Disusun oleh :
Fakultas Farmasi
Universitas Mahasaraswati Denpasar
2022
Identifikasi Obat Analgetik dan Antipiretik
I. Tujuan Percobaan
a. Mengetahui karakteristik senyawa obat Paracetamol.
b. Mengetahui karakteristik senyawa obat Asetosal.
c. Mengetahui karakteristik senyawa obat Antalgin (Turunan Pirazolon).
II. Dasar Teori
Analgetik merupakan senyawa yang dapat mengurangi atau mengilangkan
rasa nyeri atau dapat menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Analgesik bila digunakan dengan dosis yang berlebihan maka akan dapat
menimbulkan beberapa efek samping (Chandra, et.al, 2016). Obat analgetik sering
digunakan pada kehidupan untuk sakit kepala atau sakit gigi. Salah satu komponen
obat yang kita minum biasanya mengandung analgetik atau pereda nyeri. Pada
umumnya masyarakat menggunakan analgetik dengan jenis nonopioid bukan opioid.
Golongan atau jenis nonopioid yang digunakan, yaitu seperti aspirin, asam
mefenamat, dan paracetamol, karena obat analgetik nonopioid tidak memiliki sifat
adiktif seperti obat analgetik golongan opioid.
Antipiretik adalah obat-obat atau zat-zat yang dapat menurunkan suhu tubuh
pada keadaan demam. Antipiretik bekerja dengan merangsang pusat pengaturan panas
di hipotalamus sehingga pembentukan panas yang tinggi akan dihambat dengan cara
memperbesar pengeluaran panas yaitu dengan menambah aliran darah ke perifer dan
memperbanyak pengeluaran keringat. (Tjay,2007).
Paracetamol atau acetaminofen adalah obat analgetik dan anitipiretik yang
banyak digunakan oleh masyarakat untuk obat demam (Wilmana, 2007). Apabila
dalam melakukan swamedikasi masyarakat tidak cukup mendapatkan informasi yang
tepat mengenai indikasi obat, cara penggunaan, lama penggunaan, dan efek samping
maka hal tersebut justru akan menimbulkan masalah kesehatan yang baru. contohnya
adalah paracetamol, salah satu obat penghilang rasa sakit yang paling banyak
digunakan. Demikian menurut para ahli medis dari Northwestern University Chicago
menyebutkan, terlalu banyak mengonsumsi paracetamol dapat memicu kerusakan
pada liver, serta timbulnya efek negatif pada bagian tubuh lain. Parasetamol
merupakan obat penurun panas dan pereda nyeri yang telah lama dikenal oleh
masyarakat Indonesia. Metabolit Fenasetin ini diklaim sebagai zat antinyeri yang
paling aman sebagai swamedikasi (Tjay dan Rahardja, 2007). Parasetamol cenderung
aman ketika digunakan sesuai dengan takarannya dan dapat menimbulkan
hepatotoksik pada pemakaian lebih dari 4 gram atau seseorang yang beresiko terkena
hepatotoksik. Parasetamol dikaitkan pula dengan penyebab utama terjadinya Acute
Liver Failure (ALF) di Amerika Serikat (Larson, dkk., 2005)
Antalgin merupakan salah satu bahan kimia obat yang cenderung ditambahkan
dalam obat tradisional atau jamu diantaranya jamu pegal linu. Dimana diketahui
bahwa antalgin berkhasiat penghilang rasa sakit dan antipiretik atau penurun panas.
Penggunaan antalgin dalam dosis yang tidak terkontrol dapat menimbulkan efek
samping bahkan gangguan kesehatan antara lain perdarahan lambung, jantung
berdebar, kerusakan organ hati dan lain-lain. Hal ini telah bertentangan dengan
Peraturan Mentri Kesehatan RI No.007/Menkes/per/2012 pasal 7 yang menyatakan
bahwa Obat Tradisional dilarang mengandung bahan kimia yang merupakan hasil
isolasi atau sintetik berkhasiat obat dan melanggar Undang-Undang Kesehatan No.23
Tahun 1992 serta Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen,
karena dalam hal ini kesehatan masyarakat telah diabaikan oleh produsen jamu.
Obat-obat tersebut mampu meningkatkan atau menghilangkan rasa nyeri,
tanpa mempengaruhi sistem syaraf pusat atau menurunkan kesadaran, serta tidak
menimbulkan ketagihan. Efek samping yang paling umum adalah kerusakan darah
(paracetamol, salisilat, derivate derivate antranilat dan derivate derivate pirazolinon),
kerusakan hati dan ginjal (parasetamol dan penghambat prostaglandin/NSAID) dan
reaksi alergi pada kulit. Efek samping terjadi terutama pada penggunaan yang lama
atau dalam dosis tinggi (Tjay dan Kirana, 2007).
1. Parasetamol (acetaminofen)
Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang dan pireksia.
Peringatan : Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal dan
ketergantungan alkohol.
Kontraindikasi : Gangguan fungsi hati
Efek samping : Reaksi hipersensitivitas, kelainan darah, kerusakan hati,
kerusakan ginjal.
Dosis : 0,5-1 gram setiap 4-6 jam hingga maksimum 4 gram perhari
(Badan POM RI, 2008
2. Asetosal
Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang dan demam.
Kelarutan : Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol; larut dalam
kloroform dan dalam eter; agak sukar larut dalam eter mutlak.
Prosedur Percobaan
Parasetamol (Turunan Anilin)
Larutan
Jamu ( A ) 4. Disaring dengan kertas 3. Ditambahkan 20 ml
saring aquadest
Ditimbang 50 mg 2.Dilarutkan
serbuk dengan 5 ml
paracetamol etanol
3. Ditambahkan
4. Dilakukan
20 ml Aquadest
penotolan pada
plat KLT seperti
pada larutan A.
Antalgin (Turunan Pirazolon)
Larutan
Jamu ( A ) 4. Disaring dengan kertas 3. Ditambahkan 20 ml
saring aquadest
Ditimbang 50 mg 2.Dilarutkan
serbuk Antalgin dengan 5 ml
etanol
4. Dilakukan
penotolan pada 3. Ditambahkan
plat KKT seperti 20 ml Aquadest
pada larutan A.
IV. Data pengamatan
HASIL PENGAMATAN
- Larutan disaring
kemudian saringan
ditampung untuk proses
penotolan plat KLT
bagian samping kanan
dan kiri
Positif
Serbuk jamu
identifikasi KLT - 50 mg serbuk Nilai Rf :
dilarutkan dalam beaker jarak tempuh pelarut
glass + 5 ml etanol + 20 fase gerak
ml aquadest. 5.3
= 0.62
8.5
- Larutan disaring
kemudian saringan
ditampung untuk proses
penotolan plat KLT
bagian samping kanan
dan kiri.
- Plat KLT dimasukkan
kedalam chamber yang
telah dijenuhkan fase
gerak metanol-
kloroform
- Menghitung nilai Rf
dengan meletakkan plat
KLT pada lampu uv
Positif
Bahan Perlakuan Hasil Keterangan
Serbuk antalgin
identifikasi KKT - 50 mg serbuk Nilai Rf :
dilarutkan dalam beaker jarak tempuh pelarut
glass + 5 ml etanol + 20 fase gerak
ml aquadest. 5.3
= 0.62
8.5
- Dilakukan proses
penotolan pada plat KKT
pada bagian tengah
Positif
- Larutan disaring
kemudian saringan
ditampung untuk proses
penotolan plat KKT
bagian samping kanan
dan kiri.
- Plat KKT dimasukkan
kedalam chamber yang
telah dijenuhkan fase
gerak metanol-
kloroform
- Menghitung nilai Rf
dengan meletakkan plat
KKT pada lampu uv
Positif
V. Pembahasan
Pada praktikum ini mengidentifikasi obat analgetik dan antipiretik dengan
senyawa obat parasetamol dan antalgin dengan menggunakan metode KLT dan KTT.
Paracetamol adalah obat analgetik dan anitipiretik yang banyak digunakan oleh
masyarakat untuk obat demam (Wilmana, 2007). Apabila dalam melakukan
swamedikasi masyarakat tidak cukup mendapatkan informasi yang tepat mengenai
indikasi obat, cara penggunaan, lama penggunaan, dan efek samping maka hal
tersebut justru akan menimbulkan masalah kesehatan yang baru. contohnya adalah
paracetamol, salah satu obat penghilang rasa sakit yang paling banyak digunakan.
Dimasukan plat KLT kedalam chamber dan dilakukan uji kromatografi lapis tipis
dengan dibawah sinar ultra violet (uv) 254 nm. Dimana hasil uji KLT mendapatkan
nilai Rf , nilai Rf adalah menghitung zat yang ditempuh pada plat dibagi dengan jarak
yang ditempuh oleh pelarut. Menurut literatur atau pustaka nilai Rf 0,2 -0,8.
Percobaan ini menggunakan sampel Jamu dan larutan Paracetamol dan mendapatkan
nilai rf Paracetamol 0,65 dan nilai rf Jamu 0,63 dimana hasil ini tidak memenuhi
syarat, Berdasarkan nilai Rf nya maka dapat dikatakan bahwa jamu mengandung
parasetamol.
Antalgin merupakan salah satu bahan kimia obat yang cenderung ditambahkan
dalam obat tradisional atau jamu diantaranya jamu pegal linu. Dimana diketahui
bahwa antalgin berkhasiat penghilang rasa sakit dan antipiretik atau penurun panas.
Penggunaan antalgin dalam dosis yang tidak terkontrol dapat menimbulkan efek
samping bahkan gangguan kesehatan antara lain perdarahan lambung, jantung
berdebar, kerusakan organ hati dan lain-lain. Dimasukan plat KTT kedalam chamber
dan dilakukan uji kromatografi lapis tipis dengan dibawah sinar ultra violet (uv) 254
nm. Hasil yang didapatkan adalah yang hanya terlihat adalah nilai Rf dari jamu
sedangkan pada antalgin tidak terlihat. Dimana nilai Rf dari Antalgin adalah 0,62 dan
jamu adalah 0,952. Dan hasil tidak sesuai berdasarkan literature yang kami peroleh
nilai Rf yang optimal yaitu berada pada rentang 0,2 – 0,8.
VI. Kesimpulan
Kesimpulan Pada praktikum yang kami lakukan tentang identifikasi obat
paracetamol dan antalgin, hal ini tidak memenuhi syarat sedangkan pada jamu dengan
nilai Rf 0,65 hasil dari nilai Rf memenuhi syarat. Pada identifikasi antalgin
menggunakan metode KKT dan yang hanya terlihat adalah nilai Rf dari jamu
sedangkan pada antalgin tidak terlihat. Dimana nilai Rf dari jamu adalah 0,63. Nilai
Rf dipengaruhi oleh jenis kertas, tebal kertas dan jenis fase geraknya.
DAFTAR PUSTAKA
ARRIZKY, S. Y. (2017). IDENTIFIKASI BAHAN KIMIA OBAT DALAM JAMU PEGAL LINU
SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPISSPEKTRODENSITOMETRI (Doctoral dissertation,
Universitas Airlangga).
Sulastri, L., Indriaty, S., & Syarifudin, A. (2019). IDENTIFIKASI METAMPIRON DALAM
SEDIAAN JAMU PEGAL LINU YANG BEREDAR DI MAJALENGKA DENGAN METODE
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT): IDENTIFICATION OF METHAMPYRONE IN THE
SUPPLY OF RHEUMATIC HERB MEDICINES IN MAJALENGKA USING THIN LAYER
CHROMATOGRAPHY. Medimuh: Jurnal Kesehatan Muhammadiyah, 2(1), 39-44.