PETUNJUK PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI I
Disusun Oleh :
LABORATORIUM FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI
SEKOLAH TINGGI FARMASI BORNEO LESTARI
2017
1
Petunjuk Pratikum Farmakologi
;KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang hanya karena rahmat dan
karunia-Nya, Buku Petunjuk Praktikum Farmakologi-Toksikologi I ini dapat diselesaikan.
Buku ini disusun sebagai pedoman untuk membantu mahasiswa dalam mengikuti praktikum
Farmakologi-Toksikologi I.
Buku petunjuk praktikum ini memberi panduan kepada mahasiswa secara singkat
tentang pengaruh cara pemberian terhadap absorpsi obat, uji farmakologi analgetika,
antipiretika, antidiare, obat-obat sistem saraf, efek sedatif dan antiinflamase, serta uji
ketoksikan akut.
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penyelesaian buku ini. Semoga buku petunjuk praktikum ini dapat memberikan
manfaat terutama bagi mahasiswa. Masukan berupa kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan untuk menyempurnakan buku ini.
Penyusun
2
Petunjuk Pratikum Farmakologi
Hal-hal lain yang belum diatur dalam ketentuan ini akan diatur kemudian. Demikian tata
tertib ini dibuat untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Koordinator Praktikum
3
Petunjuk Pratikum Farmakologi
B. PEDOMAN PENILAIAN
Penilaian meliputi :
Pretest 15%
Laporan 20%
Kerja 25%
UAS 40%
D. JADWAL PRAKTIKUM
Minggu Ke- Materi Praktikum
1 Pembagian kelompok
Aturan, topik dan tugas praktikum
Pengenalan alat-alat praktikum
Cara Perlakuan hewan uji
Analisis statistika dengan Program SPSS
2 Percobaan 1
3 Percobaan 2
4 Percobaan 3
5 Percobaan 4
6 Percobaan 5
7 Percobaan 6
8 Percobaan 7
9 Percobaan 8
10 Asistensi
11 Ujian Akhir Semester
4
Petunjuk Pratikum Farmakologi
Laporan mengacu pada contoh format laporan di atas. Dibuat pada kertas HVS A4 yang
ditulis dengan tulisan yang rapi dan jelas.
Format laporan sementara sama dengan format laporan tertulis, tapi tanpa hasil, pembahasan
dan kesimpulan. Ditulis pada kertas HVS A4 dan dibawa sebagai persyaratan masuk
praktikum, dan harus lulus pretes sebelum praktikum.
Laporan Percobaan adalah lanjutan dari laporan sementara dengan tambahan pembahasan dan
kesimpulan. Dikumpulkan pada praktikum minggu selanjutnya..
5
Petunjuk Pratikum Farmakologi
Percobaan I
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORPSI OBAT
injeksi intra arterium (i.a); injeksi intraktor atau intra kardial (i.k.d); injeksi intratekal
(i.t), intraspinal, intradural; injeksi intratikulus; injeksi subkonjungtiva; injeksi Intra
peritoneal (i.p); peridural (p.d), ekstra dural; intrasisternal (i.s).
III. Cara Percobaan :
3.1 Alat dan Bahan
a. Alat
Baskom, gelas beker 50 mL; 250 mL, jarum berujung tumpul (untuk per
oral), neraca analitik, sarung tangan, spuit injeksi dan Jarum (1-2 ml), dan
stopwatch.
b. Bahan
Alkohol 70 %, larutan stok natrium pentobarbital 2 mg/mL; 20 mg/mL, dan
xylol.
c. Hewan Uji
Mencit
3.2 Cara Kerja
1. Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing sebanyak 3 ekor.
2. Timbang hewan uji terlebih dahulu untuk memperhitungkan volume natrium
pentobarbital yang akan diberikan (dosis: 35 mg/kg BB).
3. Berikan natrium pentobarbital pada hewan uji ditiap kelompok dengan cara
oral, subkutan, intra muskular, intra peritoneal, dan intra vena.
- Oral : berikan melalui mulut dengan jarum ujung tumpul
- Subkutan : masukkan jarum injeksi di bawah kulit pada tengkuk hewan uji
- Intra muskular : suntikkan jarum injeksi ke dalam otot pada daerah otot
gluteus maximus
- Intra peritoneal : suntikkan jarum ke dalam rongga perut, hati-hati jangan
sampai masuk ke dalam usus
- Intra vena : suntikkan ke dalam vena lateralis pada ekor hewan uji
4. Amati hewan uji, dan catatlah waktu hilangnya reflek balik badan serta
waktu kembali reflek balik badan.
5. Hitung onset dan durasi waktu tidur natrium pentobarbital dari masing-
masing kelompok.
6. Bandingkan dengan uji statistik “analisa varian pola searah” dengan taraf
kepercayaan 95%.
7
Petunjuk Pratikum Farmakologi
V. Diskusi Hasil
1. Apakah faktor yang dapat mempengaruhi absorpsi obat dari saluran cerna?
2. Jelaskan bagaimana cara pemberian obat dapat mempengaruhi onset dan duraasi
obat!
3. Jelaskan keuntungan dan kerugian masing-masing cara pemberian obat!
8
Petunjuk Pratikum Farmakologi
Percobaan II
ANALGETIKA
10
Petunjuk Pratikum Farmakologi
V. Diskusi Hasil
1. Apakah analgetika itu?
2. Mengapa analgetika kadang-kadang perlu diberikan kepada penderita?
3. Bagaimana terjadinya rasa nyeri?
4. Bagaimana daya analgetika opioid dan non opioid?
11
Petunjuk Pratikum Farmakologi
Percobaan III
ANTI INFLAMASI
I. Tujuan : Mempelajari daya anti inflamasi obat pada binatang dengan radang buatan.
II. Teori :
Analgetika anti radang (NSAIDs) berkhasiat analgetis, antipiretis, serta
antiradang (antiflogistis), dan sering sekali digunakan untuk menghalau gejala penyakit
rema, seperti A.R., artrosis, dan spondylosis. Obat ini efektif untuk peradangan lain
akibat trauma (pukulan, benturan, kecelakaan), juga misalnya setelah pembedahan, atau
pada memar akibat olahraga. Obat ini dipakai pula untuk mencegah pembengkakan bila
diminum sedini mungkin dalam dosis yang cukup tinggi. Selanjutnya NSAIDs juga
digunakan untuk kolik saluran empedu dan kemih, serta keluhan tulang pinggang dan
nyeri haid (dysmenorroe). Akhirnya, NSAIDs juga berguna untuk nyeri kanker akibat
metastase tulang.
Obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan suatu grup obat yang
secara kimiawi tidak sama, yang berbeda aktivitas antipiretik, analgesik dan anti-
inflamasinya. Obat-obat ini terutama bekerja dengan jalan menghambat enzim siklo-
oksigenase tetapi tidak enzim lipoksigenase. Sebagai gejala reaksi meradang dapat
diamati terjadinya pemerahan (rubor), pembengkakan (tumor), panas meningkat
(calor), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (functio laesa). Gejala-gejala ini merupakan
akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi akibat kerusakan jaringan dalam
pembuluh pengalir terminal, gangguan keluarnya plasma darah (eksudasi) ke dalam
ruang ekstrasel akibat meningkatnya ketebalan kapiler dan perangsangan reseptor nyeri.
Reaksi ini disebabkan oleh pembebasan bahan-bahan mediator (histamin, serotonin,
prostaglandin, kinin).
Secara kimiawi analgetika anti radang (NSAIDs) biasanya dibagi dalam beberapa
kelompok, yaitu :
1. Salisilat : asetosal, benorilat, dan diflunisal.
2. Asetat : alklofenac, diklofenac, indometasin, sulindac, juga fentiazac.
3. Propionat : ibuprofen, ketoprofen, naproksen, dsb.
4. Oxicam : piroxicam, tenoxicam, dan meloxicam.
5. Derivat antranilat : mefenaminat, nifluminat, dan meclofenamic acid.
6. Pirazolon : fenilbutazon dan azapropazon.
7. Lainnya : benzidamin
12
Petunjuk Pratikum Farmakologi
13
Petunjuk Pratikum Farmakologi
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
V. Diskusi Hasil
1. Setelah pemberian karagenin, kenapa pengukuran volume udem diulangi 3 jam
kemudian?
2. Tentukan obat yang paling poten dalam menghambat peradangan karena
karagenin. Jelaskan jawaban anda!
3. Bagaimana terjadinya eritema sebagai akibat inflamasi?
4. Tentukan obat yang paling poten dalam menghambat terjadinya eritema. Jelaskan
jawaban saudara!
14
Petunjuk Pratikum Farmakologi
Percobaan IV
UJI KETOKSIKAN AKUT
I. Tujuan : Memahami tujuan, sasaran, tata cara pelaksanaan, luaran, dan manfaat uji
ketoksikan akut sesuatu obat.
II. Teori :
Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan
sebenarnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek terapeutis
obat berhubungan erat dengan efek toksisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis
yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme (“Sola dosis
facit venenum”: hanya dosis membuat racun, Paracelsus). Pada umumnya, hebatnya
reaksi toksis berhubungan langsung dengan tingginya dosis: bila dosis diturunkan, efek
toksis dapat dikurangi pula. Berdasarkan keahliannya, kegiatan toksikologi terbagi atas
3 (tiga) golongan yaitu:
1. Descriptive Toxicologist
Descriptive Toxicologist secara langsung berhubungan dengan pengujian sifat racun.
2. Mechanistic Toxicologist
Mechanistic toksikologist aktifitasnya berhubungan dengan mekanisme yang
digunakan oleh zat kimia dalam mengembangkan efek toksis mereka pada
organisme hidup.
3. Regulatory Toxicologist
Bidang ini memiliki tanggung jawab langsung memutuskan atas dasar data yang
disediakan oleh descriptive toxicology apakah satu obat atau zat kimia mempunyai
bahaya yang cukup rendah untuk dipasarkan bagi penggunaan yang dijelaskan
F.D.A (= Food and Drug Adminsitration) bertanggung jawab untuk pengakuan
terhadap obat-obatan, kosmetika bahan aditif pada makanan-makanan yang
dipasarkan E.P.A (= Environmental Protection Agency) bertanggung jawab untuk
pengaturan banyak zat-zat kimia yang lain.
Dua bidang lain yang dikhususkan dari Toksikologi diantaranya sebagai berikut:
1. Forensic Toxicologist
Forensic Toxicologist adalah satu bentuk campuran dari kimia analisa dan asas-asas
dasar toksikologi, terutama berhubungan dengan aspek-aspek medicolegal
(=keabsahan secara kedokteran) dari efek yang merugikan dari zat-zat kimia pada
manusia dan binatang.
15
Petunjuk Pratikum Farmakologi
2. Clinical Toxicologist
Clinical Toxicologist menunjukkan bahwa didalam ilmu kedokteran ada satu bidang
keahlian yang dengan tegas berhubungan dengan penyakit-penyakit yang disebabkan
oleh atau disertai secara khusus, zat-zat toksis.
Toksisitas akut merupakan percobaan yang meliputi Single Dose Experiments
yang dievaluasi 3-14 hari sesudahnya tergantung dari gejala yang ditimbulkan. Batas
dosis harus dipilih sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh suatu kurva dosis
respons yang dapat berwujud respons bertahap (misalnya mengukur lamanya waktu
tidur) atau suatu respons kuantal (misalnya mati). Biasanya digunakan 4-6 kelompok
terdiri dari sedikitnya 4 ekor tikus. Peningkatan dosis harus dipilih dengan log-interval
atau antilog-interval, misalnya : I. 10 mg/kgBB; II. 15 mg/kgBB; III. 22,5 mg/kgBB;
IV.33,75 mg/kgBB. Batas dosis ini diharapkan dapat menimbulkan respons pada 10-
90% dari hewan coba.
III. Cara Percobaan :
3.1 Alat dan Bahan
a. Alat
Alat-alat gelas, alat suntik (± 1 ml), baskom, kapas, neraca analitik,
stopwatch.
b. Bahan
Larutan stok propranolol HCl 40 mg/3 ml
c. Hewan Uji
Mencit jantan atau betina
3.2 Cara Kerja
1. Hewan uji diadaptasikan di laboratorium dan timbang berat badannya.
2. Bagi hewan uji menjadi 5 kelompok, masing-masing 5 ekor.
3. Pada masing-masing kelompok berikan larutan stok propranolol secara intra
peritoneal dengan dosis: 15 mg/kgBB; 30 mg/kgBB; 60 mg/kgBB; 120
mg/kgBB; dan 240 mg/kgBB.
4. Diamkan hewan uji dan amati selama 24 jam. Kriteria pengamatan: gelisah,
tremor, kepasifan, miosis, feses tidak berbentuk dan hitam, diare, kulit
kemerahan, nafas cepat.
5. Amati jumlah hewan uji yang mati dan hitung nilai LD50 dengan metode
Miller & Tainter dan metode Farmakope Indonesia.
16
Petunjuk Pratikum Farmakologi
V. Diskusi Hasil
1. Jelaskan perbedaan tata cara perhitungan LD50 antara metode Miller & Tainter,
Thomson-Weil, dan Litchfiel-Wilcoxon?
2. Jelaskan tujuan, sasaran, luaran dan manfaat uji ketoksikan akut suatu obat?
17
Petunjuk Pratikum Farmakologi
Percobaan V
PENGUJIAN OBAT PADA SISTEM SARAF
I. Tujuan : Mengetahui efek yang terjadi setelah pemberian obat-obat sistem saraf
otonom pada hewan uji dengan uji neurofarmakologik pada hewan uji. Selain itu juga
mengetahui onset dan durasi dari kerja obat-obat sistem saraf pusat.
II. Teori :
Sistem saraf terdiri dari dua kelompok, yakni susunan saraf pusat (SSP) yang
terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang, dan susunan saraf perifer dengan saraf-
saraf yang secara langsung atau tak langsung ada hubungannya dengan SSP. Saraf
perifer terbagi menjadi dua bagian, yakni susunan saraf motoris yang bekerja
sekehendak kita, misalnya otot-otot lurik (kaki, tangan, dan sebagainya) serta susunan
saraf otonom (SSO) yang bekerja menurut aturannya sendiri. Tugas pokok terpenting
dari sistem saraf adalah mengatur kegiatan tubuh. Ini dicapai dengan mengatur (1)
kontraksi otot rangka di seluruh tubuh, (2) kontraksi otot polos di dalam rongga
internal, dan (3) sekresi kelenjar eksokrin dan endokrin dalam banyak bagian tubuh.
Kegiatan-kegiatan ini secara bersama-sama disebut fungsi motorik sistem saraf, serta
otot dan kelenjar disebut efektor karena mereka melakukan fungsi yang diperintahkan
oleh isyarat saraf.
Susunan saraf otonom terdiri atas dua bagian yaitu susunan (ortho) simpatik dan
susunan parasimpatik. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kedua susunan ini
bekerja antagonis : bila satu sistem merintangi fungsi tertentu, sistem lainnya justru
menstimulasinya. Tetapi dalam beberapa hal, khasiatnya berlainan sama sekali atau
bahkan bersifat sinergistis. Menurut khasiatnya, obat otonom dapat digolongkan
sebagai berikut:
1. Zat-zat yang bekerja terhadap susunan simpatik, yakni:
a. Simpatomimetika (adrenergika), yang meniru efek dan perangsangan susunan
simpatik.
b. Simpatolitika (adrenolitika), yang justru menekan saraf simpatik atau melawan
efek adrenergika.
2. Zat-zat yang bekerja terhadap susunan parasimpatik, yakni:
a. Parasimpatomimetika (kolinergika), yang merangsang organ-organ yang dilayani
saraf parasimpatik dan meniru efek perangsangan dengan asetilkolin.
18
Petunjuk Pratikum Farmakologi
c. Hewan Uji
Mencit jantan atau betina
3.2 Cara Kerja
a. Percobaan obat-obat sistem saraf otonom
1. Hewan uji ditimbang dan bagi menjadi 2 kelompok, masing-masing
sebanyak 3 ekor.
2. Berikan pilokarpin (7,5 mg/kgBB) secara per oral untuk kelompok I dan
propranolol (120 mg/kgBB) secara per oral untuk kelompok II.
3. Lakukan pengamatan setelah pemberian obat meliputi: pupil mata, diare,
tremor, warna daun telinga, grooming, dsb.
b. Percobaan obat-obat sistem saraf pusat
Onset dan durasi barbiturat kerja panjang
1. Suntikkan Natrium pentotal (dosis manusia 40 mg/kgBB) secara intra
peritoneal pada hewan uji.
2. Amati gejala yang timbul dan catat waktu mulai tidur (onset) dan lama
hewan uji tidur (durasi).
Onset dan durasi anestesi umum: eter
1. Letakkan hewan uji dalam toples dan tutup.
2. Catat kecepatan pernafasan dari hewan uji serta aktivitasnya.
3. Buka toples dan masukkan kapas yang telah dibasahi dengan 1,5 ml eter.
4. Tutup kembali toples sampai hewan uji teranestesi.
5. Lepas tutup toples, catat onset dan durasi serta amati gejala sebelum
hewan uji teranestesi.
6. Keluarkan hewan uji dari toples, lakukan tes hilangnya rasa sakit dengan
menusuk kulit hewan uji menggunakan jarum suntik serta jepit ekornya
dengan pinset.
Onset dan durasi anestesi umum: kloroform
1. Letakkan hewan uji dalam toples dan tutup.
2. Catat kecepatan pernafasan dari hewan uji serta aktivitasnya.
3. Buka toples dan masukkan kapas yang telah dibasahi dengan 0,75 ml
kloroform.
4. Tutup kembali toples sampai hewan uji teranestesi.
5. Lepas tutup toples, catat onset dan durasi serta amati gejala sebelum
hewan uji teranestesi.
20
Petunjuk Pratikum Farmakologi
6. Keluarkan hewan uji dari toples, lakukan tes hilangnya rasa sakit dengan
menusuk kulit hewan uji menggunakan jarum suntik serta jepit ekornya
dengan pinset.
21
Petunjuk Pratikum Farmakologi
Percobaan VI
ANTIPIRETIK
I. Tujuan : Mengenal dan mempraktekkan uji anti demam menggunakan metode induksi
demam.
II. Teori :
Efek antipiretik yaitu obat yang mirip aspirin akan menurunkan suhu badan hanya
pada keadaan demam, walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek antipiretik
in vitro, tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila
digunakan secara rutin atau terlalu lama. Fenilbutazon dan antireumatik lainnya tidak
dibenarkan digunakan sebagai antipiretik atas alasan tersebut. Obat-obat analgetik
antipiretik merupakan terapi pilihan pada hampir semua kasus demam. Obat-obat ini
dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu golongan salisilat, derivat-derivat para
aminophenol (acetaminophen), dan derivat-derivat pyrazolon (phenylbutazone).
Semuanya merupakan obat antipiretik yang efektif. Semua kerjanya pertama pada
susunan saraf pusat untuk menimbulkan efek terapetik terhadap kenaikan suhu tubuh
yang patologis.
Obat analgetika dan antipiretik adalah obat-obat yang dapat menghilangkan atau
mengurangi rasa sakit, sekaligus menurunkan suhu tubuh tinggi. Obat analgetika dan
antipiretik mempengaruhi pusat-pusat pengatur kalor dari sistem saraf pusat yang
terletak di hipotalamus dan reaksi yang timbul antara lain terjadi vasodilatasi pada kulit
yang mengakibatkan pengeluaran kalor bertambah. Obat-obat analgesik-antipiretik:
a. Turunan salisilat, antara lain asetosal dan salisilamid
b. Turunan p-Aminofenol, antara lain asetaminofen
c. Turunan pirazolon, antara lain metampiron
d. Turunan asam antranilat, antara lain asam mefenamat dan glafenin
III. Cara Percobaan :
3.1 Alat dan Bahan
a. Alat
Baskom, gelas beker 50 dan 500 ml, gelas ukur 5 ml, kapas, labu ukur 10 ml,
neraca analitik, pipet, spuit injeksi (1 ml), sonde oral, dan termometer digital.
b. Bahan
Aquades, asetosal, ibuprofen, metamizol, parasetamol, dan stimulus demam
pepton 12,5%.
22
Petunjuk Pratikum Farmakologi
c. Hewan Uji
Mencit jantan atau betina
3.2 Cara Kerja
1. Adaptasikan dan timbang hewan uji. Bagi menjadi 5 kelompok, masing-
masing sebanyak 2 ekor.
2. Ukur suhu tubuh hewan uji melalui rectal, berikan secara per oral larutan
obat (parasetamol, metamizol, asetosal, ibuprofen, dan aquades/kontrol
negatif) pada masing-masing kelompok.
3. Diamkan hewan uji selama 15 menit dan induksi stimulus demam berupa
pepton 12,5% secara intra muskular (i.m).
4. Ukur suhu tubuh hewan uji melalui rectal setiap interval waktu 0,15, 30, 45,
dan 60 menit.
5. Hitung persentasi peningkatan suhu tubuh akibat stimulasi demam.
IV. Data Percobaan :
Tabel I. Data Hasil Pemberian Volume Bahan Uji dan Volume Pepton
No Berat Vol.pemberian Volume pepton
Perlakuan
hewan badan (g) bahan uji (mL) (induksi demam) (mL)
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
Tabel II. Data hasil pengukuran suhu pada uji anti demam
No Bobot Suhu (ºC)
Perlakuan
hewan mencit (g) TAwal T0 T15 T30 T45 T60
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
23
Petunjuk Pratikum Farmakologi
Percobaan VII
EFEK SEDATIF
listrik kuat, sedangkan parameter lain sama dengan parameter tidur dalam (tonus otot
minimum, gelombang bangun tinggi). Fase REM ini berlangsung rata-rata sekitar 20
menit yang disebut tidur paradoks. Fase REM adalah waktu yang pada saat itu terjadi
mimpi. Jangka waktu tidur ortodoks dan tidur REM menurun dengan meningkatnya
usia.
III. Cara Percobaan :
3.1 Alat dan Bahan
a. Alat
Alat gelas, sonde oral (1 ml), baskom, neraca analitik, rotarod (batang
berputar), stopwatch.
b. Bahan
Diazepam 2 mg/kg BB dan 5 mg/kg BB, NaCl fisiologis 0,9%, natrium
pentotal 40 mg/kg BB dan 60 mg/kg BB.
c. Hewan Uji
Mencit jantan atau betina
3.2 Cara Kerja
1. Timbang hewan uji dan bagi menjadi 5 kelompok, masing-masing 2 ekor.
2. Letakkan di atas rotarod selama 5 menit untuk adaptasi.
3. Berikan obat secara per oral pada masing-masing kelompok hewan uji (Na
pentotal 40 mg/kgBB; Na pentotal 60 mg/kgBB; Diazepam 2 mg/kgBB;
Diazepam 5 mg/kgBB dan NaCl fisiologis 0,9%/kontrol negatif).
4. Letakkan hewan uji di atas rotarod selama 2 menit setelah pemberian obat
menit ke-15, 30, 60, dan 120.
5. Catat berapa kali hewan uji terjatuh dari rotarod dan amati daya cengkeram
pada kawat kasa.
6. Tentukan obat yang paling poten.
IV. Data Percobaan :
Tabel I. Hasil pengamatan efek sedatif obat
Keterangan
Larutan Berat Mencit Pemberian Jumlah
Dosis Daya
Obat (g) (ml) Terjatuh
Cengkram
25
Petunjuk Pratikum Farmakologi
V. Diskusi Hasil
1. Kenapa hewan uji perlu diadaptasikan sebelum percobaan?
2. Merupakan indikasi apakah hilangnya reflek balik badan dan kornea, daya
cengkeram dan perubahan pupil?
26
Petunjuk Pratikum Farmakologi
Percobaan VIII
ANTI DIARE
I. Tujuan : Mengenal dan mempraktekkan uji anti diare menggunakan metode proteksi
terhadap diare oleh oleum ricini.
II. Teori :
Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan (mencret) dan
merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu atau gangguan lainnya, seperti
diuraikan dibawah ini (Yun: diarrea = mengalir melalui). Yang disebut diare adalah
pengeluaran feses cair atau seperti bubur berulang kali (lebih dari tiga kali sehari). Pada
penyakit usus halus atau usus besar bagian atas, akan dieksresi feses dalam jumlah
banyak dan mengandung air dalam jumlah besar, penyakit pada kolon bagian distal
menyebabkan diare dalam jumlah sedikit. Diare disebabkan oleh meningkatnya
peristaltik usus, hingga pelintasan chymus sangat dipercepat dan masih mengandung
banyak air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja. Pada keadaan normal, proses
resorpsi dan sekresi dari air dan elektrolit-elektrolit berlangsung pada waktu yang sama
di sel-sel epitel mukosa. Proses ini diatur oleh beberapa hormon, yaitu resorpsi oleh
enkefalin (morfin endogen, analgetika narkotik), sedangkan sekresi diatur oleh
prostaglandin dan neurohormon V.I.P. (Vasoactive Intestinal Peptide).
Berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan empat jenis gastroenteritis dan diare
sebagai berikut :
1. Diare akibat virus, misalnya ‘influenza perut’ yang disebabkan antara lain oleh
rotavirus dan adenovirus. Virus melekat pada sel-sel mukosa usus, yang menjadi
rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun dan sekresi air dan elktrolit memegang
peranan.
2. Diare bakterial (invasif) agak sering terjadi, tapi mulai berkurang berhubung
semakin meningkatnya derajat hygienis masyarakat. Bakteri-bakteri tertentu pada
keadaan tertentu, misalnya bahan makanan yang terinfeksi oleh banyak kuman,
menjadi “invasif” dan menyerbu kedalam mukosa. Penyebab terkenal dari jenis
diare ini ialah bakteri Salmonella, Shigella, Campylobacter, dan jenis Coli tertentu.
3. Diare parasiter, seperti protozoa Entamoeba histolytica, Giardia liambia,
Cryptospordium, dan Cyclospora , yang terutama terjadi di daerah (sub)tropis.
4. Diare akibat enterotoksin. Diare jenis ini lebih jarang terjadi. Penyebabnya adalah
kuman-kuman yang membentuk enterotoksin, yang terpenting adalah E. Coli dan
27
Petunjuk Pratikum Farmakologi
29