Anda di halaman 1dari 29

Petunjuk Pratikum Farmakologi

PETUNJUK PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI I

Disusun Oleh :

Satrio Wibowo R. S.Farm., M.Sc., Apt.

Dita Ayulia Dwi Sandi, S.Farm., M.Sc., Apt.

LABORATORIUM FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI
SEKOLAH TINGGI FARMASI BORNEO LESTARI
2017

1
Petunjuk Pratikum Farmakologi

;KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang hanya karena rahmat dan
karunia-Nya, Buku Petunjuk Praktikum Farmakologi-Toksikologi I ini dapat diselesaikan.
Buku ini disusun sebagai pedoman untuk membantu mahasiswa dalam mengikuti praktikum
Farmakologi-Toksikologi I.

Buku petunjuk praktikum ini memberi panduan kepada mahasiswa secara singkat
tentang pengaruh cara pemberian terhadap absorpsi obat, uji farmakologi analgetika,
antipiretika, antidiare, obat-obat sistem saraf, efek sedatif dan antiinflamase, serta uji
ketoksikan akut.

Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penyelesaian buku ini. Semoga buku petunjuk praktikum ini dapat memberikan
manfaat terutama bagi mahasiswa. Masukan berupa kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan untuk menyempurnakan buku ini.

Banjarbaru, Juli 2015

Penyusun

2
Petunjuk Pratikum Farmakologi

TATA TERTIB, PERATURAN DAN PEDOMAN PENILAIAN


PRAKTIKUM FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI I
A. TATA TERTIB

1. Sebelum memulai praktikum, praktikan harus mempersiapkan diri untuk memahami


tentang praktikum yang akan dikerjakan, dengan membuat Laporan Sementara dan
melakukan pretest materi percobaan yang dilakukan sebelum praktikum, di luar jadwal
praktikum sesuai dengan perjanjian dan sistem yang berlaku.
2. Praktikan harus sudah hadir paling lambat lima belas menit sebelum praktikum dimulai,
dengan mengenakan jas praktikum dan sendal yang bersih.
3. Praktikan diwajibkan untuk mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk
praktikum.
4. Praktikan menandatangani daftar kehadiran (presensi) dan kehadiran praktikum harus
100%.
5. Praktikan mengerjakan praktikum sesuai petunjuk kerja pada Laporan Sementara
dimana telah mendapat persetujuan (paraf) dosen pengawas praktikum pada saat pretes.
6. Sebelum meninggalkan laboratorium, meja, kursi, lantai dan semua peralatan yang
digunakan harus dalam keadaan bersih dan dikembalikan ke tempat semula.
7. Setelah selesai praktikum, praktikan wajib membuat laporan praktikum dan
dikumpulkan menjelang praktikum berikutnya.
8. Apabila praktikan tidak dapat mengikuti praktikum sesuai jadwal karena sakit atau izin
karena adanya keperluan yang mendesak, mahasiswa wajib menyerahkan surat izin
resmi kepada dosen koordinator praktikum.
9. Apabila praktikan merusakkan alat-alat laboratorium, harus segera lapor ke laboran dan
wajib mengganti segera dengan spesifikasi yang sama.
10. Hal-hal yang dinilai dalam praktikum ini adalah : disiplin, kebersihan, praktek (pretest,
kerja, postest), laporan, dan diskusi presentasi.

Hal-hal lain yang belum diatur dalam ketentuan ini akan diatur kemudian. Demikian tata
tertib ini dibuat untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Koordinator Praktikum

3
Petunjuk Pratikum Farmakologi

B. PEDOMAN PENILAIAN
Penilaian meliputi :
Pretest 15%
Laporan 20%
Kerja 25%
UAS 40%

C. PERATURAN UJIAN PRAKTIKUM


Praktikan berhak mengikuti ujian praktikum apabila telah :
1. Minimal presensi kehadiran 100% dari total pertemuan praktikum
2. Mengganti alat praktikum yang hilang atau pecah

D. JADWAL PRAKTIKUM
Minggu Ke- Materi Praktikum
1 Pembagian kelompok
Aturan, topik dan tugas praktikum
Pengenalan alat-alat praktikum
Cara Perlakuan hewan uji
Analisis statistika dengan Program SPSS
2 Percobaan 1
3 Percobaan 2
4 Percobaan 3
5 Percobaan 4
6 Percobaan 5
7 Percobaan 6
8 Percobaan 7
9 Percobaan 8
10 Asistensi
11 Ujian Akhir Semester

4
Petunjuk Pratikum Farmakologi

FORMAT LAPORAN TERTULIS

1. Judul Praktikum (Percobaan ke....)


2. Tinjauan pustaka (minimal 2 halaman)
3. Alat dan Bahan yang digunakan
4. Cara kerja (Flow chart)
5. Hasil praktikum
6. Pembahasan
7. Kesimpulan
8. Daftar Pustaka

Laporan mengacu pada contoh format laporan di atas. Dibuat pada kertas HVS A4 yang
ditulis dengan tulisan yang rapi dan jelas.

Format laporan sementara sama dengan format laporan tertulis, tapi tanpa hasil, pembahasan
dan kesimpulan. Ditulis pada kertas HVS A4 dan dibawa sebagai persyaratan masuk
praktikum, dan harus lulus pretes sebelum praktikum.

Laporan Percobaan adalah lanjutan dari laporan sementara dengan tambahan pembahasan dan
kesimpulan. Dikumpulkan pada praktikum minggu selanjutnya..

5
Petunjuk Pratikum Farmakologi

Percobaan I
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORPSI OBAT

I. Tujuan : Mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan cara-cara pemberian obat


terhadap kecepatan absorpsinya, menggunakan data farmakologi sebagai tolak ukurnya.
II. Teori :
Jumlah obat yang masuk ke dalam tubuh bergantung pada kepatuhan pasien pada
aturan obat yang diresepkan dan pada laju (rate) dan banyaknya (extent) obat yang
dibawa dari tempat pemberian ke darah. Kelebihan dosis dan kekurangan dosis relatif
terhadap dosis yang dianjurkan kedua aspek kegagalan kepatuhan sering kali dapat
dideteksi melalui pengukuran konsentrasi bila deviasi yang besar dari nilai yang
diharapkan ditemukan. Kalau kepatuhan dilihat cukup memadai, abnormalitas-
abnormalitas absorpsi di dalam usus halus mungkin disebabkan oleh konsentrasi-
konsentrasi rendah yang tidak normal. Variasi dalam besarnya bioavailabilitas jarang
disebabkan oleh ketidakberesan pada pembuatan formulasi obat tertentu. Sering kali
variasi dalam bioavailabilitas disebabkan oleh metabolisme selama absorpsi.
Pemberian obat melalui mulut (per oral) adalah cara yang paling lazim, karena
sangat praktis, mudah dan aman. Namun, tidak semua obat dapat diberikan per oral,
misalnya obat yang bersifat merangsang (emetin dan aminophilin) atau yang diuraikan
oleh getah lambung seperti insulin, oksitosin. Untuk mencapai efek lokal di usus
digunakan pemberian oral, misalnya obat cacing dan antibiotik. Kerugian pemberian
obat per oral ialah banyak faktor dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya, obat dapat
mengiritasi saluran cerna, dan perlu kerjasama dengan penderita, tidak bisa dilakukan
bila pasien koma.
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke
dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa larutan,
emulsi, suspensi atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih
dahulu sebelum digunakan. Pemberian obat secara parenteral (harfiah berarti ”di luar
usus”) biasanya dipilih bila diinginkan efek yang cepat, kuat dan lengkap atau untuk
obat yang merangsang atau dirusak getah lambung (hormon), atau tidak diresorpsi usus
(streptomisin), begitu pula pada pasien yang tidak sadar atau tidak mau bekerja sama.
Adapun jenis-jenis pemberian obat secara parenteral yang biasa digunakan dalam
pengobatan adalah sebagai berikut: injeksi intra kutan atau intra dermal (i.c); injeksi
subkutan atau hipoderma (s.c); injeksi intra muskulus (i.m); injeksi intra vena (i.v);
6
Petunjuk Pratikum Farmakologi

injeksi intra arterium (i.a); injeksi intraktor atau intra kardial (i.k.d); injeksi intratekal
(i.t), intraspinal, intradural; injeksi intratikulus; injeksi subkonjungtiva; injeksi Intra
peritoneal (i.p); peridural (p.d), ekstra dural; intrasisternal (i.s).
III. Cara Percobaan :
3.1 Alat dan Bahan
a. Alat
Baskom, gelas beker 50 mL; 250 mL, jarum berujung tumpul (untuk per
oral), neraca analitik, sarung tangan, spuit injeksi dan Jarum (1-2 ml), dan
stopwatch.
b. Bahan
Alkohol 70 %, larutan stok natrium pentobarbital 2 mg/mL; 20 mg/mL, dan
xylol.
c. Hewan Uji
Mencit
3.2 Cara Kerja
1. Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing sebanyak 3 ekor.
2. Timbang hewan uji terlebih dahulu untuk memperhitungkan volume natrium
pentobarbital yang akan diberikan (dosis: 35 mg/kg BB).
3. Berikan natrium pentobarbital pada hewan uji ditiap kelompok dengan cara
oral, subkutan, intra muskular, intra peritoneal, dan intra vena.
- Oral : berikan melalui mulut dengan jarum ujung tumpul
- Subkutan : masukkan jarum injeksi di bawah kulit pada tengkuk hewan uji
- Intra muskular : suntikkan jarum injeksi ke dalam otot pada daerah otot
gluteus maximus
- Intra peritoneal : suntikkan jarum ke dalam rongga perut, hati-hati jangan
sampai masuk ke dalam usus
- Intra vena : suntikkan ke dalam vena lateralis pada ekor hewan uji
4. Amati hewan uji, dan catatlah waktu hilangnya reflek balik badan serta
waktu kembali reflek balik badan.
5. Hitung onset dan durasi waktu tidur natrium pentobarbital dari masing-
masing kelompok.
6. Bandingkan dengan uji statistik “analisa varian pola searah” dengan taraf
kepercayaan 95%.

7
Petunjuk Pratikum Farmakologi

IV. Data Percobaan :


Tabel I. Data Hasil Percobaan
Waktu
Berat
No Cara Reflek gerak
badan Onset Durasi
hewan pemberian Pemberian
(g) Hilang Kembali
1
2 Peroral
3
1
2 Subkutan
3
1
Intra
2
peritoneal
3
1
Intra
2
muskular
3
1
2 Intra vena
3

V. Diskusi Hasil
1. Apakah faktor yang dapat mempengaruhi absorpsi obat dari saluran cerna?
2. Jelaskan bagaimana cara pemberian obat dapat mempengaruhi onset dan duraasi
obat!
3. Jelaskan keuntungan dan kerugian masing-masing cara pemberian obat!

8
Petunjuk Pratikum Farmakologi

Percobaan II
ANALGETIKA

I. Tujuan : Mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan metode uji daya analgetik


pada hewan percobaan dan obat analgetik.
II. Teori :
Analgetika adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetika umum). Rasa nyeri
diakibatkan terlepasnya zat-zat mediator nyeri yang dipicu oleh berbagai macam
rangsangan. Mediator nyeri antara lain: histamine, serotonin, bradikinin, prostaglandin.
Zat-zat ini meningkatkan kepekaan ujung saraf sensoris bagi rangsangan nyeri yang
diakibatkan oleh mediator lainnya. Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika
dibagi dalam dua kelompok besar yaitu:
a. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat
narkotik dan tidak bekerja sentral.
b. Analgetika narkotik, khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti
pada fractura dan kanker.
Analgetik narkotika atau opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-
sifat seperti opium atau morfin. Semua analgesik opioid menimbulkan adiksi. Yang
termasuk golongan opioid ialah :
a. Obat yang berasal dari opium morfin
b. Senyawa semisintetik morfin
c. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
Analgetika lemah yang biasa disebut analgetika yang bekerja perifer atau kecil
memiliki spektrum kerja farmakologi yang mirip walaupun struktur kimianya berbeda-
beda. Di samping kerja analgetika senyawa-senyawa ini menunjukan kerja antipiretik
dan juga komponen kerja antiflogistika dengan pengecualian turunan asetilanilida.
Secara kimiawi, analgetik perifer dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni:
a. Parasetamol
b. Salisilat : asetosal, salisilamida, dan benorilat
c. Penghambat prostaglandin (NSAID’s) : ibuprofen (Arthrifen), dan lain-lain
d. Derivat-derivat antranilat : mefenamat, asam niflumat glafenin, floktafenin
e. Derivat-derivat pirazolinon : aminofenazon, isopropilfenazon, (migrain, sedanal),
isopropilaminofenazon, dan metamizol
9
Petunjuk Pratikum Farmakologi

f. Lainnya : benzidamin (tantum).


III. Cara Percobaan :
3.1 Alat dan Bahan
a. Alat
Baskom, hot plate, gelas beker, jarum suntik 1 mL, labu ukur, neraca analitik,
sonde oral modifikasi, dan stopwatch.
b. Bahan
Aquades, antalgin, asam asetat 30%, asam mefenamat, ibuprofen, larutan Na-
CMC 0,5%, dan parasetamol.
c. Hewan Uji
Mencit
3.2 Cara Kerja
a. Metode Jansen & Jaqeneau
1. Siapkan dan timbang hewan uji, bagi menjadi 5 kelompok, masing-
masing kelompok sebanyak 3 ekor.
2. Buat larutan stok Na-CMC 0,5% (kontrol negatif), ibuprofen,
parasetamol, asam mefenamat, dan antalgin.
3. Berikan larutan stok ke hewan uji secara intra peritoneal, diamkan
selama 15 menit.
4. Masukkan hewan uji ke gelas beker pada hot plate, amati setiap 15 detik
selama 5 x 15 detik (yang diamati: grooming & meloncat).
b. Metode Witkin et al
1. Siapkan dan timbang hewan uji, bagi menjadi 5 kelompok, masing-
masing kelompok sebanyak 3 ekor.
2. Buat larutan stok Na-CMC 0,5% (kontrol negatif), ibuprofen,
parasetamol, asam mefenamat, dan antalgin.
3. Berikan larutan stok ke hewan uji secara intra peritoneal, diamkan
selama 5 menit.
4. Hewan uji diinduksi dengan larutan asam asetat 30% secara intra
muskular.
5. Amati jumlah geliat yang timbul selama 20 menit dan tentukan onset of
action dari obat.

10
Petunjuk Pratikum Farmakologi

IV. Data Percobaan :


Tabel I. Data Hasil Percobaan Metode Jansen & Jaqeneau

No Berat Vol Grooming & meloncat


Perlakuan 15 30 45 60 75 Onset
hewan badan (g) (ml)
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3

Tabel II. Data Hasil Percobaan Metode Witkins et al

No Berat Vol Onset of action Jumlah


Perlakuan
hewan badan (g) (ml) (detik) geliat
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3

V. Diskusi Hasil
1. Apakah analgetika itu?
2. Mengapa analgetika kadang-kadang perlu diberikan kepada penderita?
3. Bagaimana terjadinya rasa nyeri?
4. Bagaimana daya analgetika opioid dan non opioid?

11
Petunjuk Pratikum Farmakologi

Percobaan III
ANTI INFLAMASI

I. Tujuan : Mempelajari daya anti inflamasi obat pada binatang dengan radang buatan.
II. Teori :
Analgetika anti radang (NSAIDs) berkhasiat analgetis, antipiretis, serta
antiradang (antiflogistis), dan sering sekali digunakan untuk menghalau gejala penyakit
rema, seperti A.R., artrosis, dan spondylosis. Obat ini efektif untuk peradangan lain
akibat trauma (pukulan, benturan, kecelakaan), juga misalnya setelah pembedahan, atau
pada memar akibat olahraga. Obat ini dipakai pula untuk mencegah pembengkakan bila
diminum sedini mungkin dalam dosis yang cukup tinggi. Selanjutnya NSAIDs juga
digunakan untuk kolik saluran empedu dan kemih, serta keluhan tulang pinggang dan
nyeri haid (dysmenorroe). Akhirnya, NSAIDs juga berguna untuk nyeri kanker akibat
metastase tulang.
Obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan suatu grup obat yang
secara kimiawi tidak sama, yang berbeda aktivitas antipiretik, analgesik dan anti-
inflamasinya. Obat-obat ini terutama bekerja dengan jalan menghambat enzim siklo-
oksigenase tetapi tidak enzim lipoksigenase. Sebagai gejala reaksi meradang dapat
diamati terjadinya pemerahan (rubor), pembengkakan (tumor), panas meningkat
(calor), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (functio laesa). Gejala-gejala ini merupakan
akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi akibat kerusakan jaringan dalam
pembuluh pengalir terminal, gangguan keluarnya plasma darah (eksudasi) ke dalam
ruang ekstrasel akibat meningkatnya ketebalan kapiler dan perangsangan reseptor nyeri.
Reaksi ini disebabkan oleh pembebasan bahan-bahan mediator (histamin, serotonin,
prostaglandin, kinin).
Secara kimiawi analgetika anti radang (NSAIDs) biasanya dibagi dalam beberapa
kelompok, yaitu :
1. Salisilat : asetosal, benorilat, dan diflunisal.
2. Asetat : alklofenac, diklofenac, indometasin, sulindac, juga fentiazac.
3. Propionat : ibuprofen, ketoprofen, naproksen, dsb.
4. Oxicam : piroxicam, tenoxicam, dan meloxicam.
5. Derivat antranilat : mefenaminat, nifluminat, dan meclofenamic acid.
6. Pirazolon : fenilbutazon dan azapropazon.
7. Lainnya : benzidamin
12
Petunjuk Pratikum Farmakologi

III. Cara Percobaan :


3.1 Alat dan Bahan
a. Alat
Alat suntik (1 ml), baskom, beker glass, kapas, labu ukur, neraca analitik,
pletismograph, sonde oral.
b. Bahan
Asetosal, curcuma, karagenin 1% dalam tilosa 1%, Na-CMC, Na-diklofenak,
piroxicam.
c. Hewan Uji
Mencit
3.2 Cara Kerja
Metode Uji Antiedema
1. Siapkan dan timbang hewan uji, bagi menjadi 5 kelompok, masing-masing
kelompok sebanyak 3 ekor.
2. Pada kedua kaki belakang hewan uji beri tanda di atas lutut.
3. Berikan larutan stok Na-diklofenak, piroxicam, asetosal, curcuma, dan Na-
CMC (kontrol negatif) secara per oral.
4. Diamkan hewan uji selama 15 menit dan suntikkan karagenin 0,1 ml pada
telapak kaki.
5. Ukur dengan segera volume udem dengan mencelupkan telapak kaki ke
dalam air raksa pada alat pletismograph.
6. Ulangi pengukuran pada menit ke-15, 30, 45, 60 dan 75.
7. Hitunglah persen (%) penghambatan inflamasi tiap obat dan potensi relatif
tiap obat pada tiap dosis.
IV. Data Percobaan :
Tabel I. Data Hasil Percobaan Metode Uji Antiedema
Vol. Vol. Volume udem (ml)
Bobot
Perlakuan pemberian karagenin 15 30 45 60 75
badan (g)
(ml) (ml)

13
Petunjuk Pratikum Farmakologi

Tabel II. Rata-rata Volume Udem


No. hewan Perlakuan Volume udem (ml) Rata-rata

1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3

V. Diskusi Hasil
1. Setelah pemberian karagenin, kenapa pengukuran volume udem diulangi 3 jam
kemudian?
2. Tentukan obat yang paling poten dalam menghambat peradangan karena
karagenin. Jelaskan jawaban anda!
3. Bagaimana terjadinya eritema sebagai akibat inflamasi?
4. Tentukan obat yang paling poten dalam menghambat terjadinya eritema. Jelaskan
jawaban saudara!

14
Petunjuk Pratikum Farmakologi

Percobaan IV
UJI KETOKSIKAN AKUT

I. Tujuan : Memahami tujuan, sasaran, tata cara pelaksanaan, luaran, dan manfaat uji
ketoksikan akut sesuatu obat.
II. Teori :
Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan
sebenarnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek terapeutis
obat berhubungan erat dengan efek toksisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis
yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme (“Sola dosis
facit venenum”: hanya dosis membuat racun, Paracelsus). Pada umumnya, hebatnya
reaksi toksis berhubungan langsung dengan tingginya dosis: bila dosis diturunkan, efek
toksis dapat dikurangi pula. Berdasarkan keahliannya, kegiatan toksikologi terbagi atas
3 (tiga) golongan yaitu:
1. Descriptive Toxicologist
Descriptive Toxicologist secara langsung berhubungan dengan pengujian sifat racun.
2. Mechanistic Toxicologist
Mechanistic toksikologist aktifitasnya berhubungan dengan mekanisme yang
digunakan oleh zat kimia dalam mengembangkan efek toksis mereka pada
organisme hidup.
3. Regulatory Toxicologist
Bidang ini memiliki tanggung jawab langsung memutuskan atas dasar data yang
disediakan oleh descriptive toxicology apakah satu obat atau zat kimia mempunyai
bahaya yang cukup rendah untuk dipasarkan bagi penggunaan yang dijelaskan
F.D.A (= Food and Drug Adminsitration) bertanggung jawab untuk pengakuan
terhadap obat-obatan, kosmetika bahan aditif pada makanan-makanan yang
dipasarkan E.P.A (= Environmental Protection Agency) bertanggung jawab untuk
pengaturan banyak zat-zat kimia yang lain.
Dua bidang lain yang dikhususkan dari Toksikologi diantaranya sebagai berikut:
1. Forensic Toxicologist
Forensic Toxicologist adalah satu bentuk campuran dari kimia analisa dan asas-asas
dasar toksikologi, terutama berhubungan dengan aspek-aspek medicolegal
(=keabsahan secara kedokteran) dari efek yang merugikan dari zat-zat kimia pada
manusia dan binatang.
15
Petunjuk Pratikum Farmakologi

2. Clinical Toxicologist
Clinical Toxicologist menunjukkan bahwa didalam ilmu kedokteran ada satu bidang
keahlian yang dengan tegas berhubungan dengan penyakit-penyakit yang disebabkan
oleh atau disertai secara khusus, zat-zat toksis.
Toksisitas akut merupakan percobaan yang meliputi Single Dose Experiments
yang dievaluasi 3-14 hari sesudahnya tergantung dari gejala yang ditimbulkan. Batas
dosis harus dipilih sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh suatu kurva dosis
respons yang dapat berwujud respons bertahap (misalnya mengukur lamanya waktu
tidur) atau suatu respons kuantal (misalnya mati). Biasanya digunakan 4-6 kelompok
terdiri dari sedikitnya 4 ekor tikus. Peningkatan dosis harus dipilih dengan log-interval
atau antilog-interval, misalnya : I. 10 mg/kgBB; II. 15 mg/kgBB; III. 22,5 mg/kgBB;
IV.33,75 mg/kgBB. Batas dosis ini diharapkan dapat menimbulkan respons pada 10-
90% dari hewan coba.
III. Cara Percobaan :
3.1 Alat dan Bahan
a. Alat
Alat-alat gelas, alat suntik (± 1 ml), baskom, kapas, neraca analitik,
stopwatch.
b. Bahan
Larutan stok propranolol HCl 40 mg/3 ml
c. Hewan Uji
Mencit jantan atau betina
3.2 Cara Kerja
1. Hewan uji diadaptasikan di laboratorium dan timbang berat badannya.
2. Bagi hewan uji menjadi 5 kelompok, masing-masing 5 ekor.
3. Pada masing-masing kelompok berikan larutan stok propranolol secara intra
peritoneal dengan dosis: 15 mg/kgBB; 30 mg/kgBB; 60 mg/kgBB; 120
mg/kgBB; dan 240 mg/kgBB.
4. Diamkan hewan uji dan amati selama 24 jam. Kriteria pengamatan: gelisah,
tremor, kepasifan, miosis, feses tidak berbentuk dan hitam, diare, kulit
kemerahan, nafas cepat.
5. Amati jumlah hewan uji yang mati dan hitung nilai LD50 dengan metode
Miller & Tainter dan metode Farmakope Indonesia.

16
Petunjuk Pratikum Farmakologi

Beberapa potensi ketoksikan akut berdasarkan nilai LD50 hasil perhitungan


metode FI yaitu :
Sangat tinggi, bila LD50 = < 1 mg/kg
Tinggi = 1 – 50 mg/kg
Sedang = 50 – 500 mg/kg
Sedikit toksis = 500 – 5000 mg/kg
Hampir tidak toksis = 5 – 15 mg/kg
Relatif tidak berbahaya = > 15 mg/kg
IV. Data Percobaan :
Tabel I. Data Hasil Percobaan Ketoksikan Akut
No Dosis Hewan uji mati Σ Hewan uji

Tabel II. Data hasil pengamatan perilaku/perubahan fisik mencit


Bobot Vol. pemberian Pengamatan dan pemeriksaan
No. Menit ke-
mencit (g) (ml) tanda umum

V. Diskusi Hasil
1. Jelaskan perbedaan tata cara perhitungan LD50 antara metode Miller & Tainter,
Thomson-Weil, dan Litchfiel-Wilcoxon?
2. Jelaskan tujuan, sasaran, luaran dan manfaat uji ketoksikan akut suatu obat?

17
Petunjuk Pratikum Farmakologi

Percobaan V
PENGUJIAN OBAT PADA SISTEM SARAF

I. Tujuan : Mengetahui efek yang terjadi setelah pemberian obat-obat sistem saraf
otonom pada hewan uji dengan uji neurofarmakologik pada hewan uji. Selain itu juga
mengetahui onset dan durasi dari kerja obat-obat sistem saraf pusat.
II. Teori :
Sistem saraf terdiri dari dua kelompok, yakni susunan saraf pusat (SSP) yang
terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang, dan susunan saraf perifer dengan saraf-
saraf yang secara langsung atau tak langsung ada hubungannya dengan SSP. Saraf
perifer terbagi menjadi dua bagian, yakni susunan saraf motoris yang bekerja
sekehendak kita, misalnya otot-otot lurik (kaki, tangan, dan sebagainya) serta susunan
saraf otonom (SSO) yang bekerja menurut aturannya sendiri. Tugas pokok terpenting
dari sistem saraf adalah mengatur kegiatan tubuh. Ini dicapai dengan mengatur (1)
kontraksi otot rangka di seluruh tubuh, (2) kontraksi otot polos di dalam rongga
internal, dan (3) sekresi kelenjar eksokrin dan endokrin dalam banyak bagian tubuh.
Kegiatan-kegiatan ini secara bersama-sama disebut fungsi motorik sistem saraf, serta
otot dan kelenjar disebut efektor karena mereka melakukan fungsi yang diperintahkan
oleh isyarat saraf.
Susunan saraf otonom terdiri atas dua bagian yaitu susunan (ortho) simpatik dan
susunan parasimpatik. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kedua susunan ini
bekerja antagonis : bila satu sistem merintangi fungsi tertentu, sistem lainnya justru
menstimulasinya. Tetapi dalam beberapa hal, khasiatnya berlainan sama sekali atau
bahkan bersifat sinergistis. Menurut khasiatnya, obat otonom dapat digolongkan
sebagai berikut:
1. Zat-zat yang bekerja terhadap susunan simpatik, yakni:
a. Simpatomimetika (adrenergika), yang meniru efek dan perangsangan susunan
simpatik.
b. Simpatolitika (adrenolitika), yang justru menekan saraf simpatik atau melawan
efek adrenergika.
2. Zat-zat yang bekerja terhadap susunan parasimpatik, yakni:
a. Parasimpatomimetika (kolinergika), yang merangsang organ-organ yang dilayani
saraf parasimpatik dan meniru efek perangsangan dengan asetilkolin.

18
Petunjuk Pratikum Farmakologi

b. Parasimpatolitika (antikolinergika), yang justru melawan efek


parasimpatomimetika.
. Obat yang bekerja terhadap susunan saraf pusat dapat dibagi dalam beberapa
golongan besar, yakni :
1. Psikofarmaka (psikotropika), yang meliputi :
a. Psikoleptika, jenis obat yang pada umumnya menekan dan atau menghambat
fungsi-fungsi tertentu dari susunan saraf pusat, yakni hipnotika, sedativa dan
tranquillizers dan antipsikotika.
b. Psiko-analeptika, jenis obat yang menstimulasi seluruh susunan saraf pusat, yakni
antidepresiva dan psikostimulansia.
2. Jenis obat untuk gangguan neurologis, seperti antiepileptika, MS (multiple
sclerosis), dan penyakit Parkinson.
3. Jenis obat yang menghalau atau memblokir perasaan sakit, seperti analgetika,
anestesi umum, dan lokal.
4. Jenis obat vertigo dan obat migrain.
Anestetika umum dapat menekan susunan saraf pusat secara bertingkat dan
berturut-turut menghentikan aktivitas bagiannya. Ada 4 taraf narkosa, yakni :
1. Anelgesia, kesadaran berkurang rasa nyeri hilang dan terjadi eurofia (rasa nyaman)
yang disertai impian yang mirip halusinasi.
2. Eksitasi, kesadaran hilang dan timbul kegelisahan. Kedua taraf ini juga disebut taraf
induksi.
3. Anestesia, pernafasan menjadi dangkal, cepat, dan teratur, seperti keadaan tidur
(pernafasan perut). Gerakan mata dan refleks mata hilang, sedangkan otot menjadi
lemas.
4. Kelumpuhan sumsum tulang, kegiatan jantung dan pernafasan terhenti. Taraf ini
sedapat mungkin dihindarkan.
III. Cara Percobaan :
3.1 Alat dan Bahan
a. Alat
Alat suntik tajam, alat suntik oral, baskom, beker glass, kapas, labu takar 10
ml, neraca analitik, pinset, pipet volume, stopwatch, toples bertutup (1-3
liter).
b. Bahan
Pilokarpin 20 mg/mL, propranolol, eter, kloroform, dan natrium pentotal.
19
Petunjuk Pratikum Farmakologi

c. Hewan Uji
Mencit jantan atau betina
3.2 Cara Kerja
a. Percobaan obat-obat sistem saraf otonom
1. Hewan uji ditimbang dan bagi menjadi 2 kelompok, masing-masing
sebanyak 3 ekor.
2. Berikan pilokarpin (7,5 mg/kgBB) secara per oral untuk kelompok I dan
propranolol (120 mg/kgBB) secara per oral untuk kelompok II.
3. Lakukan pengamatan setelah pemberian obat meliputi: pupil mata, diare,
tremor, warna daun telinga, grooming, dsb.
b. Percobaan obat-obat sistem saraf pusat
Onset dan durasi barbiturat kerja panjang
1. Suntikkan Natrium pentotal (dosis manusia 40 mg/kgBB) secara intra
peritoneal pada hewan uji.
2. Amati gejala yang timbul dan catat waktu mulai tidur (onset) dan lama
hewan uji tidur (durasi).
Onset dan durasi anestesi umum: eter
1. Letakkan hewan uji dalam toples dan tutup.
2. Catat kecepatan pernafasan dari hewan uji serta aktivitasnya.
3. Buka toples dan masukkan kapas yang telah dibasahi dengan 1,5 ml eter.
4. Tutup kembali toples sampai hewan uji teranestesi.
5. Lepas tutup toples, catat onset dan durasi serta amati gejala sebelum
hewan uji teranestesi.
6. Keluarkan hewan uji dari toples, lakukan tes hilangnya rasa sakit dengan
menusuk kulit hewan uji menggunakan jarum suntik serta jepit ekornya
dengan pinset.
Onset dan durasi anestesi umum: kloroform
1. Letakkan hewan uji dalam toples dan tutup.
2. Catat kecepatan pernafasan dari hewan uji serta aktivitasnya.
3. Buka toples dan masukkan kapas yang telah dibasahi dengan 0,75 ml
kloroform.
4. Tutup kembali toples sampai hewan uji teranestesi.
5. Lepas tutup toples, catat onset dan durasi serta amati gejala sebelum
hewan uji teranestesi.
20
Petunjuk Pratikum Farmakologi

6. Keluarkan hewan uji dari toples, lakukan tes hilangnya rasa sakit dengan
menusuk kulit hewan uji menggunakan jarum suntik serta jepit ekornya
dengan pinset.

IV. Data Percobaan :


Tabel I. Data Hasil Percobaan Onset dan Durasi
No Bobot Volume Onset Durasi
Perlakuan
hewan badan (g) Pemberian (ml) (menit) (menit)
1
2
3
1
2
3
1
2
3

Tabel II. Data hasil pengamatan

No. Berat Volume Menit


Perlakuan Pengamatan
Hewan Badan (g) Pemberian (ml) Ke-
1
2
3
1
2
3

21
Petunjuk Pratikum Farmakologi

Percobaan VI
ANTIPIRETIK

I. Tujuan : Mengenal dan mempraktekkan uji anti demam menggunakan metode induksi
demam.
II. Teori :
Efek antipiretik yaitu obat yang mirip aspirin akan menurunkan suhu badan hanya
pada keadaan demam, walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek antipiretik
in vitro, tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila
digunakan secara rutin atau terlalu lama. Fenilbutazon dan antireumatik lainnya tidak
dibenarkan digunakan sebagai antipiretik atas alasan tersebut. Obat-obat analgetik
antipiretik merupakan terapi pilihan pada hampir semua kasus demam. Obat-obat ini
dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu golongan salisilat, derivat-derivat para
aminophenol (acetaminophen), dan derivat-derivat pyrazolon (phenylbutazone).
Semuanya merupakan obat antipiretik yang efektif. Semua kerjanya pertama pada
susunan saraf pusat untuk menimbulkan efek terapetik terhadap kenaikan suhu tubuh
yang patologis.
Obat analgetika dan antipiretik adalah obat-obat yang dapat menghilangkan atau
mengurangi rasa sakit, sekaligus menurunkan suhu tubuh tinggi. Obat analgetika dan
antipiretik mempengaruhi pusat-pusat pengatur kalor dari sistem saraf pusat yang
terletak di hipotalamus dan reaksi yang timbul antara lain terjadi vasodilatasi pada kulit
yang mengakibatkan pengeluaran kalor bertambah. Obat-obat analgesik-antipiretik:
a. Turunan salisilat, antara lain asetosal dan salisilamid
b. Turunan p-Aminofenol, antara lain asetaminofen
c. Turunan pirazolon, antara lain metampiron
d. Turunan asam antranilat, antara lain asam mefenamat dan glafenin
III. Cara Percobaan :
3.1 Alat dan Bahan
a. Alat
Baskom, gelas beker 50 dan 500 ml, gelas ukur 5 ml, kapas, labu ukur 10 ml,
neraca analitik, pipet, spuit injeksi (1 ml), sonde oral, dan termometer digital.
b. Bahan
Aquades, asetosal, ibuprofen, metamizol, parasetamol, dan stimulus demam
pepton 12,5%.
22
Petunjuk Pratikum Farmakologi

c. Hewan Uji
Mencit jantan atau betina
3.2 Cara Kerja
1. Adaptasikan dan timbang hewan uji. Bagi menjadi 5 kelompok, masing-
masing sebanyak 2 ekor.
2. Ukur suhu tubuh hewan uji melalui rectal, berikan secara per oral larutan
obat (parasetamol, metamizol, asetosal, ibuprofen, dan aquades/kontrol
negatif) pada masing-masing kelompok.
3. Diamkan hewan uji selama 15 menit dan induksi stimulus demam berupa
pepton 12,5% secara intra muskular (i.m).
4. Ukur suhu tubuh hewan uji melalui rectal setiap interval waktu 0,15, 30, 45,
dan 60 menit.
5. Hitung persentasi peningkatan suhu tubuh akibat stimulasi demam.
IV. Data Percobaan :
Tabel I. Data Hasil Pemberian Volume Bahan Uji dan Volume Pepton
No Berat Vol.pemberian Volume pepton
Perlakuan
hewan badan (g) bahan uji (mL) (induksi demam) (mL)
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2

Tabel II. Data hasil pengukuran suhu pada uji anti demam
No Bobot Suhu (ºC)
Perlakuan
hewan mencit (g) TAwal T0 T15 T30 T45 T60
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2

23
Petunjuk Pratikum Farmakologi

Percobaan VII
EFEK SEDATIF

I. Tujuan : Mempelajari pengaruh obat penekanan susunan saraf pusat.


II. Teori :
Hipnotik atau obat tidur (Yunani : hypnos = tidur) adalah zat-zat yang dalam
dosis terapi diperuntukkan meningkatkan keinginan faal untuk tidur dan mempermudah
atau menyebabkan tidur. Lazimnya, obat ini diberikan pada malam hari. Bilamana zat-
zat ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan
menenangkan, maka dinamakan sedatif (obat-obat pereda). Oleh karena itu, tidak ada
perbedaan yang tajam antara kedua kelompok obat ini. Hipnotik dan sedatif merupakan
golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP) yang relatif tidak selektif, mulai dari
yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat
(kecuali benzodiazepin) yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma, dan mati,
bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedatif menekan aktivitas, menurunkan
respon terhadap perangsangan emosi dan menenangkan. Obat hipnotik dapat
menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang
menyerupai tidur fisiologis.
Pilihan utama obat hipnotik adalah derivat-derivat short acting yang resorpsi dan
mulai kerjanya pesat, antara 20 menit-1 jam, yaitu estrazol, triazolam, dan temazepam,
(sebagai larutan kapsul lunak). Obat-obat medium acting nitrazepam, flurazepam,
lorazepam dan klormetazepam dapat digunakan untuk waktu singkat, maksimal 2
minggu. Pada keesokan harinya, separuh dari kadar di dalam plasma sudah
diekskresikan. Sisanya mencegah kemungkinan akan efek penarikan, tetapi kadarnya
terlalu rendah untuk menimbulkan akumulasi dan hang-over.
Berdasarkan pengukuran neurofisiologik, dapat dibedakan berbagai jenis tidur,
yaitu :
a. Tidur ortodoks ‘tersinkronisasi’ (tidur Non-REM)
b. Tidur paradoks atau tidur REM
Tidur ortodoks secara elektroensefalografi dibagi lagi dalam berbagai fase tidur
stadium memasuki tidur (stadium I), stadium tidur ringan (stadium II), stadium cukup
dalam (stadium III) dan stadium tidur dalam (stadium IV). Tidur yang berbentuk seperti
gelombang ini diputuskan oleh fase tidur khusus, yaitu terjadi salvo gerakan mata yang
cepat disebut fase REM (Rapid Eye Movement). Tidur REM ditandai oleh aktivitas
24
Petunjuk Pratikum Farmakologi

listrik kuat, sedangkan parameter lain sama dengan parameter tidur dalam (tonus otot
minimum, gelombang bangun tinggi). Fase REM ini berlangsung rata-rata sekitar 20
menit yang disebut tidur paradoks. Fase REM adalah waktu yang pada saat itu terjadi
mimpi. Jangka waktu tidur ortodoks dan tidur REM menurun dengan meningkatnya
usia.
III. Cara Percobaan :
3.1 Alat dan Bahan
a. Alat
Alat gelas, sonde oral (1 ml), baskom, neraca analitik, rotarod (batang
berputar), stopwatch.
b. Bahan
Diazepam 2 mg/kg BB dan 5 mg/kg BB, NaCl fisiologis 0,9%, natrium
pentotal 40 mg/kg BB dan 60 mg/kg BB.
c. Hewan Uji
Mencit jantan atau betina
3.2 Cara Kerja
1. Timbang hewan uji dan bagi menjadi 5 kelompok, masing-masing 2 ekor.
2. Letakkan di atas rotarod selama 5 menit untuk adaptasi.
3. Berikan obat secara per oral pada masing-masing kelompok hewan uji (Na
pentotal 40 mg/kgBB; Na pentotal 60 mg/kgBB; Diazepam 2 mg/kgBB;
Diazepam 5 mg/kgBB dan NaCl fisiologis 0,9%/kontrol negatif).
4. Letakkan hewan uji di atas rotarod selama 2 menit setelah pemberian obat
menit ke-15, 30, 60, dan 120.
5. Catat berapa kali hewan uji terjatuh dari rotarod dan amati daya cengkeram
pada kawat kasa.
6. Tentukan obat yang paling poten.
IV. Data Percobaan :
Tabel I. Hasil pengamatan efek sedatif obat

Keterangan
Larutan Berat Mencit Pemberian Jumlah
Dosis Daya
Obat (g) (ml) Terjatuh
Cengkram

25
Petunjuk Pratikum Farmakologi

V. Diskusi Hasil
1. Kenapa hewan uji perlu diadaptasikan sebelum percobaan?
2. Merupakan indikasi apakah hilangnya reflek balik badan dan kornea, daya
cengkeram dan perubahan pupil?

26
Petunjuk Pratikum Farmakologi

Percobaan VIII
ANTI DIARE

I. Tujuan : Mengenal dan mempraktekkan uji anti diare menggunakan metode proteksi
terhadap diare oleh oleum ricini.
II. Teori :
Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan (mencret) dan
merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu atau gangguan lainnya, seperti
diuraikan dibawah ini (Yun: diarrea = mengalir melalui). Yang disebut diare adalah
pengeluaran feses cair atau seperti bubur berulang kali (lebih dari tiga kali sehari). Pada
penyakit usus halus atau usus besar bagian atas, akan dieksresi feses dalam jumlah
banyak dan mengandung air dalam jumlah besar, penyakit pada kolon bagian distal
menyebabkan diare dalam jumlah sedikit. Diare disebabkan oleh meningkatnya
peristaltik usus, hingga pelintasan chymus sangat dipercepat dan masih mengandung
banyak air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja. Pada keadaan normal, proses
resorpsi dan sekresi dari air dan elektrolit-elektrolit berlangsung pada waktu yang sama
di sel-sel epitel mukosa. Proses ini diatur oleh beberapa hormon, yaitu resorpsi oleh
enkefalin (morfin endogen, analgetika narkotik), sedangkan sekresi diatur oleh
prostaglandin dan neurohormon V.I.P. (Vasoactive Intestinal Peptide).
Berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan empat jenis gastroenteritis dan diare
sebagai berikut :
1. Diare akibat virus, misalnya ‘influenza perut’ yang disebabkan antara lain oleh
rotavirus dan adenovirus. Virus melekat pada sel-sel mukosa usus, yang menjadi
rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun dan sekresi air dan elktrolit memegang
peranan.
2. Diare bakterial (invasif) agak sering terjadi, tapi mulai berkurang berhubung
semakin meningkatnya derajat hygienis masyarakat. Bakteri-bakteri tertentu pada
keadaan tertentu, misalnya bahan makanan yang terinfeksi oleh banyak kuman,
menjadi “invasif” dan menyerbu kedalam mukosa. Penyebab terkenal dari jenis
diare ini ialah bakteri Salmonella, Shigella, Campylobacter, dan jenis Coli tertentu.
3. Diare parasiter, seperti protozoa Entamoeba histolytica, Giardia liambia,
Cryptospordium, dan Cyclospora , yang terutama terjadi di daerah (sub)tropis.
4. Diare akibat enterotoksin. Diare jenis ini lebih jarang terjadi. Penyebabnya adalah
kuman-kuman yang membentuk enterotoksin, yang terpenting adalah E. Coli dan
27
Petunjuk Pratikum Farmakologi

Vibrio cholerae dan jarang Shigella, Salmonella, Campylobacter dan Entamoeba


histolytica. Toksin melekat pada sel-sel mukosa dan merusaknya.
Kelompok obat yang sering kali digunakan pada diare adalah :
1. Kemoterapeutika untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab diare,
seperti antibiotika, sulfonamida, kuinolon, dan furazolidon.
2. Obstipansia untuk terapi simptomatis, yang dapat menghentikan diare dengan
beberapa cara yakni :
a. Zat-zat penekan peristaltik sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk
resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus, candu dan alkaloidanya, derivat-
derivat petidin (difenoksilat dan loperamida), dan antikolinergika (atropin,
ekstrak belladonna).
b. Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak
(tanin) dan tannalbumin, garam-garam bismut, dan allumunium.
c. Adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang pada permukaannya dapat
menyerap (adsorpsi) zat-zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau
yang adakalanya berasal dari makanan (udang, ikan).
3. Spasmolitika, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering
kali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin dan oksifenonium.
III. Cara Percobaan :
3.1 Alat dan Bahan
a. Alat
Alat gelas, baskom, jarum oral, kertas saring, dan timbangan.
b. Bahan
Biodiar, Diapet, Diatabs, Loperamid, Na-CMC, dan oleum ricini.
c. Hewan Uji
Mencit jantan atau betina
3.2 Cara Kerja
1. Timbang dan bagi hewan uji menjadi 5 kelompok, masing-masing sebanyak
2 ekor.
2. Induksikan secara per oral oleum ricini (0,75 ml/35 g BB) pada hewan uji.
3. Diamkan hewan uji selama 15 menit dan berikan larutan uji secara per oral
(diatabs, Na-CMC/kontrol negatif, loperamid diapet, dan biodiar).
4. Amati hewan uji tiap selang 15 menit selama 60 menit. Parameter yang
diamati: konsistensi feses, frekuensi diare, bobot feses, dan durasi obat.
28
Petunjuk Pratikum Farmakologi

IV. Data Percobaan :


Tabel I. Hasil pengamatan
Waktu (menit)
Bahan Berat Vol.
No Amati
obat badan (g) (mL) 15 30 45 60
Konsistensi
Frekuensi diare
Bobot feses
Konsistensi
Frekuensi diare
Bobot feses
Konsistensi
Frekuensi diare
Bobot feses
Konsistensi
Frekuensi diare
Bobot feses
Konsistensi
Frekuensi diare
Bobot feses

29

Anda mungkin juga menyukai