Anda di halaman 1dari 41

MODUL PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI DASAR

Disusun Oleh:
Prof. Dr. Anas Subarnas, M.Sc., Apt.
Prof. Dr. Ahmad Muhtadi, M.S., Apt.
Dr. Sri Adi Sumiwi, MS., Apt.
Dr. Eli Halimah, M.Si., Apt.
Dr. Rini Hendriani, M.Si., Apt.
Ellin Febrina, M.Si., Apt.
Imam Adi Wicaksono, M.Si., Apt.

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2018
Praktikum Farmakologi Dasar

2
Praktikum Farmakologi Dasar

3
Praktikum Farmakologi Dasar

4
Praktikum Farmakologi Dasar

5
Praktikum Farmakologi Dasar

6
Praktikum Farmakologi Dasar

7
Praktikum Farmakologi Dasar

8
Praktikum Farmakologi Dasar

9
Praktikum Farmakologi Dasar

10
Praktikum Farmakologi Dasar

11
Praktikum Farmakologi Dasar

12
Praktikum Farmakologi Dasar
PERCOBAAN
CARA PENANGANAN DAN PEMBERIAN OBAT
PADA HEWAN PERCOBAAN

I. Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa diharapkan:
1. Mengetahui dan mampu menangani hewan untuk percobaan farmakologi
secara baik.
2. Mengetahui sifat-sifat hewan percobaan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi responnya.
3. Mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian
serta pengaruhnya terhadap efek yang ditimbulkan.

II. Teori
Dalam praktikum farmakologi percobaan umumnya dilakukan terhadap
hewan hidup. Setiap hewan harus diperlakukan dengan baik karena perlakuan yang
tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat menimbulkan penyimpangan-
penyimpangan dalam hasil pengamatan.
Hewan percobaan memiliki karakteristik yang bermacam-macam. Berikut
ini adalah karakteristik beberapa hewan percobaan yang sering digunakan di
laboratorium farmakologi.
1. Mencit
Mencit merupakan hewan yang relatif lebih mudah ditangani, bersifat
penakut dan fotofobik, cenderung bersembunyi dan berkumpul dengan
sesamanya, lebih aktif pada malam hari, aktivitasnya terganggu dengan
adanya manusia, suhu normal badan 37,40C, laju respirasi normal 163
kali/menit.
2. Tikus
Tikus merupakan hewan yang sangat cerdas, relatif lebih mudah
ditangani, tidak terlalu bersifat fotofobik, lebih tahan terhadap infeksi,
kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak tinggi, dapat
13
Praktikum Farmakologi Dasar
menjadi liar, galak, dan menyerang si pemegang jika makanannya kurang
atau diperlakukan kasar, suhu normal badan 37,50C, laju respirasi 210
kali/menit.
3. Kelinci
Kelinci jarang bersuara kecuali bila merasa nyeri, dan jika merasa tidak
aman akan memberontak, suhu rektal umumnya 38-39,50C, suhu berubah
jika mengalami gangguan lingkungan, laju respirasi 38-65 kali/menit,
umumnya 50 kali/menit pada kelinci dewasa normal.
4. Marmot
Marmot sangat jinak, mudah ditangani, jarang menggigit, kulitnya
halus dan berkilat, bulunya tebal dan kuat tapi tidak kasar, tidak
mengeluarkan cairan di hidung dan telinga. Laju denyut jantung 150-160
kali/menit, laju respirasi 50-110 kali/menit, suhu rektal 39-400C.
5. Katak
Kulit katak bersifat lembab dan licin.

III. Volume Pemberian Obat untuk Hewan Percobaan


Volume cairan yang diberikan kepada hewan percobaan tidak boleh
melebihi jumlah tertentu. Tabel 1.1 menunjukkan batas maksimal volume cairan
yang dapat diberikan kepada hewan percobaan.
Senyawa yang tidak larut dalam air dibuat suspensi atau emulsi dengan
bantuan zat pembantu dan diberikan dengan rute pemberian oral.

Tabel 1.1 Batas Maksimal Volume Cairan untuk Hewan Percobaan


Hewan Batas maksimal (mL ) untuk rute pemberian
Percobaan i.v i.m i.p s.c p.o
Mencit 0,5 0,05 1 0,5 1
Tikus 1 0,1 3 2 5
Kelinci 5-10 0,5 10 3 20
Marmot 2 0,2 3 3 10
(M. Boucard, et al., Pharmacodynamics, Guide de Travaux Pratiques, 1981–1982)

14
Praktikum Farmakologi Dasar

IV. Dosis Obat pada Hewan Percobaan


Pendekatan terbaik dalam penentuan dosis adalah dengan menggunakan
perbandingan luas permukaan tubuh. Perbandingan luas permukaan tubuh beberapa
spesies hewan percobaan yang sering digunakan di laboratorium farmakologi
ditunjukkan pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Perbandingan Luas Permukaan Tubuh Hewan Percobaan


(Untuk Konversi Dosis)
dicari 20 g 200 g 400 g 1,5 kg 2 kg 4 kg 12 kg 70 kg

diketahui Mencit Tikus Marmot Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia


20 g
Mencit 1,0 7,0 12,29 27,8 23,7 64,1 124,2 387,9
200 g
Tikus 0,14 1,0 1,74 3,3 4,2 9,2 17,8 56,0
400 g
Marmot 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
1,5 kg
Kelinci 0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 14,2
2 kg
Kucing 0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0
4 kg
Kera 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1
12 kg
Anjing 0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1
70 kg
Manusia 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,13 0,16 0,32 1,0

(Laurence and Bacharach, A.L., Evalution of Drug Activities: Pharmacometris,


1964).
15
Praktikum Farmakologi Dasar

Bila diinginkan dosis absolut pada manusia 70 kg dari data dosis pada anjing
20 mg/kg (untuk anjing dengan bobot badan 12 kg) maka dihitung terlebih dahulu
dosis absolut pada anjing tersebut yaitu 20 mg/kg x 12 kg = 240 mg. Dengan
menggunakan faktor konversi pada Tabel 2 maka diperoleh dosis absolut untuk
manusia (70 kg) yaitu 240 mg x 3,1 = 744 mg. Dengan demikian dapat diramalkan
efek farmakologis suatu obat yang timbul pada manusia dengan dosis 744 mg/70
kg BB adalah sama dengan yang timbul pada anjing dengan dosis 240 mg/12 kg
BB.

V. Faktor-faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Percobaan


Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil percobaan, yaitu:
1. Faktor Internal
Termasuk diantaranya usia, jenis kelamin, ras, sifat genetik, status
kesehatan dan nutrisi, bobot badan, dan luas permukaan tubuh
2. Faktor Eksternal
Termasuk diantaranya suplai oksigen, pemelihara lingkungan fisiologik
dan isoosmosis, dan pemeliharaan kebutuhan struktural ketika
menyiapkan jaringan atau organ untuk percobaan.
3. Faktor Lingkungan
Termasuk diantaranya keadaan kandang, suasana asing atau baru,
pengalaman hewan sebelum menerima obat, keadaan ruangan tempat
hidup (suhu, kelembaban, ventilasi, cahaya, kebisingan), penempatan
hewan dalam kandang, cuaca, ketinggian, musim, jenis makanan, dan
waktu percobaan.

Untuk mendapatkan hasil percobaan yang baik maksimum dapat ditempatkan


lima ekor hewan secara bersama-sama.

VI. Rute Pemberian Obat

16
Praktikum Farmakologi Dasar
Rute pemberian obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek
obat karena karakteristik lingkungan, fisiologis, anatomis dan biokimiawi yang
berbeda pada daerah kontak mula obat dengan tubuh. Karakteristik ini berbeda
karena ada hal-hal yang berbeda seperti:
1. Suplai darah
2. Struktur anatomi dari lingkungan kontak antara tubuh dan obat.
3. Enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan
tersebut.

VII. Penanganan Hewan Percobaan


1. Mencit
1.1. Cara Perlakuan
Mencit diangkat ujung ekornya dengan tangan kanan, letakkan pada suatu
tempat yang permukaannya tidak licin misalnya kasa, ram kawat, sehingga jika
ditarik mencit akan mencengkram, seperti terlihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Tahap pertama


Telunjuk dan ibu jari tangan kiri menjepit kulit tengkuk sedangkan ekornya
dipegang dengan tangan kanan. Kemudian posisi tubuh mencit dibalikkan sehingga
perut menghadap pemegang dan ekor dijepitkan antara jari manis dan kelingking
tangan kiri, seperti terlihat pada Gambar 1.2 dan Gambar 1.3 di bawah ini.

17
Praktikum Farmakologi Dasar

Gambar 1.2 Tahap kedua Gambar 1.3 Tahap ketiga

1.2. Cara Pemberian Obat


- Oral : Diberikan dengan alat suntik yang dilengkapi sonde oral
(kanula). Kanula dimasukkan ke dalam mulut lalu perlahan-lahan
dimasukkan ke belakang melalui tepi langit-langit (palate) sampai
esofagus.
- Subkutan : Diberikan di bawah kulit tengkuk.
- Intravena : Diberikan melalui vena ekor dengan jarum suntik No. 24.
Mencit dimasukkan ke dalam pemegang (restainer) dengan ekor
menjulur keluar.
- Intramuskular : Disuntikkan pada otot paha posterior dengan jarum suntik No.
24
- Intraperitoneal : Mencit dipegang seperti pada Gambar 1.3 tetapi posisi kepala
lebih rendah dari abdomennya. Jarum disuntikkan dengan
membentuk sudut 100 dari abdomen, agak menepi dari garis
tengah, untuk mencegah terkenanya kandung kemih dan tidak
terlalu tinggi agar tidak mengenai hati.
Volume penyuntikan untuk mencit umumnya 1mL/100 g bobot badan. Kepekatan
larutan obat yang disuntikkan disesuaikan dengan volume yang dapat disuntikkan
tersebut.

18
Praktikum Farmakologi Dasar
1.3. Anestesi
Senyawa-senyawa anestesi dan cara penggunaannya adalah:
- Eter dan karbondioksida (anestesi singkat)
Letakkan obat pada dasar desikator kemudian hewan dimasukkan dan
wadah ditutup. Bila hewan sudah kehilangan kesadaran maka hewan
dikeluarkan dan siap dibedah. Penambahan selanjutnya bisa diberikan
dengan bantuan kapas sebagai masker.
- Halotan
Digunakan untuk anestesi yang lebih lama.
- Pentobarbital natrium dan heksobarbital natrium
Dosis pentobarbital natrium adalah 45–60 mg/kg untuk pemberian
intraperitoneal, dan 35 mg/kg untuk cara pemberian intravena. Dosis
heksobarbital natrium adalah 75 mg/kg untuk intraperitoneal dan 47mg/kg
untuk pemberian intravena.
- Uretan (etil karbamat)
Bentuk larutan 25% dalam air diberikan dengan dosis 1000–1250 mg/kg
secara intraperitoneal.

1.4. Cara Mengorbankan


Pengorbanan (etanasia) hewan sering dilakukan apabila terjadi rasa sakit
yang hebat atau lama akibat suatu percobaan, hewan mengalami kecelakaan,
menderita penyakit atau jumlahnya terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan.
Cara etanasia (kematian tanpa rasa sakit) ini dipilih sedemikian sehingga hewan
hanya mengalami penderitaan yang seminimal mungkin. Dalam memilih cara
mengorbankan hewan perlu juga dilihat tujuan hewan dikorbankan.
Pada dasarnya cara fisik merupakan cara yang paling cepat dilaksanakan,
mudah, dan paling berperikemanusiaan.
- Pemberian dosis CO2 yang mematikan dalam wadah khusus (cara terbaik).
- Pemberian Pentobarbital-Na tiga kali dosis normal (135–180 mg/kg BB)
- Cara fisik dengan dislokasi leher

19
Praktikum Farmakologi Dasar

Hewan dipegang pada ekornya,


kemudian ditempatkan pada
permukaan yang bisa dijangkaunya
dengan demikian hewan tersebut akan
berusaha meregangkan badannya.
Kemudian pada tengkuknya
ditempatkan suatu penahan, misalnya
pensil yang dipegang dengan satu
tangan. Tangan lainnya kemudian
menarik ekornya dengan keras,
sehingga lehernya akan terdislokasi
dan mencit akan terbunuh, seperti Gambar 1.4 Cara mengorbankan
pada Gambar 1.4. mencit.

2. Tikus
2.1. Cara Perlakuan
Tikus dapat diperlakukan seperti mencit, tetapi sebaiknya bagian ekor yang
dipegang adalah bagian pangkalnya. Tikus dapat juga diangkat dengan
memegang perutnya dan leher dijepit diantara jari tengah dan telunjuk,
seperti terlihat pada Gambar 1.5 dan Gambar 1.6.

2.2. Cara Pemberian Obat


- Oral, iv, im, ip seperti pada mencit
- Subkutan: Di bawah kulit abdomen atau di tengkuk, di bawah telapak kaki.
Volume penyuntikan paling baik untuk tikus adalah 0,2–0,3 mL/100 g bobot badan.

20
Praktikum Farmakologi Dasar

Gambar 1.5 Cara memegang tikus Gambar 1.6 Cara memegang tikus
untuk pemberian obat secara oral. untuk pemberian obat secara ip,
im.

2.3. Anestesi
Senyawa dan caranya sama dengan anestesi pada mencit.

2.4. Cara Mengorbankan


- Cara kimia: Dengan menggunakan CO2, eter dan pentobarbital dengan
dosis yang sesuai
- Cara fisik:
Letakkan tikus di atas sehelai kain kemudian bungkuslah badan tikus termasuk
kedua kaki depannya. Bunuhlah dengan salah satu cara berikut:
i. Pukullah bagian belakang telinganya dengan tongkat.
ii. Peganglah tikus dengan perutnya menghadap ke atas, kemudian
pukullah bagian belakang kepalanya pada permukaan yang keras seperti
meja atau permukaan logam, dengan sangat keras.

3. Kelinci
3.1. Cara Perlakuan
Harus diperlakukan halus tetapi sigap, karena ia cenderung berontak. Untuk
menangkap atau memperlakukan kelinci jangan dengan mengangkat pada

21
Praktikum Farmakologi Dasar
telinganya, tetapi dengan cara memegang kulit lehernya dengan tangan kiri,
kemudian pantatnya diangkat dengan tangan kanan dan didekapkan ke dekat tubuh
seperti pada Gambar 1.7 dan 1.8

Gambar 1.7 Cara menggendong kelinci. Gambar 1.8 Cara mendekap kelinci.

3.2. Cara Pemberian Obat


- Oral : dengan sonde oral
- Subkutan : di kulit bagian pinggang atau tengkuk. Caranya angkat kulit
dan tusukkan jarum dengan arah anterior.
- Intravena : di vena marginalis seperti terlihat pada Gambar 1.9,
sebelumnya telinga dibasahi dengan alkohol atau air panas.
- Intramuskular : dilakukan pada otot kaki belakang
- Intraperitoneal : posisi kelinci diatur sedemikian rupa sehingga letak kepala
lebih rendah daripada abdomen. Penyuntikan dilakukan
pada garis tengah di muka kandung kencing.

22
Praktikum Farmakologi Dasar

Gambar 1.9 Vena pada telinga kelinci.


3.3. Anestesi
Senyawa dan cara yang digunakan adalah pentobarbital natrium disuntikkan secara
perlahan-lahan. Dosis untuk anestesi umum adalah 22 mg/kg BB. Untuk anestesi
singkat diambil ½ dari dosis di atas, ditambah eter.

3.4. Cara Mengorbankan


- Dengan CO2
- Injeksi pentobarbital-Na 350 mg
- Dislokasi

Caranya: pegang kaki belakang


kelinci dengan tangan kiri sehingga
badan dan kepalanya tergantung ke
bawah menghadap ke kiri. Pukullah
sisi telapak tangan kanan dengan
keras pada tengkuk kelinci. Seperti
terlihat pada Gambar 1.10. Selain
Gambar 1.10
itu, dapat juga digunakan alat,
Cara mengorbankan kelinci.
misalnya tongkat.

23
Praktikum Farmakologi Dasar
4. Marmot
4.1. Cara Perlakuan
Marmot dapat diangkat dengan jalan memegang badan bagian atas dengan tangan
yang satu dan memegang bagian belakangnya dengan tangan yang lain seperti pada
Gambar 1.11.

Gambar 1.11 Cara memegang marmot.

4.2. Cara Pemberian Obat


- Oral : dengan sonde oral (hewan harus dianestesi) volume 5
mL atau dengan penambahan makanan lain.
- Intradermal : bulu marmot pada daerah yang akan disuntik dicukur
dulu. Suntikkan sedalam + 2 cm ke dalam kulit.
- Subkutan : angkat bagian kulit dengan mencubit. Tusukkan
jarumnya ke bawah kulit dengan arah paralel dengan otot
di bawahnya.
- Intraperitoneal : marmot dipegang punggungnya sedemikian sehingga
perutnya agak menjolok ke muka. Jarum suntik
disuntikkan seperti subkutan, tetapi sesudah masuk ke
dalam kulit, jarum akan ditegakkan sehingga menembus
lapisan otot masuk ke dalam daerah peritoneum.

24
Praktikum Farmakologi Dasar
- Intramuskular : jarum ditusukkan melalui kulit dan diarahkan pada
jaringan otot, jangan terlalu dalam sampai menyentuh
tulang paha. Daerah penyuntikan adalah otot paha bagian
posterior–lateral.
- Intravena : jarang digunakan.

4.3. Anestesi
Bahan yang digunakan biasanya eter dan pentobarbital natrium. Eter digunakan
untuk anestesi singkat, setelah hewan dipuasakan selama 12 jam. Dosis
pentobarbital natrium adalah 28 mg/kg.

4.4. Cara Mengorbankan


Dapat dilakukan secara kimiawi dengan CO2 , tetap icara yang paling umum dan
cepat adalah dengan mematahkan lehernya.
Caranya : - dengan pukulan keras pada tengkuk.
- dengan memukul belakang kepalanya pada permukaan horizontal
keras.
- dislokasi dengan tangan.

5. Katak
5.1. Cara Perlakuan
Katak dipegang pada leher/punggung dengan menggunakan lap kasar seperti pada
Gambar 1.12.

5.2. Cara Pemberian Obat


- Oral : dengan memakai spatula, mulutnya ditutup, diurut-urut
sedikit agar obatnya masuk
- Lokal : absorpsi pada kulit, misalnya uretan
- Parenteral : cairan obat disuntikkan ke dalam lambung limfa
ventral/dorsal memakai jarum hipodermik No. 12/177 ke bagian tengah tubuh
secara perlahan.
25
Praktikum Farmakologi Dasar

Gambar 1.12 Cara memegang katak.

5.3. Anestesi
Katak direndam dalam 1% uretan sampai teranestesi sempurna, atau disuntikkan
larutan uretan 35% secara intraperitoneal.

5.4. Cara Mengorbankan


Pegang kaki belakang, pukullah kepalanya pada ujung logam atau permukaan yang
keras seperti pada Gambar 1.13.

Gambar 1.13 Cara mengorbankan katak.

VIII. Praktek Pemberian Obat


Pada percobaan ini praktikan akan memberikan obat kepada hewan percobaan
secara oral, subkutan, intravena, intraperitoneal, dan intramuskular.
26
Praktikum Farmakologi Dasar
1. Rute pemberian obat secara oral
Hewan percobaan : Mencit
Zat yang diberikan : Aquadest
Alat : Sonde oral
Prosedur:
Mencit dipegang tengkuknya. Sonde oral yang telah diisi sediaan obat dalam
bentuk cair diselipkan dekat ke langit-langit mencit dan diluncurkan masuk ke
esofagus. Larutan didesak keluar dari sonde oral.

2. Rute pemberian secara subkutan


Hewan percobaan : Mencit
Zat yang diberikan : NaCl Fisiologis atau obat lain
Alat : alat suntik 1 mL

Prosedur:
Penyuntikan biasanya dilakukan di bawah kulit tengkuk atau abdomen. Seluruh
jarum ditusukkan langsung ke bawah kulit dan larutan obat didesak keluar dari alat
suntik.

3. Rute pemberian obat secara intravena


Hewan percobaan : Mencit
Zat yang diberikan : NaCl Fisiologis atau obat lain
Alat : alat suntik 1 mL
Prosedur:
Mencit dimasukkan ke dalam alat khusus yang memungkinkan ekornya keluar
(restainer). Sebelum disuntik sebaiknya pembuluh vena pada ekor didilatasi dengan
cara dihangatkan atau dengan cara dioleskan dengan pelarut organik seperti aseton
atau eter. Bila jarum suntik tidak masuk ke vena maka akan terasa ada tahanan,
jaringan ikat di sekitar daerah penyuntikan memutih, dan bila piston alat suntik
ditarik tidak ada darah yang masuk ke dalam alat suntik. Bila harus dilakukan
penyuntikan berulang maka penyuntikan harus dimulai di daerah distal ekor.
27
Praktikum Farmakologi Dasar

3. Rute pemberian obat secara intraperitoneal


Hewan percobaan : Mencit
Zat yang diberikan : NaCl Fisiologis atau obat lain
Alat : alat suntik 1 mL
Prosedur:
Tikus dipegang pada tengkuknya sedemikian sehingga posisi abdomen lebih tinggi
dari kepala. Larutan obat disuntikkan pada abdomen bawah tikus di sebelah garis
midsagital.

5. Rute pemberian secara intramuskular


Hewan percobaan : Mencit
Zat yang diberikan : NaCl Fisiologis atau obat lain
Alat : alat suntik 1 mL
Prosedur:
Larutan obat disuntikkan ke dalam sekitar gluteus maximus atau ke dalam otot paha
lain dari kaki belakang. Harus selalu dicek apakah jarum tidak masuk ke dalam
vena, dengan menarik kembali piston alat suntik.

IX. Pengamatan
1. Untuk masing-masing rute pemberian obat catat waktu pemberian, saat timbul
dan hilangnya masing- masing efek.
2. Efek yang diamati yaitu berbagai tingkat depresi diantaranya:
- Aktivitas spontan dari respon terhadap stimulus pada keadaan normal
- Perubahan aktivitas, spontan atau dengan stimulusi (gerakan tidak
terkoordinasi)
- Tidak ada respon lokomotorik jika distimulasi, tetapi righting reflex masih
ada.
- Usaha untuk menegakkan diri tidak berhasil.
- Diam tidak bergerak, usaha untuk menegakkan diri tidak lagi dicoba.

28
Praktikum Farmakologi Dasar
3. Buatlah tabel yang memuat hasil-hasil pengamatan saudara. Dari tabel itu
dapat dilihat secara lengkap, apa yang saudara kerjakan dan hasil percobaan
yang diamati.
4. Bahaslah hasil percobaan ini dan buatlah kesimpulan.

X. Pertanyaan Pendahuluan
1. Sebutkan keuntungan serta kerugian pemakaian masing-masing hewan
tersebut di atas.
2. Mencit adalah hewan yang paling banyak digunakan dalam percobaan di
laboratorium. Mengapa ?
3. Faktor-faktor apa yang perlu diperhatikan dalam memilih spesies hewan
percobaan yang berifat skrining ataupun pengujian suatu efek khusus.
4. Jelaskan secara spesifik dengan contoh-contoh, mengenai karakteristik
lingkungan fisiologis, anatomis, dan biokimiawi yang berada pada daerah
kontak mula antara obat dan tubuh.
a. Jumlah suplai darah yang berbeda:
Contoh Akibatnya
b. Struktur anatomi yang berbeda:
Contoh Akibatnya
c. Enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang berbeda
Contoh Akibatnya
5. Uraikan secara terperinci kondisi-kondisi penerimaan obat yang menentukan
rute pemberian obat yang dipilih.
6. Sebutkan implikasi-implikasi praktis dari rute pemberian obat (umpamanya
persyaratan sediaan farmasi yang diberikan dengan rute tertentu, dosis obat jika
dipilih rute pemberian tertentu dsb).

29
Praktikum Farmakologi Dasar
PERCOBAAN
HUBUNGAN DOSIS OBAT DAN RESPONS,
PENENTUAN INDEKS TERAPI, DAN PENENTUAN LD 50

I. Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini diharapkan mahasiswa:
1. Memahami hubungan dosis obat dan respons serta konsep indeks terapi dan
implikasi-implikasinya.
2. Memperoleh gambaran bagaimana merancang eksperimen untuk memperoleh
ED50 , LD50 dan menentukan indeks terapi.

II. Teori
Intensitas efek obat pada makhluk hidup lazimnya meningkat jika dosis obat
yang diberikan kepadanya juga ditingkatkan. Prinsip ini memungkinkan untuk
menggambarkan kurva efek obat sebagai fungsi dari dosis yang diberikan, atau
menggambarkan kurva dosis-respons.
Dari kurva tersebut dapat diturunkan ED50 (effective dose 50%) artinya dosis
yang memberikan efek yang diteliti pada 50% dari hewan percobaan yang
digunakan. Prinsip yang sama dapat digunakan untuk menurunkan LD50 (lethal
dose 50%) atau dosis yang menimbulkan kematian pada 50% dari hewan percobaan
yang digunakan.
Untuk dapat menentukan secara teliti ED50 ataupun LD50 lazimnya dilakukan
berbagai transformasi untuk memperoleh garis lurus. Salah satunya dengan
menggunakan transfomasi log–probit. Dalam hal ini dosis yang digunakan
ditransformasi menjadi logaritma dan persentase hewan yang memberikan respons
ditransformasikan menjadi nilai probit.

III. Bahan dan Alat


Hewan percobaan : Mencit jantan, bobot badan rata-rata 20–25g
Bahan Obat : Fenobarbital atau Diazepam
Alat : Alat suntik 1 mL, timbangan hewan.

30
Praktikum Farmakologi Dasar

IV. Prosedur
1. Mencit dibagi menjadi 4 kelompok dan masing- masing terdiri dari 5 ekor.
2. Setiap mencit pada setiap kelompok diberi tanda supaya mudah dikenali.
3. Obat diberikan secara per oral kepada setiap mencit dan setiap kelompok
diberikan dosis yang meningkat. Dosis yang diberikan adalah sbb:

Kelompok Dosis (mg/kg BB)


I 75
II 100
III 125
IV 150
V Disuntik NaCl fisiologis

4. Amati dan catat jumlah mencit yang kehilangan “righting reflex” pada setiap
kelompok dan nyatakan angka ini dalam persentase serta catat pula jumlah
mencit yang mati pada setiap kelompok tersebut.
5. Gambarkan kurva dosis-respons:
Pada kertas grafik cantumkan pada absis dosis yang digunakan dan pada
ordinat persentase hewan yang memberikan efek (hilangnya “righting reflex”
atau kematian) pada dosis yang digunakan. Dengan memperhatikan sebaran
titik-titik pengamatan, gambarkan grafik dosis-respons yang menurut
pemikiran saudara paling representatif untuk fenomena yang diamati.
Turunkan dari grafik yang diperoleh ED50 phenobarbital untuk menghilangkan
“righting reflex” pada mencit yang lazimnya dinilai sebagai saat mulai tidur
dan bila ada juga LD50 nya.

31
Praktikum Farmakologi Dasar
Pertanyaan
1. Bagaimana cara menghitung indeks terapi suatu obat.
2. Diskusikan konsep indeks terapi dari segi efektivitas dan keamanan
pemakaian obat.
3. Diskusikan implikasi terapi suatu obat dengan kurva dosis respons yang terjal
dan yang datar.
4. Sebutkan bebearpa pendekatan untuk memperbesar ketelitian eksperimen ini
khususnya untuk mendapatkan ED50.

32
Praktikum Farmakologi Dasar
PERCOBAAN

PENGUJIAN AKTIVITAS OBAT SISTEM SARAF OTONOM

I. Tujuan Percobaan

Setelah menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa diharapkan:

1. Menghayati secara lebih baik pengaruh berbagai obat sistem saraf otonom
dalam pengendalian fungsi- fungsi vegetatif tubuh.
2. Mengenal suatu teknik untuk mengevaluasi aktivitas obat antikolinergik pada
neUroefektor parasimpatikus.

II. Teori

Sistem saraf otonom yang dikenal juga dengan nama sitem saraf vegetatif,
sistem saraf viseral atau sistem saraf tidak sadar, mengendalikan dan mengatur
keseimbangan fungsi-fungsi internal tubuh yang berada di luar pengaruh kesadaran
dan kemauan. Sistem saraf ini terdiri atas serabut saraf-saraf, ganglion-ganglion dan
jaringan saraf yang mensarafi jantung, pembuluh darah, kelenjar-kelenjar, alat-alat
dalaman dan otot-otot polos.

Meskipun tata penghantaran impuls saraf di sistem saraf pusat belum


diketahui secara sempurna, namun ahli-ahli farmakologi dan fisiologi menerima
bahwa impuls saraf dihantar oleh serabut saraf melintasi kebanyakan sinaps dan
hubungan neuroefektor dengan pertolongan senyawa-senyawa kimia khusus yang
dikenal dengan istilah neurohumor-transmitor. Obat-obat yang sanggup
mempengaruhi fungsi sistem saraf otonom, bekerja berdasarkan kemampuannya
untuk meniru atau memodifikasi aktivitas neurohumor-transmitor tertentu yang
dibebaskan oleh serabut saraf otonom di ganglion atau sel-sel (organ-organ)
efektor.

33
Praktikum Farmakologi Dasar
Prinsip pada percobaan ini adalah bahwa pemberian zat kolinergik pada
hewan percobaan menyebabkan salivasi dan hipersalivasi yang dapat diinhibisi oleh
zat antikolinergik.

III. Bahan dan Alat

Hewan percobaan : Mencit jantan dengan bobot badan 20-25 g dipuasakan


sebelum percobaan (6 jam).

Bahan Obat : - Uretan (1,8 g/kg BB) atau obat hipnotik lain seperti
Diazepam

- Atropin 0,04% (1 mg/kg BB p.o.; 0,015 mg/kg BB s.c)

- Pilocarpin 0,02% (2 mg/kg BB) s.c.

- Gom arab 3%

Alat : Papan berukuran 40 x 30 cm yang diletakkan di atas papan


lain dengan ukuran yang sama. Papan pertama membuat
sudut 100 dengan papan kedua, sehingga membentuk
segitiga. Papan bagian atas diberi alas 4 cm). Setelah itu
kertas saring ditaburi bubu biru metilen sebagai lapisan tipis.

IV. Prosedur

1. Persiapkan alat untuk percobaan, buatkan larutan gom dan obat.


2. Hewan percobaan dipilih secara acak, amati kesehatan, kemudian masing-
masing hewan ditimbang dan diberi tanda pengenalnya.
3. Pada waktu T = 0, satu kelompok diberi atropin 1 mg/kg BB (p.o) segera
sesudah pemberian obat hipnotik sedangkan kelompok kontrol negatif diberi
larutan gom dan obat hipnotik dengan cara yang sama.
4. Pada waktu T = 15 menit, kelompok lain disuntikkan atropin 0,015 mg/kg BB
(s.c), segera sesudah pemberian obat hipnotik.
5. Pada waktu T = 45 menit, semua mencit diberikan pilokarpin secara subkutan.
34
Praktikum Farmakologi Dasar
6. Kemudian masing-masing mencit diletakkan di atas kertas saring pada alat (1
mencit per kotak). Penempatan mencit haruslah sedemikian sehingga mulutnya
berada tepat di atas kertas, kemudian ekornya diikat dengan seutas tali dan
diberi beban sebagai penahan.
7. Setiap 5 menit mencit ditarik ke kotak berikutnya yang letaknya lebih atas.
Selanjutnya diulangi hal yang sama selama 25 menit sampai kotak paling atas.
8. Amati besarnya noda yang terbentuk di atas kertas disetiap kotak dan tandai
batas noda (pakai spidol).
9. Diameter noda diukur dan dihitung persentase inhibisi yang diberikan oleh
kelompok atropin.
10. Data hasil perhitungan dimasukkan ke dalam tabel dan buatlah grafik inhibisi
per satuan waktu.

V. Pertanyaan

1. Jelaskan aktivitas golongan obat berikut dan tuliskan paling sedikit lima
contoh obat dan indikasi penggunaannya.

a. Simpatomimetika

b. Simpatolitika

c. Parasimpatomimetika

d. Parasimpatolitika

2. Jelaskan pengaruh obat-obat di atas terhadap berbagai organ efektor.

35
Praktikum Farmakologi Dasar
PERCOBAAN
SKRINING FARMAKOLOGI

I. Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini diharapkan mahasiswa:
1. Dapat menerapkan metode skrining farmakologi dalam penentuan potensi
aktivitas suatu senyawa obat baru.
2. Dapat mengaitkan gejala-gejala yang diamati dengan sifat farmakologi suatu
obat.
3. Memahami faktor-faktor yang berperan dalam skrining farmakologi suatu
senyawa obat baru.

II. Teori
Skrining farmakologi terhadap suatu obat atau senyawa obat baru ditujukan
untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai aktivitas farmakologi dari obat
atau senyawa tersebut. Turner (1965) menyebutkan terdapat tiga macam prosedur
skrining aktivitas biologi yaitu skrining sederhana (simple screening) atau skrining
umum (general screening), skrining buta (blind screening), dan skrining
terprogram (programmed screening) atau skrining spesifik (spesific screening).
Pemilihannya berdasarkan kepada tujuan yang ingin dicapai.
Skrining sederhana adalah suatu prosedur pengujian obat dasar yang
meliputi satu atau dua pengujian yang sama untuk mendeteksi apakah suatu
senyawa memiliki aktivitas farmakologi. Prosedurnya sederhana dan tidak
memerlukan sederetan pengujian yang interpretasi hasil suatu pengujiannya
tergantung kepada pengujian lain. Misalkan, jika injeksi suatu senyawa uji
menyebabkan hewan percobaan kehilangan kesadaran, kemungkingan senyawa
tersebut bersifat depresan sistem saraf pusat. Kadang-kadang pendekatan ini
disebut juga skrining awal (preliminary or initial screening).
Skrining buta adalah sederetan pengujian sederhana terhadap senyawa yang
tidak diketahui aktivitas farmakologinya yang bertujuan untuk mendapatkan
36
Praktikum Farmakologi Dasar
petunjuk aktivitas potensial senyawa tersebut. Skrining buta biasanya diterapkan
untuk senyawa yang tidak memiliki kriteria spesifik untuk aktivitas farmakologi
yang telah diterapkan. Beberapa prosedur dapat membandingkan potensi suatu
senyawa dengan senyawa lain yang telah diketahui aktivitas farmakologinya.
Terdapat banyak kegunaan skrining ini. Peneliti dapat menentukan aktivitas
farmakologi primer atau sekunder melalui penggunaan beberapa metode pengujian
yang spesifik. Irwin (1962) menguraikan suatu skema multidimensional yang
komprehensif yaitu suatu pengembangan prosedur skrining Hippokratik.
Prosedurnya membutuhkan beberapa pengamatan perilaku sederhana yang
dilakukan setelah injeksi (biasanya intraperitoneal) senyawa uji sehingga peneliti
dapat menentukan profil aktivitas suatu senyawa. Jika efek positif teramati,
pengujian harus diulang pada kelompok hewan yang baru untuk tujuan konfirmasi
dan reproduksibilitas.
Pada skrining terprogram, tujuan metode pengujian konvensional adalah
untuk mendapatkan informasi tipe aktivitas farmakologi yang spesifik. Suatu
senyawa dapat diteliti secara spesifik untuk aktivitas potensialnya misalnya
aktivitas antihipertensi (berdasarkan kemampuan untuk menurunkan tekanan
darah). Tujuan skrining ini lebih terbatas daripada skrining buta yaitu untuk
menemukan aktivitas yang spesifik dan dapat mencakup metode pengujian
kuantitatif untuk senyawa yang potensial. Desain penelitian harus meliputi
beberapa indikasi efek samping yang potensial yang dapat diperoleh dengan
menentukan profil dosis-respons suatu senyawa uji. Jadi, skrining terprogram harus
menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan bagaimana potensi suatu senyawa
berdasarkan pada aktivitas farmakologinya.
Jadi, berdasarkan latar belakang dan tujuan yang ingin dicapai skrining
dapat bersifat skrining buta, skrining terprogram, dan skrining sederhana. Skrining
buta adalah program skrining terhadap senyawa baru tanpa informasi apapun
mengenai aktivitas farmakologinya. Hasil yang diharapkan adalah paling sedikit
dapat diketahui ada atau tidaknya aktivitas farmakologi obat dan lebih jauh lagi
dapat memberikan arah untuk indikasi aktivitas farmakologi tersebut pada manusia.
Skrining terprogram yang terbatas dilakukan terhadap senyawa yang telah
37
Praktikum Farmakologi Dasar
diperkirakan khasiatnya. Misalnya, senyawa yang dikembangkan atau dimodifikasi
dari senyawa obat lain yang telah diketahui khasiat dan potensinya. Hasil skrining
ini diharapkan lebih teliti daripada skrining buta.
Apabila pengujian dilakukan untuk mengetahui potensi farmakologi suatu
obat dengan khasiat tertentu, skrining menjadi sederhana dan terarah. Misalnya,
pada penentuan aktivitas hipoglikemik suatu senyawa dengan mengukur kadar gula
darah.
Dalam skrining buta pada mulanya dilakukan pengujian neurofarmakologi,
toksisitas (LD50 ), kemudian pengujian terhadap organ yang diisolasi serta pengujian
lain yang dianggap penting. Uji neurofarmakologi meliputi pengamatan terhadap
sikap, profil neurologis, dan fungsi otonomik

Tabel 11.1 Gejala-gejala Neurofarmakologi

Gejala Skor Keterangan


Neurofarmakologi Normal
A. SIKAP
1. Awareness
Alertness 4 Kewaspadaan hewan
Visual placing Respons hewan terhadap pemindahan pada tempat yang
4 berbeda, dan kemampuannya mengorientasi diri tanpa jatuh
Stereotypy Pengulangan gerakan yang mekanis dan sering. Pada mencit
meliputi pergerakan mencari dari kepala, berputar, menggigit
0 diri sendiri, jalan mundur, menjilat bibir, dan cambukan ekor
Passivity Respons hewan apabila ditempatkan pada posisi yang tidak
0 biasa
2. Mood
Grooming Belaian atau gosokan kaki depan pada muka, sering juga
4 dilakukan oleh mencit yang tidak diberi obat
Vocalization 0 Memberi suara
Restlessness 0 Keadaan tidak tenang
Iritability 0 Keadaan tidak tenang yang hebat, sikap agresif menyerang
Fearfulness 0 Ketakutan bila diperlakukan oleh manusia
3. Aktivitas Motorik
Aktivitas spontan 4 Reaksi yang ditunjukkan bila mencit dimasukkan ke dalam botol
menunjukkan rasa ingin tahu
Reaktivitas 4 Pengamatan yang sama apabila dipindahkan dari wadah gelas
ke atas meja
Touch response 4 Respons yang diberikan bila hewan disentuh dengan pensil atau
pinset pada berbagai bagian tubuhnya, misalnya pada sisi
tengkuk, abdomen, atau lipat pahanya
Respons nyeri 4 Respons yang diberikan bila pangkal ekor dijepit dengan klem
atau pinset

38
Praktikum Farmakologi Dasar
Tabel 11.1 Gejala-gejala Neurofarmakologi (lanjutan)
Gejala Neurofarmakologi Skor Keterangan
Normal
B. PROFIL NEUROLOGIS
1. Eksitasi SSP
Respons yang diberikan bila hewan diberi kejutan
Startle response 0 dengan suara yang keras
Straub response 0 Kenaikan dari ekor mencit (dalam derajat)
Tremor 0
Konvulsi 0
2. Inkoordinasi motorik
Posisi tubuh 4 Dinilai terhadap mencit normal
Posisi anggota badan 4 Dinilai terhadap mencit normal
Staggering gait 0 Hewan berjalan dengan terhuyung
Abnormal gait 0 Hewan berjalan dengan cara yang tidak normal
Righting reflex mencit bila dipegang pada ekornya
kemudian diputar dua kali di udara dan dijatuhkan
pada suatu bantalan. Dinilai posisi mencit pada waktu
jatuh. Cara penilaian diambil rata-rata dari 8 kali
Somersault-test 0 percobaan.
3. Tonus otot
Otot anggota tubuh 4 Diukur dengan menilai resistensi kaki bila digenggam
Mencit dibiarkan menggenggam pensil dalam posis
horizontal dan dinilai mudahnya atau cepatnya kedua
Grip strength kaki depannya jatuh pada meja kembali.
Body tone 4 Bandingkan tonus otot dengan mencit kontrol
Abdominal tone 4 Bandingkan tonus otot dengan mencit kontrol
4. Reflex
Refleks bila pusat pinna (daun telinga) disentuh
Pinna 4 dengan rambut atau benda yang halus
Corneal 4 Refleks bila kornea disentuh dengan rambut yang kaku
Ipsilaterial flexor 0 Refleks menarik kaki, bila tapak dijepit dengan pinset
C. PROFIL OTONOMIK
1. Optik
Ukuran pupil 4 Pupil mata diukur

39
Praktikum Farmakologi Dasar
Pembukaan palpebral 4 Pembukaan kelopak mata
(ptosis)
Exophtalmus 0 Bola mata menonjol keluar
2. Sekresi
Urinasi 0 Dibandingkan terhadap hewan kontrol
Salivasi 0 Dibandingkan terhadap hewan kontrol
3. Umum
Writhing 0 Menggeliat
Piloereksi 0 Bulu tubuh berdiri
Hypothermis 0 Penurunan suhu tubuh dari suhu normal
Warna kulit 4 Terutama warna telinga
Kecepatan denyut jantung 4 Jumlah/satuan waktu
Kecepatan respirasi 4 Jumlah/satuan waktu

III. Bahan dan alat


Hewan percobaan : Mencit putih jantan dengan berat badan 25-30 gram
Bahan : - Obat A dan obat B (Diazepam & Kafein)
- Larutan NaCl fisiologis atau larutan suspensi gom arab 1-
2%
Alat : - Alat suntik 1 mL, sonde oral
- Stopwatch
- Timbangan mencit

IV. Prosedur
1. Tiap kelompok bekerja dengan 3 ekor mencit. Mencit ditimbang dan ditandai.
2. Amati keadaan mencit sebelum diberi obat meliputi semua hal yang akan
diamati setelah pemberian obat.
3. Berikan kepada masing-masing mencit secara peroral obat A, obat B, atau
blanko.
4. Tempatkan mencit pada tempat pengamatan.
5. Amati keadaan mencit sesudah diberi obat. Tentukan waktu mulai munculnya
efek obat, lamanya efek berlangsung, dan intensitas obat tersebut.

40
Praktikum Farmakologi Dasar
6. Bahas selengkap mungkin semua hasil pengamatan sehingga dapat disimpulkan
kerja farmakologi obat yang diuji.
V. Pertanyaan
1. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang tahap-tahap pengembangan obat baru
sejak skrining sampai dapat digunakan dalam terapi.
2. Rumuskan secara garis besar rancangan suatu skrining yang mencakup
pemilihan hewan, percobaan, dan jenis skrining sampai diperoleh suatu
kepastian akan khasiat farmakolgis untuk suatu senyawa yang baru berhasil
diisolasi dari suatu tanaman dan belum ada informasi baik mengenai sifat kimia
maupun sifat farmakologinya.
3. Apa yang dimaksud dengan reliabilitas, validitas, dan objektivitas dalam suatu
percobaan.
4. Jelaskan hubungan antara gejala-gejala neurofarmakologis yang tercantum
dalam tabel dengan jenis aktivitas obatnya.

41

Anda mungkin juga menyukai