Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PSIKOLOGI KESEHATAN

HEALTH BEHAVIOR

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2014
HEALTH PROMOTION : AN OVERVIEW
Health promotion atau peningkatan kesehatan merupakan filosofi umum yang
menjadi inti dari gagasan bahwa kesehatan yang baik merupakan pencapaian individu maupun
kolektif. Bagi individu, peningkatan kesehatan meliputi perkembangan program tingkah laku
apa saja yang mempengaruhi kesehatan yang baik pada awal kehidupan dan melanjutkannya
sampai dewasa dan masa tua. Bagi praktisi kedokteran, peningkatan kesehatan meliputi
pengajaran bagi orang lain bagaimana cara terbaik untuk mendapatkan gaya hidup sehat dan
membantu orang lain yang memiliki resiko pada beberapa masalah kesehatan, hal ini
dilakukan untuk mempelajari perilaku untuk mengganti atau meninjau resiko tersebut. Bagi
para psikolog, peningkatan kesehatan merupakan perkembangan intervensi dalam menolong
orang lain untuk berlatih melakukan tingkah laku sehat dan mengganti kekurangan yang ada.
Bagi komunitas serta pembuat kebijakan, peningkatan kesehatan meliputi penekanan umum
mengenai kesehatan yang baik, ketersediaan informasi untuk membantu orang-orang dalam
mengembangkan dan memelihara gaya hidup sehat, ketersediaan sumber dan fasilitas yang
dapat membantu orang-orang untuk mengubah perilaku kesehatan yang buruk. Media massa
juga dapat berkontribusi bagi peningkatan kesehatan dengan mengajarkan orang-orang
tentang resiko kesehatan yang diperlihatkan dari perilaku tertentu seperti merokok atau
konsumsi alkohol berlebihan.
Masalah peningkatan kesehatan ini telah berkembang menjadi lebih jelas dan penting
setiap dekadenya. Zaman dahulu, usaha pencegahan didasarkan pada diagnosis awal dari
penyakit untuk mencapai populasi yang sehat, hanya dengan memberi perhatian pada
peningkatan gaya hidup sehat dalam mencegah penyakit. Bagaimanapun, berdasarkan
efektivitasnya, peningkatan kesehatan muncul dengan sukses dan sangat efektif dalam
mencegah penyakit (R.M. Kaplan, 2000), menjadikan contoh jelas yang harus kita ajarkan
kepada orang-orang sebagai dasar gaya hidup sehat sepanjang hidup.

AN INTRODUCTION TO HEALTH BEHAVIORS

Role of Behavior Factors in Diaseas and Disorder


Sembilan puluh tahun yang lalu, bentuk penyakit di Amerika Serikat sudah berubah
secara drastis. Meratanya penyakit menular seperti TBC, influenza, campak air, dan polio,
sudah berkurang karena inovasi perawatan dan perubahan dalam standar kesehatan umum,
seperti penambahan control. Secara simultan, terdapat peningkatan apa yang disebut
preventable disorders”, seperti kanker paru-paru, penyakit kardiovaskular, penyalahgunaan
alcohol dan obat-obatan, serta kerusakan vehicular (Matarazzo, 1982).
Peran faktor tingkah laku dalam perkembangan penyakit tersebut terlihat jelas (lihat
tabel 3.1). Diperkirakan setengah dari jumlah kematian yang ada di Amerika Serikat
disebabkan oleh tingkah laku preventable tersebut, dengan merokok, kelebihan makan, dan
minum-minuman berada pada tiga urutan teratas. Hal ini berlangsung selama 10 tahun terakhir,
obesitas dan kurangnya olahraga menyusul tembakau sebagai penyebab utama pada kematian
di Amerika Serikat (Center for the Advancement of Health, April 2004). Kematian karena
kanker sendiri dapat dikurangi sebesar 50 % dengan cara membuat orang mengurangi rokok,
memperbanyak makan buah-buahan dan sayuran, menambah aktivitas fisik, dan melakukan
screening kanker payudara dan serviks. (Center for the Advancement of Health, 2003, april
29).
Keberhasilan dalam memodifikasi tingkah laku sehat kemudian memberikan beberapa
efek keuntungan. Pertama, hal tersebut akan mengurangi kematian berdasarkan gaya hidup
yang berhubungan dengan penyakit. Kedua, hal tersebut akan menunda waktu kematian, maka
dari itu akan meningkatkan usia lanjut seseorang dan ekspektasi kehidupan bagi populasi.
Ketiga dan paling penting, melakukan tingkah laku sehat yang baik akan memperluas jumlah
umur seseorang dalam menikmati hidup tanpa adanya komplikasi penyakit kronis. Terakhir,
keberhasilan dalam memodifikasi tingkah laku sehat merupakan awal untuk membuat
pemeliharaan lebih dari $ 1,5 triliun yang dihabiskan bertahun-tahun bagi kesehatan dan
penyakit (Center for Medicare and Medicaid Services, 2004).
Tabel 3.1
Faktor resiko yang menyebabkan kematian di Amerika Serikat
Penyakit Faktor resiko
Penyakit jantung Tembakau, kolesterol, tekanan darah tinggi,
ketidakaktifan fisik, obesitas, diabetes, stress
Kanker Merokok, diet tidak sehat, factor lingkungan
Stroke Tekanan darah tinggi, tembakau, diabetes,
kolesterol tinggi, ketidakaktifan fisik, obesitas
Kecelakaan Di jalan (sabuk pengaman), di rumah (jatuh,
keracunan, kebakaran)
Penyakit paru-paru kronis Tembakau, faktor lingkungan (polusi, radon,
asbestos)

What Are Health Behaviors?


Health Behavior adalah tingkah laku yang dilakukan oleh orang-orang untuk
meningkatkan atau memelihara kesehatan mereka. Tingkah laku yang tidak sehat penting tidak
hanya dalam meghasilkan penyakit, tapi juga karena hal tersebut membuat kebiasaan buruk
dalam kesehatan.
Health Habits
Kebiasaan sehat adalah tingkah laku yang sesuai dengan kesehatan yang benar-benar
terbentuk dan muncul secara otomatis, tanpa kesadaran. Kebiasaan ini biasanya terbentuk pada
masa anak-anak dan mulai stabil pada umur 11 atau 12 tahun (R. Y. Cohen, Brownell, & Felix,
1990). Menggunakan sabuk pengaman, menggosok gigi, makan makanan sehat merupakan
contoh dari beberapa tingkah laku tersebut. Walaupun kebiasaan sehat ini terbentuk pada
permulaan karena hal tersebut didorong berdasarkan masukan positif seperti pengasuhan, hal
tersebut juga akhirnya menjadi bebas dari proses dorongan positif dan dikembangkan oleh faktor
lingkungan yang saling terkait satu sama lain. Namun, bisa juga sangat sulit untuk diubah.
Konsekuensinya, sangat penting untuk meningkatkan tingkah laku sehat yang baik dan
menghilangkan tingkah laku sehat yang buruk dalam hidup.
Ilustrasi dramatis dari pentingnya kebiasaan sehat yang baik dalam meningkatkan
kesehatan ditunjukan dalam penelitian klasik yang dilakukan pada orang-orang di Alameda
Country, California, dilakukan oleh Belloc dan Breslow (1972). Ilmuwan ini mulai dengan
menentukan tujuh kebiasaan penting dalam kesehatan :
 Tidur selama 7 atau 8 jam pada malam hari
 Tidak merokok
 Sarapan setiap hari
 Tidak minum alkohol lebih dari satu atau dua kali dalam sehari
 Melakukan olahraga rutin
 Tidak makan kudapan
 Tidak berat lebih dari 10 % berat badan seharusnya
Mereka kemudian menanyakan kepada kurang lebih 7000 penduduk di wilayah tersebut
untuk mengetahui tingkah laku mana saja yang mereka lakukan. Penduduk juga ditanyakan
berapa banyak penyakit yang mereka pernah rasakan, penyakit apa saja, berapa besar energi
yang mereka punya, dan seberapa lama waktu yang mereka buang (seperti berapa banyak hari
kerja yang mereka lewatkan) selama periode 6 – 12 bulan. Peneliti menemukan bahwa semakin
sering kebiasaan sehat yang biasa penduduk lakukan, semakin sedikit penyakit yang mereka
punya, semakin baik yang dirasakan oleh mereka, dan semakin sedikit waktu yang mereka
buang.
Setelah melakukan penelitian pada 9 sampai 12 tahun kemudian pada individu yang
sama, menemukan bahwa tingkat kematian secara dramatis turun bagi orang-orang yang
melakukan tujuh kebiasaan sehat tersebut. Secara spesifik, laki-laki yang melakukan kebiasaan
tersebut memiliki tingkat kematian hanya sebesar 28 % daripada orang yang tidak mengikuti
sama sekali atau hanya melakukan tiga kebiasaan. Bagi perempuan yang mengikuti tujuh
kebiasaan tersebut memiliki tingkat kematian sebesar 43 % daripada perempuan yang tidak
mengikuti sama sekali atau hanya melakukan tiga kebiasaan yang ada (Breslow & Enstrom,
1980)
Primary Prevention
Melakukan kebiasaan sehat yang baik dan merubah kesehatan yang buruk merupakan
tugas dari primary prevention atau pencegahan primer. Hal ini melakukan pengukuran untuk
memberantas faktor penyebab penyakit sebelum penyakit tersebut berkembang. Terdapat dua
strategi utama pada pencegahan primer. Yang pertama dan strategi paling umum dengan
menggunakan metode behavioral-change untuk merubah masalah tingkah laku kesehatan
mereka. Banyak program yang dikembangkan untuk menolong orang dalam menurunkan berat
badan merupakan contoh dari pendekatan ini. Kedua, pendekatan sekarang digunakan untuk
menjaga orang-orang dari berkembangnya kebiasaan buruk dalam kesehatan. Program
pencegahan merokok pada dewasa muda merupakan contoh dari pendekatan ini, yang akan
dijelaskan lebih lanjut pada bab 5. Berdasarkan dua tipe tersebut, tentu saja membuat kita lebih
memilih untuk menjaga orang-orang dari berkembangnya masalah tingkahlaku dari pada
menolong untuk memberhentikan tingkah laku sekali pada mereka yang sudah terbiasa pada hal
tersebut.
Practicing and Changing Health Behaviors: An Overview
Siapa yang melakukan perilaku hidup sehat yang baik? Faktor-faktor apa yang mengarahkan
seseorang untuk hidup dengan sehat dan orang-orang lainnya untuk mengatasi permasalahan
kesehatan mereka?
a. Demographic Factors

Perilaku sehat dibedakan berdasarkan faktor demografik. Orang-orang yang lebih


muda dan lebih kaya, orang-orang berpendidikan lebih baik dengan tingkat stress yang
rendah dan tingkat dukungan sosial yang tinggi biasanya melakukan kebiasaan-
kebiasaan yang lebih sehat dibandingkan dengan orang-orang dengan tingkat stress yang
tinggi dan bantuan-bantuan yang lebih sedikit, seperti individu-individu yang berada di
kelas sosial rendah.
(N. H. Gottlieb & Green, 1984)
b. Age
Perilaku sehat berbeda-beda berdasarkan usia. Biasanya, kebiasaan-kebiasaan
sehat dikatakan baik di masa anak-anak, menurun di masa remaja dan dewasa awal, dan
meningkat kembali di antara orang-orang yang lebih tua. (H. Leventhal, Prohaska, &
Hirschman, 1985).
c. Values

Nilai-nilai sangat mempengaruhi dilakukannya perilaku sehat. Sebagai contoh,


olahraga bagi wanita dapat dikatakan sebagai sesuatu yang menggembirakan di suatu
kebudayaan namun tidak bagi kebudayaan lainnya (Donovan, Jessor, & Costa, 1991),
dengan hasil yang mengatakan bahwa pola-pola olahraga pada wanita akan sangat
berbeda di antara kedua budaya tersebut.
d. Personal Control

Persepsi yang mengatakan bahwa kesehatan seseorang berada dalam kendali


personal juga mempengaruhi kebiasaan sehat. Misalnya, penelitian pada skala health
locus of control (K. A. Wallston, Wallston, & DeVellis, 1978) mengukur derajat yang
digunakan orang-orang untuk mempersepsikan diri mereka ke dalam kendali terhadap
kesehatan mereka, mempersepsikan dengan kuat bahwa orang lain memiliki kendali
terhadap kesehatan mereka, atau menganggap kesempatan sebagai pengaruh utama
kesehatan mereka. Orang-orang yang dipengaruhi untuk melihat bahwa kesehatan berada
dalam kendali personal, dapat lebih sering untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan hidup
sehat dibandingkan dengan orang-orang yang menganggap bahwa kesehatan mereka
dipengaruhi oleh faktor kesempatan.
e. Social Influence

Pengaruh sosial mempengaruhi dilakukannya kebiasaan-kebiasaan sehat.


Keluarga, teman, dan rekan di tempat kerja dapat mempengaruhi perilaku yang terkait
dengan kesehatan, terkadang dalam arahan yang berguna dan terkadang dalam arahan
yang sebaliknya (Broman, 1993; lau, Quadrel, & Hartman, 1990). Misalnya, tekanan
teman sebaya pada remaja sering mengarahkan mereka untuk merokok namun tekanan
teman sebaya dapat mempengaruhi orang untuk berhenti merokok pada orang dewasa.
f. Personal Goals

Kebiasaan sehat terkait dengan tujuan personal (R. Eiser & Gentle, 1988). Jika
fitness personal atau pencapaian atletik adalah tujuan yang penting, orang tersebut akan
lebih sering berolahraga atas dasar sesuatu yang rutin dibandingkan jika fitness bukanlah
tujuan personal.
g. Perceived Symptomps

Beberapa kebiasaan sehat dipengaruhi oleh persepsi mengenai symptom.


Misalnya, para perokok dapat mengendalikan perilaku merokok dengan berdasarkan
sensasi pada tenggorokan mereka. Seorang perokok yang bangun dengan batuk perokok
dan tenggorokan yang terasa serak akan mengurangi kepercayaan bahwa ia menghadapi
masalah kesehatan yang melemah saat itu.
h. Access to the Health Care Delivery

Akses menuju sistem perawatan kesehatan dapat juga mempengaruhi perilaku


sehat. Menggunakan program screening tuberculosis, melakukan Pap smear yang rutin,
melakukan mammogram, dan menerima imunisasi bagi penyakit anak, seperti polio,
adalah contoh dari perilaku yang secara langsung terkait dengan sistem perawatan
kesehatan. Perilaku lainnya, seperti pengurangan berat badan dan penghentian merokok
dipengaruhi secara tidak langsung oleh sistem perawatan kesehatan karena saat ini
banyak orang yang menerima nasihat-nasihat mengenai gaya hidup dari ahli-ahli di
bidang kedokteran.
i. Factors cognitive
Pada akhirnya, dilakukannya perilaku sehat terkait dengan faktor-faktor kogntif,
seperti kepercayaan bahwa perilaku sehat tertentu berguna bagi seseorang atau anggapan
bahwa seseorang akan mudah terkena penyakit jika seseorang tidak melakukan perilaku
sehat tertentu.

Barriers to Modifying Poor Health Behaviors


Untuk mengetahui penyebab kebiasaan sehat merupakan hal penting karena kebiasaan
yang buruk sudah menetap dan sangat sulit untuk berubah. Para peneliti hanya mengetahui
sedikit mengenai bagaimana dan kapan kebiasaan yang tidak sehat berkembang, dan juga kapan
dan bagaimana tepatnya seseorang seharusnya melibatkan diri untuk mengubah kebiasaan sehat.
Misalnya, anak-anak kecil terbiasa untuk melakukan olahraga yang cukup, namun ketika mereka
sudah beranjak semakin tua, gaya hidup bersantai dan bermalas-malasan masuk ke dalam
kehidupan mereka. Kapan dan bagaimana tepatnya seseorang melibatkan diri untuk mengurangi
kecenderungan ini? Prosesnya berjalan secara berkala, dan pengurangan olahraga lebih
disebabkan oleh perubahan pada lingkungan, seperti tidak lagi mengambil kelas olahraga yang
harus dipenuhi, hal inilah yang menjadi motivasi mereka untuk berolahraga.
Selain itu, orang-orang sering memberi insentif yang kecil untuk melakukan perilaku
sehat yang baik. Kebiasaan sehat berkembang selama masa anak-anak dan remaja, di saat
kebanyakan orang berada dalam kesehatan yang paling baik. Merokok, mengkonsumsi alkohol,
nutrisi yang kurang mencukupi, dan kurangnya olahraga menghasilkan dampak yang tidak
langsung terlihat pada kesehatan dan fungsi fisik. Kerusakan kumulatif yang disebabkan
perilaku-perilaku ini tidak menghasilkan dampak yang terlihat dalam beberapa tahun, dan hanya
ada sedikit anak-anak dan remaja yang memikirkan akan seperti apa kesehatan mereka saat
mereka berusia 40 atau 50 tahun. Hasilnya, kebiasaan yang buruk memiliki kesempatan untuk
berkembang.
Ketika kebiasaan-kebiasaan buruk menetap, orang-orang selalu sangat termotivasi untuk
mengubahnya. Perilaku tidak sehat dapat menjadi menyenangkan, otomatis, adiktif, dan sulit
berubah. Konsekuensinya, banyak orang menyadari bahwa sangat sulit untuk mengubah
kebiasaan buruk menjadi kebiasaan sehat, karena kebiasaan buruk menyenangkan. Kebiasaan-
kebiasaan sehat memiliki hubungan yang tidak terlalu besar dengan hal-hal lainnya. Mengetahui
kebiasaan sehat seseorang tidak membuat seseorang mampu memprediksi orang lainnya dengan
keyakinan yang besar. Seseorang yang berolahraga secara rutin mungkin tidak menggunakan
sabuk pengaman, dan seseorang yang mengontrol berat badannya mungkin saja kembali
memutuskan untuk merokok. Mengajarkan suatu program perilaku sehat yang telah dirancang
kepada orang lain bisa menjadi sangat sulit dan perilaku-perilaku sehat seringkali terganggu pada
saat-saat tertentu.
Instability of Health Behavior
Karakteristik lain yang berkontribusi terhadap kesulitan dalam memodifikasi kebiasaan-
kebiasaan sehat adalah ketidakstabilan pada setiap waktu. Seseorang mungkin berhenti merokok
selama setahun namun kembali mengkonsumsi rokok selama periode stress yang tinggi. Orang
yang menjalani program diet, berat badannya mungkin akan berkurang sebanyak 50 pon, namun
akan bertambah lagi beberapa tahun kemudian. Mengapa kebiasaan sehat relatif tergantung pada
setiap individu dan tidak stabil?
Pertama, kebiasaan sehat yang berbeda dikendalikan oleh faktor yang berbeda pula.
Contohnya, merokok berkaitan dengan stress, sedangkan olahraga bergantung pada kemudahan
akses terhadap fasilitas olahraga. Kedua, faktor yang berbeda dapat mempengaruhi perilaku
sehat yang sama bagi orang yang berbeda. Seperti, perilaku makan berlebih seseorang yang
terkait dengan “sosial”, ia akan makan berlebih pada saat orang lain hadir. Sedangkan perilaku
makan berlebih seseorang lainnya bergantung pada tensi, ia akan makan berlebih apabila ia
sedang stress.
Ketiga, faktor-faktor yang mengendalikan perilaku sehat dapat berubah seiring dengan
sejarah perilaku tersebut (H. Leventhal, 1985). Faktor-faktor awal yang mengawali perilaku
tersebut tidak lagi signifikan, sehingga faktor-faktor baru berkembang dan menggantikan faktor-
faktor yang lama. Walaupun tekanan dari kelompok teman sebaya (faktor sosial) sangat penting
dalam mengawali kebiasaan merokok, seiring berjalannya waktu, merokok akan menetap karena
dapat mengurangi perasaan stress. Kelompok teman sebaya pada orang dewasa mungkin akan
menentang perilaku merokok.
Keempat, faktor-faktor yang mengendalikan perilaku sehat dapat berubah sepanjang
kehidupan seseorang. Olahraga rutin dilakukan oleh anak-anak karena hal ini termasuk ke dalam
kurikulum sekolah, namun pada orang dewasa kebasaan otomatis ini dilakukan secara sadar.
Kelima dan terakhir, pola perilaku sehat, latihan-latihan untuk mengembangkannya, dan
faktor-faktor yang mengubah perilaku tersebut sepanjang rentang kehidupan akan berbeda-beda
pada setiap individu (H. Leventhal et al., 1985). Seseorang mungkin akan memulai perilaku
merokoknya karena alasan sosial namun melanjutkan merokok untuk mengontrol stress; pola
yang terbalik mungkin merupakan karakteristik perilaku merokok individu lainnya.
Pada intinya, perilaku sehat dihasilkan dan dipertahankan oleh faktor-faktor yang berbeda pada
setiap orangnya, dan factor-faktor ini dapat berubah sepanjang rentang kehidupan selama
kebiasaan-kebiasaan sehat itu dilakukan. Konsekuensinya, kebiasaan sehat sangat sulit untuk
diubah. Hasilnya, intervensi terhadap kebiasaan sehat harus difokuskan lebih banyak terhadap
siapa pun yang paling membutuhkan bantuan, yaitu generasi muda.
Intervining with Children and Adolescent
Using the Teachable Moment. Teachable moment mengarah pada fakta bahwa suatu
waktu tertentu lebih baik dibnadingkan waktu yang lain untuk mengajarkan praktek kesehatan
pada seorang individual. Teachable moment bisa juga dikatakan sebagai suatu waktu dimana
waktu tersebut adalah saat yang tepat dalam mengajarkan mengenai praktisi kesehatan pada
seseorang.
Teachable moment banyak muncul pada masa awal anak – anak. Orangtua mempunyai
peluang untuk mengajarkan kepada anak – anak mereka perilaku dasar untuk keselamatan,
misalnya memasang seatbelt saat di mobil atau melihat ke kanan dan kiri saat akan menyeberang
jalan, dan kebiasaan kesehatan yang dasar, seperti lebih baik meminum susu dibandingkan
minum minuman bersoda.
Teachable moment yang lain muncul karena dibangun ke dalam sistem pelayanan
kesehatan. Misalnya pada kunjungan ke dokter gigi, dijelaskan kepada anak dan orangtua
mengenai pentingnya menggosok gigi dengan benar. Di sekolah dasar formal pun sering
penyuluhan tentang bagaimana menyikat gigi yang benar. Hal tersebut digunakan oleh pelayan
kesehatan dalam menerapkan perilaku dasar kesehatan kepada anak – anak dan orangtua.
Tetapi, apakah anak bisa benar – benar belajar tentang kesehatan? Seperti yang kita
ketahui, anak – anak memiliki batas kognitif untuk menyimpan informasi tentang konsep
kesehatan tersebut. Namun demikian, program intervensi dengan anak-anak jelas menunjukkan
bahwa mereka dapat mengembangkan tanggung jawab pribadi untuk aspek kesehatan mereka.
Teachable moment tidak terbatas hanya pada masa kanak – kanak dan remaja. Wanita
hamil juga bisa menunjukan teachable moment untuk beberapa kebiasaan kesehatan, seperti
berhenti merokok dan meningkatkan diet. Mengidentifikasi teachable moment adalah prioritas
yang tinggi untuk primary prevention, yaitu pencegahan primer untuk memberantas faktor
penyebab penyakit sebelum penyakit tersebut berkembang.
Closing the Window of Vulnerability. Sekolah menengah tampaknya menjadi waktu
yang sangat penting bagi perkembangan beberapa kebiasaan terkait kesehatan. Contohnya
pemilihan makanan, diet, ngemil dan lain – lain. Juga ada penggunaan window of vulnerability
untuk merokok dan obat – obatan yang terjadi saat sekolah mengengah, ketika siswa untuk
pertama kalinya mencari tahu tentang hal – hal tersebut pada teman sebaya dan saudara yang
lebih tua.
Adolescent Health Behavior and Adult Health. Sebuah penelitian menunjukan bahwa
pencegahan yang dilakukan pada masa remaja merupakan prediktor yang baik untuk penyakit
kronis yang akan terjadi pada usia lebih dari 45 tahun dibandingkan kebiasaan perilaku sehat
pada saat dewasa. Dengan kata lain, kebiasaan hidup sehat yang dijalankan pada masa remaja
ataupun saat usia mahasiswa bisa jadi menentukan penyakit kronis yang yang diderita seseorang
dan apa yang menyebabkan meninggal pada saat dewasa nanti.
Intervening with At-Risk People
Selain anak-anak dan remaja, orang yang mempunyai risiko berpenyakit juga termasuk
populasi yang rentan terserang penyakit.Maksud dari orang yang mempunyai risiko berpenyakit
adalah mereka yang mempunyai sejarah keturunan mempunyai penyakit tertentu, sepeti kanker,
diabetes, dsb.
Benefits of Focusing on At-Risk People. Banyak manfaat yang bisa diambil bila bekerja
sama dengan orang – orang yang berisiko terkena penyakit. Identifikasi awal terhadap orang-
orang berisiko terserang penyakit mungkin akan mencegah atau mengeliminasi kebiasan buruk
yang dapat meningkatkan kemungkinan terserang penyakit. Contohnya menolong orang yang
berisiko terhadap penyakit jantung dapat menghindarkan kebiasaan merokok atau membuat
mereka berhenti merokok pada usia muda, untuk melemahkan kemungkinan penyakit kronis
tersebut menyerang. Memfokuskan kepada populasi yang berisiko terkena penyakit membuat
kita lebih mudah untuk mengidentifikasi faktor berisiko lainnya yang mungkin berhubungan
dengan faktor yang ditargetkan dalam memproduksi hasil yang tidak diinginkan. Contohnya,
tidak semua orang yang memiliki riwayat penyakit hipertensi pada keluarganya, akan terkena
penyakit hipertensi juga, mungkin saja ada faktor lain yang mempengaruhi dan bisa
teridentifikasi.
Problems of Focusing on At-Risk People. Ada juga hal sulit yang terjadi dalam bekerja
sama dengan orang – orang yang berisiko terkena penyakit. Orang tidak selalu bisa menerima
dengan tepat risiko yang ada pada mereka. Pada umumnya, kebanyakan orang bahkan anak –
anak memiliki ptimisme yang tidak realistis terhadap risiko penyakit yang mereka miliki.
Misalnya, seorang perokok seringkali melebih-lebihkan jumlah orang yang merokok. Ketika
orang-orang merasa bahwa orang lain juga melakukan hal tidak sehat yang sama, mereka
mungkin merasa risiko untuk kesehatannya lebih sedikit (Suls, Wan & Sanders, 1988).
Ethical Issues. Diantara orang-orang yang berisiko terhadap penyakit khusus, hanya
beberapa persen yang akan menderita penyakit tersebut. Beberapa orang, sepert yang cenderung
depresi, mungkin bereaksi buruk secara khusus terhadap prospek atau hasil pengujian secara
genetik dari gangguan kesehatan (S. W. Vernon et al., 1997). Alkoholik saat ini dipercaya
memiliki komponen keturunan, khususnya di kalangan pria, dan belum jelas bagaimana dan
kapan kita seharusnya mengintervensi dengan keturunan dari orang dewasa yang alkoholik.
Health Promotion and Older Adults
Banyak dewasa akhir gagal dalam mempraktikan kebiasaan hidup sehat dengan baik,
karena mereka ragu memiliki kemampuan untuk menjalankannya. Oleh karena itu,
meningkatkan self efficacy dan sehubungan dengan kebiasaan sehat tertentu, seperti aktivitas
fisik, dapat menjadi komponen penting dari setiap intervensi dengan orang dewasa akhir.
Upaya peningkatan kesehatan lansia difokuskan pada beberapa perilaku, diantaranya
memelihara kesehatan, pola makan seimbang, mengembangkan pola hidup latihan yang teratur,
melakukan langkah-langkah untuk mereduksi kecelakaan, mengontrol konsumsi alkohol,
mengurangi merokok, mereduksi penggunaan obat yang tidak tepat, dan memperoleh vaksinasi
serangan flu.
Ethnic and Gender Differences in Health Risks and Habits
Ada perbedaan etnis dan gender dalam kerentanan terhadap risiko kesehatan tertentu, dan
program promosi kesehatan perlu memperhitungkan perbedaan – perbedaan tersebut. Wanita
Afrika-Amerika dan Hispanic lebih sedikit melakukan latihan (gerak badan) daripada wanita
Anglo dan lebih mungkin memiliki berat badan berlebihan. Dalam kaitannya dengan merokok,
wanita Anglo dan Afrika-Amerika lebih besar risikonya daripada wanita Hispanic. Konsumsi
alcohol, pada hakekatnya lebih bermasalah pada pria dibandingkan dengan wanita, dan merokok
lebih bermasalah untuk pria Anglo daripada kelompok lainnya.
Program promosi kesehatan untuk kelompok etnis juga perlu memperhitungkan faktor
risiko lain yang mungkin memengaruhi. Efek kombinasi dari status sosial ekonomi yang rendah
dan memiliki kecenderungan penyakit biologis, bisa menempatkan suatu kelompok ke dalam
kelompok yang sangat memiliki risiko kesehatan.
CHANGING HEALTH HABITS
Attitude Change and Health Behavior
Educational Appeals. Educational appeals membuat asumsi bahwa orang akan
mengubah kebiasaan sehat mereka jika mendapatkan informasi yang benar. Penelitian telah
memberikan beberapa masukan mengenai cara terbaik untuk membujuk orang berpikir untuk
melakukan educational appeals :
 Komunikasi harus dielobarasi dan menarik. Hindari hanya menggunakan data statistik
dan jargon, bila memungkinakan komunikator bisa menggunakan sebuah cerita kasus
 Komunikator harus seorang ahli, dapat dipercaya, disenangi, dan mirip dengan
komunikan
 Argumen harus dinyatakan pada awal dan akhir menyampaikan pesan
 Pesan harus pendek, jelas, dan langsung
 Pesan harus menyatakan simpulan secara eksplisit.
 Pesan yang sifatnya ekstrem mungkin dapat menghambat/mengurangi efektifitas pesan,
namun masih dapat dilakukan dengan titik batasan tertentu.
 Untuk pesan dengan konteks penyakit yang dapat dideteksi, lebih baik menggunakan
teknik yang menekankan pada risiko. Untuk pesan dengan konteks perilaku sehat, lebih
baik mkenggunakan teknik yang menekankan pesan pada keuntungan.
 Teknik pun dapat disesuaikan dengan komunikan. Jika komunikan menerima pesan
dengan baik, berikan penekanan pada keuntungan dari mengubah kebiasaan berperilaku
sehat. Jika komunikan tidak menolak, maka arahkan intervensi tersebut dengan metode
yang cenderung diskusi dan memberikan pro dan kontra dari setiap pilihan.

Fear Appeals. Pendekatan sikap untuk mengubah kebiasaan menjadi kebiasaan hidup
sehat sering menggunakan fear appeals. Pendekatan ini berasumsi bahwa jika orang merasa
takut, perasaan tersebut bisa mengganggu kesehatannya, dan orang tersebut akan mengubah
perilaku mereka untuk mengurangi ketakutannya. Perasaan takut adalah perasaan yang dinilai
efektif untuk membantu efektifitas penyampaian pesan. Dengan merasa takut, komunikan
diasumsikan dapat mengubah perilaku sehatnya. Namun, perlu diperhatikan bahwa menstimulasi
perasaan takut saja tidak cukup. Perlu ada rekomendasi yang diberikan kepada komunikan.
Message Framing. Pesan menekankan potensi dari masalah yang sedang dibahas untuk
bisa bekerja lebih baik pada perubahan perilaku kesehatan. Jenis pesan yang disampaikan juga
harus tepat agar bisa memiliki efek yang besar bagi perubahan perilakunya. Orang yang memiliki
orientasi untuk memaksimalkan kesempatan, dapat akan mudah dipengaruhi dengan pesan yang
penuh keuntungan, sedangkan orang yang memiliki orientasi untuk menghindari kerugian, dapat
dengan mudah dipengaruhi dengan pesan yang penuh akan tekanan.

The Health Belief Model


Teori yang paling mempengaruhi orang-orang untuk berlatih perilaku sehat adalah health
belief model. Menurut teori attitude ini, kebiasaan perilaku sehat seseorang bergantung pada dua
factor : apakah orang tersebut merasakan ancaman kesehatan pribadi, dan apakah orang percaya
bahwa suatu praktek kesehatan tertentu akan efektif dalam mengurangi ancaman tersebut.
Perceive Health Threat
Persepsi terhadap ancaman akan kesehatan seseorang dapat dipengaruhi paling tidak oleh
tiga factor: nilai-nilai kesehatan yang umum, keyakinan spesifik tentang kerentanan terhadap
serangan penyakit tertentu, dan keyakinan tentang akibat dari penyakit tersebut.
Perceived Threat Reduction
Apakah seseorang percaya ukuran kesehatan akan mengurangi ancaman memiliki dua
subkomponen: apakah individu berpikir praktek kesehatan akan efektif, dan apakah biaya
melakukan tindakan yang melebihi manfaatnya. Misalnya, orang yang merasa rentan terhadap
serangan jantung dan sedang mempertimbangkan mengubah dietnya mungkin percaya bahwa
perubahan diet saja tidak akan mengurangi risiko serangan jantung dan yang mengubah diet itu
akan mengganggu kenikmatan hidupnya terlalu banyak untuk membenarkan dalam mengambil
tindakan. Demikian, meskipun keyakinananya dalam kerentetan pribadinya untuk penyakit
jantung mungkin menjadi besar, jika ia tidak memiliki iman bahwa perubahan diet akan
mengurangi risiko, ia mungkin tidak membuat perubahan apapaun.
Support for the Health Belief Model
Dua aspek dari Health Belief Model, yaitu belief in health threat dan beliaef that specific
health behavior can reduce threat merupakan cara yang memang terbukti dapat memprediksikan
perilaku hidup seseorang. Misalnya, kita dapat memprediksikan bahwa seseorang tidak
memberikan perhatian lebih pada kesehatan gigi. Jika orang tersebut memang merasa bahwa
kesehatan gigi itu tidak terlalu penting baginya, dan untuk merawat kesehatan gigi membutuhkan
biaya yang tidak sedikit, maka seseorang dapat memutuskan untuk tidak berperilaku sehat, dalam
hal ini kesehatan gigi.
Using the Health Belief Model to Change Behavior
The health belief model juga dapat memprediksikan beberapa keadaan di mana perilaku
kesehatan masyarakat akan berubah. Misalnya, seseorang (sebut saja Bob) merupakan salah
seorang yang aktif merokok di kelas. Dia sudah sering mendengar resiko dari merokok seperti
kanker paru-paru dan serangan jantung, namun baginya hubungan antara merokok dan penyakit
tersebut sangat lemah. Pada suatu ketika, dia melihat pamannya yang juga perokok aktif,
mengalami kanker paru-paru dan diprediksi bahwa dia tidak akan hidup lebih dari satu bulan.
Tiba-tiba, Bob menganggap bahwa kesehatan itu menjadi suatu hal yang penting.
Pada dasarnya, fokus dari health belief model ini adalah keyakinan tentang suatu resiko,
dibandingkan dengan respon emosi terhadap pemaknaan resiko tersebut yang dapat memprediksi
perilaku seseorang.
Self-Efficacy and Health Behaviors
Determinan penting praktek perilaku kesehatan adalah suatu kesadaran dan kemampuan
diri untuk menjaga kesehatan; keyakinan bahwa seseorang mampu mengendalikan dirinya dalam
melakukan kebiasaan sehat.
Kita dapat mengatakan bahwa apakah seseorang melakukan perilaku kesehatan tertentu
tergantung pada beberapa keyakinan dan sikap: besarnya ancaman kesehatan, tingkat di mana
orang percaya bahwa dia adalah pribadi yang rentan terhadap ancaman, tingkat dimana orang
percaya bahwa ia dapat melakukan respon yang diperlukan untuk mengurangi ancaman
(kemmpuan diri), dan sejauh mana ukuran kesehatan tertentu yang dianjurkan adalah efektif,
diinginkan, dan mudah dilakukan.

The Theory of Planned Behavior


Walaupun model keyakinan kesehatan sangat baik dalam membantu kita memahami
ketika orang akan mengubah kebiasaan kesehatan mereka, psikolog kesehatan semakin beralih
perhatian mereka pada analisis tindakan. Sebuah teori yang mencoba untuk menghubungkan
sikap kesehatan secara langsung dengan perilaku adalah teori ajzen mengenai perilaku yang
direncanakan. (Ajzen & Madden, 1986)
Menurut teori ini, perilaku kesehatan merupakan akibat langsung dari suatu perilaku niat.
Perilaku niat itu sendiri terdiri dari tiga komponen: sikap terhadap tindakan tertentu, norma
subjektif mengenai tindakan, dan perilaku yang dikontrol. Sebuah contoh sederhana, perokok
yang percaya bahwa merokok menyebabkan risiko kesehatan yang serius, yang percaya bahwa
orang lain berpikir mereka harus berhenti merokok, yang termotivasi untuk memenuhi
kepercayaan yang normatif, dan yang percaya bahwa mereka mampu berhenti merokok akan
lebih mungkin berniat untuk berhenti merokok daripada individu yang tidak memegang
kepercayaan ini.

Evidence for the Theory of Planned Behavior


Teori perilaku direncanakan memprediksi luas mengenai perilaku kesehatan, termasuk
penggunaan kondom di kalangan siswa, berjemur dan penggunaan tabir surya, penggunaan obat
kontrasepsi, dan beberapa kebiasaan kesehatan sehari-hari, termasuk cukup tidur dan
mengonsumsi vitamin.

Attitude and Changing Health Behaviors: Some Caveats


Terlepas dari keberhasilan teori perilaku direncanakan tentang perubahan perilaku sehat,
sikap pendekatan tidak terlalu sukses untuk menjelaskan perubahan perilaku spontan, mereka
juga tidak memperkirakan perubahan jangka panjang. Hal tambahan adalah bahwa komunikasi
yang dirancang untuk mengubah sikap masyarakat tentang perilaku kesehatan kadang-kadang
menimbulkan defensife atau proses yang tidak rasional: orang dapat merasakan ancaman
kesehatan menjadi kurang relevan daripada yang sebenarnya, mereka mungkin salah melihat diri
mereka sebagai orang yang kurang rentan dibandingkan orang lain, dan mereka mungkin melihat
diri mereka tidak sama kepada orang yang menyerah pada risiko kesehatan tertentu.
Karena kebiasaan kesehatan sering mendarah daging dan sulit untuk memodifikasi,
prosedur perubahan sikap mungkin tidak cukup jauh hanya menyediakan informasi dasar untuk
mengubah kebiasaan kesehatan. Perubahan sikap-prosedur yang dapat menanamkan motivasi
untuk mengubah kebiasaan kesehatan tetapi tidak memberikan langkah-langkah awal atau
keterampilan yang diperlukan untuk benar-benar mengubah perilaku dan mempertahankan
perubahan perilaku tersebut.

COGNITIVE-BEHAVIORAL APPROACHES TO HEALTH BEHAVIOR CHANGE


Pendekatan terapi kognitif-behavioral terhadap modifikasi kebiasaan sehat mengubah
fokusnya menjadi target tingkah laku itu sendiri, yaitu kondisi yang mencetuskan, menjaga, dan
faktor-faktor yang memperkuat kebiasaan tersebut (Freeman, Simon, Beutler, & Arkowitz, 1989,
dalam Taylor, 2009:59).
Terapi ini juga berfokus pada kepercayaan yang dipegang orang-orang mengenai
kesehatan mereka. Orang-orang sering kali membuat monolog internal yang malah mengganggu
kemampuan mereka untuk berubah. Misalnya, seseorang yang sedang dalam proses berhenti
merokok berkata pada dirinya, “Sepertinya saya tidak akan pernah bisa lepas dari rokok”.
Menurut para terapis, jika monolog internal sejenis ini tidak diubah, maka orang tersebut
kemungkinan tidak dapat mengubah kebiasaannya dan, walaupun dapat berubah, perubahan
tersebut tidak dapat dijaga setiap waktu.
Pengetahuan bahwa kognisi seseorang terhadap tingkah lakunya merupakan hal penting
dalam menghasilkan perubahan tingkah laku mengarahkan para terapis untuk melibatkan pasien
sebagai cotherapist atau rekan terapis. Dalam proses terapeutik kontrol terhadap perubahan
tingkah laku klien berubah secara bertahap dari terapis kepada klien itu sendiri. Sehingga pada
akhir tahap intervensi, klien dapat memonitor sendiri tingkah lakunya.

Self-Monitoring
Dalam banyak program modifikasi kognitif-behavioral, self-monitoring merupakan
langkah awal untuk melakukan perubahan tingkah laku. Tujuan dari langkah ini adalah agar
seseorang dapat memahami dimensi-dimensi tingkah laku target sebelum perubahan dilakukan.
Dalam tahap ini juga pasien yang bersangkutan mulai dilibatkan dalam usaha merubah tingkah
lakunya.
Langkah pertama dari self-monitoring adalah belajar bagaimana membedakan tingkah
laku target. Pada beberapa tingkah laku, pembedaan atau diskriminasi mudah dilakukan. Namun
tidak pada tingkah laku lainnya. Misalnya, seorang perokok bisa mengatakan apakah ia sedang
merokok. Tetapi mungkin akan sulit memberitahukan kapan keinginan atau dorongan untuk
merokok muncul. Oleh karenanya pasien akan dilatih untuk dapat memonitor sensasi atau
perubahan di dalam dirinya secara lebih dekat sehingga ia akan lebih mampu mengidentifikasi
tingkah lakunya.
Tahap kedua adalah memetakan tingkah laku. Teknik pemetaan ini bergerak dari mulai
teknik paling mudah seperti mencatat setiap saat tingkah laku dilakukan sampai teknik kompleks
seperti mendokumentasikan situasi di mana tingkah laku terjadi juga perasaan yang dimunculkan
oleh tingkah laku itu. Misalnya, seorang perokok mencatat setiap kali ia merokok. Si perokok
mungkin mencatat kapan ia merokok, saat situasi apa ia merokok, dan, jika ada, keberadaan
seseorang saat merokok. Ia juga mungkin mencatat perasaan “ngidam” subjektif yang muncul
sebelum menyalakan rokok, respon emosional yang mendahului penyalaan rokok (seperti cemas
atau tegang), dan perasaan yang dimunculkan oleh menghisap rokok sebenarnya. Dengan cara
seperti ini perokok tersebut dapat merasakan atau mengetahui di situasi manakah ia memiliki
kemungkinan besar untuk merokok dan setelahnya ia dapat memulai program perubahan-tingkah
laku untuk menghadapinya.
Self-monitoring sejauh ini terlihat sebagai sebuah langkah yang telah dapat mengubah
tingkah laku. Tapi perubahan yang terjadi biasanya hanya bertahan dalam waktu singkat saja,
sehingga diperlukan teknik-teknik lain untuk memantapkan perubahan tersebut.

Classical Conditioning
Pengkondisian klasikal merupakan salah satu prinsip paling awal yang muncul berkaitan
dengan perubahan tingkah laku. Pengkondisian klasikal juga merupakan salah satu metode yang
dimanfaatkan untuk mengubah tingkah laku sehat. Sebagai contoh yaitu dalam perawatan
alkoholisme. Antabuse (stimulus tak terkondisi/unconditioned stimulus) adalah sejenis obat yang
menyebabkan mual dan muntah yang luar biasa (respon tak terkondisi/unconditioned response)
jika dikonsumsi bersamaan dengan alkohol. Seiring dengan berjalannya waktu alkohol akan
terasosiasi dengan respon mual dan muntah (respon tak terkondisi/conditioned respon)meski
antabuse-nya tidak muncul.
Namun pendekatan ini dinilai kurang efektif karena pasien juga bisa belajar apa
sebenarnya yang bisa membuat ia mual dan muntah. Selain itu prosedur ini juga berisiko
terhadap kesehatan sehingga tidak digunakan lagi secara luas.
Intervining with Children and Adolescent
Using the Teachable Moment. Teachable moment mengarah pada fakta bahwa suatu
waktu tertentu lebih baik dibnadingkan waktu yang lain untuk mengajarkan praktek kesehatan
pada seorang individual. Teachable moment bisa juga dikatakan sebagai suatu waktu dimana
waktu tersebut adalah saat yang tepat dalam mengajarkan mengenai praktisi kesehatan pada
seseorang.
Teachable moment banyak muncul pada masa awal anak – anak. Orangtua mempunyai
peluang untuk mengajarkan kepada anak – anak mereka perilaku dasar untuk keselamatan,
misalnya memasang seatbelt saat di mobil atau melihat ke kanan dan kiri saat akan menyeberang
jalan, dan kebiasaan kesehatan yang dasar, seperti lebih baik meminum susu dibandingkan
minum minuman bersoda.
Teachable moment yang lain muncul karena dibangun ke dalam sistem pelayanan
kesehatan. Misalnya pada kunjungan ke dokter gigi, dijelaskan kepada anak dan orangtua
mengenai pentingnya menggosok gigi dengan benar. Di sekolah dasar formal pun sering
penyuluhan tentang bagaimana menyikat gigi yang benar. Hal tersebut digunakan oleh pelayan
kesehatan dalam menerapkan perilaku dasar kesehatan kepada anak – anak dan orangtua.
Tetapi, apakah anak bisa benar – benar belajar tentang kesehatan? Seperti yang kita
ketahui, anak – anak memiliki batas kognitif untuk menyimpan informasi tentang konsep
kesehatan tersebut. Namun demikian, program intervensi dengan anak-anak jelas menunjukkan
bahwa mereka dapat mengembangkan tanggung jawab pribadi untuk aspek kesehatan mereka.
Teachable moment tidak terbatas hanya pada masa kanak – kanak dan remaja. Wanita
hamil juga bisa menunjukan teachable moment untuk beberapa kebiasaan kesehatan, seperti
berhenti merokok dan meningkatkan diet. Mengidentifikasi teachable moment adalah prioritas
yang tinggi untuk primary prevention, yaitu pencegahan primer untuk memberantas faktor
penyebab penyakit sebelum penyakit tersebut berkembang.
Closing the Window of Vulnerability. Sekolah menengah tampaknya menjadi waktu
yang sangat penting bagi perkembangan beberapa kebiasaan terkait kesehatan. Contohnya
pemilihan makanan, diet, ngemil dan lain – lain. Juga ada penggunaan window of vulnerability
untuk merokok dan obat – obatan yang terjadi saat sekolah mengengah, ketika siswa untuk
pertama kalinya mencari tahu tentang hal – hal tersebut pada teman sebaya dan saudara yang
lebih tua.
Adolescent Health Behavior and Adult Health. Sebuah penelitian menunjukan bahwa
pencegahan yang dilakukan pada masa remaja merupakan prediktor yang baik untuk penyakit
kronis yang akan terjadi pada usia lebih dari 45 tahun dibandingkan kebiasaan perilaku sehat
pada saat dewasa. Dengan kata lain, kebiasaan hidup sehat yang dijalankan pada masa remaja
ataupun saat usia mahasiswa bisa jadi menentukan penyakit kronis yang yang diderita seseorang
dan apa yang menyebabkan meninggal pada saat dewasa nanti.
Intervening with At-Risk People
Selain anak-anak dan remaja, orang yang mempunyai risiko berpenyakit juga termasuk
populasi yang rentan terserang penyakit.Maksud dari orang yang mempunyai risiko berpenyakit
adalah mereka yang mempunyai sejarah keturunan mempunyai penyakit tertentu, sepeti kanker,
diabetes, dsb.
Benefits of Focusing on At-Risk People. Banyak manfaat yang bisa diambil bila bekerja
sama dengan orang – orang yang berisiko terkena penyakit. Identifikasi awal terhadap orang-
orang berisiko terserang penyakit mungkin akan mencegah atau mengeliminasi kebiasan buruk
yang dapat meningkatkan kemungkinan terserang penyakit. Contohnya menolong orang yang
berisiko terhadap penyakit jantung dapat menghindarkan kebiasaan merokok atau membuat
mereka berhenti merokok pada usia muda, untuk melemahkan kemungkinan penyakit kronis
tersebut menyerang. Memfokuskan kepada populasi yang berisiko terkena penyakit membuat
kita lebih mudah untuk mengidentifikasi faktor berisiko lainnya yang mungkin berhubungan
dengan faktor yang ditargetkan dalam memproduksi hasil yang tidak diinginkan. Contohnya,
tidak semua orang yang memiliki riwayat penyakit hipertensi pada keluarganya, akan terkena
penyakit hipertensi juga, mungkin saja ada faktor lain yang mempengaruhi dan bisa
teridentifikasi.
Problems of Focusing on At-Risk People. Ada juga hal sulit yang terjadi dalam bekerja
sama dengan orang – orang yang berisiko terkena penyakit. Orang tidak selalu bisa menerima
dengan tepat risiko yang ada pada mereka. Pada umumnya, kebanyakan orang bahkan anak –
anak memiliki ptimisme yang tidak realistis terhadap risiko penyakit yang mereka miliki.
Misalnya, seorang perokok seringkali melebih-lebihkan jumlah orang yang merokok. Ketika
orang-orang merasa bahwa orang lain juga melakukan hal tidak sehat yang sama, mereka
mungkin merasa risiko untuk kesehatannya lebih sedikit (Suls, Wan & Sanders, 1988).
Ethical Issues. Diantara orang-orang yang berisiko terhadap penyakit khusus, hanya
beberapa persen yang akan menderita penyakit tersebut. Beberapa orang, sepert yang cenderung
depresi, mungkin bereaksi buruk secara khusus terhadap prospek atau hasil pengujian secara
genetik dari gangguan kesehatan (S. W. Vernon et al., 1997). Alkoholik saat ini dipercaya
memiliki komponen keturunan, khususnya di kalangan pria, dan belum jelas bagaimana dan
kapan kita seharusnya mengintervensi dengan keturunan dari orang dewasa yang alkoholik.
Health Promotion and Older Adults
Banyak dewasa akhir gagal dalam mempraktikan kebiasaan hidup sehat dengan baik,
karena mereka ragu memiliki kemampuan untuk menjalankannya. Oleh karena itu,
meningkatkan self efficacy dan sehubungan dengan kebiasaan sehat tertentu, seperti aktivitas
fisik, dapat menjadi komponen penting dari setiap intervensi dengan orang dewasa akhir.
Upaya peningkatan kesehatan lansia difokuskan pada beberapa perilaku, diantaranya
memelihara kesehatan, pola makan seimbang, mengembangkan pola hidup latihan yang teratur,
melakukan langkah-langkah untuk mereduksi kecelakaan, mengontrol konsumsi alkohol,
mengurangi merokok, mereduksi penggunaan obat yang tidak tepat, dan memperoleh vaksinasi
serangan flu.
Ethnic and Gender Differences in Health Risks and Habits
Ada perbedaan etnis dan gender dalam kerentanan terhadap risiko kesehatan tertentu, dan
program promosi kesehatan perlu memperhitungkan perbedaan – perbedaan tersebut. Wanita
Afrika-Amerika dan Hispanic lebih sedikit melakukan latihan (gerak badan) daripada wanita
Anglo dan lebih mungkin memiliki berat badan berlebihan. Dalam kaitannya dengan merokok,
wanita Anglo dan Afrika-Amerika lebih besar risikonya daripada wanita Hispanic. Konsumsi
alcohol, pada hakekatnya lebih bermasalah pada pria dibandingkan dengan wanita, dan merokok
lebih bermasalah untuk pria Anglo daripada kelompok lainnya.
Program promosi kesehatan untuk kelompok etnis juga perlu memperhitungkan faktor
risiko lain yang mungkin memengaruhi. Efek kombinasi dari status sosial ekonomi yang rendah
dan memiliki kecenderungan penyakit biologis, bisa menempatkan suatu kelompok ke dalam
kelompok yang sangat memiliki risiko kesehatan.
CHANGING HEALTH HABITS
Attitude Change and Health Behavior
Educational Appeals. Educational appeals membuat asumsi bahwa orang akan
mengubah kebiasaan sehat mereka jika mendapatkan informasi yang benar. Penelitian telah
memberikan beberapa masukan mengenai cara terbaik untuk membujuk orang berpikir untuk
melakukan educational appeals :
 Komunikasi harus dielobarasi dan menarik. Hindari hanya menggunakan data statistik
dan jargon, bila memungkinakan komunikator bisa menggunakan sebuah cerita kasus
 Komunikator harus seorang ahli, dapat dipercaya, disenangi, dan mirip dengan
komunikan
 Argumen harus dinyatakan pada awal dan akhir menyampaikan pesan
 Pesan harus pendek, jelas, dan langsung
 Pesan harus menyatakan simpulan secara eksplisit.
 Pesan yang sifatnya ekstrem mungkin dapat menghambat/mengurangi efektifitas pesan,
namun masih dapat dilakukan dengan titik batasan tertentu.
 Untuk pesan dengan konteks penyakit yang dapat dideteksi, lebih baik menggunakan
teknik yang menekankan pada risiko. Untuk pesan dengan konteks perilaku sehat, lebih
baik mkenggunakan teknik yang menekankan pesan pada keuntungan.
 Teknik pun dapat disesuaikan dengan komunikan. Jika komunikan menerima pesan
dengan baik, berikan penekanan pada keuntungan dari mengubah kebiasaan berperilaku
sehat. Jika komunikan tidak menolak, maka arahkan intervensi tersebut dengan metode
yang cenderung diskusi dan memberikan pro dan kontra dari setiap pilihan.

Fear Appeals. Pendekatan sikap untuk mengubah kebiasaan menjadi kebiasaan hidup
sehat sering menggunakan fear appeals. Pendekatan ini berasumsi bahwa jika orang merasa
takut, perasaan tersebut bisa mengganggu kesehatannya, dan orang tersebut akan mengubah
perilaku mereka untuk mengurangi ketakutannya. Perasaan takut adalah perasaan yang dinilai
efektif untuk membantu efektifitas penyampaian pesan. Dengan merasa takut, komunikan
diasumsikan dapat mengubah perilaku sehatnya. Namun, perlu diperhatikan bahwa menstimulasi
perasaan takut saja tidak cukup. Perlu ada rekomendasi yang diberikan kepada komunikan.
Message Framing. Pesan menekankan potensi dari masalah yang sedang dibahas untuk
bisa bekerja lebih baik pada perubahan perilaku kesehatan. Jenis pesan yang disampaikan juga
harus tepat agar bisa memiliki efek yang besar bagi perubahan perilakunya. Orang yang memiliki
orientasi untuk memaksimalkan kesempatan, dapat akan mudah dipengaruhi dengan pesan yang
penuh keuntungan, sedangkan orang yang memiliki orientasi untuk menghindari kerugian, dapat
dengan mudah dipengaruhi dengan pesan yang penuh akan tekanan.

Operant Conditioning

Dibandingkan dengan classical conditioning, operant coniditioning lebih menekankan


pada hubungan perilaku yang disadari dengan konsekuensi sistematis. Kunci dari operant
conditioning ini terletak pada penguat (reinforcement). Jika seseorang menunjukkan suatu
perilaku dan perilaku tersebut diikuti dengan penguat positif, maka perilaku tersebut akan
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk muncul. Begitu pula jika seseorang menunjukkan
suatu perilaku dan perilaku tersebut diikuti dengan hukuman (punishment) atau penguat tidak
diberikan, maka perilaku tersebut memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk tidak diulang.
Contohnya, perilaku merokok dapat muncul karena ketika merokok, orang tersebut lebih merasa
diterima oleh kelompoknya.

Hal utama yang harus diperhatikan dalam operant conditioning adalah jadwal penguat
(reinforcement schedule). Apakah penguat tersebut diberikan setiap kali perilaku yang
diinginkan dimunculkan (continuously reinforcement) atau penguat tersebut diberikan ketika
perilaku yang diinginkan muncul namun tidak secara terus menerus atau dalam waktu yang
bervariasi (variable reinforcement). Psikolog menemukan bahwa, variable reinforcement lebih
efektif karena perilaku yang diinginkan lebih bertahan jika penguat tidak lagi diberikan.

Operant Conditioning to Change Health Behaviors. Tentu saja operant conditioning ini
diperlukan untuk mengubah suatu perilaku. Pada kenyataannya, perilaku seseorang akan
menguat secara positif jika tindakan yang dilakukan akan membuat mereka lebih dekat dengan
tujan mereka. Contohnya, seseorang yang merokok 20 batang sehari, menetapkan jika mereka
berhasil mengurangi 5 batang sehari dalam 2 minggu, mereka dapat pergi ke bioskop. Tahapan
selanjutny, setelah menjadi 15 batang, dikurangi menjadi 10, 5, 4, 3, 1, dan kemudian tidak
merokok lagi.

Modelling

Modelling adalah belajar yang muncul dengan menyaksikan atau melihat perilaku yang
dilakukan orang lain (Bandura, 1969). Observasi dan subsequent modeling bisa menjadi
pendekatan yang sangat efektif untuk mengubah perilaku seseorang. Contohnya, siswa SMA
yang sering mengobservasi dan memperhatikan orang lain mendonorkan darah memiliki
kecenderungan untuk melakukan hal yang sama (Sarason, Pierce, Shearin, & Sayers, 1991).

Hal utama dalam modeling adalah kesamaan. Seseorang yang melihat dirinya serupa
dengan seseorang yang terlibat dalam perilaku yang penuh resiko, mereka akan melakukan hal
tersebut (perilaku mengambil resiko) pada dirinya, namun jika ia melihat dirinya tidak serupa
dengan orang yang sering memunculkan perilaku beresiko, maka ia akan mengubah perilakunya
(Gibbsons & Gerrard, 1995).

Modeling juga merupakan teknik yang sangat penting untuk perubahan perilaku jangka
panjang. Contohnya, dalam program untuk mengurangi perilaku yang meruska (seperti
alkoholik, adiksi obat-obatan, dan sebagainya). Dalam program ini, seseorang yang baru saja
berkomitme untuk mengubah perilaku adiksi bergabung dengan orang-orang yang pernah
memiliki masalah serupa atau setidaknya sukses dalam menyelesaikan masalah adiksi tersebut.
Dalam pertemuan tersebut, mereka saling berbagi metode yang membantu mereka mengatasi
masalahnya tersebut.

Selain itu, Modeling dapat pula digunakan sebagai teknik untuk mengurangi kecemasan
yang dapat meningkatkan perilaku kebiasaan buruk atau ketakutan yang akan dialami ketika
menjalani perilaku sehat, seperti menerima suntikan. Ketakutan tersebut dapat dikurangi dengan
cara mengobservasi model yang terlibat dalam aktivitas yang menakutkan dan mengatasi
ketakutan tersebut dengan cara yang efektif. Ketika modeling digunakan untuk mengurangi
ketakutan atau kecemas, disarankan agar mengobservasi model-model yang juga takut namun
dapat mengontrol kesulitannya dibandingkan dengan mengobservasi model-model yang tidak
menunjukkan rasa takut mereka. Karena model yang menunjukkan ketakutan mereka
menyediakan gambaran nyata mengenai pengalaman tersebut.

Stimulus Control

Modifikasi yang sukses mengenai perilaku sehat melibatkan pemahaman antecedents


sebaik pemahaman konsekuensi dari perilaku sasaran. Individu yang memiliki kebiasaan buruk,
seperti merokok, makan berlebihan, dan sebagainya, mengembangkan hubungan antara perilaku
tersebut dengan stimulus-stimulus yang ada di lingkungan mereka. Stimuli ini memiliki peran
sebagai discriminative stimulus yang dapat memunculkan perilaku sasaran. Contohnya, adanya
kehadiran sebungkus rokok atau terciumnya aroma kopi dapat berperan sebagai discriminative
stimulus. Discriminative stimulus ini sangat penting karena dapat merupakan sinyal yang
nantinya akan memunculkan penguat positif.

Campur tangan stimulus-kontrol (stimulus-control interventions) pada pasien yang


sedang berusaha untuk menjalani hidup sehat, menerima dua pendekatan: membersihkan
lingkungan dari discriminative stimuli yang dapat memunculkan masalah perilaku dan membuat
discriminative stimuli baru yang memberi sinyal akan adanya respon penguat baru.

Contohnya, perilaku makan seringkali dibawah control dari discriminative stimuli,


termasuk dengan adanya kehadiran makanan yang diinginkan dan aktivitas yang berhubungan
(contoh: menonton TV). Tahap pertama dalam menangani obesitas adalah mengeliminasi atau
mengurangi discriminative stimuli. Stimulus lainnya diperkenalkan di dalam lingkungan untuk
menunjukkan bahwa makan yang dikontrol akan diikuti dengan penguat.

The Self-Control Behavior

Dalam pendekatan self-control ini, individu yang menjadi sasaran berperan sebagai
terapis untuk dirinya sendiri, bersamaan dengan bimbingan dari luar, mempelajari bagaimana
mengontrol antecedents dan konsekuensi dari perilaku sasaran yang akan di modifikasi.

Self-Reinforcement. Penguat diri (self-reinforcement) melibatkan secara sistematis


memberikan ‘hadiah’ bagi dirinya untuk meningkatkan atau menurunkan kemunculan perilaku
sasaran. Pemberian hadiah yang positif pada diri sendiri (positive self-reward) meliputi
memberikan hadiah kepada diri sendiri dengan sesuatu yang diinginkan setelah sukses mengubah
perilaku sasaran. Contohnya, memperbolehkan diri pergi menonton di bioskop setelah diikuti
penurunan berat badan dirinya. Pemberian hadiah yang negative (negative self-reward) pada diri
sendiri meliputi memberikan hadiah dengan menghapus faktor-faktor yang mengganggu yang
ada di lingkungan setelah berhasil mengubah perilaku yang menjadi sasaran. Contohnya,
seseorang yang obesitas diinstruksikan untuk menyimpan sekumpulan lemak hewani dalam
sebuah kantong yang besar di dalam kulkas dengan maksud mengingatkan dirinya akan
kelebihan berat badan. Setiap orang tersebut mampu menurunkan berat badannya, ia
diperbolehkan untuk membuang sebagian lemak yang ada di dalam kantong tersebut sehingga
mengurangi stimulus yang tidak menyenangkan (Penick, Filion, Fox, & Stunkard, 1971).

Sama seperti, pemeberian hadiah, pemberian hukuman pada diri sendiri (self-
punishment) juga memiliki dua tipe. Pemberian hukuman positif pada diri sendiri (positive self-
punishment) meliputi pemberian stimulus tidak menyenangkan dengan maksud menghukum
perilaku yang tidak diinginkan. Contohnya, pemberian setruman listrik setiap kali seseorang
berkeinginan untuk merokok. Sedangkan pemberian hukuman negative pada diri sendiri
(negative self-punishment) meliputi pengambilan stimulus yang menyenangkan atau penguat
positif yang ada dilingkungan setiap kali perilaku yang tidak diinginkan muncul. Contohnya,
merobek uang setiap kali seseorang merokok melebihi bagian yang diperbolehkan.

Penelitian menyimpulkan: (1) Pemberian hukuman positif pada diri sendiri bekerja lebih
baik dibandingkan pemberian hukuman yang negative dan (2) pemberian hukuman pada diri
sendiri akan bekerja lebih baik jika ditambah dengan teknik pemberian hadiah.

Contingency Contracting. Salah satu bentuk dari pemberian hukuman terhadap diri
sendiri yang sering digunakan untuk memodifikasi perilaku adalah contingency contracting,
dimana individu membuat kontrak dengan orang lain, seperti terapis, merinci hadiah atau
hukuman apa yang bergantung pada performa atau non-performa dari perilaku. Contohnya,
seorang alkoholik yang ingin berhenti mendepositkan uangnya kepada terapisnya dan
merencanakan sebuah perjanjian dimana jika ia mengonsumsi minuman alcohol, ia akan didenda
dan ia akan diberikan hadiah (uang tersebut) sejumlah hari ia tidak mengonsumsi alcohol.
Cognitive Restructuring. Seperti diawal, kebiasaan buruk dan modifikasi merka
seringkali disertai dengan monolog internal, seperti kritik diri (self-criticism) atau memuji diri
(self-praise). Cognitive restructuring melatih seseorang untuk mengenali dan memodifikasi
monolog internal ini untuk mendorong perubahan menjadi perilaku sehat. Kadang, kognisi yang
dimodifikasi adalah antecendents untuk perilaku sasaran. Contohnya, jika seseorang yang ingin
berhenti merokok berfikir bahwa ia lemah dan tidak dapat mengontrol kebiasaan merokoknya,
fikiran ini yang menjadi target untuk diubah. Perokok ini akan dilatih untuk mengembangkan
antecendents kognisinya yang membantu dirinya untuk berhenti merokok (seperti “saya bisa
melakukan ini” atau “saya akan jauh lebih sehat”).
Kognisi juga dapat menjadi konsekuensi dari perilaku sasaran. Contohnya, individu yang
obesitas yang mencoba untuk menurunkan berat badannya mungkin akan ‘mengacaukan’
program pengurangan badannya dengan berperilaku seolah diet sekecil apapun tidak
memberikan harapan untuknya. Ia akan dilatih untuk melaksanakan kognisi penguat diri (self-
reinforcing cognition) diikuti dengan resisten terhadap godaan dan mengonstruksi kritik diri
(self-criticism) yang menghambat.

Dalam beberapa intervensi, klien pertama-tama dilatih untuk memonitor monolog mereka
dalam siatuasi yang memunculkan stress. Dengan ini, mereka dapat mengetahui apa yang mereka
katakana kepada diri mereka saat dalam keadaan stress. Kemudian, mereka diajarkan untuk
memodifikasi instruksi diri (self-instruction) dengan memasukkan konstruksi kognisi lebih.
Misalnya, klien yang sedang berusaha untuk berhenti merokok akan belajar merespon terhadap
rokok dengan berfikir sebagai seseorang yang anti rokok (“merokok menyebabkan kanker”) dan
berfikir nikmatnya tanpa rokok (“makanan akan terasa lebih enak jika saya tidak merokok”).
Untuk meningkatkan frekuensi dari kognisi ini, klien dapat diberikan penguat berupa aktivitas
hadiah, misalnya diperbolehkan makan makanan favorit.

Modeling dapat digunakan untuk melatih klien dalam menstruktur ulang kognisinya.
Terapis pertama-tama mendemonstrasikan restrukturisasi kognisi. Terapis mungkin mampu
melihat situasi yang dapat menimbulkan stress dan memberikan instruksi yang dapat membantu
mengelola diri klien (seperti “tenang, anda melakukannya dengan baik”). Klien kemudian
mencoba untuk mengatasi situasi yang membuatnya stress dan menginstruksikan dirinya dengan
keras. Dengan mengikuti tahapan-tahapan ini, instruksi diri akan menjadi ‘bisikan’, dan akhirnya
menjadi internal.

Behavioral Assignments. Teknik untuk meningkatkan keterlibatan klien adalah dengan


behavioral assignments, aktivitas latihan di rumah yang mendukung tujuan dari intervensi
therapeutic (Shelton & Levy, 1981). Behavioral assignments didesain untuk menciptakan
kelanjutan dari treatment masalah perilaku dan secara khusus tugas ini menindaklanjuti poin-
poin penting dalam sesi terapi. Contohnya pada suatu sesi terapi sebelumnya, seorang penderita
berat badan berlebih terlibat dalam pelatihan memonitor diri sendiri, klien ini akan didorong
untuk mencatat perilaku makannya, termasuk kejadian-kejadian yang terjadi. Catatan ini dapat
digunakan oleh terapis dan klien pada sesi berikutnya untuk merencanakan intervensi perilaku
selanjutnya. Teknik ini dapat meyakinkan bahwa kedua belah pihak (terapis dan klien)
berkomitmen dalam proses perubahan perilaku dan setiap pihak menyadari komitmen pihak
lainnya. Selain itu, menulis tugas-tugas yang dilakukan lebih efektif dibandingkan persetujuan
secara verbal karena tulisan menyediakan catatan yang jelas atas apa saja yang telah disetujui.
Nilai dari laporan tugas rumah yang sistematis secara luas dikenal dalam treatment perilaku.
Sebuah survey terhadap program treatment masalah kesehatan mengindikasikan bahwa 75% dari
program obesitas, 71% dari program penyakit fisik & rehabilitasi, dan 54% dari program
merokok termasuk dalam behavioral assignments.

Jadi, kegunaan utama utama behavioral assignments adalah:


1. Klien menjadi lebih terlibat dalam proses treatment
2. Klien akan menghasilkan analisis perilaku yang dapat berguna dalam
merencanakan intervensi lebih lanjut
3. Klien akan menjadi lebih berkomitmen terhadap proses treatment melalui
perjanjian kontrak persetujuan dengan melaksanakan tanggung jawab
4. Tanggung jawab terhadap perubahan perilaku secara bertahap menjadi tanggung
jawab klien
5. Penggunaan laporan tugas rumah meningkatkan kesadaran klien terhadap kontrol
diri
Social Skills Training. Para psikolog menyadari bahwa beberapa kebiasaan hidup yang
tidak sehat berkembang sebagai tanggapan atau dipelihara oleh orang-orang yang mudah merasa
khawatir atau cemas terhadap pengalamannya di dalam situasi sosial. Misalnya kebiasaan makan
yang berlebih sebagai tanggapan seorang terhadap kecemasan sosial yang dialaminya, misalnya
mendapat nilai rendah di sekolah. Kecemasan sosial ini dapat bertindak sebagai petunjuk bagi
kebiasaan maladaptif sehingga perlu cara alternatif untuk mengatasi kecemasan tersebut.
Hasilnya, individu butuh untuk mempelajari cara-cara alternatif untuk mengatasi rasa cemas
yang muncul pada saat yang sama dimana mereka juga mengubah kebiasaan hidup yang salah.
Sejumlah program dirancang untuk mengubah kebiasaan hidup sehat baik secara social skills
training ataupun assertiveness training, maupun keduanya sebagai bagian dari paket intervensi.
Tujuan dari program social skills ini sebagai teknik tambahan dalam program perubahan
perubahan perilaku sehat adalah untuk mengurangi kecemasan yang terjadi dalam situasi sosial,
memperkenalkan keterampilan baru dalam menghadapi situasi yang sebelumnya dapat
menimbulkan kecemasan, dan untuk menyediakan perilaku alternatif bagi kebiasaan hidup yang
tidak sehat yang muncul sebagai respon terhadap kecemasan sosial.
Motivational Interviewing. Motivational interviewing semakin sering digunakan dalam
usaha untuk mempromosikan kesehatan. Pada hakikatnya, ini digunakan untuk mengobati
kecanduan. Teknik ini disesuaikan untuk menangani masalah merokok, perbaikan pola makan,
olahraga, pemeriksaan kanker, dan perilaku seksual diantara kebiasaan-kebiasaan lainnya.
Pada motivational interviewing, pewawancara harus tidak memihak, tidak mengkonfrontasi,
empatik, memberi harapan, dan mendorong. Tujuannya adalah klien dapat mengekspresikan
pemikiran positif atau negatifnya mengenai perilaku dalam suasana yang bebas tanpa adanya
evaluasi negatif. Diharapkan, klien bicara setidaknya lebih banyak dari konselor.

Motivational interviewing adalah perpaduan dari prinsip-prinsip dan teknik-teknik yang


diambil dari psikoterapi dan teori perubahan perilaku (behavior-change theory). Motivational
interviewing adalah jenis konseling dimana klien adalah pusatnya yang didesain agar orang-
orang bekerja melalui pengalaman ambivalen apapun yang mereka alami (positif maupun
negatif) terkait perubahan perilaku sehat. Hal ini menjadi sangat efektif bagi orang-orang yang
awalnya ragu apakah hal ini akan mengubah perilaku mereka atau tidak.
Pada motivational interviewing, tidak ada upaya untuk membongkar penyangkalan yang
sering dikaitkan dengan praktek perilaku sehat yang buruk atau untuk menghadapi keyakinan
irasional atau bahkan untuk membujuk klien untuk berhenti minum, merokok, atau bahkan
meningkatkan kesehatannya. Tujuan motivational interviewing adalah agar klien dapat berpikir
lebih lanjut dan mengungkapkan alasan-alasannya dalam mendukung atau melawan perubahan.
Sementara itu, pewawancara bertugas untuk mendengarkan dan memberi dorongan semangat,
sebagai ganti tugasnya dalam memberikan saran.

Motivational interviewing telah memperluas alat untuk mengatasi upaya promosi


kesehatan, meskipun seperti setiap teknik terapi satu lawan satu, hal ini terbatas pada jumlah
orang yang ikut di dalamnya.

Meditation and Health Behavior. Belakangan ini, campur tangan CBT terhadap
perubahan perilaku sehat mulai memasukkan pelatihan dalam teknik pengobatan. Fokus ini
berdasarkan dari ide bahwa stress dapat memicu banyaknya perilaku sehat yang rendah, seperti
makan berlebihan, merokok, dan alkoholik. Tujuan dari mindfulness meditation membantu
orang-orang mencapai situasi stress secara sadar dibandingkan bereaksi terhadap situasi tersebut
secara otomatis (Bishop, 2003).
Acceptance and Commitment Therapy (ACT) adalah teknik CBT yang menggunakan acceptance,
mindfulness, dan commitment dalam merubah perilaku. Terkadang, orang-orang sebaiknya keluar
dari pemikiran dan perasaan yang sulit atau mengganggu dan secara sederhana menerimanya
sembari bertahan dengan perbuatan yang diinginkan. Tujuan dari ACT ini adalah mencoba
mengubah pengalaman pribadi dan dengan demikian dapat mencapai komitmen.

Relaxation Training. Tahun 1958, psikolog Joseph Wolpe mengembangkan prosedur


yang dikenal sebagai systematic desensitization untuk pengobatan kecemasan. Prosedur ini
melibatkan pelatihan klien untuk menggantikan relaksasi pada keadaan yang memungkinkan
untuk timbulnya kecemasan. Untuk mendorong relaksasi, Wolpe mengajarkan pasien bagaimana
untuk melepaskan kecemasan tersebut dalam pernafasan yang dalam dan relaksasi otot yang
progresif. Inilah yang disebut relaksasi. Dalam pernafasan yang dalam, seseorang mengambil
tarikan nafas yang panjang dan terkontrol yang menghasilkan sejumlah perubahan fisiologis
seperti penurunan detak jantung dan tekanan darah dan meningkatkan pengangkutan oksigen
dalam darah. Orang biasanya melakukan cara bernafas ini secara spontan ketika mereka sedang
santai. Pada relaksasi otot progresif, seorang individu belajar untuk merilekskan seluruh otot
dalam tubuh untuk melepaskan ketegangan atau stress. Sebagai tambahan, banyak kebiasaan
yang merugikan kesehatan seperti merokok dan minum yang mewakili cara mengatasi
kecemasan sosial. Dengan demikian, di samping pelatihan social skills atau pelatihan
assertiveness, orang dapat belajar cara relaksasi ini untuk menangani kecemasan mereka dengan
lebih efektif.

Relapse

Masalah paling besar dalam menghadapi modifikasi hidup sehat adalah kecendurang seseorang
untuk kembali ke kebiasaan buruknya berikut perubahan perilaku awal (McCaul et al., 1992)

Reasons for Relapse. Banyak factor-faktor yang menyebabkan seseorang kembali ke


kebiasaan buruk (relapse) mereka. Faktor genetic mungkin terlibat dalam kasus-kasus, seperti
alkoholik, merokok, dan obesitas. Kembalinya kebiasaan buruk seseorang, muncul sebagai
respon pantangan dari alcohol, rokok dan dapat dengan cepat membuat seseorang memunculkan
kembali kebiasaan buruk mereka, terutama dalam waktu dekat setelah usaha untuk mengubah
perilaku. Hubungan antara sinyal dan respon psikologi dapat mendesak seseorang untuk kembali
ke kebiasaan buruk mereka (Marlatt,1990).

Kembalinya ke kebiasaan buruk lebih sering terjadi ketika individu memiliki self-efficacy
yang renda dalam melakukakan perilaku sehat dan berekspektasi bahwa perilaku yang tidak
diinginkan akan menjadi penguat (“merokok sebatang akan membuat saya merasa nyaman”)
dibandingkan hukuman (“saya akan sesak napas”) (Witkiewitz & Marlatt, 2004). Kebiasaan
buruk ini juga muncul kembali ketika motivasi atau tujuan mempertahankan perilaku sehat
belum didirikan. Selain itu, seseorang yang hanya memiliki sedikit dukungan sosial dari keluarga
dan teman untuk mempertahankan perilaku sehat juga dapat memunculkan kebiasaan buruk lagi.

Katalis paling ampuh untuk memunculkan kembali kebiasaan buruk adalah pengaruh
negative, seperti ketika seseorang merasa depresi, cemas, dibawah tekanan stress, dan
sebagainya (Witkiewitz & Marlatt, 2004). Momen tertentu yang dapat membuat seseorang
memunculkan kembali kebiasaan buruk mereka adalah ketika mereka memiliki melakukan
kebiasaan tersebut disela-sela waktu dimana mereka seharusnya tidak boleh memunculkan
perilaku tersebut. Abstinence violation effect adalah perasaan kehilangan control yang dihasilkan
ketika seseorang melanggar aturan self-imposed. Hal ini mengakibatkan kebiasaan buruk tersebut
menjadi lebih serius sepanjang tekad mereka goyah.

Consequences of Relapse. Kambuh yang muncul walaupun sekali dapat menyebabkan


kekecewaan, berkurangnya self-efficacy, dan bergantinya atribusi bahwa perilaku sehat dapat
dikontrol oleh dirinya sendiri menjadi dorongan eksternal. Sedangkan kambuh dapat
menyebabkan beberapa konsekuensi, misalnya muncul emosi negatif (seperti kekecewaan,
frustrasi, tidak bahagia, atau marah). Seseorang yang mengalami kambuh akan merasa bahwa
orang tersebut tidak dapat mengontrol kebiasaannya, dimana mereka akan berpikir bahwa
perilaku yang mereka lakukan diluar kehendak mereka. Dengan kata lain, kambuh akan
menghalangi seseorang untuk melakukan perubahan perilaku.
Namun di sisi lain, kambuh dapat membuat seseorang merasa bahwa mereka dapat
mengontrol perilaku mereka dalam derajat tertentu. Seringkali orang membutuhkan banyak
usaha untuk menghentikan suatu kebiasaan. Dengan kata lain, kambuh akan membuat seseorang
mengalami suatu pengalaman mengenai kebiasaan yang ingin dihentikan, sehingga akan
membuat orang tersebut berhasil untuk menghentikan kebiasaannya dengan cara memanfaatkan
informasi yang berguna mengenai kebiasaan tersebut dalam menghentikan kebiasaannya.
Reducing Relapse. Terdapat beberapa teknik untuk mengurangi kambuh:
- Booster session yang diikuti oleh selesainya fase treatment awal. Ketika seseorang telah
selesai mengikuti intervensi formal, selang waktu setelahnya, seseorang akan mengikuti
sesi pencegahan tambahan. Namun booster session tidak selalu efektif dalam pencegahan
kambuh.
- Pendekatan lainnya adalah dengan menambah komponen pada intervensi behavioral,
seperti terapi relaksasi atau assertiveness training. Namun hal ini tidak meningkatkan
kepatuhan dan dalam situasi tertentu, hal ini justru menguranginya.
- Pendekatan ketiga adalah dengan mempertimbangkan pemantangan sebagai proses
treatment jangka panjang. Namun pendekatan ini dapat membuat orang-orang mudah
untuk mengalami kambuh, dengan membuat suatu ekspektasi bahwa kambuh akan terjadi
ketika tidak dalam kondisi siaga.

Relapse Prevention. Peneliti berpendapat bahwa pencegahan kambuh harus


diintegrasikan ke dalam program perawatan awal. Mengubah kebiasaan kesehatan bukanlah
tindakan sederhana tetapi lebih pada proses yang mungkin terjadi secara bertahap dan
upaya pencegahan kambuh dapat dibangun  pada semua tahap. Beberapa faktor yang sangat
relevan ketika orang pertama kali mengikuti sebuah program perawatan. Orang-orang yang pada
awalnya sangat berkomitmen untuk program dan termotivasi untuk terlibat dalam perubahan
perilaku lebih kecil kemungkinannya untuk kambuh. observasi ini menyiratkan bahwa salah
satu fokus penting dari program adalah harus meningkatkan motivasi dan mempertahankan
komitmen.
Teknik yang harus dikembangkan dalam program pelatihan perilaku selain motivasi dan
komitmen adalah keterampilan pencegahan kambuh setelah program berakhir. Salah satu
strateginya adalah dengan melibatkan orang untuk mengidentifikasi situasi yang mungkin untuk
meningkatkan kambuh dan kemudian mengembangkan kemampuan coping yang akan
memungkinkan mereka untuk mengelola stres. Latihan mental untuk mengatasi tanggapan dalam
situasi berisiko tinggi dapat meningkatkan perasaan self efficacy, mengurangi kemungkinan
kambuh. Isyarat eliminasi atau restrukturisasi lingkungan untuk menghindari situasi yang
membangkitkan perilaku target dapat digunakan. Misalnya, pemabuk yang  minum secara
eksklusif di bar dapat menghindari bar. Namun pada kebiasaan yang lain, isyarat eliminasi
seperti ini tidak mungkin dilakukan.
Lifestyle Rebalancing. Pemeliharaan jangka panjang pada perubahan perilaku dapat
dipromosikan dengan lifestyle rebalancing, yaitu menuntun orang untuk membuat perubahan
kesehatan lainnya yang berorientasi pada gaya hidup. Dengan merubah gaya hidup, seperti
menambahkan program latihan atau belajar teknik manajemen stres, dapat meningkatkan gaya
hidup sehat lebih umum dan membantu mengurangi kemungkinan kambuh. Dukungan sosial
dalam menjaga perubahan perilaku terlihat kurang tegas. Beberapa studi menunjukkan bahwa
dukungan keluarga dalam menjaga perubahan perilaku sangat membantu, namun ada penelitian
lain yang menunjukkan sebaliknya. Mungkin penelitian belum mengidentifikasi cara yang tepat
dimana dukungan sosial dapat membantu menjaga perubahan perilaku. Secara keseluruhan, 
pencegahan diri dari kambuh tampaknya paling berhasil ketika orang menyadari bahwa
perubahan perilaku mereka berhasil menjadi  tujuan jangka panjang, mengembangkan teknik
coping untuk mengelola situasi berisiko tinggi, dan mengintegrasikan perubagan perilaku
menjadi gaya hidup sehat secara umum.

TRANSTHEORITICAL MODEL OF BEHAVIOR CHANGE


Pada analisis sebelumnya menyiratkan, mengubah kebiasaan dalam hidup yang tisak
sehat tidak dapat dilakukan sekaligus. Orang harus melalui tahapan-tahapan ketika mereka
mencoba untuk mengubah perilaku hidup yang tidak sehat, dan membutuhkan dukungan dari
terapis atau perubahan perilaku yang bervariasi, tergantung pada tahap tertentu yang berkaitan
dengan kebiasaan buruk mereka (Prochaska, 1994; Rothman , 2000).
Stage of Change
J. O. Prochaska dan rekan-rekannya telah mengembangkan model transtheoritical
perubahan perilaku, yaitu model yang menganalisis tahap dan proses seseorang yang
mencoba untuk merubah perilaku mereka dan menyarankan pengobatan dan intervensi dalam
setiap tahapnya. Awalnya dikembangkan untuk mengobati gangguan adiktif, seperti perokok,
penggunaan narkoba, dan kecanduan alkohol, tetapi model ini telah diterapkan untuk
kebiasaan kesehatan lainnya seperti berolahraga dan memperoleh mammogramas reguler
(Rakowsku, Fulton, & Feldman, 1993):
1. Precontemplation
Tahap precontemplation terjadi ketika seseorang tidak berniat mengubah perilakunya.
Banyak orang di tahap ini tidak menyadari bahwa mereka memiliki masalah, bahkan
terkadang orang dalam fase precomtemplation mencari pengobatan. Tetapi biasanya,
mereka melakukannya hanya jika mereka telah ditekan oleh orang lain dan merasa
dipaksa mengubah perilaku mereka. Tidak mengherankan, orang-orang ini sering
kembali ke perilaku lama mereka.
2. Contemplation
Contemplation adalah tahap dimana seseorang menyadari bahwa masalah ada dan
berpikir tentang hal ini tetapi belum membuat komitmen untuk mengambil tindakan.
Banyak individu masih dalam tahap ini selama bertahun-tahun, seperti perokok yang
tahu dia harus berhenti tetapi belum membuat komitmen untuk melakukannya.
Individu dalam tahap ini biasanya masih menimbang pro dan kontra dalam mengubah
perilaku mereka untuk menemukan aspek positif dari tingkah laku yang
menyenangkan. Individu yang memutuskan untuk mengubah perilaku mereka
biasanya membentuk ekspektasi menguntungkan tentang kemampuan mereka untuk
melakukannya dan imbalan yang akan mereka dapatkan.
3. Preparation
Dalam tahap persiapan, individu berniat untuk mengubah perilaku mereka, tetapi
mungkin belum mulai melakukannya. Dalam beberapa kasus, hal itu terjadi karena
mereka telah gagal di masa lalu, atau mereka mungkin hanya menunda tindakan
sampai mereka bisa mendapatkan peristiwa tertentu atau periode waktu saat stres
terjadi. Dalam beberapa kasus, individu dalam tahap persiapan telah memodifikasi
perilaku sasarannya, seperti merokoknya lebih sedikit dari biasanya, namun belum
membuat komitmen untuk menghilangkan perilaku merokok sama sekali.
4. Action
Tahap ini adalah tahap dimana individu mengubah perilaku mereka untuk mengatasi
masalah tersebut. Tindakan membutuhkan komitmen waktu dan energi untuk
membuat perubahan perilaku yang nyata. Hal itu termasuk menghentikan perilaku
dan mengubah gaya hidup seseorang dan lingkungan.
5. Maintenance
Pemeliharaan adalah tahap di mana orang bekerja untuk mencegah kembali ke
kebiaasan buruk dan untuk mengkonsolidasikan keuntungan yang telah mereka buat.
Biasanya, jika seseorang mampu tetap bebas dari perilaku adiktif selama lebih dari 6
bulan, ia dianggap dalam tahap pemeliharaan.
Karena kembali ke kebiasaan buruk adalah perilaku kecanduan, model tahap-tahapan ini
dikonseptualisasikan sebagai spiral. Individu dapat mengambil tindakan, upaya pemeliharaan,
kambuh (relapse), kembali ke fase precompletation, siklus melalui tahap-tahap berikutnya
untuk bertindak, ulangi siklus lagi, dan lakukan beberapa kali sampai mereka telah
menghilangkan perilakunya.
Importance of The Stage Model of Change. Model tahapan perubahan perilaku
kesehatan secara potensial penting bagi beberapa situasi. Model tahapan ini menangkap proses
orang yang berusaha untuk mengubah perilaku mereka, baik dari mereka sendiri atau dengan
adanya bantuan orang lain. Secara khusus, orang-orang yang berada pada tahap
precontemplation atau tahap kontemplasi tidak siap untuk mendorong tingkah lakunya ke
dalam tindakan yang nyata. Ketika tingkat keberhasilan dihitung ulang dilihat dari individu
yang siap untuk mengubah perilaku mereka (yaitu, orang-orang dalam tahap persiapan)
program ini terlihat lebih sukses.
Using The Stage Model of Change. Model tahapan perubahan perilaku kesehatan sangat
membantu karena menunjukkan bahwa intervensi tertentu mungkin lebih berharga selama
satu tahap dari yang lain. Sebagai contoh, seorang perokok pada fase tindakan tidak akan
dibantu oleh informasi tentang pentingnya tidak merokok, tetapi informasi tentang pentingnya
pengendalian konsumsi alkohol, mungkin hal ini berguna untuk seseorang yang baru saja
mulai untuk memikirkan bahwa ia memiliki masalah minum (alkohol).
Pada setiap tahap, pada jenis tertentu terdapat intervensi yang dapat dibenarkan. Secara
khusus, individu dalam tahap precontemplation dengan informasi tentang masalah mereka,
mungkin akan memindahkan mereka ke fase kontemplasi. Untuk memindahkan orang dari
tahap kontemplasi ke persiapan, intervensi yang tepat dapat mempengaruhi mereka untuk
menilai bagaimana mereka merasa dan berpikir tentang masalah ini. Intervensi yang dirancang
untuk membuat orang untuk membuat komitmen eksplisit untuk kapan dan bagaimana mereka
akan mengubah perilaku mereka yang dapat menghubungkan antara persiapan dan tindakan.
Intervensi menekankan pada diri-penguatan, dukungan sosial, kontrol stimulus, dan mengatasi
keterampilan harus paling sukses dengan individu yang sudah bergerak melalui fase aksi ke
pemeliharaan jangka panjang.

CHANGING HEALTH BEHAVIORS THROUGH SOCIAL ENGINEERING


Kebanyakan perubahan perilaku terjadi tidak hanya melalui perubahan perilaku tetapi
juga melalui ahli sosial. Ahli sosial melibatkan modifikasi lingkungan yang memberikan
dampak pada kemampuan seseorang untuk berlatih melakukan hidup sehat. Pengukuran ini
disebut sebagai perngukuran yang pasif karena tidak mensyaratkan individu untuk mengambil
aksi. Misalnya, menggunakan sabuk pengaman.
Beberapa waktu, solusi ahli sosial terhadap masalah kesehatan lebih dinilai berhasil
dibandingkan dengan individu lainnya. Ahli sosial mendesak orang tua untuk memberikan
vaksinasi kepada anaknya agar mampu melawan penyakit campak pada masa anak-anak,
influenza, hepatitis, dipthera, dan tetanus, tetapi keperluan imunisasi untuk masik sekolah
telah dinilai sangat berhasil . Ahli sosial berperan sebagai perantara antara orang tua agar
anak-anak dapat mengurangi resiko kecelakaan di rumah, tetapi pendekatan seperti
menggunakan barang-barang aman untuk pengobatan dan membuat pakaian anak yang
berbahan anti api lebih mumbuahkan hasil. Lebih rendahnya kecepatan telah memiliki
dampak yang lebih jauh pada kematian dan ketidakmampuan dari kecelakaan kendaraan
bermotor dibandingkan intervensi untuk mengubah kebiasaan orang-orang dalam mengemudi.
Meningkatkannya meminum alkohol pada usia 18-21 tahun lebih berhasil dalam mengurangi
hubungan alkohol dengan kecelakaan kendaraan bermotor dibandingkan program yang
didesain untuk membantu pengemudi yang ‘minum’.
Prospek untuk melanjutkan penggunaan ahli sosial untuk mengubah kebiasaan
kesehatan sangat baik. Mengendalikan hal yang terdapat dalam mesin sekolah, meletakkan
pajak tambahan pada makanan yang mengandung lemak tinggi dan rendah untuk makanan
yang bernutrisi, dan mengendalikan iklan produk dengan kadar lemak tinggi dan kolesterol
tinggi,khususnya diarahkan kepada anak-anak, seharusnya dipertimbangkan untuk melawan
sejumlah peningkatan dalam obesitas yang telah terjadi selama lebih dari 2 dekade yang lalu.
Sebenarnya, sebagai kontribusi terhadap diet dan obesitas untuk melemahkan kesehatan dan
mati usia muda semakin meningkat, solusi ahli sosial adalah dengan penjualan makanan yang
baik dan iklan yang muncul.
Metode ahli sosial yang relatif baru untuk memperbaiki kebiasaan kesehatan
melibatkan penggunaan media hiburan untuk mengilustrasikan praktik yang baik. Opera
sabun telah lebih berhasil mempengaruhi orang-orang di beberapa negara dibandingkan
dengan kuliah atau ceramah dan pamflet tentang kebiasaan kesehatan, khususnya pada negara
berkembang. Hal ini seperti perilaku intervensi psikologis yang berbicara kebanyakan secara
persuasif.

VENUES FOR HEALTH HABIT MODIFICATION


The Private Therapist’s Office
Beberapa perubahan kebiasaan sehat diterapkan oleh psikolog, psikiatri dan pakar klinis
lainnya dengan cara bertatap muka menggunakan teknik kognitif-behavioral. Terdapat dua
keuntungan dari cara ini:
1. Treatment yang diberikan lebih memunculkan keberhasilan, karena caranya yang
tatap muka satu per satu.
2. Karena sifat individu terbentuk dari pengalamannya, terapis dapat membuat
perubahan tingkah laku menjadi kebutuhan bagi individu tersebut.

Namun ada juga kekurangan yang didapatkan: hanya satu tingkah laku individu yang
dapat dirubah pada satu waktu. Apabila perubahan dari kebiasaan sehat ini bisa membuat
peningkatan kerentanan sakit, kita harus mencari jalan untuk merubah tingkah laku sehat yang
tidak memerlukan cara tatap muka satu per satu yang membutuhkan biaya yang mahal.
Venues for Health-Habit Modification
The Health Practitioner’s Office
Banyak orang yang melakukan pertemuan rutin dengan dokter atau ahli kesehatan
lainnya yang mengetahui riwayat medis mereka dan dapat membantu mereka dalam mengubah
kebiasaan akan kesehatan mereka. Beberapa keuntungan dalam mengubah kebiasaan kesehatan
di tempat kerja dokter adalah dokter memiliki sumber yang sangat terpercaya dalam mengubah
kebiasaan kesehatan dan rekomendasi mereka berdasarkan kemahiran mereka dalam bidang
tersebut.
The Family
Akhir-akhir ini, para praktisi kesehatan mulai memberikan penyuluhan kepada keluarga-
keluarga tentang kesehatan. Misalnya anak-anak meniru gaya hidup melalui orang tua mereka,
karena itu memastikan seluruh anggota keluarga melakukan gaya hidup yang sehat memberikan
kesempatan terbaik bagi anak-anak untuk memiliki awal yang sehat dalam hidup mereka. Alasan
lainnya kenapa keluarga dilibatkan dalam penyuluhan gaya hidup sehat adalah karena anggota
keluarga sering terpengaruh oleh kebiasaan kesehatan dari anggota keluarga lainnya, misalkan
anggota keluarga yang menjadi perokok pasif karena adanya perokok aktif di keluarga itu. Yang
terakhir dan yang terpenting, jika gaya hidup sehat diperkenalkan dalam lingkup keluarga, maka
seluruh anggota keluarga akan terlibat, memastikan adanya komitmen yang lebih besar terhadap
program perubahan perilaku dan memberikan dukungan sosial terhadap seseorang yang
ditargetkan untuk merubah kebiasaanya.
Managed care facilities
Seringnya, banyak diantara kita yang mendapatkan layanan kesehatan dari instalasi
kesehatan besar, dibandingkan dari dokter pribadi, dan instalasi tersebut menyediakan
kesempatan dalam edukasi kesehatan secara umum yang sampai pada banyak orang secara
langsung.
Self-help groups
Sekelompok orang yang memiliki masalah kesehatan yang sama berkumpul, dan,
seringnya dengan bantuan konselor, mereka berkumpul dan berusaha untuk menyelesaikan
masalah kesehatan mereka bersama-sama. Banyak pemimpin kelompok ini yang menggunakan
prinsip cognitive-behavioral pada program mereka. Dukungan social dan saling pengertian akan
penderitaan masing-masing dalam kelompok ini juga berperan dalam menghasilkan hasil yang
positif.
Schools
Penyuluhan akan perilaku yang sehat dapat diterapkan melalui sistem di sekolah.
Sebagian besar anak-anak masuk sekolah, oleh karena itu, banyak populasi yang dapat dicapai,
setidaknya di masa awal kehidupan mereka. Populasi yang bersekolah umumnya masih anak-
anak dan remaja atau masih muda. Karena itu, kita dapat mengajarkan perilaku sehat sebelum
mereka mengembangkan kebiasaan yang buruk bagi kesehatan. Kondisi social juga mempunyai
kecenderungan untuk membuat siswa menyalahgunakan obat-obatan atau alcohol, dank arena
itu, mengganti norma tentang kebiasaan hidup sehat akan mempengaruhi siswa dalam jumlah
besar secara bersamaan.
Workplace interventions.
Hampir 70% orang dewasa bekerja, oleh karena itu, penyuluhan di tempat kerja akan
mampu menyentuh populasi sebanyak ini (Haynes, Odenkirchen, & Heimendinger, 1990).
Penyuluhan dalam tempat kerja termasuk program yang membantu pekerja untuk berhenti
merokok, mengurangi stress, mengubah diet mereka, olahraga rutin, mengurangi berat badan,
mengontrol hipertensi, dan membatasi minum-minum.
Tempat kerja juga dapat membuat lingkungan yang membantu seseorang untuk memulai
kebiasaan hidup sehat. Misalnya, beberapa perusahaan melarang merokok di tempat kerja.
Sebagian lainnya menyediakan tempat makan yang menyajikan makanan yang sehat. Beberapa
perusahaan juga memberikan hadiah bagi mereka yang mampu merubah kebiasaan hidup mereka
seperti berhenti merokok.
Sejauh ini, penyuluhan kebiasaan hidup sehat belum dievaluasi secara formal. Namun
jika perusahaan melihat indikasi yang menunjukan program tersebut berhasil, mereka cenderung
melanjutkannya.
Community-based interventions
Ada beberapa jenis komunitas penyuluhan, misalkan mereka yang mendatangi tiap rumah
untuk menginformasikan adanya seminar tentang kanker payudara, selembaran yang
memberitahukan bahaya merokok, dan sebagainya.
Ada beberapa kelebihan yang penting dalam penyuluhan berbasis komunitas. Yang
pertama, penyuluhan lebih mungkin untuk mengenai banyak orang dan tidak terbatas tempatnya
seperti misalnya di sekolah atau di kantor. Kedua, penyuluhan berbasis komunitas dapat
membangun dukungan social dalam menguatkan keinginan dalam menuju kebiasaan hidup sehat.
Ketiga, komunitas ini dapat memantau jika ada masalah dalam proses perubahan-perilaku.
Terakhir, penelitian bahwa komunitas penyuluhan ini memberikan efek positif terhadap praktik
kesehatan.
Meskipun komunitas penyuluhan ini membantu dalam proses penyuluhan kesehatan,
namun beberapa pembuat kebijakan merasa bahwa penyuluhan yang dilakukan dalam bentuk
komunitas ini terlalu mahal untuk perubahan yang akan mereka bawakan. Namun ada beberapa
pendekatan yang mampu menyelesaikan masalah tersebut, misalnya bekerja sama dengan
organisasi yang sudah ada sebelumnya.
The mass media
Salah satu gol dari usaha mempromosikan kesehatan adalah dengan mennyampaikannya
ke orang-orang sebanyak mungkin. Namun, promosi melalui media massa perlu memenuhi
beberapa kualifikasi dulu karena kebanyakan media massa hanya mempromosikan perubahan
perilaku dalam jangka pendek.
Media massa mampu mempengaruhi perilaku akan kesehatan dengan cara yang lebih
banyak, misalnya melalui drama-drama yang ditayangkan. Pemeran-pemeran dalam drama
tersebut dapat menjadi role model yang kemudian akan ditiru oleh orang yangmelihatnya.
Dengan menyampaikan pesan secara berulang-ulang, media massa juga mampu
mempengaruhi kemungkinan dalam perubahan perilaku.
Telephone
Dengan adanya tekanan akan biaya, peneliti mencari cara untuk dapat menyampaikan
penyuluhan akan kesehatan dnegan biaya yang lebih murah, salah satunya yaitu dengan
menggunakan telepon. Bahkan penyuluhan otomatis menggunakan telepon dapat mempengaruhi
perilaku dalam berkesehatan. Dalam studi yang dilakukan, pesan singkat penyuluhan yang
dikirimkan ke pemuda-pemuda, membantu mereka untuk berhenti merokok.
The internet
Internet menyediakan akses murah untuk menyampaikan pesan kepada jutaan orang
tentang informasi, sugesti, dan teknik melalui situs-situs.
Penyuluhan modifikasi kebiasan hidup sehat dengan pendekatan cognitive-behavioral
yang dilakukan melalui internet juga menjanjikan layaknya bertatap muka secara langsung;
mereka memiliki kelebihan seperti biaya yang murah, menghemat waktu terapis, mengurangi
jam tunggu dan waktu perjalanan, dan juga kesediaan akses bagi mereka yang mungkin tidak
mau mencari terapis sendiri. Internet juga memungkinkan peneliti mengambil partisipan dalam
jumlah banyak untuk dilakukan pengambilan data untuk studi tentang kebiasaan berkesehatan.
Kesimpulannya, mengetahui tempat untuk merubah kebiasaan berkesehatan adalah isu
yang penting. Memahami kelebihan dan kekurangan dari tiap-tiap tempat membantu untuk
mengetahui bagaimana penyuluhan dapat sampai ke lingkup yang paling luas dengan biaya
paling murah

Anda mungkin juga menyukai