DOSEN :
Disusun oleh :
- Ester Geo Fanny (16334039)
- Hana Farida Salsabila (16334040)
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya serta limpahan kesehatan pada kami, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Makalah Fitokimia I tepat pada waktunya. Makalah ini
dibuat dengan judul “Perjalanan Obat di Dalam Tubuh Yang Diberikan Dalam
Bentuk Sediaan Suspensi Secara Intramuskular” diharapkan makalah ini dapat
membuat pembaca memahami bagaimana proses perjalanan sediaan suspesi yang
diinjeksikan dengan rute intramuskular dan pengaruhnya terhadap bioavaibilitas dalam
tubuh.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi nilai dan tugas Biofarmasi di
Fakultas Farmasi Institus Sains dan Teknologi Nasional. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada ibu Prof. Dr. Teti Indrawati, M.Si., Apt. selaku Dosen mata kuliah
Biofarmasi yang telah membimbing penulis sehingga berhasil menyelesaikan makalah
ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kelemahan dan kekurangan
yang harus disempurnakan. Untuk itu saya terbuka terhadap kritikan dan saran yang
bersifat konstruktif yang dapat menyempurnakan tugas ini. Akhir kata, saya sampaikan
terima kasih kepada semua pihak. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhai
segala usaha kita. Aamiin.
Penyusun
| BIOFARMASI 2
DAFTAR ISI
BAB IV PENUTUP..................................................................................................... 18
| BIOFARMASI 3
BAB I
PENDAHULUAN
Injeksi suspensi yang diberikan melalui rute intramuscular, seluruh obat akan
berada di tempat itu. Dari tempat suntikan itu obat akan masuk ke pembuluh darah
di sekitarnya secara difusi pasif, baru masuk ke dalam sirkulasi. Cara ini sesuai
untuk bahan obat, baik yang bersifat lipofilik maupun yang hidrofilik. Kedua bahan
obat itu dapat diterima dalam jaringan otot baik secara fisis maupun secara kimia.
bahkan bentuk sediaan suspensi dapat diterima lewat intramskuler, begitu juga
pembawanya bukan hanya air melainkan yang non air juga dapat. Hanya saja
apabila berupa larutan air harus diperhatikan pH larutan tersebut.
I.3 Tujuan
| BIOFARMASI 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
| BIOFARMASI 6
Pengertian pemberian obat secara intramuskular adalah pemberian
obat/cairan dengan cara dimasukkan langsung kedalam otot (muskulus).
Pemberian obat dengan cara ini dilakukan pada bagian tubuh yang berotot besar,
agar tidak ada kemungkinan untuk menusuk saraf, misalnya pada bokong dan kaki
bagian atas atau pada lengan bagian atas. Pemberian obat seperti ini
memungkinkan obat akan dilepas secara berkala dalam bentuk depot obat.
Jaringan intramuskular terbentuk dari otot yang bergaris yang mempunyai banyak
vaskularisasi aliran darah tergantung dari posisi otot ditempat penyuntikan.
Kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan kelengkapan absorpsi. Obat
yang sukar larut seperti dizepam dan penitoin akan mengendap di tempat
suntikan sehingga absorpsinya berjalan lambat, tidak lengkap dan tidak teratur.
Kelebihan :
tidak diperlukan keahlian khusus,
dapat dipakai untuk pemberian obat larut dalam minyak,
absorbsi cepat obat larut dalam air.
Kekurangan :
rasa sakit, tidak dapat dipakai pada gangguan bekuan darah (Clotting
time),
bioavibilitas bervariasi, obat dapat menggumpal pada lokasi
penyuntikan.
| BIOFARMASI 7
III.3 Daerah Penyuntikan Dalam Pemberian Obat Secara Intramuskular
| BIOFARMASI 8
c. Dorsogluteal
Dalam melakukan injeksi dorsogluteal, perawat harus teliti dan hati- hati
sehingga injeksi tidak mengenai saraf skiatik dan pembuluh darah. Lokasi ini
dapat digunakan pada orang dewasa dan anak-anak diatas usia 3 tahun, lokasi
ini tidak boleh digunakan pada anak dibawah 3 tahun karena kelompok usia
ini otot dorsogluteal belum berkembang. Salah satu cara menentukan lokasi
dorsogluteal adalah membagi area glutael menjadi kuadran-kuadran. Area
glutael tidak terbatas hanya pada bokong saja tetapi memanjang kearah
Kristal iliaka. Area injeksi dipilih pada kuadran area luar atas.
d. Rectus femoris
Pada orang dewasa, rectus femoris terletak pada sepertiga tengah paha bagian
depan.Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit di atasnya perlu ditarik
atau sedikit dicubit untuk membantu jarum mencapai kedalaman yang tepat.
Volume injeksi ideal antara 1-5 ml (untuk bayi antara 1-3 ml).Lokasi ini
jarang digunakan, namun biasanya sangat penting untuk melakukan auto-
injection, misalnya pasien dengan riwayat alergi berat biasanya menggunakan
tempat ini untuk menyuntikkan steroid injeksi yang mereka bawa kemana-
mana
e. Otot Deltoid di lengan atas
Posisi klien duduk atau berbaring datar dengan lengan bawah fleksi tetapi
rileks menyilangi abdomen atau pangkuan. Area ini dapat ditemukan pada
lengan atas bagian luar. Area ini jarang digunakan untuk injeksi intramuscular
karena mempunyai resiko besar terhadap bahaya tertusuknya pembuluh
darah, mengenai tulang atau serabut saraf. Cara sederhana untuk menentukan
lokasi pada deltoid adalah meletakkan dua jari secara vertical dibawah
akromion dengan jari yang atas diatas akromion. Lokasi injekssi adalah 3 jari
dibawah akromion.
| BIOFARMASI 9
III.4 Tujuan Injeksi Intramuskular
a. Pemberian obat dengan intramuscular bertujuan agar absorpsi obat lebih cepat
disbanding dengan pemberian secara subcutan karena lebih banyaknya suplai
darah di otot tubuh
b. Untuk memasukkan dalam jumlah yang lebih besar disbanding obat yang
diberikan melalui subcutan.
c. Pemberian dengan cara ini dapat pula mencegah atau mengurangi iritasi obat.
Namun harus nerhati-hati dalam melakukan injeksi secara intramuscular
karena cara ini dapat menyebabkan luka pada kulit dan rasa nyeri dan rasa
takut pad pasien.
| BIOFARMASI 10
III.6 Faktor Fisiologi
Selain sifat fisikokimia obat dan formulasi, faktor fisiologis juga
mempengaruhi absorpsi obat dari suspensi parenteral. Seperti yang telah
dibahas di atas, obat-obatan diberikan melalui rute intramuscular atau subkutan
sehingga memerlukan langkah penyerapan. Mengingat bahwa obat ini diserap
dengan proses difusi ke dalam kapiler darah dari tempat penyuntikan, maka
semakin besar aliran darah pada tempat suntikan, semakin cepat penyerapan
obat. Dengan demikian, besarnya aliran darah di tempat penyuntikan juga
mempengaruhi tingkat penyerapan. Sebagai contoh, epinefrin menghambat
aliran darah pada tempat penyuntikan akibatnya penyerapan menjadi lambat.
Peningkatan aktivitas otot juga dapat meningkatan laju aliran darah sehingga
absorpsi meningkat. Untuk penyuntikan intramuskular, dapat memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap bioavailabilitas. Ketika pasien diberikan
200 mg lidocaine ke intramuscular, tingkat penyerapan obat mengikuti urutan
layer yang dilewatinya.
| BIOFARMASI 11
Obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat berupa larutan
dalam air atau preparat depo khusus sering berupa suspensi obat dalam vehikulum
non aqua seperti etilenglikol. Absorbsi obat dalam larutan cepat sedangkan
absorbsi preparat-preparat depo berlangsung lambat. Setelah vehikulum berdifusi
keluar dari otot, obat tersebut mengendap pada tempat suntikan. Kemudian obat
melarut perlahan-lahan memberikan suatu dosis sedikit demi sedikit untuk waktu
yang lebih lama dengan efek terapetik yang panjang.
Suspensi dalam minyak atau suspensi baru dari puder steril. Pemberian
intramuskuler memberikan efek “depot” (lepas lambat), puncak konsentrasi dalam
darah dicapai setelah 1-2 jam. Faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari
jaringan otot (im) anatar lain : rheologi produk, konsentrasi dan ukuran partikel
obat dalam pembawa, bahan pembawa, volume injeksi, tonisitas produk dan
bentuk fisik dari produk. Persyaratan pH sebaiknya diperhatikan, karena masalah
iritasi, tetapi dapat dibuat pH antara 3-5 kalau bentuk suspensi ukuran partikel
kurang dari 50 mikron.
Absorpsi suspensi obat intramuskular tergantung dari:
1. Aliran darah
2. Permeabilitas kapiler darah
3. Kepadatan jaringan di daerah penyuntikkan
4. Laju pelepasan zat aktif
5. Mekanisme absorpsi: difusi pasif, filtrasi, dan pinositosis
6. Adanya vasodilator dan vasokonstriktor
| BIOFARMASI 12
III.8 Distribusi Suspensi Intramuskular
Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke jaringan
dan cairan tubuh. Distribusi obat yang telah diabsorpsi tergantung beberapa faktor
yaitu:
a. Aliran darah. Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke
organ berdasarkan jumlah aliran darah. Organ dengan aliran darah terbesar
adalah jantung, hepar, dan ginjal. Sedangkan distribusi ke organ lain seperti
kulit, lemak, dan otot lebih lambat
b. Permeabilitas kapiler. Distribusi obat tergantung pada struktur kapiler dan
struktur obat.
c. Ikatan protein. Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan
protein dapat terikat atau bebas. Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak
dapat bekerja. Hanya obat bebas yang dapat memberikan efek. Obat
dikatakan berikatan protein tinggi bila >80% obat terikat protein
| BIOFARMASI 13
Proses metabolisme obat di dalam tubuh melibatkan proses biotransformasi
obat secara kimiawi, hal ini terjadi dalam lingkungan biologis. Sebagian besar
reaksi metabolisme merubah obat menjadi bentuk metabolit yang lebih larut
dalam air daan siap dieksresikan melalui ginjal. Tempat utama metabolisme obat
parenteral adalah di hati, namun dapat terjadi di ginjal dan jaringan otot. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kecepatan metabolisme obat yaitu faktor genetik,
umur, lingkungan dan penyakit yang diderita.
| BIOFARMASI 14
III.11 Biofarmasetika
Obat yang diberikan secara intravena memiliki aksi yang cepat karena
hanya memerlukan interval 2 – 3 menit untuk bercampur dalam aliran darah hal
ini dikarenakan tidak diperlukan waktu penyerapan. Pemberian rute
intramuscular ini tetap melalui tahap penyerapan. Bioavailabilitas dari obat yang
diberikan secara intramuscular tergantung dari faktor fisiologis dan sifat fisika –
kimia obat. Proses obat yang terjadi di dalam tubuh :
Obat padat Obat larut di daalam cairan tubuh Obat diserap ke dalam tubuh Obat
masuk kedalam sirkulasi darah Efek
Dimana :
Dm / dt = laju disolusi
K = konstanta
| BIOFARMASI 15
BAB III
PEMBAHASAN
| BIOFARMASI 16
III.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi ADME
Dimana :
| BIOFARMASI 17
Absorpsi obat suspensi intramuskular tergantung dari:
1. Aliran darah
2. Permeabilitas kapiler darah
3. Kepadatan jaringan di daerah penyuntikkan
4. Laju pelepasan zat aktif
5. Mekanisme absorpsi: difusi pasif
6. Adanya vasodilator dan vasokonstriktor
| BIOFARMASI 18
Pada Tubuh manusia terdiri atas berbagai struktur jaringan dengan perbedaan
karakteristik lipofilik. Perbedaan sifat dan struktur jaringan menyebabkan
konsentrasi obat tidak sama dalam jaringan tubuh. Maka, karakteristik distribusi
obat, erat kaitannya dengan respon farmakologi.
III.4 Bentuk Obat/ Jenis Obat Yang Dapat Dibuat Untuk Sediaan Suspensi
Intramuskular
| BIOFARMASI 19
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
IV.2 Saran
| BIOFARMASI 20
DAFTAR PUSTAKA
| BIOFARMASI 21