Anda di halaman 1dari 60

BUKU PETUNJUK

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

Tim Pengajar

LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
2019

1
Visi Program Studi S1 Farmasi

“Menjadi program studi sarjana farmasi islami, unggul, dan berdaya saing
yang berorientasi pada produk inovatif dan pelayanan kefarmasian”

Misi Program Studi S1 Farmasi

1. Menyelenggarakan pendidikan sarjana farmasi berdasarkan perkembangan


IPTEK Kefarmasian yang dijiwai nilai-nilai keislaman;
2. Mengembangkan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat
berbasis potensi sumber daya alam bahari dalam menciptakan produk
kreatif dan inovatif;
3. Mengembangkan sumber daya yang komunikatif berbasis ICT dalam
pelayanan
4. Mengembangkan kualitas SDM yang unggul dan mampu berkompetisi di era
global

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah banyak memberikan
kenikmatan yang tiada bandingannya dan karena berkat limpahan rahmatNya maka
penyusun akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan buku petunjuk praktikum
farmakologi dan toksikologi. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah pada Nabi
kita Muhammad SAW yang menjadi teladan kita untuk mencapai kebahagiaan dunia
akhirat.
Buku petunjuk praktikum ini dipersiapkan dalam rangka membantu pengadaan
sarana pendidikan terutama dalam praktikum farmakologi dan toksikologi ini secara
garis besar bertujuan untuk melatih calon sarjana farmasi dalam mengabdikan ilmu dan
keahliannya di masyarakat.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa petunjuk praktikum ini masih banyak
kekurangannya dan jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik yang konstruktif
sangat penyusun butuhkan demi perbaikan buku petunjuk praktikum ini. Semoga buku
petunjuk ini dapat bermanfaat menuntun praktikan sebelum melakukan praktikum
farmakologi dan toksikologi.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Cilacap, September 2019


Penyusun

3
FORMAT LAPORAN SEMENTARA
DAN FORMAT LAPORAN RESMI

❖ Format Laporan Sementara


Bersampul warna biru
1. Judul
2. Tujuan percobaan
3. Landasan teori percobaan terkait
4. Alat dan bahan yang digunakan selama praktikum
5. Cara kerja
❖ Format Laporan Resmi
Cover dan format cover sesuai ketentuan (terlampir)
1. Judul
2. Tujuan percobaan
3. Landasan teori percobaan terkait
4. Alat dan bahan yang digunakan selama praktikum
5. Cara kerja
6. Hasil praktikum
7. Perhitungan dosis hewa uji
8. Perhitungan volum maksimal pemberian
9. Pembahasan
10. Kesimpulan
11. Daftar Pustaka

4
BAB I
PETUNJUK KERJA DI LABORATORIUM FARMAKOLOGI

A. Tujuan
Mahasiswa mampu mengenal lingkup, tata tertib, tatacara pembuatan laporan, dan
sistem penilaian praktikum farmakologi dasar.
B. Lingkup Praktikum
Praktikum ini dirancang menjadi 2 bentuk, yaitu dry lab dan praktikum
menggunakan hewan uji. Topiknya meliputi cara kerja laboratorium yang baik
dengan menggunakan hewan uji, perhitungan volume maksimal pemberian obat,
perhitungan konversi dosis, simulasi cara pemberian obat, indikasi, kontraindikasi,
efek samping, dosis, frekuensi, dan durasi penggunaan obat.
C. Tata Tertib
Hal-hal yang perlu diperhatikan selama bekerja di laboratorium farmakologi dan
toksikologi, yaitu :
1. Kebersihan
Selama bekerja, laboratorium selalu dijaga kebersihannya dan pakailah jas
praktikum yang bersih beserta perlengkapan keselamatan kerja seperti
masker dan sarung tangan, demikian pula alat-alat yang dipakai untuk
praktikum.Setelah selesai melakukan percobaan, peralatan dibersihkan dan
dikeringkan. Wadah binatang dicuci dan dikembalikan ke tempat semula.
Kertas atau benda lain yang tidak berguna dimasukkan ke dalam keranjang
sampah dan laboratorium ditinggalkan dalam keadaan bersih dan rapi seperti
pada saat Anda memasukinya. Sampah biologis atau hewan mati perlu
dibungkus plastic untuk selanjutnya diinsinerasi (diabukan).
2. Ketepatan yang harus diperhatikan :
a. Ketepatan dalam menimbang
b. Ketepatan dalam mengukur volum larutan, suspensi atau sediaan obat
lain yang akan diberikan
c. Ketepatan dalam menentukan dosis obat yang akan diberikan
d. Ketepatan cara pemberian obat
3. Pengamatan

5
Percobaan akan memberikan hasil yang baik jika pengamatan dilakukan
secara layak. Dan setiap perubahan yang terjadi harus segera dicatat.
4. Praktikum datang paling lambat 5 menit sebelum acara praktikum dimulai,
jika terlambat 15 menit atau lebih supaya melapor ke dosen pengampu
praktikum.
5. Untuk memperlancar praktikum, praktikan diharap mempelajari buku
petunjuk praktikum, serta mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan
saat praktikum (wadah dan peralatan pribadi lainnya).
6. Pada saat praktikum, praktikan wajib mengenakan jas praktikum.
7. Sebelum praktikum, praktikan wajib mengecek peralatan yang akan
digunakan.
8. Sebelum praktikum, akan diadakan pretest tiap-tiap mata praktikum.
9. Apabila mengalami kesukaran supaya ditanyakan kepada asisten masing-
masing.
10. Selesai praktikum, praktikan mengembalikan alat-alat dalam keadaan bersih
dan lengkap.
11. Apabila praktikan merusakkan alat, maka diwajibkan untuk mengganti alat
yang sama.
12. Bila tidak dapat mengikuti harap lapor kepada dosen pengampu praktikum.
13. Laporan praktikum harus diserahkan sebelum melakukan percobaan
berikutnya
14. Binatang percobaan diperlakukan dengan kasih sayang. Hal ini akan
membentu praktikan dalam melakukan percobaan dan mengurangi pengaruh
yang tidak dikehendaki yang disebabkan karena takut dan sebagainya.
Binatang jangan disakiti.

6
BAB II
TEKNIK PENANGANAN HEWAN UJI
A. Prosedur Umum
1. Setiap orang, baik praktikan maupun peneliti, yang bekerja di laboratorium dengan
menggunakan binatang percobaan sebainyanya membaca :
a. petuntuk memelihara dan menggunakan binatang percobaan
b. dasar-dasar pemeliharaan binatang percobaan
2. Perlakukanlah binatang percobaan dengan kasih sayang dan jangan disakiti
B. Cara memperlakukan binatang
1. Kelinci dan marmut
Jangan sekali-kali memegang telinga kelinci karena syaraf dan pembulh darah
dapat terganggu
2. Tikus dan mencit
Peganglah binatang binatang ini pada ekornya, tetapi hati-hati jangan sampai
binatang tersbut membalikkan tubuhnya dan menggigit anda. Karena itu selain
ekornya, pegangglah juga bagian leher belakang dekat kepala dengan ibu jari dan
jari telunjuk.
Catatan :
Adakalanya diperlukan kaos tangan dari kulit atau karet yang cukup tebal untuk
melindungi tangan dari gigitan binatang. Akan tetapi bagi yang sudah terbiasa
lebih baik tanpa kaos tangan sebab kontak langsung dengan bianatang akan lebih
memudahkan mengontrol gerakan binatang
C. Menggunakan kembali bianatang yang telah dipakai
Hewan uji bila memungkinkan dapat digunakan lebih dari satu kali untuk
menghemat biaya. Apabila telah digunakan dalam suatu periode dan obat yang
digunakan pada percobaan sebelumnya masih berada di dalam tubuh binatang,
kemungkinan hasil percobaan berikutnya akan memberikan data yang tidak benar.
Hal ini erutama terdapat pada kasus pemberian induktir dan inhibitor enzim. Dengan
alasan lain maka binatang tersebut baru boleh dipakai kembali untuk percobaan
berikutnya setelah selang waktu 14 hari.
D. Kriteria Sehat
Keberagaman respon hewan uji dipengaruhi genotipe, lingkungan dan faktor
intrinsik yang menyatu sebagai daur hidup, yaitu umur, kematangan seksual dan
7
kesehatan. Secara sederhana, kondisi sehat hewan uji dapat diketahui dari tidk
adanya kelainan yang berati selama pertumbuhannya. Penyimpanan bobot badan
selama masa pemelihaan tidak lebih dari 10%, suhu badan normal dalam
penyimpanan tidak lebih ari 1 derajat dan tidak dijumpai adanya kelainan flora usus
(terdapat parasit usus) dalam pemeriksaan tinja. Selain itu, hewan uji bila diberi
garam fisiologis melalui oral dengan teknik pemberian yang benar, tidak
memperlihatkan reaksi tidak normal seperti muntah atau kejang.
Agar hewan uji dapat terpelihara dalam keadaan sehat, selain pemelihaannya
harus diperhatikan, penanganannya pun juga harus memenuhi tata cara yang baku.
Untuk itu, mahasiswa akan diperkenalkan pada tata cara pemeliharaan dan
penanganan hewan uji terutama yang terkait dengan praktikum farmakologi.
E. Pemeliharaan Hewan Uji
Beberapa hal yang berhubungan dengan pemelihaan hewan uji meliputi kelayakan
rumah, kandang, pakan dan minuman hewan uji terkait.
Rumah hewa uji harus merupakan ruang yang berventilasi memadai, sehingga
selalu terjaga pertukaran aliran udaranya. Selain itu, ruangan juga harus terjaga suhu
serta kelembabannya sesuai dengan syarat kenyamanan dan kesehatan bagi masing-
masing jenis hewan uji. Demikian juga cahaya yang menerangi ruangan harus
terjaga intensitas cahaya 300-500 luks dengan daur gelap terang 10-12 jam. Dan
tentunya rumah hewan harus selalu dijaga kebersihannya dari debu atau kotoran lain,
serta bebas dari suasana gaduh.
Kandang hewan uji harus memadai ukuran dan jenis bahannya bagi masing-masing
jenis hewan. Kandang hewan uji sebaiknya terbuat dari bahan plastik yang daoat
diletakkan pada rak-berjalan. Kandang plastik tersebut, sebaiknya diberi alas grajen
atau kawul yang bersih, dan selalu diganti paling tidak 3 hari sekali. Jumlah hewan
uji dala satu kandang juga harus diperhatikan. Jumlah tersebut jangan sampai
membatasi ruang gerak hewan uji.
Pakan hewan uji, komposisi komponene penyusunnya harus disesuaikan dengan
syarat ideal pertumbuhan masing-masing hewan uji. Selain itu, diperlukan 15-20 g
paka baku-tikus perhari, sedangkan untuk mencit hanya 5-7 g pakan baku-mencit
perhari

8
Minuman hewan uji harus diberikan etelah direbis dengan volum pemberian
secukupnya sesuai dengan jenis hewan uji. Wadah air minum sebaiknya dicuci atau
diganti paling tidak 3 hari sekali

Tabel 1. Karakteristik Binatang Percobaan

F. Cara Memberi Kode Bintang


Tanda diperlukan untuk mengidentifikasi binatang yang terdapat dalam suatu
kelompok atau kandang. Bahan yang diperlukan dapat berupa 10% asam pikrat
dalam air dioleskan ke bulu binatang menggunakan sikat atau kuas.
Punggung binatang dibagi menjadi tiga bagian :
1. Bagian kanan menunjukkan angka satuan
2. Bagian tengah menunjukkan angka puluhan
3. Bagian kiri menunjukkan angka ratusan

9
Gambar 1. Cara memberi kode bintang
G. Memberi Makan Binatang Percobaan Untuk Mengurangi Variasi Biologis
1. Binatang percobaan biasanya memberikan hasil dengan deviasi yang lebih besar
dibandingkan dengan percobaan in vitro karena adanya variasi biologis. Maka
untuk menjaga supaya variasi tersebut minimal, binatang-bianatang yang
mempunyai spesies dan strain yang sama, usia yang sama, jenis kelamin yang
sama, dipelihara pada kondisi yang sama pula.
2. Binatang percobaan harus diberi makan sesuai dengan makanan standar untuknya
dan diberi minum ad libitum
3. Lebih lanjut untuk mengurangi variasi biologis, binatang harus dipuasanya
semalam sebelum percobaan dimulai. Dalam periode ini binatang hanya
diperbolehkan minum air ad libitum.
H. Luka Gigitan Binatang
Imunisasi tetanus disarankan bagi semua orang yang bekerja dengan binatang
percobaan. Luka yang bersifat abrasif atau luka yang agak dalam karena gigitan
binatang ataupun karena alat-alat yang telah digunakan untuk percobaan binatang,
harus diobati secepatnya menurut cara-cara pertolongan pertama pada kecelakaan.

10
Apabila korban gigitan belum pernah mendapatkan kekebalan terhadap tetanus, ia
harus mendapatkan imunisasi profilaksis.

I. Memunaskan binatang
1. Cara terbaik untuk mengakhiri kehidupan binatang ialah dengan memberikan
suatu anestetik over dosis. Injeksi barbiturat (Na. Pentobarbital 300ml/ml) secara
iv untuk anjung dan kelinci, secara op atau intra toraks untuk marmut, tikus dan
mencit atau dengan inhalasi menggunakan kloroform, karbon dioksida, nitrogen
dan lain-lain didalam wadah tertutup untuk kesmua binatang tersebut diatas.
2. Binatang disembelih, kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik dan
dibungkus lagi dengan kertas, diletakkan di dalam tas plastik, ditutup dan
disimpan dalam almari pendingin atau langsung diabukan (insinerasi)
J. Pengambilan dan Pemegangan Hewan Uji
Untuk keperluan uji farmakologi, hewan uji yang sering digunakan adalah mencit
dan tikus, sehingga mahasiswa perlu dikenalkan dengan tata cara penanganan hewan
uji tersebut, khusus teknik pengambilan hewan dari kandang dan pemegangan
hewan
1. Mencit
Pengambilang mencit dari kandang harus dilakukan dengan hati-hati, karena
mencit merupakan hewan yang selalu berusaha untuk menggigit dan mampu
meloncat sampai beberapa meter, bile tersentuh. Karena itu, pertama kali bukalah
kandang dengan hati-hati. Jangan membuka penutup kandang spenuhnya,
melainkan cukup unutuk masuk tangan saja. Berikutnya, angkat mencit dengan
cara memegang ekor mencit )4-4 cm dari ujung), gambar A. Dengan cara
demikian, mencit dapat dipindahkan ke tempat lain. Selain itu, dengan tetap
dipegang pada ekornya, bila perlu mencit dapat diletakkan pada telapak tangan
(Gambar B), guna pengamatan atau pemeriksaan lebih jauh.
Pemegangan mencit dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Letakkan mencit pada lembaran kawat, biarkan keempat kakinya
mencengkeram kawat atau alas kasar lain (gambar C). dalam keadaan
demikian, mencit dapat diberi tanda dengan asam pikrat atau tinta cina
sebagaimana biasa

11
b. Dengan tangan kiri, jepit kulit tengkuk diantara telunjuk dan ibu jari (gambar
D)
c. Pindahkan ekor dari tangan kanan ke antara jari manis dan jari kelingkig
tangan kiri, sampai mencit dapat dipegang dengan erat (gambar E). mencit
siap mendapatkan perlakuan

Gambar 2. Urutan tata cara mengambil mencit dari kandang (A) sampai
memegang untuk siap diberi perlakuan (B,C,D,E)
2. Tikus
Pengambilan tikus dari kandang, sebaiknya tidak dilakukan dengan memegang
ekor seperti halnya mencit. Karena tikus dapat menjadi stress dan mengalami

12
luka. Biasanya, bila tikus diangkat dengan memegang ekornya, tikus akan
berputar-putar diudara. Meskipun demikian, keadaan ini dapat diatasi dengan
memegang pangkal ekor atau langsung menggenggamnya diseputar baru seperti
terlihat pada gambar A dan gambar B untuk tikus.
Pemegangan tikus biasanya dikerjakan dengan cara berikut. Pertama, angkat tikus
dari kandang pada pangkal ekornya dengan tangan kanan. Kemudian biarkan
tikus mencengkram alas kasar atau kawat seperti halnya mencit (gambar B).
Berikutnya, luncurkan tangan kiri dari belakang tubuhnya/punggung ke arah
kepala.. Selipkan antara jari tengah dan telunjuk pada tengkuk tikus, sedang ibu
jari, jari manis, dan kelinking, selipkan disekitar perut seperti pada gambar A.
tikus juga dapat dipegang dengan cara lain seperti pada gambar B.

Gambar 3. Tata cara pengambilan tikus, A (menangkap pada bagian bahu), B


(kepala dan bahu sedikit bebas

K. Pelaksanaan Praktikum

a. Alat dan bahan :


Alat : spuit 1 ml, spuit sonde, keranjang mencit, kapas
Bahan : alkohol 70%, pakan mencit, mencit
13
b. Cara Kerja :
1) Dosen pengampu membagi kelompok mahasiswa
2) Dosen menjelaskan SOP penanganan mencit sebagai hewan uji lewat
video dan praktek
3) Praktikan mempraktekkan cara menangani mencit
4) Mahasiswa membuat laporan dari hasil pengamatan mikroskopis

5. Latihan
1) Mahasiswa melakukan praktek penanganan terhadap hewan uji
2) Mahasiswa melaporkan hasil praktikum

14
BAB III
PRAKTIKUM TEKNIK KONVERSI DOSIS ANTAR SUBJEK UJI
A. Tujuan
Praktikan dapat melakukan konversi dosis antar-jenis subjek uji
B. Landasan Teori
Dosis yang diberikan pada subjek uji dalam uji farmakologi harus mempertimbangkan
dosis efektif pada manusia. Oleh Laurance dan Bacharach (1964), dirumuskan suatu
tabel konversi dosis/perhitungan dosis antar jenis hewan dan manuasia, berdasarkan
nisbah (ratio) luas permukaan badan mereka, seperti tampak pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Konversi Perhitungan Dosis Antar Subjek

Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menghitung konversi dosis antar-jenis
subjek uji antara lain :
1. Berat badan standar hewan uji
2. Berat badan uji yang sesungguhnya
Contoh perhitungan :
✓ Dosis terapi parasetamol untuk orang berat 70 kg adalah 500 mg
✓ Berapa perkiraan dosis terapi untuk tikus?
Cara menjawab :
1. Lihat tabel 3 (tabel konversi perhitungan dosis antar subjek)
2. Konfersi dosis manusia (70kg) ke tikus (200 g) = 0,018
3. Dosis terapi parasetamol-tikus (200 g) = 0,018 x 500 mg
= 9 mg/200 g BB
15
= 45 mg/kg BB
✓ Berapa dosis yang diberikan untuk tikus dengan berat badan 350 g
Cara menjawab :
1. Lihat tabel 3 (tabel konversi perhitungan dosis antar subjek)
2. Konfersi dosis manusia (70kg) ke tikus (200 g) = 0,018
3. Dosis terapi parasetamol-tikus (200 g) = 0,018 x 500 mg
= 9 mg/200 g BB
= 45 mg/kg BB
4. Dosis untuk tikus dengan berat badan 350 g
Rumus = Dosis konversi (dosis terapi parasetamol-tikus) x BB tikus
= 9 mg/200 g x 350 g
= 15,75 mg/350 g BB

C. Alat dan Bahan


✓ Alat tulis
✓ Lembar kerja
✓ Kalkulator
✓ Tabel dosis konversi antar subjek
D. Cara Kerja
1. Siapkan tabel dosis konversi antar subjek
2. Kerjakan soal yang diberikan dosen/asisten dosen pada lembar kerja yang
disediakan.
3. Kumpulkan lembar kerja pada waktu yang telah ditentukan

16
BAB IV
PRAKTIKUM PERHITUNGAN VOLUME MAKSIMAL PEMBERIAN
PADA HEWAN UJI
A. Tujuan
Praktikan dapat melakukan perhitungan volum maksimal pada setiap pemberian
kepada hewan uji
B. Landasan Teori
Hewan uji yang digunakan untuk uji farmakologi dapat diberikan perlakuan obat
memalui berbagai rute, diantaranta secara intravena (iv), intramuskular (im),
intraperitoneal (ip), subcutan (sc), dan per oral. Volum maksimal larutan yang bisa
diberikan pada hewan uji dijelaskan pada tabel berikut ini :
Tabel 3. Volum maksimal larutan yang bisa diberikan pada hewan uji

Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menghitung volume maksimal


pemberian antara lain :
1. Berat badan hewan uji
2. Dosis yang akan diberikan
3. Stok obat atau larutan obat yang tersedia
4. Data volum maksimal dan volum maksimal yang dianjurkan

Contoh perhitungan :
✓ Dosis terapi parasetamol untuk orang berat 70 kg adalah 500 mg
✓ Berapa perkiraan dosis terapi untuk tikus?
✓ Berapa volum maksimal larutan yang bisa diberikan pada hewan uji dengan rute
ip, sc, iv,im dan po?
17
Cara menjawab :
1. Lihat tabel 3 (tabel konversi perhitungan dosis antar subjek)
2. Konfersi dosis manusia (70kg) ke tikus (200 g) = 0,018
3. Dosis terapi parasetamol-tikus (200 g) = 0,018 x 500 mg
= 9 mg/200 g BB
= 45 mg/kg BB
4. Volum maksimal pemberian

C. Alat dan Bahan


✓ Tabel Volum maksimal larutan yang bisa diberikan pada hewan uji
✓ Tabel konversi dosis antar subjek
✓ Kalkulator
✓ Lembar kerja
✓ Alat tulis
D. Cara Kerja
1. Siapkan tabel dosis konversi antar subjek
2. Kerjakan soal yang diberikan dosen/asisten dosen pada lembar kerja yang
disediakan.
3. Kumpulkan lembar kerja pada waktu yang telah ditentukan

18
BAB V
PRAKTIKUM TEKNIK PEMBERIAN OBAT BERBAGAI RUTE
A. Tujuan
Setelah praktikum praktikan dapat mengetahui cara pemberian obat secara per oral,
intramuskular, subcutan, intraperitoneal dan intravena
B. Landasan Teori
1. Mencit
a. Pemberian peroral
Pemberian melalui oral pada mencit dapat dilakukan dengan cara memegang
mencit seperti gambar E (lihat kembali gambar cara memegang mencit).
Masukkan kateter polietilen (ukuran A2-3f.g.,panjang 2-3 cm) dengan jarum
tumpul ukuran 18 G yang berisi larutan, suspensi, atau emulsi senyawa uji,
melalui mulut dengan cara menelurkan searah tepi langit-langit kearah belakang
sampai esofagus. Semprotkan senyawa uji pelan-pelan. Setelah pemberian
selesai, tarik perlahan alat tersebut. Selain kateter polietilen, alat yang dipakai
juga dapat berupa jarum tuberkulin dengan ujung tumpul(bentuk bola).
b. Pemberian Intramuskular
Pemberian intramuskular dilakukan dengan cara memegang mencit seperti
gambar E (lihat kembalu gambar cara memegang mencit) dengan bantuan teman.
Usap daerah otot pada posterior dengan kapas beralkohol. Suntukkan larutan
senyawa uji pada daerah otot tersebut. Setelah selesai, cabut pelan-pelan jarum
suntik, an tekan daerah suntikan dengan kapas beralkohol.
c. Pemberian subcutan
Pemberian subcutan dilakukan dengan cara memegang mencit seperti pada
gambar D (lihat kembali gambar cara memegang mencit) atau gambar 3. Melalui
sela-sela jepitang pada tengkuk, suntikkan cairan ke bawah kulit.
d. Pemberian Intraperitoneal
Pemberian intraperitoneal dilakukan dengan cara memegang mencit seperti pada
gambar E (lihat kembali gambar cara memegang mencit) dengan kulit punggung
dijepit, sehingga daerah perut terasa tegang. Asahi daerah perut dengan kapas
beralkohol. Tusukkan jarum suntuk (no.18) sejajar dengan salah satu kaki mencit,
pada daerah perut lebih kurang 1 cm diatas kelamin. Semprotkan larutan senyawa
uji. Setelag selesai pemberian, tarik perlahan-lahan jarum suntik, dan tekan
19
tempat suntikan dengan kapas beralkohol. Hati-hati penyuntikan jangan sampai
kena hati, kantung kemih atau usus. Rongga perut terletak antara kantung kemih
dan hati.
e. Pemberian intra vena
Pemberian intravena dilakukan dengan cara memasukkan mencit kedalam
sangkar (gambar 2). Selanjtnya celupkan ekornya kedalam air hangat (dilatasi
vena lateralis). Setelah vena mengalami dilatasi (melebar), pegang ekor mencit
dengan kuat dengan posisi vena berada dipermukaan sebelah atas. Tusukkan
jarum suntik No.24 ke dalam vena sejajar dengan vena, lebih kurang 1 cm.
semprotkan larutan uji perlahan-lahan. Setelah pemberian selesai, tarik perlahan-
lahan jarum suntik, an tekan tempat suntukan dengan kapas beralkohol.
2. Tikus
Pemberian atau pemejanan sediaan uji pada tikus yang banyak dilakukan untuk
keperluan uji toksikologi meliputi pemberian oral, intravena, intraperitoneal,
intramuskular dan subkutan. Teknik atau atta cara pemberian sediaan uji melalui
beberapa jalur pemberian diatas, pada dasarnya sama dengan tata cara pemberian
untuk mencit. Hanya pada pemberian subkutan, juga dapat diberikan pada daerah
sekitar perut. Beberapa tata cara pemberian tersebut dapat dilihat pada gambar tata
cara pemberian sediaan uji pada di tikus.

20
Gambar 4. Cara Pemberian intravena Gambar 5. Cara Pemberian subcutan

Gambar 6. Tata Cara Pemegangan Tikus

21
Gambar 7. Tata cara pemberian sediaan uji pada tikus, A (peroral), B
(intraperitoneal), C (intramuskular), D dan E (subkutan)

C. Alat dan Bahan


Spuit 1 ml dan spuit oral
Aquadest
Larutan NaCl 0,9%

D. Cara Kerja
1. Mencit ditimbang dan dibagi menjadi beberapa kelompok (5 mencit)
2. Tiap mencit diberikan perlakuan yang berbeda
22
3. Mencit 1 , diberikan Aquadest secara peroral
4. Mencit 2, diberikan NaCl 0,9% secara subcutan
5. Mencit 3 , diberikan Aquadest secara intramuskular
6. Mencit 4, diberikan NaCl 0,9% secara intraperitoneal
7.. Mencit 1 , diberikan Aquadest secara intravena
E. Pengamat

23
BAB VI
HIPOGLIKEMIA
1. Capaian Pembelajaran :
a. Menguasai konsep teoritis farmasetika, farmakologi, farmakoterapi,
farmasi klinik, toksikologi, farmakoekonomi, farmakovigilance, DRP
(Drug Related Problems), Interaksi obat, EBM (Evidence-based
Medicine), POR (Pengobatan Obat Rasional), Undang-Undang
kefarmasian, Kode etik profesi farmasi
b. Menguasai konsep teoritis berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang kefarmasian, riset, dan pengembangan diri
c. Mampu menerapkan IPTEK dalam melakukan riset, pengembangan diri
secara berkelanjutan di bidang kefarmasian, khususnya terkait farmasi
bahan alam
d. Mampu menunjukkan kinerja bermutu dan terukur
2. Tujuan Praktikum :
Setelah menyelesaikan praktek ini maka mahasiswa memiliki kemampuan
memahami anatomi dan fisiologi sistem syaraf
3. Dasar Teori
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolsime yang ditandai
dengan hiperglikemia dan abnormalitas metabolisme karbohidrat, protein
dan lemak (Wells et al, 2015). Diabetes melitus dibagi menjadi dua macam
yaitu diabetes melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus
tipe 1 menduduki 10% kasus diabetes melitus yang disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut karena kerusakan sel beta pankreas. Diabetes
melitus tipe 2 menduduki 90% kasus diabetes melitus merupakan kombinasi
dari resistensi insulin dan defisiensi insulin (Wells et al, 2015).
Pankreas merupakan kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon
peptida insulin, glukagon dan somatostatin dan enzim pencernaan.
Kekurangan atau ketiadaan insulin yang dapat menyebabkan hiperglikemia
jika tidak diatasi maka akan menyebabkan komplikasi yang baik
mikrovaskular maupun makrovaskular (Stevani, 2016).

24
Hiperglikemia ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah dan
ditandai dengan poliuria, polifagia, polidipsi, fatigue (Anonim, 2005).

(Wells et al, 2015)


Golongan obat diabetes, yaitu :
Sulfonilurea
Short-acting insulin secretagogues
Biguanid
Thiazolidindion
Golongan alfa-glukosidase-inhibitors (Stevani,
2016)

(Anonim, 2005)

25
4. Pelaksanaan Praktikum
a. Alat dan bahan :
Alat : spuit 1cc, spuit sonde, kapas, kandang mencit, beaker gelas, gelas
ukur, timbangan, stopwatch
Bahan : mencit, aqua, Na CMC, glukosa, Metformin, Glibenklamid,
Akarbosa, Glimepirid
b. Cara kerja :
1) Pembuatan glukosa 5%
a) Ambil 5 gram gula kemudian larutkan dalam 100 ml air
2) Pembuatan Na CMC 1%
a) Panaskan 200 ml air hingga mendidih
b) Timbang Na CMC sebanyak 1 gram
c) Tambahkan 50 ml air panas pada Na CMC dan aduk hingga
homogen
d) Tambahkan air panas sedikit demi sedikit hingga volume 100 m
5) Pembuatan suspensi Metformin p.o
Dosis lazim Metformin untuk manusia : 500 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 gr : Dosis Lazim x Faktor Konversi
: 500 mg x 0,0026
: 1,3 mg

Untuk mencit dengan BB 30 gr : (30 g/20 g) x 1,3 mg


: 1,95 mg

Dosis diberikan dalam volume : 0,5 ml


Dibuat larutan persediaan : 100 ml
Jumlah Metformin yang digunakan : (100 ml/0,5 ml) x 1,95 mg
: 390 mg atau 0,39 g

% kadar Metformin : (0,39 g/100 ml) x 100%


: 0,39 %

Berat 1 tablet Metformin misalnya : 512 mg


Berat serbuk Metformin yang ditimbang : (390 mg/ 500 mg) x 512 mg
: 399,36 mg
Atau
Karena dibutuhkan tablet Metformin
sebanyak 390 mg maka dibutuhkan kira2
1 tablet Metformin
Timbang berat 1 tablet Metformin
Misal : berat 1 tablet Metformin 512 mg

26
Maka serbuk tablet Metformin yang : (390 mg/ 500 mg) x 512 mg
dibutuhkan sebanyak
: 399,,36 mg

Pembuatan Metformin 0,39% : ambil 1 tablet, gerus kemudian


timbang
:serbuk
campurMetformin
serbuk dengan Na
sejumlah
CMC 1% yang dibutuhkan
:sebanyak
tambahkan
50 Na CMC 1% hingga
ml kemudian aduk
100 ml
homogen
6) Pembuatan suspensi Glibenklamid p.o
Dosis lazim Glibenklamid untuk : 5 mg
Konversi
manusia dosis untuk mencit BB 20 : Dosis Lazim x Faktor Konversi
gr : 5 mg x 0,0026
: 0,013 mg

Untuk mencit dengan BB 30 gr : (30 g/20 g) x 0,013 mg


: 0,0195 mg
Dosis diberikan dalam volume : 0,5 ml
Dibuat larutan persediaan : 100 ml
Jumlah Glibenklamid yang : (100 ml/0,5 ml) x 0,0195 mg
digunakan : 3,9 mg atau 0,0039 g

% kadar Glibenklamid : (0,0039 g/100 ml) x 100%


: 0,0039 %
Berat 1 tablet Glibenklamid : 6,3 mg
Berat
misalnyaserbuk Glibenklamid yang : (3,9 mg/ 5 mg) x 6,3 mg
ditimbang
: 4,914 mg
Atau
Karena dibutuhkan tablet
Glibenklamid
sebanyak 3,9 mg maka dibutuhkan
kira2 1 tablet Glibenklamid
Timbang berat 1 tablet
Glibenklamid
Misal : berat 1 tablet Glibenklamid
6,3 mg

Maka serbuk tablet Glibenklamid : (3,9 mg/ 5 mg) x 6,3 mg


yang
dibutuhkan sebanyak

27
: 4,914 mg
Pembuatan Glibenklamid 0,39% : ambil 1 tablet, gerus kemudian
timbang
serbuk Glibenklamidsejumlah
yang dibutuhkan

: campur serbuk dengan Na


CMC 1%
sebanyak 50 ml kemudian aduk
homogen

: tambahkan Na CMC 1% hingga


100 ml

7. Pembuatan suspensi Akarbosa p.o

Dosis lazim Akarbosa untuk : 50 mg


manusia dosis untuk mencit BB 20 : Dosis Lazim x Faktor Konversi
Konversi
gr : 50 mg x 0,0026
: 0,13 mg

Untuk mencit dengan BB 30 gr : (30 g/20 g) x 0,13 mg


: 0,195 mg

Dosis diberikan dalam volume : 0,5 ml


Dibuat larutan persediaan : 100 ml
Jumlah Akarbosa yang digunakan : (100 ml/0,5 ml) x 0,195 mg
: 39 mg atau 0,039 g

% kadar Akarbosa : (0,039 g/100 ml) x 100%


: 0,039 %
Berat 1 tablet Akarbosa misalnya : 63 mg
Berat serbuk Akarbosa yang : (39 mg/ 50 mg) x 63 mg
ditimbang : 49,14 mg
Atau
Karena dibutuhkan tablet
Akarbosa
sebanyak 39 mg maka dibutuhkan
kira2 1 tablet Akarbosa
Timbang berat 1 tablet Akarbosa
Misal : berat 1 tablet Akarbosa 63
mg

28
Maka serbuk tablet Akarbosa yang : (39 mg/ 50 mg) x 63 mg
dibutuhkan sebanyak
: 49,14 mg
Pembuatan Akarbosa 0,039% : ambil 1 tablet, gerus kemudian
timbang
serbuk Akarbosa sejumlah
yang dibutuhkan

: campur serbuk dengan Na


CMC 1%
sebanyak 50 ml kemudian aduk
homogen
: tambahkan Na CMC 1% hingga
100 ml

8. Pembuatan Glimepirid p.o


Dosis lazim Glimepirid untuk manusia : 3 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 gr : Dosis Lazim x Faktor Konversi
: 3 mg x 0,0026
: 0,0078 mg

Untuk mencit dengan BB 30 gr : (30 g/20 g) x 0,0078 mg


: 0,0117 mg
Dosis diberikan dalam volume : 0,5 ml
Dibuat larutan persediaan : 100 ml

29
Jumlah Glimepirid yang digunakan : (100 ml/0,5 ml) x 0, 0117 mg
: 2,34 mg atau 0,00234 g
% kadar Glimepirid : (0,00234 g/100 ml) x 100%
: 0,00234 %
Berat 1 tablet Glimepirid misalnya : 5 mg
Berat serbuk Glimepirid yang : (2,34 mg/ 3 mg) x 5 mg
ditimbang : 3,9 mg
Atau
Karena dibutuhkan tablet
Glimepirid
sebanyak 2,34 mg maka dibutuhkan
kira2
1 tablet Glimepirid
Timbang berat 1 tablet Glimepirid
Misal : berat 1 tablet Glimepirid 5
mg
Maka serbuk tablet Glimepirid : (2,34 mg/ 3 mg) x 5 mg
yang
dibutuhkan sebanyak : 3,9 mg
Pembuatan Glimepirid 0,0234% : ambil 1 tablet, gerus kemudian
timbang
serbuk Glimepirid sejumlah
yang dibutuhkan

: campur serbuk dengan Na


CMC 1%
sebanyak 50 ml kemudian aduk
homogen

: tambahkan Na CMC 1% hingga


100 ml

7) Pelaksanaan praktikum
a. Mahasiswa dibagi menjadi 4 kelompok
b. Kelompok 1 diberikan Metformin p.o
c. Kelompok 2 diberikan Akarbosa p.o
d. Kelompok 3 diberikan Glimepirid p.o
e. Kelompok 4 diberikan Glibenklamid p.o
f. Pada awal percobaan, kadar gula darah mencit diukur
30
menggunakan vena ekor.
g. Kemudian mencit diberikan glukosa 5% secara oral
h. Kemudian 5 menit kemudian kadar gula darah mencit diukur
kembali
i. 5 menit setelah pengukuran kadar gula kedua masing-masing
menit diberikan perlakuan obat
j. Kadar gula darah diukur pada menit ke 20,40 dan 60

5. Latihan
1) Mahasiswa mengukur kadar gula darah mencit
2) Mahasiswa melaporkan hasl pengamatan

31
BAB VII
ANTIDIARE
1. Capaian Pembelajaran :
a. Menguasai konsep teoritis farmasetika, farmakologi, farmakoterapi,
farmasi klinik, toksikologi, farmakoekonomi, farmakovigilance, DRP
(Drug Related Problems), Interaksi obat, EBM (Evidence-based
Medicine), POR (Pengobatan Obat Rasional), Undang-Undang
kefarmasian, Kode etik profesi farmasi
b. Menguasai konsep teoritis berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang kefarmasian, riset, dan pengembangan diri
c. Mampu menerapkan IPTEK dalam melakukan riset, pengembangan diri
secara berkelanjutan di bidang kefarmasian, khususnya terkait farmasi
bahan alam
d. Mampu menunjukkan kinerja bermutu dan terukur
2. Tujuan Praktikum :
Setelah menyelesaikan praktek ini maka mahasiswa memiliki
kemampuan menguasai
a. Mahasiswa mampu menguasai perhitungan konversi dosis manusia ke
mencit
b. Mahasiswa mampu menguasai cara dan mekanisme induksi diare pada
mencit
3. Dasar Teori

32
Perangsangan Simpatis Perangsangan Parasimpatis
Meningkatkan Tekanan Darah Menurunkan tekanan darah
Meningkatkan Denyut nadi Menurunkan denyut nadi
Relaksasi Bronkus Kontraksi Bronkus
Dilatasi Pupil Kontraksi Pupil
Relaksasi uterus Meningkatkan kontraksi
saluran kemi h
Meningkatkan gula darah Meningkatkan kontraksi GI
Meningkatkan tonus otot

4. Pelaksanaan Praktikum
a. Alat dan bahan :
Alat : spuit 1cc, spuit sonde, kapas, kandang mencit, beaker gelas, gelas
ukur, timbangan, stopwatch
Bahan : mencit, aqua, Na CMC, propanolol
b. Cara kerja (Stevani, 2016)
1) Pembuatan Na CMC 1%
a) Panaskan 200 ml air hingga
mendidih b) Timbang Na CMC
sebanyak 1 gram
c) Tambahkan 50 ml air panas pada Na CMC dan aduk
hingga homogen
d) Tambahkan air panas sedikit demi sedikit hingga volume 100 ml
2) Pembuatan asam asetat 1% v/v
a) 1 ml asam asetat 100% dilarutkan dalam aquades 100 ml
3) Pembuatan suspensi Ibuprofen p.o
Dosis lazim Ibuprofen untuk manusia : 400 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 gr : Dosis Lazim x Faktor Konversi
: 400 mg x 0,0026
: 1,04 mg

Untuk mencit dengan BB 30 gr : (30 g/20 g) x 1,04 mg


: 1,56 mg

33
Dosis diberikan dalam volume : 0,5 ml
Dibuat larutan persediaan : 100 ml
Jumlah Ibuprofen yang digunakan : (100 ml/0,5 ml) x 1,56 mg
: 312 mg atau 0,312 g
% kadar Ibuprofen : (0,312 g/100 ml) x 100%
: 0,312 %

Berat 1 tablet Ibuprofen misalnya : 432 mg


Berat serbuk Ibuprofen yang ditimbang : (312 mg/ 400 mg) x 432 mg
: 336,96 mg
Atau
Karena dibutuhkan tablet Ibuprofen
sebanyak 312 mg maka dibutuhkan kira2
1 tablet Ibuprofen
Timbang berat 1 tablet Ibuprofen
Misal : berat 1 tablet Ibuprofen 432 mg
Maka serbuk tablet Ibuprofen yang : (312 mg/ 400 mg) x 432 mg
dibutuhkan sebanyak
: 336,96 mg
Pembuatan Ibuprofen 0,312% : ambil 1 tablet, gerus kemudian timbang
serbuk Ibuprofen sejumlah yang
dibutuhkan
: campur serbuk dengan Na CMC 1%
sebanyak 50 ml kemudian aduk homogen
: tambahkan Na CMC 1% hingga 100 ml

4) Pembuatan suspensi Parasetamol p.o


Dosis lazim Parasetamol untuk manusia : 500 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 gr : Dosis Lazim x Faktor Konversi
: 500 mg x 0,0026
: 1,3 mg

Untuk mencit dengan BB 30 gr : (30 g/20 g) x 1,3 mg


: 1,95 mg

Dosis diberikan dalam volume : 0,5 ml


Dibuat larutan persediaan : 100 ml
Jumlah Parasetamol yang digunakan : (100 ml/0,5 ml) x 1,95 mg
: 390 mg atau 0,39 g

% kadar Parasetamol : (0,39 g/100 ml) x 100%


: 0,39 %
Berat 1 tablet Parasetamol misalnya : 512 mg
Berat serbuk Parasetamol yang ditimbang : (390 mg/ 500 mg) x 512 mg
: 399,36 mg
Atau

34
Karena dibutuhkan tablet Parasetamol
sebanyak 390 mg maka dibutuhkan kira2
1 tablet Parasetamol
Timbang berat 1 tablet Parasetamol
Misal : berat 1 tablet Parasetamol 512 mg
Maka serbuk tablet Parasetamol yang : (390 mg/ 500 mg) x 512 mg
dibutuhkan sebanyak
: 399,,36 mg
Pembuatan Parasetamol 0,39% : ambil 1 tablet, gerus kemudian timbang
serbuk Parasetamol sejumlah yang
dibutuhkan
: campur serbuk dengan Na CMC 1%
sebanyak 50 ml kemudian aduk homogen
: tambahkan Na CMC 1% hingga 100 ml

35
5) Pembuatan suspensi Antalgin p.o
Dosis lazim Antalgin untuk manusia : 500 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 gr : Dosis Lazim x Faktor Konversi
: 500 mg x 0,0026
: 1,3 mg

Untuk mencit dengan BB 30 gr : (30 g/20 g) x 1,3 mg


: 1,95 mg

Dosis diberikan dalam volume : 0,5 ml


Dibuat larutan persediaan : 100 ml
Jumlah Antalgin yang digunakan : (100 ml/0,5 ml) x 1,95 mg
: 390 mg atau 0,39 g

% kadar Antalgin : (0,39 g/100 ml) x 100%


: 0,39 %
Berat 1 tablet Antalgin misalnya : 512 mg
Berat serbuk Antalgin yang ditimbang : (390 mg/ 500 mg) x 512 mg
: 399,36 mg
Atau
Karena dibutuhkan tablet Antalgin
sebanyak 390 mg maka dibutuhkan kira2
1 tablet Antalgin
Timbang berat 1 tablet Antalgin
Misal : berat 1 tablet Antalgin 512 mg
Maka serbuk tablet Antalgin yang : (390 mg/ 500 mg) x 512 mg
dibutuhkan sebanyak
: 399,,36 mg
Pembuatan Antalgin 0,39% : ambil 1 tablet, gerus kemudian timbang
serbuk Antalgin sejumlah yang
dibutuhkan
: campur serbuk dengan Na CMC 1%
sebanyak 50 ml kemudian aduk homogen
: tambahkan Na CMC 1% hingga 100 ml

6) Pembuatan suspensi Asam Mefenamat p.o


Dosis lazim Asam Mefenamat untuk : 500 mg
manusia
Konversi dosis untuk mencit BB 20 gr : Dosis Lazim x Faktor Konversi
: 500 mg x 0,0026
: 1,3 mg

Untuk mencit dengan BB 30 gr : (30 g/20 g) x 1,3 mg


: 1,95 mg

Dosis diberikan dalam volume : 0,5 ml


Dibuat larutan persediaan : 100 ml
Jumlah Asam Mefenamat yang digunakan : (100 ml/0,5 ml) x 1,95 mg
: 390 mg atau 0,39 g

% kadar Asam Mefenamat : (0,39 g/100 ml) x 100%


: 0,39 %
Berat 1 tablet Asam Mefenamat misalnya : 512 mg
Berat serbuk Asam Mefenamat yang : (390 mg/ 500 mg) x 512 mg

36
ditimbang
: 399,36 mg
Atau
Karena dibutuhkan tablet Asam
Mefenamat sebanyak 390 mg maka
dibutuhkan kira2 1 tablet Asam
Mefenamat
Timbang berat 1 tablet Asam Mefenamat
Misal : berat 1 tablet Asam Mefenamat
512 mg
Maka serbuk tablet Asam Mefenamat : (390 mg/ 500 mg) x 512 mg
yang dibutuhkan sebanyak
: 399,36 mg
Pembuatan Asam Mefenamat 0,39% : ambil 1 tablet, gerus kemudian timbang
serbuk Asam Mefenamat sejumlah yang
dibutuhkan
: campur serbuk dengan Na CMC 1%
sebanyak 50 ml kemudian aduk homogen
: tambahkan Na CMC 1% hingga 100 ml

7) Pelaksanaan praktikum
a) Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok
Kelompok 1 : kelompok kontrol diberikan Ibuprofen p.o
Kelompok 2 : kelompok perlakuan diberikan Parasetamol p.o
Kelompok 3 : kelompok perlakuan diberikan Antalgin p.o
Kelompok 4 : kelompok perlakuan diberikan Asam Mefenamat
p.o
Kelompok 5 : kelompok perlakuan diberikan Na CMC 1% p.o
b) Setiap kelompok ditempatkan pada kandang yang berbeda dan
dibiarkan selama 7 hari sebelum percobaan
c) Pada awal praktikum masing-masing hewan uji ditimbang
d) 7,5 menit setelah perlakuan, hewan uji diberikan larutan asam
asetat 1%
secara ip dengan dosis 0,2 ml/ 20 g BB
e) Amati dan catat jumlah geliat setelah pemberian asam asetat
1%, pengamatan dilakukan setiap 5 menit selama 60 menit
i. Torsi pada salah satu sisi
ii. Kontraksi otot yang terputus putus
iii. Kaki belakang dan kepala tertarik ke arah belakang
iv. Penarikan kembali kepala dan kaki belakang ke arah abdomen
37
5. Latihan
1) Mahasiswa membuat larutan uji
2) Mahasiswa memberikan obat ke hewan uji
3) Mahasiswa melakukan pengamatan hasil percobaan
4) Mahasiswa melaporkan hasil pengamatan
5) Analisa data

38
BAB VIII
HIPOKOLESTEREMIA
1. Capaian Pembelajaran :
a. Menguasai konsep teoritis farmasetika, farmakologi, farmakoterapi,
farmasi klinik, toksikologi, farmakoekonomi, farmakovigilance, DRP
(Drug Related Problems), Interaksi obat, EBM (Evidence-based
Medicine), POR (Pengobatan Obat Rasional), Undang-Undang
kefarmasian, Kode etik profesi farmasi
b. Menguasai konsep teoritis berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang kefarmasian, riset, dan pengembangan diri
c. Mampu menerapkan IPTEK dalam melakukan riset, pengembangan diri
secara berkelanjutan di bidang kefarmasian
d. Mampu menunjukkan kinerja bermutu dan terukur
2. Tujuan Praktikum :
Setelah menyelesaikan praktek ini maka mahasiswa memiliki
kemampuan memahami hiperkolesterolemia
3. Dasar Teori
Dislipidemia merupakan kejadian peningkatan kadar kolesterol, LDL
atau trigliserida, penurunan kadar HDL atau kombinasinya. Tujuan terapi
dislipidemia adalah menurunkan kadar kolesterol total dan LDL untuk
menurunkan resiko kejadian baik pertama maupun kejadian berulang dari
infark miokard, angina, gagal jantung, stroke iskemik (Wells B.G. et all,
2010)
Kondisi Total LDL (mg/dl) HDL Trigliserida
Kolesterol (mg/dl) (mg/dl)
(mg/dl)
Optimal < 150 < 100 > 60 -
Mendekati optimal 150-200 100-129 40-60 < 150
Perbatasan 200-239 130-159 <40 150-190
Resiko tinggi > 240 160-189 <35 200-499
Sangat beresiko > 190 <30 >500

. (Priyanto dan Batubara, 2010)

39
Macam obat dislipidemia antara lain :
a. Golongan asam fibrat
Meliputi gemfibrozil, fenofibrat,
b. Golongan resin
Meliputi kolesteramin, kolestipol, kolesevelam
c. Golongan penghambat HMG CoA reduktase
Pravastatin, lovastatin, simvastatin,fluvastatin, atorvastatin, rosuvastatin
d. Golongan lain lain
Meliputi probukol (Priyanto dan Batubara, 2010)
4. Pelaksanaan Praktikum
a. Alat dan bahan :
Alat : seperangkat alat tulis, tikus
a. Cara kerja :
1. Pembuatan larutan Na CMC 1%
a. Panaskan 200 ml air hingga mendidih
b. Timbang Na CMC sebanyak 1 gram
c. Tambahkan 50 ml air panas pada Na CMC dan aduk hingga
homogen
d. Tambahkan air panas sedikit demi sedikit hingga volume 100 ml
2. Pembuatan emulsi kombinasi rumput laut (Eucheuma sp) dan minyak
hati ikan cucut botol
3. Pembuatan suspensi Simvastatin p.o
Dosis lazim Simvastatin untuk manusia : 10 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 gr : Dosis Lazim x Faktor Konversi
: 10 mg x 0,0026
: 0,026 mg

Untuk mencit dengan BB 30 gr : (30 g/20 g) x 0,026 mg


: 0,039 mg

Dosis diberikan dalam volume : 0,5 ml


Dibuat larutan persediaan : 100 ml
Jumlah Simvastatin yang digunakan : (100 ml/0,5 ml) x 0,039 mg
: 7,8 mg atau 0,0078 g

% kadar Simvastatin : (0,0078 g/100 ml) x 100%


: 0,0078 %

40
Berat 1 tablet Simvastatin misalnya :15 mg
Berat serbuk Simvastatin yang ditimbang : (7,8 mg/ 10 mg) x 15 mg
: 11,7 mg
Atau
Karena dibutuhkan tablet Simvastatin

41
sebanyak 7,8 mg maka dibutuhkan kira2 1
tablet Simvastatin
Timbang berat 1 tablet Simvastatin
Misal : berat 1 tablet Simvastatin 15 mg
Maka serbuk tablet Simvastatin yang : (7,8 mg/ 10 mg) x 15 mg
dibutuhkan sebanyak
: 11,7mg
Pembuatan Simvastatin 0,0078% : ambil 1 tablet, gerus kemudian timbang
serbuk Simvastatin sejumlah yang
dibutuhkan
: campur serbuk dengan Na CMC 1%
sebanyak 50 ml kemudian aduk homogen
: tambahkan Na CMC 1% hingga 100 ml

4) Pembuatan suspensi Gemfibrozil p.o


Dosis lazim Gemfibrozil untuk manusia : 300 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 gr : Dosis Lazim x Faktor Konversi
: 300 mg x 0,0026
: 0,78 mg

Untuk mencit dengan BB 30 gr : (30 g/20 g) x 0,78 mg


: 1,17 mg

Dosis diberikan dalam volume : 0,5 ml


Dibuat larutan persediaan : 100 ml
Jumlah Gemfibrozil yang digunakan : (100 ml/0,5 ml) x 1,17 mg
: 234 mg atau 0,234 g

% kadar Gemfibrozil : (0,234 g/100 ml) x 100%


: 0,234 %
Berat 1 tablet Gemfibrozil misalnya :315 mg
Berat serbuk Gemfibrozil yang ditimbang : (234 mg/ 300 mg) x 315 mg
: 245,7 mg
Atau
Karena dibutuhkan tablet Gemfibrozil
sebanyak 7,8 mg maka dibutuhkan kira2 1
tablet Gemfibrozil
Timbang berat 1 tablet Gemfibrozil
Misal : berat 1 tablet Gemfibrozil 15 mg
Maka serbuk tablet Gemfibrozil yang : (234 mg/ 300 mg) x 315 mg
dibutuhkan sebanyak
: 245,7 mg
Pembuatan Gemfibrozil 0,0078% : ambil 1 tablet, gerus kemudian timbang
serbuk Gemfibrozil sejumlah yang
dibutuhkan
: campur serbuk dengan Na CMC 1%
sebanyak 50 ml kemudian aduk homogen
: tambahkan Na CMC 1% hingga 100 ml

42
5) Pembuatan suspensi Fenofibrat
Dosis lazim Fenofibrat untuk manusia : 300 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 gr : Dosis Lazim x Faktor Konversi
: 300 mg x 0,0026
: 0,78 mg

Untuk mencit dengan BB 30 gr : (30 g/20 g) x 0,78 mg


: 1,17 mg

Dosis diberikan dalam volume : 0,5 ml


Dibuat larutan persediaan : 100 ml
Jumlah Fenofibrat yang digunakan : (100 ml/0,5 ml) x 1,17 mg
: 234 mg atau 0,234 g

% kadar Fenofibratl : (0,234 g/100 ml) x 100%


: 0,234 %
Berat 1 tablet Fenofibrat misalnya :315 mg
Berat serbuk Fenofibratl yang ditimbang : (234 mg/ 300 mg) x 315 mg
: 245,7 mg
Atau
Karena dibutuhkan tablet Fenofibratl
sebanyak 7,8 mg maka dibutuhkan kira2 1
tablet Fenofibrat
Timbang berat 1 tablet Fenofibrat
Misal : berat 1 tablet Fenofibrat 15 mg
Maka serbuk tablet Fenofibrat yang : (234 mg/ 300 mg) x 315 mg
dibutuhkan sebanyak
: 245,7 mg
Pembuatan Fenofibrat 0,0078% : ambil 1 tablet, gerus kemudian timbang
serbuk Fenofibrat sejumlah yang
dibutuhkan
: campur serbuk dengan Na CMC 1%
sebanyak 50 ml kemudian aduk homogen
: tambahkan Na CMC 1% hingga 100 ml

6) Pembuatan suspensi Atorvastatin p.o


Dosis lazim Atorvastatin untuk manusia : 10 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 gr : Dosis Lazim x Faktor Konversi
: 10 mg x 0,0026
: 0,026 mg

Untuk mencit dengan BB 30 gr : (30 g/20 g) x 0,026 mg


: 0,039 mg

Dosis diberikan dalam volume : 0,5 ml


Dibuat larutan persediaan : 100 ml

43
Jumlah Atorvastatin yang digunakan : (100 ml/0,5 ml) x 0,039 mg
: 7,8 mg atau 0,0078 g

% kadar Atorvastatin : (0,0078 g/100 ml) x 100%


: 0,0078 %
Berat 1 tablet Atorvastatin misalnya :15 mg
Berat serbuk Atorvastatin yang ditimbang : (7,8 mg/ 10 mg) x 15 mg
: 11,7 mg
Atau
Karena dibutuhkan tablet Atorvastatin
sebanyak 7,8 mg maka dibutuhkan kira2 1
tablet Atorvastatin
Timbang berat 1 tablet Atorvastatin
Misal : berat 1 tablet Atorvastatin 15 mg
Maka serbuk tablet Atorvastatin yang : (7,8 mg/ 10 mg) x 15 mg
dibutuhkan sebanyak
: 11,7mg
Pembuatan Atorvastatin 0,0078% : ambil 1 tablet, gerus kemudian timbang
serbuk Atorvastatin sejumlah yang
dibutuhkan
: campur serbuk dengan Na CMC 1%
sebanyak 50 ml kemudian aduk homogen
: tambahkan Na CMC 1% hingga 100 ml
7) Pelaksanaan praktikum
a. Mahasiswa dibagi menjadi 5 kelompok
b. Kelompok 1 diberikan emulsi kombinasi rumput laut dan minyak ikan
cucut botol p.o
c. Kelompok 2 diberikan simvastatin p.o
d. Kelompok 3 diberikan gemfibrosil p.o
e. Kelompok 4 diberikan fenofibrat p.o
f. Kelompok 5 diberikan atorvastatin p.o
g. Pada awal percobaan, kolesterol darah mencit diukur
menggunakan vena ekor.
h. Kemudian mencit diberikan pakan otak sapi (2:1) secara oral
i. Kemudian 10 menit kemudian kadar kolesterol mencit diukur
kembali
j. 10 menit setelah pengukuran kolesterol kedua masing-masing menit
diberikan perlakuan obat
k. Kolesterol darah diukur pada menit ke 20,40 dan 60
44
BAB IX
PRAKTIKUM UJI EFEK SEDATIF DAN HIPNOTIK
A. Tujuan
Mempelajari pengaruh obat penekan susunan syaraf pusat
B. Landasan Teori
Obat-obat sedatif-hipnotik memiliki efek farmakologi yang mirip dengan
anestetik umum. Jika obat-obat tersebut diberikan dengan dosis yang lebih besar,
efeknya sama dengan anestesi umum. Kedua jenis obat tersebut mempunyai
mekanisme yang sama dalam menekan susunan syaraf pusat (Meyers dkk, 1974).
Obat-obat penenang (antipsikotik) berbeda pengaruhnya dengan hipnotik sebab
tidak menimbulkan efek anestetik. Sebagai contok klorpromazin dan resepin,
penekanannya pada susunan syaraf pusat tidak begitu dalam sehingga hanya
menimbulkan sedasi. Efek sedatif dapat mempengaruhi kemampuan koordinasi
motorik hewan uji. Besar kecilnya pengaruh terhadap koordinasi motorik tersebut
dapat menggambarkan besar kecilnya efek sedasi. Oleh sebab itu, efek sedasi ini
akan kita amati melalui eksperimen dengan binatang, menggunakan parameter
daya cengkeram, reflekss kornea, dan diameter pupil mata.
Klorferiramin adalah preparat antihistamin tetapi memiliki efek samping
sedatif yang mirif dengan obat penenang. Sifat sedatif obat ini disebutkan tidak
ada kaitannya dengan kemampuannya mengantagonis histamin (Meyer dkk, 1974)
C. Alat dan Bahan
1. Alat : alat suntik oral
2. Bahan : Fenobarbital/luminal
CTM
Diazepam
3. Hewan uji : mencit
D. Cara Kerja
1. Mencit ditimbang dan dibagi menjadi beberapa kelompok
2. Letakkan mencit di atas rotary rod selama 5 menit
3. Pindahkan hewan uji , kemudian berikan obat-obat berikut secara peroral
Hewan uji sebagai kontrol : 0,9% garam fisiologi
Fenobarbital/luminal 80mg/kgBB

45
CTM
Diazepam 20-50 mg/kgBB
4. letakkan kembali hewan uji ke atas rotary rod
5. Amati perubahan diameter pupil mata hewan uji dan catat berapa kali hewan
uji jatuh, pada menit ke 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 menit.

E. Pengamatan

Data berapa kali hewan uji jatuh.

Perlakuan
Menit Kontrol Fenobarbital CTM Diazepam
10
20
30
40
50
60
Total

46
BAB X
PRAKTIKUM UJI EFEK TONIKUM
A. Tujuan
Setelah menyelesaikan percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
cara pembuktian efek tonikum dari suatu bahan atau obat terhadap hewan uji.
B. Landasan Teori
Rasa lelah merupakan keluhan umum dalam kehidupan manusia dan rasa
lelah terjadi karena aktifitas fisik atau mental dan dapat merupakan gejala dari
berbagai penyakit. Kelelahan dapat menimbulkan menurunnya aktivitas,
konsentrasi, kurangnya kewapadaan, menimbulkan kegelisahan dan kebingungan
serta dapat memicu timbulnya penyakit dan infeksi, karena dalam keadaan lelah
daya tahan tubuh terhadap penyakit berkurang.
Tonikum yaitu obat yang menguatkan badan dan merangsang selera
makan. Dengan cara memacu dan memperkuat semua organ serta menstimulasi
perbaikan sel-sel tonus otot.
C. Alat dan Bahan
1. Alat : - Spuit oral
- stopwatch
- tangki air untuk merenangkan mencit
2. Bahan : - Kafein dibuat larutan 0,5% (5mg/5ml) dengan dosis ; 100
mg/kgBB
- Aquadest
- Kratingdaeng
3. Hwan uji : mencit jantan, berumur 2-3 bulan dengan berat 20-30 g
D. Cara Kerja
1. Siapkan mencit sesuai dengan jumlah obat yang akan digunakan
2. Masukkan masing-masing mencit kedalam tangki air/direnangkan
3. Istirahatkan hewan uji selama 30 menit
4. Suntikkan lerutan obat yang akan diujikan ke hewan uji secara per oral
5. 30 menit kemudian renangkanlah kembali hewan uji dan catat waktu
lelahnya

47
Gambar 8. Skema percobaan
Keterangan :
Dikatakan lelah jika mencit membiarkan kepalanya berada dibawah permukaan
air lebih dari 7 detik
Jika mencit sudah menenggelamkan kepalanya, harus segera diangkat
D. Pengamatan
Data waktu lelah sebelum dan sesudah diberi perlakuan dan penambahan daya
tahan
Perlakuan
Aquadest kratingdeng Kafein
Mencit
sebelum sesudah sebelum sesudah sebelum sesudah

Selisih
waktu
lelah

48
BAB XI
PRAKTIKUM UJI EFEK INDUKSI DAN INHIBISI ENZIM
METABOLISME
A. Tujuan
Mengetahui efek uji induksi dan inhibisi enzim metabolisme
B. Landasan Teori
Banyak obat mampu menaikkan kapasitas metabolismenya sendiri dengan
induksi enzim (menaikkan kecepatan sintesis enzim). Kenaikan aktivitas enzim
metabolisme ini menyebabkan lebih cepatnya metabolisme dan yang pada
umumnya merupakan proses deaktivasi obat sehingga mengurangi kadarnya di
dalam plasma dan memperpendek waktu paru obat. Karena itu intensitas dan
durasi efek farmakolognya juga berkurang.
Sekobarbital, pentobarbital, alobarbital dan fenobarbital menaikkan kadar
sitokrom P-450, serta meningkatkan kecepatan beberapa reaksi metabolisme
seperti deetilasi fenasetin, demetilasi aminopirin 40hidroksi binefil dan hidroksili
heksobarbital. Bahan alamai seperti kurkumin juga dapat menginduksi
metabolisme obat.
Pengaruh induksi dan inhibisi enzim terhadap efek farmakologi dan
toksisitas cukup besar, sehingga perlu diperhatikan oleh para praktsi. Sebagai
contoh pemberian fenobarbital bersama-sama dengan warfarin akan mengurangi
efek antikoagulansinya. Demikian pula pemberian simetidin atau antagonis
resptor H-2 akan menghambat aktivitas sitokrom P-450 dalam memetabolisme
obat-obat lain.
Induksi enzim menunjukkan variasi yang besar antara spesies, dan bahkan
antar keturunan dalam satu spesies. Selain itu variaso juga terjadi antara jaringan
satu dengan yang lain didalam tubuh binatang.
Pengetahuan tentang pengaruh induktor dan inhibitor enzim terhadap laju
metaboleisme obat akan sangat membantu dalam memperkirakan perubahan-
perubahan yang akan terjadi pada efek farmakologinya.

49
C. Alat dan Bahan
1. Induktor enzim : kurkumin,
2. Peneghambat enzim/inhibitor enzim : simetidin
3. Obat yang akan diamati efeknya dengan penagruh induktor dan inhibitor :
Fenobarbital
4. Jarum oral (ujung tumpul) dan jarum suntik 1 ml
5. Stop watch
6. Hewan uji : Mencit
D. Cara Kerja
1. Masing-masing kelompok mendapatkan 4 ekor hewan uji
2. Timbang masing-masing hewan uji
3. Kelompok I (kontrol) : hewan uji diberi fenobarbital 80 mg/kgBB (i.p)
dosis tunggal.
4. Kelompok II : seperti kelompok I dengan praperlakuan kurkumin 5
mg/kgBB (p.o) satu jam sebelumnya

Pengamatan : lama waktu sampai terjadi gejala hipnosis serta lama waktu
tidur karena fenobarbital dengan parameter righting reflex.
5. Kelompok III (Kontrol) : Hewan uji diberi fenobarbital 80 mg/kgBB (i.p)
dosis tunggal
6. Kelompok IV : Seperti kelompok II, yang diberikan setelah simetidin per
oral 80 mg/kgBB (p.o) , 1 jam sebelumnya.

Pengamatan : lama waktu sampai terjadi gejala hipnosis serta lama waktu
tidur karena fenobarbital dengan parameter righting reflex.

50
E. Pengamatan
1. Induksi enzim (kurkumin 5 mg/kgBB) p.o satu jam sebelumnya
Perlakuan Obat Waktu timbul efek
1. - Fenobarbital i.p …………………menit
2. Kurkumin Fenobarbital i.p …………………menit

2. Inhibisi enzim (simetidin 80 mg/kgBB) i.p satu jam sebelumnya


Perlakuan Obat Waktu timbul efek
1. - Fenobarbital i.p …………………menit
2. Simetidin Fenobarbital i.p …………………menit

51
BAB XII
PRAKTIKUM UJI KETOKSIKAN AKUT
A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami tujuan, sasaran, tata cara pelaksanaan, luaran,
dan manfaat uji ketoksikan akut suatu obat.
2. Tujuan utama uji ketoksikan akut suatu obat ialah untuk menetapkan potensi
ketoksikan akut, yakni kisaran dosis letal atau dosis toksik obat terkait pada
satu jenis hewan uji atau lebih
B. Landasan Teori
Ketoksikan akut adalah derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi
dalam waktu singkat setelah pemberiannya dalam dosis tunggal. Batasan waktu
singkat disini ialah rentang waktu selama 24 jam selama pemberian senyawa.
Bila demikian, uji ketoksikan akut dapat ditakrifkan sebagai uji ketoksikan
suatu senyawa yang diberikan atau dipejankan de-ngan dosis tunggal pada
hewan uji tertentu, dan pengamatannya dilakukan selama masa 24 jam.
Selain itu, uji ini juga ditujukan untuk menilai berbagai gejala klinis yang
timbul, adanya efek toksik yang khas, dan mekanisme yang memerantarai
terjadinya kematian hewan uji. Jadi, dalam uji ketoksikan akut, data yang
dikumpulkan berupa tolok ukur ketoksikan kuantitatif (kisaran dosis
letal/toksik) dan tolok ukur ketoksikan kualitatif (gejala klinis, wujud, dan
mekanisme efek toksik). Tolok ukur kuantitatif yang paling sering digunakam
untuk menyatakan kisaran dosis letal atau toksik, berturut-turut adalah dosis
letal tengah (LD50) atau dosis toksik tengah (TD50).Yakni, suatu besaran yang
diturunkan secara statistik, guna menyatakan dosis tunggal suatu senyawa yang
diperkirakan dapat mematikan atau menimbulkan efek toksik yang berarti pada
50% hewan uji.
Terdapat tiga metode yang paling sering digunakan untuk menghitung
harga LD, yakni metode grafik Lithfield & Wilcoxon, metode kertas grafik
probit logaritma Miller dan Tainter, dan metode rata-rata bergerak Thompson-
Weil, yang pada dasarnya didasarkan pada kekerabatan antara peringkat dosis
dan % jumlah hewan yang menunjukkan respon. Pada dasarnya uji ketoksikan
akut suatu obat merupakan salah satu mata rantai uji toksikologi dalam

52
kaitannya dengan penilaian keamanan obat terkait bila digunakan oleh
manusia. Jadi, hasil uji ketoksikan akut, terutama potensi ketoksikannya
(LD50), bersama-sama dengan hasil uji potensi keefektifan (ED50), bermanfaat
sekali untuk mengevaluasi batas aman dan indeks terapi (LD50/ED50) obat
terkait. Selain itu, pengetahuan tentang potensi ketoksikan akut juga dapat
dimanfaatkan untuk merancang uji ketoksikan subkronis/kronis, maupun untuk
memperkirakan dosis awal atau dosis terapi penelitian yang lain (5-10% LD50).
Berikut ini para mahasiswa akan diperkenalkan pada tata cara pelaksanaan
baku uji ketoksikan akut suatu obat.
Pemilihan hewan uji Hewan uji yang digunakan sekurang-kurangnya
dua jenis hewan, lebih disarankan empat jenis, terdiri dari roden dan nirroden.
baik jantan maupun betina, satu galur, dewasa sehat, dan beratnya seragam
(variasi yang diperbolehkan lebih kurang 10%).
Pengelompokan hewan uji Sejumlah hewan uji terpilih, selanjutnya
diadaptasikan di laboratorium paling tidak selama satu minggu. Penimbangan
berat badan dilakukan satu hari sebelum perlakuan. Kemudian hewan uji dibagi
menjadi beberapa kelompok, sesuai dengan jumlah peringkat dosis senyawa uji
yang akan diberikan, ditambah satu kelompok kontrol negatif. Masing-masing
kelompok uji paling tidak terdiri lima ekor hewan.
Tata cara pemberian/pemejanan dosis sediaan uji Sedapat mungkin
senyawa uji dipersiapkan sebagai sediaan larutan. Dosis sediaan uji yang
diberikan, paling tidak terdiri dari empat peringkat dosis, berkisar dari dosis
terendah yang tidak atau hampir tidak mematikan seluruh hewan uji, sampai
dengan dosis tertinggi yang mematikan seluruh atau hampir seluruh hewan uji
(kisaran dosis diperkirakan menyebabkan 10 - 90% kematian hewan pada masa
akhir uji). Peringkat dosis terendah sampai tertinggi yang dipilih sebaiknya
merupakan interval logaritma yang ajeg (kelipatan tetap). Untuk
mempermudah penetapan peringkat dosis seyogyanya dilakukan dahulu
orientasi dengan interval log 0,6 atau antilognya (kelipatan tetap = 4). Bila
peringkat dosis terendah dan tertinggi sudah ditemukan, selanjutnya peringkat
dosis antaranya ditetapkan berdasarkan faktor interval atau kelipatan tetap yang
lebih sesuai. Namun, bila yang diuji adalah obat tradisioanl (jamu), lebih baik

53
dicoba dahulu dosis tertinggi tepat pada batas volume maksimum yang boleh
diberikan pada hewan uji, karena pada umumnya sulit ditemukan harga LD50
aktual jamu. Sediaan uji diberikan pada hewan uji paling tidak melalui jalur
yang akan digunakan oleh manusia. Dalam hal ini, WHO (1966) menyarankan
tiga atau lebih jalur pemberian. Dan kekerapan pemberian hanya sekali selama
masa uji.

C. Cara Kerja
Percobaan Uji ketoksikan akut parasetamol
1. Kelas dibagi menjadi empat kelompok.
2. Masing-masing kelompok mendapatkan empat ekor mencit
3. Masing-masing mencit diberi suspensi parasetamol secara per oral dengan
dosis 125 mg/kgBB, 250 mg/kgBB, 500 mg/kgBB dan 1000 mg/kgBB.
4. Amati gejala-gejala klinis yang timbul
5. Catat jumlah mencit yang mati dalam waktu 24 jam
6. Gunakan data seluruh kelompok untuk menghitung harga LD50
D. Pengamatan
Pengamatan Masa pengamatan dilakukan selama 24 jam, kecuali pada kasus-
kasus tertentu dapat selama 7 – 14 hari. Kriteria pengamatan meliputi : (a)
pengamatan fisik terhadap gejala-gejala klinis (Tabel 4), (b) perubahan berat
badan, (c) jumlah hewan yang mati pada masing-masing kelompok uji, dan (d)
histopatologi seluruh hewan.
Analisis dan evaluasi hasil Data gejala-gejala klinis yang tampak pada fungsi
vital, secara kualitatif dipakai untuk mengevaluasi mekanisme penyebab
kematian. Data hasil pemeriksaan histopatologi digunakan untuk mengevaluasi
spektrum efek toksik. Data jumlah hewan yang mati pada masing-msing
kelompok secara kuantitatif digunakan untuk menghitung harga LD50
mengikuti salah satu tata cara yang telah disebutkan dalam pendahuluan. Bila
sampai dengan batas volume maksimal yang boleh diberikan pada hewan uji,
dosis yang diberikan tidak menimbulkan kematian hewan uji (sering dijumpai
pada pengujian obat tradisional), maka dosis tertinggi tersebut dinyatakan

54
sebagai LD50 semu (LD0) Dari harga LD50 yang diperoleh, selanjutnya potensi
ketoksikan akut senyawa uji dapat digolongkan menjadi :
Sangat tinggi, bila LD50 ≤ 1 mg/kg
Tinggi = 1 – 50 mg/kg
Sedang = 50 – 500 mg/kg S
edikit toksik = 500 – 5000 mg/kg
Hampir tidak toksik = 5 – 15 g/kg
Relatif tidak berbahaya ≥ 15 g/kg

Tabel 4. Pemeriksaan fisik dalam uji ketoksikan akut

55
BAB XIII
PRAKTIKUM DAYA TERAPI ANTIDOT SODIUM NITRIT DAN
SODIUM THIOSULFAT

A. Tujuan
Mahasiswa mampu memahami tujuan, sasaran, dan strategi terapi antidot,
berdasarkan contoh kemampuan sodium nitrit dan sodium tiosulfat
menawaracunkan sianida.
B. Landasan Teori
Dimaksud dengan terapi antidot ialah suatu tata cara yang secara khusus
ditujukan untuk membatasi intensitas efek toksik zat kimia atau untuk
menyembuhkan efek toksik yang ditimbulkannya sehingga bermanfaat untuk
mencegah bahaya selanjutnya. Bila disimak takrif tersebut mengandung makna
bahwa tujuan terapi antidot ialah membatasi penyebaran racun di dalam tubuh,
sedang sasaran terapinya berupa penurunan atau penghilangan intensitas efek
toksik. Intensitas efek toksik suatu senyawa bergantung pada keberadaan (besar
kadar dan lama tinggal) senyawa terkait di tempat aksinya.
Di mana keberadaan tersebut ditentukan oleh keefektifan absorpsi,
distribusi, dan eliminasi senyawa terkait. Bila demikian upaya membatasi
penyebaran racun tentunya harus dikaitkan dengan ketiga proses tersebut. Karena
itu, strategi terapi antidot di antaranya melibatkan penghambatan absorpsi dan
distribusi, serta peningkatan eliminasi racun terkait. Sianida merupakan racun
yang poten yang juga dikenal sebagai racun mitokondria. Sianida yang memejani
tubuh dapat bereaksi dengan komponen besi dalam sitokrom oksidase
mitokondria, sehingga enzim tersebut menjadi tak aktif. Padahal sistem enzim
tersebut diperlukan sekali bagi berlangsungnya metabolisme aerob. Karena itu,
wujud keracunan sianida diawali oleh peristiwa hipoksia, yang kemudian
berakibat timbulnya kejang, hilangnya kesadaran, sianosis, kegagalan pernafasan,
dan dengan cepat dapat menimbulkan kematian.
Metode khas yang digunakan sebagai sarana terapi antidot keracunan
sianida ialah dengan injeksi sodium nitrit atau sodium thiosulfat. Karena itu dalam
percobaan ini, para mahasiswa diperkenalkan pada keefektifan kedua zat antidot

56
tersebut dalam membatasi penyebaran racun sianida di dalam tubuh, sebagai
sarana pemahaman terhadap strategi terapi antidot.
C. Alat dan Bahan
1. Bahan Tikus putih, larutan sodium nitrit 2%, larutan sodium thiosulfat 25%,
larutan fisiologis (salin 0,9%), larutan kalium sianida 1,5%.
2. Alat Spuit dan jarum injeksi, pengukur waktu, alat gelas, sarung tangan tebal

D. Cara Kerja
Pengelompokan dan perlakuan terhadap hewan uji.
Masing-masing kelompok mendapatkan lima ekor tikus, dengan perlakuan
sebagai berikut:
1. Tikus I Disuntik subkutan larutan sianida 1,5 % dosis 15 mg/kg BB.
Kemudian catat saat mulainya timbul gejala sianosis, hilang kesadaran,
kejang, kegagalan pernapasan.
2. Tikus II Disuntik larutan sianida seperti kelompok I. Kemudian pada saat
gejala sianosis mulai nampak, suntik intra peritoneal dengan larutan
sodium nitrit 2% dosis 20 mg/kgBB Catat saat timbulnya kejang,
kegagalan pernafasan dan kematian.
3. Tikus III Diperlakukan sama seperti Tikus II. Bedanya, penyuntikan
larutan sodium nitrit dilakukan pada saat gejala kejang mulai nampak.
Kemudian catat saat timbulnya kematian.
4. Tikus IV Disuntik larutan sianida seperti Tikus I. Kemudian pada saat
gejala sianosis mulai nampak, suntik intra peritoneal dengan larutan
thiosulfat 25% dosis 125 mg/kgBB. Catat saat timbulnya kejang,
kegagalan pernafasan dan kematian.
5. Tikus V Diperlakukan sama seperti Tikus IV. Bedanya penyuntikan
larutan thiosulfat dilakukan pada saat mulai nampak gejala kejang.
E. Pengamatan
Catat saat timbulnya kematian. Catatan : gejala sianosis ditandai dengan
timbulnya warna biru pada daerah sekitar mulut, leher, pantat, mata, perut.
Analisis dan evaluasi hasil Buatlah tabel yang berisi data purata waktu yang
diperlukan untuk timbulnya gejala sianosis, kejang, kegagalan pernafasan dan

57
kematian setelah perlakuan masing-masing kelompok Perbedaan waktu untuk
masing-masing gejala antar kelompok perlakuan, hitung secara statistik
mengikuti tata cara analisis variasi pola searah taraf kepercayaan 95%. Bila
memungkinkan analisis statistika dilanjutkan dengan uji Tukey atau uji lain
yang sejenis.

58
DAFTAR PUSTAKA

1. Donatus, I.A. 1990. Toksikologi Pangan (Bab IV, VI, VII). Edisi I. PAU
Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
2. Dreistbach, R.H. 1980. Handbook of Poisoning (Chapter 16). 10th ed.
Lenge Medical Publications-Marugen Asia (Pte)Ltd : Pasir Panjang.
3. Lommis, T.A. 1978. (Edisi terjemahan, Alih Bahasa Imono Argo Donatus).
Toksikologi Dasar (Bab XI). Edisi III. Ikip press: Semarang.
4. Balazs, T. 1970. Measurement of Acute Toxicity. In Paget, GE.(Ed.).
Methods in Toxicology. Blackwell Scientific Publications Oxford
5. Tallarida, R.J. & Murray, R.B. 1981. Manual of Pharmacologic
Calculations with Computer Programs. Springer-Veflag:New York
Timbrell, J.A. 1989. Introduction to Toxicology (chapter 11)
6. Taylor & Francis: London Turner, R.A. 1965. Screening Methods in
Pharmacology (Calipter 5). Academic Press: New York
7. Weil, C.S. 1952, Tables for Convenient Calculation of Median Effective
Dose (LD50 or ED50) and Intructions in Their use. Biometrics : 8, 249-262
8. World Health Organization (WHO). 1966. Principles for Preclinical Testing
Of Drug Safety WHO Technical Report Series. No 341. WHO: Geneva.
9. World Health Organization. 1978. Environmental Health Criteria
6:Principles and Methods for Evaluating the Toxicity of Chemicals (Chapter
3). Part 1. WHO: Geneva.

59

Anda mungkin juga menyukai