroflora gastrointestinal
lebih berperan dalam reduksi daripada oksidasi dan hidrolisis daripada konjugasi.
34
Tabel 1. Jalur metabolisme obat oleh enzim hepar
Dealkilasi 3. Metilasi
Dehalogenasi
Deaminasi
2. Reduksi
Reduksi aldehida
Reduksi Azo
Reduksi nitro
3. Hidrolisis
Deesterifikasi
Dalam konjugasi dengan asam glukoronat (reaksi fase II yang paling lazim),
koenzim antara (uridine diphospho-glucuronic acid;UDPGA) bereaksi dengan obat
dengan adanya enzim glukoronil- transferase Untuk memindahkan glukuronida ke
atom O pada alkohol, phenol, atau asam karboksilat, atau atom S pada senyawa tiol
atau senyawa N pada senyawa-senyawa Amina dan sulfonamida.
35
Dalam konjugasi obat-obat dengan asam-asam amino (misal: glisih dan glutamin),
terjadi reaksi antara obat yang mempunyai gugus karboksilat dan telah diaktivasi
dengan koenzim A. Dalam konjugasi dengan glutation,epoksida atau aren oksida
yang sangat reaktif bereaksi dengan glutation, kemudian dimetabolisir lebih lanjut
menjadi asam-asam merkapturat (non-toksik).
Enzim-enzim mirosom hepar, mukosa usus dan jaringan lain, berperan dalam
oksigenasi xenobiotika dan senyawa-senyawa endogen (asam-asam lemak,
kolesterol dan hormon-hormon steroid). Dalam hidroksilasi, satu atom O akan
berikatan dengan atom-atom C, N dan S dari molekul obat. Reaksi ini dikatalisis
oleh sekelompok enzim retikulum endoplasmik hepar (mixed function oxidases
system = MFO) yang mendekatkan sitokron P-450 dan reduktase NADPH-
sitokrom-C.
Induksi enzim menunjukkan variasi yang besar antar species, dan bahkan antar
keturunan dalam satu species. Selain itu variasi juga terjadi antara jaringan satu
36
dengan yang lain di dalam tubuh binatang. Pengetahuan tentang pengaruh induktor
dan inhibitor enzim terhadap laju metabolisme obat akan sangat membantu dalam
memperkirakan perubahan-perubahan yang pada efek farmakodinamikanya.
Efek Sedatif
37
C. Alat dan Bahan
1. Penghambat enzim : Simetidin
2. Obat : Diazepam 5mg/mL
3. Jarum suntik oral (ujung tumpul)
4. Alat suntik (1 ml)
5. Rotarod (batang berputar)
6. Stopwatch
7. Hewan uji : Mencit
D. Cara kerja
1. Kelompok I (kontrol): Hewan uji diberikan larutan NaCl 0,9%
2. Kelompok II (kontrol) : Hewan uji diberi diazepam dosis tanggal (dosis
0,5 mg/kg BB manusia) secara i.m
3. Kelompok III : Seperti kelompok II, yang diberikan bersama-sama
dengan simetidin (6 mg/kgBB manusia) secara per oral 1 jam
sebelumnya.
a. Pengamatan : Jumlah jatuh (Uji Rotarod), daya cengkram (kuat/lemah),
diameter pupil (Normal/mengecil)
E. Daftar Pustaka
Brunton L.L., & Hilal-Dandan R, & Knollmann B.C.(Eds.), (2017). Goodman &
Gilman's: The Pharmacological Basis of Therapeutics, 13e. McGraw Hill.
https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?bookid=2189§ionid=16
5936845
La Du, B.N., Mandel, H.G. dan Way, E.L., 1971, Fundamentals of Drug
Metabolism and Drug Disposition, The Williams & Wilkins Company, Baltimore,
pp 149-578.
Katzung B.G., & Vanderah T.W.(Eds.), (2021). Basic & Clinical Pharmacology,
15e. McGraw
Hill. https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?bookid=2988§ioni
d=250593594
38
F. Lembar Kerja/Worksheet
Uji
Durasi Waktu
Rotarod Daya Diameter
Kelompok PraPerlakuan Obat timbul Pengamatan
(Jumlah cengkram Pupil
efek Efek sedatif
Jatuh)
30’
60’
120’
30’
39
60’
120’
30’
60’
120’
40
MATERI 5. ANALGETIKA
A. Tujuan Praktikum
Mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan daya analgetika asetosal dan
parasetamol menggunakan metode rangsang kimia.
B. Tinjauan Pustaka
Analgetika adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi rasa
sakit atau nyeri. Secara umum analgetika dibagi ke dalam dua golongan, yakni
analgetika non narkotika (misalnya: Asetosal, paracetamol) dan analgetika
narkotika atau visceral analgesics (misalnya : Morfin ).
Analgetika yang diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa nyeri yang
dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsangan nyeri seperti rangsang mekanis, kimia
dan fisis. Rasa nyeri tersebut terjadi akibat terlepasnya mediator mediator nyeri
(misalnya, prostaglandin) dari jaringan yang kemudian merangsang reseptor nyeri
di ujung saraf perifer ataupun di tempat lain. Dari tempat-tempat ini selanjutnya
rangsang nyeri diteruskan ke pusat nyeri di korteks serebri oleh syaraf sensoris
melalui sumsum tulang belakang.
Berdasarkan atas rangsangan yang dipergunakan, maka terdapat berbagai metode
penetapan daya analgetik suatu obat. Salah satu diantaranya menggunakan
rangsang kimia sebagai penimbul rasa nyeri, seperti yang akan dipraktekan dalam
praktikum ini.
41
7. Suspensi parasetamol 1% dalam CMC Na 1%
8. Larutan steril asam asetat 1%
9. Hewan uji : Mencit
D. Cara kerja
1. Mencit kelompok I, diberi larutan CMC Na 1%, melalui oral dengan
volume sama dengan larutan pembawa obat pada kelompok tikus
perlakuan.
2. Mencit kelompok II, diberi parasetamol 1% dalam CMC Na 1%, melalui
oral.
3. Mencit kelompok III, asetosal 1% dalam CMC Na 1%, melalui oral.
Pengumpulan data
Setelah ketiga kelompok hewan uji mendapat perlakuan, 5 menit kemudian, seluruh
hewan uji disuntik intra peritoneal larutan steril asam asetat 3% v/v dengan dosis
300 mg/kg BB mencit. Beberapa menit kemudian mencit akan menggeliat (perut
kejang dan kaki ditarik ke belakang).
Catat jumlah kumulatif geliat yang timbul setiap selang waktu 5 menit selama 60
menit. Hitung persen daya analgetic dengan rumus :
42
Analisis hasil
Bandingkan daya analgetik asetosal dan parasetamol dengan uji t, taraf kepercayaan
95%.
E. Daftar Pustaka
Brunton L.L., & Hilal-Dandan R, & Knollmann B.C.(Eds.), (2017). Goodman &
Gilman's: The Pharmacological Basis of Therapeutics, 13e. McGraw Hill.
https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?bookid=2189§ionid=16
5936845
Hau, J., & Hoosier Jr., G. L. (2003). Handbook of Laboratory Animal Science
Second Edition. Boca Raton: CRC Press.
Nair, A. B. and Jacob, S. (2016) ‘A simple practice guide for dose conversion
between animals and human’, Journal of basic and clinical pharmacy, 7(2), p. 27.
43
F. Lembar Kerja (Worksheet)
Perhitungan Dosis
44
b. Ditanyakan:
- Volume yang di berikan Mencit I:
- Volume yang di berikan Mencit II:
- Volume yang di berikan Mencit III:
c. Jawab:
45
%Daya
Jumlah geliat mencit Jumlah
Kelompok Analgetik
5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ 35’ 40’ 45’ 50’ 55’ 60’
Kontrol
Parasetamol I
Parasetamol II
Parasetamol III
Asetosal I
Asetosal II
Asetosal III
46
MATERI 6. ANTIINFLAMASI
A. Tujuan Praktikum
Mempelajari daya anti inflamasi obat pada binatang dengan radang buatan.
B. Tinjauan Pustaka
Obat-obat anti radang dibagi menjadi dua golongan utama, golongan kortikosteroid
dan nonsteroid. Argumen yang dewasa ini diterima mengenai mekanisme kerja
obat-obat tersebut ialah bahwa aksi obat-obat anti radang berkaitan dengan
penghambatan metabolisme asam arakhidonat (higgs dan Whittle, 1980).
47
Secara in Vivo kortikosteroid mampu menghambat pengeluaran prostaglandin pada
tikus, kelinci, dan marmot. Penghambatan pengeluaran asam arakhidonat dan
fosfolipida juga akan mengurangi produk-produk siklooksigenase dan
lipooksigenase sehingga mengurangi mediator peradangan. Kedua enzim tersebut
dapat dihambat oleh benoksaprofen.
D. Cara kerja
1. Tikus ditimbang dan kedua kaki belakang diberi tanda di atas lutut. Tikus
kontrol (n=3)
2. Telapak kaki kanan (subpiantar), disuntik dengan karagenin 0,1 mL ukurlah
segera besar udem dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran di
ulangi setiap 30 menit selama 3 jam kemudian.
3. Telapak kaki kiri, disuntik dengan 0,1 ml CMC Na 1% diukur volume
telapak kaki Seperti di atas.
4. Tikus perlakuan :
Tikus dibagi menjadi 3 kelompok, masing-masing sebanyak 3 ekor. Setiap
kelompok diberi obat intraperitoneal seperti berikut :
I. kurkumin murni 60 mg/kg BB manusia
II. dexamethasone 0,5 mg/kgBB manusia
III. natrium diklofenak 1 mg/kgBB manusia
1 jam Setelah pemberian obat, tikus disuntik dengan karagenin Seperti di
atas. Pengukuran besar Udem dilakukan segera dan setiap 30 menit selama
3 jam Setelah pemberian karagenin.
48
Pengumpulan data
Hitung persen penghambatan inflamasi untuk tiap obat pada tiap dosis uji.
% daya antiinflamasi =
!"#
Potensi relatif daya antiinflamasi (%) = !$%
x 100%
E. Daftar Pustaka
Jurenka, J. S. (2009). Anti-inflammatory properties of curcumin, a major
constituent of Curcuma longa: a review of preclinical and clinical research.
Alternative medicine review, 14(2).
Katzung B.G., & Vanderah T.W.(Eds.), (2021). Basic & Clinical Pharmacology,
15e. McGraw Hill.
https://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?bookid=2988§ionid=25
0593594
Meirer, K., Steinhilber, D., & Proschak, E. (2014). Inhibitors of the arachidonic
acid cascade: interfering with multiple pathways. Basic & clinical pharmacology &
toxicology, 114(1), 83-91.
49
F. Lembar Kerja/Worksheet
Perhitungan Dosis
Perhitungan Kurkumin
Diketahui:
Dosis Kurkumin pada Manusia 60 mg/kgBB manusia
Berat Tikus :
Konsentrasi Kurkumin (murni) :
Ditanyakan:
Dosis pada tikus :
Jawab:
Perhitungan Dexamethasone
Diketahui:
Dosis Dexamethasone 0,5 mg/kgBB manusia
Berat Tikus :
Konsentrasi Dexamethasone ………
Ditanyakan:
Dosis pada tikus :
Jawab:
50
Perhitungan Natrium Diklofenak
Diketahui:
Dosis Natrium Diklofenak 1 mg/kgBB manusia
Berat Tikus :
Konsentrasi Natrium Diklofenak ……………….
Ditanyakan:
Dosis pada tikus :
Jawab:
HASIL PENGAMATAN
Rata-Rata Ketebalan Udem (mm) tiap 30 menit
Kelompok
0' 30' 60' 90' 120' 150' 180'
Karagenin
Kurkumin
Dexamethasone
Natrium Diklofenak
Jika daya antiinflamasi curcumin murni 60 mg/kg BB diberi skor 1 (absolut), hitung
potensi relatif tiap obat pada tiap dosis.
51
!"#
Potensi relatif daya antiinflamasi (%) = !$%
x 100%
52
MATERI 7. UJI TOKSISITAS AKUT
A. Tujuan Praktikum
Untuk menganalisis efek toksisitas akut luminal yang diberikan secara oral kepada
mencit jantan (Mus musculus).
B. Tinjauan Pustaka
Toksisitas adalah kemampuan suatu bahan atau senyawa kimia untuk menimbulkan
kerusakan pada saat mengenai bagian dalam atau permukaan tubuh yang peka.
Untuk dapat mengetahui informasi efek toksik dari suatu obat atau bahan tertentu,
maka dapat diperoleh dari percobaan menggunakan hewan uji sebagai model yang
dirancang pada serangkaian uji toksisitas yang meliputi uji toksisitas akut oral,
toksisitas subkronis oral, toksisitas kronis oral, teratogenisitas, sensitisasi kulit,
iritasi mata, iritasi akut dermal, iritasi mukosa vagina, toksisitas akut dermal, dan
toksisitas subkronis dermal. Pemilihan uji tersebut, tergantung dari tujuan
penggunaan suatu zat dan kemungkinan terjadinya risiko akibat pemaparan pada
manusia. Banyak faktor dapat mempengaruhi validitas hasil uji toksisitas
diantaranya faktor dari sediaan uji, penyiapan sediaan uji, hewan uji, dosis, teknik
dan prosedur pengujian, serta kemampuan SDM sehingga sangat diperlukan
pemahaman terhadap bermacam-macam faktor tersebut.
1. Dosis uji harus disesuaikan dengan dosis penggunaan yang lazim pada
manusia. Dosis lain meliputi dosis dengan faktor perkalian tetap yang
mencakup dosis yang setara dengan dosis penggunaan lazim pada manusia
sampai mencapai dosis yang dipersyaratkan untuk tujuan pengujian atau
sampai batas dosis tertinggi yang masih dapat diberikan pada hewan uji.
2. Pada setiap percobaan digunakan kelompok kontrol yang diberi
pelarut/pembawa sediaan uji tanpa sampel uji dan dapat juga digunakan
kelompok kontrol tanpa perlakuan tergantung dari jenis uji toksisitas.
53
3. Pada dasarnya pemberian sediaan uji harus sesuai dengan cara pemberian
atau pemaparan yang diterapkan pada manusia misalnya peroral (PO),
topikal, injeksi intravena (IV), injeksi intraperitoneal (IP), injeksi subkutan
(SK), injeksi intrakutan (IK), inhalasi, melalui rektal dll.
4. Uji Pada dasarnya pemilihan jenis hewan yang digunakan untuk uji
toksisitas harus dipertimbangkan beberapa faktor seperti sensitivitas, cara
metabolisme sediaan uji yang serupa dengan manusia, kecepatan tumbuh
serta mudah tidaknya cara penanganan sewaktu dilakukan percobaan.
Hewan pengerat seperti tikus dan mencit merupakan jenis hewan yang
memenuhi persyaratan tersebut diatas, sehingga paling banyak digunakan
pada uji toksisitas. Hewan yang digunakan harus sehat; asal, jenis dan galur,
jenis kelamin, usia serta berat badan harus jelas. Biasanya digunakan hewan
muda dewasa, dengan variasi bobot tidak lebih dari 20%.
TOKSISITAS AKUT
54
Kriteria penggolongan sediaan uji menurut OECD (pada tikus)
55
9. Natrium CMC
10. Luminal
11. Hewan yang digunakan: hewan yang digunakan adalah mencit jantan,
galur lokal dengan berat badan 20 g- 30g berumur antara 6 – 8 minggu
Dosis Pemberian
D. Cara kerja
1. Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit jantan sebanyak 20 ekor.
Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 5 kelompok dan masing–
masing kelompok terdiri dari 4 ekor. Setiap kelompok dipisahkan dalam
kandang yang berbeda.
2. Metode Uji Toksisitas Konvensional
a. Mencit dikelompokkan secara acak kedalam 5 kelompok, masing-
masing terdiri dari 4 ekor.
b. Kemudian tiap kelompok diberi perlakuan dimana a. Kelompok I
diberikan Suspensi Luminal sebanyak 0,1 ml/30 g BB Mencit, b.
Kelompok II diberi suspensi luminal sebanyak 0,2 ml/30 g BB
Mencit, c. Kelompok III diberi suspensi Luminal sebanyak 0,4 ml/30
g BB Mencit d. Kelompok IV diberi suspensi Luminal sebanyak 0,8
ml/30 g BB Mencit. e. Dan kelompok V yaitu kelompok kontrol yang
hanya diberikan Na.CMC 1% sebanyak 0,2 ml / 30 g BB mencit
c. Semua perlakukan secara oral
56
3. Mencit kemudian ditempatkan dan diamati efek toksisitas yang dapat
terjadi: gemetar, kejang, salivasi, diare, lemas, tidur dan koma
4. Pengamatan dilakukan selama 2 jam untuk tanda-tanda toksisitas dan
diamati selama 24 untuk jumlah mencit yang mati
5. Hasil pengamatan kemudian dicatat dan di hitung LD 50 untuk luminal
E. Daftar Pustaka
Erhirhie, E. O., Ihekwereme, C. P., & Ilodigwe, E. E. (2018). Advances in acute
toxicity testing: strengths, weaknesses and regulatory acceptance. Interdisciplinary
toxicology, 11(1), 5–12. https://doi.org/10.2478/intox-2018-0001
57
F. Lembar Kerja/Worksheet
Kontrol 5
10
20
40
80
120
24 jam
I 5
10
20
58
40
80
120
24 jam
II 5
10
20
40
80
120
24 jam
III 5
10
20
59
40
80
120
24 jam
IV 5
10
20
40
80
120
24 jam
60
Menghitung LD50
Penyelesaian :
Perhitungan
61
- m = LD50
- D (Dosis terkecil yang diberikan = ………………………. mg/Kg
- d (log kelipatan dosis) = dosis diberikan dengan kelipatan 2x, jadi log
2 = 0,301
- r (urutan kematian per kelompok) = karena hewan yang mati, pada
kelompok 1 = 0, kelompok 2 = 1, kelompok 3 = 2, kelompok 4=3,
maka urutannya = 0,1,2,3
- f (faktor kematian dari tabel weil) = menurut tabel Weil urutan 0,1,2,3
faktor f = 1
Jawab:
Log m= ……………………………………………
Jadi LD50= …………………………………………..
62