Anda di halaman 1dari 44

Laboratorium Farmakologi

Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 1


TATA TERTIB

LABORATORIUM FARMAKOLOGI

Tata tertib yang harus ditaati selama praktikum di laboratorium Farmakologi

1. Datang tepat pada waktunya


2. Selama praktikum berlangsung tidak boleh meninggalkan laboratorium
kecuali mendapat izin dari staf pengajar yang bertugas
3. Selama praktikum harus mengenakan jas laboratorium
4. Tidak diperbolehkan makan, minum dan merokok di laboratorium
5. Bekerja dengan tertib dan mengerjakan sendiri walau dalam kelompok
6. Mengikuti responsi serta pre-test dan post-test praktikum
7. Menyiapkan alat praktikum sebelum dimulai praktikum
8. Membereskan meja praktikum dan mengembalikan alat yang dipinjam
setelah praktikum
9. Dilarang membuang bahan berbahaya, ke dalam bak cuci atau tempat
sampah
10. Alat-alat bekas praktikum harus dicuci dan dibersihkan dan dirapikan ke
tempat semula.
11. Perawatan hewan uji adalah tanggung jawab praktikan. Lakukan jadwal
piket perawatan hewan uji coba setiap kelompok praktikan.

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 2
Daftar Isi

Percobaan 1 : Pengenalan Laboratorium Farmakologi 5


Percobaan 2 : Penanganan Hewan Percobaan (Mencit) 5
Percobaan 3 : Perhitungan Volume Administrasi Obat dan Konversi Dosis Obat10
Percobaan 4 : Pemberian Obat pada Hewan Uji Rute Per-oral 10
Percobaan 5 : Pemberian Obat pada Hewan Uji Rute Intra Peritonial 10
Percobaan 6 : Pemberian Obat pada Hewan Uji Rute Sub-Cutan 10
Percobaan 7 : Pemberian Obat pada Hewan Uji Rute Intra Muscular 10
Percobaan 8 : Pemberian Obat pada Hewan Uji Rute Intra Vena 10
Percobaan 9 : Pengamatan Neurofarmakologi 1: Penilaian Sikap Hewan Uji 5
Percobaan 10: Pengamatan Neurofarmakologi2 :Penilaian Neurologis Hewan Uji5
Percobaan 11: Uji Aktivitas Hipnotik Sedatif perbandingan beberapa rute 10
Percobaan 12:Perhitungan Hasil Percobaan menggunakan statistik Anova 10

Modul 1: Uji Efek Analgetik


Modul 2: Uji Efek Antidiare
Modul 3: Uji Pengorbanan Mencit
Modul 4: Uji Efek Lokal Obat

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 3
P- 1
Pengenalan Laboratorium Farmakologi

1. Tujuan
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengenal sejarah percobaan farmakologi
2. Memahami peraturan dan cara kerja di Laboratorium Farmakologi
3. Mengenal hewan-hewan percobaan, yaitu mencit, tikus, kelinci,
marmot, dan katak untuk percobaan farmakologi.
4. Mengetahui sifat-sifat hewan percobaan farmakologi.

2. Teori Singkat
2.1 Sejarah Farmakologi

Sejarah ilmu farmakologi dibagi dalam 2 periode yaitu:


a. periode kuno (sebelum tahun 1700) yang ditandai dengan observasi
empirik penggunaan obat dimana hal ini dapat dilihat di dalam buku

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 4
materia medika. Catatan tertua dalam periode kuno dijumpai pada
pengobatan Cina dan Mesir. Tokoh Farmasi yang mengenalkan bahwa
teori dan pengalaman empirik berkontribusi dalam penggunaan obat
adalah Claudius Galen(129- 200 AD)
Beberapa tokoh-tokoh penting dalam sejarah farmakologi lainnya adalah
sebagai berikut:
- Theophratus von Hohenheim (1493 – 1541 A.D), terkenal dengan
nama lain yaitu Paracelcus yang memberi sebuah ungkapan “All
things are poison, Nothing is without poison: the dose alone cause a
thing not to be poison.”
- Johann Jacob Webfer (1620- 1695 A.D) , adalah orang pertama yang
memverifikasi mengenai pernyataan percobaan farmakologi dan
toksikologi pada hewan

b. Periode Modern
Pada abad 18 – 19 Masehi, mulai dilakukan penelitian eksperimental
tentang nasib obat, tempat dan cara kerja obat pada tingkat organ dan
jaringan. Beberapa tokoh farmakologi periode modern adalah sebagai
berikut:
- Rudolf Buchheim (1820 – 1879) → pendiri “the first institute of
Pharmacology University of Dorpat” (Tartu, Estonia) pada tahun

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 5
1847. Saat inilah dimana Farmakologi berdisi sebagai disiplin ilmu
independen
- Oswald Schiedeberg (1838 – 1921) bersama dengan seorang
internist(dokter penyakit dalam), Bernhard Naunyn(1839 – 1925),
menerbitkan Jurnal farmakologi Pertama.
- John J. Abel (1857- 1938) → Bapak Farmakologi Amerika. Orang
Amerika pertama yang melakukan pelatihan di Laboratorium
Schmiedeberg dan sebagai penemu Journal of Pgharmacology and
Experimental Therapeutics (dipublikasikan sejak tahun 1909 sampai
dengan saat ini)

2.2 Hewan Percobaan yang Digunakan Dalam Uji Farmakologi


Hewan percobaan sangat berjasa dalammerintis jalan untuk
memperbaiki kesehatan manusia. Sampai saat ini, hewan percobaan
merupakan kunci untuk kemajuan yang dicatat dalam dunia kesehatan.
Dalam praktikum farmakologi, umumnya percobaan dilakukan
terhadap hewan hidup, karena ini harus dipahami prinsip-prinsip
kemanusiaan. Perlakuan yang tidak wajar, terhadap hewan percobaan
dapat menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dalam hasil
pengamatan. Hewan-hewan yang biasa digunakan dalam percobaan di
laboratorium farmakologi adalah sebagai berikut: Mencit, Tikus,
Kelinci, Marmot dan Katak. Namun dalam Praktikum Farmakologi di
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi ini, Pengenalan hewan uji serta uji
aktivitas terbatas pada hewan uji mencit saja.

2.3 Mencit
Karakteristik :
- Mudah ditangani
- Bersifat penakut, fotofobik, cenderung bersembunyi, senang
berkumpul dengan sesamanya dan lebih aktif pada malam hari.
- Suhu normal tubuh 37,4oC

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 6
- Laju respirasi 163/ menit
- Aktifitas mencit terganggu bila ada manusia

3. Pertanyaan-pertanyaan
1. Sebutkan tokoh yang memverifikasi uji laboratorium farmakologi
dan toksikologi pada hewan percobaan!
2. Sebutkan contoh eksperimen farmakologi dan hewan uji yang
digunakan pada masing-masing eksperimen!
3. Mencit adalah hewan yang paling banyak digunakan dalam
eksperimen laboratorium. Sebutkan alasannya!
4. Faktor-faktor apa yang perlu diperhatikan dalam suatu penelitian
pengujian efek suatu obat/bahan obat?

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 7
P-2

PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN (MENCIT)

1. Tujuan
Setelah menyelesaikan praktikum penanganan hewan percobaan laboratorium
farmakologi, mahasiswa diharapkan dapat:
a. Terampil bekerja dengan hewan percobaan (mencit)
b. Menghargai hewan percobaan
c. Memberikan penilaian terhadap percobaan yang dilakukan.

2. Teori Singkat
Mencit merupakan hewan yang relatif mudah ditangani dan dekat hubungan
anatomis serta fisiologisnya dengan manusia. Mencit mempunyai karakter:
bersifat penakut, fotofobik, cenderung bersembunyi, senang berkumpul
dengan sesamanya dan lebih aktif pada malam hari. Memiliki Suhu normal
tubuh 37,4°C, Laju respirasi 163/ menit, dan Aktifitas mencit terganggu bila
ada manusia.

3. Alat dan Bahan


Mencit, Wadah/Kandang dengan tutup Ram Kawat

4. Prosedur
Cara penanganan Mencit
a. Mencit diangkat ujung ekornya dengan tangan kanan, kemudian diletakkan
pada permukaan yang tidak licin, misalnya kasa atau ram kawat, sehingga
kalau ditarik mencit akan mencengkram seperti terlihat pada Gambar 2.1

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 8
Gambar 2.1 Cara memegang ekor mencit

b. Telunjuk dan ibu jari tangan menjepit kulit tengkuk mencit, sedangkan ekor
mencit dipegang tangan kiri. Kemudian posisi tubuh mencit dibalikkan
sehingga permukaan perut menghadap ke kita dan ekor mencit dijepitkan
anatar jari manis dan jari kelingking tangan kiri, seperti pada Gambar 2.2,
dengan tahapan seperti di Gambar 2.3 dan gambar 2.4

Gambar 2.2. Cara memegang dan memposisikan mencit

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 9
Gambar 2.3. Mengambil mencit

Gambar 2.4 Posisi penanganan mencit

5. Pertanyaan
Apakah anda berhasil memegang dan memposisikan mencit dalam posisi siap
diberikan sediaan? Lakukan sampai berhasil.

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 10
P-3
PERHITUNGAN VOLUME ADMINISTRASI OBAT
DAN KONVERSI DOSIS OBAT

1. Tujuan
Setelah mengikuti praktikum ini, praktikan diharapkan:
a. Paham mengenai volume dalam pemberian obat pada hewan
percobaan
b. Mengerti dan mahir dalam perhitungan dosis pemberian dengan
memanfaatkan tabel konversi dosis

2. Teori
Volume Pemberian Obat pada Hewan Percobaan
Volume cairan yang diberikan pada tiap-tiap hewan percobaan harus
diperhatikan, dan tidak boleh melebihi jumlah tertentu. Pada tabel 1
diberikan batas volume cairan yang diberikan kepada masing-masing jenis
hewan percobaan. Untuk senyawa yang tidak larut dibuat suspensi dengan
gom arab dan diberikan secara peroral.

Tabel 2.1
Volume Pemberian Obat
Hewan Batas maksimum (ml) untuk rute pemberian
percobaan iv im ip sc po
Mencit 0,5 0,05 1 0,5 1
Tikus 1 0,1 3 2 5
Kelinci 5-10 0,5 10 3 20
Marmot 2 0,2 3 3 10
(M. Boucard, et al, Pharmacodynamics, Guide de Travaux Practiques, 1981-1982)
Ket: * iv : intra vena sc : sub cutan
im : intra muscular po: per oral
ip : intra peritoneal

Penggunaan Dosis pada Hewan Percobaan


Untuk memperoleh efek fermakologi yang sama dari suatu obat pada
setiap spesies hewan percobaan, diperlukan data mengenai penggunaan

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 11
dosis secara kuantitatif. Hal demikian akan lebih diperlukan bila obat akan
dipakai pada manusia, dan pendekatan terbaik adalah dengan
menggunakan perbandingan luas permukaan tubuh. Beberapa spesies
hewan percobaan yang sering digunakan dipolakan perbandingan luas
permukaannya seperti pada Tabel 2.2

Tabel 2
Perbandingan luas permukaan tubuh hewan percobaan
(untuk konversi dosis)

Mencit Tikus Marmot Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia


20 g 200 g 400 g 1,5 kg 2 kg 4 kg 12 kg 70 kg
Mencit
1,0 7,0 12,29 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9
20 g
Tikus
0,14 1,0 1,74 3,3 4,2 9,2 17,8 56,0
200 g
Marmot
0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
400 g
Kelinci
0,04 0,25 0,44 1,0 1,06 2,4 4,5 14,2
1,5 kg
Kucing
0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0
2 kg
Kera
0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1
4 kg
Anjing
0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1
12 kg
Manusia
0,0026 0,018 0,031 0,07 0,013 0,16 0,32 1,0
70 kg
(Laurence and Bacharach, A.I, Evaluation of Drug Activities, Pharmacometrics,
1964)

Contoh perhitungan konversi dosis adalah sebagai berikut :


Bila diinginkan dosis absolut pada manusia 70 kg, dari data dosis pada anjing 5
mg/kg BB (untuk anjing dengan BB 12 kg), maka dihitung dahulu dosis absolut
pada anjing yaitu 5 mg x 12 = 60 mg
Dengan mengambil faktor konversi pada Tabel 2, maka dapat diperoleh dosis
untuk manusia adalah : 3,1 x 60 mg = 186 mg.

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 12
Dengan demikian dapat diperkirakan efek farmakologi obat yang timbul pada
manusia dengan dosis 186 mg/70 kg BB adalah sama dengan efek yang timbul
pada anjing dengan dosis 60 mg/12 kg BB dari obat yang sama.
Contoh lain :
1. Diketahui dosis parasetamol untuk manusia adalah 500 mg. Berapakah
dosis parasetamol tersebut untuk tikus 230 g dan mencit 18 g ?
Jawab :
Dosis parasetamol untuk tikus 200 g = 0.018 x 500 mg
= 9 mg
Dosis parasetamol untuk tikus 230 g = (230 g / 200 g) x 9 mg
= 10,35 mg

Dosis parasetamol untuk mencit 20 g = 0.0026 x 500 mg


= 1,3 mg
Dosis parasetamol untuk mencit 18 g = (18 g / 20 g) x 1,3 mg
= 1,17 mg

2. Dosis diazepam untuk mencit adalah 0.013 mg. Berapakah dosis


diazepam tersebut untuk manusia ?
Jawab :
Dosis diazepam untuk manusia = 387,9 x 0.013 mg
= 5.0427 mg
Catatan : Jika tidak dinyatakan lain, bobot badan manusia selalu dianggap 70 kg
(absolut).

3. Dosis furosemid per oral adalah 28 mg/kg BB. Berapakah volume


pemberian obat tersebut untuk tikus 225 g jika diketahui konsentrasi larutan stok
furosemid adalah 2 mg/ml?
Jawab :
Dosis furosemid untuk tikus 225 g = (225 g / 1000 g) x 28 mg
= 6.3 mg

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 13
Volume pemberian obat = (6.3 mg / 2 mg) x 1 ml
= 3.15 ml
Catatan : Volume pemberian obat furosemid < volume maksimal
pemberian obat terhadap tikus secara per oral. Dengan demikian, obat
dapat diberikan.

3. Latihan Soal:
1. Bila saat penimbangan mencit diketahui bobotnya adalah 15 gram,
berapakah volume maksimal yang bisa diberikan dalam rute per oral untuk
mencit tersebut?
2. Diketahui pada etiket sebuah sediaan dosis paracetamol untuk manusia
dewasa(50kg) adalah 500mg, berapakah dosis untuk tikus dengan bobot
250gram?
3. Bila diketahui data dosis untuk mencit dengan berat 30gram adalah 0,2mg.
Berapakah dosis untuk manusia obesitas dengan bobot 105kg?
4. Bila diketahui suspensi parasetamol memiliki kekuatan sediaan
120mg/5ml, dan Dosis untuk manusia adalah 10mg/kgBB. Bagaimanakah
pengenceran yang dilakukan agar paracetamol suspensi dapat diberikan
untuk mencit dengan bobot 20gram?

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 14
P-4
PEMBERIAN SEDIAAN OBAT RUTE PER-ORAL

1. Tujuan
Setelah melakukan praktikum ini, praktikan diharapkan mahir dalam
memberikan sediaan obat melalui rute per-oral

2. Teori
Pemberian sediaan obat maupun bahan obat umumnya diberikan melalui rute
per oral, pada prakteknya pemberian bahan obat harus dibuat dalam bentuk
cairan sehingga memudahkan obat atau bahan obat ini masuk ke dalam tubuh
hewan uji. Volume maksimal pemberian sediaan rute per oral adalah
1ml/20gram BB mencit

Gambar 2.1 Pemberian sediaan rute per oral

3. Alat dan Bahan


Obat/ bahan obat berbentuk cairan, Spuit 1cc, Sonde Oral, Mencit (sebagai
hewan uji)

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 15
4. Prosedur
a. Timbang mencit, tentukan bobot untuk menghitung dosis atau volume
pemberian.
b. Letakan mencit di atas ram kawat
c. Ambil ekor mencit menggunakan tangan kanan (atau kiri untuk mereka
yang kidal)
d. Cubit bagian tengkuk mencit menggunakan telunjuk dan ibu jari tangan
kiri
e. Angkat mencit dan posisi tengkuk dicubit, dan posisikan ekor mencit
tersemat antara jari manis dan kelingking di tangan kiri.
f. Mencit diposisikan dalam posisi siap diberikan sediaan.
g. Pemberian dalam rute per Oral : Obat diberikan dengan sonde oral yang
ditempatkan pada langit-langit atas mulut mencit (hal ini perlu dilakukan
agar obat dapat masuk ke saluran cerna (kerongkongan), dan bukan salah
masuk ke tenggorokan. Kesalahan masuk saluran tenggorokan akan
menyebabkan kematian mencit)
h. kemudian masukkan pelan-pelan sampai ke Oesophagus.
i. Tekan spiut untuk mengeluarkan obat dari sonde oral menuju esophagus
mencit.
j. Cabut sonde oral dari mulut mencit

5. Tugas
Lakukan percobaan sampai berhasil.

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 16
P-5
PEMBERIAN SEDIAAN OBAT RUTE INTRA PERITONIAL

1. Tujuan
Setelah melakukan praktikum ini, praktikan diharapkan mahir dalam
memberikan sediaan obat melalui rute intra peritoneal

2. Teori
Rongga abdominal atau rongga perut dikelilingi oleh membran pelindung
yang disebut peritoneum. Dinding bagian dalam dilapisi oleh peritoneum
parietal. Dalam posisi pemberian sediaan obat melalui rute intraperitonial ini,
Posisi mencit dalam siap diberikan sediaan telentang tetapi posisi kepala agak
lebih rendah dari posisi abdomen, jarum disuntikkan dengan sudut 10° dan
abdomen agak ke pinggir, untuk mencegah terkenanya kandung kemih dan
bila terlalu tinggi akan mengenai hati. Volume maksimal pemberian rute
intrapeitoneal adalah 1 mL/ 20gram BB mencit.
Perhatikan gambar 2.1

Gambar 2.1 Pemberian sediaan rute intraperitonial

3. Alat dan Bahan


Obat/ bahan obat berbentuk cairan steril, Spuit 1cc, Mencit (sebagai hewan
uji)

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 17
4. Prosedur
a. Timbang mencit, tentukan bobot untuk menghitung dosis atau volume
pemberian.
b. Mencit diposisikan dalam posisi siap diberikan sediaan.
c. Tentukan posisi peritonium mencit, usap menggunakan kapas
beralkohol.
d. Intraperitonial : Mencit dipegang dengan cara seperti pada gambar 2.1,
tetapi posisi kepala lebih rendah daripada abdomen, jarum disuntikkan
dengan sudut 10° dengan posisi jarum yang tajam ada di posisi bawah.
e. Letak penyuntikan abdomen agak ke pinggir: untuk mencegah
terkenanya kandung kemih dan jangan terlalu tinggi: untuk mencegah
mengenai hati.
f. Volume penyuntikkan mencit umumnya 1 ml/20gram berat badan.
g. Tekan spiut untuk mengeluarkan obat dari spuit.
h. Cabut Spuit dari peritoium mencit

5. Tugas
Lakukan percobaan sampai berhasil.

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 18
P-6
PEMBERIAN SEDIAAN OBAT RUTE SUBKUTAN

1. Tujuan
Setelah melakukan praktikum ini, praktikan diharapkan mahir dalam
memberikan sediaan obat melalui rute Subkutan

2. Teori
Subkutan adalah pemberian sediaan yang dilakukan di bawah kulit (sub: di
bawah; kutan: kulit). Posisi kulit yang dituju adalah kulit di bawah tengkuk/
leher belakang mencit. Volume maksimal pemberian rute subkutan adalah 0,5
mL/ 20gram BB mencit.
Perhatikan gambar 2.1

Gambar 2.1 Pemberian sediaan rute subcutan

3. Alat dan Bahan


Obat/ bahan obat berbentuk cairan steril, Spuit 0,5mL, Mencit (sebagai hewan
uji)

4. Prosedur
a. Timbang mencit, tentukan bobot untuk menghitung dosis atau volume
pemberian.
b. Mencit diposisikan dalam posisi normal menghadap ke arah ram
kawat(tutup wadah mencit).

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 19
c. Tentukan posisi subkutan mencit, usap menggunakan kapas
beralkohol.

d. Subkutan : Obat diberikan di bawah kulit dan di bawah tengkuk


e. Cubit(angkat) bagian kulit di tengkuk mencit, penyuntikan dengan
jarum bagian tajam ada di posisi bawah. Masukan jarum kira-kira 1/3
dari panjang jarum (mencegah tembuh ke bagian kulit di baliknya)
f. Volume penyuntikkan mencit maksimal 0,5 ml/20gram bobot mencit.
g. Tekan spiut untuk mengeluarkan obat dari spuit.
h. Cabut segera jarum spuit tersebut dari bagian subkutan mencit.

5. Tugas
Lakukan percobaan sampai berhasil.

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 20
P-7
PEMBERIAN SEDIAAN OBAT RUTE INTRAMUSKULAR

1. Tujuan
Setelah melakukan praktikum ini, praktikan diharapkan mahir dalam
memberikan sediaan obat melalui rute Intramuskular

2. Teori
Rute pemberian Intramuskular adalah pemberian sediaan injeksi yang
dilakukan pada jaringan otot. Posisi otot yang dituju adalah otot paha belakang
posterior. Volume maksimal pemberian rute subkutan pada mencit adalah 0,05
mL/ 20gram BB mencit., maka harus digunakan spuit khusus volume 0,05cc.
Selain dengan cara pemberian secara langsung, alat bantu penahan mencit juga
dapat digunakan.
Perhatikan gambar 2.1 dan Gambar 2.2

Gambar 2.1 Pemberian sediaan rute subcutan posisi mencit telungkup

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 21
Gambar 2.1 Pemberian sediaan rute subcutan posisi mencit telentang

3. Alat dan Bahan


Obat/ bahan obat berbentuk cairan steril, Spuit khusus volume 0,05mL,
Mencit (sebagai hewan uji)

4. Prosedur
a. Timbang mencit, tentukan bobot untuk menghitung dosis atau volume
pemberian.
b. Mencit diposisikan dalam posisi normal dapat telungkup maupun
telentang. Gunakan posisi yang paling nyaman bagi anda untuk menyunti
hewan uji.
c. Tentukan posisi intramuskular mencit, usap menggunakan kapas
beralkohol.
d. Intramuskular : Obat disuntikkan pada paha posterior
e. Volume penyuntikkan mencit maksimal 0,05 ml/20gram bobot mencit.
f. Tekan spiut untuk mengeluarkan obat dari spuit.
g. Cabut segera jarum spuit tersebut dari bagian muskular mencit.

h. Tugas
Lakukan percobaan sampai berhasil.

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 22
P-8
PEMBERIAN SEDIAAN OBAT RUTE INTRAVENA

1. Tujuan
Setelah melakukan praktikum ini, praktikan diharapkan mahir dalam
memberikan sediaan obat melalui rute intravena.

2. Teori
Rute pemberian intravena adalah pemberian sediaan injeksi yang dilakukan
melalui pembuluh darah vena. Posisi vena yang dituju adalah otvena ekor
mencit. Volume maksimal pemberian rute subkutan pada mencit adalah 0,5
mL/ 20gram BB mencit., maka harus digunakan spuit khusus volume 0,5cc.
Dalam pemberian rute intravena ini, dibutuhkan alat bantu penahan ekor
mencit yang didesain khusus agar mencit dapat tertahan di dalam ruang dan
bagian ekor mencit dapat digunakan untuk memudahkan pemberian sediaan
intravena
Perhatikan gambar 2.1

Gambar 2.1 Pemberian sediaan rute intravena menggunakan alat bantu


penahan ekor mencit

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 23
3. Alat dan Bahan
Obat/ bahan obat berbentuk cairan steril, Spuit volume 0,5mL dengan jarum
ukuran 24, Mencit (sebagai hewan uji), Alat penahan ekor mencit

4. Prosedur
a. Timbang mencit, tentukan bobot untuk menghitung dosis atau volume
pemberian.
b. Mencit dimasukan ke dalam alat penahan mencit dengan memposisikan
ekor menjuntai di sela-sela alat..
c. Tentukan posisi intravena mencit, usap menggunakan kapas beralkohol
sampai terlihat pembuluh darah vena di ekor mencit. Sselain mengusap
dengan alkohol, vena dapat juga dibuat timbul dengan merendam ekor di
dalam waterbath air suhu terjaga 37-38°C selama 10-15 menit.
d. Intravena : Obat disuntikkan pada vena ekor mencit (menggunakan jarum
ukuran 24)
e. Volume penyuntikkan mencit maksimal 0,5 ml/20gram bobot mencit.
f. Posisi menyuntikan adalah jarum bagian tajam ada di bagian bawah
g. Tekan spiut untuk mengeluarkan obat dari spuit.
h. Cabut segera jarum spuit tersebut dari bagian ekor mencit.

i. Tugas
Lakukan percobaan sampai berhasil.

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 24
P-9

PENGAMATAN NEUROFARMAKOLOGI
(Bagian 1: Penilaian Sikap Hewan Uji)

1. Tujuan
Setelah melakukan pengamatan ini, diharapkan praktikan dapat melakukan
penilaian (skorsing) terhadap hewan uji dari sudut pengamatan Sikap
Hewan Uji

2. Teori singkat
Setiap obat atau bahan obat yang akan dibuat seuatu sediaan haruslah
terbukti mengenai khasiat dan keamanannya terhadap manusia. Karena itu
Uji dalam farmakologi sangat diperlukan. Macam-macam jenis dan sifat
uji farmakologi dan toksikologi dilakukan sebelum masuk tahapan uji
klinis(uji pada manusia), yaitu: Uji praklinis yang diuji mulai dari aktivitas
farmakologi dan uji toksisitasnya. Sifat-sifar pengujian dapat dilakukan
secara invivo, invitro, insilico dan insitu.

Skrining Farmakologi terhadap obat atau senyawa baru ditujukan untuk


memperoleh gambaran yang jelas mengenai aktivitas kerja farmakologi
dari obat atau senyawa baru tersebut. Program skrining meliputi
serangkaian pengamatan dan evaluasi hasil-hasil pengamatan.
Jenis-jenis Skiring Farmakologi:
a. Blind Screening (Skrining Buta)
Adalah suatu program skrining terhadap senyawa baru yang tidak
diketahui aktivitas farmakologinya.
b. Programmed Screening (Skringing Terprogram)
Merupakan uji terhadap senyawa yang dapat diperkirakan khasiatnya,
misalnya pada senyawa yang dikembangkan/ dimodifikasi dari
senyawa lain yang diketahui khasiatnya.

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 25
c. Simple Screening (Skrining Sederhana)
Misal bila pengujian dilakukan untuk mengetahui potensi farmakologi
suatu obat dengan khasiat tertentu, skring menjadi lebih sederhana dan
terarah dengan metode yang sudah valid. Sebagai contoh pengujian
potensi aktivitas hipoglisemik dari bahan obat dengan mengukur kadar
gula darah.

Sebelum dilakukan sebuah skrining farmakologi, maka harus dilakukan


sebuah test atau pengamatan neurofarmakologi pada hewan yang akan
diuji. Beberapa hal yang diamati dalam uji neurofarmakologi adalah
pengamatan sikap, pengamatan neurologi serta pengamatan fungsi
anatomi.
Dalam percobaan kali ini, yang dilakukan adalah pengamatan dan
pemberian skor (skorsing) terhadap sikap

3. Prosedur
Pengamatan Sikap Pada Uji Neurofarmakologi
No. Jenis Sikap Sub.Bagian Cara pengamatan Skor
Normal
1. Awareness 1.1 Alernetness Merupakan pengamatan terhadap
kewaspadaan hewan
4
1.2 Visual Placing Respon hewan terhadap
pemindahan posisi pada tempat
yang berbeda, dan
kemampuannya dalam 4
mengorientasi diri tanpa terjatuh
1.3 Stereotype Pengulangan pergerakan mekanis
yang berulang/ sering. Pada
0
mencit meliputi : pergerakan
mencari dari kepala, gerakan
berputar, menggigit diri sendiri,
jalan mundur, menjilat bibir dan
cambukan ekor

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 26
No. Jenis Sikap Sub.Bagian Cara pengamatan Skor
Normal
1.4 Passivity Respon hewan bila ditempatkan 0
di tempat yang tidak biasa
2. Mood 2.1 Grooming Belaian atau gosokan kaki depan
pada muka, serinng juga
4
dilakukan oleh mencit walau
tanpa diberi obat
2.2 Vocalization Memberi suara 0
2.3 Restlessness Keadaan tidak tenang 0
2.4 Iritability Keadaan tidak tenang yang hebat,
pada keadaan yang ditunjukkan
0
oleh sifat agresif dan menyerang
2.5 Fearfulness Ketakutan apabila diperlakukan
oleh manusia
0
3. Aktivitas 3.1 Aktivitas spontan Reaksi yang ditunjukkan bila
mencit dimasukan ke dalam botol
Motorik 4
menunjukkan rasa ingin tahu
3.2 Reaktivitas Pengamatan terhadap mencit saat
dipindahkan dari posisi di dalam
4
botol ke atas meja
3.3 Touch Response Respon yang diberikan oleh
hewan uji saat disentuh dengan
4
pensil atau pinset pada bagian
tubuhnya misal pada sisi tengkuk,
abdomen, lipatan paha mencit.
3.4 Respon Nyeri Respon yang diberikan hewan uji 4
saat pangkal ekornya dijepit

4. Tugas
Lakukan pengamatan terhadap hewan uji dan tuliskan penilaian dalam
bentuk skor.
No. Jenis Sikap Sub.Bagian Skor Normal Skor
Hewan Uji
1. Awareness 1.1 Alernetness 4
1.2 Visual Placing 4
1.3 Stereotype 0
1.4 Passivity 0
2. Mood 2.1 Grooming 4
2.2 Vocalization 0
2.3 Restlessness 0
2.4 Iritability 0
2.5 Fearfulness 0

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 27
No. Jenis Sikap Sub.Bagian Skor Normal Skor
Hewan Uji
3. Aktivitas Motorik 3.1 Aktivitas spontan 4
3.2 Reaktivitas 4
3.3 Touch Response 4
3.4 Respon Nyeri 4

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 28
P-10

PENGAMATAN NEUROFARMAKOLOGI (Lanjutan)

(Bagian 2: Penilaian Neurologi Hewan Uji)

Prosedur
Pengamatan Neurologi Pada Uji Neurofarmakologi
No. Jenis Sikap Sub.Bagian Cara pengamatan Skor
Normal
1. Eksitasi Sistem 1.2 Stratle response Respon yang diberikan apabila 0
Saraf Pusat hewan diberikan kejutan dengan
suara keras
1.2 Straub response Derajat kenaikan ekor mencit 0
1.3 Tremor Getaran yang terlihat pada bagian 0
mulut, kaki atau bagian lainnya
1.4 Konvulsi Kejang 0
2. Koordinasi 2.1 Penilaian posisi Posisi dalam keadaan normal 4
Motorik tubuh
2.2 Posisi anggota Anggota badan dalam posisi 4
badan semestinya, tidak terdapat
keabnormalan
2.3 Straggering gait Hewan berjalan dalam keadaan 0
terhuyung
2.4 Abnormal gait Hewan berjalan tidak normal 0
2.5 Sommer sault-test Righting reflex pada hewan uji
saat dipegang ekornya kemudian
0
diputar dua kali di udara
kemudian dijatuhkan pada satu
bantalan.
Dinilai posisi pada waktu jatuh.
Penilaian diambil rata-rata dari 5
kali percobaan.

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 29
Tugas
Lakukan pengamatan terhadap hewan uji dan tuliskan penilaian dalam
bentuk skor.
No. Jenis Sikap Sub.Bagian Skor Normal Skor
Hewan Uji
1. Eksitasi Sistem 1.3 Stratle response 0
Saraf Pusat 1.2 Straub response 0
1.3 Tremor 0
No. Jenis Sikap Sub.Bagian Skor Normal Skor
Hewan Uji
1.4 Konvulsi 0
2. Koordinasi 2.1 Penilaian posisi 4
Motorik tubuh
2.2 Posisi anggota 4
badan
2.3 Straggering gait 0
2.4 Abnormal gait 0
2.5 Sommer sault-test 0

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 30
P-11
Pengujian Aktivitas Hipnotik Sedatif

Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa diharapkan
1. Memiliki keterampilan dalam melakukan pengujiaan aktivitas hipnotik
sedatif
2. Mengetahui pengaruh rute pemberian obat terhadap efek farmakologi
hipnotik sedatif

Teori
Obat sedatif menurunkan aktivitas, mengurangi semangat dan
menyebabkan pikiran menjadi tenang dan rasa ngantuk, tetapi tidak
menimbulakn tidur. Sedangkan obat hipnotik dapat menyebabkan ngantuk dan
tidur. Salah satu obat golongan hipnotik sedatif adalah golongan barbiturat.
Obat-obat yang tergolong barbiturat adalah depresan umum, berarti
bekerja depresif terhadap sejumlah besar fungsi dan organ-organ sistem tubuh,
tidak terbatas pada pada sistem saraf pusat. Sama seperti efek anestetika
lokal, efek barbirurat tidak spesifik dan bersifat reversibel. Manifestasi efek
depresifnya mungkin sekali tidak didasarkan pada mekanisme kerja yang
sama. Variasi dan substituen pada molekul barbiturat berpengaruh pada daya
larut obat-obat ini dalam lemak. Kecepatan timbulnya efek, kecepatan
biotransformasi, distribusi, jenis efek, dan toksisitas senyawa barbiturat.

Percobaan
Mahasiswa diminta untuk merencanakan tiga percobaan dengan
menggunakan berbagai senyawa barbiturat dengan menggunakan mencit putih
jantan sebagai hewan percobaan, dengan beberapa rute pemberiaan

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 31
Bahan
1. Rute Pemberian Obat Secara Oral
Obat : Luminal Natrium dengan dosis 35 mg/kg BB, konsentrasi larutan obat
3,5%
Volume maksimal : 1,0 ml/kg BB
Hewan Percobaan : Mencit, jenis kelamin jantan
2. Rute Pemberian Obat Secara Intravena
Obat : Luminal Natrium dengan dosis 35 mg/kg BB, konsentrasi larutan obat
3,5% Volume maksimal : 0,5 ml/kg BB
Hewan Percobaan : Mencit, jenis kelamin jantan
3. Rute Pemberian Obat Secara Intra Peritoneal
Obat : Luminal Natrium dengan dosis 35 mg/kg BB, konsentrasi larutan obat
3,5% Volume maksimal : 1,0 ml/kg BB
Hewan Percobaan : Mencit, jenis kelamin jantan
4. Rute Pemberian Obat Secara Sub Cutan
Obat : Luminal Natrium dengan dosis 35 mg/kg BB, konsentrasi larutan obat
3,5% Volume maksimal : 0,5 ml/kg BB
Hewan Percobaan : Mencit, jenis kelamin jantan

Alat
Jarum suntik ¾ - 1 inch (No. 27)
Jarum Oral
Beakerglass
Matglass
Pipet volume
Labu Ukur
Spidol
Stopwatch

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 32
Prosedur Kerja
1. Rute Pemberian Obat Secara Oral
Prosedur Pegang tikus pada tengkuknya. Jarum oral yang telah diisi
dimasukkan ke mulut tikus melalui langit-langit masuk esofagus. Dorong
larutan tersebut ke dalam esofagus
Pengamatan - Catat waktu pemberian obat, mulai timbulnya efek (on set)
dan hilangnya efek –
Efek yang diamati, diantaranya :
• Aktivitas spontan dari respon terhadap rangsangan/stimulus
pada keadaan normal
• Perubahan aktivitas baik spontan maupun distimulasi
• Usaha untuk menegakkan diri tidak berhasil
• Diam, tidak bergerak, usaha untuk menegakkan diri tidak lagi
dicoba.

2. Rute Pemberian Obat Secara Intravena


Prosedur : Lakukan dilatasi pada ekor mencit dengan cara merendamnya
dalam air hangat atau diolesi dengan aseton atau eter . Carilah vena dan
suntikan larutan obat ke dalamnya, bila terasa ada tahanan artinya jarum
tersebut tidak memasuki vena dan bila piston ditarik tidak ada darah yang
keluar. Bila harus dilakukan penyuntikan ulang maka lakukan
pengulangan dimulai dari bagian distal ekor Pengamatan Lakukan
pengamatan seperti pada pemberian secara oral
3. Rute Pemberian Obat Secara Intra Peritoneal
Prosedur : Pegang mencit pada tengkuknya sedemikian hingga posisi
abdomen lebih tinggi dari kepala. Suntikan larutan obat ke dalam abdomen
bawah dari tikus disebelah garis midsagital. Pengamatan Lakukan
pengamatan seperti pada pemberian secara oral.
4. Rute Pemberian Obat Secara Sub Cutan
Prosedur: Pegang kulit pada bagian tengkuk mencit, Cari bagian kulit
tersebut yang berongga (ada ruangan di bawah kulit), Suntikan larutan

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 33
obat ke dalam ruangan tersebut (bawah kulit). Pengamatan Lakukan
pengamatan seperti pada pemberian secara oral.
Pembahasan dan Kesimpulan
Buat pembahasan dan kesimpuoan dari hasil percobaan, hitung statistik
hasil percobaan dalam melihat hasil berbeda signifikan atau tidaknya data
percobaan tersebut.

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 34
MODUL 1

Pengujian Aktivitas Analgetik

Tujuan Percobaan

Setelah menyelesaikan percobaan ini diharapkan mahasiswa :

1. Mengenal cara evaluasi efek analgetik suatu obat


2. Memahami dasar-dasar perbedaan efektivitas beberapa obat analgetik

Teori

Obat-obat analgesik adalah kelompok obat yang memiliki aktivitas


menekan atau mengurangi rasa nyeri. Efek ini dapat dicapai dengan berbagai
cara, seperti menekan kepekaan reseptor rasa nyeri terhadap rangsang nyeri
mekanik, termik, listrik atau kimiawi di pusat atau perifer, atau dengan cara
menghambat pembentukan prostaglandin sebagai mediator sensasi nyeri.
Kelompok obat ini terbagi ke dalam golongan analgetik kuat (analgetik-
narkotik) yang bekerja secara sentral terhadap sistem saraf pusat, dan
golongan analgetik lemah (analgetik-nonnarkotik) yang bekerja secara perifer.
Metode-metode pengujian aktivitas analgetik dilakukan dengan menilai
kemampuan zat uji untuk menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang
diinduksi pada hewan percobaan yang meliputi induksi secara mekanik,
termik, elektrik, dan secara kimia. Metode pengujiaan dengan induksi nyeri
secara mekanik atau termik lebih sesuai untuk mengevaluasi obat-obat
analgetik kuat. Pada umumnya daya kerja analgetik dinilai pada hewan dengan
mengukur besarnya peningkatan stimulus nyeri yang harus diberikan sebelum
ada respon nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap stimulus nyeri
atau juga peranan frekuensi respon nyeri.

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 35
Untuk tujuan penapisan aktivitas analgetik suatu bahan obat sebaiknya
diuji dengan dua metode secara perifer (analgetik lemah atau nonnarkotik) dan
secara sentral (analgetik kuat atau narkotik). Pada modul ini hanya akan
dibahas mengenai metode pengujian aktivitas analgetik dengan induksi nyeri
kimia berupa larutan asam asetat.

Metode induksi cara kimia (metode Sigmund)/ Metode Witkin


(Writhing Tes / Metode Geliat)
Prinsip:
Obat uji dinilai kemampuannya dalam menekan atau menghilangkan rasa
nyeri yang diinduksi secara kimia (pemberian larutan asetat) pada hewan
percobaan mencit. Rasa nyeri pada mencit diperlihatkan dalam bentuk respon
gerakan writhing (geliat) yang dapat diamati sebagai torsi pada satu sisi,
menarik kaki ke belakang, penarikan kembali abdomen, kejang tetani dengan
membengkokan kepala dan kaki ke belakang. Frekuensi gerakan ini dalam
waktu tertentu menyatakan derajat nyeri yang dirasakannya. Efek analgetik
dari obat uji akan mengurangi atau menghilangkan respon tersebut.
Bahan:
• Asam asetat 0,7 % v/v (zat penginduksi rasa nyeri)
• Obat analgetik standar (asam asetil salisilat/ aspirin)
• Obat analgetik yang diuji (asam mefenamat, parasetamol, ibuprofen)
• Larutan NaCl fisiologis atau larutan suspensi gom arab 1-2%
Hewan
Mencit putih jantan dengan berat antara 20-25gram.
Alat
• Alat suntik 1ml
• Sonde oral
• Timbangan
• Wadah penyimpanan mencit

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 36
Prosedur
Pengujian ini dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1. Mencit dengan berat badan antara 20-25 gram dibagi atas tiga
kelompok, yaitu:
a. Kelompok kontrol
b. Kelompok obat standar
c. Kelompok obat uji (dua atau tiga dosis)
Setiap kelompok terdiri atas 4-5 ekor mencit
2. Semua hewan dari setiap kelompok diberi perlakuan sesuai
kelompoknya, yaitu:
a. Kelompok kontrol diberi larutan NaCl fisiologis atau larutan
suspensi gom arab 1-2%
b. Kelompok obat standar diberi asam asetil salisilat (aspirin)
c. Kelompok obat uji diberi asam mefenamat/ paracetamol/ ibuprofen
Pemberian obat dilakukan secara per oral
3. Setelah 30 menit, hewan diberi asam asetat 0,7% secara i.p
4. Segera setelah pemberian asam asetat, gerakan geliat hewan diamati
dan jumlah geliat dicatat setiap 5 menit selama 60 menit.
5. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis
varian
6. Daya proteksi obat uji terhadap rasa nyeri dan efektivitas analgetiknya
dihitung dengan rumus berikut:

% proteksi = 100 – (jumlah geliat kel.uji / jumlah geliat kel.kontrol) x


100%

% efektivitas analgetik = (% proteksi zat uji) x 100%


(% proteksi as.asetil salisilat)

7. Data disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 37
HASIL PENGAMATAN

Kelompok kontrol
Waktu Jumlah geliat pada rentang waktu....
Volume Waktu
Bobot pemberian
No. pemberian pemberian 0- 5- 10- 15- 20- 25- 30- 35- 40- 45- 50- 55-
(g) asam asetat
obat obat 5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ 35’ 40’ 45’ 50’ 55’ 60
1%
1
2
3
4
5
6
7
8
Rata-rata

Buatlah tabel yang sama untuk kelompok pembanding dan kelompok uji

Laboratorium Farmakologi 38
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi
MODUL 2

Pengujian Aktivitas Antidiare

Tujuan Percobaan

Setelah melakukan percobaan, mahasiswa diharapkan:

1. Mempunyai keterampilan dalam melakukan percobaan antidiare


2. Memahami pengaruh laksan terhadap saluran pencernaan dan menngetahui
sejauh mana obat antidiare dapat menghambat diare yang ditimbulkan oleh
laksan

Teori

Diare adalah suatu gejala dimana frekuensi pengeluaran feses meningkat


melebihi frekuensi normal dan konsistensi feses menjadi cair. Pada keadaan diare,
terjadi ketidakseimbangan antara absorpsi dan sekresi air dan elektrolit dalam
usus, dimana absorpsi berkurang atau sekresi bertambah di luar normal.

Diare dapat bersifat akut atau kronis. Diare akut biasanya disebabkan oleh
infeksi bakteri seperti E.coli, Shigella, Salmonella, V.colera, virus dan amuba.
Selain itu dapat pula disebabkan oleh toksin bakteri seperti Staphylococcus
aureus dan Clortridium welchii, yang mencemari makanan.

Diare kronis mungkin berkaitan dengan berbagai gangguan gastrointestinal,


ada pula diare yang berlatar belakang kelainan psikomatik, alergi oleh makanan
atau obat-obat tertentu, kelainan pada sistem endokrin dan metabolisme,
kekurangan vitamin dan sebagai akibat radiasi.

Pengeluaran isi usus dipengaruhi oleh zat-zat yang mengiritasi saluran


pencernaan, seperti oleum ricini atau makanan pedas. Iritasi tersebut menstimulasi
pleksus saraf enterik dalam usus sehingga gerakan peristaltik usus akan
meningkat, sehingga mempercepat pengeluaran isi usus dan mengubah konsistensi

Laboratorium Farmakologi 39
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi
feses menjadi lebih lembek bahkan cair, karena adanya hambatan pada proses
absorpsi air di usus besar. Minyak mineral seperti parafin juga dapat mempercepat
pengeluaran isi usus, tetapi parafin ini tidak mempengaruhi kontraksi usus secara
langsung, melainkan bekerja sebagai pelincir yaitu memperlancar pengeluaran isi
usus.

Penggunaan obat antidiare biasanya dimaksudkan untuk menghentikan diare,


tidak untuk menghilangkan penyebabnya. Antidiare yang biasa digunakan adalah
obat yang bersifat absorben, misalnya kaolin dan karbon aktif, atau yang dapat
menekan peristaltik usus, seperti loperamid dan morfin serta turunannya.
Penggunaan morfin dan turunannya jarang sekali dilakukan karena obat ini
bersifat aditif dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Metode Percobaan

1. Bahan:
• Nacl fisiologis
• Oleum ricini atau parafin cair
• Loperamid HCl
• Kertas saring
2. Hewan : Mencit putih jantan / betina dengan bobot antara 25-30 gram
3. Alat :
• Toples kaca untuk pengamatan
• Kertas saring (telah ditimbang)
• Alat suntik
• Sonde oral
• Timbangan
• Stop watch atau jam
4. Prosedur :
a. Satu jam sebelum percobaan, mencit dipuasakan

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 40
b. Mencit dibagi menjadi empat kelompok dan masing-masing
kelompok terdiri dari tiga atau empat ekor mencit.
c. Pada kelompok pertama, mencit diberi NaCl fisiologis per oral dan
30 menit kemudian diberi air (aquadest per oral)
d. Pada kelompok kedua, mencit diberi NaCl fisiologis per oral dan
30 menit kemudian diberi oleum ricini atau parafin cair per oral (0,
75 ml)
e. Pada kelopok ketiga dan keempat, mencit masing-masing diberi
loperamid dosis I dan II (oral), dan 30 menit kemudian diberi
oleum ricini / parafin cair (oral)
f. Tiap mencit dimasukan ke dalam toples pengamatan yang
sebelumnya telah diberi alas kertas saring yang sudah ditimbang
beratnya.
g. Waktu timbulnya diare, frekuensi defekasi, jumlah/berat feses,
konsistensi feses, dan lamanya diare dicatat setiap selang waktu 30
menit selama 2 jam
h. Konsistensi feses dapat dinyatakan dalam bentuk skor sebagai
berikut:
Simbol konsistensi Skor
N Normal 0
LN Lembek normal 1
L Lembek 2
LC Lembek cair 3
C Cair 4
i. Data pengematan disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 41
HASIL PENGAMATAN

Contoh Tabel Kelompok Kontrol


Efek
Volume Waktu Waktu
No. Bobot pemberian pemberian pemberian Waktu Konsistensi feses Jumlah/ bobot feses
obat obat ol. ricini timbulnya Durasi
diare 30’ 60’ 90’ 120’ 150’ 180’ 30’ 60’ 90’ 120’ 150’ 180’
1
2
3
4
5
6
7
8

Laboratorium Farmakologi 42
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi
..DAFTAR PUSTAKA

1. Domer, F.r. 1971. Animal Experiment in Pharmacological Analysis,


Charles C. Thomas, Springfield, III, USA
2. Ikawati, Z, Pharmacology Introduction, UGM, 2001
3. Miya,T.S., et al., Laboratory Guide in Pharmacology, 3rd ed., Burgers
Publishing Co., Mineapolis, Minni. USA, 1968.
4. Staf UBI Farmakologi Toksikologi Jurusan Farmasi ITB, Teknik
Farmakodinamik dan Keamanan Obat, Lembaga Pengabdian Pada
Masyarakat, ITB, 1986
5. Sukandar, E.Y., et al., Penuntun Praktikum Laboratorium Farmakologi
Toksikologi, Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung, 2009.
6. Turner, R.A., Screening Methods in Pharmacology, Academic Press, 1965,
NewYork.
7. UFAW, 1972, The UFAW Handbook on the care and Maanagement of
Laboratory Animal, 4th ed., Churchil Livingstone, Edinburg, Great Britain.
8. Wattimena, J.R., et al.,Protokol Penapisan Terarah, Yayasan
Pengembangan Obat Bahan Alam Phytomedica, 1990.
9. Ikawati, Z, Pharmacology Introduction, UGM, 2001

Laboratorium Farmakologi 43
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi
AKADEMI FARMASI BUMI SILIWANGI

MODUL
PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI

DISUSUN OLEH :
Cszahreyloren V. M.Si., Apt.
Andi Ika Julianti H,M.Si.,Apt

Laboratorium Farmakologi
Akademi Farmasi Bumi Siliwangi 44

Anda mungkin juga menyukai