Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

Formulasi Suspensi Steril Hidrokortison Asetat 2,5%

Dosen Pengampu :

Nurul Akhatik., Dra. M.Si

Disusun Oleh:

Nursia (233430091)

PROGRAM STUDI APOTEKER

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat,
hidayah serta inayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuh tugas mata
Kuliah Teknologi Sediaan Steril tentang Suspensi untuk injeksi

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing kami Nurul


Akhatik., Dra. M.Si. Yang telah memberikan tugas untuk makalah ini

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Teknologi Sediaan Farmasi.


Penulis menyadari bahwa tugas ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun untuk perbaikan
selanjutnya serta dapat memberikan manfaat.

Jakarta, Agustus 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 4
1.2 Tujuan Masalah ............................................ Error! Bookmark not defined.
BAB II .................................................................... Error! Bookmark not defined.
ISI ........................................................................... Error! Bookmark not defined.
2.1 Dasar Teori .............................................. Error! Bookmark not defined.
2.2 Formulasi .................................................................................................. 5
2.3 Penyimpanan .......................................................................................... 12
BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 15
III.A Hidrokortison asetat............................................................................. ...15
III.B Pembuatan .............................................................................................. 17
III.B.1 Praformulasi Bahan Aktif ....................................................................... 19
III.B.2 Preformulasi Bahan Tambahan .............................................................. 26
III.B.3 Formulasi ............................................... 3Error! Bookmark not defined.
III.B.4 Alat Dan Bahan ..................................... 3Error! Bookmark not defined.
III.B.5 Cara Kerja............................................................................................... 40
III.C Evaluasi .................................................................................................. 40
KESIMPULAN ..................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 43
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perkembangan farmasi di Indonesia sudah dimulai semenjak zaman


Belanda, sehinggateknologi steril sebagai salah satu bagian dari ilmu farmasi
mengalami dinamika yang begitucepat. Teknologi Steril merupakan ilmu yang
mempelajari tentang bagaimana membuat suatu sediaan (Injeksi volume kecil,
Injeksi volume besar, Infus, Tetes Mata dan Salep Mata) yangsteril, mutlak bebas
dari jasad renik, patogen, atau non patogen, vegetatif atau non vegetatif(tidak ada
jasad renik yang hidup dalam suatu sediaan). Teknologi steril berhubungan
dengan proses sterilisasi yang berarti proses mematikan jasad renik (kalor, radiasi,
zat kimia) agardiperoleh kondisi steril. Tentunya di setiap fakultas mendapatkan
mata kuliah tersebut, karenateknologi steril berperan penting dan menjadi mata
kuliah pokok farmasi.

Dalam teknologi steril, kita dapat mempelajari tentang bagaimana


menghasilkan ataumembuat sediaan yang steril, sediaan steril dapat dibuat secara
sterilisasi kalor basah, kalorkering, penyaringan, sterilisasi gas, radiasi ion dan
teknik aseptik. Kemudian sediaan steriltersebut dilakukan uji sterilitas, uji
pirogenitas (ada atau tidaknya pirogen). Pada saat kuliahteknologi steril akan kita
dapatkan sediaan dalam bentuk larutan, emulsi, suspensi dan semisolid yang steril
(bebas dari pirogen).

Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan
steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikanterlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara
merobek jaringan ke dalamkulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakanalat suntik.
Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam
medium cair yangsesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau kedalam
larutan spinal . Suspensi untukinjeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering
dengan bahan pembawa yang sesuai untukmembentuk larutan yang memenuhi
semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang
sesuai.

Sediaan suspesi digunakan untuk mengatasi zat aktif yg tidak terlarut


dalam pelarut,kelarutan hidrokortison asetat praktis tidak larut dalam air, sukar
larut dalam etanol dan dalamkloroform, sehingga sediaan yang paling efektif
adalah dalam bentuk suspensi injeksi.

1.2 Tujuan

a) Memahami pembuatan sediaan steril dengan teknik aseptis


b) Memahami pembuatan injeksi hidrokortison suspensi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori

Suspensi farmasi adalah dispersi kasar, dimana partikel padat yang tak
larut terdispersidalam medium cair. Partikelnya mempunyai diameter yang
sebagian besar lebih dari 0,1mikron. Beberapa partikel terlihat dibawah
mikroskop menunjukan gerakan Brown biladispersinya mempunyai viskositas
yang rendah, (Anief, 2000).
Suspensi dapat dibuat dengan cara :
1. Metode dispersi
2. Metode presipitasi dan ada 3 macam :
a. Presipitasi dengan pelarut organik
b. Presipitasi dengan perubahan pH dari media.
c. Presipitasi dengan dekomposisi rangkap, (Voight, 1994).
Suspensi obat suntik harus steril, mudah disuntikan dan tidak menyumbat
jarumsuntik. Suspensi obat mata harus steril dan zat yang terdispersi harus sangat
halus, bila untukdosis ganda harus mengandung bakterisida. Pada etiket harus
tertera kocok dahulu dandisimpan dalam wadah tertutup baik dan disimpan
ditempat sejuk, (Anief, 1997).
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau
serbuk yangharus dilarutkan atau disespensikan lebih dahulu sebelum digunakan,
yang disuntikan dengancara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit
atau selput lendir. Injeksi diracikdengan melarutkan, mengelmusikan atau
mensuspensikan sejumlah obat dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan
sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosisganda. Suatu kerja
optimal dan tersatukan dari larutan obat yang diberikan secara parenteralkemudian
hanya diberikan jika persyaratan berikut terpenuhi :
 Penyesuaian dari kandungan bahan obat yang dinyatakan dan nyata-nyata
terdapat, tidakada penurunan kerja selama penyimpanan melalui perusakan
secara kimia dari obat dansebagainya.
 Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya menginginkan suatu
pengambilansteril, melainkan juga menolak antaraksi antara beban obat
dan materi dinding.Tersatukan tanpa reaksi. Untukitu yang bertanggung
jawab terutama bebas kuman, bebas
pirogen, bahanpelarut yang netralsecarafisiologis, isotoni,isohidri, bebas
bahan terapung, (Depkes,1979).

Suspensi untuk injeksi terkontitusi adalah sediaan padat kering dengan


bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua per
syaratan untuksuspensi.Steril setelah penambahan bahan yang sesuai.Keuntungan
dari suspensi Parental :
 Hal ini lebih baik untuk penggunaan terapi obat yang tidak larut dalam
pelarutkonvensi.
 Dalam dosis ini dari terjadi peningkatan resistensi terhadap hidrolisis &
oksidasisebagai obat hadir dalam padat dari.
 Formulasi obat yang dilepaskan dikendalikan mungkin dalam bentuk
sediaan ini.
 Ada penghapusan hati first fast effect .

Kekurangan dari suspensi Parental : Kesulitan dalam formulasi: parenteral


suspensimembatasi perumus dalam memilih bahan-bahan, yang parenteral
diterima sebagai pensuspensi, viskositas merangsang agen, membasahi agen,
stabilisator dan pengawet.Kesulitan dalam pembuatan: fasilitas khusus diperlukan
untuk menjaga kondisi aseptik untuk proses manufaktur seperti: kristalisasi,
pengurangan ukuran partikel, pembasahan, sterilisasi.

Stabilisasi suspensi untuk periode antara pembuatan & menggunakan hadir


sejumlah masalah.misalnya padatan secara bertahap menetap & Mei kue,
menyebabkan kesulitan dalamredispersion sebelum digunakan. Pemeliharaan
stabilitas fisik sangat sulit dalam bentuksediaan ini. Mungkin ada kemungkinan
non-keseragaman dosis pada saat administrasi.Suspensi parenteral dikembangkan
karena alasan berikut : Obat-obatan, yang tidak larut dansulit untuk dirumuskan
sebagai solusi. Untuk obat yang lebih stabil ketika ditangguhkan daridalam bentuk
larutan. Ketika ada kebutuhan untuk mengembangkan bentuk
sediaan memilikirilis terbelakang atau dikendalikan obat.
2.2 Formulasi

Formulasi pertimbangan parenteral suspensi parameter berikut harus


diambil dalam pertimbangan saat merumuskan suspensi parenteral, sifat
antarmuka partikel tersebar seperti peningkatan luas permukaan spesifik dengan
pengurangan ukuran partikel dan adanya muatan listrik pada permukaan
partikel memainkan peran penting dalam stabilitas suspensi.

Δ G = χ s / u Δ A……..persamaan 1
Dimana :
Δ G = perubahan energi bebas permukaan
Χ s / u = tegangan antar muka di dyne / cm2
antara partikel terdispersi dan menengahyang tersebar
Δ A = perubahan luas permukaan dalam cm2

Persamaan 1 Menggambarkan prinsip bahwa sebagai tegangan antar muka


dan luas permukaan mendekati nol, energi bebas permukaan minimum. Umumnya
ukuran partikel padatan berkurang dalam suspensi untuk mencegah pengendapan
partikel terdispersi .

dalam penggumpalan partikel dalam upaya untuk mengurangi urutan


permukaan bebas energy.In untuk merumuskan sistem termodinamika stabil keteg
angan antar muka diminimalkan dengan menggunakan permukaan aktif agen.
Sifat penting dari suspensi parenteral untuk pengembangan
formulasi kelarutan obatdalam cairan biologis di tempat suntikan, kelarutan lemak
dan koefisien partisi air minyakobat, Pka obat, laju disolusi obat padat dari dosis
yang dari. pH dari kendaraan & tonisitassuspensi. ukuran partikel obat dalam
suspensi. Kompatibilitas dari bahan-bahan lain dalamdosis dari eksipien khas
digunakan dalam suspensi parenteral meliputi berikut :
a. Flocculating \ suspending agents
b. Membasahi agen.
c. Sistem pelarut
d. Pengawet5
e. Antioksidan
f. Cheating agents
g. Agen buffering
h. Agen tonisitas

a. Flocculating \ suspending agents:


Pada dasarnya ada tiga teknik yang digunakan untuk merumuskan suspensi.
a) Dikontrol flokulas
b) kendaraan terstruktur
c) Kombinasi dari c & b.
Pilihan tergantung pada apakah partikel dalam suspensi yang tetap
flocculated ataudeflocculated. (a) Pendekatan flokulasi dikontrol menggunakan
agen flocculating ke dariagregat longgar terikat atau gumpalan secara terkendali
yang mengendap dengan cepat tetapiredisperses dengan mudah setelah agitasi.
Jumlah atau flocculating sesuai agen ditambahkanhasil bahwa volume sedimentasi
maksimal & mencegah pembentukan cake.
Elektrolit,surfaktan dan koloid hidrofilik telah biasanya digunakan sebagai
agenflocculating. Elektrolit & surfaktan mengurangi kekuatan listrik tolakan
antara partikel &memungkinkan gumpalan untuk membentuk, yang pada
gilirannyadipengaruhiolehmuatan permukaan partikel. Misalnya Elektrolit yang di
gunakan dalam parenteral Skorsing. Kalium \ natrium klorida kalium \
natrium sitratkalium \natriumasetat. Muatan permukaan dari sistem dapat diukur d
engan potensi zeta.
Potensi zeta harus dikontrol sehingga dapat terletak dalam kisaran (umumnya
kurang dari 25 mV) untuk mendapatkanflokulasi, noncaking suspensi dengan
sedimentasi yang maksimal. koloid hidrofilik(umumnya bermuatan negatif) tidak
hanya mempengaruhi gaya tolak tetapi jugamemberikan penghalang mekanik
untuk partikel.Untuk misalnya larutan PVP 25% digunakan dalam kombinasi
dengan polisorbat 80(2%) bertindak sebagai stabilizer untuk memberikan stabil
suntik 30% bubuk berairsuspensi. (B) Pendekatan kendaraan terstruktur
digunakan untuk menjaga partikel tersebardalam suspensi dalam keadaan
deflocculated.
Agen ini berfungsi sebagai agen viskositasmenanamkan & mengurangi
tingkat sedimentasi dari partikel tersebar. Berbagai koloidhidrofilik yang
digunakan sebagai kendaraan terstruktur. Idealnya, ini bentuk pseudo-plastikatau
sistem plastik yang mengalami penipisan belaka dengan beberapa derajat
thixotropy. Namun viskositas tinggi & syringeability miskin sistem seperti
membatasi penggunaannyadalam suspensi parenteral Pendekatan deflocculated
digunakan untuk suspensi oleaginous dan suspensi yangmengandung konsentrasi
yang relatif tinggi padat misalnya dalam perumusan suspensiinjeksi prokain
penisilin - G.

b. Pembasah agen
Membasahi dari bahan ditangguhkan adalah salah satu aspek yang paling
pentingdari suspensi injeksi karena bubuk hidrofilik sering ditangguhkan dalam
sistem berair.Membasahi seperti yang dijelaskan oleh persamaan awal -
menggambarkan bahwa θ (sudut kontak) kurang dari 90 diamati dalam kasus
bubuk hidrofobik yang biasanya membutuhkanadjuvant untuk membantu
dalam dispersi mereka. Berbagai surfaktan nonionik dan pelarutnon-air seperti
gliserin, alkohol & propylene glycol adalah jenis agen pembasahan yang biasa
digunakan dalam suspense injeksi.
Membasahi agen mengurangi sudut
kontak antara permukaan partikel & cairan pembasahan untuk mendapatkan efisie
nsi pembasahanmaksimum; surfaktan dengan nilai hidrofilik keseimbangan
lipofilik (HLB) di kisaran 7sampai 9 harus dipilih. Konsentrasi biasa surfaktan
bervariasi dari 0,05% menjadi 0,5%tergantung pada isi padat suspensi. Perawatan
harus diambil dalam hal jumlah yangdigunakan; jumlah yang berlebihan dapat
menyebabkan berbusa atau caking ataumemberikan rasa yang tidak diinginkan /
bau ke produk.Surfaktan (pembasah)
Lecithin, Polysorbate 20, Polysorbate 80, Pluronic F-68, sorbitan trioleat
(rentang85) untuk misalnya dalam penyusunan suspensi non-berair dari cefazolin
natrium dalamminyak kacang, penambahan polisorbat 80 pada konsentrasi yang
lebih besar dari 0,17%mengakibatkan deflocculated suspensi yang sulit untuk
redisperse. Pemeriksaan mikroskopis mengungkapkan luas pertumbuhan
aglomerasi dan kristal cefazolin natriumdi hadapan polisorbat 80.
c. Sistem Pelarut
Sistem pelarut yang digunakan dalam suspensi parenteral diklasifikasikan
sebagaikendaraan berair atau nonaqeous. Pilihan sistem pelarut yang khas
tergantung padakelarutan, stabilitas & rilis yang diinginkan karakteristik obat.
kendaraan non-air mencakup baik larut air dan air kendaraan bercampur.
Air untuk injeksi umumnya sistem pelarut disukai. Namun, air non-berair
agentercampur digunakan sebagai cosolvents dengan air untuk injeksi untuk
mempromosikankelarutan & stabilitas dalam persiapan parenteral. Contoh air
kendaraan berair larut termasuketanol, gliserin, propilen glikol & n-lactamide.
Yang digunakan dari cosolvents larut air dapat menyebabkan efek samping
yangtidak diinginkan untuk misalnya injeksi intramuskular propilen glikol-
air,etilalkohol-air
polietilen glikol (PEG) 400 campuran air ditemukan menyebabkan kerusakan otot
yangdiukur dengan rilis in vitro kreatinin kinase dari tikus terisolasi otot rangka.
Pada konsentrasi sedang (20% t0 40% V / V) cosolvents organik PEG 400
kurangmyotoxic dari propilen glikol & etanol. Myotoxicity tidak berkorelasi
secara eksklusif untuk properti fisikokimia tunggal dari campuran cosolvent-
air seperti konstanta dielektrik, pH jelas, tegangan permukaan, viskositas atau
kombinasi dari ini untuk serangkaian cosolvents. Berdasarkan hasil ini disarankan
bahwa interaksi biokimia antara organik cosolvents & seratotot rangka mungkin
terlibat dalam cosolvents diinduksi toksisitas.
Selain itu lisis sel darah merah manusia di hadapan cosolvents seperti
propilen glikol,gliserol, PEG 200.300 & 400 & etanol telah dilaporkan. Di
hadapan 0,9% ke 2,7% natriumklorida cosolvents selain PEG 300 & 400 kurang
hemolitik dibandingkan bila dicampurdengan air. Hemolisis disebabkan
oleh cosolvents dapat releted untuk memungkinkanmereka mengikat dengan
membran sel darah merah.
Potensi hemolitik etil alkohol, PEG 400 rendah sedangkan propilen glikol
memiliki potensi hemolitik tinggi. kendaraan tak larut air berair digunakan
dalam suspensi parenteralmeliputi minyak tetap etil oleat isopropil miristat dan
benzil benzoat. minyak tetap haruscairan pada suhu kamar dan sayuran asal &
harus memiliki stabilitas termal yang baik pada kedua suhu tinggi & rendah;
umumnya merupakan antioksidan yang diperlukan untukmenjamin stabilitas
minyak tetap selama umur simpan produk obat.
Misalnya dari berbagai minyak tetap digunakan dalam formulasi suspensi
termasukminyak wijen, minyak kacang & minyak jarak. Beberapa minyak lainnya
yang dipelajaridalam pengembangan suspensi parenteral meliputi minyak almond,
minyak bunga matahari,minyak biji poppy iodinasi, minyak biji kapas dan minyak
jagung. jenuh yang berlebihanminyak dapat menyebabkan iritasi jaringan.
Beberapa pasien mungkin memiliki reaksi alergi terhadap minyak nabati;
makaminyak khusus yang digunakan dalam produk harus tercantum pada label
produk. Jenisminyak & volumenya telah ditemukan untuk mempengaruhi
pelepasan obat dari suspensiuntuk misalnya aktivitas androgenik testosteron
andosterone dalam larutan oleaginoustergantung pada jenis kendaraan minyak
yang digunakan.

d. Agen Tonisitas
Isotonisitas dari persiapan parenteral untuk pemberian subkutan atau
intramuskulardiinginkan untuk mencegah rasa sakit; iritasi dan kerusakan jaringan
di lokasi administrasi,larutan berair agen tonisitas digunakan dalam suspensi
parenteral meliputi dextrose & berbagai elektrolit.
e. Pengawet
Agen anti mikroba yang diperlukan untuk produk parenteral yang
dimaksudkanuntuk beberapa dosis, untuk melindungi produk dari kontaminasi
mikroba disengaja selama penggunaan klinis & menjaga sterilitas. Demikian pula,
pengawet harus ditambahkan keformulasi secara aseptik dikemas dalam botol
dosis sinyal jika bahan aktif (s) tidak memiliki bakterisida atau bakteriostatik sifat
atau pertumbuhan mempromosikan. Sebuah studi pertumbuhan mempromosikan
harus dilakukan untuk menentukan sifat-sifat mikrobiologidari formulasi bebas
pengawet.Beberapa pengawet yang biasa digunakan dalam suspensi parenteral
dan konsentrasimereka yang umum digunakan adalah sebagai berikut.

 Benzil alkohol (0,9% sampai 1,5%)


 Methylparaben (0,18% to0.2%)
 Propylparaben (0,02%)
 Benzalkonium klorida (0,01% sampai 0,02%)
 Thimerosal (0,001% ke 0,01%)
 Benzalkonium klorida digunakan dalam bentuk sediaan tetes mata & tidak
dalam bentuksediaan injeksi.
 Propil dan metil paraben disebut kimia sebagai propil dan metil ester asam p-
hidroksi benzoat. Karena sifat kimia reaktif yang melekat pengawet, stabilitas
& kompatibilitas

masalah kebutuhan pengawet untuk dievaluasi untuk penggunaan mereka


dalam perumusan akhir. Kelarutan air rendah paraben dan penurunan stabilitas
dengan peningkatan pH mempersulit penggunaannya dalam formulasi parenteral.
Umumnya paraben dilarutkan dengan menambahkan mereka ke UPS alkohol
atauvolume kecil air dipanaskan sampai sekitar 80'C. Solusi dipanaskan
memerlukan pengenceran lebih lanjut untuk mencegah pengendapan di paraben
sebelum mendinginsecara signifikan.
Parabens sensitif terhadap paparan cahaya yang berlebihan dan tidak
sesuai denganeksipien alkali dan polisorbat 80. Benzil alkohol dapat
menyebabkan kejang pada neonatussehingga harus dihindari dalam produk obat
tertentu dengan indikasi neonatal. Kebanyakan pengawet antimikroba &
antioksidan diketahui menguap atau menyerap penutupan karet &dapat
menyebabkan hilangnya kemandulan & stabilitas & potensi masalah dengan
flokulasi& resuspendability produk. Sebuah USP pengawet antimikroba uji
efektifitas harusdilakukan pada persiapan diformulasikan dengan, misalnya 90%,
75% dan 50% darikonsentrasi pengawet awal untuk menentukan konsentrasi
minimal yang efektif dari pengawet selama umur simpan produk obat.

f. Antioksidan / Agen chelating


Oksidasi dapat menyebabkan perubahan warna tidak dapat diterima dari
produk obattanpa harus menyebabkan kehilangan potensi signifikan. Obat
dirumuskan dalam bentuktereduksi memiliki potensi oksidasi rendah dan rentan
terhadap oksidasi. degradasi oksidatifobat dalam larutan dimediasi baik oleh
redicals gratis atau dengan molekul oksigen dan dapatdikatalisis oleh logam,
panas, cahaya, dan ion hidrogen.

Antioksidan ditambahkan dalamformulasi untuk meminimalkan degradasi


ini dengan istimewa menjalani oksidasi sebagaiakibat dari potensi oksidasi yang
lebih rendah atau dengan mengakhiri langkah propagasidalam mekanisme
oksidasi redical gratis. Antioksidan yang baik digunakan sendiri ataudalam
kombinasi dengan agen chelating atau antioksidan lainnya. senyawa tertentu
(asamaskorbat asam sitrat) telah ditemukan untuk bertindak sebagai sinergis &
meningkatkanefektivitas antioksidan yang menghalangi reaksi oksidatif. agen
chelating menyerap logam berat, sehingga mencegah katalisis reaksi
oksidasi misalnya antioksidan cocok & chelatingagen & konsentrasi khas mereka.

Membersihkan sistem pelarut (yaitu air untuk injeksi USP) dan produk
obat massal dengan disaring (0,22 μ m) nitrogen selama proses pembuatan dengan
mengendalikankecepatan pencampuran dan laju alir nitrogen, tingkat oksigen
dapat ditingkatkan. Menyelimuti produk obat massal dengan disaring (0,22 μ m)
nitrogen / argon selama operasi pengisian Menggusur oksigen dari ruang kepala
wadah diisi dengan disaring (0,22 μ ) nitrogen.

g. Stabilisator Lain

Berbagai stabilisator lainnya telah digunakan dalam suspensi parenteral


tertentuyang berbeda dari obat-obatan. Untuk misalnya gula seperti sorbitol,
sukrosa atau fruktosatelah dikaitkan dengan peningkatan stabilitas prokain benzil
penisilin dan natrium benzil penisilin suspensi parenteral. berdasarkan minyak
suspensi injeksi tetrasiklin di migliolyang stabil dengan Selain di asam maleat
atau maleat sebuah garam. D-Glukosa, polietilenglikol atau adenin menghambat
agregasi suspensi berair nitrozepam selama pembekuan &defrost untuk
memungkinkan bagian halus melalui jarum suntik.

2.3 Penyimpanan

Wadah untuk sediaan injeksi dibagi menjadi dua macam antara lain: dosis
tunggal(single dose) dan dosis ganda (multiple doses). Wadah dosis tunggal
adalah suatu wadah yangkedap udara yang mempertahankan jumlah obat steril
yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal, dan yang
bila dibuka tidak dapat ditutup rapat kembalidengan jaminan tetap steril.
Sedangkan wadah dosis ganda adalah wadah yang memungkinkan pengambilan
isinya perbagian berturut- turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas
ataukemurnian bagian yang tertinggal (Ansel, 2005).

Pada umumnya, wadah untuk sediaan dosis ganda mempunyai bentuk vial
atau flakon.Wadah dosis ganda dilengkapi dengan penutup karet dan plastik untuk
memungkinkan penusukan jarum suntik tanpa membuka atau merusak tutup. Bila
jarum ditarik kembali kewadah, lubang bekas tusukan akan tertutup rapat kembali
dan melindungi isi dari pengotoranudara bebas (Ansel, 2005).
United State Pharmacopenia (USP) mempersyaratkan vial dosis ganda
untuk injeksidiberikan batas penggunaan 28 hari setelah penggunaan pertama kali
kecuali label produk(dalam bungkusnya) menyatakan sebaliknya. Produk obat
yang akan dibuat harus mempunyaikemampuan untuk bertahan dalam bentuk
spesifikasi yang ditetapkan sepanjang waktu penyimpanan dan penggunaan untuk
menjamin identitas, kekuatan, kualitas, kemurnian produk, dan terutama sterilitas
produk
Penggunaan vial dosis ganda harus memperhatikan hal berikut yaitu
mematuhi teknikaseptik yang ketat saat penggunaan vial, menggunakan jarum
steril baru dan alat suntik steril baru untuk setiap penggunaannya, melepas semua
alat akses vial, menyimpan vial di tempatyang bersih dan terlindung menurut
petunjuk pabrik (misalnya, pada suhu ruang atau lemari pendingin)
dan memastikan vial yang sterilitasnya terganggu untuk segera dibuang. Selain
itu,karena pengambilannya dilakukan secara berulang, maka sediaan injeksi dosis
gandadiharuskan mengandung zat pengawet antimikroba (antimicrobial
preservative) Untuk menjaga stabilitas sediaan. Efektivitas dari pengawet itu
sendiri umumnya dipengaruhi olehdua hal yaitu konsentrasi dari pengawet dan
jumlah mikroorganisme yang mengontaminasi. Contoh pengawet yang lazim
digunakan dalam formulasi sediaan parenteral adalah Benzilalkohol 1% - 2%,
klorobutanol 0,2% - 0,5%, dan klorokresol 0,1% - 0,2%.

Salah satu sediaan injeksi dosis ganda yang banyak beredar di pasaran
adalahdifenhidramin hidroklorida, sediaan ini masih sering digunakan di beberapa
puskesmas, praktek dokter serta rumah sakit untuk berbagai keadaan seperti
alergi, mual, muntah, batukkarena alergi dan anafilaksis. Sediaan injeksi
difenhidraminhidroklorida merupakan sediaanantihistamin yang dipasaran terdiri
dari ampul 1-2 ml dan vial 10 ml. Pada kenyataannya penggunaan sediaan injeksi
di beberapa puskesmas, rumah sakit, dan praktek dokter masih belum melakukan
teknik aseptis dengan baik dikarenakan ketersediaan sarana dan prasaranayang
tidak memadai dan kurangnya pengetahuan tentang teknik aseptis.
Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan sediaan farmasi intravena pada
salah satu rumah sakit swasta di Kota Bandung menyimpulkan bahwa penyiapan
sediaan intravena belum dilakukan dengan teknikaseptis yang baik. Pada
penelitian ini digunakan sediaan injeksi dibuat sedian difenhidraminklorida dosis
ganda dengan menggunakan pengawet klorobutanol 0,35 %b/v.
Klorobutanol paling utama digunakan pada sediaan optalmik atau dosis parenteral
sebagai pengawet dengankonsentrasi sampai dengan 0,5 %b/v (Rowe, 2006).
Alasan pengguanaan klorobutanol sebagai pengawet dikarenakan klorobutanol
dapat bertindak sebagai antibakteri dan antifungi, sangatefektif melawan bakteri
Gram-negatif dan bakteri Gram-positif, dan beberapa fungi seperti Candida
albicans, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococus albus, serta
aktivitasantimikrobanya dapat bersifat bakteriosida dan bakteriostatika (Rowe,
2006).

Tujuan dilakukannya uji efektivitas klorobutanol sebagai pengawet karena


pada sediaan ini berupasediaan injeksi dosis ganda yang nantinya pada proses uji
akan dilakukan penyuntikan pertama pada lingkungan yang tidak aseptis atau di
luar Laminar Air Flow Cabinet pada tutupsediaan sehingga sangat memungkinkan
adanya kontaminasi yang akan mempengaruhisterilitas sediaan. Berdasakan
uraian di atas maka telah dilakukan penelitianuntukmengetahui berapa lama
klorobutanol 0.35 %b/v masih memiliki efektifitas sebagai pengawet padasediaan
injeksi difenhidramin klorida dosis ganda setelah segel kemasan dibuka dan
dilakukan penusukan di lingkungan yang tidak aseptis seperti yang dilakukan di
puskesmas, rumah sakitatau tempat praktek dokter.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Penggunaan Hidrokortison asetat

Hidrokortison asetat digunakan pada heumatoid arthritis sebagai


antiinflamasi danimmunosuppresif. Hidrokortison asetat mengganggu antigen T
limfosit, menginhibisi prostaglandin dan sintesis leukotrin, menghibisi neutrofil
dan turunan monosit superoksida radikal.Hidrokortison asetat juga mengganggu
migrasi seldan menyebabkan redistribusi monosit, limfosit,dan neutrofil, sehingga
menumpulkan respon inflamasi dan autoimun. Dalam membran sinovial,sel CD4
+ T berlimpah dan berkomunikasi dengan makrofag, osteoklas, fibroblas dan
kondrosit, baik melalui interaksi sel-sel langsung menggunakan reseptor
permukaan sel atau melalui sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, dan IL-6.
Sel-sel ini menghasilkan metaloproteinase dan zatsitotoksik lainnya, yang
menyebabkan erosi tulang dan tulang rawan (Dipiroet al., 2008).

Suspensi hidrokortison asetat steril digunakan untuk mengobati


rheumatoid padasendi dan penggunaannya disuntikkan di intraartikular. Inflamasi
kronik jaringan sinovialyang melapisi kapsul sendi dihasilkan dalam proliferasi
jaringan ini. Karakteristik sinoviumyang mengalami proliferasi dari rheumatoid
disebut pannus. Pannus ini menyerang kartilago dan akhirnya permukaan tulang,
memproduksi erosi tulang dan kartilago dan menyebabkan kerusakan sendi.
(Dipiro, 2008).
Sendi sinovial adalah sendi yang paling umum dari kerangka apendikular
manusia.Meskipun sendi ini dianggap bergerak bebas, tingkat kemungkinan gerak
bervariasi sesuaidengan desain struktural individu dan fungsi utama (gerakan
vsstabilitas). Komponen darisendi sinovial yang khas mencakup unsur-unsur
tulang, tulang subkondral, Kartilago artikular, membran sinovial, kapsul sendi
fibroligamentous, dan reseptor sendi artikular. Pemahaman tentang anatomi dasar
dari bentuk sendi synovial dasar untuk perubahan klinis yang signifikan pada
sendi yang menyebabkan disfungsi sendi.
Meskipun peran yang tepat dari cairan sinovial masih belum diketahui,
diperkirakan untuk melayani sebagai pelumas sendi atau setidaknya untuk
berinteraksi dengan tulangrawan artikular untuk mengurangi gesekan antara
permukaan sendi. Ini adalah relevansiklinis karena sendi amobil telah terbukti
untuk menjalani degenerasi dari kartilago artikular. Cairan sinovial mirip dalam
komposisi plasma, dengan penambahan asam hialuronat yangmemberikan berat
molekul tinggi dan viskositas khas. Membran bagian dalam sendi sinovial disebut
membran sinovial dan mengeluarkan cairan sinovial ke dalam rongga sendi.
Cairan mengandung asam hialuronat yang disekresikan oleh selfibroblast dalam
membran sinovial(Tortora G. J., Derrickson B, 2009). Bentuk cairan ini adalah
lapisan tipis (kira-kira50 µm) di permukaan kartilago dan juga ke dalam
microcavities dan penyimpangan dalam permukaankartilago artikular, mengisi
semua ruang kosong (Edwards, 2000).

Cairan dalam kartilago artikular secara efektif berfungsi sebagai cadangan


cairansinovial. Selama gerakan, cairan sinovial hadir dalam kartilago, dikeluarkan
untuk menjagalapisan cairan pada permukaan kartilago (disebut pelumasan).
Diperkirakan, fungsi cairansinovial meliputi mengurangi gesekan dimana cairan
sinovial akan melumasi sendi, Shock absorption yaitu sebagai cairan dilatant,
cairan sinovial ditandai dengan menjadi lebihkental di bawah tekanan, cairan
sinovial dalam sendi diarthrotic menjadi tebal saatditerapkan untuk melindungi
sendi dan selanjutnya menipis ke viskositas normal untukmelanjutkan fungsi
pelumas. Fungsi ketiga yaitu transportasi nutrisi dan limbah dimanacairan
mensuplai oksigen dan nutrisi dan menghilangkan karbon dioksida dan
limbahmetabolik dari kondrosit dalam kartilago.

Jaringan sinovial terdiri dari jaringan ikatvascularized yang tidak memiliki


membran basement Dua jenis sel (tipe A dan tipe B) yanghadir: Tipe A berasal
dari monosit darah. Tipe B menghasilkan cairan sinovial. Cairansinovial terbuat
dari asam hialuronat dan lubricin, proteinase, dan kolagenase. Cairansinovial
menunjukkan karakteristik aliran non-Newtonian; koefisien viskositas tidak
konstandan cairan tidak linear kental. Cairan sinovial memiliki karakteristik
tiksotropi; viskositasmenurun dan menipis cairan selama stres berlanjut. Cairan
sinovial yang normal mengandung 3-4mg/ml asam hialuronat (Hui, Alexander,
2012).

Polimer disakarida yang terdiri dari asam D-glukuronat dan DN asetil


glukosamin yang bergabung bergantian dengan ikatan beta-1,4 dan beta-1,3
glikosidiki. Asam hialuronat disintesis oleh membran sinovial dan disekresikan ke
dalamrongga sendi untuk meningkatkan viskositas dan elastisitas kartilago
artikular dan untuk melumasi permukaan antara sinovium dan kartilago. Cairan
sinovial mengandung lubricin (jugadikenal sebagai PRG4) sebagai komponen
pelumas kedua, disekresikan oleh fibroblassinovial (Jay et al, 2000). Terutama, ia
bertanggung jawab untuk mengurangi gesekan antara permukaan berlawanan
kartilago. Ada juga beberapa bukti bahwa hal itu membantumengatur
pertumbuhan sel sinovial (Warman M, 2003).

Viskositas cairan sinovial hampir seluruhnya tergantung pada keberadaan


asamhialuronat. Ada dua faktor yang menentukan viskositas cairan sinovial
yaitu:1) konsentrasi asam hialoronat dalam cairan; dan2) polimerisasi dari
molekul asam hialuronat (Jebens,et al,1959).
Penelitian menunjukkan bahwa viskositas cairan sinovial yang diperoleh
dari pasiendengan efusi sendi yang terkait dengan penyakit jaringan ikat akan
menurun.Pada pasien osteoarthitis maupun trauma sendi terdapat perbedaan pH
cairan sinovial jikadibandingkan manusia normal. Perbedaan tersebut adalah
sebagai berikut(Jebens,et al, 1959)

3.2 Pembuatan

Permasalahan dalam pembuatan:


 Hidrokortison asetat tidak larut dalam air.
 Sediaan harus dapat melalui syiringe injeksi 18-21 gaugePenyelesaian
permasalahan dalam pembuatan:
 Dibuat sediaan suspense
 Ukuran partikel suspensi hidrokortison yang akan dibuat hendaklah lebih
kecil atausama dengan ukuran suspensi yang ideal dan dapat melewati
syringe injeksi ukuran tersebut.

Oleh karena itu, dalam proses pembuatan dilakukan proses pengecilan


ukuran partikel bahan aktif dengan cara digerus. Kesetaraan ukuran syringe 18 -
21 gauge sama dengan1,2/1,3 mm – 0,8 mm (www.unimed.ch). Sedangkan
menurut Martin et al., 1993 sediaansuspensi yang ideal memiliki ukuran partikel
sebesar 0,5 – 1,0 μm atau 0,0005 – 0,01mm.
N Baham Aktif Efek Utama Efek Samping Karakteristi Karakteristi Sifat Lain
o k Fisik k Kimia

1 Hidrokortison Diberikan secara Efek samping serbuk hablur suhu 25C


peroral bebas lebih kecil putih/hamper adalah : 0,28
alkohol terutama pada kulit dan putih. Tidak mg/ml
untuk pengganti kecil berbau, rasa dalamair : 15
pada kemungkinanm pahit, mg/ml dalam
insufisiensiadren engakibatkan berbentuk etanol; 6,2
okortikal akut supresiaderanal polimotf mg/mk dalam
atau kronis. daripada (Martindale etanol; 9,3
Pengunaan 20 kortikosteroid 1535) mg/ml dalam
sampai 30mg per topical lainnya. aseton ; 1,6
hari (umumnya mg/ml dalam
digunakan dalam kloroform ;
2 dosis, pagi hari 72,3 mg/ml
lebi kecil). untuk dalam eter
anak-anak dan 12,7
diberikan 400-00 mg/ml dalam
mikrogram/kg propilenglikol
perhari dalam 2 . Larut dalam
atau 3 dosis asam sulfat
terbagi, adjust pekat dengan
jika diperlukan. memberikan
Penambahan fluoresensi
sodium klorida hijau yang
mungkin kuat (stabiltas
dibutuhkan jika obat
terjadi sekresi kimiawi,335)
aldoseteron tidak larut air,
detektif, tetapi sedikit larut
aktivitas dalam alkohol
mineralokortikost dan aseton,
ero id umumnya sedikit larut
dalam
diklorometan
a (Ph.Eur6,2)
2 Hidrokortison Kortikosteroid (sama dengan Penampilan; -Rumus Lindungi
Asetat (BP 2006) hidrokortison) putih atau molekul : dari cahaya
dimana menjadi: hampir putih, C23H32O6
-stabilitas ;
sediaan injeksi serbuk kristal
-BM: 404,5 stabil,
berupa suspense (Clarke 2003)
sensitive
(sebagai -kelarutan:
terhadap
kortikosteroid)
praktis tidak
cahaya dan
Ear Drops larut dalam
klembpan,
bersama
air, sedikit
inkompatibel
Neomycin larut dalam
dengan agen
(sebagai etanol
pengoksidasi
kortikosteroid
anhidrat dan
kuat.
dan antibakteri dalam
salep (sebagai metilene -kesetaraan
kortikosteroid
klorida dengan
Salep neomycin 100mg
(sebagai -titik lebur:
hidrokortiso
kortikosteroid 220C,dengan
n adalah
dan antibakteri) dekomposisi
112mg

-krim (sebagai
-digunakan
kortikosteroid BP untuk injeksi
2006).
intraartikular
dengan dosis
5-50 mg
tergantung
ukuran sendi
(Martindale,
2009)

-pH
Hirdokortiso
n asetat
suspense
injeksi antara
5,0-7,0 (USP
29)

-injeksi
suspense
memiliki
viskositas
antara 15
hingga 80
centipoise
pada suhu
25C
(Chronin
Jhon p. et
al,1959. Low
vicosity
CMC
pharmaceuti
cal Vehicle.
Unitate state
patent Office

3 Hidrokortison Sebagai (sama dengan - Rumus Kimia -


Buteprate antiinflamasi Hidrokortison) C28H40O7 penyimpana
(untuk topical) n pada suhu
-BM :
tergantung pada ruang
488,613
pembawa, tempat
(PubChem -biasanya
aplikasi,
digunakan
konsentrasi
dalam
(AHFS Drug
sediaan
Unformation,
topika
2006)
seperti krim
atau salep
dengan
rentang dosis
0,1-2,5%
(martindle,2
009)

-kesetaraan
dengan 100
mg
hidrokrtison
adalah
135mg
(Martindale,
2009).

4 Hidrokortison (sama dengan (sama dengan -bubuk Praktis tidak Simpan


hydrogen hidrokortison) hidrokortison) higroskopis larut dalam dalam wadah
succinate putih atau air. Larut kedap udara.
hamper puti. dalam alkohol Lindungi
(Ph.Eue.6.2) dehidrasi dan dari cahaya.
dalam aseton. (Ph.Eur.6.2)
Larutan
dalam larutan
encer
karbonat
alkali dan
hidroksida
alkali
(Ph.Eur.6.2)

5 Hidrokortison (sama dengan (sama dengan -Bubuk Mudah larut Lindungi


sodium fosfat hidrokortison) hidrokortison) higroskopis dalam air, dari cahaya
putih atau praktis larut (BP 2008).
hampir putih dalam alkohol
(BP 2008) dehidrasi dan
dalam
-serbuk
kloroform.
berwarna
0,5% larutan
putih sampai
dalam air
kuning
mempunyai
terang.tidak
pH 7,509,0
berbau atau
(BP 2008)
hampir tidak
berbau. Kelarutan
Sangat dalam air
higroskopis. 1;1,5; sedikit
(USP 31) larut dalam
alkohol:
praktis tidak
larut dalam
kloroform,
dalam
dioksan daan
dalam eter
(USP 31)

6 Hidrokortison (sama dengan (sama dengan Berwarna -larut dalam -Apabila


Sodium hidrokortison) hidrokortison) putih, air dengan dijadikan
Succintae higroskopis perbandingan intramuscula
dan 1;3 da larut r absorpsinya
bentuknya dalam etanol tergolong
serbuk dengan cepat
kristalin atau perbandingan (martindale,2
serbuk serbuk 1;34; praktis 009)
amorf. Titik tidak larut
o -Disimpan
lele: 169 C dalam
dalam wadah
hingga 172oC kloroform
kedap udara
(Clarke’s dan eter.
dan terhindar
Analysis of Tidak stabil
dari cahaya
Drug and dalam bentuk
(Martindale,
Potions; larutan
2009).
2005) (Clarke’s
Analysis of -Kesetaraan
Drug and
dengan
Potions; hidrokortiso
2005)
n 134mg

-sedikit larut -Digunakan


air dan pada sediaan
aseoton
injeksi untuk
(Martindale, keadaan
2009; USP
emergency
31) karena larut
air dan
absorpsinya
cepat

-Biasanya
digunakan
pada injeksi
untuk
jaringan
yang
lunakdengan
dosis
100mg-
200mg.
(Martindale,
2009)

7 Hydrocortiso (sama dengan (sama dengan -praktis ridak -berbentuk -Biasanya


ne Valerate hidrokortison) hidrokortison larut dalam serbuk digunakan
air, larut kristalin dalam
dalam etanol berwarna sediaan
dan metanol; putih, titik topical
dalam leleh 217- seperti krim
o
propulenglyc 20 C (USP atau salep
ol (USP SDS US) dengan
US) rentang dosis
0,1-2,5
(martindale,2
009)

-kesetaraan
dengan
hidrokortiso
n sebesar
123mg
(martindale,2
009)

8 Hydrocortiso Untuk penggunn Efek samping Putih, tidak Praktis tidak Hidrokortiso
ne butyrate topikal gangguan lebih kecil berbau, larut dalam n butirat 119
kulit, sediaan pada kulit dan berbentuk air, larut mg setara
dalam bentuk kecil serbuk kristal. dalam dengan
krim, salep, atau kemungkinan alcohol, 100mg
lotion. mengakibatkan dalam aseton, hidrokortiso
supresi adrenal dan dalam n.
daripada mer=tal Konsentrasi
kortikosteroid alkohol. penggunaan
topical lainnya. Mudah larut pada
dalam umumnya
kloroform dari 0.1
sedikit larut hingga 2.5%
dalam eter.

9 Hydrocortiso Diberikan secara (sama dengan - - Hidrokortiso


ne Cipionate peroral bebas hidrokortison) ncipionat
alkohol terutama 134 mg
untuk terapi setara
pengganti pada dengan
insufisiensi 100mg
adrenokortikal hidrokortiso
akut atau kronis. n.
Penggunaan 20
sampai 30 mg per
hari (umumnya
digunakan dalam
2 dosis, pagi hari
lebih besar dan
malam hari lebih
kecil). untuk
anak-anak
diberikan 400-
800
mikrogram/kg
perhari dalam 2
atau 3 dosis
terbagai, adjust
jika diperlukan.
Penambahan
sodium klorida
mungkin
dibutuhkan jika
terjadi aldosteron
detektif, tetapi
aktivitas
mineralokortikost
ero

Alasan Pemilihan Bahan Aktif


a. Sediaan yang akan dibuat diindikasikan untuk mengobati rheumatoid pada
sendi. Dengandemikian dibuat sediaan injeksi lokal bukan sistemik dengan
harapan efek langsung pada sendidan tidak berefek pada organ lain sehingga
mengurangi efek samping.
b. Dipilih hidrokortison asetat karena obat inilah yang biasanya digunakan untuk
injeksi secaralokal dimana penggunaannya secara intraartikular pada sendi.

Sediaan dibuat suspensi agar dapat berefek secara long acting (sehingga
tidak diinjeksi berkali-kali) dan hidrokortison asetat terabsorbsi secara lambat
apabila diadministrasikan secaraintraartikular.Pada sediaan injeksi yang akan
kami buat mengandung hidrokortison asetat sebesar2,5% (25 mg/ml).
Hidrokortison 2,5% artinya 2,5 g dalam 100 ml. Sehingga tiap mlmengandung 25
mg hidrokortison.British National Formulation edisi 57 hal 562, dosis
hidrokortison asetat sebagai sediaanyang diadministrasikan secara intra-artikular
atau injeksi intrasinovial memiliki dosis sebesar 5-50 mg tergantung dari ukuran
sendi, interval pemberian selama 21 hari, dan dalam seharitidak boleh lebih dari 3
sendi yang menerima terapi atau injeksi.

Menurut Dipiret et al., 2008, suntikan intraartikular kortikosteroid dapat


digunakan untukmengobati sinovitis dan rasa sakit pada persendian. Rute
intraartikular lebih disukai karena efeksamping sistemik yang lebih kecil
dibanding rute lain. Jika berkhasiat, suntikan intraartikular dapatdiulang setiap 3
bulan. Tetapi tidak ada satu sendi yang disuntikkan lebih dari dua sampai
tiga kali per tahun karena dapat meningkatkan resiko kerusakan sendi dan atrofi te
ndon. Jaringan lunakseperti tendon dan bursae juga dapat disuntikkan untuk
mengontrol rasa sakit dan peradangan yangterkait dengan struktur ini (Dipiro et
al., 2008).
Dosis
a) Dosis hidrokortison asetat bila digunakan untuk injeksi intraartikular
adalah 5-50 mgtergantung ukuran sendi.
b) Sediaan dibuat 2 vial dengan kandungan 2,5% dengan volume masing-
masing 10 mL.Sehingga dalam 10 mL sediaan mengandung 25 mg
hidrokortison asestat.
3.3 Preformulasi Bahan Tambahan

a. Agen tonisitas.
1. Gliserin (HPE 2009, 283)
 Fungsi : pengawet, cosolvent, emollient, humectant, plasticizer, pelarut,
pemanis, adentonisitas
 Sifat Fisika Kimia
 Pemerian : bening, tidak berwarna,tidak berbau, viscous, larutan
higroskopis; rasamanis 0,6 x sukrosa
 Kelarutan :

 Stabilitas : Gliserin bersifat higroskopis, gliserin terdekomposisi dengan


pemanasandan berubah menjadi acrolein toksik, campuran gliserin
dengan air, alkhohol 95% dan propilen glikol stabil secara kimia. Gliserin
mengalami kristalisasi pada suhu rendahCara sterilisasi:

 Inkompatibilitas: Gliserin dapat meledak jika dicampur dengan agen


pengoksidasikuat seperti khromium triokside, potassium khlorat, or
potassium permanganat.Dengan adanya cahaya, gliserin berubah warna
menjadi hitam atau ketika kontakdengan zink oksida atau bismuth nitrat.
Konsentrasi:

2. Hidroksipropil Betadex (HPE 2009, 315)

 Fungsi : agen pengompleks; enhancer; release-modifying agent;


sequestering agent;solubilizing agent; stabilizing agent; agen tonisitas.
 Sifat Fisika Kimia
 Pemerian : putih sampai hampir putih, amorf dan serbuk kristal.
 Kelarutan : mudah larut dalam air dan propilen glikol. Larut dalam
metanol,dimethyl sulfoxide dan dimethylformamide.
 Stabilitas : Simpan dalam wadah tertutup
 Inkompatibilitas: -
 Konsentrasi: -
3. Mannitol (HPE 2009, 424)
 Fungsi : Pengisi; plasticizer; agen pemanis; pengisi tablet dan kapsul; agen
terapetik ; agentonisitas
 Sifat Fisika Kimia
 Pemerian : putih, tidak berbau, serbuk kristalin, or freeflowing granules.
Mempunyairasa manis, polimorfism.
 Kelarutan :
 Stabilitas : manitol stabil pada keadaan kering. Larutan disterilisasi dengan
filtrasidan autoklave.
 Inkompatibilitas: Larutan Mannitol, 20% w/v, mengalami salting out
dengan adanyaKCl atau NaCl. Manitol 25% w/v mengalami pengendapan
jika kontak dengan plastik. Sodium cephapirin at 2 mg/mL and 30 mg/mL
incompatibel dengan larutanmannitol 20% w/v. Mannitol is inkompatibel
dengan infus xylitol dan membentukkompleks dengan logam seperti
aluminum, tembaga, and besi. Mannitol menurunkan bioavaibilitas oral
dari cimetidine dibanding sucrose.
 Konsentrasi: -

4. NaCl
 Fungsi : Agen tonisitas (HPE 6th, 2009: 637)
 Konsentrasi untuk injeksi ≤ 0,9% w/v. Jadi pada resep, konsentrasi NaCl
sesuai denganliteratur
 Pemerian : serbuk kristal, tidak berwarna atau warna putih, rasa asin,
dalam kondisi padat tidak mengandung air meskipun mengkristal pada
suhu di bawah 0oC, garammengkristal sebagai dihidrat.
 Kelarutan : 1:2,8 dalam air; 1:2,6 dalam air mendidih; 1:10 dalam gliserin;
1:250dalam etanol.
 Stabilitas : Stabil tetapi saat disimpan menyebabkan pemisahan partikel
padat dariwadah gelas tertentu, sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup,
sejuk dan kering.
 Cara sterilisasi : Autoklaf/filtrasi
 Inkompatibilitas : Lrutan NaCl korosif terhadap besi, bereaksi membentuk
endapandengan perak, timbal dan garam merkuri; oksidator kuat
membebaskan klorin dari pengasaman larutan NaCl; Larutan NaCl
menurunkan kelarutan dari metil paraben;viskositas karbomer gel dan
larutan hidroksi etil selulosa atau hidroksi propil selulosa berkurang
dengan penambahan NaCl. Dipilih NaCl karena merupakan agen
mengisotonisyang membuat sediaan dapat masuk dan diterima tubuh saat
penyuntikan. Dimana, NaCl ini berfungsi untuk mencegah peradangan
akibat tekanan osmotis sediaan tidak samadengan tekanan tonisitas cairan
tubuh pada daerah sendi.
Bahan tambahan suspending agent
a. CMC-Na
b. HPMC
c. Metil selulosa
d. Carbopol

5. CMC-Na (HPE, 2009)


a) TINJAUAN FARMAKOLOGI
 Fungsi : Suspending agent, agen peningkat viskositas- Efek samping :
Reaksi hipersensitivitas dan anafilaksis
b) TINJAUAN SIFAT FISIKA KIMIA
 Pemerian :
 Putih sampai hampir putih, tidak berbau, tidak berasa, bersifat higroskopis
setelah pengeringan.
 Kelarutan :Praktis tidak larut dalam aseton, etanol 95%, eter, dan toluena.
Mudah didispersikandalam air pada semua temperatur membentuk
koloidal.
 Stabilitas :CMC-Na stabil meskipun higroskopis. Dibawah kondisi
kelembaban tinggi, dapatmenyerap > 50% air, larutan stabil pada pH 2-10,
presipitasi terjadi dibawah pH 2 danviskositas menurun secara cepat diatas
pH 10. Secara umum, larutan menunjukkanviskositas dan stabilitas
maksimum pada pH 7-9.
 Cara sterilisasi :Oven pada suhu 1600C selama 1 jam menyebabkan
penurunan viskositas yangsignifikan dan beberapa kerusakan dalam sifat
sediaan yang dipreparasi. Sterilisasiautoklaf menyebabkan penurunan
viskositas 25% dimana tingkat penurunannya lebihkecil daripada
sterilisasi menggunakan oven. Radiasi sinar gamma juga menyebabkan
penurunan viskositas.
 Inkompatibilitas :CMC-Na inkompatibel dengan larutan asam kuat dan
dengan garam besi yang mudahlarut serta beberapa logam lain seperti
alumunium, merkuri, dan zinc. Presipitasiterjadi pada pH dibawah 2 dan
juga saat dicampur dengan etanol 95%, CMC-Namembentuk komplek
dengan kolagen dan mampu mengendapkan protein tertentuyang
bermuatan positif.
 Konsentrasi :CMC-Na menggunakan konsentrasi dalam sediaan injeksi,
yaitu 0,05 - 0,75%.Didalam formula jumlah bobot CMC-Na sudah sesuai
dengan konsentrasi yang terterayaitu 5 mg. Digunakannya CMC-Na
karena dapat diaplikasikan pada sediaan injeksidaripada menggunakan
bahan suspending agent yang lain.

6. HPMC
A. TINJAUAN FARMAKOLOGI
 Fungsi : suspending agent
B. TINJAUAN SIFAT FISIKA KIMIA
 Pemerian :Tidak berbau, tidak berasa, putih atau cream putih berserat,
serbuk granul.
 Kelarutan :Larut dalam air dingin, membentuk larutan koloidal, praktis
larut dalam campuran etanoldan diklorometan, & campuran air alkohol.
Sejumlah tertentu larut dalam aseton,campuran diklorometan dan propan-
2-ol, dan pelarut organik lain.
 Stabilitas : Stabil pada pH 3-11, peningkatan temperatur menyebabkan
penurunan viskositas larutan.HPMC mengalami perubahan reversibel
antara sol- gel apabila mengalami pemanasan dan pendinginan yang
berturut- turut. Titik perubahan gel adalah sekitar 50ᵒC- 90ᵒC, tergantung
pada grade dan konsentrasi material.
 Cara sterilisasi:Disterilisasi menggunakan autoclave HPMC digunakan
pada formulasi oral, ophthalmicdan topical. Sehingga HPMC tidak dipilih
pada formulasi hidrokortison, karena formulakami adalah sediaan injeksi.

7. Metilselulosa
A. TINJAUAN FARMAKOLOGI
 Fungsi : Suspending agent, emulsifying agent
B. TINJAUAN SIFAT FISIKA KIMIA
 Pemerian : Berwarna putih, granul berserat, tidak berbau, dan tidak
berasa.
 Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton, metanol, kloroform, etanol
95%, eter, garam jenuh,toluen, dan air panas. Larut dalam asam asetat
glacial dan campuran etanol dankloroform dengan perbandingan volume
yang sama. Metilselulosa mengembang dalamair dingin.
 Stabilitas : Sedikit higroskopis. Sebaiknya disimpan dalam wadah dingin
kedap udara, danditempatkan didaerah kering. Stabil pada larutan basa
dan asam pada pH 3-11 suhu temperatur.
 Cara sterilisasi:Disterilisasi menggunakan autoklaf, namun dapat
menurunkan viskositas. Pada pH <4dapat mengurangi viskositas lebih
dari 20%-
 Inkompatibilitas :Metylcelulosa inkompatibel dengan aminacrine
hidroklorid, klorocresol, merkuri klorida,fenol, resorcinol. Selain itu juga
inkompatibel dengan pengoksidasi kuat. Metylselulosa dalam
keamanannya tidak boleh digunakan dalam sediaan parenteral
(HPE,hal.464). Sehingga tidak digunakan metylselulosa dalam formula
kali ini.
8. Karbopol
A. TINJAUAN FARMAKOLOGI
 Fungsi : Bahan bioadesiv, suspending agent, emulsifying agent, stabilitas
agent.
B. TINJAUAN SIFAT FISIKA KIMIA
 Pemerian : Putih, serbuk higroskopis, dan sedikit berbau.
 Kelarutan : Larut dalam air, gliserin dan etanol 95% netral.
 Stabilitas : Stabil, bahan higroskopi sehingga dapat dipanaskan pada 104
0C . apabila dipanaskan pada 30 0C selama 260 0C dapat meyebabkan
dekomposisi.
 Cara sterilisasi: Dengan autoklaf
 Inkompatibilitas :Inkompatibel dengan fenol, asam kuat,
resorsinol.Carbopol tidak digunakan dalam formulasi ini, karena tidak ada
penggunaan carbopol pada formulasi injeksi.

3.4 Pengawet

1. Benzalkanium klorida
 Pemerian : Serbuk amorf berwarna putih atau putih kekuningan,
higroskopis, rasa pahit, bauaromatik, berbentuk gel kental atau
serpihan seperti gelatin.
 Konsentrasi: Untuk sediaan parenteral digunakan sebesar 0,01 % w/v
 KelarutanPraktis tidak larut dalam eter, sangat larut dalam aseton, etanol
(95%),metanol, propanolol dan air. Larutan berair benzalkonium klorida
dapat berbusa ketikadikocok, mempunyai tegangan permukaan rendah.
 Stabilitas : Higroskopis dapat dipengaruhi cahaya, udara dan logam.
Larutan benzalkoniumklorida stabil pada rentang pH dan suhu yang luas.
Serbuk benzalkonium kloridaharus disimpan dalam wadah tertutup,
terlindung dari cahaya dan tempat kering.
 Cara sterilisasi : Dengan metode autoklaf
 Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan alumunium, surfaktan anionik,
sitrat, hidrogen peroksida,kaolin, salisilat, zink oksida, garam, protein.
2. Benzil Alkohol
 Pemerian : Bentuk cair, tidak berwarna, tidak berbau, berasa seperti
terbakar.
 Konsetrasi : Untuk sediaan parenteral konsentrasi yang digunakan hingga
2 %.
 Kelarutan : Dalam air 3,5 bagian pada suhu 20°C; Larut dalam alkohol,
eter, kloroform,aseton, benzena, dan pelarut Aromatik.
 Stabilitas : Benzil alkohol dapat teroksidasi perlahan di udara menjadi
benzaldehida danasam benzoat; tidak bereaksi dengan air harus disimpan
dalam wadah kaca atau logam. Benzil alkohol harus disimpan dalam
wadah kedap udara, terlindungdari cahaya, di tempat yang sejuk dan
kering. Cara sterilisasi Larutan air dapat disterilkan dengan filtrasi atau
autoklaf
 Inkompatibel Benzil alkohol inkompatibel dengan oksidator dan kuat
asam. Hal ini jugadapat mempercepat autoksidasi lemak. Aktivitas
antimikroba berkurangdengan adanya surfaktan nonionik, seperti
polisorbat 80, pengurangan aktivitasini kurang dengan ester
hidroksibenzoat atau kuaterner senyawa amonium.Benzil alkohol tidak
kompatibel dengan metilselulosa.

3. Metilparaben (Metil Hidroksi Benzoat) (HPE edisi 5, hal 466)


 Pemerian : Kristal tidak berwarna atau serbuk kristal putih dan tidak
berbau.
 Konsentrasi : Injeksi IM, IV, SC sebesar 0.065– 0.25%
 Kelarutan : Kelarutan pada suhu 25°C:
Ethanol 1 pada 2
Ethanol (95%) 1 pada 3
Ethanol (50%) 1 pada 6
Ether 1 pada 10
Glycerin 1 pada 60
Minyak mineral praktis tidak larut
Minyak kacang 1 pada 200
Propilen glikol 1 pada 5Water 1 pada 400, 1 pada 50°C, 1 pada
3 bagian pada suhu 80°C
 Stabilitas : Stabil pada pH 3-6 (kurangdari 10% dekomposisi), bertahan
hingga 4 tahun pada temperatur ruang, ketika pH 8 akan megalami
hidrolisis.
 Cara sterilisasi : Larutan berair dari metilparaben pada pH 3 – 6
disterilisasi menggunakanautoklaf 120°C selama 20 menit, tanpa
dekomposisi.
 Inkompatibel :Metilparaben dan paraben lainnya inkompatibel dengan
surfaktan nonionik,sehingga surfaktan akan mengalami reduksi,
contohnya polisorbat 80.

4. Propil Paraben
 Pemerian : Putih, Kristal, tidak berbau, tidak berasa.
 Konsentrasi : 0.005– 0.2% untuk injeksi IM, IV dan SC
 Kelarutan : Kelarutan pada suhu 200°C
Aseton sangat larut
Etanol (95%) 1 pada 1.1
Etanol (50%) 1 pada 5.6
Eter sangat larut
Gliserin 1 pada 250
Propilen glikol
Propilen glikol (50%)
Air 1 pada 3.91 pada 1101 pada 4350 150 C, 1 pada 2500, 1
pada 225 di800 C
 Stabilitas : Stabil pada pH 3-6 (dekomposisi kurang dari 10%)
 Cara sterilisasi : Larutan berair propil paraben pH 3-6 dapat disterilisasi
Menggunakan autoklaf tanpa dekomposisi.
 Inkompatibel:Propil paraben dapat berinteraksi dengan
surfaktan nonionik sehingga menurunkan aktivitasnya.
 Dipilih pengawet benzyl alcohol
Alasan : karena merupakan pengawet yang biasa digunakan untuk
sediaaninjeksi, merupakan agen bakteriostatik spectrum luas yang digunakan
pada produk injeksi multi dosis.
Wetting agent
1. Polioksietilen sorbitan fatty acid esters / Polisorbat
A. Tinjauan Farmakologi
Fungsi : Wetting Agent
B. Tinjauan Sifat Fisika Kimia
 Penggunaan : Dispersing agent, emulsifying agent, surfaktan,
suspending agent,dan wetting agent
 Pemerian : Mempunyai bau yang khas, rasa pahit, cairan berminyak
warna kuning(intensitas warna berbeda dari batc ke batc dan dari
produksi satu ke produksiyang lain)
 Kelarutan : larut dalam etanol dan air, tidak larut dalam minyak
mineral danminyak sayur
 Stabilitas : polisorbat stabil terhadap elektrolit, asam dan basa
lemah;saponifikasi terjadi dengan adanya asam dan basa kuat;
bersifat higroskopik dansebaiknya diuji kandungan airnya sebelum
digunakan; dikeringkan bila
perlu; penyimpanan dalam waktu yang panjang dapat mendukung ter
bentuknya peroksida; polisorbat sebaiknya disimpan dalam pada wad
ah tertutup rapat,kering, sejuk dan hindarkan dari sinar.
 Inkompatibilitas : penghilangan warna dan presipitasi terjadi dengan
banyak zatkhususnya, fenol, tannin, tar dan bahan lain yang mirip
tar.
Aktivitasantimicrobial preservative paraben berkurang dengan adany
a polisorbat. Saat terjadidekomposisi karena pemanasan dapar
mengeluarkan asap tajam dan uap yang iritatif.
 Cara penggunaan dan dosis : wetting agent (0.1%-3%), solubilizing
agent dansuspending agent (1%-15%)
2. Sodium Lauril Sulfat
A. Tinjauan Farmakologi
Fungsi : Wetting Agent
B. Tinjauan Sifat Fisika Kimia
 Pemerian : kristal berwarna putih atau krem sampai kekuningan,
serbuk halus.
 Kelarutan : mudah larut dalam air, membentuk larutan putih, praktis
tidak larutdalam kloroform fan eter
 Stabilitas : stabil dalam kondisi dibawah normal, tapi pada kondisi
yang extremmisal pada pH <2,5 terjadi hidrolysis menjadi lauryl
alkohol dan sodium bisulfat.Sebaiknya dikemas dalam wadah
tertutup baik dan disimpan ditempat yang sejukdan kering agar
terlindungi dari oksidator kuat.
 Inkompatibilitas : Dapat bereaksi dengan surfaktan kationik,
inkompatibel denganion polifalen seperti aluminium, membentuk
endapan dengan garam potasium.
 Konsentrasi

3. Sorbitan esters / Span


A. Tinjauan Farmakologi
Fungsi : Wetting Agent
B. Tinjauan Sifat Fisika Kimia
 Pemerian : Span memberikan warna krem sampai kuning pucat pada sediaan
cairdan padat dengan warna dan rasa yang jelas.
 Kelarutan : Span larut atau terdispersi dalam minyak, dapat larut dalam
sebagian besar pelarut organik. Didalam air, meskipun tidak larut tapi Span d
apatterdispersi.
 Stabilitas : Span stabil dalam asam dan basa lemah, sebaiknya dikemas
dalamwadah tertutup baik dan disimpan di tempat yang sejuk dan kering.
 Inkompatibilitas : -
 Konsentrasi :
 Penggunaan : dispersing agent, emulsifying agent, surfaktan, suspending
agent,dan wetting agentKesimpulanPada formulasi ini digunakan Polisorbat
80 karena span larut dalam minyak dan pelarutorganik, sedangkan sediaan
yang diinginkan adalah sediaan injeksi yang bersifat hidrofilik.

3.5 Formulasi

Formulasi yang dibuat:


R/ Hidrokortison 25 mg
NaCl 9 mg
Polisorbat 80 4mg
CMC-Na 5mg
Benzylalcohol 0,9%
Aqua p.i. ad 1cc

PerhitunganSediaan vial @ 10 ml, yang dimasukkan 10,7 ml


Hidrokortison asetat 10,7 ml / 1 ml x 25 mg = 0,2675 g
Polisorbat 80 10 ml / 1 ml x 4 mg = 0,0428 g
CMC-Na 10 ml / 1 ml x 5 mg = 0,0535 g
Benzyl alcohol 0,9 g/100 ml x 10 = 0,0963 g

Kelarutan bahan
1. Hidrkortison asetat 1 : 10.000
2. Polisorbat 80 1 : 10
3. CMC-Na 1 : 20
4. Benzil alcohol 1 : 25

Ekivalen bahan terhadap NaCl


1. Hidrokortison asetat 0,08
2. Polisorbat 80 0,02
3. CMC Na 0,03
4. Benzyl alcohol 0,17
Perhitungan tonisitas
1. Hidrokortison asetat
10.000 ml / 1 g x 0,2675 g = 2675 ml
10,7 ml/2675x 0,2675 g = hidrokortison yang terlarut
0,00107 x 0,08 = 0,00008562.

2. Polisorbat 80
10 ml / 1 g x 0,0428 = 0,428 ml
10,7 ml / 0,428 ml x 0,0428 = 1,07 polisorbat 80 yang terlarut
0,0428 x 0,02 = 0,0008563.

3. CMC Na
20 ml / 1 g x 0,0535 g = 1,07 ml
10,7 ml / 1,07 x 0,0535 = 0,535
0,0535 x 0,03 = 0,0016054.

4. Benzyl alcohol
25 ml / 1 ml x 0,0963 = 2,4075 ml
10,7 ml / 2,4075 ml x 0,0963 = 0,428
0,0963 x 0,17 = 0,016371
Jumlah ekivalen semua bahan 0,0000856 + 0,000856+ 0,001605+
0,016371=0,0189176
Jumlah NaCl dalam formula 10,7 ml / 1 ml x 9 mg = 96,3 mgJumlah
NaCl 0,009/1 x 100= 0,9 % NaCl (sudah memenuhi tonisitas yang
diharapkan) bila ditambahkan jumlah ekivalen semua bahan kecuali NaCl maka
sediaan akan menjadisedikit hipertonis. Hal ini masih diijinkan dari pada
sediaan yang hipotonis. Sediaanhipotonis akan mengakibatkan pecahnya sel,
sedangkan hipertonis mengakibatkan selmengkerut dan bisa kembali ke bentuk
semula.
3.6 Alat dan Bahan

Penyiapan Alat

a. Alat-alat yang digunakan

No Nama Alat Jumlah Ukuran Sterilisasi Waktu

1. Kaca arloji 2 O 5cm Oven-1800C 30’

2. Kaca arloji 2 O 3 cm Oven-1800C 30’

3. Beaker glass 1 250 ml Oven-1800C 30’

4. Beaker glass 1 100 ml Oven-1800C 30’

5. Erlenmeyer 1 100 ml Oven-1800C 30’

6. Erlenmeyer 2 250 ml Oven-1800C 30’

7. Pengaduk 2 Oven-1800C 30’

8. pinset 2 Oven-1800C 30’

9. Sendok 2 Oven-1800C 30’


porselen

10. Gelas ukur 1 50 ml Autoklaf- 1150C 15’

11. Pipet tetes 22 Oven-1800C 30’


pendek

12. tali q.s Autoklaf- 15’


1150C
b. Pencucian, Pengeringan dan Pembungkusan Alat
c. Sterilisasi Alat
Oven 1800C selama 30 menit
1. Waktu pemanasan : 38 menit
2. Waktu kesetimbangan : 0 menit
3. Waktu pembinasaan : 30 menit
4. Waktu tambahan jaminan sterilitas : 0 menit
5. Waktu pendinginanTOTAL WAKTU: 15 menit: 78 menit

d. Autoklaf 1210C selama 15 menit


1. Waktu pemanasan : 12 menit
2. Waktu pengeluaran udara : 7 menit
3. Waktu menaik : 9 menit
4. Waktu kesetimbangan : 0 menit
5. Waktu pembinasaan : 15 menit
6. Waktu tambahan jaminan sterilitas : 0 menit
7. Waktu penurunan : 10 menit
8. Waktu pendinginan
TOTAL WAKTU: 10 menit: 73 menit

3.7 Cara Kerja

Pembuatan sediaan suspensi Hidrokortison Asetat 2,5%


a. Siapkan alat dan bahan
b. Menimbang bahan- bahan yang dibutuhkan (2vial): hidrokortison asetat
0,535g, polisorbat0,0856g, CMC Na 0,107g dan benzil alkohol 0,1926g
c. Sterilkan serbuk NaCl, hidrokortison asetat, benzil alkohol dan polisorbat pada
oven pada suhu 160◦C selama 1 jam, lalu sisihkan
d. Masukan air panas sebanyak 3ml dalam beaker glass, taburkan CMC Na di
atasnya hinggamengembang kemudian sisihkan
e. Sterilkan CMC Na yang telah dikembangkan menggunakan autoklaf suhu
1150C selama 30 menit
f. Campurkan CMC Na yang telah mengembang dengan hidrokortison dan
polisortbat 80hingga homogen
g. Larutkan NaCl dengan sedikit API, masukan ke dalam campuran di atas dan
sampur sampaihomogen.
h. Larutkan benzil alcohol dengan sebagian API, masukan ke campuran di atas
hinggahomogen.
i. Suspense hidrokortison asetat telah jadi.

3.8 Evaluasi

1. KejernihanKejernian sediaan ditandai dengan tidak adanya kotoran atau zahra


pada sediaan,larutan jernih /transparan jika bewarna maka sesuai dengan
warna zat yang terdapat padasediaan. Prosedur kejernihan adalah melihat
ampul pada latar yang gelap lalu dilihat adakahkotoran yang mengapung pada
sediaan.
2. pH Alat : kertas pH dan pH meter
Prosedur :
a. pH meter di kalibrasi dengan larutan dapar standar yang pH sama dengan
pH yangakan diukur.
b. Batang elektrode pH meter dibersihkan dengan aquadest dan
dikeringkan.
c. Batang elektrode dicelupkan dalam sediaan injeksi yang akan dikur pH
nya.
d. Menekan auto read lalu enter.
e. Tunggu angka sampai berhenti lalu catat pH.
3. Tes Kebocoran
 Ambil beaker glass, letakkan kapas dibawah beaker glass.
 Tutup beaker glass dengan perkamen lalu ikat dengan benang
 Beri 10 lubang kecil pada perkamen dan masukkan 10 ampul dalam lubang
tersebutdengan posisi terbalik.
 Lalu amati ampul tersebut.
4. Uji keseragaman Volume
 Ampul diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu dilihat
keseragamanvolume secara visual
BAB IV

KESIMPULAN

Obat Suspensi Injeksi adalah sediaan suspensi serbuk dalam medium cair
yang sesuai dantidak disuntikan secara intravena atau ke dalam saluran spinal.
Obat Suspensi Injeksi ditujukanuntuk pemakaian dengan cara menyuntikkannya
ke dalam tubuh secara intramuscular. ObatSuspensi Injeksi merupakan salah satu
jenis sediaan obat suspensi berdasarkan penggunaannya.StabilitasoObat suspensi
injeksi bergantung kepada ukuran partikel, kekentalan, jumlah
partikel(konsentrasi), dan sifat partikel.
Penyimpanan sediaan injeksi:
a. Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah yang kedap udara yang
mempertahankan jumlah obatsteril yang dimaksudkan untuk pemberian
parenteral sebagai dosis tunggal, dan yang biladibuka tidak dapat ditutup
rapat kembali dengan jaminan tetap steril.
b. Wadah dosis ganda adalah wadah yang memungkinkan pengambilan isinya
perbagian berturut-turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas atau
kemurnian bagian yang tertinggal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ansel, Howard C., et al. “Bentuk Sediaan Farmasetis & Sistem Penghantaran
Obat Edisi 9.” Penerbit Buku Kedokteran, 2013.
2. Aulton Michael E, Taylor Kevin M.G, 2013. Aulton's Pharmaceutics: The
Design and Manufacture of Medicines. Elsevier Healt Science
3. Bolet, A. J. 1956. The Intrinsic Viscosity of Synovial Fluid Hyaluronic Acid.
Journal of Laboratory and Clinical Medicne, 48, 721.
4. Edwards, Jo, ed. 2000. Normal Joint Structure. Notes on Rheumatology.
University College London. Archived.
5. Hui, Alexander et al. 2012. A Systems Biology Approach to Synovial Joint
Lubricationin Health, Injury, and Disease Systems Biology and Medicine.
Wiley Interdisciplinary Review 4 (1): 15 – 7.
6. Jay et al. 2000. Lubricin is A Product of Megakaryocyte Stimulating Factor
GeneExpression by Human Synovial Fibroblasts. J Rheumatol. 27 (3): 594 –
600.
7. Jebens, H. E, dan Jones. 1959. On The Viscosity and pH of Synovial Fluid
and The pH ofBlood. Batersea General Hospital and Royal Fre Hospital
Schol of Medicne. 388-4007. Rowe J, Raymond. Sheskey J, Paul. Quinin E,
Marian. 1986. Handbook of Pharmaceutical Excipients. London.
8. Sundblad, L. 1953. Studies on Hyaluronic Acid in Synovial Fluids. Acta
Societais Medicorum Upsaliensi, 58, 13.
9. Teller MN, Brown GB. 1977. Carcinogenicity of carboxymethylcellulose in
rats. Proc Am Assoc Cancer Res; 18: 225.
10. Tortora G. J., Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology.
12th ed. JohnWiley & Sons11.
11. Warman M. 2003. Delineating Biologic Pathways Involved in Skeletal
Growth andHomeostasis Through The Study of Rare Mendelian Diseases that
Affect Bones andJoints. Arthritis Research & Therapy. 5 (Suppl 3): S2

Anda mungkin juga menyukai