Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga Modul Farmakologi dan Toksikologi II ini
dapat terselesaikan.
Modul ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dasar materi
perkuliahan dan praktikum serta sebagai pedoman bagi mahasiswa dalam
melakukan penelitian-penilitian Farmakologi dan Toksikologi. Dengan penuh
kesadaran, bahwa Modul Farmakologi dan Toksikologi II ini masih perlu
disempurnakan lagi, sehingga saran dan kritik untuk penyajian serta isinya sangat
diperlukan.
Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada seluruh Staf Program Studi
Sarjana Farmasi Fakultas Kesehatan Universitas Citra Bangsa yang turut
berpartisipasi dalam penyusunan Modul Farmakologi dan Toksikologi II ini.
Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada seluruh pihak yang
berpartisipasi sehingga pelaksanaan pembelajaran teori dan praktikum ini dapat
berjalan dengan lancar.
Ttd
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
A. PENDAHULUAN
a. Cara Bekerja dengan Hewan Percobaan
1. Setiap orang, baik praktikan maupun peneliti yang bekerja di
laboratorium yang menggunakan hewan percobaan hendaknya
membaca:
• Petunjuk memelihara dan menggunakan hewan percobaan.
• Dasar-dasar pemeliharaan hewan percobaan.
2. Perlakuan hewan dengan kasih sayang dan jangan sekali-kali
menyakiti
3. Cara memberlakukan hewan percobaan:
• Kelinci dan marmut
Jangan sekali-kali memegang telinga kelinci karena saraf dan
pembuluh darah dapat terganggu.
• Tikus dan mencit
Peganglah pada ekornya, tetapi hati-hati, jangan sampai hewan
tersebut membalikkan tubuhnya dan menggigit anda. Karena itu
selain ekornya, pegang juga bagian leher belakang dekat kepala
dengan ibu jari dan telunjuk.
4. Menggunakan kembali hewan yang telah digunakan
Untuk menghemat biaya, bila mungkin diperbolehkan menggunakan
hewan percobaan lebih dari sekali. Walau demikian, jika hewan
tersebut telah digunakan dalam satu periode dan obat yang
digunakan pada percobaan sebelumnya masih berada dalam tubuh
hewan, kemungkinan hasil percobaan berikutnya akan memberikan
data yang tidak benar. Hal ini terutama terjadi pada kasus pemberian
barbiturate yang menyebabkan induksi enzim. Dengan dalih ini
maka hewan percobaan tersebut baru boleh digunakan untuk
percobaan berikutnya setelah selang minimal 14 hari. Disamping itu,
kelinci harus digunakan sebagai alternatif untuk cara pemberian
internal maupun eksternal, meskipun percobaan menjadi tidak
berurutan
b. Memberi Kode Hewan Percobaan.
Seringkali dipergunakan untuk mengidentifikasi hewan yang terdapat
dalam satu kelompok atau kandang, sehingga hewan-hewan percobaan
perlu sekali diberi kode. Gunakan larutan 10% asam pikrat dalam air dan
sebuah sikat atau kuas.
1. Bagian kanan menunjukkan angka satuan.
2. Bagian tengah menunjukkan angka puluhan.
3. Bagian kiri menunjukkan angka ratusan.
c. Memberi Makan Hewan Percobaan untuk Mengurangi Variasi Biologis
1. Hewan percobaan biasanya memberikan hasil dengan deviasi yang
lebih besar dibandingkan dengan percobaan in vitro karena adanya
variasi biologis. Maka untuk menjaga agar variasi tersebut minimal,
hewan-hewan yang mempunyai spesies atau strain yang sama, usia
yang sama, jenis kelamin yang sama, dipelihara pada kondisi yang
sama pula.
2. Hewan percobaan harus diberi makan sesuai dengan makanan standar
untuknya dan diberi minum ad libitum.
3. Untuk mengurangi variasi biologis, hewan harus dipuasakan semalam
sebelum percobaan dimulai. Dalam periode ini, hewan hanya
diperbolehkan minum air ad libitum
d. Luka Gigitan Hewan
Imunisasi tetanus disarankan bagi semua orang yang berhubungan dengan
hewan percobaan. Luka yang bersifat abrasive atau luka yang agak dalam
karena gigitan hewan ataupun karena alat-alat yang telah digunakan untuk
percobaan hewan harus diobati secepatnya menurut cara-cara pertolongan
pertama pada kecelakaan. Apabila korban gigitan belum pernah mendapat
kekebalan terhadap tetanus, ia harus mendapat imunisasi sebagai
profilaksis
e. Pemberian Obat pada Hewan Percobaan
1. Alat suntik
• Tabung dan alat suntik harus steril jika akan digunakan pada
kelinci, marmut atau anjing, tetapi tidak perlu steril melainkan
sangat bersih untuk tikus atau mencit.
• Setelah penyuntikan, cuci tabung dan jarum suntik tersebut,
semprotkan cairan ke dalam gelas piala dan jarum suntik dipegang
erat-erat. Ulangi cara ini tiga kali.
2. Heparinisasi
• Untuk heparinisasi (mencegah darah menggumpal) dipakai 10 unit
heparin/1 ml darah.
• Untuk mencegah penggumpalan darah, sebelum dipakai, tabung
dan jarum suntik dicuci dengan larutan jenuh natrium oksalat steril.
3. Pemberian Obat
a. Pemberian peroral
1. Kelinci atau marmot
Cairan diberikan dengan bantuan keteter yang dilengkapi
dengan mouth block, yaitu pipa kayu yang berbentuk silinder
dengan panjang sekitar 12 cm, diameter luar 3 cm, dan
diameter dalam 7 mm. Mouth block dipasang ketika hewan
dalam posisi duduk. Pada saat memasangnya, tekan rahang
hewan dengan ibu jari dan telunjuk.
Celupkan keteter ke dalam oesofagus melalui lubang
mouth block. Kateter dimasukkan sekitar 20-25 cm (kateter
ditandai pada 25 cm). untuk memeriksa apakah kateter masuk
oesofagus dan bukan pada trakea, celupkan ujung luar kateter
ke dalam air. Jika timbul gelembung udara, berarti kateter
tidak masuk oesofagus.
Bentuk obat padat (tablet, puyer atau kapsul) diberikan
kepada hewan pada posisi duduk dengan bantuan pipa plastik
dan alat pendorong. Pipa tersebut dimasukkan ke dalam
faring dan obat didorong masuk.
2. Tikus atau mencit
Pemberian obat dalam bentuk suspense, larutan atau
emulsi dilakukan dengan bantuan jarum suntik yang
ujungnya tumpul atau berbentuk bola (spoit oral).
b. Pemberian intravena.
Pemberian intravena pada kelinci dilakukan dengan cara:
Bulu-bulu telinga disekitar pembuluh darah vena dicabut, lalu
diolesi dengan alcohol, xylol atau dipanasi sedikit dengan api.
Tekanan pembuluh darah tersebut dipangkal telinga (dekat
kepala). Jarum suntik bersama obatnya dimasukkan pelan-pelan
searah dengan letak pembuluh vena. Gunakan jarum yang
panjangnya 0,5 inci dengan ukuran 26 gauge. Setelah
penyuntikan, bekas suntikan ditekan dengan kapas bersih.
B. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengetahui cara penanganan hewan coba
2. Mengetahui cara penandaan hewan coba.
3. Mengetahui cara pemberian obat secara peroral pada hewan coba.
C. ALAT dan BAHAN
1. Alat
a. Sonde lambung
b. Kandang hewan coba
c. Rang kawat
d. Wadah aquadest
e. Sarung tangan
f. Spidol Permanen
2. Bahan
a. Hewan coba (tikus dan mencit)
b. Aquadest
D. CARA KERJA
1. Puasakan hewan coba selama ±8 jam namun tetap diberi air ad libitum
sebelum hewan coba digunakan.
2. Keluarkan hewan coba dari dalam kandang dan letakkan hewan coba pada
sebuah rang kawat.
3. Beri tanda pada hewan coba dengan memberi garis pada ekor hewan coba
menggunakan spidol permanen
4. Masukkan ekor hewan coba (tikus dan mencit) ke dalam celah antara jari
kelingking dan jari manis, kemudian jari telunjuk dan ibu jari digunakan
untuk menahan tengkuk hewan coba.
5. Arahkan muka hewan coba ke arah praktikan.
6. Masukkan sonde lambung yang berisis 1 ml aquadest melalui bagian kiri
mulut hewan coba dan dorong perlahan sampai ca. ¾ atau seluruh bagian
jarum masuk ke dalam mulut hewan coba sampai ujung jarum mencapai
lambung hewan coba.
7. Injeksikan aquadest secara perlahan ke dalam lambung hewan coba dan
usahakan tidak ada cairan yang dimuntahkan.
8. Keluarkan jarum sonde lambung dari mulut hewan coba dan hewan coba
dikembalikan ke dalam kandang
E. PELAPORAN
Buatlah laporan praktikum penanganan hewan coba dan cara menghitung
dosis obat untuk hewan uji
PERCOBAAN II
OBAT SISTEM OTONOM (ADRENERGIK)
A. PENDAHULUAN
Sistem saraf otonom ialah sistem saraf yang tidak dapat dikendalikan
oleh kemauan kita melalui otak. Sistem saraf otonom mengendalikan beberapa
organ tubuh seperti jantung, peredaran darah, ginjal, pupil mata, lambung dan
usus. Sistem saraf ini dapat dipacu (induksi) atau dihambat (inhibisi) oleh
senyawa obat.
Sistem saraf otonom dibedakan menjadi dua yaitu sistem saraf
parasimpatik dan simpatik. System saraf parasimpatik mekanisme kerjanya
menggunakan suatu zat kimia (neurotransmitter/neurohormon) dan senyawa
yang dapat memacu saraf parasimpatik disebut parasimpatomimetik atau
kolinergik, sedangkan yang menghambat disebut parasimpatolitik atau
senyawa antikolinergik. Obat yang memacu saraf simpatik disebut
simpatomimetik atau senyawa adrenergik, sedangkan yang menghambat
disebut simpatolitik atau antiadregernik
Senyawa adrenergik atau obat simpatomimetik, memiliki efek
farmakodinamika terhadap tubuh tergantung pada reseptor mana senyawa
tersebut bekerja. Reseptor adrenergik dibagi menjadi reseptor α dan β. Efek
yang dapat ditimbulkan oleh obat adrenergik pada tubuh antara lain adalah :
a. Pupil mata diperbesar (midriasis)
b. Bronkus diperlebar (bronkodilator)
c. Kontraksi jantung dipercepat (takikardia)
d. Pembuluh darah tepi dipersempit (vasokontriksi)
e. Kelenjar ludah, keringat berkurang
f. Peristaltik otot usus dan lambung berkurang
sedangkan senyawa adrenergik yang diberikan pada hewan coba dalam hal ini
mencit atau tikus putih memiliki efek farmakodinamik berupa :
a. Telinga mencit pucat karena vasokontriksi
b. Eksoftalmus (bola mata mencit menonjol)
c. Feses berkurang
d. Piloreksi
e. Grooming (mengusap-usap muka)
B. TUJUAN PERCOBAAN
Mengetahui cara pengujian dan efek farmakologi obat agonis adrenergik pada
hewan uji tikus/mencit
C. ALAT dan BAHAN
1. Alat yang digunakan
• Alat suntik (sonde lambung)
• Papan datar
• Rang kawat
• Gelas piala 400 ml
• Erlenmeyer 250 ml
• Labu takar 10 ml, 25 ml, 50 ml dan 100 ml
• Mortir dan Stamper
• Spidol permanen
2. Bahan yang digunakan
• Efedrin HCl tablet
• Propranolol tablet
• Na. CMC
• Aquadest
3. Hewan yang digunakan
Mencit/tikus jantan
D. CARA KERJA
1. Hewan coba dikelompokkan menjadi tiga kelompok
2. Kelompok I, mencit atau tikus diberi Propranolol 40 mg/70 kg BB per oral
3. Kelompok II, mencit atau tikus diberi Efedrin HCl 25 mg/kg BB secara
Peroral
4. Kelompok III, mencit diberi suspense Na. CMC
5. Pengamatan dilakukan setelah mencit disuntik dengan obat-obat tersebut,
meliputi pengamatan pupil mata, diare, tremor/kejang, warna daun telinga,
grooming, salvias, dieresis, air mata dan sebagainya pada menit ke 5, 10,
15, 30, 45 dan 60 menit pertama
6. Dicatat hasil percobaan, dianalisis datanya dan dibuat pembahasannya
E. PELAPORAN
Buatlah laporan pengamatan anda selama praktikum ini berlangsung dan
berikan kesimpulan anda!
PERCOBAAN III
OBAT SISTEM OTONOM (ANTI KOLINERGIK)
A. PENDAHULUAN
Sistem saraf otonom ialah sistem saraf yang tidak dapat dikendalikan
oleh kemauan kita melalui otak. Sistem saraf otonom mengendalikan beberapa
organ tubuh seperti jantung, peredaran darah, ginjal, pupil mata, lambung dan
usus. Sistem saraf ini dapat dipacu (induksi) atau dihambat (inhibisi) oleh
senyawa obat.
Sistem saraf otonom dibedakan menjadi dua yaitu sistem saraf
parasimpatik dan simpatik. System saraf parasimpatik mekanisme kerjanya
menggunakan suatu zat kimia (neurotransmitter/neurohormon) dan senyawa
yang dapat memacu saraf parasimpatik disebut parasimpatomimetik atau
kolinergik, sedangkan yang menghambat disebut parasimpatolitik atau
senyawa antikolinergik. Obat yang memacu saraf simpatik disebut
simpatomimetik atau senyawa adrenergik, sedangkan yang menghambat
disebut simpatolitik atau antiadregernik
Senyawa kolinergik atau obat parasimpatomimetik, memiliki efek
farmakodinamika terhadap tubuh tergantung pada reseptor mana senyawa
tersebut bekerja. Reseptor kolinergik dibagi menjadi reseptor muskarinik dan
nikotinik. Efek yang dapat ditimbulkan oleh obat kolinergik pada tubuh antara
lain adalah :
a. Pupil mata menyempit (miosis)
b. Peritalsis saluran cerna meningkat
c. Sekresi asam lambung meningkat
d. Tremor dan kejang otot (gejala parkinsonisme)
e. Bronkus kontriksi
f. Kontriksi jantung diperlambat
g. Pembuluh darah tepi melebar (vasodilatasi)
h. Kelenjar ludah, keringat, air mata bertambah
i. Kapasitas kandungan kemih meningkat (dieresis)
sedangkan senyawa kolinergik yang diberikan pada hewan coba dalam hal ini
mencit atau tikus putih memiliki efek farmakodinamik berupa :
a. Pupil mata menyempit (miosis), tidak terlalu nampak, hal ini akan nampak
pada kelinci
b. Peningkatan peristaltis nampak pada feses yang cair (diare)
c. Sekresi asam lambung tidak nampak, harus menggunakan alat yang
disebut kapsul Heidelberg
d. Tremor dan kejang dapat diamati (=gejala Parkinsonisme)
e. Kontriksi bronkus dapat diamati dari irama pernapasan walau tidak terlalu
jelas.
f. Kontriksi jantung diperlambat dan pelebaran pembuluh darah tepi
(vasodilatasi) menyebabkan tekanan darah turun, hal ini Nampak dengan
warna ujung telinga (cuping) lebih merah.
g. Bertambahnya air ludah dapat dideteksi dengan menotolkan mulut mencit
pada kertas saring, sedangkan keringat nampak dari bulu mencit basah dan
kulit badan nampak (seperti telanjang)
h. Dieresis mudah diamati bekasnya pada papan “Platform”
B. TUJUAN PERCOBAAN
Mengetahui cara pengujian dan efek farmakologi obat antikolinergik pada
hewan uji tikus/mencit
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat yang digunakan
• Alat suntik (sonde lambung)
• Papan datar
• Rang kawat
• Gelas piala 400 ml
• Erlenmeyer 250 ml
• Labu takar 10 ml, 25 ml, 50 ml dan 100 ml
• Mortir dan Stamper
• Spidol permanen
2. Bahan yang digunakan
• Atropin sulfat/Scopolamin tablet
• Na. CMC
• Aquadest
3. Hewan yang digunakan
Mencit/tikus jantan
D. CARA KERJA
1. Hewan coba dikelompokkan menjadi dua kelompok
2. Kelompok II, mencit atau tikus diberi atropin sulfat 0,5 mg/70 kg BB per
oral
3. Kelompok II, mencit diberi suspense Na. CMC
4. Pengamatan dilakukan setelah mencit disuntik dengan obat-obat tersebut,
meliputi pengamatan pupil mata, diare, tremor/kejang, warna daun telinga,
grooming, salvias, dieresis, air mata dan sebagainya pada menit ke 5, 10,
15, 30, 45 dan 60 menit pertama
5. Dicatat hasil percobaan, dianalisis datanya dan dibuat pembahasannya
E. PELAPORAN
Buatlah laporan pengamatan anda selama praktikum berlangsung, lakukan
analisa dan berikan kesimpulan akhir anda terkait dengan percobaan ini!!
PERCOBAAN IV
UJI AKTIVITAS OBAT ANALGETIKA
A. PENDAHULUAN
Pada kegiatan praktikum ini, anda akan menganalisa efek obat analgetik
untuk membandingkan kemampuan tiap obat analgetik dalam meredakan
nyeri pada mencit yang diinduksi rasa nyeri secara kimia dengan pemberian
asam asetat secara intraperitoneal.
Obat-obat antiradang, analgesik dan antipiretik merupakan suatu
kelompok senyawa yang heterogen, sering tidak berkaitan secara kimia
(walaupun kebanyakan diantaranya merupakan asam organik) namun
mempunyai kerja terapeutik dan efek samping tertentu yang sama.
Protetipenya adalah aspirin; oleh karena itu, senyawa-senyawa ini sering
disebut obat mirip aspirin dan juga sering disebut obat antiradang nonsteroid
atau NSAID (Non Steroid Antiinflamasi Drugs). NSAID adalah suatu
kelompok agen yang berlainan secara kimiawi dan memeiliki perbedaan
dalam aktivitas antipeiretik, analgesik dan anti-inflamasinya. Obat ini
terutama bekerja melalui penghambatan enzim siklooksigenasi yang
mengkatalisis langkah pertama dalam biosisntesis prostanoid. NSAID dalam
digolongkan menjadi
1. Aspirin dan derivatnya
2. Derivat asam propionic
3. Derivat asam acetit
4. Derivat oxicam
5. Fenamte
6. Asam heteoaryl acetic
7. Nabumetone
8. Celexocib
Prinsip yang perlu diperhatikan dalam percobaan ini adalah Semakin
tinggi kemampuan analgetik suatu obat semakin berkurang jumlah geliatan
mencit yang diakibatkan induksi dengan asam asetat
B. TUJUAN PERCOBAAN
Untuk Menganalisis efek analgetik dari parasetamol, ibuprofen dan antalgin
pada hewan uji mencit.
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat yang digunakan
• Batang pengaduk
• Spuit oral
• Stopwatch
• Hotplate
• Timbangan berat badan
2. Bahan yang digunakan
• Sirop parasetamol
• Sirop Ibuprofen
• Sirop Antalgin
• Alkohol 70%
• Aqua destilat
3. Hewan yang digunakan
Hewan yang digunakan adalah mencit jantan, galur lokal dengan berat
badan 20 g - 30 g berumur antara 6 – 8 minggu
D. CARA KERJA
1. Penyiapan Bahan Penelitian
a. Pembuatan suspensi Parasetamol
Perhitungan dosis oral asetaminofen untuk mencit
Dosis lazim asetaminofen untuk manusia = 500 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g
= Dosis lazim x Faktor Konversi
= 500 mg x 0,0026 = 1,3 mg
Untuk mencit dengan berat 30 g
= (30g/20g) x 1,3 mg
= 1,95 mg
Dosis ini diberikan dalam volumen = 0,2 mL
Dibuat larutan persediaan sebanyak = 100 mL
Jumlah parasetamol yang digunakan
= (100 mL/0,2 mL) x 1,95 mg
= 975 mg atau 0,975 g
% kadar parasetamol
= (0,975 g/100 mL) x 100%
= 0, 975 %
Cara Pengerjaan
Untuk membuat larutan parasetamol dengan kadar 0,975 %, dilalukan
dengan mengukur sirop parasetamol sebanyak 40,6 ml masukkan ke
dalam labu ukur 100,0 ml lalu tambahkan air hingga 100 ml, kocok
hingga homogen.
b. Pembuatan sediaan Ibuprofen
Dosis lazim Ibuprofen untuk manusia = 400 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g
= Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 400 mg x 0,0026 = 1,04 mg
Untuk mencit dengan berat 30 g
= 30 g/ 20 g) x 1,04 mg
= 1,56 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 0, 2 mL
Dibuat larutan persediaan sebanyak = 100 mL
Jumlah ibuprofen yang digunakan
= 100 ml / 0,2 ml ) x 1,56 mg
= 780 mg atau 0,780 g
% kadar ibuprofen
= (780 mg/ 200 mg) x 5 ml
= 19,5 ml
Cara pengerjaan :
Untuk membuat larutan ibuprofen dengan kadar 0,780% sebanyak 100
ml, dilakukan dengan mengukur sirop ibuprofen sebanyak 19,5 ml
masukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml lalu tambahkan air hingga 100
ml, kocok hingga homogen
c. Antalgin
Dosis lazim Antalgin untuk manusia = 500 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g
= Dosis Lazim x Faktor Konvers
= 00 mg x 0,0026 = 1,3 mg
Untuk mencit dengan berat 30 g
= 30 g/ 20 g) x 1,3 mg
= 1,95 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 0, 2 mL
Dibuat larutan persediaan sebanyak = 100 mL
Jumlah antalgin yang digunakan
= 100 ml / 0,2 ml ) x 1,95 mg
= 975 mg atau 0,975 g
% kadar antalgin
= 0,975 g / 100ml ) x 100%
= 0,975 %
Cara pengerjaan
Untuk membuat larutan Antalgin dengan kadar 0,975 %, dilakukan
dengan mengukur sirop Antalgin sebanyak 9,75 ml masukkan ke
dalam labu ukur 100,0 ml lalu tambahkan air hingga 100 ml, kocok
hingga homogen
2. Pelaksanaan
Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 4 kelompok dan masing–
masing kelompok terdiri dari 3 ekor. Setiap kelompok dipisahkan dalam
kandang yang berbeda. Sebelum penelitian dilakukan mencit
diaklimatisasi selama 7 hari untuk membiasakan pada lingkungan
percobaan, dipelihara dalam ruangan dengan suhu kamar, siklus cahaya
terang : gelap (14:10) pemberian makan dengan pakan reguler dan air
minum, sebelum perlakuan mencit dipuasakan selama 10 jam tetapi tetap
diberikan air minum dan diberi makanan standar. Hewan dianggap sehat
apabila perubahan berat badan tidak lebih dari 10% serta memperlihatkan
perilaku normal
• Digunakan mencit jantan sebanyak 12 ekor Setelah ditimbang, hewan
dikelompokkan secara rawu yang dibagi dalam 4 kelompok, tiap
kelompok terdiri dari 3 ekor
• Kelompok I sebagai kontrol, diberikan larutan aqua dest
• Kelompok II sebagai kelompok parasetamol diberi sirop parasetamol
• Kelompok III sebagai kelompok ibuprofen diberi sirop ibuprofen
• dan kelompok IV sebagai kelompok antalgin diberi sirop antalgin
• Semua pemberian dilakukan secara oral dengan volume pemberian
1ml/20g BB mencit
• Menit setelah pemberian, semua mencit kemudian disuntik secara
intraperitoneal dengan larutan asam asetat 1% v/v dengan dosis 75
mg/kgBB
• Amati dan catat jumlah geliatan mencit setelah setelah pemberian asam
asetat, geliatan mencit dapat berupa perut kejang dan kaki tertarik ke
belakang
E. PELAPORAN
Data yang dikumpulkan berupa jumlah geliatan mencit setelah pemberian
injeksi peritoneal asam asetat setiap 5 menit selama 60 menit.
Geliatan mencit yang teramati berupa
1. Torsi pada satu sisi
2. Kontraksi otot yang terputus - putus
3. Kaki belakang dan kepala tertarik kearah belakang sehingga menyentuh
dasara ruang yang ditempatinya
4. Penarikan kembali kepala serta kaki belakang ke arah abdomen.
Tabel 1. Volume pemberian oral dan ontraperitonel
Perlakuan Replikasi Berat badan (g) Volumen pemberian (mL)
Peroral Intraperitoneal
CMC Na 1.
2.
3.
Parasetamol 1.
2.
3.
Ibuprofen 1.
2.
3.
Antalgin 1.
2.
3.
Air 1.
2.
3.
Asam Asetat 1.
2.
3.
A. PENDAHULUAN
Penggunaan kontrasepsi oral di kalangan masyarakat adalah merupakan
salah satu alternatif menjarakkan kelahiran yang paling sering dipilih.
Perlunya masyarakat mengetahui dengan jelas cara penggunaan kontrasepsi
oral maupun efek samping yang akan ditimbulkannya serta hal – hal yang
perlu diperhatikan selama menggunakan kontrasepsi oral.
B. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mengenali macam kontrasepsi dan mengetahui cara konseling dan
penggunaan kontrasepsi oral serta memahami mekanisme kerja kontrasepsi
oral yang dikaitkan dengan bentuk sediaannya
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat yang digunakan
• Handbook Basic and Clinical Pharmacology
• IMMS
• ISO
2. Bahan yang digunakan
• Pil KB Andalan
• Pil KB Trinordiol
• Pil KB andalan laktasi
D. CARA KERJA
1. Praktikan secara perseorangan memberikan konseling terkait penggunaan
pil KB, menjelaskan efek samping penggunaan kontrasepsi oral.
2. Praktikan menjelaskan efektivitas dan keamanan penggunaan kontrasepsi
oral
E. PELAPORAN
Bahas hasil praktikum ini, berikan komentar anda dan ambilah sebuah
kesimpulan!!!
PERCOBAAN VI
EFEK OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA HEWAN COBA
A. PENDAHULUAN
Pada kegiataan belajar ini anda akan belajar menganalisa berbagai efek
obat hipoglikemik oral yang diberikan kepada mencit. dengan mengamati
penurunan kadar glukosa darah pada mencit.
Obat hipoglikemik oral adalah obat yang sering digunakan untuk
mengatasi diabetes melitus (DM) tipe 2 pada pasien. Menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), terdapat sekitar 160.000 penderita diabetes di
dunia, yang jumlah penderita diabetes memilikipeluang untuk meningkat dua
kali lipat dalam beberapa tahun terakhir. Karena prevalensi yang tinggi dan
potensi efek merusak pada fisik pasien dan keadaan psikologis, diabetes
adalah masalah medis utama yang perlu diperhatikan. Keberadaan penelitian
yang melibatkan hewan coba untuk pengobatan Penyakit sangat membantu
tidak hanya untuk memahami tentang patofisiologi penyakit tersebut, tetapi
juga pengembangan obat untuk pengobatannya.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon-
hormon peptida insulin, glukagon dan somatosatin; selain itu, pankreas juga
merupakan kelenjar eksokrin yang menghasilkan enzim-enzim pencernaan.
Salah satu hormon yang memainkan peranan penting dalam mengatur
aktivitas metabolik tubuh adalah insulin. Kekurangan atau ketiadaan insulin
dapat menyebabkan penyakit diabetes melitus yang ditandai dengan
hiperglikemia berat yang dapat menyebabkan retinopati, nefropati, neuropati
dan komplikasi kardiovaskular jika tidak ditangangi. Pemberian preparat
insulin atau agen-agen hipoglikemik oral dapat mencegah morbiditas dan
menurunkan mortalitas akibat diabetes.
Bahan kimia yang sering digunakan untuk menyebabkan hewan uji
menderita diabetes adalah aloxan, streptozozin atau dengan pembebanan
glukosa.
Prinsip penelitian dalam praktikum kali ini adalah mengetahui perbedaan
kadar glukosa darah mencit sebelum dan sesudah pemberian obar
hipoglikemik oral
B. TUJUAN PERCOBAAN
Menganalisis efek obat hipoglikemik oral dengan melihat dan mengamati
serta menentukan jumlah penurunana kadar glukosa pada hewan uji mencit
(mus musculus) setelah pemberian obat antihipergliemik oral.
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat yang digunakan
• Batang pengaduk
• Beaker
• Gelas ukur
• Spoit 1 cc
• Spoit oral
• Timbangan berat badan
2. Bahan yang digunakan
• Alkohol 70%
• Aquadest
• Kapas
• CMC Na
• Tablet Akarbose
• Tablet Glibenklamid
• Tablet Metformin
3. Hewan uji yang digunakan
Hewan yang digunakan adalah mencit jantan, galur lokal dengan berat
badan 20 g- 30 g berumur antara 6 – 8 minggu
D. CARA KERJA
1. Pembuatan bahan penelitian
a. Pembuatan Natrium CMC 1%
• Panaskan kurang lebih 200 ml air hingga mendidih
• Timbang Na.CMC sebanyak 1 g
• Masukkan Na.CMC kedalam beaker gelas 300 ml lalu tambahkan
50 ml air panas
• Aduk campuran tersebut dengan mixer hingga homogen, ditandai
dengan tidak nampaknya lagi serbuk berwarna putih dan campuran
berupa seperti gel.
• Tambahkan air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga
volume larutan tersebut menjadi 100 ml, dinginkan
b. Pembuatan Glukosa 5% b/v
• Timbang Glukosa sebanyak sebanyak 5 g
• Masukkan kedalam labu ukur 100 ml lalu tambahkan 50 ml air
suling
• Aduk campuran hingga larut
• Lalu cukupkan volumenya hingga 100 ml dengan air suling
c. Pembuatan suspensi Glibenklamid
Perhitungan Dosis oral Glibenklamid untuk mencit
Dosis lazim Glibenklamid untuk manusia = 5 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g
= Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 5 mg x 0,0026 = 0,013 mg
Untuk mencit dengan berat 30 g
= (30 g/ 20 g) x 0,013 mg
= 0,0195 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 0,2 mL
Dibuat larutan persediaan sebanyak = 100 mL
Jumlah Glibenklamid yang digunakan
= (100 ml / 0,2 ml ) x 0,0195 mg
= 9,75 mg ~ 10 mg
= 10 mg = 0,01g
% kadar Glibeklamid
= (0,01 g / 100ml ) x 100%
= 0,01%
A. PENDAHULUAN
Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia adalah penyakit kelainan metabolik
yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol/lipid dalam darah.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh banyak faktor terutama pola hidup dengan
diet tinggi kolesterol.
Penelitian yang berkaitan dengan penyakit hiperlipidemia telah banyak
dilakukan baik secara langsung pada manusia atau melalui hewan uji.
Penelitian pada hewan uji dilakukan untuk mengetahui penyebab penyakit
hipelipidemia, mekanisme penyakit atau untuk menemukan obat baru yang
dapat mengatasi hiperlipidemia. Salah satu hewan yang sering digunakan
untuk penelitian tersebut adalah tikus, namun perlu diketahui bahwa tikus
yang tidak mengalami modifikasi genetik memiliki tingkat kolesterol HDL
yang tinggi dan tingkat kolesterol LDL yang rendah, sedangkan manusia
memiliki tingkat kolesterol LDL dan rendahnya tingkat kolesterol HDL.
Perbedaan profil lipid antara tikus dan manusia karena tidak adanya protein
pemindah ester kolesterol (cholesteryl ester transfer protein (CETP) pada
tikus. CETP adalah enzim yang mengubah ester kolesterol dari HDL ke
VLDL dan LDL dalam pertukarannya untuk trigliserida. Pada tikus normal
yang kekurangan CETP, lebih dari 80% dari kolesterol plasma diubah
menjadi HDL, sehingga tikus dengan kadar kolesterol HDL tinggi tahan
terhadap hiperkolesterolemia dan aterosklerosis. Untuk mengatasi masalah
penggunaan tikus sebagai model penelitian yan bertujuan untuk memahami
metabolisme kolesterol pada manusia, beberapa strain rekayasa genetika tikus
telah dikembangkan dengan mempengaruhi perubahan distribusi kolesterol
plasma dari HDL ke VLDL dan LDL. Tikus yang dimodifikasi secara genetik
termasuk CETP transgenik, apoE Knockout dan LDL tikus knockout
reseptor.
prinsip percobaan dalam praktikum kali ini adalah membandingkan kadar
kolesterol darah mencit sebelum dan sesudah pemberian obat
hiperkolesterolemia oral
Untuk mendapatkan hewan coba yang mengalami hiperlipidemia dapat
dilakukan dengan berbagai cara
• Dengan menggunakan hewan coba yang secara genetik telah mengalami
perubahan dimana hewan coba tersebut memiliki kadar lipid yang lebih
tinggi
• Dengan menggunakan diet tinggi kolesterol, hewan diberikan pakan tinggi
kolesterol untuk jangka waktu tertentu, cara ini akan memakan waktu yang
lebih lama.
• Menggunakan induksi bahan kimia, bahan kimia dapat menyebakan
kenaikan kadar kolesterol dengan cara meningkatkan sintesa kolesterol
atau dengan menghambat penghilangan kolesterol dalam darah. Bahan
kimia yang sering digunakan adalah, triton WR 1339, poloxamer 407 (P-
407), Propiltiourasil (PTU).
• Menggunakan kombinasi pakan tinggi lemak dan induksi bahan kimia,
cara ini akan mempercepat kenaikan kadar kolesterol total dalam darah
dibandingkan bila hanya menggunakan pakan tinggi lemak saja, bahan
kimia yang cocok untuk cara ini yatu dengan PTU, tetapi bila
menggunakan Triton WR 1339, maka tidak perlu dengan menggunakan
pakan khusus tinggi kolesterol.
B. TUJUAN PERCOBAAN
Menganalisis efek obat hipokolesterolemia dengan mengamati serta
menentukan penurunan kadar kolesterol total pada hewan uji mencit (mus
musculus) setelah pemberian obat hipokolesterolemia oral.
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat yang digunakan
• Batang pengaduk
• Beaker
• Gelas ukur
• Kolesterol tetster
• Spoit 1 ml
• Spoit oral
• Timbangan berat badan
2. Bahan yang digunakan
• Alkohol 70%
• Aquadest
• Telur puyuh
• Natrium CMC
• Tablet Gemfibrozil
• Tablet Simvastatin
3. Hewan uji yang digunakan
Hewan yang digunakan adalah mencit jantan, galur lokal dengan berat
badan 20 g- 30 g berumur antara 6 – 8 minggu
D. CARA KERJA
1. Pembuatan bahan penelitian
a. Pembuatan CMC Na 1%
• Panaskan kurang lebih 200 ml air hingga mendidih
• Timbang Na.CMC sebanyak 1 g
• Masukkan Na.CMC kedalam beaker gelas 300 ml lalu tambahkan 50
ml air panas
• Aduk campuran tersebut dengan mixer hingga homogen, ditandai
dengan tidak nampaknya lagi serbuk berwarna putih dan campuran
berupa seperti gel.
• Tambahkan air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga
volume larutan tersebut menjadi 100 ml, dinginkan.
b. Pembuatan suspensi Simvastatin
Perhitungan dosis oral Simvastatin
Dosis lazim Simvastatin untuk manusia = 5 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g
= Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 5 mg x 0,0026 = 0,013 mg
Untuk mencit dengan berat 30 g
= (30 g/ 20 g) x 0,013 mg
= 0,0195 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 0,2 mL
Dibuat larutan persediaan sebanyak = 100 mL
Jumlah Simvastatin yang digunakan
= (100 ml / 0,2 ml) x 0,0195 mg
= 9,75 mg ~ 10 mg
% Kadar Simvastatin
= (0,01 g / 100ml ) x 100%
= 0,01 %
A. PENDAHULUAN
Diuretik adalah obat-obat yang meningkatkan laju aliran urin, namun
secara klinik diuretik juga bermanfaat untuk meningkatkan laju ekskresi Na+
dan anion yang menyertainya, biasanya Cl-. (Dasar Farmakologi Terapi).
Diuretik tidak hanya mengubah ekskresi Na+, tetapi juga memodifikasi
pengaturan kation lain (misalnya K+, H+, Ca2+ dan Mg2+), anion lain (seperti
Cl , HCO3 , dan H2PO4 ) dan asam urat oleh ginjal. Selain itu, diuretik juga
secara tidak langsung dapat mengubah hemodinamik ginjal.
Pada banyak penyakit, jumlah natrium klorida yang direabsorbsi oleh
tubulus ginjal adalah tinggi secara abnormal. Hal ini mengakibatkan retensi
air, peningkatan volume darah dan ekspansi kompartemen cairan
ekstravaskuler, yang mengakibatkan edema jaringan. Beberapa penyakit
edema jaringan yang biasa dihadapi meliputi gagal jantung, asites hepatik dan
sindrome nefrotik.
Diuretik juga diketahui digunakan secara luas dalam terapi penyakit
nonedema seperti hipertensi, hiperkalsemia dan diabetes insipides. Macam
diuretik dapat dibedakan menjadi diuretik tiazid dan analog mirip tiazid;
diuretik hemat kalium, loop diuretik, penghambat karbonik anhidrase.
Prinsip percobaan ini adalah mengamati peningkatan frekuensi urinasi
dan volume urin pada hewan coba
B. TUJUAN PERCOBAAN
Untuk menganalisis efek diuretik pada mencit dengan melihat dan mengamati
serta menentukan jumlah volume dan, frekuensi urin pada hewan uji mencit
(mus musculus) setelah pemberian obat diuretik
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat yang digunakan
• Batang pengaduk
• Beaker
• Gelas ukur
• Penampung urin
• Spoit 1 ml
• Spoit oral
• Timbangan berat badan
2. Bahan yang digunakan
• Alkohol 70%
• Aqua destilat,
• Kertas Saring
• Na. CMC
• Tablet Furosemid
• Tablet Hidroklortiazid
• Tablet Spironolakton
3. Hewan yang digunakan
Hewan yang digunakan adalah mencit jantan, galur lokal dengan berat
badan 20 g- 30 g berumur antara 6 – 8 minggu
D. CARA KERJA
1. Pembuatan bahan penelitian
a) Pembuatan CMC. Na 1%
• Panaskan kurang lebih 200 ml air hingga mendidih
• Timbang Na.CMC sebanyak 1 g
• Masukkan Na.CMC kedalam beaker gelas 300 ml lalu tambahkan
50 ml air panas
• Aduk campuran tersebut dengan mixer hingga homogen, ditandai
dengan tidak nampaknya lagi serbuk berwarna putih dan campuran
berupa seperti gel
• Tambahkan air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga
volume larutan tersebut menjadi 100 ml, dinginkan
b) Pembuatan suspensi HCT
Perhitungan dosis oral HCT
Dosis lazim HCT untuk manusia = 25 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g
= Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 25 mg x 0,0026 = 0,065 mg
Untuk mencit dengan berat 30 g
= (30 g/ 20 g) x 0,065 mg
= 0,0975 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 0,2 mL
Dibuat larutan persediaan sebanyak = 100 mL
Jumlah HCT yang digunakan
= (100 ml / 0,2 ml) x 0,0975 mg
= 48,75 mg ~ 50 mg
% Kadar HCT
= (0,05 g / 100ml ) x 100%
= 0,05 %