Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH BIOFARMASI

PERJALANAN OBAT DI DALAM TUBUH YANG


DIBERIKAN DALAM BENTUK SEDIAAN SUSPENSI
SECARA INTRAMUSKULAR

DOSEN :

Prof. Dr. Teti Indrawati, M.Si., Apt.


Rahmi Hutabarat, S.Si., M.Si., Apt.

Disusun oleh :
- Ester Geo Fanny (16334039)
- Hana Farida Salsabila (16334040)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya serta limpahan kesehatan pada kami, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Makalah Fitokimia I tepat pada waktunya. Makalah ini
dibuat dengan judul “Perjalanan Obat di Dalam Tubuh Yang Diberikan Dalam
Bentuk Sediaan Suspensi Secara Intramuskular” diharapkan makalah ini dapat
membuat pembaca memahami bagaimana proses perjalanan sediaan suspesi yang
diinjeksikan dengan rute intramuskular dan pengaruhnya terhadap bioavaibilitas dalam
tubuh.

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi nilai dan tugas Biofarmasi di
Fakultas Farmasi Institus Sains dan Teknologi Nasional. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada ibu Prof. Dr. Teti Indrawati, M.Si., Apt. selaku Dosen mata kuliah
Biofarmasi yang telah membimbing penulis sehingga berhasil menyelesaikan makalah
ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kelemahan dan kekurangan
yang harus disempurnakan. Untuk itu saya terbuka terhadap kritikan dan saran yang
bersifat konstruktif yang dapat menyempurnakan tugas ini. Akhir kata, saya sampaikan
terima kasih kepada semua pihak. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhai
segala usaha kita. Aamiin.

Jakarta, 21 Desember 2018

Penyusun

| BIOFARMASI 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2

DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 4

I.1 Latar Belakang ............................................................................................... 4


I.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 5
I.3 Tujuan ............................................................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 7

II.1 Teori Dasar ..................................................................................................... 7


II.2 Kekurangan dan Kelebihan Suspensi Intramuskular ..................................... 8
II.3 Daerah Penyuntikan Dalam Pemberian Obat Secara Intramuskular ............ 9
II.4 Tujuan Injeksi Intramuskular ......................................................................... 11
II.5 Mekanisme Fisiologis .................................................................................... 11
II.6 Faktor Fisiologis ............................................................................................ 16
II.7 Absorpsi Suspensi Intramuskular .................................................................. 12
II.8 Distribusi Suspensi Intramuskular ................................................................. 13
II.9 Metabolisme Suspensi Intramuskular ............................................................ 14
II.10 Eliminasi Suspensi Intramuskular.................................................................. 14
II.11 Biofarmasetika .............................................................................................. 15
II.12 Pengaruh Sifat Fisika Kimia Obat Terhadap Bioavailabilitas ....................... 15

BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................... 15

III.1 Biofarmasetika .............................................................................................. 15


III.2 Pengaruh Sifat Fisika Kimia Obat Terhadap Bioavailabilitas ....................... 15
III.3 Absorpsi Obat Suspensi Injeksi Pada Intramuscular ..................................... 16
III.4 Faktor Fisiologis ............................................................................................ 17

BAB IV PENUTUP..................................................................................................... 18

IV.1 Kesimpulan .................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 19

| BIOFARMASI 3
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Pemberian obat secara intramuskular adalah pemberian obat/cairan dengan
cara dimasukkan langsung kedalam otot (muskulus). Pemberian obat dengan cara
ini dilakukan pada bagian tubuh yang berotot besar, agar tidak ada kemungkinan
untuk menusuk saraf, misalnya pada bokong dan kaki bagian atas atau pada lengan
bagian atas.

Injeksi intramuskular menunjukan suatu absorpsi yang lebih cepat daripada


absorpsi sediaan oral, akan tetapi mungkin suatu sediaan intramuskular dapat
melepaskan obat yang relatif lambat. Sediaan obat terjadi bila obat berdifusi dari
otot ke cairan yang mengelilingi jaringan dan kemudian ke darah. Injeksi suspensi
intramuskular dapat diformulasikan untuk pelepasan obat secara cepat atau lambat
dengan mengubah pembawa sediaan injeksi. Larutan biasanya disistribusikan
secara cepat dari tempat injeksi, sedangkan pembawa yang kental seperti minyak
atau suspensi dapat menghasilkan suatu kadar darah yang lambat dan kadar yang
dipertahankan. Pembawa yang kental seperti minyak sebelum terdistribusi boleh
jadi pertama ada partisi ke dalam fase “aqueous”. Suatu obat yang sangat larut
dalam minyak tidak larut dalam air, karena partisi yang lambat dam mempunyai
pelepasan yang relatif lama dan dipertahankan.

Injeksi suspensi yang diberikan melalui rute intramuscular, seluruh obat akan
berada di tempat itu. Dari tempat suntikan itu obat akan masuk ke pembuluh darah
di sekitarnya secara difusi pasif, baru masuk ke dalam sirkulasi. Cara ini sesuai
untuk bahan obat, baik yang bersifat lipofilik maupun yang hidrofilik. Kedua bahan
obat itu dapat diterima dalam jaringan otot baik secara fisis maupun secara kimia.
bahkan bentuk sediaan suspensi dapat diterima lewat intramskuler, begitu juga
pembawanya bukan hanya air melainkan yang non air juga dapat. Hanya saja
apabila berupa larutan air harus diperhatikan pH larutan tersebut.

Obat- obat yang diinjeksikan secara intramuskular melibatkan penundaan


absorbsi karena obat bejalan dari tempat injeksi ke aliran darah. Formulasi injeksi
| BIOFARMASI 4
intramuskular dapat untuk melepaskan obat secara cepat atau lambat tergantung
pembawa sediaan injeksi

I.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelepasan obat sediaan suspensi yang injeksikan secara


intamuskular?
2. Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi Absorpsi, Distribusi, Metabolisme,
dan Eliminasi?
3. Bagaimana mekanisme kerja atau proses perjalanan suspensi yang diinjeksikan
secara intramuskular pada tubuh?
4. Apa saja bentuk obat/ jenis obat yang dapat dibuat untuk sediaan suspensi
intramuskular?

I.3 Tujuan

1) Memahami pelepasan obat sediaan suspensi yang injeksikan secara


intamuskular?
2) Memahami faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi Absorpsi, Distribusi,
Metabolisme, dan Eliminasi?
3) Memahami mekanisme kerja atau proses perjalanan suspensi yang diinjeksikan
secara intramuskular pada tubuh?
4) Mengetahui saja bentuk obat/ jenis obat yang dapat dibuat untuk sediaan
suspensi intramuskular?

| BIOFARMASI 5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Teori Dasar

Suspensi adalah suatu sistem dimana fasa internalnya tersebar merata


dalam fase eksternal, yang disebut dengan vecichle (pembawa). Fase tersuspensi
dapat berupa solid dan vehicle dapat berupa cairan maupun non cairan. Dispersi
solid dalam vehicle cair dikategorikan sesuai dengan ukuran partikel tersuspensi.

Suspensi parenteral biasanya diberikan secara intramuskular (ke dalam


jaringan otot). Suspensi tidak boleh diberikan secara intravena (ke pembuluh
darah) atau intra-arterially (ke dalam arteri), karena partikel dalam suspensi kering
biasanya lebih besar dari diameter kapiler. Jika hal tersebut berlanjut maka akan
berbahaya di dalam tubuh. Partikel dispersi yang lebih besar dari kapiler darah
dapat mennyumbat pembuluh darah dan menyebabkan kematian terlebih jika pada
pembuluh darah jantung.

Suspensi parenteral biasanya digunakan ketika :

1. Obat memiliki keterbatasan kelarutan di dalam air, dan upaya untuk


melarutkan obat tersebut akan membahayakan keselamatan
2. Pelepasan obat yang dibutuhkan
3. Yang diinginkan adalah efek lokal

Intramuskular (IM), rute IM memungkinkan adsorpsi obat yang lebih


cepat daripada rute SC karena pembuluh darah lebih banyak terdapat di otot.
Bahaya kerusakan jaringan berkurang ketika obat memasuki otot yang dalam
tetapi bila tidak berhati-hati ada resiko menginjeksi obat langsung ke pembuluh
darah. Dengan injeksi di dalam otot yang terlarut berlangsung dalam 10-30 menit,
guna memperlambat adsorbsi dengan maksud memperpanjang kerja obat,
seringkali digunakan larutan atau suspensi dalam minyak umpamanya suspense
penicilin dan hormone kelamin.

| BIOFARMASI 6
Pengertian pemberian obat secara intramuskular adalah pemberian
obat/cairan dengan cara dimasukkan langsung kedalam otot (muskulus).
Pemberian obat dengan cara ini dilakukan pada bagian tubuh yang berotot besar,
agar tidak ada kemungkinan untuk menusuk saraf, misalnya pada bokong dan kaki
bagian atas atau pada lengan bagian atas. Pemberian obat seperti ini
memungkinkan obat akan dilepas secara berkala dalam bentuk depot obat.
Jaringan intramuskular terbentuk dari otot yang bergaris yang mempunyai banyak
vaskularisasi aliran darah tergantung dari posisi otot ditempat penyuntikan.

Injeksi suspensi yang diberikan melalui rute intramuscular, seluruh obat


akan berada di tempat itu. Dari tempat suntikan itu obat akan masuk ke pembuluh
darah di sekitarnya secara difusi pasif, baru masuk ke dalam sirkulasi. Cara ini
sesuai untuk bahan obat , baik yang bersifat lipofilik maupun yang hidrofilik.
Kedua bahan obat itu dapat diterima dalam jaringan otot baik secara fisis maupun
secara kimia. bahkan bentuk sediaan larutan, suspensi, atau emulsi juga dapat
diterima lewat intramskuler, begitu juga pembawanya bukan hanya air melainkan
yang non air juga dapat. Hanya saja apabila berupa larutan air harus diperhatikan
pH larutan tersebut.

III.2 Kelebihan dan Kekurangan Suspensi Intramuskular

Kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan kelengkapan absorpsi. Obat
yang sukar larut seperti dizepam dan penitoin akan mengendap di tempat
suntikan sehingga absorpsinya berjalan lambat, tidak lengkap dan tidak teratur.
Kelebihan :
 tidak diperlukan keahlian khusus,
 dapat dipakai untuk pemberian obat larut dalam minyak,
 absorbsi cepat obat larut dalam air.
Kekurangan :
 rasa sakit, tidak dapat dipakai pada gangguan bekuan darah (Clotting
time),
 bioavibilitas bervariasi, obat dapat menggumpal pada lokasi
penyuntikan.

| BIOFARMASI 7
III.3 Daerah Penyuntikan Dalam Pemberian Obat Secara Intramuskular

Tempat untuk injeksi IM adalah :

a. Paha (vastus lateralis)


posisi klien terlentang dengan lutut agak fleksi. Area ini terletak antar sisi
median anterior dan sisi midlateral paha. Otot vastus lateralis biasanya tebal
dan tumbuh secara baik pada orang deawasa dan anak-anak. Bila melakukan
injeksi pada bayi disarankan menggunakan area ini karena pada area ini tidak
terdapat serabut saraf dan pemubuluh darah besar. Area injeksi disarankan
pada 1/3 bagian yang tengah. Area ini ditentukan dengan cara membagi area
antara trokanter mayor sampai dengan kondila femur lateral menjadi 3
bagian, lalu pilih area tengah untuk lokasi injeksi. Untuk melakukan injeksi
ini pasian dapat diatur miring atau duduk.
b. Ventrogluteal
Posisi klien berbaring miring, telentang, atau telentang dengan lutut atau
panggul miring dengan tempat yang diinjeksi fleksi. Area ini juga disebut
area von hoehstetter. Area ini paling banyak dipilih untuk injeksi muscular
karena pada area ini tidak terdapat pembuluh darah dan saraf besar. Area ini
ini jauh dari anus sehingga tidak atau kurang terkontaminasi

| BIOFARMASI 8
c. Dorsogluteal
Dalam melakukan injeksi dorsogluteal, perawat harus teliti dan hati- hati
sehingga injeksi tidak mengenai saraf skiatik dan pembuluh darah. Lokasi ini
dapat digunakan pada orang dewasa dan anak-anak diatas usia 3 tahun, lokasi
ini tidak boleh digunakan pada anak dibawah 3 tahun karena kelompok usia
ini otot dorsogluteal belum berkembang. Salah satu cara menentukan lokasi
dorsogluteal adalah membagi area glutael menjadi kuadran-kuadran. Area
glutael tidak terbatas hanya pada bokong saja tetapi memanjang kearah
Kristal iliaka. Area injeksi dipilih pada kuadran area luar atas.
d. Rectus femoris
Pada orang dewasa, rectus femoris terletak pada sepertiga tengah paha bagian
depan.Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit di atasnya perlu ditarik
atau sedikit dicubit untuk membantu jarum mencapai kedalaman yang tepat.
Volume injeksi ideal antara 1-5 ml (untuk bayi antara 1-3 ml).Lokasi ini
jarang digunakan, namun biasanya sangat penting untuk melakukan auto-
injection, misalnya pasien dengan riwayat alergi berat biasanya menggunakan
tempat ini untuk menyuntikkan steroid injeksi yang mereka bawa kemana-
mana
e. Otot Deltoid di lengan atas
Posisi klien duduk atau berbaring datar dengan lengan bawah fleksi tetapi
rileks menyilangi abdomen atau pangkuan. Area ini dapat ditemukan pada
lengan atas bagian luar. Area ini jarang digunakan untuk injeksi intramuscular
karena mempunyai resiko besar terhadap bahaya tertusuknya pembuluh
darah, mengenai tulang atau serabut saraf. Cara sederhana untuk menentukan
lokasi pada deltoid adalah meletakkan dua jari secara vertical dibawah
akromion dengan jari yang atas diatas akromion. Lokasi injekssi adalah 3 jari
dibawah akromion.

| BIOFARMASI 9
III.4 Tujuan Injeksi Intramuskular
a. Pemberian obat dengan intramuscular bertujuan agar absorpsi obat lebih cepat
disbanding dengan pemberian secara subcutan karena lebih banyaknya suplai
darah di otot tubuh
b. Untuk memasukkan dalam jumlah yang lebih besar disbanding obat yang
diberikan melalui subcutan.
c. Pemberian dengan cara ini dapat pula mencegah atau mengurangi iritasi obat.
Namun harus nerhati-hati dalam melakukan injeksi secara intramuscular
karena cara ini dapat menyebabkan luka pada kulit dan rasa nyeri dan rasa
takut pad pasien.

III.5 Mekanisme Fisiologis


Jaringan intramuskular: terbentuk dari otot bergaris yang mempunyai
banyak vaskularisasi (setiap 20 mm3 terdiri dari 200 otot dan 700 kapiler darah).
Aliran darah tergantung dari posisi otot di tempat penyuntikkan.
Obat masuk kedalam tubuh beberapa saat setelah diinjeksikan, obat akan
masuk ke dalam tubuh melalui pembuluh darah, mengikuti aliran darah, disana
obat akan di absorbsi oleh tubuh, Setelah di absorbsi partikel obat yang telah
terabsorbsi akan di edarkan oleh darah ke seluruh tubuh lainnya, namun disini
belum memberikan efek karena belum tepat pada organ target sesuai dengan
fungsi obat itu sebagai apa, entah sebagai analgesik, antipiretik, antiemesis, dan
lain sebagainya. Selanjutnya setelah obat di distribusikan ke seluruh tubuh, karena
obat belum memberikan efek , obat akan di metabolisme oleh hati, di hati ini obat
akan dipisahkan berbagai komponenenya, partikel obat yang dibutuhkan oleh
organ target akan di edarkan ke organ target tersebut untuk memberikan efek
sesuai dengan masalah ( penyakit ) yang akan diatasi, sedangkan bagian partikel
yang tidak dibutuhkan tubuh akan di ekskresikan oleh tubuh baik melalui
keringat, urine, dan lain sebagainya

| BIOFARMASI 10
III.6 Faktor Fisiologi
Selain sifat fisikokimia obat dan formulasi, faktor fisiologis juga
mempengaruhi absorpsi obat dari suspensi parenteral. Seperti yang telah
dibahas di atas, obat-obatan diberikan melalui rute intramuscular atau subkutan
sehingga memerlukan langkah penyerapan. Mengingat bahwa obat ini diserap
dengan proses difusi ke dalam kapiler darah dari tempat penyuntikan, maka
semakin besar aliran darah pada tempat suntikan, semakin cepat penyerapan
obat. Dengan demikian, besarnya aliran darah di tempat penyuntikan juga
mempengaruhi tingkat penyerapan. Sebagai contoh, epinefrin menghambat
aliran darah pada tempat penyuntikan akibatnya penyerapan menjadi lambat.
Peningkatan aktivitas otot juga dapat meningkatan laju aliran darah sehingga
absorpsi meningkat. Untuk penyuntikan intramuskular, dapat memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap bioavailabilitas. Ketika pasien diberikan
200 mg lidocaine ke intramuscular, tingkat penyerapan obat mengikuti urutan
layer yang dilewatinya.

III.7 Absorpsi Suspensi Intramuskular


Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke
dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah
saluran cerna (mulut sampai rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Palingpenting
untuk diperhatikan adalah cara pemberian obat per oral, dengan cara ini tempat
absorpsi utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi yang
sangat luas, yakni 200 meter persegi (panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai
dengan vili dan mikrovili) (Gunawan, 2009).

Injeksi intramuskular menunjukan suatu absorpsi yang lebih cepat


daripada absorpsi sediaan oral, akan tetapi mungkin suatu sediaan intramuskular
dapat melepaskan obat yang relatif lambat. Sediaan obat terjadi bila obat berdifusi
dari otot ke cairan yang mengelilingi jaringan dan kemudian ke darah. Injeksi
suspensi intramuskular dapat diformulasikan untuk pelepasan obat secara cepat
atau lambat dengan mengubah pembawa sediaan injeksi.

| BIOFARMASI 11
Obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat berupa larutan
dalam air atau preparat depo khusus sering berupa suspensi obat dalam vehikulum
non aqua seperti etilenglikol. Absorbsi obat dalam larutan cepat sedangkan
absorbsi preparat-preparat depo berlangsung lambat. Setelah vehikulum berdifusi
keluar dari otot, obat tersebut mengendap pada tempat suntikan. Kemudian obat
melarut perlahan-lahan memberikan suatu dosis sedikit demi sedikit untuk waktu
yang lebih lama dengan efek terapetik yang panjang.

Suspensi dalam minyak atau suspensi baru dari puder steril. Pemberian
intramuskuler memberikan efek “depot” (lepas lambat), puncak konsentrasi dalam
darah dicapai setelah 1-2 jam. Faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari
jaringan otot (im) anatar lain : rheologi produk, konsentrasi dan ukuran partikel
obat dalam pembawa, bahan pembawa, volume injeksi, tonisitas produk dan
bentuk fisik dari produk. Persyaratan pH sebaiknya diperhatikan, karena masalah
iritasi, tetapi dapat dibuat pH antara 3-5 kalau bentuk suspensi ukuran partikel
kurang dari 50 mikron.
Absorpsi suspensi obat intramuskular tergantung dari:
1. Aliran darah
2. Permeabilitas kapiler darah
3. Kepadatan jaringan di daerah penyuntikkan
4. Laju pelepasan zat aktif
5. Mekanisme absorpsi: difusi pasif, filtrasi, dan pinositosis
6. Adanya vasodilator dan vasokonstriktor

Pengaruh pembawa dapat mempengaruhi aksi kerja obat


1. Suspensi larut air: aksi obat akan diperlambat karena adanya zat pengsuspensi,
tergantung kepada besarnya obat. (100 μm). Zat pengsuspensi merupakan
polimer larut air sehingga meningkatkan viskositas.
2. Larutan dan suspensi dalam minyak: pelepasan zat aktif lebih lama
dibandingkan dalam larutan air.

Pengendapan zat aktif terjadi karena:


 Adanya perbedaan pH antara pembawa dan cairan biologik
 Pengaruh pengenceran oleh cairan intestinal (penggunaan pelarut campur)
Pengendapan dapat menyebabkan aksi obat diperlambat.

| BIOFARMASI 12
III.8 Distribusi Suspensi Intramuskular

Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke jaringan
dan cairan tubuh. Distribusi obat yang telah diabsorpsi tergantung beberapa faktor
yaitu:
a. Aliran darah. Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke
organ berdasarkan jumlah aliran darah. Organ dengan aliran darah terbesar
adalah jantung, hepar, dan ginjal. Sedangkan distribusi ke organ lain seperti
kulit, lemak, dan otot lebih lambat
b. Permeabilitas kapiler. Distribusi obat tergantung pada struktur kapiler dan
struktur obat.
c. Ikatan protein. Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan
protein dapat terikat atau bebas. Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak
dapat bekerja. Hanya obat bebas yang dapat memberikan efek. Obat
dikatakan berikatan protein tinggi bila >80% obat terikat protein

Pada pemberian suspensi secara intramuskular molekul obat bercampur


dengan cairan tubuh atau jaringan, lalu masuk ke dalam peredaran darah dan
kemudian didistribusikan ke jaringan tempat obat bekerja. Tubuh manusia terdiri
atas berbagai struktur jaringan dengan perbedaan karakteristik lipofilik. Perbedaan
sifat dan struktur jaringan menyebabkan konsentrasi obat tidak sama dalam
jaringan tubuh. Maka, karakteristik distribusi obat, erat kaitannya dengan respon
farmakologi.

III.9 Metabolisme Suspensi Intramuskular

| BIOFARMASI 13
Proses metabolisme obat di dalam tubuh melibatkan proses biotransformasi
obat secara kimiawi, hal ini terjadi dalam lingkungan biologis. Sebagian besar
reaksi metabolisme merubah obat menjadi bentuk metabolit yang lebih larut
dalam air daan siap dieksresikan melalui ginjal. Tempat utama metabolisme obat
parenteral adalah di hati, namun dapat terjadi di ginjal dan jaringan otot. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kecepatan metabolisme obat yaitu faktor genetik,
umur, lingkungan dan penyakit yang diderita.

III.10 Eliminasi Suspensi Intramuskular


Eksresi obat suspensi injeksi dan metabolitnya merupakan tahapan terakhir
dari aktivitas serta keberadaan obat dalam tubuh. Molekul obat yang masuk ke
dalam tubuh dikeluarkan melalui beberapa saluran. Obat akan diekskresikan dari
tubuh bersama dengan berbagai cairan tubuh melalui beberapa perjalanan. Ginjal
merupakan organ utama untuk mengeliminasi obat bersama urin. Organ lain
yang dapat mengeksresikan obat yaitu : empedu, paru, air ludah, ASI dan kulit.

| BIOFARMASI 14
III.11 Biofarmasetika
Obat yang diberikan secara intravena memiliki aksi yang cepat karena
hanya memerlukan interval 2 – 3 menit untuk bercampur dalam aliran darah hal
ini dikarenakan tidak diperlukan waktu penyerapan. Pemberian rute
intramuscular ini tetap melalui tahap penyerapan. Bioavailabilitas dari obat yang
diberikan secara intramuscular tergantung dari faktor fisiologis dan sifat fisika –
kimia obat. Proses obat yang terjadi di dalam tubuh :

Obat padat  Obat larut di daalam cairan tubuh  Obat diserap ke dalam tubuh  Obat
masuk kedalam sirkulasi darah  Efek

III.12 Pengaruh Sifat Fisika Kimia Obat Terhadap Bioavailabilitas


Laju disolusi obat dari depot dipengaruhi oleh luas permukaan obat yang
terkena cairan interstitial serta ukuran partikel rata-rata obat. Hubungan ini
dikenal dengan persamaan Noyes – Whitney :

Dimana :

Dm / dt = laju disolusi

K = konstanta

D = koefisien difusi obat dalam cairan interstitial

S = luas permukaan obat terkena medium

Cs = kelarutan obat yang seimbang dalam cairan interstitial

C = konsentrasi obat dalam cairan interstitial setiap satuan waktu

| BIOFARMASI 15
BAB III

PEMBAHASAN

III.1 Pelepasan Suspensi Intramuskular


Obat yang diinjeksikan ke dalam massa otot, obat harus mencapai sistem
sirkulasi atau cairan tubuh yang lain untuk dapat berada dalam sistemik. Anatomi
tempat injeksi intramuskular akan mempengaruhi laju absorpsi obat. Suatu obat
yang diinjeksikan dalam otot deltoid diabsorpsi lebih cepat daripada obat yang
sama yang di injeksikan ke dalam gluteus maksimus karena aliran darah dalam
otot deltoid lebih baik. Pada umumnya, bioavaibilitas terbesar yang harus
diberikan untuk memastikan efek terapetik yang maksimum. Pemberian
intramuskuler memberikan efek “depot” (lepas lambat), puncak konsentrasi dalam
darah dicapai setelah 1-2 jam. Injeksi suspensi yang diberikan melalui rute
intramuscular, seluruh obat akan berada di tempat itu. Dari tempat suntikan itu
obat akan masuk ke pembuluh darah di sekitarnya secara difusi pasif, baru masuk
ke dalam sirkulasi.

Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses transmembran bagi


umumnya obat – obat. Tenaga pendorong untuk difusi pasif adalah perbedaan
konsentrasi obat pada kedua sisi membran sel. Dimana obat berdifusi dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Cara ini sesuai untuk bahan
obat , baik yang bersifat lipofilik maupun yang hidrofilik. Kedua bahan obat itu
dapat diterima dalam jaringan otot baik secara fisis maupun secara kimia. bahkan
bentuk sediaan larutan, suspensi, atau emulsi juga dapat diterima lewat
intramskuler, begitu juga pembawanya bukan hanya air melainkan yang non air
juga dapat. Hanya saja apabila berupa larutan air harus diperhatikan pH larutan
tersebut.

| BIOFARMASI 16
III.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi ADME

a. Absorpsi Suspensi Intamuskular Melalaui Dinding Kapiler


Obat suspensi injeksi biasanya berdifusi sangat cepat melalui kapiler
membran sel dalam kompartemen vaskular sebaliknya yang berdifusi
melalui membran sel dari kapiler otak, dimana obat berdifusi lambat ke
dalam otak seolah – olah terdapat membran lipid yang tebal. Obat yang
berada di dalam lingkungan depot akan masuk kedalam pembuluh darah
melalui dinding kapiler dengan tebal dinding 0,5 mm. Obat dapat masuk
melalui lorong yang menghubungkan antara interior dan eksterior.
Kemampuan obat dalam melewati membran ini tergantung dari besarnya
ukuran partikel dan luas permukaan membran dan pH obat (ionisasi) serta
kelarutan obat. Hubungan ini adalah dinyatakan oleh persamaan
Henderson-Hasselbach untuk asam lemah, dinyatakan sebagai berikut:

Dimana :

A dan HA adalah konsentrasi terionisasi dari masing-masing zat.


Keterkaitan antara disosiasi konstan, dan penyerapan obat adalah
dasar untuk hipotesis pH-partisi.

Absorpsi obat dari depot umumnya mengalami disolusi terbatas.


Pengaruh proses penyerapan ditentukan oleh waktu dan kadar obat dalam
plasma (C) seperti ditunjukkan pada Gambar dibawah ini :

| BIOFARMASI 17
Absorpsi obat suspensi intramuskular tergantung dari:
1. Aliran darah
2. Permeabilitas kapiler darah
3. Kepadatan jaringan di daerah penyuntikkan
4. Laju pelepasan zat aktif
5. Mekanisme absorpsi: difusi pasif
6. Adanya vasodilator dan vasokonstriktor

b. Distribusi Suspensi Intramuskular

Pemberian suspensi secara intramuskular molekul obat bercampur dengan cairan


tubuh atau jaringan, lalu masuk ke dalam peredaran darah dan kemudian
didistribusikan ke jaringan tempat obat bekerja. Distribusi obat injeksi suspesi
yang telah diabsorpsi tergantung beberapa faktor yaitu:
d. Aliran darah. Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke
organ berdasarkan jumlah aliran darah. Organ dengan aliran darah terbesar
adalah jantung, hepar, dan ginjal. Sedangkan distribusi ke organ lain seperti
kulit, lemak, dan otot lebih lambat
e. Permeabilitas kapiler. Distribusi obat tergantung pada struktur kapiler dan
struktur obat.
f. Ikatan protein. Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan
protein dapat terikat atau bebas. Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak
dapat bekerja. Hanya obat bebas yang dapat memberikan efek. Obat
dikatakan berikatan protein tinggi bila >80% obat terikat protein

| BIOFARMASI 18
Pada Tubuh manusia terdiri atas berbagai struktur jaringan dengan perbedaan
karakteristik lipofilik. Perbedaan sifat dan struktur jaringan menyebabkan
konsentrasi obat tidak sama dalam jaringan tubuh. Maka, karakteristik distribusi
obat, erat kaitannya dengan respon farmakologi.

c. Metabolisme Suspensi Intramuskular


Proses metabolisme obat di dalam tubuh melibatkan proses biotransformasi
obat secara kimiawi, hal ini terjadi dalam lingkungan biologis. Sebagian besar
reaksi metabolisme merubah obat menjadi bentuk metabolit yang lebih larut
dalam air daan siap dieksresikan melalui ginjal. Tempat utama metabolisme obat
parenteral adalah di hati, namun dapat terjadi di ginjal dan jaringan otot. Faktor-
faktor yang mempengaruhi kecepatan metabolisme obat yaitu faktor genetik,
umur, lingkungan dan penyakit yang diderita.

d. Eliminasi Suspensi Intramuskular


Eliminasi obat suspensi injeksi dan metabolitnya merupakan tahapan
terakhir dari aktivitas serta keberadaan obat dalam tubuh. Molekul obat yang
masuk ke dalam tubuh dikeluarkan melalui beberapa saluran. Obat akan
diekskresikan dari tubuh bersama dengan berbagai cairan tubuh melalui
beberapa perjalanan. Ginjal merupakan organ utama untuk mengeliminasi obat
bersama urin. Organ lain yang dapat mengeksresikan obat yaitu : empedu, paru,
air ludah, ASI dan kulit.

III.3 Mekanisme Kerja Atau Proses Perjalanan Suspensi Intramuskular

III.4 Bentuk Obat/ Jenis Obat Yang Dapat Dibuat Untuk Sediaan Suspensi
Intramuskular

| BIOFARMASI 19
BAB IV

PENUTUP

IV.1 Kesimpulan

IV.2 Saran

| BIOFARMASI 20
DAFTAR PUSTAKA

1. Shargel, L. Dan Andrew B.C.Yu. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan

Surabaya: Airlangga University Press.

2. Pharmaceutical Dosage Forms: Parenteral Medications, Volume I, Kenneth A.


Avis, Leon Lachman dan Herbert A. Lieberman, Marcel Dekker, Inc., New York,
1984, halaman 14-16.
3. The United Stated Pharmacopeia XX/NF-XV. Easton, Mark Publishing Co., 1980,
p. 960.
4.

| BIOFARMASI 21

Anda mungkin juga menyukai