Anda di halaman 1dari 53

PANDUAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI

DOSEN PENGAMPU:

apt. Liniati Geografi, M. Sc.

apt. Adhe Septa Ryant, M. Farm., AAAK.

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
STIKES DIRGAHAYU SAMARINDA
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
VISI DAN MISI PROGRAM STIKES DIRGAHAYU SAMARINDA
a. Visi
Menjadi Perguruan Tinggi Kesehatan yang unggul, Penuh kasih dan
persaudaraan.
b. Misi
1) Menyelenggarakan tata kelola perguruan tinggi yang sehat, inovatif,
didukung
suasana kampus yang ramah lingkungan dengan berasaskan prinsip-
prinsip otonomi, akuntabilitas dan transparan dan keadilan.
2) Menyelenggarakan program studi yang memberi bekal soft skill pada
mahasiswa untuk berkontribusi bagi masyarakat dan institusi pengguna
lulusan
3) Menyelenggarakan kegiatan tridharma perguruan tinggi secara
berkelanjutan dan berorientasi pada peningkatan kompetensi dosen dan
mahasiswa, pengembangan ilmu dan pemecahan persoalan dalam
masyarakat.
4) Menyelenggarakan kerjasama dengan mitra strategi untuk mendukung
pelaksanaan tridharma perguruan tinggi.

VISI DAN MISI PROGRAM STUDI S1 FARMASI


a. Visi
Menjadi program studi yang unggul di tingkat nasional, dengan menghasilkan
Sarjana Farmasi yang penuh kasih dan persaudaraan.
Unggul: Diharapkan semua tatanan sistem penyelenggaraan pendidikan,
baik aspek input, proses, maupun output, termasuk outcome, impact, dan
benefit berorientasi pada sumber daya manusia yang unggul sehingga mampu
memiliki daya saing pada tingkat lokal dan nasional.
Kasih dan persaudaraan: komitmen dari seluruh karyawan, dosen dan
mahasiswa untuk memberikan pelayanan yang mencerminkan perwujudan
cinta kasih kepada tuhan melalui pelayanan kepada sesama.

2
b. Misi
1) Menyelenggarakan Program Studi yang memberikan bekal baik hard-skill
dan soft skills pada mahasiswa.
2) Menyelenggarakan kegiatan tridharma secara berkelanjutan dan
berorientasi pada peningkatan kompetensi dosen dan mahasiswa,
pengembangan ilmu dan pemecahan persoalan dalam masyarakat.
3) Menyelenggarakan kerjasama dengan mitra strategis untuk mendukung
pelaksanaan tridharma perguruan tinggi dan pendayagunaan alumni.

Keterangan Lambang Stikes Dirgahayu

1) Segi lima berbentuk bunga teratai melambangkan falsafah dasar Pancasila yang
mengungkapkan mengenai keluhuran budi dan keteguhan komitmen sebagai
tenaga kesehatan untuk melksanakan tugas kemanusiaan.
2) Tongkat Hermes dililit dua ekor ular dan memiliki sepasang sayap di ujungnya
melambangkan pelayanan karya kemanusiaan di bidang kesehatan, sedangkan
warna hitam melambangkan kondisi dan cakupan luasnya wilayah pelayanan
kesehatan.
3) Burung Merpati berwarna merah melambangkan ketulusan dan keteguhan hati
dalam pelayanan kemanusiaan yang berkualitas dan professional di bidang
kesehatan. Dalam konteks spiritualitas, burung merpati melambangkan Roh
Kudus sebagai karunia Allah yang turun atas para rasul pada hari Pentakosta,
sehingga karunia Roh Kudus senantias menyertai pelayanan kemanusiaan di
bidang kesehatan tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan.

3
4) Latar belakang lambang berwarna kuning muda melambangkan ketulusan hati
dalam pelayanan karya kemanusiaan, buku berwarna biru melambangkan ilmu
pengetahuan dan cakupan multi-disiplin keilmuan.

4
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah banyak
memberikan berkat melimpah dalam kehidupan kita sehingga kita masih diberikan
kesempatan untuk berkarya dalam kasih dan persaudaraan. Tidak lupa penyusun
mengucapkan puji syukur hingga akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan Buku
Panduan Praktikum Farmakologi.
Praktikum ini dimaksud kan untuk memberikan dasar bagaimana melaksanakan
percobaan-percobaan Farmakologi. Panduan praktikum ini dirancang sedemikian rupa agar
para mahasiswa dapat melakukan kegiatan praktikum Farmakologi dengan baik, mudah
dipahami dan mampu membantu mahasiswa mencapai standar kompetensi yang
diharapkan di bidang keilmuan Farmakologi.
Penyusun sadar bahwa panduan ini masih jauh dari kesempurnaan namun
penyusun senantiasa bertekad untuk selalu melakukan perbaikan. Saran dan kritik yang
bersifat menyempurnakan akan senantiasa diterima dan dihargai. Kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan panduan ini penulis mengucapkan terima kasih.

Hormat saya,
Samarinda, Agustus 2023

Penyusun

5
MATERI PERTEMUAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

1. Penjelasan mengenai Kontrak Perkuliahan, Peraturan Tata Tertib Praktikum

Farmakologi, K3, RPS Praktikum Farmakologi & Format Jurnal Resmi

2. Karakteristik, Penanganan, Penomoran Hewan Uji, Rute Dan Cara Pemberian Obat

Serta Pemusnahan Hewan Percobaan

3. Perhitungan Dosis Dan Volume Pemberian Obat

4. Pengaruh Variasi Biologik Terhadap Efek Obat

5. Pengujian Efek Absorbsi Obat

6. Pengaruh Metabolisme Obat Pada Hewan Uji

7. Efek Obat Analgetik Pada Hewan Uji

8. UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)

9. Obat-Obat Golongan Sistem Syaraf Otonom (SSO) I

10. Obat-Obat Golongan Sistem Syaraf Otonom (SSO) II

11. Analisis Efek Obat Hipoglikemik Oral

12. Efek Obat Hipokolesterolemia Pada Hewan Uji

13. Analisis Efek Toksisitas Akut Obat

14. SIMULASI UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) PRAKTIKUM

15. UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

16. REMEDIAL

6
TATA TERTIB PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

1. Praktikan datang paling lambat 15 menit sebelum kegiatan praktikum berlangsung.


2. Praktikum diawali dan diakhiri dengan berdoa.
3. Jika praktikan datang terlambat saat pre-test telah berlangsung selama 5 menit,
maka praktikan tidak diperkenankan mengikuti pre-test dan nilai pre-test 0 (nol).
4. Untuk memperlancar praktikum, praktikan diharapkan telah membaca tata tertib
yang ada di dalam laboratorium dan mempelajari Buku Panduan Praktikum
Farmakologi serta mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan sebelum
Praktikum dilaksanakan.
5. Praktikan wajib mengenakan jas praktikum dan penutup kepala saat memasuki
Laboratorium Farmakologi. Mengenakan masker dan sarung tangan saat
melakukan praktikum berlangsung.
6. Sebelum Praktikum dilaksanakan, praktikan wajib memeriksa dan mengisi cek list
alat yang akan digunakan selama praktikum berlangsung dan meminta persetujuan
(Acc) kepada Laboran.
7. Praktikan tidak diijinkan untuk makan, minum dan membuat keributan /kebisingan
di dalam Laboratorium Farmakologi.
8. Apabila mengalami kesukaran selama kegiatan praktikum berlangsung dapat
menanyakan kepada dosen pembimbing Praktikum. Jika terjadi kecelakaan kerja,
cepat laporkan kepada Laboran atau pembimbing praktikum.
9. Praktikan diharuskan menjaga kemurnian bahan-bahan yang dipakai dan
menjauhkan segala macam kontaminan yang dapat mengganggu kevalidan hasil
praktikum.
10. Setelah selesai melaksanakan praktikum, praktikan membersihkan dan
mengembalikan alat-alat secara lengkap sesuai dengan daftar cek list ke tempat
penyimpanan.
11. Apabila praktikan merusakkan alat, memecahkan alat dan menghilangkan alat
maka diwajibkan untuk mengganti alat yang sama sebelum praktikum selanjutnya.
12. Apabila tidak dapat mengikuti praktikum harap melaporkan kepada dosen
pembimbing Praktikum.
13. Diijinkan untuk mengikuti praktikum pengganti setelah mendapatkan persetujuan
dosen pembimbing praktikum

7
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN

1. Dalam praktikum Farmakologi, Praktikan akan bekerja dengan berbagai macam


hewan uji. Walaupun hewan uji cenderung jinak dan tidak berbahaya, hendaknya
Praktikan bekerja dengan hati-hati. Taatilah petunjuk-petunjuk yang diberikan
oleh pembimbing praktikum.
2. Praktikan wajib mempelajari tahapan kerja dengan baik sehingga dapat bekerja
dengan tepat, teliti dan cepat.
3. Selama ada di dalam Laboratorium Farmakologi, Praktikan diharapkan bekerja
dalam kondisi tenang/ tidak berisik agar tidak menimbulkan stress pada hewan uji.
4. Janganlah memasukkan atau menggigit pensil, kertas dan sebagainya ke dalam
mulut selama berada di dalam ruang praktikum.
5. Wadah hewan uji wajib diberi label yang cukup (berisi nama kelompok, tanggal,
dan informasi lain yang dianggap penting) agar tidak tertukar dengan bahan lain
yang tampak serupa.
6. Praktikan wajib selalu menjaga kebersihan dan kerapihan alat, meja serta sarana
laboratorium lainnya baik selama praktikum maupun setelah praktikum selesai.
7. Sesudah selesai praktikum, jangan lupa mencuci tangan dengan air dan sabun.
Seluruh alat yang digunakan harus dibersihkan, bahan dikembalikan, alat dan
bahan disusun secara rapi pada rak atau tempat semula.
8. Penggantian alat yang dirusakkan atau dipecahkan wajib diselesaikan dalam kurun
waktu satu minggu. Praktikan tidak diijinkan untuk mengikuti praktikum
berikutnya jika tidak menuntaskan penggantian alat.
9. Bila praktikan menemukan hewan uji yang tidak sehat/ mati harap segera
melaporkan kepada laboran untuk segera dipisahkan dari yang sehat/
dimusnahkan.

8
FORMAT LAPORAN RESMI

 Format laporan Resmi


I. Sampul ( Judul dan Identitas )
II. Lembar pengesahan
III. Daftar Isi
IV. Isi Laporan
1. Tujuan (tujuan praktikum sesuai dengan percobaan yang dilakukan)
2. Tinjauan pustaka
3. Alat & Bahan
4. Prosedur kerja
5. Hasil pengamatan
6. Pembahasan
7. Kesimpulan
V. Daftar Pustaka (Minimal 3 selain yang tercantum pada Buku Panduan)
Catatan:

Laporan Resmi diketik dengan rapi dengan ketentuan:


1. Diketik di atas kertas A4 dengan menggunakan huruf Times New Roman ukuran
12 dan spasi 1,5. Ketentuan batas tepi atas, kanan dan bawah 3 cm sedangkan batas
kiri 3,5 cm. Daftar Pustaka dibuat dengan spasi 1.
2. Laporan resmi akan diterima oleh Dosen Pembimbing jika tanda tangan anggota
kelompok telah lengkap.
3. Laporan resmi pertemuan yang sebelumnya merupakan password agar dapat
mengikuti praktikum berikutnya. Tidak ada toleransi keterlambatan.
4. Jika ditemukan adanya kesamaan isi/materi laporan dengan kelompok lain yang
ditandai oleh adanya minimal 2 buah kalimat berurutan yang sama persis,
Praktikan yang melakukan copy paste akan dipanggil oleh Dosen Pembimbing dan
kemungkinan terburuk nilai laporan yang bersangkutan diturunkan 50% dari nilai
yang seharusnya diperoleh.
Laporan Resmi dikumpulkan kepada pembimbing Praktikum Farmakologi sebagai syarat
masuk praktikum berikutnya dan sebagai laporan pertanggung jawaban akhir telah
dilaksanakan praktikum.

9
CONTOH COVER LAPORAN RESMI
PANDUAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

JUDUL PRAKTIKUM

Oleh:

Bejo Subejo (01234567878)


Marisa Jadijadian (01234567879)
Saya Sajalah (01234567880)

Dosen Pembimbing:

apt. Liniati Geografi, M. Sc.

apt. Adhe Septa Ryant, M. Farm., AAAK.

LABORATORIUM FARMAKOLOGI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

STIKES DIRGAHAYU SAMARINDA

10
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
CONTOH HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN RESMI
PANDUAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

JUDUL PRAKTIKUM

Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan telah menyelesaikan laporan resmi
Praktikum Farmakologi Pertemuan Ke … dengan Judul …………... Jika ditemukan
adanya kesamaan isi/materi laporan dengan kelompok lain yang ditandai oleh adanya
minimal 2 buah kalimat berurutan yang sama persis, maka kami bersedia dipanggil oleh
Dosen Pembimbing dan menerima kemungkinan terburuk yaitu nilai laporan diturunkan
50% dari nilai yang seharusnya diperoleh.

No Nama Anggota Kelompok NIM Tanda Tangan


.

Tanggal Terima Laporan Nilai Tanda Tangan Dosen


Pembimbing

11
MATERI I
KARAKTERISTIK, PENANGANAN, PENOMORAN HEWAN UJI, RUTE DAN
CARA PEMBERIAN OBAT SERTA PEMUSNAHAN HEWAN PERCOBAAN

A. Dasar Teori
Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang sengaja
dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model, dan juga untuk
mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala
penelitian atau pengamatan laboratorik. Animal model atau hewan model adalah objek
hewan sebagai imitasi (peniruan) manusia (atau spesies lain), yang digunakan untuk
menyelidiki fenomena biologis atau patobiologis (Hau & Hoosier Jr., 2003)
Penggunaan hewan hidup ini penting sebagai alat untuk memperjelas teori dan
fenomena yang terjadi dalam materi mata kuliah yang bersangkutan dan hal ini tidak
dapat dihindari. Begitu pula dalam hal penelitian, Penelitian adalah kegiatan yang
dilakukan berdasarkan kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh
informasi, data, dan keterangan dari subjek terkait, dengan pemahaman teori dan
pembuktian asumsi dan/atau hipotesis. Hasil yang didapat merupakan kesimpulan
yang dapat diaplikasikan atau menjadi tambahan pengetahuan bagi kemajuan ilmu
pengetahuan. Walaupun demikian, kegiatan penelitian harus tetap menghormati
hak dan martabat subjek penelitian.

B. Penanganan hewan Coba

Hewan coba yang banyak digunakan adalah mencit, tikus, marmot dan kelinci.
Penanganan terhadap hewan coba adalah cara memperlakukan hewan dengan baik
selama masa pemeliharaan maupun selama percobaan/praktikum

Mencit:

Mencit bersifat penakut, fotofobik, cenderung berkumpul sesamanya, lebih


aktif pada malam hari dibandingkan siang hari. Pengambilan dan
penanganan mencit: Buka kandang hati-hati, masukkan tangan, angkat mencit dengan
cara memegang ekor (3-4 cm dari ujung). Letakkan pada lembaran kawat atau alas
kasar lainnya. Dengan tangan kiri jepit tengkuk diantara telunjuk dan ibu jari.
Pindahkan ekor dari tangan kanan ke antara jari manis dan jari kelingking tangan kiri.
Mencit siap mendapat perlakuan.

12
Tikus:

Tenang, mudah ditangani, tidak begitu fotofobik seperti halnya mencit.


Aktivitasnya tidak demikian terganggu dengan adanya manusia. Jika diperlakukan kasar
tikus menjadi galak. Pengambilan dan pemegangan tikus: buka kandang, angkat tikus pada
pangkal ekornya dengan tangan kanan. Letakkan di atas permukaan kasar/kawat.
Luncurkan tangan kiri dari belakang tubuh/punggung ke arah kepala. Selipkan kepala
antara ibu jari dan jari tengah, sedangkan ibu jari, jari manis dan kelingking diselipkan di
sekitar perut sehingga kaki depan, kiri dan kanan terselip di antara jari-jari. Tikus juga
dapat dipegang dengan menjepit kulit pada tengkuknya.

13
14
Kelinci:

Kelinci harus diperlakukan dengan halus namun sigap karena ia cenderung


berontak. Pengambilan dan pemegangan kelinci: Jangan memegang telingan karena dapat
mengganggu pembuluh darah dan syaraf. Pegang kulit pada leher kelinci dengan tangan
kiri dan angkat belakangnya dengan tangan kanan.

Marmot:

Marmot amat jinak dan jarang menggigit. Pengambilan dan pemegangan marmot.
Pegang badan bagian atas dengan tangan yang satu dan pegang badan bagian belakang
dengan tangan yang lainnya.

C. Memberikan Makan Hewan Percobaan


a. Hewan percobaan biasanya memberikan hasil dengan deviasi yang lebih besar
dibandingkan dengan percobaan in vitro karena adanya variasi biologis. Maka untuk
menjaga agar variasi tersebut minimal, hewan-hewan yang mempunyai spesies atau
strain yang sama, usia yang sama dan berjenis kelamin sama, dipelihara pada kondisi
yang sama pula.

b. Hewan percobaan harus diberi makan sesuai dengan makanan standar untuknya dan
diberi minum ad libitum.

c. Untuk mengurangi variasi biologis, hewan harus dipuasakan semalam sebelum


percobaan dimulai. Dalam periode ini hewan hanya diperbolehkan minum air ad
libitum.

D. Body Condition Scoring (BCS)

Komite Penanganan Hewan Universitas McGill (UACC) merekomendasikan


penggunaan Penilaian Kondisi Tubuh (BCS) untuk menilai endpoint klinis hewan. BCS
adalah titik akhir klinis yang lebih baik daripada berat badan. Penggunaan berat badan saja
tidak dapat membedakan antara lemak tubuh atau simpanan otot. Berat badan hewan yang
kurang dapat tertutupi oleh kondisi abnormal (misalnya pertumbuhan tumor, akumulasi
cairan ascetic, dan pembesaran organ) atau pada kondisi normal (misalnya kehamilan).

Jika suatu hewan telah kehilangan berat badan lebih dari 20% namun berdasarkan
penilaian BCS kondisinya masih di nilai 3 (BCS 3) maka mungkin belum perlu dilakukaan
euthanasia segera. Dengan demikian, BCS adalah penanda yang lebih komprehensif dan

15
akurat untuk kesehatan hewan dibandingkan kehilangan berat badan. Penilaian BCS dapat
dilihat pada Gambar di bawah ini:

BCS Nilai 1- Mencit kurus

Tulang-tulang tubuh sangat jelas kelihatan. Bilamana diraba,


tidak terasa adanya lemak atau daging. Tampak atas juga
kelihatan sekali bagian-bagian tubuhnya tidak berisi lemak atau
daging.
BCS Nilai 2- Mencit di bawah kondisi standart

Mencit tanpak kurus. Tulang-tulang masih kelihatan jelas,


namun bilamana diraba masih terasa adanya daging atau lemak.
Tampak atas sudah tidak terlalu berlekuk lekuk, agak berisi.
Tulang pelvic dorsal dapat langsung teraba

BCS Nilai 3- Mencit dalam kondisi yang baik

Tubuhnya tidak tampak tonjolan tulang, namun bilamana


diraba cukup mudah merasakan adanya tulang-tulang.
Tampak atas, biasanya sudah lebih lurus tampak berisi.
Tulang pelvic dorsal sedikit teraba
E. Penomoran Hewan Uji Menggunakan Pikrat
BCS Nilai 4- Mencit di atas kondisi standart
Seringkali diperlukan untuk mengidentifikasi hewan yang terdapat dalam satu kelompok
Tidak tampak
atau kandang, sehingga hewan-hewan adanya tonjolan
percobaan tulang-tulang
perlu sekali danGunakan larutan
diberi kode.
bilamana diraba agak sulit merasakan tulang karena
larutan 10 % asam pikrat dalam air dan sebuah sikat atau kuas.
tebalnya timbunan lemak dan daging. hewan kelihaan
berisi dan tampak juga lipatan-lipatan lemak dibawah
kulit.
BCS Nilai 5- Mencit obese 16
Sudah sangat sulit meraba tulang-tulang akibat timbunan lemak
dan daging yang sangat tebal.
F. Rute & Cara Pemberian Obat

1. Pemberian peroral Mencit dan Tikus


 Diberikan dengan alat suntik yang dilengkapi dengan jarum/kanula
berujung tumpul atau berbentuk bola. Jarm/kanula dimaukkan ke dalam
mulut perlahan-lahan, diluncurkan melalui tepi langit-langit ke belakang
sampai oesofagus.
 Untuk memeriksa apakah kateter benar masuk ke oesofagus bukan ke
trakea, celupkan ujung luar kateter masuk ke trakea.
2. Pemberian intravena Mencit
 Penyuntikan dilakukan pada vena ekor (ada 4 vena pada ekor).

17
 Letakkan hewan pada wadah tertutup sedemikian rupa sehingga mencit
tak leluasa untuk bergerak-gerak dengan ekor menjulur keluar.
 Hangatkan ekor dengan mencelupkan pada air hangat (40 –50 0C).
 Pegang ujung ekor dengan tangan satu dan suntik dengan tangan lainnya.

Pemberian intravena Tikus


 Pada tikus yang tidak dianestesi, penyuntikan dapat dilakukan pada ekor
seperti pada mencit, pada vena penis (khusus untuk tikus jantan) atau
vena di permukaan dorsal kaki. Pada tikus yang dianestesi penyuntikan
dapat dilakukan pada vena femoralis.

Pemberian Intravena Kelinci dan marmot

 Dapat dilakukan pada vena marginalis baik untuk marmot besar maupun
marmot yang dianestesi.
3. Pemberian subkutan
Pada mencit dan tikus dilakukan di bawah kulit di daerah tengkuk atau sisi
pinggang. Angkat sebagian kulit dan tusukkan jarum menembus kulit, sejajar
dengan otot di bawahnya (untuk marmot dan kelinci)

18
4. Pemberian intramuskuler
Untuk mencit dan tikus dilakukan pada otot gluteus maksimus atau bisep
femoris atau semi tendinosus paha belakang.
5. Pemberian intraperitonial

Untuk semua hewan coba, penyuntikan dilakukan pada perut sebelah kanan
garis tengah, jangan terlalu tinggi agar tidak mengenai hati dan kandung kemih
. Hewan dipegang pada punggung supaya kulit abdomen menjadi tegang .
Pada saat penyuntikan posissi kepala lebih rendah dari abdomen. Suntikan

jarum membentuk sudut 10o menembus kulit dan otot masuk ke rongga
peritoneal.

Ukuran jarum kateter yang digunakan untuk pemberian obat disesuaikan


dengan hewan coba yang digunakan. Ukuran jarum kateter yang sesuai untuk
pemberian obat pada berbagai hewan coba dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

IV IP SC IM PO
Mencit Jarum 27,5 g Jarum 25 g Jarum Jarum 18 g Ujung tumpul
½ inch ¾ inch ¾ inch 15 g/16 g
SC 25 g ¾ 2 inch
inch
Tikus Jarum Jarum 25 g Jarum 25 g Jarum 25 g Ujung
25 g 1 inch 1 inch 1 inch tumpul
15 g/16 g

19
1 inch
Kelinci Jarum 25 g Jarum 21 g Jarum 25 g Jarum 25 g Kateter karet
1 inch 1,5 inch 1 inch 1 inch No. 9
Marmot - Jarum 25 g Jarum 25 g Jarum 25 g -
1 inch 1 inch 1 inch
Kucing - Jarum 21 g Jarum 25 g Jarum 25 g -
1,5 inch 1 inch 1 inch

Volume yang maksimum untuk berbagai cara pemberian dapat dilihat pada Tabel
dibawah ini:

G. Luka Gigitan Hewan Percobaan


Imunisasi tetanus disarankan bagi semua orang yang berhubungan dengan hewan
percobaan. Luka yang bersifat abrasif atau luka agak dalam karena gigitan hewan atau
alat-alat yang telah digunakan untuk percobaan hewan harus diobati secepatnya
menurut cara-cara pertolongan pertama pada kecelakaan. Apabila gigitan belum pernah
mendapat kekebalan terhadap tetanus, ia harus mendapat imunisasi sebagai profilaksis.

H. Memusnahkan Hewan Percobaan


a. Cara terbaik untuk membunuh hewan ialah dengan memberikan suatu anastetik over
dosis.
1. Injeksi barbiturat (natrium pentobarbital 300 mg/ml) secara intra vena untuk
kelinci dan anjing.
2. Secara intraperitonial atau intratorakal untuk marmut, tikus, dan mencit, atau
dengan inhalasi menggunakan kloroform, karbondioksida, nitrogen, dan lain-lain

20
dalam wadah tertutup untuk semua jenis hewan tersebut.
3. Dislokasi atau pematahan leher hewan coba dimana hal ini perlu teknik khusus
b. Hewan disembelih, kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik dan dibungkus
lagi dengan kertas diletakkan di dalam tas plastik, ditutup dan disimpan dalam lemari
pendingin (jika ingin digunakan lagi), dikubur atau langsung diabukan.

MATERI II
PERHITUNGAN DOSIS DAN VOLUME PEMBERIAN OBAT

A. Konversi dan Perhitungan Dosis

21
Mencit Tikus Marmo Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia
20 g 200 g t 400 g 1,5 kg 2 kg 4 kg 12 kg 70 kg
Mencit 1,0 7,0 12,25 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9
20 g
Tikus 0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0
200 g
Marmot 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
400 g
Kelinci 0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 14,2
1.5 kg
Kucing 0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0
2 kg
Kera 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1
4 kg
Anjing 0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1
12 kg
Manusia 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0
70 kg
(Evaluation of drug activities: pharmacometrics, ed. by D.R. Laurence and A.L.
Bacharach, 1981)
Penjelasan
Jika yang diketahui adalah dosis manusia dan dicari dosis untuk mencit, maka faktor
konversinya adalah 0,0026, sedangkan jika diketahui dosis mencit dan dicari dosis untuk
manusia, maka faktor konversinya adalah 387,9.

Langkah-langkah yang dilakukan saat konversi dosis:

1. Lihat bobot (manusia/hewan) yang diketahui


2. Hitung dosis absolut, yaitu dosis yang sesuai dengan bobot pada tabel konversi
3. Hitung dosis (manusia/hewan) yang dicari menggunakan faktor konversi

Contoh Perhitungan Dosis

1. Jika dosis manusia adalah 500g/70kgBB, hitunglah dosis untuk tikus 200 g
 Faktor konversi dosis manusia ke tikus = 0,018
 Dosis untuk tikus = dosis manusia x faktor konversi = 500 g x 0,018 = 9 g

2. Dosis manusia 40mg/kgBB, hitung dosis untuk mencit 20 g


 Hitung dosis untuk manusia 70 kg (sesuai tabel konversi) = 40mg/kgBB x
70kgBB = 2,8 g
 Faktor konversi = 0,0026
 Dosis untuk mencit = 2,8 g x 0,0026 = 7,28 mg
22
3. Dosis manusia dengan bobot 70 kg adalah 100g, hitunglah dosis untuk mencit 30 g
 Faktor konversi = 0,0026 (faktor konversi untuk mencit 20 g)
 Untuk menghitung dosis mencit 30 g, dicari dahulu dosis untuk mencit 20 g
 Dosis mencit 20 g = 100 g x 0,0026 = 260 mg
 Dosis mencit 30 g = 30 / 20 x 260 mg = 390 mg

4. Dosis untuk mencit= 100mg/KgBB, hitunglah dosis untuk manusia?


 Dosis Absolute untuk mencit 20g = 100 mg/kg BB X 0,02 kg (dari 20g/1000g)
= 2 mg
 Dosis manusia = 2 mg x 387,9 (konversi mencit- manusia) = 775,8 mg (untuk
manusia 70 kg)
= 775,8 mg/70 kg
= 11,08 mg/kg

5. Dosis untuk manusia = 1000mg/70Kg BB, Hitunglah:


a. Dosis untuk mencit?
Dosis mencit = 1000 mg X 0.0026 (konv manusia-mencit)
= 2,6 mg (mencit 20 g)  2,6 mg/20mg = ……mg/kg
b. Dosis untuk mencit ke tikus?
Dosis ke tikus = 2.6 mg X 7.0 (konversi mencit-tikus) = 18.2 mg (tikus 200
g) = 18,2 mg/200g = ……. mg/kg
c. Dosis dari mencit ke mencit 25 gram?
Mencit 25 g = 25/20 x 2,6 mg = 3,25 mg (mencit 25 g)
= 3.25 mg /25 g…kg (1000/25=40) = 130 mg/Kg BB

B. Perhitungan Dosis dari Bentuk Sediaan Obat Jadi


a) Perhitungan Dosis dari Bentuk Sediaan Tablet
 Perhitungan Dosis oral CTM untuk mencit 30 gram
A.

Dosis lazim CTM untuk manusia 70 kg = 4 mg/ 1x pemakaian


Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 4 mg x 0,0026 = 0,010 mg
Untuk mencit dengan berat 30 g = (30 g/ 20 g) x 0,010 mg

23
= 0,015 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 0,2 ml
Dibuat larutan persediaan sebanyak = 100 ml
Jumlah CTM yang digunakan = (100 ml / 0,2 ml) x 0,015 mg
= 7,5 mg atau 0,0075 gram
% kadar CTM = (0,0075 g / 100ml ) x 100%
= 0,0075%
Tablet CTM tersedia dalam konsentrasi 4 mg. Tentukan dahulu jumlah tablet
CTM yang akan digunakan lalu timbang berat tablet tersebut. CTM yang
digunakan yaitu sebanyak 7,5 mg, berarti membutuhkan 2 tablet CTM. Misal berat
1 tablet CTM tersebut adalah 200 mg, jika 2 tablet maka bobot tablet 400 mg,
maka serbuk tablet CTM yang anda butuhkan sebanyak :
Berat serbuk CTM yang timbang = (7,5 mg/8 mg) x 400 mg
= 375 mg = 0,375 gram

 Perhitungan dosis dan volume pemberian obat glibenklamid kepada kelinci


Dosis lazim untuk manusia = 5 mg
Konversi dosis untuk kelinci BB 1,5 kg = Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 5 mg x 0.07 = 0.35 mg
Untuk kelinci berat 2,5 kg = 2,5 kg/1,5 kg x 0,35 mg
= 0,5833 mg ≈ 0,6 mg
Dosis ini diberikan dalam volume = 20 ml
Dibuat larutan persediaan = 100 ml
Jumlah glibenklamid yang ditimbang = 100 ml/20 ml x 0,6 mg = 3 mg
% kadar glibenklamid = 0,003 g/100 ml x 100 % = 0,003 %
Jika akan digunakan tablet Glibenkalmid, maka timbang tablet glibenkalmid yang
akan digunakan Berat 1 tablet = 201,8 mg / tab.
Berat serbuk glibenklamid yang timbang = 3 mg / 5 mg x 201,8 mg
=121,08 mg
b) Perhitungan Dosis dari Bentuk Sediaan Cair
Perhitungan Dosis Oral Parasetamol untuk mencit 25 gram
Dosis lazim PCT untuk manusia 70 kg = 500 mg/ 1x pemakaian
Dosis Lazim x Faktor Konversi
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = 500 mg x 0,0026 = 1,3 mg
Untuk mencit dengan berat 25 g = (25 g/ 20 g) x 1,3 mg
= 1,625 mg

24
Jika diketahui konsentrasi Sirup PCT 120mg/5mL maka mL yang dibutuhkan
untuk dapat memberikan dosis PCT 1,625 mg ialah:
Sirup PCT yang ditakar = (1,625mg/120mg) x 5ml
= 0,067 mL ≈ 0,07mL

MATERI III
PENGARUH VARIASI BIOLOGIK TERHADAP EFEK OBAT

Pada kegiatan praktikum ini, praktikan diharapkan mampu memberikan larutan


CTM secara per oral dengan dosis yang sesuai pada hewan coba. Praktikan akan

25
menganalisa efek obat yang diberikan dengan mengamati efek yang tarjadi (onset) dan
lama efek tersebut bertahan pada hewan uji (durasi). Praktikan juga diharapkan mampu
menerangkan terjadinya perbedaan efek antar hewan coba yang berkelamin sama dan antar
hewan coba jantan dan betina sebagai dasar pertimbangan percobaan dengan memakai
hewan percobaan. Kebanyakan obat tersedia saat ini dapat diberikan melalui mulut (oral). Obat
dapat diberikan secara oral dalam bentuk tablet, kapsul, bubuk, larutan, atau suspensi. Obat yang
diberikan melalui rute oral biasanya digunakan untuk mendapatkan efek sistemik. Obat-obat ini
harus melalui saluran pencernaan dan biasanya mengalami first pass metabolism. Pemberian oral
pada hewan uji akan memberikan bioavailabilitas yang beragam, dikarenakan banyak faktor yang
mempengaruhi obat sebelum mencapai pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kecepatan dan
jumlah dosis yang mencapai pembuluh darah beragam pula, akibatnya efek obat juga akan
memberikan onset dan durasi yang beragam pula.
B. Alat & Bahan Yang Digunakan
Alat yang digunakan

Batang pengaduk, Beaker glass, Gelas ukur, Hot plate-stirrer, Mixer, Spuit 1 ml, Sonde
oral, Stop-watch, Timbangan analitik, Mortir dan stamper, Toples wadah hewan uji (untuk
penimbangan hewan uji).
Bahan yang digunakan
Mencit putih Jantan dan Betina (masing-masing 2 ekor) bobot 20-30 gram, Alkohol 70%,
Aqua destilat, Suspensi Na CMC 1%, Tablet Diazepam 5 mg.
C. Pembuatan Natrium CMC 0,5% 100 mL
1. Ditimbang sebanyak 500 mg CMC Na
2. Taburkan diatas mortir yang berisi 10 ml aquadest panas dan dibiarkan hingga
mengembang, kemudian digerus ad homogen.
3. Tambahkan dengan aquadest sedikit demi sedikit sambil digerus ad homogen
hingga diperoleh volume 100 ml.

D. Pembuatan dan Penyiapan Suspensi Diazepam untuk Pemberian Per Oral


1. Hitung dosis dan bobot serbuk Diazepam 5mg yang dibutuhkan jika larutan Na
CMC 0,5% yang digunakan sebagai pembawa obat ialah sebanyak 50 mL.
2. Ambil tablet Diazepam lalu gerus hingga halus, timbang sesuai perhitungan.
3. Masukkan serbuk Diazepam yang sudah ditimbang ke dalam mortir, tambahkan
sekitar 50 ml larutan Natrium CMC, aduk hingga homogen.
26
4. Ambil larutan Na. CMC dengan volume 0,2 mL menggunakan spuit 1 mL.
5. Ganti jarum spuit dengan sonde oral untuk mencit.

E. Prosedur Kerja
Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 2 kelompok dan masing-masing kelompok
terdiri dari 1 ekor jantan dan 1 ekor betina. Setiap kelompok dipisahkan dalam
kandang yang berbeda. Sebelum penelitian dilakukan mencit diaklimatisasi selama 7
hari untuk membiasakan pada lingkungan percobaan, dan diberi makanan standar.
Hewan dianggap sehat apabila perubahan berat badan tidak lebih dari 10% serta
memperlihatkan perilaku normal.
1. Gunakan mencit sebanyak 4 ekor yang terdiri dari jantan sebanyak 2 ekor dan
mencit betina 2 ekor (yang tidak dalam keadaan hamil). Tiap kelompok terdiri
dari 1 ekor jantan dan 1 ekor betina
2. Mencit dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, 1 kelompok sebagai kontrol dan 2
kelompok uji
3. Ditimbang berat badan tiap mencit lalu catat, distribusikan hewan uji menurut
berat badannya agar antara kelompok kontrol dan yang mendapat perlakuan
memiliki berat badan yang setara.
4. Amati perilaku keaktifan sebelum pemberian obat, amati perilaku normal masing-
masing mencit selama 10 menit.
5. Pada kelompok kontrol, diberikan larutan Na.CMC 0,5%, pada kelompok uji,
diberikan larutan Na CMC + Diazepam secara per oral
6. Amati perilaku hewan uji selama 50 menit. Mencit yang mengantuk akan tampak
diam (umumnya di sudut wadah) dan tampak lunglai. Mencit dikatakan tidur atau
mengalami efek sedasi, apabila tubuhnya dibalik dan berada pada posisi
terlentang maka tidak akan kembali tertelungkup. Jadi, untuk melihat kapan
tepatnya terjadi respon awal sedasi maka harus sering membalikkan badan mencit
pada posisi terlentang.
Pengamatan
Larutan Waktu Waktu Waktu
Onset Durasi
yang Rute Pemberian Hilang Kembali
Hewan Uji Obat Obat
diberika Pemberian Obat Righting Righting
(menit) (menit)
n (menit) Effect Effect
(Menit) (Menit)

27
Mencit Jantan Na. CMC PO
Kontrol 0,5%
Negatif
Mencit Betina Na. CMC PO
Kontrol 0,5%
Negatif
Mencit Jantan Na. CMC PO
Perlakuan 0,5% +
Diazepam
Mencit Betina Na. CMC PO
Perlakuan 0,5% +
Diazepam

Catatan:
 Righting reflex adalah refleks mencit yang apabila tubuhnya dibalik dan
berada pada posisi terlentang, maka akan kembali tertelungkup.
 Onset obat adalah mula kerja obat (diamati waktu antara pemberian obat
sampai timbulnya efek hilangnya refleks balik badan jika ditelentangkan
selama 30 detik hingga tidur).
 Durasi obat adalah lama kerja obat (diamati waktu antara timbulnya efek
hilangnya reflex balik badan jika ditelentangkan selama 30 detik hingga tidur,
sampai hilangnya efek tersebut).
7. Bandingkan empat jenis data yang diperoleh dan buatlah laporan praktikumnya.

MATERI IV
PENGUJIAN EFEK ABSORBSI OBAT

Absorbsi adalah proses perpindahan obat dari tempat pemberiannya ke dalam


pembuluh darah. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan dan besarnya dosis
28
obat yang diabsorbsi, diantaranya adalah rute pemberian. Rute pemberian obat merupakan
faktor yang sangat penting dalam pencapaian efek dari suatu obat dan berpengaruh pada
onset of action dan duration of action suatu obat. Secara garis besar obat dapat diberikan
melalui 2 rute pemberian yaitu enteral dan parenteral. Pemberian melalui enteral
umumnya dilakukan melalui oral, dimana obat masuk ke dalam mulut, turun ke
kerongkongan dan masuk ke dalam lambung dan sebagian besar penyerapan obat terjadi
melalui usus. Sedangkan pemberian parenteral umumnya dilakukan melalui injeksi baik
secara intravena, intramuskular, subcutan dan lain sebagainya.
Pemberian oral pada hewan uji akan memberikan bioavailabilitas yang beragam,
dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi obat sebelum mencapai pembuluh darah.
Hal ini menyebabkan kecepatan dan jumlah dosis yang mencapai pembuluh darah
beragam pula, akibanya efek obat juga akan memberikan onset dan durasi yang beragam
pula. Sedangkan pada pemberian dengan cara parenteral terutama secara intravena maka
obat langsung dimasukkan dalam pembuluh darah vena sehingga tidak terjadi proses
absorbsi, akibatnya jumlah obat yang ada dalam pembuluh darah akan sama dengan
jumlah obat yang diberikan. Tetapi rute pemberian parenteral lain tetap melalui proses
absorbsi karena letak injeksi diberikan diluar pembuluh darah, seperti injeksi intra
muskular yang diberikan melalui otot, atau injeksi lainnya sehingga pada pemberian
tersebut tetap terjadi proses absorbsi.
A. Alat & Bahan Yang Digunakan
Alat yang digunakan
Beaker glass, Spuit 1 ml, Stop-watch, Timbangan analitik, Toples wadah hewan uji
(untuk penimbangan hewan uji).
Bahan yang digunakan
Mencit putih jantan sebanyak 4 ekor dengan bobot 20-30 gram, Alkohol 70%, Aqua
destilat, Aqua for Injection, Tramadol injeksi 5mg/mL.

B. Prosedur Kerja
1. Pilih mencit jantan sebanyak 4 ekor. Satu sebagai kontrol dan 3 lainnya sebagai
hewan perlakuan/uji.
2. Timbang mencit dan catat BB, distribusikan dengan baik agar antara hewan
kontrol dan uji memiliki BB yang kurang lebih serupa.
3. Dosis Tramadol pada manusia= 50-100mg/70kg BB PRN, dosis maksimal

29
400mg/hari. Konversikan dosis manusia pada mencit dan hitung volume injeksi
yang diberikan.
4. Sebelum dilakukan injeksi dan pengamatan perlakuan, lakukan pengujian
rangsang panas selama 15 menit pada plate dengan suhu sekitar 35oC.
5. Catat waktu dan jumlah saat mencit melakukan jilatan/ meloncat/ kaki belakang
atau depan digerak-gerakkan sebagai pernyataan nyeri setempat, setelah 15
menit turunkan mencit dari atas hot plate.
6. Berikan Tramadol pada mencit perlakuan melalui rute i.v., i.m. dan subkutan.
7. Letakkan kembali mencit pada plate dengan suhu sekitar 35 oC. Catat waktu dan
jumlah saat mencit melakukan jilatan/ meloncat/ kaki belakang atau depan
digerak-gerakkan sebagai pernyataan nyeri setempat.
8. Lakukan pengamatan selama 60 menit.
9. Bandingkan empat jenis data yang diperoleh dan buatlah laporan praktikumnya.

MATERI V
PENGARUH METABOLISME OBAT PADA HEWAN UJI

Metabolisme sering pula disebut biotransformasi atau perubahan kimiawi obat


dalam tubuh. Metabolisme dapat terjadi diseluruh tubuh (kecuali di tulang atau jaringan
lemak). Organ utama tubuh yang memetabolisme obat adalah di hati. Metabolisme adalah

30
upaya tubuh untuk mengeluarkan senyawa asing diantaranya dengan mengubah senyawa
tersebut menjadi lebih hidrofilik sehingga mudah diekskresikan. Proses ini belangsung
dengan melibatkan reaksi-reaksi biokimia fase-1 (oksidasi, reduksi, hidrolisis dan
hidroksilasi), dilanjutkan fase-2 (konyugasi sulfat, asetat, glukoronat, glisin dan glutation).
Enzim utama yang banyak berperan dalam dalam metabolisme obat adaah sitokrom P450
(CYP). Kerja enzim ini dalam memetabolisme suatu obat dapat mengalami inhibisi
(penghambatan) dan induksi (peningkatan) kerja oleh suatu senyawa lain, sehingga dapat
mengubah ketersediaan hayati obat, yang pada akhirnya dapat mengubah kadar obat dalam
darah.
Pada umumnya metabolisme akan mengurangi kadar obat di dalam tubuh (kecuali
untuk obat jenis prodrug). Sehingga peningkatan kemampuan enzim dalam metabolisme
(induksi) akan menyebabkan kadar obat didalam tubuh akan berkurang, begitu pula
sebaliknya penghambatan kemampuan enzim dalam metabolisme (inhibisi) akan
menyebabkan kadar obat meningkat. Induksi dan inhibisi enzim sering terjadi bila obat
diberikan secara bersamaan. Jika suatu obat diberikan secara bersamaan dan salah satu
dari obat tersebut dapat mempengaruhi kerja enzim dalam memetabolisme obat yang
lainnya maka, kadar obat yang dimetabolisme oleh enzim tersebut akan berubah pula,
yang dapat diamati pada efek yang terjadi. Pada praktikum ini praktikan diharapkan dapat
untuk menganalisis efek metabolisme Diazepam yang diberikan secara bersamaan dengan
Cimetidin. Berkurangnya kemampuan enzim dalam metabolisme Diazepam yang
menyebabkan konsentrasi Diazepam menjadi lebih tinggi di dalam darah yang dapat
diamati dengan durasi efek yang lebih lama.
A. Alat & Bahan Yang Digunakan
Alat
Timbangan analitik, spuit 1 ml, beaker glass 250ml, gelas ukur 100ml, hot plate-
stirer, Mixer, sonde oral, stopwatch.

Bahan
Mencit Jantan 3 ekor dengan bobot 20-30gram, Tablet Diazepam 5 mg, Tablet
Cimetidine 200 mg, Alkohol 70%, Aquadest (Purified), Natrium CMC.

B. Prosedur Kerja

31
1. Pembuatan Natrium CMC 0,5% 50 mL
2. Pembuatan suspensi oral Diazepam untuk mencit
a. Perhitungan Dosis oral Diazepam untuk mencit
Dosis lazim Diazepam untuk manusia = 5 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g =Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 5 mg x 0,0026 = 0,013 mg
Untuk mencit dengan berat 25 g = (25 g/ 20 g) x 0,013 mg
= 0,01625 mg
Dosis ini diberikan dalam volume
Dibuat larutan persediaan sebanyak = 25 ml
Jumlah Diazepam yang digunakan = (25 ml/0,2 ml) x 0,01625 mg
= 2,03 mg ~ 2 mg
= 2 mg = 0,002 g
% kadar Diazepam = (0,002g / 25ml ) x 100% =0,008%
Hitung berat serbuk Diazepam yang ditimbang!

b. Cara pembuatan dan penyiapan suspensi Diazepam 0,008 %


1. Masukkan serbuk Diazepam yang sudah ditimbang ke dalam mortir,
tambahkan 50 ml larutan Natrium CMC sedikit demi sedikit, gerus ad
homogen.
2. Ambil larutan Na. CMC dengan volume 0,2 mL menggunakan spuit 1 mL.
3. Ganti jarum spuit dengan sonde oral untuk mencit.

3. Pembuatan suspensi oral Cimetidine


a. Perhitungan Dosis oral Cimetidine untuk mencit
Dosis lazim Cimetidine untuk manusia = 200 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g =Dosis Lazim x Faktor Konversi
= 200 mg x 0,0026 = 0,52 mg
Untuk mencit dengan berat 25 g = (25 g/ 20 g) x 0,52 mg
= 0,65 mg
Dosis ini diberikan dalam
volume
Dibuat larutan persediaan sebanyak = 25 ml
Jumlah Zat Aktif Cimetidin yang digunakan = (25 ml / 0,2 ml) x 0,65 mg
= 81,25 mg atau 0,081 g
% kadar Cimetidin = (0,081 g / 25ml ) x 100%
= 0,324 %

Misalnya berat 2 tablet cimetidine tersebut adalah 500 mg, maka serbuk tablet
Cimetidine yang dibutuhkan sebanyak :

32
Berat 2 tablet Cimetidine @ 250 mg = 500 mg, mengandung zat aktif 400
mg Cimetidine
Berat serbuk Cimetidine yang timbang = (81,25 mg / 400 mg) x 500 mg
= 101,6 mg = 0,101 gram

b. Cara pembuatan suspensi Cimetidine 0,324 %


1. Ambil 2 tablet Cimetidine lalu gerus hingga halus, lalu timbang sebanyak
yang dibutuhkan sesuai perhitungan.
2. Masukkan serbuk Cimetidine yang sudah ditimbang ke dalam mortir,
tambahkan sekitar 10 ml larutan Natrium CMC, aduk hingga homogen
3. Tambahkan 15 ml larutan Natrium CMC sedikit demi sedikit, gerus ad
homogen hingga volumenya mencapai 25 ml.

4. Pelaksanaan Pada Hewan Uji


Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 3 kelompok dan masing–masing
kelompok terdiri dari 1 ekor mencit jantan. Setiap kelompok dipisahkan dalam
kandang yang berbeda. Sebelum penelitian dilakukan, mencit diaklimatisasi selama
7 hari untuk membiasakan pada lingkungan percobaan, dan diberi makanan
standar. Hewan dianggap sehat apabila perubahan berat badan tidak lebih dari 10%
serta memperlihatkan perilaku normal.
1. Ditimbang berat badan tiap mencit lalu catat
2. Mencit kemudian dikelompokkan secara acak ke dalam 3 kelompok, dimana
kelompok I sebagai kontrol, diberikan larutan Na.CMC 1%, kelompok II
sebagai kelompok oral yang diberikan suspensi Diazepam, dan kelompok III
sebagai kelompok yang diberikan suspensi Diazepam dan suspensi cimetidine
4. semua pemberian dilakukan secara oral dengan volume 0,2 ml
5. setiap pemberian obat dicatat waktunya, kemudian mencit diamati berapa lama
waktu yang dibutuhkan mulai tertidur (onset obat) berapa lama waktu tidur
mencit tersebut (durasi), dengan mengamati refleksi balik badan mencit.

MATERI VI
EFEK OBAT ANALGETIK PADA HEWAN UJI

Obat-obat antiradang, analgesik dan antipiretik merupakan suatu kelompok


senyawa yang heterogen, sering tidak berkaitan secara kimia (walaupun kebanyakan
diantaranya merupakan asam organik) namun mempunyai kerja terapeutik dan efek

33
samping tertentu yang sama. Protetipenya adalah aspirin; oleh karena itu, senyawa-
senyawa ini sering disebut obat mirip aspirin dan juga sering disebut obat antiradang
nonsteroid atau NSAID (Non-Steroid Antiinflamasi Drugs). NSAID adalah suatu
kelompok agen yang berlainan secara kimiawi dan memiliki perbedaan dalam aktivitas
antipeiretik, analgesik dan anti-inflamasinya. Obat ini terutama bekerja melalui
penghambatan enzim siklooksigenasi yang mengkatalisis langkah pertama dalam
biosisntesis prostanoid. NSAID dalam digolongkan menjadi:
1. Aspirin dan derivatnya
2. Derivat asam propionic
3. Derivat asam acetit
4. Derivat oxicam
5. Fenamate
6. Asam hetoaryl acetic
7. Nabumetone
8. Celecoxib

A. Alat dan bahan yang digunakan


Alat yang digunakan
1. Batang pengaduk
2. Spoit oral
3. Stop watch
4. Timbangan berat badan
Bahan yang digunakan
1. Sirup Parasetamol
2. Sirup Ibuprofen
3. Sirup Antalgin
4. Alkohol 70%
5. Aqua destilat

B. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Sediaan Cair Parasetamol
Lakukan perhitungan Dosis oral Paracetamol untuk mencit, bila dosis lazim
Parasetamol untuk manusia = 500 mg. Jika di dalam percobaan menggunakan sirup
parasetamol (Sirup parasetamol mengandung parasetamol 120 mg/5 ml), hitunglah
berapa ml sirup parasetamol yang diambil!

34
2. Pembuatan Sediaan Cair Ibuprofen
Lakukan perhitungan Dosis oral Ibuprofen untuk mencit, bila dosis lazim
Ibuprofen untuk manusia = 400 mg. Jika di dalam percobaan menggunakan sirup
Ibuprofen (Sirup Ibuprofen Forte mengandung Ibuprofen 200 mg/5 ml), hitunglah
berapa ml sirup Ibuprofen yang diambil!
3. Pembuatan Sediaan Cair Asam Mefenamat
Lakukan perhitungan Dosis oral Asam Mefenamat untuk mencit, bila dosis lazim
Asam Mefenamat untuk manusia = 500 mg. Jika di dalam percobaan menggunakan
sirup Asam Mefenamat (Sirup Asam Mefenamat mengandung Asam Mefenamat
50 mg/5 ml), hitunglah berapa ml sirup Asam Mefenamat yang diambil!
4. Pelaksanaan Pada Hewan Uji
Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 4 kelompok dan masing–masing
kelompok terdiri dari 1 ekor. Sebelum perlakuan mencit dipuasakan selama 10 jam
tetapi tetap diberikan air minum.
1. Digunakan mencit jantan sebanyak 4 ekor dengan bobot 20-30 gram. Setelah
ditimbang, hewan dikelompokkan secara acak dan dibagi ke dalam 4
kelompok
2. Kelompok I sebagai kontrol, diberikan larutan aquadest
3. Kelompok II sebagai kelompok parasetamol diberi sirup Parasetamol
4. Kelompok III sebagai kelompok ibuprofen diberi sirup Ibuprofen
5. Kelompok IV sebagai kelompok antalgin diberi sirup Asam Mefenamat
6. Semua pemberian dilakukan secara oral dengan volume pemberian 0,2 ml
7. 30 menit setelah pemberian sediaan, semua mencit kemudian disuntik secara
intraperitoneal dengan larutan asam asetat 1% v/v dengan dosis 75 mg/kgBB
8. Amati dan catat jumlah geliatan mencit setelah setelah pemberian asam
asetat, geliatan mencit dapat berupa perut kejang dan kaki tertarik ke
belakang
PENGAMATAN
Data yang dikumpulkan berupa jumlah geliatan mencit setelah pemberian injeksi
peritoneal asam asetat setiap 5 menit selama 60 menit. Geliatan mencit yang
teramati berupa torsi pada satu sisi, kontraksi otot yang terputus-putus, kaki
belakang dan kepala tertarik kearah belakang sehingga menyentuh dasar ruang
yang ditempatinya, penarikan kembali kepala serta kaki belakang ke arah
abadomen.

Data dianalisis dengan menghitung persen daya analgetiknya dengan rumus

% daya analgetik =

Contoh cara menghitung % daya analgetik

35
Hitunglah % daya analgetik dari parasetamol berdasarkan data pengamatan
dibawah ini
Jumlah geliat mencit
Kelompok 5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ 35’ 40’ 45’ 50’ 55’ 60’ jumlah

Kontrol
24 23 16 10 9 12 11 16 8 12 13 8 162
Ibuprofen
3 5 6 3 4 4 4 3 3 2 3 3 43
Parasetamol
2 7 16 17 21 18 17 13 12 6 5 3 137
Asam
16 24 18 13 14 10 11 8 6 3 4 3 130
Mefenamat

% daya Analgetik Parasetamol = 100 – (

= 100 – (
= 100 – 84,56 = 15,44%

MATERI VII & VIII

36
OBAT-OBAT GOLONGAN SISTEM SYARAF OTONOM (SSO)

Pendahuluan Sistem syaraf otonom (SSO) adalah sistem syaraf yang tidak dapat
dikendalikan oleh kemauan kita melalui otak. SSO mengendalikan beberapa organ tubuh
seperti: Jantung, Pembuluh darah, Ginjal, Pupil mata, Lambung dan Usus. Sistem syaraf
ini dapat dipacu (induksi) atau dihambat (inhibisi) oleh senyawa obat. SSO dibedakan
menjadi dua (2) yaitu: Sistem Syaraf Parasimpatik dan Sistem Syaraf Simpatik. Sistem
Syaraf Parasimpatik mekanisme kerjanya menggunakan suatu zat kimia
(neurotransmiter/neurohormon). Senyawa yang dapat memacu syaraf parasimpatik disebut
senyawa Parasimpatomimetik atau Kolinergik, sedangkan senyawa yang menghambat
disebut senyawa Parasimpatolitik atau Antikolinergik. Sedangkan senyawa yang dapat
memacu Syaraf Simpatik disebut senyawa Simpatomimetik atau senyawa adrenergik,
sedangkan senyawa yang menghambat disebut senyawa Antiadrenergik.

Efek syaraf parasimpatis terhadap otot polos dan kelenjar disebut efek muskarinik,
reseptornya disebut reseptor muskarinik. Efek syaraf parasimpatis pada otot rangka disebut
efek nikotinik, reseptornya disebut reseptor nikotinik. Efek nikotinik berlawanan dengan
efek muskarinik, bahkan menyerupai efek adrenergik, yaitu vasokonstriksi, tekanan darah
naik, pacu jantung dan perangsangan SSP.

I. Senyawa Parasimpatomimetik (Kolinergik) Senyawa kolinergik terbagi atas 4


golongan yaitu:
a. Golongan Ester kolin (cth: Kolin klorida, asetilkolin klorida dll.)
b. Golongan Antikolinesterase (cth: Fisostigmin, neostigmin dll.)
c. Golongan Alkaloid tumbuhan (cth: Muskarin, Pilokarpin dll.)
d. Golongan Struktur baru (Metoklopramid, Sisaprid)
Efek Farmakodinamik Parasimpatomimetik Pemberian senyawa kolinergik atau
induksi syaraf parasimpatik akan menyebabkan:
1. Pupil mata menyempit (miosis)
2. Peristalsis saluran cerna meningkat (Diare)
3. Sekresi asam lambung meningkat
4. Tremor dan kejang otot (gejala Parkinsonisme)
5. Bronkus konstriksi
6. Kontraksi Jantung diperlambat
7. Pembuluh darah tepi melebar (Vasodilatasi)
8. Kelenjar ludah, keringat, air mata bertambah

37
9. Kapasitas kandung kemih berkurang (diuresis)

II. Farmakologi Obat Simpatik dan Simpatolitik


a. Obat-Obat Simpatik/Adrenergik Efek obat-obat golongan ini terdiri atas dua
macam tergantung reseptornya. Reseptor Adrenergik dibagi dua yaitu: reseptor α
(alfa) dan reseptor ß (beta). Reseptor α – ada dua macam yaitu: Reseptor α -1 dan α
-2. Reseptor beta ada tiga, yaitu: ß-1, ß-2 dan ß-3. Reseptor ß-1 pada umumnya
memacu (menaikan kontraksi, vasokonstriksi, dan ß-2 menghambat (vasodilatasi,
menurunkan efek). Efek Obat Adrenergik terhadap tubuh ialah:
1. Pupil mata membesar (muidriasis)
2. Bronchus diperlebar (bronkodilatasi)
3. Kontraksi jantung dipercepat (takikardi)
4. Pembuluh darah tepi dipersempit (vasokonstriksi)
5. Kelenjar ludah, keringat berkurang
6. Peristaltik otot polos lambung berkurang.
b. Obat Simpatolitik/Antiadrenergik. Obat-obat golongan ini dibedakan atas
subgolongan berdasarkan penghambatan terhadap reseptor adrenergik. Sub
golongan adalah: Antagonis adrenoseptor α - atau α – bloker (cth: Pentolamin,
terazosin, Alkaloid ergot, dll); Antagonis adrenoseptor ß atau ß-bloker. Efek
farmakodinmik keduanya sama yaitu Vasodilatasi, dapat menyebabkan tekanan
darah turun, kecuali Yohimbin yang merupakan antagonis α2 selektif.

A. PERCOBAAN VII: OBAT-OBAT GOLONGAN SISTEM SYARAF OTONOM


(SSO) KOLINERGIK DAN ANTIKOLINERGIK

Alat yang digunakan: Alat suntik, Jarum suntik oral, Papan datar bulat, Gelas piala,
Erlennmeyer, Labu takar, 10, 25, 50 dan 100 ml, Pipet volume

Bahan yang digunakan: Obat-obatan golongan kolinergik dan antikolinergik, Air


suling, CMC Na.

Hewan: Mencit/Tikus putih Percobaan:


1. Hewan coba dikelompok menjadi beberapa kelompok sesuai jumlah obat yang
digunakan. 2. Pengamatan dilakukan setelah mencit disuntik dengan obat-obatan

38
tersebut, meliputi pengamatan pupil mata, diare, tremor, grooming, vasokonstriksi,
vasodilator, straub, salivasi, midriasis, miosis, dll.

B. PERCOBAAN VII: OBAT-OBAT GOLONGAN SISTEM SYARAF OTONOM


(SSO) ADRENERGIK DAN ANTIADRENERGIK

Alat yang digunakan: Alat suntik, Jarum suntik oral, Papan datar bulat, Gelas piala,
Erlennmeyer, Labu takar, 10, 25, 50 dan 100 ml, Pipet volume

Bahan yang digunakan: Obat-obatan golongan adrenergik dan antiadrenergik, Air


suling, CMC Na.

Hewan: Mencit/Tikus putih Percobaan:


1. Hewan coba dikelompok menjadi beberapa kelompok sesuai jumlah obat yang
digunakan. 2. Pengamatan dilakukan setelah mencit disuntik dengan obat-obatan
tersebut, meliputi pengamatan pupil mata, diare, tremor, grooming, vasokonstriksi,
vasodilator, straub, salivasi, midriasis, miosis, dll.

39
MATERI IX
ANALISIS EFEK OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL

Obat hipoglikemik oral adalah obat yang sering digunakan untuk mengatasi
diabetes melitus (DM) tipe 2 pada pasien. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
terdapat sekitar 160.000 penderita diabetes di dunia, yang jumlah penderita diabetes
memiliki peluang untuk meningkat dua kali lipat dalam beberapa tahun terakhir. Karena
prevalensi yang tinggi dan potensi efek merusak pada fisik pasien dan keadaan psikologis,
diabetes adalah masalah medis utama yang perlu diperhatikan. Keberadaan penelitian yang
melibatkan hewan coba untuk pengobatan Penyakit sangat membantu tidak hanya untuk
memahami tentang patofisiologi penyakit tersebut, tetapi juga pengembangan obat untuk
pengobatannya.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon-hormon
peptida insulin, glukagon dan somatosatin; selain itu, pankreas juga merupakan kelenjar
eksokrin yang menghasilkan enzim-enzim pencernaan. Salah satu hormon yang
memainkan peranan penting dalam mengatur aktivitas metabolik tubuh adalah insulin.
Kekurangan atau ketiadaan insulin dapat menyebabkan penyakit diabetes melitus yang
ditandai dengan hiperglikemia berat yang dapat menyebabkan retinopati, nefropati,
neuropati dan komplikasi kardiovaskular jika tidak ditangani. Pemberian preparat insulin
atau agen-agen hipoglikemik oral dapat mencegah morbiditas dan menurunkan mortalitas
akibat diabetes
Senyawa-senyawa hipoglikemik oral terdiri dari golongan :
a. sulfonilurea
b. Short-acting insulin secretagogues
c. Golongan biguanid
d. Thiazolidindione
e. Golongan α-glukosidase-inhibitors

Induksi glukosa
Pada cara ini mencit yang digunakan adalah mencit normal yang dibebani glukosa
tanpa merusak pankreasnya, karena berdasarkan teori bahwa dengan pembebanan glukosa
akan menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemik) secara cepat. Kadar
glukosa yang tinggi dalam darah dapat diturunkan oleh zat-zat berefek antihiperglikemik.

40
Metode pengukuran kadar glukosa darah
Dengan Glukometer
Terdiri dari alat glukometer dan strip glukosa Glucometer yang sesuai dengan
nomor pada alat. . Setuhkan tetesan darah yang keluar langsung dari pembuluh darah ke
Tes strip dan ditarik sendirinya melalui aksi kapiler. Ketika wadah terisi penuh oleh darah,
alat mulai mengukur kadar glukosa darah. Hasil pengukuran diperoleh selama 10 detik.

A. Alat dan Bahan yang digunakan


Alat yang digunakan
1. Batang pengaduk
2. Beaker
3. Gelas ukur
4. Gunting
5. Hot plate
6. Mixer
7. Spuit 1 cc
8. Sonde oral
9. Timbangan analitik
Bahan yang digunakan
1. Alkohol 70%
2. Aqua destilat,
3. Kapas
4. Natrium CMC.
5. Tablet Acarbose
6. Tablet Glibenklamid
7. Tablet Metformin
B. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Natrium CMC 1% sebanyak 100 mL
2. Pembuatan Glukosa 5% b/v
a. Timbang Glukosa sebanyak sebanyak 0,75 g
b. Masukkan kedalam labu ukur 25 ml lalu tambahkan 10 ml air suling
c. Aduk campuran hingga larut
d. Lalu cukupkan volumenya hingga 25 ml dengan air suling.

41
3. Pembuatan suspensi Glibenklamid sebanyak 25 ml. Lakukan perhitungan dosis oral
Glibenklamid untuk mencit dimana dosis lazim Glibenklamid untuk manusia = 5 mg.
4. Pembuatan suspensi Metformin HCl sebanyak 25 ml. Lakukan Perhitungan dosis
oral Metformin HCl untuk mencit dimana dosis lazim Metformin HCl untuk manusia =
500 mg.
5. Pembuatan suspensi Acarbose sebanyak 25 ml. Lakukan Perhitungan dosis oral
Acarbose untuk mencit dimana dosis lazim Acarbose untuk manusia = 25 mg. Tablet
Acarbose tersedia dalam beberapa konsentrasi yaitu 25 mg, 50 mg dan 100 mg per
tabletnya.
6. Pelaksanaan
Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 4 kelompok dan masing–masing
kelompok terdiri dari 1 ekor mencit jantan. Setiap kelompok dipisahkan dalam kandang
yang berbeda. Sebelum perlakuan mencit dipuasakan selama 12 jam tetapi tetap
diberikan air minum. Hewan dianggap sehat apabila perubahan berat badan tidak lebih
dari 10% serta memperlihatkan perilaku normal
1. Gunakan mencit jantan sebanyak 4 ekor
2. Ditimbang berat badan tiap mencit lalu catat
3. Mencit kemudian dikelompokkan secara rawu ke dalam 4 kelompok, tiap
kelompok terdiri dari 1 ekor, dimana kelompok I sebagai kontrol, diberikan
larutan Na.CMC 1%, kelompok II diberi suspensi glibenklamid, kelompok III
diberi suspensi akarbose dan kelompok IV diberi suspensi metformin HCL
4. Sebelum perlakukan mencit diambil darahnya melalui pembuluh darah yang ada
di vena ekor
5. Darah yang keluar di teteskan pada strip glukometer yang terpasang pada alat.
Kadar glukosa darah yang muncul pada alat kemudian dicatat sebagai kadar
glukosa puasa
6. Setelah penentuan kadar glukosa puasa pada mencit, kemudian semua mencit
diberikan larutan glukosa 5% dengan dosis 2g/Kg BB mencit secara oral
7. Pada menit ke-5 diukur kadar glukosa darahnya sebagai kadar glukosa setelah
pembebanan,
8. pada menit ke 10 (atau 5 menit setelah kadar glukosa di ukur) setiap mencit
diberikan perlakuan, kelompok I diberi larutan Na.CMC 1%, kelompok II diberi
suspensi glibenklamid, kelompok III diberi suspensi akarbose dan kelompok IV

42
diberi suspensi metformin HCL, semua perlakukan secara oral dengan volume
pemberian adalah 0,2 ml / 30 g BB mencit.
9. Mencit kemudian dibiarkan dan diukur kadar gula darahnya tiap 30 menit selama
60 menit.

43
MATERI X
EFEK OBAT HIPOKOLESTEROLEMIA PADA HEWAN COBA

Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia adalah penyakit kelainan metabolik yang


ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol/lipid dalam darah. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh banyak faktor terutama pola hidup dengan diet tinggi kolesterol.
Penelitian yang berkaitan dengan penyakit hiperlipidemia telah banyak dilakukan
baik secara langsung pada manusia atau melalui hewan uji. Penelitian pada hewan uji
dilakukan untuk mengetahui penyebab penyakit hipelipidemia, mekanisme penyakit atau
untuk menemukan obat baru yang dapat mengatasi hiperlipidemia. Salah satu hewan yang
sering digunakan untuk penelitian tersebut adalah tikus. Namun perlu diketahui bahwa
tikus yang tidak mengalami modifikasi genetik memiliki tingkat kolesterol HDL yang
tinggi dan tingkat kolesterol LDL yang rendah, sedangkan manusia memiliki tingkat
kolesterol LDL dan rendahnya tingkat kolesterol HDL. Perbedaan profil lipid antara tikus
dan manusia karena tidak adanya protein pemindah ester kolesterol (cholesteryl ester
transfer protein (CETP) pada tikus. CETP adalah enzim yang mengubah ester kolesterol
dari HDL ke VLDL dan LDL dalam pertukarannya untuk trigliserida. Pada tikus normal
yang kekurangan CETP, lebih dari 80% dari kolesterol plasma diubah menjadi HDL,
sehingga tikus dengan kadar kolesterol HDL tinggi tahan terhadap hiperkolesterolemia dan
aterosklerosis.
Untuk mendapatkan hewan coba yang mengalami hiperlipidemia dapat dilakukan
dengan berbagai cara
1. Dengan menggunakan hewan coba yang secara genetik telah mengalami perubahan
dimana hewan coba tersebut memiliki kadar lipid yang lebih tinggi
2. Dengan menggunakan diet tinggi kolesterol, hewan diberikan pakan tinggi kolesterol
untuk jangka waktu tertentu, cara ini akan memakan waktu yang lebih lama.
3. Menggunakan induksi bahan kimia, bahan kimia dapat menyebakan kenaikan kadar
kolesterol dengan cara meningkatkan sintesa kolesterol atau dengan menghambat
penghilangan kolesterol dalam darah. Bahan kimia yang sering digunakan adalah, triton
WR 1339, poloxamer 407 (P-407), Propiltiourasil (PTU).
4. Menggunakan kombinasi pakan tinggi lemak dan induksi bahan kimia, cara ini akan
mempercepat kenaikan kadar kolesterol total dalam darah dibandingkan bila hanya
menggunakan pakan tinggi lemak saja, bahan kimia yang cocok untuk cara ini yatu

44
dengan PTU, tetapi bila menggunakan Triton WR 1339, maka tidak perlu dengan
menggunakan pakan khusus tinggi kolesterol.

A. Alat dan Bahan yang digunakan


Alat yang digunakan
1. Batang pengaduk
2. Beaker
3. Gelas ukur
4. Gunting
5. Hot plate
6. Mixer
7. Spuit 1 cc
8. Sonde oral
9. Timbangan analitik
Bahan yang digunakan
1. Alkohol 70%
2. Aqua destilat,
3. Jus Hati Ayam
4. Natrium CMC.
5. Tablet Fenofibrate
6. Tablet Gemfibrozil
7. Tablet Simvastatin

B. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Natrium CMC 1% sebanyak 100 mL
2. Pembuatan suspensi Simvastatin sebanyak 25 ml. Lakukan perhitungan dosis oral
Simvastatin untuk mencit dimana dosis lazim Simvastatin untuk manusia = 5 mg.
3. Pembuatan suspensi Gemfibrozil sebanyak 25 ml. Lakukan Perhitungan dosis oral
untuk Gemfibrozil mencit dimana dosis lazim Gemfibrozil untuk manusia = 600 mg.
4. Pembuatan suspensi Fenofibrate sebanyak 25 ml. Lakukan Perhitungan dosis oral
Fenofibrate untuk mencit dimana dosis lazim Fenofibrate untuk manusia = 25 mg.
Tablet Fenofibrate tersedia dalam beberapa konsentrasi yaitu 54 dan 160 mg per
tabletnya.

45
Metode Penginduksian Hiperkolesterolemia
Metode ini digunakan untuk menguji efek obat hipokolesterol dalam mencegah sintesis
kolesterol dalam tubuh yang dapat menyebabkan kenaikkan kolesterol dalam darah.
1. Gunakan mencit jantan sebanyak 4 ekor
2. Mencit dipuasakan semalaman (12 jam) sebelum perlakuan
3. Ditimbang berat badan tiap mencit lalu catat
4. Sebelum perlakukan mencit diambil darahnya melalui pembuluh darah yang ada di
vena ekor
5. Darah yang keluar di teteskan pada strip Kolesterol yang terpasang pada alat. Kadar
Kolesterol darah yang muncul pada alat kemudian dicatat sebagai kadar Kolesterol awal
6. Setelah penentuan kadar Kolesterol awal pada mencit, dikelompokkan secara acak ke
dalam 4 kelompok, dimana kelompok I sebagai kontrol, akan diberikan larutan
Na.CMC 1%, kelompok II diberi suspensi Simvastatin, kelompok III diberi suspensi
Gembifrozil dan kelompok IV diberi suspensi Fenofibrate.
7. Semua mencit diberikan jus hati ayam secara rutin pagi dan sore dengan volume 0,5mL
selama 5 hari berturut-turut. Lakukan pengecekan kadar kolesterol pada hari ke-5.
8. Setelah pengecekan kadar kolesterol, setiap mencit diberikan perlakuan, kelompok I
diberi larutan Na.CMC 1%, kelompok II diberi suspensi Simvastatin, kelompok III
diberi suspensi Gembifrozil dan kelompok IV diberi suspensi Fenofibrate, semua
perlakukan secara oral dengan volume pemberian adalah 0,2 ml.
9. Mencit kemudian dibiarkan selama 8 jam dan setelah 8 jam diukur kadar kolesterol

46
MATERI XI
ANALISIS EFEK TOKSISITAS AKUT OBAT PADA HEWAN UJI

Obat adalah bahan atau campuran bahan-bahan yang pada dosis terapi memilki
efek yang diinginkan dalam pengobatan. Selain memiliki efek yang diinginkan obat juga
memilki efek yang tidak inginkan, efek yang tidak diinginkan biasa dikenal sebagai efek
samping yang sering kali tidak dapat dihindari. Namun selain efek samping, obat juga
memiliki efek toksik, dimana efek ini harus dihindari dalam penggunaan obat.
Toksisitas adalah kemampuan suatu bahan atau senyawa kimia untuk
menimbulkan kerusakan pada saat mengenai bagian dalam atau permukaan tubuh yang
peka. Untuk dapat mengetahui informasi efek toksik dari suatu obat atau bahan tertentu,
maka dapat diperoleh dari percobaan menggunakan hewan uji sebagai model yang
dirancang pada serangkaian uji toksisitas yang meliputi uji toksisitas akut oral, toksisitas
subkronis oral, toksisitas kronis oral, teratogenisitas, sensitisasi kulit, iritasi mata, iritasi
akut dermal, iritasi mukosa vagina, toksisitas akut dermal, dan toksisitas subkronis dermal.
Pemilihan uji tersebut, tergantung dari tujuan penggunaan suatu zat dan kemungkinan
terjadinya risiko akibat pemaparan pada manusia.
Pengujian toksisitas akut dengan menggunakan hewan percobaan diperlukan untuk
mendeteksi efek toksik yang muncul dalam waktu singkat setelah pemberian suatu zat
dalam dosis tunggal atau dosis berulang yang diberikan secara dalam waktu tidak lebih
dari 24 jam; apabila pemberian dilakukan secara berulang, maka interval waktu tidak
kurang dari 3 jam. Umumnya digunakan mencit betina karena sedikit lebih sensitif
dibandingkan mencit jantan. Namun bila bahan uji (menurut literatur) secara toksikologi
atau toksikokinetik menunjukkan bahwa tikus jantan lebih sensitif, maka jenis kelamin
jantan harus digunakan untuk uji.
Kriteria hewan uji meliputi:
a. Hewan sehat dan dewasa
b. Hewan betina harus yang belum pernah beranak dan tidak sedang bunting.
c. Pada permulaan uji, setiap hewan harus berumur 8-12 minggu dengan variasi
berat badan tidak boleh melebihi 20% dari rata-rata berat badan.

47
A. Alat dan Bahan yang digunakan
Alat yang digunakan
1. Batang pengaduk
2. Beaker
3. Gelas ukur
4. Hot plate
5. Mixer
6. Spuit 1 ml
7. Sonde oral
8. Stop watch
9. Timbangan analitik
Bahan yang digunakan
1. Alkohol 70%
2. Aqua destilat,
3. Natrium CMC
4. Diazepam 5mg
B. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Natrium CMC 1% sebanyak 25 ml
2. Pembuatan suspensi Diazepam
3. Perhitungan Dosis oral Diazepam untuk mencit
Dosis Maksimal Diazepam untuk manusia = 15 mg sekali pakai dan seharinya 60 mg.
Akan dibuat seri dosis luminal dengan kelipatan 2 dimulai dengan dosis maksimalnya
yaitu 15 mg kemudian 30 mg (2 x 15 mg), dan 60 mg (4x 15mg).

Metode Uji Toksisitas Konvensional


1. Mencit dikelompokkan secara acak kedalam 4 kelompok, masing-masing terdiri dari
4 ekor.
2. Kemudian tiap kelompok diberi perlakuan secara per oral dimana
a. Kelompok I sebagai kelompok kontrol diberikan Na CMC 0,5% sebanyak 0,2
mL.
b. Kelompok II diberi suspensi diazepam dengan dosis maksimal
sebanyak 0,2 mL.
c. Kelompok III diberi suspensi diazepam dengan dosis 2 kali lipat dosis maksimal

48
sebanyak 0,2 mL.

d. . Kelompok III diberi suspensi diazepam dengan dosis 4 kali lipat dosis maksimal
sebanyak 0,2 mL.
3. Mencit kemudian ditempatkan dan diamati efek toksisitas yang dapat terjadi pada
kulit, bulu, mata, membran mukosa dan juga sistem pernafasan, sistem syaraf
otonom, sistem syaraf pusat, aktivitas somatomotor serta tingkah laku. Selain itu,
perlu juga pengamatan pada kondisi: gemetar, kejang, salivasi, diare, lemas, tidur
dan koma
4. Pengamatan dilakukan selama 2 jam untuk tanda-tanda toksisitas dan diamati selama
24 untuk jumlah mencit yang mati
5. Hasil pengamatan kemudian dicatat dan di hitung LD 50 untuk luminal

PELAPORAN
Data yang dikumpulkan berupa gejala-gejal toksisitas pada mencit, dan jumlah
mencit yang mati. Data tersebut kemudian digunakan untuk menentukan LD 50 untuk
luminal. LD 50 dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

Menghitung LD 50

Dengan Cara Weil, untuk menggunakan cara ini ada harus menggunakan tabel yang
terdapat dalam lampiran
Rumus Cara Weil =
Log m = Log D + d (f+1)

Dimana :
m = LD50
D = Dosis terkecil yang diberikan
d = log kelipatan dosis
f = Faktor dari tabel Weil yang nilainya disesuaikan dengan urutan
kematian hewan coba

Contoh Soal
Klp Jumlah hewan Dosis obat yang Log Dosis Kematian Persen
tiap kelompok diberikan (mg/kg) kematian

1 4 10 1 0 0
2 4 20 1,30 1 33,3
3 4 40 1,60 2 66,67

49
4 4 80 1,90 3 100%

Penyelesaian
Diketahui
D (Dosis terkecil yang diberikan = 10 mg/Kg
d (log kelipatan dosis) = dosis diberikan dengan kelipatan 2x, jadi
log2 = 0,301
r (urutan kematian per kelompok) = karena hewan yang mati, pada kelompok 1
= 0,
kelompok 2 = 1, kelompok 3 = 2, kelompok 4=3,maka urutannya = 0,1,2,3
f (faktor kematian dari tabel weil) = menurut tabel Weil urutan 0,1,2,3
faktor f = 1
semua nilai tersebut kemudian dimasukkan dalam rumus menghasilkan :
Log m = Log D + d (f+1)
Log m = Log 10 + 0,301 (1+1)
Log m = 1 + (0,301 x 2)
Log m = 1 + 0,602 Log m = 1,602
m = anti log 1,602 = 39,994 mg/kg jadi LD 50 obat tersebut = 39,994 mg/Kg

50
Tabel perhitungan Toksisitas menurut Weil

51
52
REFERENSI

Endi Ridwan. (2013). Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian Kesehatan.
Journal of the Indonesian Medical Association

Goodman & Gilman. (2017). Dasar Farmakologi Terapi. Editor Joel G Hardman. Lee E.
Limbird. Konsultan Editor Alfred Goodman Gilman. Alih bahasa: Tim Alih Bahasa
Sekolah Farmasi ITB. Edisi 10. Volume 1 &2. EGC: Jakarta.

Hau, J., & Hoosier Jr., G. L. (2003). Handbook of Laboratory Animal Science. 2nd Edition.

Lukman Hakim. (2012). Farmakokinetik Klinik. Yogyakarta: Bursa Ilmu.

Micheli Stéfani, dkk. (2014). Hypolipidemic action of chrysin on Triton WR-1339-induced


hyperlipidemia in female C57BL/6 mice, Toxicology Reports 1 (2014) 200–208.

P. Hasimun, E.Y. Sukandar, I.K. Adnyana and D.H. Tjahjono. (2011). A Simple Method for
Screening Antihyperlipidemic Agents. International Journal of Pharmacology, 7: 74-
78.

Stevani H. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi: Praktikum Farmakologi.


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Selatan: Pusdik SDM
Kesehatan.

Wubshet Hailu dan Ephrem Engidawork. (2014). Evaluation of the diuretic activity of the
aqueous and 80% methanol extracts of Ajuga remota Benth (Lamiaceae) leaves in
mice. BMC Complementary and Alternative Medicine 2014 14:135.

53

Anda mungkin juga menyukai