Anda di halaman 1dari 32

TUGAS DIETETIK PENYAKIT INFEKSI, DEFISIENSI DAN

PENYAKIT TIDAK MENULAR


“Gout”

OLEH :

SOPIA DELFI
1913211119

DOSEN PEMBIMBING :

NURHAMIDAH, M.BIOMED

WILDA LAILA, M.BIOMED

STIKES PERINTIS PADANG


PROGRAM STUDI S1 GIZI NON REGULER
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang “Gout” ini
dengan tepat waktu. makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah Dietetik penyakit
infeksi, defisiensi dan penyakit tidak menular.
Adapun makalah ini disusun berdasarkan pengamatan dari internet dan buku
yang ada kaitannya dengan makalah yang dibuat. Dalam penyusunan makalah ini
tentunya tidak lepas dari adanya bantuan dari pihak tertentu, oleh karena itu tidak
lupa mengucapkan banyak terimakasih kepada orang tua, teman-teman dan dosen
pembimbing yang telah membantu hingga selesainya makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini menyadari masih banyak kekurangan dan
kelemahannya. Oleh karena itu mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat
untuk para pembaca.

Pekanbaru, 27 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2.Tujuan ........................................................................................................ 2

BAB II ISI

2.1.Gambaran Umum Gout .............................................................................. 3

2.2.Tahapan Gout ............................................................................................. 4

2.3.Tanda dan Gejala Gout............................................................................... 5

2.4.Patofisiologi Gout ...................................................................................... 5

2.5.Penyebab dan Dampak (Etiologi) Gout ..................................................... 8

2.6.Manifestasi Klinis Gout ............................................................................. 10

2.7.Tujuan Diet Gout........................................................................................ 12

2.8.Syarat dan Prinsip Diet Gout...................................................................... 12

2.9.Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan Gout ................. 13

2.10.Pembagian Makanan Sehari Pada Gout ................................................... 14

2.11.Penatalaksanaan Diet Gout ...................................................................... 16

2.12.Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) atau Nutritional Care

Proccess (NCP) pada Gout....................................................................... 16

BAB III PENUTUP

3.1.Kesimpulan ................................................................................................ 28

3.2.Saran ........................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... xii


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Di Indonesia berbagai macam jenis penyakit yang beredar di kalangan
masyarakat. Faktor pencetus banyaknya resiko penyakit yang ditimbulkan berawal
dari kebiasaan makan, pola hidup yang tidak sehat dan kurangnya pengetahuan terkait
informasi kesehatan.
Salah satu penyakit yang banyak terdapat pada masyarakat Indonesia yaitu
gout. Menurut Suharyati, dkk (2020), Gout adalah salah satu penyakit artritis yang
disebabkan oleh metabolism abnormal purin yang ditandai dengan meningkatnya
kadar asam urat dalam darah. Hal ini diikuti dengan terbentuknya timbunan Kristal
berupa garam urat di persendian yang menyebabkan peradangan sendi pada lutut dan
atau jari. Penyebab tingginya asam urat darah (hiperurisemia) termasuk genetika,
obesitas, dan obat-obatan tertentu.
Artritis gout merupakan salah satu penyakit metabolik (metabolic syndrom)
yang terkait dengan pola makan diet tinggi purin dan minuman beralkohol.
Penimbunan kristal monosodium urat (MSU) pada sendi dan jaringan lunak
merupakan pemicu utama terjadinya keradangan atau inflamasi pada gout artritis
(Nuki dan Simkin, 2006). Artritis gout adalah jenis artritis terbanyak ketiga setelah
osteoartritis dan kelompok rematik luar sendi (gangguan pada komponen penunjang
sendi, peradangan, penggunaan berlebihan) (Nainggolan, 2009). Penyakit ini
mengganggu kualitas hidup penderitanya. Peningkatan kadar asam urat dalam darah
(hiperurisemia) merupakan faktor utama terjadinya artritis gout (Roddy dan Doherty,
2010). Masalah akan timbul jika terbentuk kristal-kristal monosodium urat (MSU)
pada sendisendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal berbentuk seperti jarum ini
mengakibatkan reaksi peradangan yang jika berlanjut akan menimbulkan nyeri hebat
yang sering menyertai serangan artritis gout (Carter, 2006). (Widyanto, 2014).
Gout (pirai) adalah penyakit yang sering ditemukan, merupakan kelompok
penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan,
akibat gangguan metabolism berupa hiperurisemia. Manifestasi klinik deposisi urat
meliputi artritis gout, akumulasi kristal di jaringan yang merusak tulang (tofus), batu
urat, dan nefropati gout (Dianati, 2015).
Untuk mengkaji lebih lanjut terkait dengan penyakit hipertensi dan KEP,
maka penulis akan membahas lebih lanjut pada makalah ini.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian gout.
2. Untuk mengetahui fisiologi dan etiologi serta tanda dan gejala dari gout.
3. Untuk mengetahui penentuan status gizi pada gout.
4. Untuk mengetahui masalah gizi pada gout.
5. Untuk mengetahui peran zat gizi pada gout.
6. Untuk mengetahui kebutuhan zat gizi pada gout.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan diet pada gout dengan metode
PAGT/NCP.
BAB II

ISI

2.1. Gambaran Umum Gout

Gout adalah salah satu penyakit artritis yang disebabkan oleh metabolisme
abnormal purin yang ditandai dengan meningkatnya kadar asam urat dalam darah.
Hal ini diikuti dengan terbentuknya timbunan Kristal berupa garam urat di persendian
yang menyebabkan peradangan sendi pada lutut dan atau jari. Penyebab tingginya
asam urat darah (hiperurisemia) termasuk genetika, obesitas, dan obat-obatan tertentu
(Suharyati dkk, 2020).

Artritis gout adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh
dunia. Artritis gout atau dikenal juga sebagai artritis pirai, merupakan kelompok
penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan
atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstraseluler. Gangguan
metabolisme yang mendasarkan artritis gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan
sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl untuk pria dan 6,0 ml/dl untuk
wanita (Tehupeiory, 2006). Sedangkan definisi lain, artritis gout merupakan penyakit
metabolik yang sering menyerang pria dewasa dan wanita posmenopause. Hal ini
diakibatkan oleh meningkatnya kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia) dan
mempunyai ciri khas berupa episode artritis gout akut dan kronis (Schumacher dan
Chen, 2008). (Widyanto, 2014).

Menurut American College of Rheumatology, gout adalah suatu penyakit dan


potensi ketidakmampuan akibat radang sendi yang sudah dikenal sejak lama,
gejalanya biasanya terdiri dari episodik berat dari nyeri inflamasi satu sendi. Gout
adalah bentuk inflamasi artritis kronis, bengkak dan nyeri yang paling sering di sendi
besar jempol kaki. Namun, gout tidak terbatas pada jempol kaki, dapat juga
mempengaruhi sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut, lengan, pergelangan
tangan, siku dan kadang di jaringan lunak dan tendon. Biasanya hanya
mempengaruhi satu sendi pada satu waktu, tapi bisa menjadi semakin parah dan dari
waktu ke waktu dapat mempengaruhi beberapa sendi. Gout merupakan istilah yang
dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya
konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Penyakit asam urat atau gout merupakan
penyakit akibat penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh sehingga
menyebabkan nyeri sendi disebut Gout artritis (Wiraputra & Tjokorda, 2017).

2.2. Tahapan Gout


Menurut Dianati (2015), tahapan gout terbagi menjadi beberapa tahap yaitu :
a. Tanpa gejala
Pada tahap ini terjadi kelebihan asam urat tetapi tidak menimbulkan gejala
klinik. Penderitan hiperurisemia ini harus di upayakan untuk menurunkan
kelebihan urat tersebut dengan mengubah pola makan atau gaya hidup.
b. Gout akut
Pada tahap ini gejalanya muncul tiba– tiba dan biasanya menyerang satu
atau beberapa persendian. Sakit yang di rasakan penderita sering di mulai
di malam hari, dan rasanya berdenyut-denyut atau nyeri seperti di tusuk
jarum. Persendian yang terserang meradang, merah, terasa panas dan
bengkak. Rasa sakit pada persendian tersebut mungkin dapat berkurang
dalam beberapa hari, tapi bisa muncul kembali pada interval yang tidak
menentu. Serangan susulan biasanya berlangsung lebih lama, pada
beberapa penderita berlanjut menjadi artritis gout yang kronis, sedang di
lain pihak banyak pula yang tidak akan mengalaminya lagi.
c. Interkritikal
Pada tahap ini penderita mengalami serangan asam urat yang berulang–
ulang tapi waktunya tidak menentu.
d. Kronis.
Pada tahap ini masa kristal asam urat (tofi) menumpuk di berbagai
wilayah jaringan lunak tubuh penderitanya. Penumpukan asam urat yang
berakibat peradangan sendi tersebut bisa juga di cetuskan oleh cidera
ringan akibat memakai sepatu yang tidak sesuai ukuran kaki, selain terlalu
banyak makan yang mengandung senyawa purin (misal jeroan), konsumsi
alkohol, tekanan batin (stress), karena infeksi atau efek samping
penggunaan obat–obat tertentu (diuretic).

2.3. Tanda dan Gejala Gout


Menurut Dianati (2015), tanda dan Gejala Artritis Gout yaitu :
a. Akut
Serangan awal gout berupa nyeri yang berat, bengkak dan berlangsung cepat,
lebih sering di jumpai pada ibu jari kaki. Ada kalanya serangan nyeri di sertai
kelelahan, sakit kepala dan demam.
b. Interkritikal
Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode
interkritikal asimtomatik. Secara klinik tidak dapat ditemukan tanda-tanda
radang akut.
c. Kronis
Pada gout kronis terjadi penumpukan tofi (monosodium urat) dalamjaringan
yaitu di telinga, pangkal jari dan ibu jari kaki.

2.4. Patofisiologi Gout

Dalam keadaan normal, kadar asam urat di dalam darah pada pria dewasa
kurang dari 7 mg/dl, dan pada wanita kurang dari 6 mg/dl. Apabila konsentrasi asam
urat dalam serum lebih besar dari 7 mg/dl dapat menyebabkan penumpukan kristal
monosodium urat. Serangan gout tampaknya berhubungan dengan peningkatan atau
penurunan secara mendadak kadar asam urat dalam serum. Jika kristal asam urat
mengendap dalam sendi, akan terjadi respon inflamasi dan diteruskan dengan
terjadinya serangan gout. Dengan adanya serangan yang berulang – ulang,
penumpukan kristal monosodium urat yang dinamakan thopi akan mengendap
dibagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga. Akibat penumpukan
Nefrolitiasis urat (batu ginjal) dengan disertai penyakit ginjal kronis (Wiraputra &
Tjokorda, 2017).

Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal monosodium urat


dari depositnya dalam tofi (crystals shedding). Pada beberapa pasien gout atau
dengan hiperurisemia asimptomatik kristal urat ditemukan pada sendi
metatarsofalangeal dan patella yang sebelumnya tidak pernah mendapat serangan
akut. Dengan demikian, gout ataupun pseudogout dapat timbul pada keadaan
asimptomatik. Pada penelitian penulis didapat 21% pasien gout dengan asam urat
normal. Terdapat peranan temperatur, pH, dan kelarutan urat untuk timbul serangan
gout. Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperatur lebih rendah pada sendi
perifer seperti kaki dan tangan, dapat menjelaskan mengapa kristal monosodium urat
diendapkan pada kedua tempat tersebut. Predileksi untuk pengendapan Kristal
monosodium urat pada metatarsofalangeal-1 (MTP-1) berhubungan juga dengan
trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut (Wiraputra & Tjokorda,
2017).

 Aktivasi komplemen

Kristal urat dapat mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur klasik dan
jalur alternatif. Melalui jalur klasik, terjadi aktivasi komplemen C1 tanpa peran
immunoglobulin. Pada keadaan monosodium urat tinggi, aktivasi sistem komplemen
melalui jalur alternatif terjadi apabila jalur klasik terhambat. Aktivasi C1 melalui
jalur klasik menyebabkan aktivasi kolikrein dan berlanjut dengan mengaktifkan
Hageman factor (Faktor XII) yang penting dalam reaksi kaskade koagulasi. Ikatan
partikel dengan C3 aktif (C3a) merupakan proses opsonisasi. Proses opsonisasi
partikel mempunyai peranan penting agar partikel tersebut mudah untuk dikenal,
yang kemudian difagositosis dan dihancurkan oleh neutrofil, monosit dan makrofag.
Aktivasi komplemen C5 (C5a) menyebabkan peningkatan aktivitas proses kemotaksis
sel neutrofil, vasodilatasi serta pengeluaran sitokin IL-1 dan TNF. Aktivitas C3a dan
C5a menyebabkan pembentukan membrane attack complex (MAC). Membrane ini
merupakan komponen akhir proses aktivasi komplemen yang berperan dalam ion
chanel yang bersifat sitotoksik pada sel patogen maupun sel host. Hal ini
membuktikan bahwa melalui jalur aktivasi cascade komplemen kristal urat
menyebabkan proses peradangan melalui mediator IL-1 dan TNF serta sel radang
neutrofil dan makrofag.

 Aspek selular

Pada proses inflamasi, makrofag pada sinovium merupakan sel utama dalam
proses peradangan yang dapat menghasilkan berbagai mediator kimiawi antara lain
IL-1, TNF, IL-6 dan GM-CSF (Granulocyte-Macrophage Colony- Stimulating
Factor). Mediator ini menyebabkan kerusakan jaringan dan mengaktivasi berbagai sel
radang. Kristal urat mengaktivasi sel radang dengan berbagai cara sehingga
menimbulkan respon fungsional sel dan gene expression. Respon fungsional sel
radang tersebut antara lain berupa degranulasi, aktivasi NADPH oksidasi gene
expression. Sel radang melalui jalur signal transduction pathway dan berakhir dengan
aktivasi transcription factor yang menyebabkan gen berekspresi dengan
mengeluarkan berbagai sitokin dan mediator kimiawi lain. signal transduction
pathway melalui 2 cara yaitu: dengan mengadakan ikatan dengan reseptor (cross-link)
atau dengan langsung menyebabkan gangguan nonspesifik pada membrane sel.

Ikatan dengan reseptor pada sel membrane akan bertambah kuat apabila
kristal urat berikatan sebelumnya dengan opsonin, misalnya ikatan immunoglobulin
(Fc dan IgG) datau dengan komplemen (C1q C3b). Kristal urat mengadakan ikatan
cross-link dengan berbagai reseptor, seperti reseptor adhesion molecule (integrin),
nontyrosin kinase, reseptor Fc, komplemen dan sitokin serta aktivasi reseptor melalui
tirosin kinase dan second messenger akan mengaktifkan transcription factor.
Gambar 1. Patofisiologi Gout.

2.5. Penyebab dan Dampak (Etiologi) Gout


Etiologi dari artritis gout meliputi usia, jenis kelamin, riwayat medikasi,
obesitas, konsumsi purin dan alkohol. Pria memiliki tingkat serum asam urat lebih
tinggi daripada wanita, yang meningkatkan resiko mereka terserang artritis gout.
Perkembangan artritis gout sebelum usia 30 tahun lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan wanita. Namun angka kejadian artritis gout menjadi sama antara kedua
jenis kelamin setelah usia 60 tahun. Prevalensi artritis gout pada pria meningkat
dengan bertambahnya usia dan mencapai puncak antara usia 75 dan 84 tahun
(Weaver, 2008). (Widyanto, 2014).
Menurut Wiraputra & Tjokorda (2017), Etiologi penyakit gout terbagi
menjadi 2 yaitu :
1. Gout primer
Penyebab kebanyakan belum diketahui (idiopatik). Hal ini diduga berkaitan
dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang menyebabkan gangguan
metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat.
Hiperurisemia atau berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh dikatakan dapat
menyebabkan terjadinya gout primer.
Hiperurisemia primer adalah kelainan molekular yang masih belum jelas
diketahui. Berdasarkan data ditemukan bahwa 99% kasus adalah gout dan
hiperurisemia primer. Gout primer yang merupakan akibat dari hiperurisemia primer,
terdiri dari hiperurisemia karena penurunan ekskresi (80-90%) dan karena produksi
yang berlebih (10-20%). Hiperurisemia karena kelainan enzim spesifik diperkirakan
hanya 1% yaitu karena peningkatan aktivitas varian dari enzim
phosporibosylpyrophosphatase (PRPP) synthetase, dan kekurangan sebagian dari
enzim hypoxantine phosporibosyltransferase (HPRT). Hiperurisemia primer karena
penurunan ekskresi kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik dan menyebabkan
gangguan pengeluaran asam urat yang menyebabkan hiperurisemia. Hiperurisemia
akibat produksi asam urat yang berlebihan diperkirakan terdapat 3 mekanisme :
- Pertama, kekurangan enzim menyebabkan kekurangan inosine monopospate
(IMP) atau purine nucleotide yang mempunyai efek feedback inhibition
proses biosintesis de novo.
- Kedua, penurunan pemakaian ulang menyebabkan peningkatan jumlah PRPP
yang tidak dipergunakan. Peningkatan jumlah PRPP menyebabkan biosintesis
de novo meningkat.
- Ketiga, kekurangan enzim HPRT menyebabkan hipoxantine tidak bisa diubah
kembali menjadi IMP, sehingga terjadi peningkatan oksidasi hipoxantine
menjadi asam urat.

2. Gout Sekunder
Gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu kelainan yang
menyebabkan peningkatan biosintesis de novo, kelainan yang menyebabkan
peningkatan degradasi ATP atau pemecahan asam nukleat dan kelainan yang
menyebabkan sekresi menurun. Hiperurisemia sekunder karena peningkatan
biosintesis de novo terdiri dari kelainan karena kekurangan menyeluruh enzim HPRT
pada syndome Lesh-Nyhan, kekurangan enzim glukosa-6 phosphate pada glycogen
storage disease dan kelainan karena kekurangan enzim fructose-1 phosphate aldolase
melalui glikolisis anaerob. Hiperurisemia sekunder karena produksi berlebih dapat
disebabkan karena keadaan yang menyebabkan peningkatan pemecahan ATP atau
pemecahan asam nukleat dari dari intisel. Peningkatan pemecahan ATP akan
membentuk AMP dan berlanjut membentuk IMP atau purine nucleotide dalam
metabolisme purin, sedangkan hiperurisemia akibat penurunan ekskresi
dikelompokkan dalam beberapa kelompok yaitu karena penurunan masa ginjal,
penurunan filtrasi glomerulus, penurunan fractional uric acid clearence dan
pemakaian obat- obatan.

2.6. Manifestasi Klinis Gout


Gambaran klinis artritis gout terdiri dari artritis gout asimptomatik, artritis
gout akut, interkritikal gout, dan gout menahun dengan tofus. Nilai normal asam urat
serum pada pria adalah 5,1 ± 1,0 mg/dl, dan pada wanita adalah 4,0 ± 1,0 mg/dl.
Nilai-nilai ini meningkat sampai 9-10 mg/ dl pada seseorang dengan artritis gout
(Carter, 2006) (Widyanto, 2014).
Pada tahap pertama hiperurisemia bersifat asimptomatik, kondisi ini dapat
terjadi untuk beberapa lama dan ditandai dengan penumpukan asam urat pada
jaringan yang sifatnya silent. Tingkatan hiperurisemia berkolerasi dengan terjadinya
serangan artritis gout pada tahap kedua (Sunkureddi et al, 2006). Radang sendi pada
stadium ini sangat akut dan yang timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien
tidur tanpa ada gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan
tidak dapat berjalan. Biasanya bersifat monoartikuler dengan keluhan utama berupa
nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam,
menggigil dan merasa lelah (Tehupeiory, 2006) (Widyanto, 2014).
Serangan artritis gout akut terjadi ditandai dengan nyeri pada sendi yang berat
dan biasanya bersifat monoartikular. Pada 50% serangan pertama terjadi pada
metatarsophalangeal1 (MTP-1) yang biasa disebut dengan podagra. Semakin lama
serangan mungkin bersifat poliartikular dan menyerang ankles, knee, wrist, dan
sendi-sendi pada tangan (Sunkureddi et all, 2006). Serangan akut ini dilukiskan
sebagai sembuh beberapa hari sampai beberapa minggu, bila tidak terobati, rekuren
yang multipel, interval antara serangan singkat dan dapat mengenai beberapa sendi
(Tehupeiory, 2006). Ketika serangan artritis gout terjadi eritema yang luas di sekitar
area sendi yang terkena dapat terjadi. Meskipun serangan bersifat sangat nyeri
biasanya dapat sembuh sendiri dan hanya beberapa hari. Setelah serangan terdapat
interval waktu yang sifatnya asimptomatik dan disebut juga stadium interkritikal
(Sunkureddi et al, 2006). Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauma
lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stres, tindakan operasi, pemakaian obat
diuretik atau penurunan dan peningkatan asam urat. Penurunan asam urat darah
secara mendadak dengan alopurinol atau obat urikosurik dapat menimbulkan
kekambuhan (Tehupeiory, 2006) (Widyanto, 2014).
Stadium interkritikal merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi
periode interkritik asimptomatik. Walaupun secara klinis tidak didapatkan tanda-
tanda radang akut, namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini
menunjukkan bahwa proses peradangan tetap berlanjut, walaupun tanpa keluhan.
Keadaan ini dapat terjadi satu atau beberapa kali pertahun, atau dapat sampai 10
tahun tanpa serangan akut. Apabila tanpa penanganan yang baik dan pengaturan asam
urat yang tidak benar, maka dapat timbul serangan akut lebih sering yang dapat
mengenai beberapa sendi dan biasanya lebih berat (Tehupeiory, 2006). Kebanyakan
orang mengalami serangan artritis gout berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun
jika tidak diobati (Carter, 2006). Segera setelah serangan akut terjadi penderita
mungkin mengalami proses yang terus berlanjut, meskipun bersifat asimptomatik
apabila terapi antiinflamasi tidak diberikan pada waktu yang cukup, yaitu beberapa
hari setelah serangan akut berhenti. Setelah itu terdapat jeda waktu yang lama
sebelum serangan berikutnya. Selama waktu ini deposit asam urat kemungkinan
meningkat secara silent (Mandell, 2008) (Widyanto, 2014).
Stadium gout menahun ini umumnya pada pasien yang mengobati sendiri
sehingga dalam waktu lama tidak berobat secara teratur pada dokter. Artritis gout
menahun biasanya disertai tofus yang banyak dan terdapat poliartikuler (Tehupeiory,
2006). Tofus terbentuk pada masa artritis gout kronis akibat insolubilitas relatif asam
urat. Awitan dan ukuran tofus secara proporsional mungkin berkaitan dengan kadar
asam urat serum. Bursa olekranon, tendon achilles, permukaan ekstensor lengan
bawah, bursa infrapatelar, dan heliks telinga adalah tempat-tempat yang sering
dihinggapi tofus. Secara klinis tofus ini mungkin sulit dibedakan dengan nodul
rematik. Pada masa kini tofus jarang terlihat dan akan menghilang dengan terapi yang
tepat (Carter, 2006). Pada tofus yang besar dapat dilakukan ekstirpasi, namun
hasilnya kurang memuaskan. Lokasi tofus yang paling sering pada cuping telinga,
MTP-1, olekranon, tendon Achilles dan jari tangan. Pada stadium ini kadang-kadang
disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun (Tehupeiory, 2006).
Pada artritis gout kronis yang menyerang banyak sendi dapat menyerupai artritis
reumatoid. Penderita dapat timbul tofus subkutaneus pada area yang mengalami
gesekan atau trauma. Tofus tersebut dapat serng diduga sebagai nodul reumatoid
(Mandell, 2008) (Widyanto, 2014).

2.7. Tujuan Diet Gout


Menurut Suharyati dkk (2020), tujuan diet gout yaitu :
1. Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal.
2. Menurunkan kadar asam urat dalam darah dan urin.

2.8. Syarat dan Prinsip Diet Gout


Menurut Suharyati dkk (2020), syarat dan prinsip diet gout yaitu :
1. Energi sesuai dengan kebutuhan tubuh. Bila berat badan berlebih atau
kegemukan, asupan energi sehari dikurangi secara bertahap sebanyak 500-
1000 kalori dari kebutuhan energi normal hingga tercapai berat badan normal.
2. Protein cukup, yaitu 1,0-1,2 g/kg BB atau 10-15% dari kebutuhan energi total.
3. Hindari bahan makanan sumber protein yang mempunyai kandungan purin
>150 mg/100 g.
4. Lemak rendah atau sedang, yaitu 10-20% dari kebutuhan energi total. Lemak
berlebih dapat menghambat pengeluaran asam urat atau purin melalui urin.
5. Karbohidrat dapat diberikan lebih banyak, yaitu 65-75% dari kebutuhan
energi total. Mengingat kebanyakan pasien gout artritis mempunyai berat
badan lebih, maka dianjurkan untuk menggunakan sumber karbohidrat
komplek.
6. Vitamin dan mineral cukup sesuai dengan kebutuhan.
7. Cairan disesuaikan dengan urin yang dikeluarkan setiap hari. Rata-rata asupan
cairan yang dianjurkan adalah 2-2,5 liter/hari.

2.9. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan Gout


Menurut Suharyati dkk (2020), bahan makanan yang dianjurkan dan tidak
dianjurkan yaitu :
Bahan Makanan yang Makanan yang Dibatasi Makanan yang Dihindari
Diperbolehkan
Kandungan purin dapat Kandungan purin sedang Kandungan purin tinggi
diabaikan (dapat dimakan (9-100 mg purin/100 g (100-1000 mg purin/100 g
setiap hari) yaitu nasi, ubi, bahan makanan) maksimal bahan makanan) yaitu
singkong, jagung, roti, 50-75 g (1-1½ ptg)/hari otak, hati, jantung, ginjal,
mie, bihun, tepung beras, yaitu daging, ikan atau jeroan, ekstrak daging
pudding, susu rendah unggas atau satu mangkuk (kaldu kental), bebek, ikan
lemak, telur, minyak, (100 g) sayuran atau sarden, makarel, remis dan
margarin, gula, sayuran kacang-kacangan kering kerang.
dan buah-buahan. Menurut 25 g. Daging, ayam, ikan,
Almatsier (2004) buah- udang, kacang kering dan
buahan (kecuali sayuran hasil olah (seperti tahu dan
dalam kelompok 2). tempe), asparagus, bayam,
daun singkong, kangkung
dan daun melinjo.
2.10. Pembagian Makanan Sehari Pada Gout
Menurut Suharyati dkk (2020), contoh bahan makanan sehari dan nilai gizi
yaitu :
Bahan DPR DPR DPR I DPR DPR I DPR II
Makanan I II II
Berat (g) Satuan Penukar URT
Nasi 400 450 4 4,5 3 gelas 3 gelas
Telur 50 50 1 1 1 btr 1 btr
Ikan 40 40 1 1 1 ptg sdg 1 ptg sdg
Ayam 50 50 1 1 1 ptg sdg 1 ptg sdg
Tempe 50 50 1 1 1 ptg sdg 1 ptg sdg
Sayuran 250 250 2,5 2,5
Pepaya 220 220 2 2 2 ptg sdg 2 ptg sdg
Apel 170 170 2 2 2 ptg sdg 2 ptg sdg
Susu skim 20 20 1 1 4 sdm 4 sdm
Minyak 15 15 3 3 3 sdt 3 sdt

Nilai Gizi
DPR I DPR II
Energi 1500 kkal 1700 kkal
Protein 65 gr 69 g
Lemak 43 gr 43 g
Karbohidrat 212 gr 257 g
Kalsium 354 mg 373 mg
Besi 7 mg 7,9 mg
Vitamin A 3295 RE 4267 RE
Vitamin C 236 mg 237 mg
Natrium 219 mg 252 mg
Pembagian Makanan Sehari
Waktu dan DPR I Penukar DPR II Penukar
Bahan 1500 Kal 1700 Kal
Makanan
Pagi
Nasi 100 g = ¾ gls 1 150 g = 1 gls 1,5
Telur ayam 50 g = 1 btr 1 50 g = 1 btr 1
Sayuran 50 g = ½ gls ½ 100 g = 1 gls 1
Minyak 5 g = 1 sdt 1 5 g = 1 sdt 1
Susu skim 20 g = 4 sdm 1 20 g = 4 sdm 1
bubuk
Pukul 10.00
Buah 100 g = 1 ptg sdg 1 100 g = 1 ptg sdg 1
Siang
Nasi 150 g = 1 gls 1,5 150 g = 1 gls 1,5
Ikan 40 g = 1 ptg sdg 1 40 g = 1 ptg sdg 1
Tempe 25 g = 1 ptg sdg ½ 25 g = 1 ptg sdg ½
Sayuran 100 g = 1 gls 1 100 g = 1 gls 1
Buah 100 g = 1 ptg sdg 1 100 g = 1 ptg sdg 1
Minyak 5 g = 1 sdt 1 5 g = 1 sdt 1
Pukul 16.00
Buah 100 g = 1 ptg sdg 1 100 g = 1 ptg sdg 1
Malam
Nasi 150 g = 1 gls 1,5 150 g = 1 gls 1,5
Ayam 50 g = 1 ptg sdg 1 50 g = 1 ptg sdg 1
Tempe 25 g = 1 ptg sdg ½ 25 g = 1 ptg sdg ½
Sayuran 100 g = 1 gls 1 100 g = 1 gls 1
Buah 100 g = 1 ptg sdg 1 100 g = 1 ptg sdg 1
Minyak 5 g = 1 sdt 1 5 g = 1 sdt 1

Contoh Menu (Diet purin rendah II (1700 kkal))


Menurut Almatsier (2004), berikut contoh menu diet rendah purin II (1700 kkal) :
Pagi Malam
Nasi Nasi
Telur ceplok air Semur ayam
Tumis labu siam + wortel Pepes tahu
Susu skim Tumis kacang panjang
Pisang raja

Siang Selingan pagi dan siang


Nasi Semangka/pisang kukus
Ikan bakar
Tempe goreng
Cah sawi dan wortel
Pepaya

2.11. Penatalaksanaan Diet Gout


Menurut Almatsier (2004), diet gout diberikan kepada pasien dengan gout
dan/atau batu asam urat dengan kadar asam urat >7,5 mg/dl. Diet ini terdiri dari dua
jenis, yaitu :
a. Diet purin rendah I / DPR I (1500 kkal)
b. Diet purin rendah II / DPR II (1700 kkal)

2.12. Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) atau Nutritional Care Proccess
(NCP) pada Gout
Menurut Suharyati dkk (2020), pengkajian gizi penyakit gout seperti sebagai
berikut :
1. Antropometri : hasil analisis Indeks Massa Tubuh (IMT) <18,5 kg/m2
untuk dewasa, atau IMT <22 kg/dl untuk usia lanjut (>65 tahun).
2. Biokimia :
a. Asam urat wanita : 2,4 – 5,7 mg/dl
b. Laki-laki : 3,4-7,0 mg/dl
3. Klinik/fisik : adanya penurunan berat badan >20% dalam waktu 1 tahun,
>10% dalam 6 bulan, >7,5% dalam 3 bulan, >5% dalam 1 bulan atau 1-
2% dalam 1 minggu. Badan tampak kurus, kehilangan lemak subkutan
dan kehilangan massa otot.
4. Riwayat gizi.
CONTOH KASUS :

Berikut contoh kasus menurut Kartika (2013) :

Tn. M 70 tahun, merupakan pensiunan ABRI dengan BB 60 kg, TB 165 cm,


pasien merupakan pasien rawat jalan dengan keluhan nyeri pada jari-jari tangan sejak
2 tahun yang lalu, yang memberat dalam 3 bulan ini. Nyeri hanya dirasakan pada
tangan kanan. Nyeri terkadang hilang ketika pasien meminum obat. Jika sedang nyeri
maka pada jari tangan kanan akan terasa panas. Terkadang pada jari-jari ini terdapat
bengkak dan sangat nyeri serta kaku. Pasien tidak mengeluhkan nyeri pada sisi lain.
Pasien juga tidak mengeluh nyeri dan kaku di pagi hari yang lebih dari satu jam.
BAK dan BAB tidak ada keluhan. Selain itu, pasien juga mengeluhkan kepala terasa
tidak nyaman dan tekuknya terasa tegang sejak dua tahun yang lalu. Awalnya pasien
tiba-tiba merasa tubuhnya sebelah kanan tiba-tiba hilang rasa. Kemudian keluarganya
membawa pasien kerumah sakit dan pasien dikatakan mempunyai penyakit stroke
dengan tekanan darah tinggi. Sejak itu pasien rutin memeriksakan diri dan berobat ke
puskesmas. Selain itu, pasien juga menderita gout, obat yang diberikan yaitu
nifedipine, allopurinol, dan indometachine. Hasil anamnesa diet didapatkan bahwa
makanan kesukaan Tn.M adalah soto Makassar yang isinya terdiri dari jeroan, paru,
babat, hati, otak, dan daging sapi, minimal sekali seminggu pasien makan soto
Makassar tersebut.

Hasil pemeriksaan : TD 170/90 mmHg, suhu 370C, nadi 100x/menit, asam urat 8,9
mg/dl.

Hasil anamnesa diet pasien adalah :

Pagi : bubur ayam (1 ½ P) + kerupuk (1 bks kcl) + teh (1 gelas)

Snack : tahu isi (1 ptg)

Siang : nasi (2 p) + dendeng sapi (1p) + tempe bacem (1p) + oseng kacang panjang
(1p)
Snack : black forest (1 ptg)

Malam : nasi (2p) + soto Makassar (1 mangkok).

Recall :

Waktu Menu Bahan Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat


(g) (kkal) (gram) (gram) (gram)
Beras 75 270,7 5 0,5 59,6
putih
Bubur
Daging 100 284,9 26,9 19 0
ayam
ayam
Minyak 2,5 21,6 0 2,5 0
Pagi
Kerupuk 10 54,9 0,6 2,8 6,7
Kerupuk
Minyak 5 43,1 0 5 0
Teh 3 1,5 0 0 0,3
The Gula 13 50,3 0 0 13
pasir
Tahu 50 38 4,1 2,4 0,9
Bihun 10 38,1 0 0 9,1
Toge 5 3 0,3 0,2 0,2
kacang
Snack Tahu isi hijau
Wortel 5 1,3 0 0 0,2
Tepung 5 18,2 0,5 0,1 3,8
terigu
Minyak 5 43,1 0 5 0
Beras 100 360,9 6,7 0,6 79,5
Nasi
putih
Dendeng Daging 50 134,4 12,4 9 0
sapi sapi
Siang Tempe Tempe 50 99,5 9,5 3,8 8,5
bacem Gula aren 13 48 0,1 0 12,2
Oseng Kacang 100 34,9 1,9 0,3 7,9
kacang panjang
panjang Minyak 2,5 21,6 0 2,5 0
Telur 22,5 34,9 2,8 2,4 0,2
ayam
Telur 7,5 20,8 1,4 1,6 0,2
Black
Snack ayam
forest
bagian
kuning
Coklat 6,25 21,4 1,2 1,5 0,7
bubuk
Gula 13 50,3 0 0 13
pasir
Margarin 2,5 15,9 0 1,8 0
Coklat 10 47,7 0,4 3 6,3
Whipping 20 57,7 0,5 6 0,6
cream
Cherry 10 6,3 0,1 0 1,3
Beras 100 360,9 6,7 0,6 79,5
Nasi
putih
Hati sapi 10 16,1 2,4 0,5 0,3
Babat 10 8,3 1,5 0,2 0
Malam
Soto Otak 10 16 1,1 1,3 0
makassar Paru 10 14,5 2,5 0,4 0
Daging 10 26,9 2,5 1,8 0
sapi
Jumlah 2266 91,4 75 304,3

A. Identitas Pasien
Nama : Tn.M
Umur : 70 tahun
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 60 kg
Keluhan :
- Nyeri – nyeri pada jari
- Terkadang pada jari-jari terdapat bengkak dan sangat nyeri serta kaku.
- Jika sedang nyeri jari tangan terasa panas.
- Kepala terasa tidak nyaman dan tengkuknya terasa tegang sejak 2 tahun lalu.
Diagnosa : Gout komplikasi hipertensi.

B. Skrinning Gizi

Resiko Ringan Resiko Sedang Resiko Tinggi


Berat badan turun 2,5 – 5 Berat badan turun 5-7,5 kg Berat badan turun > 7,5 kg
kg dalam 6 bulan terakhir. dalam 6 bulan terakhir. dalam 6 bulan terakhir.
RBW = 80-120% RBW = 70-80% atau 120- RBW = <70% atau
130% >130%.
IMT = 20-25 kg/m2 IMT = 17-18 atau 30-35 IMT = <17 kg/m2 atau >35
kg/m2 kg/m2
Mual/muntah ringan, diare Mual/muntah Malabsorpsi
berkepanjangan, diare
Nafsu makan menurun Tidak ada nafsu makan Mendapat makanan
perantara dan/MLP
Gangguang mengunyah Decubitus ringan dan atau Decubitus berat atau luka
atau menelan terbuka lainnya terbuka yang tak kunjung
sembuh.
Hipertensi Gagal ginjal Menderita penyakit
pancreas berat
Atherosclerosis, Stadium awal penyakit Kanker stadium lanjut
peningkatan profil lemak kanker dan / kemoterapi dengan kekeksia
darah
Menjalani operasi ringan Menjalani operasi berat Menjalani operasi saluran
cerna
Anemia Diabetis tidak terkontrol Malnutrisi
Ulkus Gangguan saluran cerna, Pasien di ICU luka bakar
pendarahan saluran cerna
Istirahat di tempat tidur Menderita penyakit Mengalami sepsis
jantung kongetiv
Dehidrasi ringan Stroke Trauma multiple
Albumin 3,2 – 3,4 mg/dl Albumin 2,8 – 3,1 mg/dl Albumin <2,8 mg/dl
Total limfosit 1200-1500 Total limfosit 900-1200 Total limfosit <900 sel/m3
sel/m3 sel/m3
Depresi ringan Depresi sedang Depresi berat
Demam ringan Lainnya Lainnya
Dari skrinning diatas disimpulkan bahwa pasien beresiko ringan.

Pasien dikatakan beresiko tinggi Bila terdapat 1 atau lebih faktor resiko
tinggi atau 3 atau lebih dari faktor resiko
sedang atau 6 atau lebih faktor resiko
ringan.
AHLI GIZI HARUS MELAKUKAN
PENILAIAN STATUS GIZI SECARA
LENGKAP PERLU DILAKUKAN
EVALUASI KEMBALI DALAM 3-5
HARI.
Pasien dikatakan beresiko sedang Bila terdapat 2 atau lebih faktor resiko
sedang atau 4-6 faktor resiko ringan.
AHLI GIZI HARUS MENEMUI
PASIEN PALING LAMBAT DALAM 3
HARI, LAKUKAN PENILAIAN
STATUS GIZI YANG DIPERLUKAN
EVALUASI KEMBALI 3-5 HARI.
Pasien dikatakan beresiko ringan Bila terdapat <4 faktor resiko ringan, cek
kembali dalam 7-10 hari.

Interaksi Obat yang Dikonsumsi :


a. Nifedipine
- Indikasi :
Pengobatan dan pencegahan insufisiensi coroner (terutama angina pectoris
setelah infark jantung) dan sebagai terapi tambahan pada hipertensi.
- Interaksi obat :
a. Penggunaan nifedipine bersamaan dengan betha-bloker mempotensi efek
antihipertensi nifedipine.
b. Penggunaan nifedipine bersamaan dengan betha-bloker bersamaan pada
pasien dengan insufisiensi jantung, terapi harus dimulai dengan dosis kecil
dan pasien harus dimonitor dengan sangat hati-hati.
c. Penggunaan nifedipine bersamaan dengan simetidin (tidak pada raniditin)
meningkatkan konsentrasi plasma dan efek antihipertensi nifedipine.
- Efek samping : gangguan pencernaan, hipotensi, bengkak, jantung berdebar,
sakit kepala, letargi, menggigil, hidung tersumbat dan sesak nafas.
b. Allopurinol
- Indikasi :
Gout dan hiperurisemia
- Interaksi obat :
a. Gejala hipersensitifitas seperti ekspoliatif, demam, limfodenopati,
arthralgia, eosinophilia.
b. Reaksi kulit : pruritis, makulopapular gangguan gastrointestinal, mual,
diare, sakit kepala, vertigo, mengantuk, gangguan mata dan rasa.
c. Gangguan darah : leukopenia, trombositopenia, anemia hemolitik, anemia
aplastik.
- Efek samping :
Reaksi hipersensitifitas : ruam mokulopopular didahului pruritus, urtikaria,
eksfoliatif dan lesi pupura, dermatitis, nefritis, faskulitis, dan syndrome
poliartritis. Demam, eosinophilia, kegagalan hati dan ginjal, mual, muntah,
diare, rasa mengantuk, sakit kepala, dan rasa logam.
c. Indomectachine
Digunakan untuk mengurangi panas dan bengkak, golongan ini memerlukan
pembatasan Na (garam).
C. Assesment
Antropometri - Berat badan 60 kg
- Tinggi badan 165 cm
- BBI = (TB-100) – 10% (TB-100)
= (165-100) – 10% (165-100)
= 65-6,5 = 58,5 kg.

IMT = = = 22,03 (normal).

BBR = = = 92,30 kg/m2 (normal).

Biokimia - Asam urat 8,9 mg/dl (tinggi)


Fisik/klinis - TD 170/90 mmHg (tinggi)
- Suhu 370C (normal)
- Denyut nadi 100x/menit (normal)
- Nyeri-nyeri pada jari
- Terkadang pada jari-jari terdapat bengkak dan sangat nyeri serta
kaku
- Jika sedang nyeri tangan terasa panas.
- Kepala terasa tidak nyaman dan tengkuknye terasa tegang sejak 2
tahun lalu.
Dietary history Hasil anamnesa diet didapatkan bahwa makanan kesukaan Tn.M adalah
soto Makassar yang isinya terdiri dari jeroan, paru, babat, hati, otak, dan
daging sapi, minimal sekali seminggu pasien makan soto Makassar
tersebut.
Hasil recall :
- E = 2266 kkal
- P = 91,4 gram.
- L = 75 gram.
- KH = 304,3 gram.
Audit gizi :
- E= = 119,26% (baik)

- P= = 152, 33% (lebih)

- L= = 236,82% (lebih)

- KH = = 88,52% (baik)

Aktifitas fisik -

D. Diagnosis Gizi
1. Domain Intake
a. Kelebihan Intake lemak (NI-51.2) disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan yang berhubungan dengan makanan dan nutrisi dibuktikan
dengan audit lemak yaitu 236,82% (lebih).
b. Kelebihan intake protein (NI-52.2) disebabkan oleh kepercayaan yang
salah terhadap makanan dan nutrisi dibuktikan dengan audit protein yaitu
152,33% (lebih).
2. Domain Klinis
a. Perubahan nilai laboratorium terkait zat gizi khusus (NC-2.2) disebabkan
oleh kelainan metabolism purin dalam tubuh dibuktikan dengan hasil
pemeriksaan laboratorium asam urat yaitu 8,9 mg/dl (tinggi).
3. Domain Behaviour
a. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan makanan/zat gizi (NB-1.1)
disebabkan oleh keyakinan atau perhatian yang salah mengenai makanan,
zat gizi dan masalah-masalah lain berhubungan dengan makanan/zat gizi
dibuktikan dengan Tn. M sangat menyukai soto Makassar dengan isi
jeroan, paru, babat, hati, otak dan daging sapi. Pasien juga jarang
mengkonsumsi sayur dan buah dan sebagian besar makanan yang
dikonsumsi sehari-hari selain tinggi purin juga tinggi lemak.
Konsumsi : Dari diagnosa gizi diatas dapat disimpulkan bahwa domain yang paling
diutamakan adalah domain perilaku. Diharapkan dengan perbaikan dan peningkatan
pengetahuan yang berhubungan dengan gizi maka dapat memperbaiki intake
makanan dengan pola makan bergizi seimbang, dengan perbaikan intake tersebut
maka akan diharapkan juga dapat memperbaiki domain klinis.

E. Intervensi Gizi
1. Tujuan diet.
- Mempertahankan status gizi normal
- Memperbaiki pola makan pasien
- Menurunkan kadar asam pasien
- Menurunkan tekanan darah.
2. Jenis diet
DPR (diet purin rendah) III dan RG (rendah garam) II.
3. Perhitungan zat gizi
Energi = (13,5 x 60 kg) + 487
= 1297 kkal.
Faktor aktifitas= 1,76 x 1297 kkal
= 2282,72 kkal
+ 2396,86 kkal - 2168,58 kkal
Energi DPR III = 1900 kkal
+ 1995 kkal - 1805 kkal
Protein = 60 x 1 gram = 60 gram
+ 63 gram - 57 gram
%Protein = = 12,63%

Lemak =

+ 33,25 gram - 30,09 gram

Karbohidrat =

+ 360,95 gram - 326,57 gram.


4. Prinsip diet
a. Energi cukup
b. Protein rendah
c. Lemak sedang
d. Karbohidrat tinggi
e. Rendah purin
f. Rendah garam
g. Vitamin dan mineral cukup
h. Cairan cukup
i. Serat cukup
5. Syarat diet
a. Energi cukup sebesar 1900 kkal sesuai kebutuhan untuk mempertahankan
berat badan normal dan sebagai sumber tenaga.
b. Protein diberikan rendah sebesar 60 gram untuk mengurangi kadar asam
urat agar produksi purin endogenus tidak terlalu cepat sehingga mencegah
peningkatan purin.
c. Lemak diberikan sedang sebesar 31,67 gram agar tidak menghambat
pengeluaran asam urat melalui urin.
d. Karbohidrat diberikan tinggi sebesar 343,76 gram terutama sumber
karbohidrat kompleks, untuk membantu meningkatkan pengeluaran asam
urat darah melalui urin.
e. Rendah purin agar tidak meningkatkan kadar asam urat dalam darah.
f. Rendah garam yaitu sebesar 2 gram/hari, jumlah Na 600-800 mg/hari.
g. Cukup vitamin dan mineral untuk menunjang metabolisme dalam tubuh.
h. Serat cukup 25-30 gram/hari untuk mencegah konstipasi.
i. Air hingga 2,5 L/hari untuk membantu mengeluarkan asam urat melalui
urin.
6. Rute
Oral
7. Frekuensi
3 kali makanan utama 3 kali makanan selingan
8. Bentuk makanan
Makanan biasa sedikit lunak
9. Edukasi gizi
Topik : diet penyakit gout
Sasaran : Tn.M dan keluarga
Metode : diskusi, ceramah dan Tanya jawab
Waktu : ± 30 menit
Alat peraga : leaflet dan food model
Materi :
1. Makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan untuk penderita gout dan
hipertensi.
2. Kebutuhan zat gizi pasien dan pentingnya peranan zat gizi bagi pasien.

F. Monitoring dan Evaluasi


1. Monitoring
- Perubahan nilai laboratorium asam urat pasien.
- Tekanan darah pasien.
- Status gizi pasien.
- Pola makan pasien.
2. Evaluasi
- Keluhan-keluhan akibat penyakit yang di derita.
- Daya terima pasien terhadap diet yang dianjurkan.
- Perubahan status gizi pasien.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Gout adalah salah satu penyakit artritis yang disebabkan oleh metabolisme
abnormal purin yang ditandai dengan meningkatnya kadar asam urat dalam darah.
Hal ini diikuti dengan terbentuknya timbunan Kristal berupa garam urat di persendian
yang menyebabkan peradangan sendi pada lutut dan atau jari. Penyebab tingginya
asam urat darah (hiperurisemia) termasuk genetika, obesitas, dan obat-obatan
tertentu.
Etiologi dari artritis gout meliputi usia, jenis kelamin, riwayat medikasi,
obesitas, konsumsi purin dan alkohol. Pria memiliki tingkat serum asam urat lebih
tinggi daripada wanita, yang meningkatkan resiko mereka terserang artritis gout.
Perkembangan artritis gout sebelum usia 30 tahun lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan wanita. Namun angka kejadian artritis gout menjadi sama antara kedua
jenis kelamin setelah usia 60 tahun. Prevalensi artritis gout pada pria meningkat
dengan bertambahnya usia dan mencapai puncak antara usia 75 dan 84 tahun.
Gambaran klinis artritis gout terdiri dari artritis gout asimptomatik, artritis
gout akut, interkritikal gout, dan gout menahun dengan tofus. Nilai normal asam urat
serum pada pria adalah 5,1 ± 1,0 mg/dl, dan pada wanita adalah 4,0 ± 1,0 mg/dl.
Nilai-nilai ini meningkat sampai 9-10 mg/ dl pada seseorang dengan artritis gout.
Diet pada penyakit gout disebut dengan diet rendah purin. Diet rendah purin
terbagi menjadi 2 bagian yaitu diet rendah purin I dan diet rendah purin II. Jenis
bahan makanan yang ama dikonsumsi pada penderita gout seperti nasi, singkong,
tepung beras, buah-buahan, dan lain sebagainya.

3.2. Saran
Sebaiknya menelusuri sumber informasi lainnya terkait Gout guna menambah
pengetahuan terkait dengan penyakit tersebut dan cara penanganannya.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2004. Penuntun Diet. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka


Utama.

Dianati, Nur Amalina. 2015. Gout And Hyperuricemia. Artikel Review Majority Vol.
4 No. 3.

Kartika, Feny. 2013. Kasus Gout. https://id.scribd.com/doc/178376993/Kasus-Gout-


Tika.

Suharyati, dkk. 2020. Penuntun Diet dan Terapi Gizi Persatuan Ahli Gizi Indonesia
dan Asosiasi Dietisien Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wiraputra, Ida Bagus Made Andy dan Tjokorda Raka Putra. 2017. Gout Arhtritis.
Denpasar : Universitas Udayana, Fakultas Kedokteran.

Widyanto, Fandi Wahyu. 2014. Arthtritis Gout dan Perkembangannya. Jurnal :


Volume 10 No. 2.

Anda mungkin juga menyukai