HEALTH BEHAVIOR
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2014
HEALTH PROMOTION : AN OVERVIEW
Health promotion atau peningkatan kesehatan merupakan filosofi umum yang
menjadi inti dari gagasan bahwa kesehatan yang baik merupakan pencapaian individu maupun
kolektif. Bagi individu, peningkatan kesehatan meliputi perkembangan program tingkah laku
apa saja yang mempengaruhi kesehatan yang baik pada awal kehidupan dan melanjutkannya
sampai dewasa dan masa tua. Bagi praktisi kedokteran, peningkatan kesehatan meliputi
pengajaran bagi orang lain bagaimana cara terbaik untuk mendapatkan gaya hidup sehat dan
membantu orang lain yang memiliki resiko pada beberapa masalah kesehatan, hal ini
dilakukan untuk mempelajari perilaku untuk mengganti atau meninjau resiko tersebut. Bagi
para psikolog, peningkatan kesehatan merupakan perkembangan intervensi dalam menolong
orang lain untuk berlatih melakukan tingkah laku sehat dan mengganti kekurangan yang ada.
Bagi komunitas serta pembuat kebijakan, peningkatan kesehatan meliputi penekanan umum
mengenai kesehatan yang baik, ketersediaan informasi untuk membantu orang-orang dalam
mengembangkan dan memelihara gaya hidup sehat, ketersediaan sumber dan fasilitas yang
dapat membantu orang-orang untuk mengubah perilaku kesehatan yang buruk. Media massa
juga dapat berkontribusi bagi peningkatan kesehatan dengan mengajarkan orang-orang
tentang resiko kesehatan yang diperlihatkan dari perilaku tertentu seperti merokok atau
konsumsi alkohol berlebihan.
Masalah peningkatan kesehatan ini telah berkembang menjadi lebih jelas dan penting
setiap dekadenya. Zaman dahulu, usaha pencegahan didasarkan pada diagnosis awal dari
penyakit untuk mencapai populasi yang sehat, hanya dengan memberi perhatian pada
peningkatan gaya hidup sehat dalam mencegah penyakit. Bagaimanapun, berdasarkan
efektivitasnya, peningkatan kesehatan muncul dengan sukses dan sangat efektif dalam
mencegah penyakit (R.M. Kaplan, 2000), menjadikan contoh jelas yang harus kita ajarkan
kepada orang-orang sebagai dasar gaya hidup sehat sepanjang hidup.
Kebiasaan sehat terkait dengan tujuan personal (R. Eiser & Gentle, 1988). Jika
fitness personal atau pencapaian atletik adalah tujuan yang penting, orang tersebut akan
lebih sering berolahraga atas dasar sesuatu yang rutin dibandingkan jika fitness bukanlah
tujuan personal.
g. Perceived Symptomps
Fear Appeals. Pendekatan sikap untuk mengubah kebiasaan menjadi kebiasaan hidup
sehat sering menggunakan fear appeals. Pendekatan ini berasumsi bahwa jika orang merasa
takut, perasaan tersebut bisa mengganggu kesehatannya, dan orang tersebut akan mengubah
perilaku mereka untuk mengurangi ketakutannya. Perasaan takut adalah perasaan yang dinilai
efektif untuk membantu efektifitas penyampaian pesan. Dengan merasa takut, komunikan
diasumsikan dapat mengubah perilaku sehatnya. Namun, perlu diperhatikan bahwa menstimulasi
perasaan takut saja tidak cukup. Perlu ada rekomendasi yang diberikan kepada komunikan.
Message Framing. Pesan menekankan potensi dari masalah yang sedang dibahas untuk
bisa bekerja lebih baik pada perubahan perilaku kesehatan. Jenis pesan yang disampaikan juga
harus tepat agar bisa memiliki efek yang besar bagi perubahan perilakunya. Orang yang memiliki
orientasi untuk memaksimalkan kesempatan, dapat akan mudah dipengaruhi dengan pesan yang
penuh keuntungan, sedangkan orang yang memiliki orientasi untuk menghindari kerugian, dapat
dengan mudah dipengaruhi dengan pesan yang penuh akan tekanan.
Self-Monitoring
Dalam banyak program modifikasi kognitif-behavioral, self-monitoring merupakan
langkah awal untuk melakukan perubahan tingkah laku. Tujuan dari langkah ini adalah agar
seseorang dapat memahami dimensi-dimensi tingkah laku target sebelum perubahan dilakukan.
Dalam tahap ini juga pasien yang bersangkutan mulai dilibatkan dalam usaha merubah tingkah
lakunya.
Langkah pertama dari self-monitoring adalah belajar bagaimana membedakan tingkah
laku target. Pada beberapa tingkah laku, pembedaan atau diskriminasi mudah dilakukan. Namun
tidak pada tingkah laku lainnya. Misalnya, seorang perokok bisa mengatakan apakah ia sedang
merokok. Tetapi mungkin akan sulit memberitahukan kapan keinginan atau dorongan untuk
merokok muncul. Oleh karenanya pasien akan dilatih untuk dapat memonitor sensasi atau
perubahan di dalam dirinya secara lebih dekat sehingga ia akan lebih mampu mengidentifikasi
tingkah lakunya.
Tahap kedua adalah memetakan tingkah laku. Teknik pemetaan ini bergerak dari mulai
teknik paling mudah seperti mencatat setiap saat tingkah laku dilakukan sampai teknik kompleks
seperti mendokumentasikan situasi di mana tingkah laku terjadi juga perasaan yang dimunculkan
oleh tingkah laku itu. Misalnya, seorang perokok mencatat setiap kali ia merokok. Si perokok
mungkin mencatat kapan ia merokok, saat situasi apa ia merokok, dan, jika ada, keberadaan
seseorang saat merokok. Ia juga mungkin mencatat perasaan “ngidam” subjektif yang muncul
sebelum menyalakan rokok, respon emosional yang mendahului penyalaan rokok (seperti cemas
atau tegang), dan perasaan yang dimunculkan oleh menghisap rokok sebenarnya. Dengan cara
seperti ini perokok tersebut dapat merasakan atau mengetahui di situasi manakah ia memiliki
kemungkinan besar untuk merokok dan setelahnya ia dapat memulai program perubahan-tingkah
laku untuk menghadapinya.
Self-monitoring sejauh ini terlihat sebagai sebuah langkah yang telah dapat mengubah
tingkah laku. Tapi perubahan yang terjadi biasanya hanya bertahan dalam waktu singkat saja,
sehingga diperlukan teknik-teknik lain untuk memantapkan perubahan tersebut.
Classical Conditioning
Pengkondisian klasikal merupakan salah satu prinsip paling awal yang muncul berkaitan
dengan perubahan tingkah laku. Pengkondisian klasikal juga merupakan salah satu metode yang
dimanfaatkan untuk mengubah tingkah laku sehat. Sebagai contoh yaitu dalam perawatan
alkoholisme. Antabuse (stimulus tak terkondisi/unconditioned stimulus) adalah sejenis obat yang
menyebabkan mual dan muntah yang luar biasa (respon tak terkondisi/unconditioned response)
jika dikonsumsi bersamaan dengan alkohol. Seiring dengan berjalannya waktu alkohol akan
terasosiasi dengan respon mual dan muntah (respon tak terkondisi/conditioned respon)meski
antabuse-nya tidak muncul.
Namun pendekatan ini dinilai kurang efektif karena pasien juga bisa belajar apa
sebenarnya yang bisa membuat ia mual dan muntah. Selain itu prosedur ini juga berisiko
terhadap kesehatan sehingga tidak digunakan lagi secara luas.
Intervining with Children and Adolescent
Using the Teachable Moment. Teachable moment mengarah pada fakta bahwa suatu
waktu tertentu lebih baik dibnadingkan waktu yang lain untuk mengajarkan praktek kesehatan
pada seorang individual. Teachable moment bisa juga dikatakan sebagai suatu waktu dimana
waktu tersebut adalah saat yang tepat dalam mengajarkan mengenai praktisi kesehatan pada
seseorang.
Teachable moment banyak muncul pada masa awal anak – anak. Orangtua mempunyai
peluang untuk mengajarkan kepada anak – anak mereka perilaku dasar untuk keselamatan,
misalnya memasang seatbelt saat di mobil atau melihat ke kanan dan kiri saat akan menyeberang
jalan, dan kebiasaan kesehatan yang dasar, seperti lebih baik meminum susu dibandingkan
minum minuman bersoda.
Teachable moment yang lain muncul karena dibangun ke dalam sistem pelayanan
kesehatan. Misalnya pada kunjungan ke dokter gigi, dijelaskan kepada anak dan orangtua
mengenai pentingnya menggosok gigi dengan benar. Di sekolah dasar formal pun sering
penyuluhan tentang bagaimana menyikat gigi yang benar. Hal tersebut digunakan oleh pelayan
kesehatan dalam menerapkan perilaku dasar kesehatan kepada anak – anak dan orangtua.
Tetapi, apakah anak bisa benar – benar belajar tentang kesehatan? Seperti yang kita
ketahui, anak – anak memiliki batas kognitif untuk menyimpan informasi tentang konsep
kesehatan tersebut. Namun demikian, program intervensi dengan anak-anak jelas menunjukkan
bahwa mereka dapat mengembangkan tanggung jawab pribadi untuk aspek kesehatan mereka.
Teachable moment tidak terbatas hanya pada masa kanak – kanak dan remaja. Wanita
hamil juga bisa menunjukan teachable moment untuk beberapa kebiasaan kesehatan, seperti
berhenti merokok dan meningkatkan diet. Mengidentifikasi teachable moment adalah prioritas
yang tinggi untuk primary prevention, yaitu pencegahan primer untuk memberantas faktor
penyebab penyakit sebelum penyakit tersebut berkembang.
Closing the Window of Vulnerability. Sekolah menengah tampaknya menjadi waktu
yang sangat penting bagi perkembangan beberapa kebiasaan terkait kesehatan. Contohnya
pemilihan makanan, diet, ngemil dan lain – lain. Juga ada penggunaan window of vulnerability
untuk merokok dan obat – obatan yang terjadi saat sekolah mengengah, ketika siswa untuk
pertama kalinya mencari tahu tentang hal – hal tersebut pada teman sebaya dan saudara yang
lebih tua.
Adolescent Health Behavior and Adult Health. Sebuah penelitian menunjukan bahwa
pencegahan yang dilakukan pada masa remaja merupakan prediktor yang baik untuk penyakit
kronis yang akan terjadi pada usia lebih dari 45 tahun dibandingkan kebiasaan perilaku sehat
pada saat dewasa. Dengan kata lain, kebiasaan hidup sehat yang dijalankan pada masa remaja
ataupun saat usia mahasiswa bisa jadi menentukan penyakit kronis yang yang diderita seseorang
dan apa yang menyebabkan meninggal pada saat dewasa nanti.
Intervening with At-Risk People
Selain anak-anak dan remaja, orang yang mempunyai risiko berpenyakit juga termasuk
populasi yang rentan terserang penyakit.Maksud dari orang yang mempunyai risiko berpenyakit
adalah mereka yang mempunyai sejarah keturunan mempunyai penyakit tertentu, sepeti kanker,
diabetes, dsb.
Benefits of Focusing on At-Risk People. Banyak manfaat yang bisa diambil bila bekerja
sama dengan orang – orang yang berisiko terkena penyakit. Identifikasi awal terhadap orang-
orang berisiko terserang penyakit mungkin akan mencegah atau mengeliminasi kebiasan buruk
yang dapat meningkatkan kemungkinan terserang penyakit. Contohnya menolong orang yang
berisiko terhadap penyakit jantung dapat menghindarkan kebiasaan merokok atau membuat
mereka berhenti merokok pada usia muda, untuk melemahkan kemungkinan penyakit kronis
tersebut menyerang. Memfokuskan kepada populasi yang berisiko terkena penyakit membuat
kita lebih mudah untuk mengidentifikasi faktor berisiko lainnya yang mungkin berhubungan
dengan faktor yang ditargetkan dalam memproduksi hasil yang tidak diinginkan. Contohnya,
tidak semua orang yang memiliki riwayat penyakit hipertensi pada keluarganya, akan terkena
penyakit hipertensi juga, mungkin saja ada faktor lain yang mempengaruhi dan bisa
teridentifikasi.
Problems of Focusing on At-Risk People. Ada juga hal sulit yang terjadi dalam bekerja
sama dengan orang – orang yang berisiko terkena penyakit. Orang tidak selalu bisa menerima
dengan tepat risiko yang ada pada mereka. Pada umumnya, kebanyakan orang bahkan anak –
anak memiliki ptimisme yang tidak realistis terhadap risiko penyakit yang mereka miliki.
Misalnya, seorang perokok seringkali melebih-lebihkan jumlah orang yang merokok. Ketika
orang-orang merasa bahwa orang lain juga melakukan hal tidak sehat yang sama, mereka
mungkin merasa risiko untuk kesehatannya lebih sedikit (Suls, Wan & Sanders, 1988).
Ethical Issues. Diantara orang-orang yang berisiko terhadap penyakit khusus, hanya
beberapa persen yang akan menderita penyakit tersebut. Beberapa orang, sepert yang cenderung
depresi, mungkin bereaksi buruk secara khusus terhadap prospek atau hasil pengujian secara
genetik dari gangguan kesehatan (S. W. Vernon et al., 1997). Alkoholik saat ini dipercaya
memiliki komponen keturunan, khususnya di kalangan pria, dan belum jelas bagaimana dan
kapan kita seharusnya mengintervensi dengan keturunan dari orang dewasa yang alkoholik.
Health Promotion and Older Adults
Banyak dewasa akhir gagal dalam mempraktikan kebiasaan hidup sehat dengan baik,
karena mereka ragu memiliki kemampuan untuk menjalankannya. Oleh karena itu,
meningkatkan self efficacy dan sehubungan dengan kebiasaan sehat tertentu, seperti aktivitas
fisik, dapat menjadi komponen penting dari setiap intervensi dengan orang dewasa akhir.
Upaya peningkatan kesehatan lansia difokuskan pada beberapa perilaku, diantaranya
memelihara kesehatan, pola makan seimbang, mengembangkan pola hidup latihan yang teratur,
melakukan langkah-langkah untuk mereduksi kecelakaan, mengontrol konsumsi alkohol,
mengurangi merokok, mereduksi penggunaan obat yang tidak tepat, dan memperoleh vaksinasi
serangan flu.
Ethnic and Gender Differences in Health Risks and Habits
Ada perbedaan etnis dan gender dalam kerentanan terhadap risiko kesehatan tertentu, dan
program promosi kesehatan perlu memperhitungkan perbedaan – perbedaan tersebut. Wanita
Afrika-Amerika dan Hispanic lebih sedikit melakukan latihan (gerak badan) daripada wanita
Anglo dan lebih mungkin memiliki berat badan berlebihan. Dalam kaitannya dengan merokok,
wanita Anglo dan Afrika-Amerika lebih besar risikonya daripada wanita Hispanic. Konsumsi
alcohol, pada hakekatnya lebih bermasalah pada pria dibandingkan dengan wanita, dan merokok
lebih bermasalah untuk pria Anglo daripada kelompok lainnya.
Program promosi kesehatan untuk kelompok etnis juga perlu memperhitungkan faktor
risiko lain yang mungkin memengaruhi. Efek kombinasi dari status sosial ekonomi yang rendah
dan memiliki kecenderungan penyakit biologis, bisa menempatkan suatu kelompok ke dalam
kelompok yang sangat memiliki risiko kesehatan.
CHANGING HEALTH HABITS
Attitude Change and Health Behavior
Educational Appeals. Educational appeals membuat asumsi bahwa orang akan
mengubah kebiasaan sehat mereka jika mendapatkan informasi yang benar. Penelitian telah
memberikan beberapa masukan mengenai cara terbaik untuk membujuk orang berpikir untuk
melakukan educational appeals :
Komunikasi harus dielobarasi dan menarik. Hindari hanya menggunakan data statistik
dan jargon, bila memungkinakan komunikator bisa menggunakan sebuah cerita kasus
Komunikator harus seorang ahli, dapat dipercaya, disenangi, dan mirip dengan
komunikan
Argumen harus dinyatakan pada awal dan akhir menyampaikan pesan
Pesan harus pendek, jelas, dan langsung
Pesan harus menyatakan simpulan secara eksplisit.
Pesan yang sifatnya ekstrem mungkin dapat menghambat/mengurangi efektifitas pesan,
namun masih dapat dilakukan dengan titik batasan tertentu.
Untuk pesan dengan konteks penyakit yang dapat dideteksi, lebih baik menggunakan
teknik yang menekankan pada risiko. Untuk pesan dengan konteks perilaku sehat, lebih
baik mkenggunakan teknik yang menekankan pesan pada keuntungan.
Teknik pun dapat disesuaikan dengan komunikan. Jika komunikan menerima pesan
dengan baik, berikan penekanan pada keuntungan dari mengubah kebiasaan berperilaku
sehat. Jika komunikan tidak menolak, maka arahkan intervensi tersebut dengan metode
yang cenderung diskusi dan memberikan pro dan kontra dari setiap pilihan.
Fear Appeals. Pendekatan sikap untuk mengubah kebiasaan menjadi kebiasaan hidup
sehat sering menggunakan fear appeals. Pendekatan ini berasumsi bahwa jika orang merasa
takut, perasaan tersebut bisa mengganggu kesehatannya, dan orang tersebut akan mengubah
perilaku mereka untuk mengurangi ketakutannya. Perasaan takut adalah perasaan yang dinilai
efektif untuk membantu efektifitas penyampaian pesan. Dengan merasa takut, komunikan
diasumsikan dapat mengubah perilaku sehatnya. Namun, perlu diperhatikan bahwa menstimulasi
perasaan takut saja tidak cukup. Perlu ada rekomendasi yang diberikan kepada komunikan.
Message Framing. Pesan menekankan potensi dari masalah yang sedang dibahas untuk
bisa bekerja lebih baik pada perubahan perilaku kesehatan. Jenis pesan yang disampaikan juga
harus tepat agar bisa memiliki efek yang besar bagi perubahan perilakunya. Orang yang memiliki
orientasi untuk memaksimalkan kesempatan, dapat akan mudah dipengaruhi dengan pesan yang
penuh keuntungan, sedangkan orang yang memiliki orientasi untuk menghindari kerugian, dapat
dengan mudah dipengaruhi dengan pesan yang penuh akan tekanan.
Operant Conditioning
Hal utama yang harus diperhatikan dalam operant conditioning adalah jadwal penguat
(reinforcement schedule). Apakah penguat tersebut diberikan setiap kali perilaku yang
diinginkan dimunculkan (continuously reinforcement) atau penguat tersebut diberikan ketika
perilaku yang diinginkan muncul namun tidak secara terus menerus atau dalam waktu yang
bervariasi (variable reinforcement). Psikolog menemukan bahwa, variable reinforcement lebih
efektif karena perilaku yang diinginkan lebih bertahan jika penguat tidak lagi diberikan.
Operant Conditioning to Change Health Behaviors. Tentu saja operant conditioning ini
diperlukan untuk mengubah suatu perilaku. Pada kenyataannya, perilaku seseorang akan
menguat secara positif jika tindakan yang dilakukan akan membuat mereka lebih dekat dengan
tujan mereka. Contohnya, seseorang yang merokok 20 batang sehari, menetapkan jika mereka
berhasil mengurangi 5 batang sehari dalam 2 minggu, mereka dapat pergi ke bioskop. Tahapan
selanjutny, setelah menjadi 15 batang, dikurangi menjadi 10, 5, 4, 3, 1, dan kemudian tidak
merokok lagi.
Modelling
Modelling adalah belajar yang muncul dengan menyaksikan atau melihat perilaku yang
dilakukan orang lain (Bandura, 1969). Observasi dan subsequent modeling bisa menjadi
pendekatan yang sangat efektif untuk mengubah perilaku seseorang. Contohnya, siswa SMA
yang sering mengobservasi dan memperhatikan orang lain mendonorkan darah memiliki
kecenderungan untuk melakukan hal yang sama (Sarason, Pierce, Shearin, & Sayers, 1991).
Hal utama dalam modeling adalah kesamaan. Seseorang yang melihat dirinya serupa
dengan seseorang yang terlibat dalam perilaku yang penuh resiko, mereka akan melakukan hal
tersebut (perilaku mengambil resiko) pada dirinya, namun jika ia melihat dirinya tidak serupa
dengan orang yang sering memunculkan perilaku beresiko, maka ia akan mengubah perilakunya
(Gibbsons & Gerrard, 1995).
Modeling juga merupakan teknik yang sangat penting untuk perubahan perilaku jangka
panjang. Contohnya, dalam program untuk mengurangi perilaku yang meruska (seperti
alkoholik, adiksi obat-obatan, dan sebagainya). Dalam program ini, seseorang yang baru saja
berkomitme untuk mengubah perilaku adiksi bergabung dengan orang-orang yang pernah
memiliki masalah serupa atau setidaknya sukses dalam menyelesaikan masalah adiksi tersebut.
Dalam pertemuan tersebut, mereka saling berbagi metode yang membantu mereka mengatasi
masalahnya tersebut.
Selain itu, Modeling dapat pula digunakan sebagai teknik untuk mengurangi kecemasan
yang dapat meningkatkan perilaku kebiasaan buruk atau ketakutan yang akan dialami ketika
menjalani perilaku sehat, seperti menerima suntikan. Ketakutan tersebut dapat dikurangi dengan
cara mengobservasi model yang terlibat dalam aktivitas yang menakutkan dan mengatasi
ketakutan tersebut dengan cara yang efektif. Ketika modeling digunakan untuk mengurangi
ketakutan atau kecemas, disarankan agar mengobservasi model-model yang juga takut namun
dapat mengontrol kesulitannya dibandingkan dengan mengobservasi model-model yang tidak
menunjukkan rasa takut mereka. Karena model yang menunjukkan ketakutan mereka
menyediakan gambaran nyata mengenai pengalaman tersebut.
Stimulus Control
Dalam pendekatan self-control ini, individu yang menjadi sasaran berperan sebagai
terapis untuk dirinya sendiri, bersamaan dengan bimbingan dari luar, mempelajari bagaimana
mengontrol antecedents dan konsekuensi dari perilaku sasaran yang akan di modifikasi.
Sama seperti, pemeberian hadiah, pemberian hukuman pada diri sendiri (self-
punishment) juga memiliki dua tipe. Pemberian hukuman positif pada diri sendiri (positive self-
punishment) meliputi pemberian stimulus tidak menyenangkan dengan maksud menghukum
perilaku yang tidak diinginkan. Contohnya, pemberian setruman listrik setiap kali seseorang
berkeinginan untuk merokok. Sedangkan pemberian hukuman negative pada diri sendiri
(negative self-punishment) meliputi pengambilan stimulus yang menyenangkan atau penguat
positif yang ada dilingkungan setiap kali perilaku yang tidak diinginkan muncul. Contohnya,
merobek uang setiap kali seseorang merokok melebihi bagian yang diperbolehkan.
Penelitian menyimpulkan: (1) Pemberian hukuman positif pada diri sendiri bekerja lebih
baik dibandingkan pemberian hukuman yang negative dan (2) pemberian hukuman pada diri
sendiri akan bekerja lebih baik jika ditambah dengan teknik pemberian hadiah.
Contingency Contracting. Salah satu bentuk dari pemberian hukuman terhadap diri
sendiri yang sering digunakan untuk memodifikasi perilaku adalah contingency contracting,
dimana individu membuat kontrak dengan orang lain, seperti terapis, merinci hadiah atau
hukuman apa yang bergantung pada performa atau non-performa dari perilaku. Contohnya,
seorang alkoholik yang ingin berhenti mendepositkan uangnya kepada terapisnya dan
merencanakan sebuah perjanjian dimana jika ia mengonsumsi minuman alcohol, ia akan didenda
dan ia akan diberikan hadiah (uang tersebut) sejumlah hari ia tidak mengonsumsi alcohol.
Cognitive Restructuring. Seperti diawal, kebiasaan buruk dan modifikasi merka
seringkali disertai dengan monolog internal, seperti kritik diri (self-criticism) atau memuji diri
(self-praise). Cognitive restructuring melatih seseorang untuk mengenali dan memodifikasi
monolog internal ini untuk mendorong perubahan menjadi perilaku sehat. Kadang, kognisi yang
dimodifikasi adalah antecendents untuk perilaku sasaran. Contohnya, jika seseorang yang ingin
berhenti merokok berfikir bahwa ia lemah dan tidak dapat mengontrol kebiasaan merokoknya,
fikiran ini yang menjadi target untuk diubah. Perokok ini akan dilatih untuk mengembangkan
antecendents kognisinya yang membantu dirinya untuk berhenti merokok (seperti “saya bisa
melakukan ini” atau “saya akan jauh lebih sehat”).
Kognisi juga dapat menjadi konsekuensi dari perilaku sasaran. Contohnya, individu yang
obesitas yang mencoba untuk menurunkan berat badannya mungkin akan ‘mengacaukan’
program pengurangan badannya dengan berperilaku seolah diet sekecil apapun tidak
memberikan harapan untuknya. Ia akan dilatih untuk melaksanakan kognisi penguat diri (self-
reinforcing cognition) diikuti dengan resisten terhadap godaan dan mengonstruksi kritik diri
(self-criticism) yang menghambat.
Dalam beberapa intervensi, klien pertama-tama dilatih untuk memonitor monolog mereka
dalam siatuasi yang memunculkan stress. Dengan ini, mereka dapat mengetahui apa yang mereka
katakana kepada diri mereka saat dalam keadaan stress. Kemudian, mereka diajarkan untuk
memodifikasi instruksi diri (self-instruction) dengan memasukkan konstruksi kognisi lebih.
Misalnya, klien yang sedang berusaha untuk berhenti merokok akan belajar merespon terhadap
rokok dengan berfikir sebagai seseorang yang anti rokok (“merokok menyebabkan kanker”) dan
berfikir nikmatnya tanpa rokok (“makanan akan terasa lebih enak jika saya tidak merokok”).
Untuk meningkatkan frekuensi dari kognisi ini, klien dapat diberikan penguat berupa aktivitas
hadiah, misalnya diperbolehkan makan makanan favorit.
Modeling dapat digunakan untuk melatih klien dalam menstruktur ulang kognisinya.
Terapis pertama-tama mendemonstrasikan restrukturisasi kognisi. Terapis mungkin mampu
melihat situasi yang dapat menimbulkan stress dan memberikan instruksi yang dapat membantu
mengelola diri klien (seperti “tenang, anda melakukannya dengan baik”). Klien kemudian
mencoba untuk mengatasi situasi yang membuatnya stress dan menginstruksikan dirinya dengan
keras. Dengan mengikuti tahapan-tahapan ini, instruksi diri akan menjadi ‘bisikan’, dan akhirnya
menjadi internal.
Meditation and Health Behavior. Belakangan ini, campur tangan CBT terhadap
perubahan perilaku sehat mulai memasukkan pelatihan dalam teknik pengobatan. Fokus ini
berdasarkan dari ide bahwa stress dapat memicu banyaknya perilaku sehat yang rendah, seperti
makan berlebihan, merokok, dan alkoholik. Tujuan dari mindfulness meditation membantu
orang-orang mencapai situasi stress secara sadar dibandingkan bereaksi terhadap situasi tersebut
secara otomatis (Bishop, 2003).
Acceptance and Commitment Therapy (ACT) adalah teknik CBT yang menggunakan acceptance,
mindfulness, dan commitment dalam merubah perilaku. Terkadang, orang-orang sebaiknya keluar
dari pemikiran dan perasaan yang sulit atau mengganggu dan secara sederhana menerimanya
sembari bertahan dengan perbuatan yang diinginkan. Tujuan dari ACT ini adalah mencoba
mengubah pengalaman pribadi dan dengan demikian dapat mencapai komitmen.
Relapse
Masalah paling besar dalam menghadapi modifikasi hidup sehat adalah kecendurang seseorang
untuk kembali ke kebiasaan buruknya berikut perubahan perilaku awal (McCaul et al., 1992)
Kembalinya ke kebiasaan buruk lebih sering terjadi ketika individu memiliki self-efficacy
yang renda dalam melakukakan perilaku sehat dan berekspektasi bahwa perilaku yang tidak
diinginkan akan menjadi penguat (“merokok sebatang akan membuat saya merasa nyaman”)
dibandingkan hukuman (“saya akan sesak napas”) (Witkiewitz & Marlatt, 2004). Kebiasaan
buruk ini juga muncul kembali ketika motivasi atau tujuan mempertahankan perilaku sehat
belum didirikan. Selain itu, seseorang yang hanya memiliki sedikit dukungan sosial dari keluarga
dan teman untuk mempertahankan perilaku sehat juga dapat memunculkan kebiasaan buruk lagi.
Katalis paling ampuh untuk memunculkan kembali kebiasaan buruk adalah pengaruh
negative, seperti ketika seseorang merasa depresi, cemas, dibawah tekanan stress, dan
sebagainya (Witkiewitz & Marlatt, 2004). Momen tertentu yang dapat membuat seseorang
memunculkan kembali kebiasaan buruk mereka adalah ketika mereka memiliki melakukan
kebiasaan tersebut disela-sela waktu dimana mereka seharusnya tidak boleh memunculkan
perilaku tersebut. Abstinence violation effect adalah perasaan kehilangan control yang dihasilkan
ketika seseorang melanggar aturan self-imposed. Hal ini mengakibatkan kebiasaan buruk tersebut
menjadi lebih serius sepanjang tekad mereka goyah.
Namun ada juga kekurangan yang didapatkan: hanya satu tingkah laku individu yang
dapat dirubah pada satu waktu. Apabila perubahan dari kebiasaan sehat ini bisa membuat
peningkatan kerentanan sakit, kita harus mencari jalan untuk merubah tingkah laku sehat yang
tidak memerlukan cara tatap muka satu per satu yang membutuhkan biaya yang mahal.
Venues for Health-Habit Modification
The Health Practitioner’s Office
Banyak orang yang melakukan pertemuan rutin dengan dokter atau ahli kesehatan
lainnya yang mengetahui riwayat medis mereka dan dapat membantu mereka dalam mengubah
kebiasaan akan kesehatan mereka. Beberapa keuntungan dalam mengubah kebiasaan kesehatan
di tempat kerja dokter adalah dokter memiliki sumber yang sangat terpercaya dalam mengubah
kebiasaan kesehatan dan rekomendasi mereka berdasarkan kemahiran mereka dalam bidang
tersebut.
The Family
Akhir-akhir ini, para praktisi kesehatan mulai memberikan penyuluhan kepada keluarga-
keluarga tentang kesehatan. Misalnya anak-anak meniru gaya hidup melalui orang tua mereka,
karena itu memastikan seluruh anggota keluarga melakukan gaya hidup yang sehat memberikan
kesempatan terbaik bagi anak-anak untuk memiliki awal yang sehat dalam hidup mereka. Alasan
lainnya kenapa keluarga dilibatkan dalam penyuluhan gaya hidup sehat adalah karena anggota
keluarga sering terpengaruh oleh kebiasaan kesehatan dari anggota keluarga lainnya, misalkan
anggota keluarga yang menjadi perokok pasif karena adanya perokok aktif di keluarga itu. Yang
terakhir dan yang terpenting, jika gaya hidup sehat diperkenalkan dalam lingkup keluarga, maka
seluruh anggota keluarga akan terlibat, memastikan adanya komitmen yang lebih besar terhadap
program perubahan perilaku dan memberikan dukungan sosial terhadap seseorang yang
ditargetkan untuk merubah kebiasaanya.
Managed care facilities
Seringnya, banyak diantara kita yang mendapatkan layanan kesehatan dari instalasi
kesehatan besar, dibandingkan dari dokter pribadi, dan instalasi tersebut menyediakan
kesempatan dalam edukasi kesehatan secara umum yang sampai pada banyak orang secara
langsung.
Self-help groups
Sekelompok orang yang memiliki masalah kesehatan yang sama berkumpul, dan,
seringnya dengan bantuan konselor, mereka berkumpul dan berusaha untuk menyelesaikan
masalah kesehatan mereka bersama-sama. Banyak pemimpin kelompok ini yang menggunakan
prinsip cognitive-behavioral pada program mereka. Dukungan social dan saling pengertian akan
penderitaan masing-masing dalam kelompok ini juga berperan dalam menghasilkan hasil yang
positif.
Schools
Penyuluhan akan perilaku yang sehat dapat diterapkan melalui sistem di sekolah.
Sebagian besar anak-anak masuk sekolah, oleh karena itu, banyak populasi yang dapat dicapai,
setidaknya di masa awal kehidupan mereka. Populasi yang bersekolah umumnya masih anak-
anak dan remaja atau masih muda. Karena itu, kita dapat mengajarkan perilaku sehat sebelum
mereka mengembangkan kebiasaan yang buruk bagi kesehatan. Kondisi social juga mempunyai
kecenderungan untuk membuat siswa menyalahgunakan obat-obatan atau alcohol, dank arena
itu, mengganti norma tentang kebiasaan hidup sehat akan mempengaruhi siswa dalam jumlah
besar secara bersamaan.
Workplace interventions.
Hampir 70% orang dewasa bekerja, oleh karena itu, penyuluhan di tempat kerja akan
mampu menyentuh populasi sebanyak ini (Haynes, Odenkirchen, & Heimendinger, 1990).
Penyuluhan dalam tempat kerja termasuk program yang membantu pekerja untuk berhenti
merokok, mengurangi stress, mengubah diet mereka, olahraga rutin, mengurangi berat badan,
mengontrol hipertensi, dan membatasi minum-minum.
Tempat kerja juga dapat membuat lingkungan yang membantu seseorang untuk memulai
kebiasaan hidup sehat. Misalnya, beberapa perusahaan melarang merokok di tempat kerja.
Sebagian lainnya menyediakan tempat makan yang menyajikan makanan yang sehat. Beberapa
perusahaan juga memberikan hadiah bagi mereka yang mampu merubah kebiasaan hidup mereka
seperti berhenti merokok.
Sejauh ini, penyuluhan kebiasaan hidup sehat belum dievaluasi secara formal. Namun
jika perusahaan melihat indikasi yang menunjukan program tersebut berhasil, mereka cenderung
melanjutkannya.
Community-based interventions
Ada beberapa jenis komunitas penyuluhan, misalkan mereka yang mendatangi tiap rumah
untuk menginformasikan adanya seminar tentang kanker payudara, selembaran yang
memberitahukan bahaya merokok, dan sebagainya.
Ada beberapa kelebihan yang penting dalam penyuluhan berbasis komunitas. Yang
pertama, penyuluhan lebih mungkin untuk mengenai banyak orang dan tidak terbatas tempatnya
seperti misalnya di sekolah atau di kantor. Kedua, penyuluhan berbasis komunitas dapat
membangun dukungan social dalam menguatkan keinginan dalam menuju kebiasaan hidup sehat.
Ketiga, komunitas ini dapat memantau jika ada masalah dalam proses perubahan-perilaku.
Terakhir, penelitian bahwa komunitas penyuluhan ini memberikan efek positif terhadap praktik
kesehatan.
Meskipun komunitas penyuluhan ini membantu dalam proses penyuluhan kesehatan,
namun beberapa pembuat kebijakan merasa bahwa penyuluhan yang dilakukan dalam bentuk
komunitas ini terlalu mahal untuk perubahan yang akan mereka bawakan. Namun ada beberapa
pendekatan yang mampu menyelesaikan masalah tersebut, misalnya bekerja sama dengan
organisasi yang sudah ada sebelumnya.
The mass media
Salah satu gol dari usaha mempromosikan kesehatan adalah dengan mennyampaikannya
ke orang-orang sebanyak mungkin. Namun, promosi melalui media massa perlu memenuhi
beberapa kualifikasi dulu karena kebanyakan media massa hanya mempromosikan perubahan
perilaku dalam jangka pendek.
Media massa mampu mempengaruhi perilaku akan kesehatan dengan cara yang lebih
banyak, misalnya melalui drama-drama yang ditayangkan. Pemeran-pemeran dalam drama
tersebut dapat menjadi role model yang kemudian akan ditiru oleh orang yangmelihatnya.
Dengan menyampaikan pesan secara berulang-ulang, media massa juga mampu
mempengaruhi kemungkinan dalam perubahan perilaku.
Telephone
Dengan adanya tekanan akan biaya, peneliti mencari cara untuk dapat menyampaikan
penyuluhan akan kesehatan dnegan biaya yang lebih murah, salah satunya yaitu dengan
menggunakan telepon. Bahkan penyuluhan otomatis menggunakan telepon dapat mempengaruhi
perilaku dalam berkesehatan. Dalam studi yang dilakukan, pesan singkat penyuluhan yang
dikirimkan ke pemuda-pemuda, membantu mereka untuk berhenti merokok.
The internet
Internet menyediakan akses murah untuk menyampaikan pesan kepada jutaan orang
tentang informasi, sugesti, dan teknik melalui situs-situs.
Penyuluhan modifikasi kebiasan hidup sehat dengan pendekatan cognitive-behavioral
yang dilakukan melalui internet juga menjanjikan layaknya bertatap muka secara langsung;
mereka memiliki kelebihan seperti biaya yang murah, menghemat waktu terapis, mengurangi
jam tunggu dan waktu perjalanan, dan juga kesediaan akses bagi mereka yang mungkin tidak
mau mencari terapis sendiri. Internet juga memungkinkan peneliti mengambil partisipan dalam
jumlah banyak untuk dilakukan pengambilan data untuk studi tentang kebiasaan berkesehatan.
Kesimpulannya, mengetahui tempat untuk merubah kebiasaan berkesehatan adalah isu
yang penting. Memahami kelebihan dan kekurangan dari tiap-tiap tempat membantu untuk
mengetahui bagaimana penyuluhan dapat sampai ke lingkup yang paling luas dengan biaya
paling murah