Dosen Pengampu :
Disusun Oleh:
Nursia (233430091)
JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat,
hidayah serta inayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuh tugas mata
Kuliah Teknologi Sediaan Steril tentang Suspensi untuk injeksi
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan
steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikanterlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara
merobek jaringan ke dalamkulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakanalat suntik.
Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam
medium cair yangsesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau kedalam
larutan spinal . Suspensi untukinjeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering
dengan bahan pembawa yang sesuai untukmembentuk larutan yang memenuhi
semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang
sesuai.
1.2 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Suspensi farmasi adalah dispersi kasar, dimana partikel padat yang tak
larut terdispersidalam medium cair. Partikelnya mempunyai diameter yang
sebagian besar lebih dari 0,1mikron. Beberapa partikel terlihat dibawah
mikroskop menunjukan gerakan Brown biladispersinya mempunyai viskositas
yang rendah, (Anief, 2000).
Suspensi dapat dibuat dengan cara :
1. Metode dispersi
2. Metode presipitasi dan ada 3 macam :
a. Presipitasi dengan pelarut organik
b. Presipitasi dengan perubahan pH dari media.
c. Presipitasi dengan dekomposisi rangkap, (Voight, 1994).
Suspensi obat suntik harus steril, mudah disuntikan dan tidak menyumbat
jarumsuntik. Suspensi obat mata harus steril dan zat yang terdispersi harus sangat
halus, bila untukdosis ganda harus mengandung bakterisida. Pada etiket harus
tertera kocok dahulu dandisimpan dalam wadah tertutup baik dan disimpan
ditempat sejuk, (Anief, 1997).
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau
serbuk yangharus dilarutkan atau disespensikan lebih dahulu sebelum digunakan,
yang disuntikan dengancara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit
atau selput lendir. Injeksi diracikdengan melarutkan, mengelmusikan atau
mensuspensikan sejumlah obat dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan
sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosisganda. Suatu kerja
optimal dan tersatukan dari larutan obat yang diberikan secara parenteralkemudian
hanya diberikan jika persyaratan berikut terpenuhi :
Penyesuaian dari kandungan bahan obat yang dinyatakan dan nyata-nyata
terdapat, tidakada penurunan kerja selama penyimpanan melalui perusakan
secara kimia dari obat dansebagainya.
Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya menginginkan suatu
pengambilansteril, melainkan juga menolak antaraksi antara beban obat
dan materi dinding.Tersatukan tanpa reaksi. Untukitu yang bertanggung
jawab terutama bebas kuman, bebas
pirogen, bahanpelarut yang netralsecarafisiologis, isotoni,isohidri, bebas
bahan terapung, (Depkes,1979).
Δ G = χ s / u Δ A……..persamaan 1
Dimana :
Δ G = perubahan energi bebas permukaan
Χ s / u = tegangan antar muka di dyne / cm2
antara partikel terdispersi dan menengahyang tersebar
Δ A = perubahan luas permukaan dalam cm2
b. Pembasah agen
Membasahi dari bahan ditangguhkan adalah salah satu aspek yang paling
pentingdari suspensi injeksi karena bubuk hidrofilik sering ditangguhkan dalam
sistem berair.Membasahi seperti yang dijelaskan oleh persamaan awal -
menggambarkan bahwa θ (sudut kontak) kurang dari 90 diamati dalam kasus
bubuk hidrofobik yang biasanya membutuhkanadjuvant untuk membantu
dalam dispersi mereka. Berbagai surfaktan nonionik dan pelarutnon-air seperti
gliserin, alkohol & propylene glycol adalah jenis agen pembasahan yang biasa
digunakan dalam suspense injeksi.
Membasahi agen mengurangi sudut
kontak antara permukaan partikel & cairan pembasahan untuk mendapatkan efisie
nsi pembasahanmaksimum; surfaktan dengan nilai hidrofilik keseimbangan
lipofilik (HLB) di kisaran 7sampai 9 harus dipilih. Konsentrasi biasa surfaktan
bervariasi dari 0,05% menjadi 0,5%tergantung pada isi padat suspensi. Perawatan
harus diambil dalam hal jumlah yangdigunakan; jumlah yang berlebihan dapat
menyebabkan berbusa atau caking ataumemberikan rasa yang tidak diinginkan /
bau ke produk.Surfaktan (pembasah)
Lecithin, Polysorbate 20, Polysorbate 80, Pluronic F-68, sorbitan trioleat
(rentang85) untuk misalnya dalam penyusunan suspensi non-berair dari cefazolin
natrium dalamminyak kacang, penambahan polisorbat 80 pada konsentrasi yang
lebih besar dari 0,17%mengakibatkan deflocculated suspensi yang sulit untuk
redisperse. Pemeriksaan mikroskopis mengungkapkan luas pertumbuhan
aglomerasi dan kristal cefazolin natriumdi hadapan polisorbat 80.
c. Sistem Pelarut
Sistem pelarut yang digunakan dalam suspensi parenteral diklasifikasikan
sebagaikendaraan berair atau nonaqeous. Pilihan sistem pelarut yang khas
tergantung padakelarutan, stabilitas & rilis yang diinginkan karakteristik obat.
kendaraan non-air mencakup baik larut air dan air kendaraan bercampur.
Air untuk injeksi umumnya sistem pelarut disukai. Namun, air non-berair
agentercampur digunakan sebagai cosolvents dengan air untuk injeksi untuk
mempromosikankelarutan & stabilitas dalam persiapan parenteral. Contoh air
kendaraan berair larut termasuketanol, gliserin, propilen glikol & n-lactamide.
Yang digunakan dari cosolvents larut air dapat menyebabkan efek samping
yangtidak diinginkan untuk misalnya injeksi intramuskular propilen glikol-
air,etilalkohol-air
polietilen glikol (PEG) 400 campuran air ditemukan menyebabkan kerusakan otot
yangdiukur dengan rilis in vitro kreatinin kinase dari tikus terisolasi otot rangka.
Pada konsentrasi sedang (20% t0 40% V / V) cosolvents organik PEG 400
kurangmyotoxic dari propilen glikol & etanol. Myotoxicity tidak berkorelasi
secara eksklusif untuk properti fisikokimia tunggal dari campuran cosolvent-
air seperti konstanta dielektrik, pH jelas, tegangan permukaan, viskositas atau
kombinasi dari ini untuk serangkaian cosolvents. Berdasarkan hasil ini disarankan
bahwa interaksi biokimia antara organik cosolvents & seratotot rangka mungkin
terlibat dalam cosolvents diinduksi toksisitas.
Selain itu lisis sel darah merah manusia di hadapan cosolvents seperti
propilen glikol,gliserol, PEG 200.300 & 400 & etanol telah dilaporkan. Di
hadapan 0,9% ke 2,7% natriumklorida cosolvents selain PEG 300 & 400 kurang
hemolitik dibandingkan bila dicampurdengan air. Hemolisis disebabkan
oleh cosolvents dapat releted untuk memungkinkanmereka mengikat dengan
membran sel darah merah.
Potensi hemolitik etil alkohol, PEG 400 rendah sedangkan propilen glikol
memiliki potensi hemolitik tinggi. kendaraan tak larut air berair digunakan
dalam suspensi parenteralmeliputi minyak tetap etil oleat isopropil miristat dan
benzil benzoat. minyak tetap haruscairan pada suhu kamar dan sayuran asal &
harus memiliki stabilitas termal yang baik pada kedua suhu tinggi & rendah;
umumnya merupakan antioksidan yang diperlukan untukmenjamin stabilitas
minyak tetap selama umur simpan produk obat.
Misalnya dari berbagai minyak tetap digunakan dalam formulasi suspensi
termasukminyak wijen, minyak kacang & minyak jarak. Beberapa minyak lainnya
yang dipelajaridalam pengembangan suspensi parenteral meliputi minyak almond,
minyak bunga matahari,minyak biji poppy iodinasi, minyak biji kapas dan minyak
jagung. jenuh yang berlebihanminyak dapat menyebabkan iritasi jaringan.
Beberapa pasien mungkin memiliki reaksi alergi terhadap minyak nabati;
makaminyak khusus yang digunakan dalam produk harus tercantum pada label
produk. Jenisminyak & volumenya telah ditemukan untuk mempengaruhi
pelepasan obat dari suspensiuntuk misalnya aktivitas androgenik testosteron
andosterone dalam larutan oleaginoustergantung pada jenis kendaraan minyak
yang digunakan.
d. Agen Tonisitas
Isotonisitas dari persiapan parenteral untuk pemberian subkutan atau
intramuskulardiinginkan untuk mencegah rasa sakit; iritasi dan kerusakan jaringan
di lokasi administrasi,larutan berair agen tonisitas digunakan dalam suspensi
parenteral meliputi dextrose & berbagai elektrolit.
e. Pengawet
Agen anti mikroba yang diperlukan untuk produk parenteral yang
dimaksudkanuntuk beberapa dosis, untuk melindungi produk dari kontaminasi
mikroba disengaja selama penggunaan klinis & menjaga sterilitas. Demikian pula,
pengawet harus ditambahkan keformulasi secara aseptik dikemas dalam botol
dosis sinyal jika bahan aktif (s) tidak memiliki bakterisida atau bakteriostatik sifat
atau pertumbuhan mempromosikan. Sebuah studi pertumbuhan mempromosikan
harus dilakukan untuk menentukan sifat-sifat mikrobiologidari formulasi bebas
pengawet.Beberapa pengawet yang biasa digunakan dalam suspensi parenteral
dan konsentrasimereka yang umum digunakan adalah sebagai berikut.
Membersihkan sistem pelarut (yaitu air untuk injeksi USP) dan produk
obat massal dengan disaring (0,22 μ m) nitrogen selama proses pembuatan dengan
mengendalikankecepatan pencampuran dan laju alir nitrogen, tingkat oksigen
dapat ditingkatkan. Menyelimuti produk obat massal dengan disaring (0,22 μ m)
nitrogen / argon selama operasi pengisian Menggusur oksigen dari ruang kepala
wadah diisi dengan disaring (0,22 μ ) nitrogen.
g. Stabilisator Lain
2.3 Penyimpanan
Wadah untuk sediaan injeksi dibagi menjadi dua macam antara lain: dosis
tunggal(single dose) dan dosis ganda (multiple doses). Wadah dosis tunggal
adalah suatu wadah yangkedap udara yang mempertahankan jumlah obat steril
yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal, dan yang
bila dibuka tidak dapat ditutup rapat kembalidengan jaminan tetap steril.
Sedangkan wadah dosis ganda adalah wadah yang memungkinkan pengambilan
isinya perbagian berturut- turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas
ataukemurnian bagian yang tertinggal (Ansel, 2005).
Pada umumnya, wadah untuk sediaan dosis ganda mempunyai bentuk vial
atau flakon.Wadah dosis ganda dilengkapi dengan penutup karet dan plastik untuk
memungkinkan penusukan jarum suntik tanpa membuka atau merusak tutup. Bila
jarum ditarik kembali kewadah, lubang bekas tusukan akan tertutup rapat kembali
dan melindungi isi dari pengotoranudara bebas (Ansel, 2005).
United State Pharmacopenia (USP) mempersyaratkan vial dosis ganda
untuk injeksidiberikan batas penggunaan 28 hari setelah penggunaan pertama kali
kecuali label produk(dalam bungkusnya) menyatakan sebaliknya. Produk obat
yang akan dibuat harus mempunyaikemampuan untuk bertahan dalam bentuk
spesifikasi yang ditetapkan sepanjang waktu penyimpanan dan penggunaan untuk
menjamin identitas, kekuatan, kualitas, kemurnian produk, dan terutama sterilitas
produk
Penggunaan vial dosis ganda harus memperhatikan hal berikut yaitu
mematuhi teknikaseptik yang ketat saat penggunaan vial, menggunakan jarum
steril baru dan alat suntik steril baru untuk setiap penggunaannya, melepas semua
alat akses vial, menyimpan vial di tempatyang bersih dan terlindung menurut
petunjuk pabrik (misalnya, pada suhu ruang atau lemari pendingin)
dan memastikan vial yang sterilitasnya terganggu untuk segera dibuang. Selain
itu,karena pengambilannya dilakukan secara berulang, maka sediaan injeksi dosis
gandadiharuskan mengandung zat pengawet antimikroba (antimicrobial
preservative) Untuk menjaga stabilitas sediaan. Efektivitas dari pengawet itu
sendiri umumnya dipengaruhi olehdua hal yaitu konsentrasi dari pengawet dan
jumlah mikroorganisme yang mengontaminasi. Contoh pengawet yang lazim
digunakan dalam formulasi sediaan parenteral adalah Benzilalkohol 1% - 2%,
klorobutanol 0,2% - 0,5%, dan klorokresol 0,1% - 0,2%.
Salah satu sediaan injeksi dosis ganda yang banyak beredar di pasaran
adalahdifenhidramin hidroklorida, sediaan ini masih sering digunakan di beberapa
puskesmas, praktek dokter serta rumah sakit untuk berbagai keadaan seperti
alergi, mual, muntah, batukkarena alergi dan anafilaksis. Sediaan injeksi
difenhidraminhidroklorida merupakan sediaanantihistamin yang dipasaran terdiri
dari ampul 1-2 ml dan vial 10 ml. Pada kenyataannya penggunaan sediaan injeksi
di beberapa puskesmas, rumah sakit, dan praktek dokter masih belum melakukan
teknik aseptis dengan baik dikarenakan ketersediaan sarana dan prasaranayang
tidak memadai dan kurangnya pengetahuan tentang teknik aseptis.
Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan sediaan farmasi intravena pada
salah satu rumah sakit swasta di Kota Bandung menyimpulkan bahwa penyiapan
sediaan intravena belum dilakukan dengan teknikaseptis yang baik. Pada
penelitian ini digunakan sediaan injeksi dibuat sedian difenhidraminklorida dosis
ganda dengan menggunakan pengawet klorobutanol 0,35 %b/v.
Klorobutanol paling utama digunakan pada sediaan optalmik atau dosis parenteral
sebagai pengawet dengankonsentrasi sampai dengan 0,5 %b/v (Rowe, 2006).
Alasan pengguanaan klorobutanol sebagai pengawet dikarenakan klorobutanol
dapat bertindak sebagai antibakteri dan antifungi, sangatefektif melawan bakteri
Gram-negatif dan bakteri Gram-positif, dan beberapa fungi seperti Candida
albicans, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococus albus, serta
aktivitasantimikrobanya dapat bersifat bakteriosida dan bakteriostatika (Rowe,
2006).
PEMBAHASAN
3.2 Pembuatan
-krim (sebagai
-digunakan
kortikosteroid BP untuk injeksi
2006).
intraartikular
dengan dosis
5-50 mg
tergantung
ukuran sendi
(Martindale,
2009)
-pH
Hirdokortiso
n asetat
suspense
injeksi antara
5,0-7,0 (USP
29)
-injeksi
suspense
memiliki
viskositas
antara 15
hingga 80
centipoise
pada suhu
25C
(Chronin
Jhon p. et
al,1959. Low
vicosity
CMC
pharmaceuti
cal Vehicle.
Unitate state
patent Office
-kesetaraan
dengan 100
mg
hidrokrtison
adalah
135mg
(Martindale,
2009).
-Biasanya
digunakan
pada injeksi
untuk
jaringan
yang
lunakdengan
dosis
100mg-
200mg.
(Martindale,
2009)
-kesetaraan
dengan
hidrokortiso
n sebesar
123mg
(martindale,2
009)
8 Hydrocortiso Untuk penggunn Efek samping Putih, tidak Praktis tidak Hidrokortiso
ne butyrate topikal gangguan lebih kecil berbau, larut dalam n butirat 119
kulit, sediaan pada kulit dan berbentuk air, larut mg setara
dalam bentuk kecil serbuk kristal. dalam dengan
krim, salep, atau kemungkinan alcohol, 100mg
lotion. mengakibatkan dalam aseton, hidrokortiso
supresi adrenal dan dalam n.
daripada mer=tal Konsentrasi
kortikosteroid alkohol. penggunaan
topical lainnya. Mudah larut pada
dalam umumnya
kloroform dari 0.1
sedikit larut hingga 2.5%
dalam eter.
Sediaan dibuat suspensi agar dapat berefek secara long acting (sehingga
tidak diinjeksi berkali-kali) dan hidrokortison asetat terabsorbsi secara lambat
apabila diadministrasikan secaraintraartikular.Pada sediaan injeksi yang akan
kami buat mengandung hidrokortison asetat sebesar2,5% (25 mg/ml).
Hidrokortison 2,5% artinya 2,5 g dalam 100 ml. Sehingga tiap mlmengandung 25
mg hidrokortison.British National Formulation edisi 57 hal 562, dosis
hidrokortison asetat sebagai sediaanyang diadministrasikan secara intra-artikular
atau injeksi intrasinovial memiliki dosis sebesar 5-50 mg tergantung dari ukuran
sendi, interval pemberian selama 21 hari, dan dalam seharitidak boleh lebih dari 3
sendi yang menerima terapi atau injeksi.
a. Agen tonisitas.
1. Gliserin (HPE 2009, 283)
Fungsi : pengawet, cosolvent, emollient, humectant, plasticizer, pelarut,
pemanis, adentonisitas
Sifat Fisika Kimia
Pemerian : bening, tidak berwarna,tidak berbau, viscous, larutan
higroskopis; rasamanis 0,6 x sukrosa
Kelarutan :
4. NaCl
Fungsi : Agen tonisitas (HPE 6th, 2009: 637)
Konsentrasi untuk injeksi ≤ 0,9% w/v. Jadi pada resep, konsentrasi NaCl
sesuai denganliteratur
Pemerian : serbuk kristal, tidak berwarna atau warna putih, rasa asin,
dalam kondisi padat tidak mengandung air meskipun mengkristal pada
suhu di bawah 0oC, garammengkristal sebagai dihidrat.
Kelarutan : 1:2,8 dalam air; 1:2,6 dalam air mendidih; 1:10 dalam gliserin;
1:250dalam etanol.
Stabilitas : Stabil tetapi saat disimpan menyebabkan pemisahan partikel
padat dariwadah gelas tertentu, sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup,
sejuk dan kering.
Cara sterilisasi : Autoklaf/filtrasi
Inkompatibilitas : Lrutan NaCl korosif terhadap besi, bereaksi membentuk
endapandengan perak, timbal dan garam merkuri; oksidator kuat
membebaskan klorin dari pengasaman larutan NaCl; Larutan NaCl
menurunkan kelarutan dari metil paraben;viskositas karbomer gel dan
larutan hidroksi etil selulosa atau hidroksi propil selulosa berkurang
dengan penambahan NaCl. Dipilih NaCl karena merupakan agen
mengisotonisyang membuat sediaan dapat masuk dan diterima tubuh saat
penyuntikan. Dimana, NaCl ini berfungsi untuk mencegah peradangan
akibat tekanan osmotis sediaan tidak samadengan tekanan tonisitas cairan
tubuh pada daerah sendi.
Bahan tambahan suspending agent
a. CMC-Na
b. HPMC
c. Metil selulosa
d. Carbopol
6. HPMC
A. TINJAUAN FARMAKOLOGI
Fungsi : suspending agent
B. TINJAUAN SIFAT FISIKA KIMIA
Pemerian :Tidak berbau, tidak berasa, putih atau cream putih berserat,
serbuk granul.
Kelarutan :Larut dalam air dingin, membentuk larutan koloidal, praktis
larut dalam campuran etanoldan diklorometan, & campuran air alkohol.
Sejumlah tertentu larut dalam aseton,campuran diklorometan dan propan-
2-ol, dan pelarut organik lain.
Stabilitas : Stabil pada pH 3-11, peningkatan temperatur menyebabkan
penurunan viskositas larutan.HPMC mengalami perubahan reversibel
antara sol- gel apabila mengalami pemanasan dan pendinginan yang
berturut- turut. Titik perubahan gel adalah sekitar 50ᵒC- 90ᵒC, tergantung
pada grade dan konsentrasi material.
Cara sterilisasi:Disterilisasi menggunakan autoclave HPMC digunakan
pada formulasi oral, ophthalmicdan topical. Sehingga HPMC tidak dipilih
pada formulasi hidrokortison, karena formulakami adalah sediaan injeksi.
7. Metilselulosa
A. TINJAUAN FARMAKOLOGI
Fungsi : Suspending agent, emulsifying agent
B. TINJAUAN SIFAT FISIKA KIMIA
Pemerian : Berwarna putih, granul berserat, tidak berbau, dan tidak
berasa.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton, metanol, kloroform, etanol
95%, eter, garam jenuh,toluen, dan air panas. Larut dalam asam asetat
glacial dan campuran etanol dankloroform dengan perbandingan volume
yang sama. Metilselulosa mengembang dalamair dingin.
Stabilitas : Sedikit higroskopis. Sebaiknya disimpan dalam wadah dingin
kedap udara, danditempatkan didaerah kering. Stabil pada larutan basa
dan asam pada pH 3-11 suhu temperatur.
Cara sterilisasi:Disterilisasi menggunakan autoklaf, namun dapat
menurunkan viskositas. Pada pH <4dapat mengurangi viskositas lebih
dari 20%-
Inkompatibilitas :Metylcelulosa inkompatibel dengan aminacrine
hidroklorid, klorocresol, merkuri klorida,fenol, resorcinol. Selain itu juga
inkompatibel dengan pengoksidasi kuat. Metylselulosa dalam
keamanannya tidak boleh digunakan dalam sediaan parenteral
(HPE,hal.464). Sehingga tidak digunakan metylselulosa dalam formula
kali ini.
8. Karbopol
A. TINJAUAN FARMAKOLOGI
Fungsi : Bahan bioadesiv, suspending agent, emulsifying agent, stabilitas
agent.
B. TINJAUAN SIFAT FISIKA KIMIA
Pemerian : Putih, serbuk higroskopis, dan sedikit berbau.
Kelarutan : Larut dalam air, gliserin dan etanol 95% netral.
Stabilitas : Stabil, bahan higroskopi sehingga dapat dipanaskan pada 104
0C . apabila dipanaskan pada 30 0C selama 260 0C dapat meyebabkan
dekomposisi.
Cara sterilisasi: Dengan autoklaf
Inkompatibilitas :Inkompatibel dengan fenol, asam kuat,
resorsinol.Carbopol tidak digunakan dalam formulasi ini, karena tidak ada
penggunaan carbopol pada formulasi injeksi.
3.4 Pengawet
1. Benzalkanium klorida
Pemerian : Serbuk amorf berwarna putih atau putih kekuningan,
higroskopis, rasa pahit, bauaromatik, berbentuk gel kental atau
serpihan seperti gelatin.
Konsentrasi: Untuk sediaan parenteral digunakan sebesar 0,01 % w/v
KelarutanPraktis tidak larut dalam eter, sangat larut dalam aseton, etanol
(95%),metanol, propanolol dan air. Larutan berair benzalkonium klorida
dapat berbusa ketikadikocok, mempunyai tegangan permukaan rendah.
Stabilitas : Higroskopis dapat dipengaruhi cahaya, udara dan logam.
Larutan benzalkoniumklorida stabil pada rentang pH dan suhu yang luas.
Serbuk benzalkonium kloridaharus disimpan dalam wadah tertutup,
terlindung dari cahaya dan tempat kering.
Cara sterilisasi : Dengan metode autoklaf
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan alumunium, surfaktan anionik,
sitrat, hidrogen peroksida,kaolin, salisilat, zink oksida, garam, protein.
2. Benzil Alkohol
Pemerian : Bentuk cair, tidak berwarna, tidak berbau, berasa seperti
terbakar.
Konsetrasi : Untuk sediaan parenteral konsentrasi yang digunakan hingga
2 %.
Kelarutan : Dalam air 3,5 bagian pada suhu 20°C; Larut dalam alkohol,
eter, kloroform,aseton, benzena, dan pelarut Aromatik.
Stabilitas : Benzil alkohol dapat teroksidasi perlahan di udara menjadi
benzaldehida danasam benzoat; tidak bereaksi dengan air harus disimpan
dalam wadah kaca atau logam. Benzil alkohol harus disimpan dalam
wadah kedap udara, terlindungdari cahaya, di tempat yang sejuk dan
kering. Cara sterilisasi Larutan air dapat disterilkan dengan filtrasi atau
autoklaf
Inkompatibel Benzil alkohol inkompatibel dengan oksidator dan kuat
asam. Hal ini jugadapat mempercepat autoksidasi lemak. Aktivitas
antimikroba berkurangdengan adanya surfaktan nonionik, seperti
polisorbat 80, pengurangan aktivitasini kurang dengan ester
hidroksibenzoat atau kuaterner senyawa amonium.Benzil alkohol tidak
kompatibel dengan metilselulosa.
4. Propil Paraben
Pemerian : Putih, Kristal, tidak berbau, tidak berasa.
Konsentrasi : 0.005– 0.2% untuk injeksi IM, IV dan SC
Kelarutan : Kelarutan pada suhu 200°C
Aseton sangat larut
Etanol (95%) 1 pada 1.1
Etanol (50%) 1 pada 5.6
Eter sangat larut
Gliserin 1 pada 250
Propilen glikol
Propilen glikol (50%)
Air 1 pada 3.91 pada 1101 pada 4350 150 C, 1 pada 2500, 1
pada 225 di800 C
Stabilitas : Stabil pada pH 3-6 (dekomposisi kurang dari 10%)
Cara sterilisasi : Larutan berair propil paraben pH 3-6 dapat disterilisasi
Menggunakan autoklaf tanpa dekomposisi.
Inkompatibel:Propil paraben dapat berinteraksi dengan
surfaktan nonionik sehingga menurunkan aktivitasnya.
Dipilih pengawet benzyl alcohol
Alasan : karena merupakan pengawet yang biasa digunakan untuk
sediaaninjeksi, merupakan agen bakteriostatik spectrum luas yang digunakan
pada produk injeksi multi dosis.
Wetting agent
1. Polioksietilen sorbitan fatty acid esters / Polisorbat
A. Tinjauan Farmakologi
Fungsi : Wetting Agent
B. Tinjauan Sifat Fisika Kimia
Penggunaan : Dispersing agent, emulsifying agent, surfaktan,
suspending agent,dan wetting agent
Pemerian : Mempunyai bau yang khas, rasa pahit, cairan berminyak
warna kuning(intensitas warna berbeda dari batc ke batc dan dari
produksi satu ke produksiyang lain)
Kelarutan : larut dalam etanol dan air, tidak larut dalam minyak
mineral danminyak sayur
Stabilitas : polisorbat stabil terhadap elektrolit, asam dan basa
lemah;saponifikasi terjadi dengan adanya asam dan basa kuat;
bersifat higroskopik dansebaiknya diuji kandungan airnya sebelum
digunakan; dikeringkan bila
perlu; penyimpanan dalam waktu yang panjang dapat mendukung ter
bentuknya peroksida; polisorbat sebaiknya disimpan dalam pada wad
ah tertutup rapat,kering, sejuk dan hindarkan dari sinar.
Inkompatibilitas : penghilangan warna dan presipitasi terjadi dengan
banyak zatkhususnya, fenol, tannin, tar dan bahan lain yang mirip
tar.
Aktivitasantimicrobial preservative paraben berkurang dengan adany
a polisorbat. Saat terjadidekomposisi karena pemanasan dapar
mengeluarkan asap tajam dan uap yang iritatif.
Cara penggunaan dan dosis : wetting agent (0.1%-3%), solubilizing
agent dansuspending agent (1%-15%)
2. Sodium Lauril Sulfat
A. Tinjauan Farmakologi
Fungsi : Wetting Agent
B. Tinjauan Sifat Fisika Kimia
Pemerian : kristal berwarna putih atau krem sampai kekuningan,
serbuk halus.
Kelarutan : mudah larut dalam air, membentuk larutan putih, praktis
tidak larutdalam kloroform fan eter
Stabilitas : stabil dalam kondisi dibawah normal, tapi pada kondisi
yang extremmisal pada pH <2,5 terjadi hidrolysis menjadi lauryl
alkohol dan sodium bisulfat.Sebaiknya dikemas dalam wadah
tertutup baik dan disimpan ditempat yang sejukdan kering agar
terlindungi dari oksidator kuat.
Inkompatibilitas : Dapat bereaksi dengan surfaktan kationik,
inkompatibel denganion polifalen seperti aluminium, membentuk
endapan dengan garam potasium.
Konsentrasi
3.5 Formulasi
Kelarutan bahan
1. Hidrkortison asetat 1 : 10.000
2. Polisorbat 80 1 : 10
3. CMC-Na 1 : 20
4. Benzil alcohol 1 : 25
2. Polisorbat 80
10 ml / 1 g x 0,0428 = 0,428 ml
10,7 ml / 0,428 ml x 0,0428 = 1,07 polisorbat 80 yang terlarut
0,0428 x 0,02 = 0,0008563.
3. CMC Na
20 ml / 1 g x 0,0535 g = 1,07 ml
10,7 ml / 1,07 x 0,0535 = 0,535
0,0535 x 0,03 = 0,0016054.
4. Benzyl alcohol
25 ml / 1 ml x 0,0963 = 2,4075 ml
10,7 ml / 2,4075 ml x 0,0963 = 0,428
0,0963 x 0,17 = 0,016371
Jumlah ekivalen semua bahan 0,0000856 + 0,000856+ 0,001605+
0,016371=0,0189176
Jumlah NaCl dalam formula 10,7 ml / 1 ml x 9 mg = 96,3 mgJumlah
NaCl 0,009/1 x 100= 0,9 % NaCl (sudah memenuhi tonisitas yang
diharapkan) bila ditambahkan jumlah ekivalen semua bahan kecuali NaCl maka
sediaan akan menjadisedikit hipertonis. Hal ini masih diijinkan dari pada
sediaan yang hipotonis. Sediaanhipotonis akan mengakibatkan pecahnya sel,
sedangkan hipertonis mengakibatkan selmengkerut dan bisa kembali ke bentuk
semula.
3.6 Alat dan Bahan
Penyiapan Alat
3.8 Evaluasi
KESIMPULAN
Obat Suspensi Injeksi adalah sediaan suspensi serbuk dalam medium cair
yang sesuai dantidak disuntikan secara intravena atau ke dalam saluran spinal.
Obat Suspensi Injeksi ditujukanuntuk pemakaian dengan cara menyuntikkannya
ke dalam tubuh secara intramuscular. ObatSuspensi Injeksi merupakan salah satu
jenis sediaan obat suspensi berdasarkan penggunaannya.StabilitasoObat suspensi
injeksi bergantung kepada ukuran partikel, kekentalan, jumlah
partikel(konsentrasi), dan sifat partikel.
Penyimpanan sediaan injeksi:
a. Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah yang kedap udara yang
mempertahankan jumlah obatsteril yang dimaksudkan untuk pemberian
parenteral sebagai dosis tunggal, dan yang biladibuka tidak dapat ditutup
rapat kembali dengan jaminan tetap steril.
b. Wadah dosis ganda adalah wadah yang memungkinkan pengambilan isinya
perbagian berturut-turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas atau
kemurnian bagian yang tertinggal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ansel, Howard C., et al. “Bentuk Sediaan Farmasetis & Sistem Penghantaran
Obat Edisi 9.” Penerbit Buku Kedokteran, 2013.
2. Aulton Michael E, Taylor Kevin M.G, 2013. Aulton's Pharmaceutics: The
Design and Manufacture of Medicines. Elsevier Healt Science
3. Bolet, A. J. 1956. The Intrinsic Viscosity of Synovial Fluid Hyaluronic Acid.
Journal of Laboratory and Clinical Medicne, 48, 721.
4. Edwards, Jo, ed. 2000. Normal Joint Structure. Notes on Rheumatology.
University College London. Archived.
5. Hui, Alexander et al. 2012. A Systems Biology Approach to Synovial Joint
Lubricationin Health, Injury, and Disease Systems Biology and Medicine.
Wiley Interdisciplinary Review 4 (1): 15 – 7.
6. Jay et al. 2000. Lubricin is A Product of Megakaryocyte Stimulating Factor
GeneExpression by Human Synovial Fibroblasts. J Rheumatol. 27 (3): 594 –
600.
7. Jebens, H. E, dan Jones. 1959. On The Viscosity and pH of Synovial Fluid
and The pH ofBlood. Batersea General Hospital and Royal Fre Hospital
Schol of Medicne. 388-4007. Rowe J, Raymond. Sheskey J, Paul. Quinin E,
Marian. 1986. Handbook of Pharmaceutical Excipients. London.
8. Sundblad, L. 1953. Studies on Hyaluronic Acid in Synovial Fluids. Acta
Societais Medicorum Upsaliensi, 58, 13.
9. Teller MN, Brown GB. 1977. Carcinogenicity of carboxymethylcellulose in
rats. Proc Am Assoc Cancer Res; 18: 225.
10. Tortora G. J., Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology.
12th ed. JohnWiley & Sons11.
11. Warman M. 2003. Delineating Biologic Pathways Involved in Skeletal
Growth andHomeostasis Through The Study of Rare Mendelian Diseases that
Affect Bones andJoints. Arthritis Research & Therapy. 5 (Suppl 3): S2