DOSEN :
Disusun oleh :
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya serta limpahan kesehatan pada kami, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Makalah Biofarmasi tepat pada waktunya. Makalah ini
dibuat dengan judul “Perjalanan Obat di Dalam Tubuh Yang Diberikan Dalam
Bentuk Sediaan Suspensi Secara Intramuskular” diharapkan makalah ini dapat
membuat pembaca memahami bagaimana proses perjalanan sediaan suspesi yang
diinjeksikan dengan rute intramuskular dan pengaruhnya terhadap bioavaibilitas dalam
tubuh.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi nilai dan tugas Biofarmasi di
Fakultas Farmasi Institus Sains dan Teknologi Nasional. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada ibu Prof. Dr. Teti Indrawati, M.Si., Apt. selaku Dosen mata kuliah
Biofarmasi yang telah membimbing penulis sehingga berhasil menyelesaikan makalah
ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kelemahan dan kekurangan
yang harus disempurnakan. Untuk itu saya terbuka terhadap kritikan dan saran yang
bersifat konstruktif yang dapat menyempurnakan tugas ini. Akhir kata, saya sampaikan
terima kasih kepada semua pihak. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhai
segala usaha kita. Aamiin.
Penyusun
DAFTAR ISI
| BIOFARMASI 2
KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2
BAB IV PENUTUP..................................................................................................... 26
| BIOFARMASI 3
BAB I
PENDAHULUAN
Injeksi suspensi yang diberikan melalui rute intramuscular, seluruh obat akan
berada di tempat itu. Dari tempat suntikan itu obat akan masuk ke pembuluh darah
di sekitarnya secara difusi pasif, baru masuk ke dalam sirkulasi. Cara ini sesuai
untuk bahan obat, baik yang bersifat lipofilik maupun yang hidrofilik. Kedua bahan
obat itu dapat diterima dalam jaringan otot baik secara fisis maupun secara kimia.
bahkan bentuk sediaan suspensi dapat diterima lewat intramskuler, begitu juga
pembawanya bukan hanya air melainkan yang non air juga dapat. Hanya saja
apabila berupa larutan air harus diperhatikan pH larutan tersebut.
| BIOFARMASI 4
intramuskular dapat untuk melepaskan obat secara cepat atau lambat tergantung
pembawa sediaan injeksi
I.3 Tujuan
| BIOFARMASI 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
| BIOFARMASI 6
Pengertian pemberian obat secara intramuskular adalah pemberian
obat/cairan dengan cara dimasukkan langsung kedalam otot (muskulus).
Pemberian obat dengan cara ini dilakukan pada bagian tubuh yang berotot besar,
agar tidak ada kemungkinan untuk menusuk saraf, misalnya pada bokong dan kaki
bagian atas atau pada lengan bagian atas. Pemberian obat seperti ini
memungkinkan obat akan dilepas secara berkala dalam bentuk depot obat.
Jaringan intramuskular terbentuk dari otot yang bergaris yang mempunyai banyak
vaskularisasi aliran darah tergantung dari posisi otot ditempat penyuntikan.
| BIOFARMASI 7
III.2 Kelebihan dan Kekurangan Suspensi Intramuskular
Kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan kelengkapan absorpsi. Obat
yang sukar larut seperti dizepam dan penitoin akan mengendap di tempat
suntikan sehingga absorpsinya berjalan lambat, tidak lengkap dan tidak teratur.
Kelebihan :
tidak diperlukan keahlian khusus,
dapat dipakai untuk pemberian obat larut dalam minyak,
absorbsi cepat obat larut dalam air.
Kekurangan :
rasa sakit, tidak dapat dipakai pada gangguan bekuan darah (Clotting
time),
bioavibilitas bervariasi, obat dapat menggumpal pada lokasi
penyuntikan.
| BIOFARMASI 8
a. Paha (vastus lateralis)
posisi klien terlentang dengan lutut agak fleksi. Area ini terletak antar sisi
median anterior dan sisi midlateral paha. Otot vastus lateralis biasanya tebal
dan tumbuh secara baik pada orang deawasa dan anak-anak. Bila melakukan
injeksi pada bayi disarankan menggunakan area ini karena pada area ini tidak
terdapat serabut saraf dan pemubuluh darah besar. Area injeksi disarankan
pada 1/3 bagian yang tengah. Area ini ditentukan dengan cara membagi area
antara trokanter mayor sampai dengan kondila femur lateral menjadi 3
bagian, lalu pilih area tengah untuk lokasi injeksi. Untuk melakukan injeksi
ini pasian dapat diatur miring atau duduk.
b. Ventrogluteal
Posisi klien berbaring miring, telentang, atau telentang dengan lutut atau
panggul miring dengan tempat yang diinjeksi fleksi. Area ini juga disebut
area von hoehstetter. Area ini paling banyak dipilih untuk injeksi muscular
karena pada area ini tidak terdapat pembuluh darah dan saraf besar. Area ini
ini jauh dari anus sehingga tidak atau kurang terkontaminasi
c. Dorsogluteal
Dalam melakukan injeksi dorsogluteal, perawat harus teliti dan hati- hati
sehingga injeksi tidak mengenai saraf skiatik dan pembuluh darah. Lokasi ini
dapat digunakan pada orang dewasa dan anak-anak diatas usia 3 tahun, lokasi
ini tidak boleh digunakan pada anak dibawah 3 tahun karena kelompok usia
ini otot dorsogluteal belum berkembang. Salah satu cara menentukan lokasi
dorsogluteal adalah membagi area glutael menjadi kuadran-kuadran. Area
glutael tidak terbatas hanya pada bokong saja tetapi memanjang kearah
Kristal iliaka. Area injeksi dipilih pada kuadran area luar atas.
d. Rectus femoris
Pada orang dewasa, rectus femoris terletak pada sepertiga tengah paha bagian
depan.Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit di atasnya perlu ditarik
atau sedikit dicubit untuk membantu jarum mencapai kedalaman yang tepat.
Volume injeksi ideal antara 1-5 ml (untuk bayi antara 1-3 ml).Lokasi ini
jarang digunakan, namun biasanya sangat penting untuk melakukan auto-
injection, misalnya pasien dengan riwayat alergi berat biasanya menggunakan
tempat ini untuk menyuntikkan steroid injeksi yang mereka bawa kemana-
mana
| BIOFARMASI 9
e. Otot Deltoid di lengan atas
Posisi klien duduk atau berbaring datar dengan lengan bawah fleksi tetapi
rileks menyilangi abdomen atau pangkuan. Area ini dapat ditemukan pada
lengan atas bagian luar. Area ini jarang digunakan untuk injeksi intramuscular
karena mempunyai resiko besar terhadap bahaya tertusuknya pembuluh
darah, mengenai tulang atau serabut saraf. Cara sederhana untuk menentukan
lokasi pada deltoid adalah meletakkan dua jari secara vertical dibawah
akromion dengan jari yang atas diatas akromion. Lokasi injekssi adalah 3 jari
dibawah akromion.
| BIOFARMASI 10
sesuai dengan masalah ( penyakit ) yang akan diatasi, sedangkan bagian partikel
yang tidak dibutuhkan tubuh akan di ekskresikan oleh tubuh baik melalui
keringat, urine, dan lain sebagainya
III.7 Biofarmasetika
Obat yang diberikan secara intravena memiliki aksi yang cepat karena
hanya memerlukan interval 2 – 3 menit untuk bercampur dalam aliran darah hal
ini dikarenakan tidak diperlukan waktu penyerapan. Pemberian rute
intramuscular ini tetap melalui tahap penyerapan. Bioavailabilitas dari obat yang
diberikan secara intramuscular tergantung dari faktor fisiologis dan sifat fisika –
kimia obat. Proses obat yang terjadi di dalam tubuh :
Obat padat Obat larut di daalam cairan tubuh Obat diserap ke dalam tubuh Obat
masuk kedalam sirkulasi darah Efek
| BIOFARMASI 11
III.8 Pengaruh Sifat Fisika Kimia Obat Terhadap Bioavailabilitas
Laju disolusi obat dari depot dipengaruhi oleh luas permukaan obat yang
terkena cairan interstitial serta ukuran partikel rata-rata obat. Hubungan ini
dikenal dengan persamaan Noyes – Whitney :
Dimana :
Dm / dt = laju disolusi
K = konstanta
| BIOFARMASI 12
BAB III
PEMBAHASAN
Faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari jaringan otot (im) antara
lain : rheologi produk, konsentrasi dan ukuran partikel obat dalam pembawa,
bahan pembawa, volume injeksi, tonisitas produk dan bentuk fisik dari produk.
Persyaratan pH sebaiknya diperhatikan, karena masalah iritasi, tetapi dapat dibuat
pH antara 3-5 kalau bentuk suspensi ukuran partikel kurang dari 50 mikron.
| BIOFARMASI 13
III.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi ADME
| BIOFARMASI 14
Pengaruh pembawa dapat mempengaruhi aksi kerja obat
1. Suspensi larut air: aksi obat akan diperlambat karena adanya zat pengsuspensi,
tergantung kepada besarnya obat. (100 μm). Zat pengsuspensi merupakan
polimer larut air sehingga meningkatkan viskositas.
2. Larutan dan suspensi dalam minyak: pelepasan zat aktif lebih lama
dibandingkan dalam larutan air.
Dimana :
| BIOFARMASI 15
a. Distribusi Suspensi Intramuskular
| BIOFARMASI 16
b. Metabolisme Suspensi Intramuskular
| BIOFARMASI 17
Faktor – faktor yang mempengaruhi biafarmasi obat yaitu :
1. Faktor Intrinsik
Meliputi sifat yang dimiliki obat seperti sifat fisika-kimia obat, lipofilitas,
dosis, dan cara pemberian. Banyak obat, terutama yang lipofil dapat
menstimulir pembentukan dan aktivitas enzim-enzim hati. Sebaliknya
dikenal pula obat yang menghambat atau menginaktifkan enzim tersebut,
misalnya anti koagulansia, antidiabetika oral, sulfonamide,
antidepresivatrisiklis, metronidazol, allopurinol dan disulfiram (Tan
HoanTjay dkk., 1978).
b. Faktor Genetik
Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat kadang-
kadang terjadi dalam sistem kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa
faktor genetik atau keturunan berperan terhadap kecepatan metabolisme
obat (Siswandono dan Soekardjo,2000).
c. Perbedaan umur
Pada usia tua, metabolisme obat oleh hati mungkin menurun, tapi
biasanya yang lebih penting adalah menurunnya fungsi ginjal. Pada usia
65 tahun, laju filtrasi Glomerulus (LFG) menurun sampai 30% dan tiap 1
tahun berikutnya menurun lagi 1-2% (sebagai akibat hilangnya sel dan
penurunan aliran darah ginjal). Oleh karena itu ,orang lanjut usia
membutuhkan beberapa obat dengan dosis lebih kecil daripada orang
muda (Neal,2005).
| BIOFARMASI 18
d. Perbedaan Jenis Kelamin
Pada beberapa spesies binatang menunjukkan ada pengaruh jenis
kelamin terhadap kecepatan metabolisme obat. Pada manusia baru
sedikit yang diketahui tentang adanya pengaruh perbedaan jenis kelamin
terhadap metabolisme obat. Contoh: nikotin dan asetosaldimetabolisme
secara berbeda pada pria dan wanita.
3. Faktor Farmakologi
Meliputi inhibisi enzim oleh inhibitor dan induksi enzim oleh induktor.
Kenaikan aktivitas enzim menyebabkan lebih cepatnya metabolisme
(deaktivasi obat). Akibatnya, kadar dalam plasma berkurang dan
memperpendek waktu paro obat. Karena itu intensitas dan efek
farmakologinya berkurang dan sebaliknya.
4. Faktor Patologi
Menyangkut jenis dan kondisi penyakit. Contohnya pada penderita stroke,
pemberian fenobarbital bersama dengan warfarin secara agonis akan
mengurangi efek anti koagulasinya (sehingga sumbatan pembuluh darah
dapat dibuka). Demikian pula simetidin (antagonis reseptor H2) akan
menghambat aktivitas sitokrom P-450 dalam memetabolisme obat-obat lain.
5. Faktor Makanan
Adanya konsumsi alkohol, rokok, dan protein. Makanan panggang arang dan
sayur mayurcruciferous diketahui menginduksi enzim CYP1A, sedang jus
buah anggur diketahui menghambat metabolisme oleh CYP3A terhadap
substrat obat yang diberikan secara bersamaan.
6. Faktor Lingkungan
Adanya insektisida dan logam-logam berat. Perokok sigaret memetabolisme
beberapa obat lebih cepat daripada yang tidak merokok, karena terjadi
induksi enzim. Perbedaan yang demikian mempersulit penentuan dosis yang
efektif dan aman dari obat-obat yang mempunyai indeks terapi sempit.
| BIOFARMASI 19
7. Induksi Enzim
Banyak obat mampu menaikkan kapasitas metabolismenya sendiri dengan
induksi enzim (menaikkan kapasitas biosintesis enzim). Induktor dapat
dibedakan menjadi dua menurut enzim yang di induksinya,antara lain:
a. Jenis fenobarbital
b. Jenis metilkolantrena
| BIOFARMASI 20
Ada 3 proses di ginjal :
Filtrasi di glomerulus
Sekresi aktif di tubuli proksimal
Reabsorpsi pasif di tubuli proksimal & distal.
Dikeluarkan melalui urine (air kencing)
Organ lain yang dapat mengeksresikan obat yaitu : empedu, paru, air ludah, ASI,
kulit dan rambut dlm jumlah kecil. Metabolit obat yg terbentuk di hati
diekskresikan ke dalam usus melalui empedu dikeluarkan melauli faeces (buang
air besar)
| BIOFARMASI 21
Injeksi intramuskular menunjukan suatu absorpsi yang lebih cepat
daripada absorpsi sediaan oral, akan tetapi mungkin suatu sediaan intramuskular
dapat melepaskan obat yang relatif lambat. Sediaan obat terjadi bila obat
berdifusi dari otot ke cairan yang mengelilingi jaringan dan kemudian ke darah.
Obat suspensi injeksi biasanya berdifusi sangat cepat melalui kapiler membran
sel dalam kompartemen vaskular sebaliknya yang berdifusi melalui membran
sel dari kapiler otak, dimana obat berdifusi lambat ke dalam otak seolah – olah
terdapat membran lipid yang tebal. Kemudian obat melarut perlahan-lahan
memberikan suatu dosis sedikit demi sedikit untuk waktu yang lebih lama
dengan efek terapetik yang panjang. Distribusi obat injeksi suspesi yang telah
diabsorpsi molekul obat terdistribusi dengan cairan tubuh atau jaringan, lalu
masuk ke dalam peredaran darah dan kemudian didistribusikan ke jaringan
tempat obat bekerja. reaksi metabolisme merubah obat menjadi bentuk metabolit
yang lebih larut dalam air dan siap dieksresikan melalui ginjal. proses
pembuangan obat dari tubuh pasien. Molekul obat yang masuk ke dalam tubuh
dikeluarkan melalui beberapa saluran. Obat akan diekskresikan dari tubuh
bersama dengan berbagai cairan tubuh melalui beberapa perjalanan. Organ yg
paling berperan dalam ekskresi obat : Ginjal yang merupakan organ utama untuk
mengeliminasi obat bersama urin.
III.4 Bentuk Obat/ Jenis Obat Yang Dapat Dibuat Untuk Sediaan Suspensi
Intramuskular
| BIOFARMASI 22
AKTIVITAS DAN MEKANISME KERJA
ABSORBSI
Penisilin G mudah rusak dalam suasana asam (pH 2). Cairan lambung dengan
dengan pH 4 tidak terlalu merusak penisilin. Adanya makanan akan menghambat
absorbsi yang mungkin disebabkan absorbsi penisilin pada makanan. Kadar
maksimal dalam darah tercapai dalam 30-60 menit. Sisa 2/3 dari dosis oral
diteruskan ke kolon. Di sini terjadi pemecahan oleh bakteri dan hanya sebagian
kecil obat yang keluar bersama tinja. Bila dibandingkan dosis oral terhadap IM,
maka untuk mendapatkan kadar efektif dalam darah, dosis penisilin G oral haruslah
4 sampai 5 kali lebih besar daripada dosis IM. Oleh karena itu penisilin G tidak
dianjurkan untuk diberikan oral. Untuk memperlambat absorbsinya, Penisilin G
dapat diberikan dalam bentuk repositori umpamanya penisilin G benzatin, penisilin
G prokain sebagai suspensi dalam air atau minyak. Jumlah ampisilin dan senyawa
sejenisnya yang diabsorbsi pada pemberian oral dipengaruhi besarnya dosis dan ada
tidaknya makanan dalam saluran cerna. Dengan dosis lebih kecil persentase yang
diabsorbsi relatif lebih besar. Absorbsi amoksisilin di saluran cerna jauh lebih baik
daripada ampisilin. Dengan dosis oral yang sama, amoksisilin mencapai kadar
dalam darah yang tingginya kira-kira 2 kali labih tinggi daripada yang dicapai
| BIOFARMASI 23
ampisilin, sedang masa paruh eliminasi kedua obat ini hampir sama. Penyerapan
ampisilin terhambat oleh adanya makanan di lambung, sedang amoksisilin tidak.
DISTRIBUSI
Penisilin G terdistribusi luas dalam tubuh. Ikatan proteinnya 65%. Kadar obat yang
memadai dapat tercapai dalam hati, empedu, ginjal, usus, limfe dan semen, tetapi
dalam CSS sukar dicapai. Pemeberian intratekal jarang dikerjakan karena resiko
yang lebih tinggi dan efektifitasnya tidak lebih memuaskan. Ampisilin juga
didistribusi luas di dalam tubuh dan pengikatannya oleh protein plasma hanya 20%.
Penetrasi ke CSS dapat mencapai kadar efektif pada keadaan peradangan
meningen. Pada bronkitis atau pneumonia ampisilin disekresi ke dalam sputum
sekitar 10% kadar serum. Distribusi amoksisilin secara garis besar sama dengan
ampisilin
Penisilin umumnya diekskresi melalui proses sekresi di tubuli ginjal yang dihambat
oleh probenesid, masa paruh eliminasi penisilin dalam darah diperpanjang oleh
probenesid menjadi 2-3 kali lebih lama.
Selain probenesid, beberapa obat lain juga menngkatkan masa paruh waktu
eliminasi penisislin dalam darah, antara lain fenilbutazon, sulfinpirazon, asetosal
dan indometasin. Kegagalan fungsi ginjal akan memperlambat ekskresi penisilin.
EFEK SAMPING
PERUBAHAN BIOLOGIK
| BIOFARMASI 24
Perubahan biologik oleh penisilin terjadi akibat gangguan flora normal bakteri di
berbagai bagian tubuh. Abses dapat terjadi pada tempat suntikan dengan penyebab
stafilkokus atau bakteri gram negatif. Hambatan pembentukan imunitas terhadap
mikroba penyebeb infeksi dapat terjadi terutama bila penisilin diberikan terlalu dini
dalam proses infeksi dan diberikan dalam dosis besar.
SEDIAAN
a. Fenoksimetil penisilin
b. Ampisilin
c. Amoksisilin
DOSIS
a. Infeksi Anthrax: 10.000 unit/kg BB interval 12 jam
b. Infeksi mastitis: 300.000 unit/kwartil interval 24-48 jam
c. Infeksi Clostridium, Actinobacillosis dan Leptospirosis 10.000 unit/kg BB
PENGGUNAAN KLINIK
Infeksi meningokokus
Infeksi gonokokus
Contoh sediaan obat injeksi suspensi intamuskular lainnya yaitu injeksi suspensi
kamfer, injeksi kinin antipirin, injeksi fenilbutazon, dan injeksi suspensi kortison
asetat.
| BIOFARMASI 25
Keuntungan
Kerugian
Jika terjadi reaksi hipersenstivitas, tidak dapat dipasang torkinet untuk
menghambat absopsi.
Professional kesehatan tidak biasa dengan tempat ini
| BIOFARMASI 26
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
IV.2 Saran
Pada pemberian injeksi suspensi intramuskular perlu diperhatikan faktor – faktor
yang dapat mempengaruhi proses injeksi hal ini perlu dilakukan mengingat
beberapa obat dapat menimbulkan efek yang merugikan yang dapat berakibat fatal
dan apabila pemberian obat tersebut tidak sesuai dengan anjuran yang sebenarnya
Oleh karena itu, kita sebagai farmasi kiranya harus memahami mengenai proses
mekanisme perjalanan obat serta faktor – faktor yang menyertainya.
| BIOFARMASI 27
DAFTAR PUSTAKA
| BIOFARMASI 28