Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH INTERAKSI OBAT DAN MAKANAN

“PENGARUH OBAT TERHADAP BAYI DAN ANAK”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6

DEVI YASINTA PO.71.31.1.17.007


LIA APRILAH PO.71.31.1.17.014
TANSIKA R SIRA PO.71.31.1.17.026

PRODI : DIPLOMA IV GIZI


DOSEN PEMBIMBING :
1. Dr. Drs. Sonlimar Mangunsong, Apt, M.Kes
2. Vera Astuti, S.Farm, Apt, M.Kes

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


JURUSAN GIZI
TAHUN AKADEMIK 2018-2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah tentang ‘’PENGARUH OBAT TERHADAP BAYI DAN ANAK’’ sebagai
salah satu tugas terstruktur dalam mata kuliah “Interaksi Obat dan Makanan”, dimana di
dalamnya membahas tentang bagaiamana pengaruh obat terhadap bayi dan anak.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya. Pada kesempatan ini kami kelompok 6 menyampaikan
terima kasih kepada Bapak/Ibu pembimbing mata kuliah “Interaksi Obat dan Makanan” yang
telah membimbing kami hingga hasil makalah ini dapat kami presentasikan. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini . Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Palembang, 27 April 2019


 

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................ 3

2.1 Pengertian Interaksi Obat Terhadap Makanan...............................................................3


2.2 Pengertian Bayi dan Anak..............................................................................................3
2.3 Pengaruh Pemberian Obat Pada Bayi dan Anak............................................................4
a. Absorpsi Obat...............................................................................................................4
b. Distribusi Obat.............................................................................................................5
c. Metabolisme Obat........................................................................................................5
d. Ekskresi Obat...............................................................................................................6
2.4 Obat yang Boleh dan Tidak Boleh Dikonsumsi Bayi dan Anak.................................6
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Obat Pada Bayi...............................................9
2.6 Pemberian Obat Pada Bayi dan Anak............................................................................9

BAB III PENUTUP.............................................................................................................14

3.1 Kesimpulan....................................................................................................................14
3.2 Saran..............................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................. 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi
obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Efek-efeknya bisa
meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki
sebelumnya. Modifikasi efek suatu obat lain yang diberikan bersamaan, bila dua atau lebih obat
berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan suatu obat berubah.

Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang pertama, interaksi obat
dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat. Yang kedua, interaksi obat dapat
menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius, karena meningkatnya efek samping
dari obat- obat tertentu. Resiko kesehatan dari interaksi obat ini sangat bervariasi, bisa hanya
sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa pula fatal.

Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila tercampur dengan
bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun obat-obatan. Interaksi juga
terjadi pada berbagai kondisi kesehatan seperti diabetes, penyakit ginjal atau tekanan darah
tinggi. Dalam hal ini terminologi interaksi obat dikhususkan pada interaksi obat dengan obat. 

Dalam interaksi obat-obat, obat yang mempengaruhi disebut presipitan, sedangkan obat yang
dipengaruhi disebut objek. Contoh presipitan adalah aspirin, fenilbutazon dan sulfa. Object drug
biasanya bersifat mempunyai kurva dose-response yang curam (narrow therapeutic margin),
dosis toksik letaknya dekat dosis terapi (indeks terapi sempit). Contoh : digoksin, gentamisin,
warfarin, dilantin, obat sitotoksik, kontraseptif oral, dan obat-obat sistem saraf pusat.

Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Interaksi yang
menguntungkan, misalnya (1) Penicillin dengan probenesit: probenesit menghambat sekresi
penicillin di tubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar penicillin dalam plasma dan dengan
demikian meningkatkan efektifitas dalam terapi gonore; (2) Kombinasi obat anti hipertensi:
meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping: (3) Kombinasi obat anti kanker: juga
meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping (4) kombinasi obat anti tuberculosis:
memperlambat timbulnya resistansi kuman terhadap obat; (5) antagonisme efek toksik obat oleh
antidotnya masing-masing.

Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau
mengurangi efektifitas obat yang berinteraksi, jadi terutama bila menyangkut obat dengan batas
keamanan yang sempit, misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitotastik.
Demikian juga interaksi yang menyangkut obat-obat yang biasa digunakan atau yang sering
diberikan bersama tentu lebih penting daripada obat yang dipakai sekali-kali.

1
Proses farmakokinetik pada bayi pada dasarnya sama dengan proses farmakokinetik pada orang
dewasa dengan beberapa perbedaan – perbedaan yang disebabkan oleh immaturitas organ –
organ yang membawa berbagai perbedaan fungsional.

1.2 Rumusan Masalah


1.       Apa pengertian dari interaksi obat dan makanan ?

2.       Apa yang dimaksud bayi dan anak ?

3.       Bagaimana pemberian obat pada bayi ?

4.       Bagaimana proses distribusi obat pada bayi dan anak ?

5.       Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi obat pada anak ?

6.       Apa saja obat yang tidak diperbolehkan untuk bayi ?

7. Bagaimana cara pemakaian obat yang benar untuk bayi ?

1.3 Tujuan
Agar setiap mahasiswa mengetahui berbagai macam interaksi obat – obatan dengan makanan
khususnya yang ada kaitannya dengan bayi dan anak.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Interaksi Obat terhadap Makanan


Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-
obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Efek-efeknya bisa
meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki
sebelumnya. Modifikasi efek suatu obat lain yang diberikan bersamaan, bila dua atau lebih obat
berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan suatu obat berubah.

Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang pertama, interaksi obat
dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat. Yang kedua, interaksi obat dapat
menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius, karena meningkatnya efek samping
dari obat- obat tertentu. Resiko kesehatan dari interaksi obat ini sangat bervariasi, bisa hanya
sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa pula fatal.

2.2 Pengertian Bayi dan Anak


Masa bayi dimulai dari usia 0-12 bulan yang ditandai dengan pertumbuhan dan perubahan
fisik yang cepat disertai dengan perubahan dalam kebutuhan zat gizi (Notoatmodjo, 2007).
Selama periode ini, bayi sepenuhnya tergantung pada perawatan dan pemberian makan oleh
ibunya. Nursalam, dkk (2005) mengatakan bahwa tahapan pertumbuhan pada masa bayi dibagi
menjadi masa neonatus dengan usia 0-28 hari dan masa pasca neonatus dengan usia 29 hari-12
bulan. Masa bayi merupakan bulan pertama kehidupan kritis karena bayi akan mengalami
adaptasi terhadap lingkungan, perubahan sirkulasi darah, serta mulai berfungsinya organ-organ
tubuh, dan pada pasca neonatus bayi akan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat (Perry &
Potter, 2005).

Anak menurut WHO berada pada rentang usia 0 – 18 tahun dan belum menikah. Sedangkan
menurut American of Pediatric tahun 1998 batasan usia anak yaitu mulai dari fetus (janin)
hingga usia 21 tahun. Periode usia perkembangan anak adalah periode pranatal (konsepsi hingga
kelahiran), masa bayi (lahir sampai 1 tahun), masa kanak-kanak awal (1 sampai 6 tahun), masa
kanak-kanak pertengahan (6 sampai 11 atau 12 tahun) dan periode kanak-kanak akhir (11 sampai
19 tahun) (Wong, 2009).

3
2.3 Pengaruh Pemberian Obat pada Bayi dan Anak
Pemberian dosis obat pada bayi perlu pertimbangan yang seksama karena adanya perbedaan
antara bayi dan orang dewasa sehubungan dengan farmakokinetika dan farmakologi obat.
Penggunaan obat pada bayi harus dipertimbangkan secara khusus karena adanya perbedaan laju
perkembangan organ, sistem dalam tubuh maupun enzim yang bertanggung jawab terhadap
metabolisme dan ekskresi obat. Oleh karena itu, dalam pengobatan, bayi dan anak tidak dapat
diperlakukan sebagai orang dewasa berukuran kecil. Dosis, bentuk sediaan maupun rute
pemberiannya harus diperhatikan, agar tercapai hasil terapi yang optimum.

Proses fisiologis yang mempengaruhi variabel farmakokinetika pada bayi berubah secara
bermakna pada tahun pertama kehidupan, khususnya selama beberapa bulan pertama. Oleh sebab
itu, harus diberikan perhatian khusus pada farmakokinetika obat pada usia tersebut.

A. ABSORPSI OBAT

Faktor yang mempengaruhi absorpsi obat meliputi :

1. Aliran Darah pada Tempat Pemberian Obat

Absorpsi setelah suntikan intramuskuler atau sub kutan pada bayi baru lahir seperti pada
orang dewasa sangat tergantung pada kecepatan aliran darah ke daerah otot atau daerah
sub kutan tempat suntikan.

Bayi yang sakit, memerlukan suntikan intramuskuler namun pada bayi massa otot yang
dimiliki sangat sedikit. Kondisi ini diperumit dengan adanya pengurangan perfusi perifer
sehingga menyebabkan absorpsi berjalan lambat karena obat tetap tinggal di otot. Apabila
perfusi meningkat secara tiba-tiba, akan menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah
obat yang memasuki sirkulasi sehingga terjadi konsentrasi obat yang tinggi dan
menimbulkan ketoksikan.

2. Fungsi Saluran Cerna

Perubahan biokimia dan fisiologis yang bermakna terjadi pada saluran cerna neonatus
tidak lama setelah bayi lahir. Pada bayi cukup bulan (full term), sekresi asam lambung
terjadi tidak lama setelah kelahiran dan meningkat perlahan setelah beberapa jam. Pada
bayi prematur, sekresi asam lambung terjadi lebih lambat dengan konsentrasi tertinggi
terjadi pada usia 4 hari. Oleh karenanya, obat yang dinonaktifkan oleh sekresi asam
lambung sebaiknya tidak diberikan secara oral.

Waktu pengosongan lambung diperpanjang (sampai 6 atau 8 jam) pada kurang lebih hari
pertama kehidupan. Oleh karena itu, obat dapat diabsorpsi dengan lebih sempurna di
dalam lambung terutama untuk obat yang diabsorpsi di dalam lambung. Sedangkan untuk
obat yang diabsorpsi di dalam usus, efek terapeutiknya tertunda. Peristaltis pada bayi

4
baru lahir berjalan lambat sehingga jumlah obat yang diabsorbsi lebih banyak sehingga
dapat menimbulkan toksisitas. Aktivitas enzim saluran cerna cenderung lebih rendah
pada bayi baru lahir daripada orang dewasa. Bayi baru lahir memiliki konsentrasi asam
empedu dan lipase yang rendah yang dapat menurunkan absorpsi obat yang larut lipid.

Perbedaan komposisi tubuh dan kesempurnaan pertumbuhan hati dan fungsi ginjal juga
merupakan sumber yang potensial dalam hal farmakokinetika obat yang berhubungan dengan
umur. Dalam kelompok ini diperlukan pertimbangan khusus untuk bayi yang berumur kurang
dari 4 minggu, karena kemampuannya memperlakukan obat-obat sering berbeda dari bayi-bayi
yang lebih tua. Pada umumnya, fungsi hepatik belum tercapai sampai minggu ketiga. Proses
oksidasi pada bayi berkembang cukup baik, tetapi ada kekurangan enzim konjugasi. Sebagai
tambahan, beberapa obat menunjukkan penurunan ikatan albumin plasma pada bayi. Bayi yang
baru lahir memiliki aktivitas ginjal 30-50% dibandingkan orang dewasa. Obat-obat yang sangat
bergantung pada ekskresi ginjal akan mengalami kenaikan waktu-paruh eliminasi yang tajam.
Sebagai contoh, penisilin sebagian besar akan diekskresi melalui ginjal (Shargel dan Yu, 1985).

B. DISTRIBUSI OBAT

Proses distribusi obat dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh

1. Komposisi Tubuh

Neonatus memiliki presentase air sebesar 70%-75% sedangkan pada orang dewasa 50%-
60%. Presentase air pada neonatus full-term 70% dari berat badannya dan pada neonatus pre-
term 85% dari berat badannya. Bayi pre-term memiliki lemak lebih sedikit dibandingkan
bayi full-term. 40% dari berat badan neonatus merupakan cairan ekstrasel yang berperan
penting untuk menentukan konsentrasi obat pada reseptor. Dengan kata lain, bayi memiliki
cairan ekstrasel yang lebih banyak dibanding orang dewasa sehingga konsentrasi obat pada
reseptor lebih banyak yang pada akhirnya dapat menimbulkan ketoksikan. Oleh karena itu,
diperlukan pengaturan dosis pada bayi.

2. Ikatan Obat pada Protein Plasma

Ikatan obat-protein plasma pada neonatus pada umumnya kurang kuat. Kemampuan
ikatan protein yang kurang ini mungkin disebabkan oleh perbedaan kualitatif dan
kuantitatif pada protein plasma neonatus dan juga karena adanya substrat-substrat
eksogen dan endogen pada plasma. Kurang kuatnya kemampuan ikatan obat-protein ini
menyebabkan konsentrasi obat bebas dalam plasma meningkat sehingga dapat
meningkatkan timbulnya toksisitas.

C. METABOLISME OBAT

Aktivitas metabolisme obat pada neonatus lebih rendah daripada orang dewasa. Hal ini
menyebabkan laju klirens obat lambat dan waktu paruh eliminasi obat panjang. Suatu obat

5
mungkin saja dieliminasi dalam beberapa hari pada dewasa tetapi memerlukan beberapa
minggu untuk dieliminasi pada neonatus. Adanya hal-hal semacam ini menyebabkan
perubahan dosis obat pada bayi dan anak.

Pada neonatus dimana si ibu menerima obat yang dapat menginduksi maturitas secara dini
pada enzim hepatis janin, maka kemampuan neonatus untuk memetabolisme obat tertentu
akan lebih besar daripada neonatus dimana si ibu tidak menerima obat serupa.

D. EKSKRESI OBAT

Eliminasi ginjal merupakan rute utama pada obat-obat antimikrobial. Eliminasi ginjal sangat
bergantung pada Glomerolus Filtration Rate (GFR) dan sekresi tubular. Kedua fungsi ini
belum berkembang secara sempurna pada neonatus dan akan menjadi sempurna pada usia 2
tahun. GFR pada neonatus sekitar 30% GFR dewasa. Oleh karena itu, pada bayi, obat dan
metabolit aktif yang diekskresi lewat urin cenderung terakumulasi. Akibatnya, obat-obat
yang diekskresi dengan filtrasi glomerulus (seperti digoksin dan gentamisin) dan obat-obat
yang sangat terpengaruh sekresi tubuler (misalnya penisilin) paling lambat diekskresi pada
bayi baru lahir.

Renal Blood Flow (RBF) atau aliran darah ginjal akan mempengaruhi laju eliminasi obat
oleh ginjal. Klirens suatu obat akan meningkat secara bermakna pada awal masa kanak
setelah usia 1 tahun. Hal ini terutama dikarenakan relatif meningkatnya eliminasi renal dan
hepatik suatu obat pada anak dibanding dewasa. Karenanya, dosis obat yang akan diberikan
pada bayi dan anak harus disesuaikan.

2.4 Obat yang Boleh dan Tidak Boleh Dikonsumsi Untuk Bayi dan Anak

Seperti dikutip dari buku Your Baby Month by Month karangan Su Laurent dan Peter Reader,
yang diterbitkan Esensi, ada beberapa jenis obat untuk bayi, yaitu:
 Jenis obat cair. Kebanyakan obat-obatan khusus untuk bayi dibuat dalam bentuk cairan
(sirup). Cara termudah untuk memberikannya adalah melalui pipet (tabung suntik khusus
untuk obat), usahakan untuk mengarahkan obat ke dinding dalam pipi bayi dan bukan ke
pangkal tenggorokan sehingga bayi tidak tersedak.
 Jenis obat supositoria. Jenis obat ini biasanya diberikan pada bayi melalui anus. Caranya
masukkan obat yang ujungnya berbentuk seperti peluru ke lubang anus, lalu rapatkan
kedua belah pantat bayi selama beberapa saat agar obat tidak terdorong keluar lagi.
 Jenis obat tetes. Obat ini biasanya diberikan sebagai obat tetes mata, obat telinga atau
obat untuk mengatasi masalah di hidung.

6
1. Obat yang Boleh Digunakan Bayi

•  Antikoagulan – warfarin

•  Sulfonamide, kecuali pada bayi dengan defisiensi G-6-PD.

•  Antimalaria ; pirimetamin, dapson, sulfadoksin.

•  Metronidazol

•  Antiinflamasi

•  Aspirin dosis rendah

•  Antikonvulsan ; natrium valproat, karbamazepin, etosuksimid.

•  Labelatol, verapamil, hidralazin.

•  Antibiotika.

2. Obat yang tidak boleh digunakan Bayi

•  Antikoagulan ; fenindion & etilbiskumasetat, menyebabkan kekurangan protrombin pd bayi.

•  Tetrasiklin & aminoglikosida, menyebabkan pewarnaan gigi, gangguan pertumbuhan tulang,


flora usus bayi.

•  Kloramfenikol, toksisitas pada bayi.

•  Penisilin, menyebabkan anafilaksis.

•  Ampisilin, menyebabkan diare dan kandidiasis pada bayi.

•  Antituberkulosis ; INH, menyebabkan defisiensi piridoksin pada bayi.

•  Siklofosfamid, metotreksat, obat antineoplastik/imunosupresif, kontraindikasi saat menyusui

•  Aspirin dosis tinggi, mempengaruhi trombosit bayi.

•  Barbiturat, diazepam, antihistaminika menimbulkan gejala depresi pada bayi.

•  Primidon, menimbulkan depresi susunan saraf pusat pada bayi.

•  Heroin dosis tinggi, menyebabkan koma pada bayi.

•  Petidin, mengganggu susunan saraf pusat.

7
•  Amitriptilin & nortriptilin, efek farmakologik pada bayi.

•  Klorpromazin, menyebabkan pusing & letargi pada bayi.

•  Alkohol, menyebabkan depresi susunan saraf pusat.

•  Teofilin, menyebabkan iritabilitas pada bayi.

•  Estrogen dosis tinggi, menyebabkan penurunan produksi air susu, poliferasi dan epitel vagina

pada bayi perempuan dan ginekomastia pada bayi laki-laki.

•  Antiaritmia dan amiodaron, menyebabkan brakardia pada bayi.

•  Alkaloid ergot, menimbulkan gejala intoksikasi ergot.

•  Derivat antrakinon dan fenoltalein, menyebabkan diare pada bayi.

1) Aspirin

Aspirin, yang terkadang ditulis sebagai salisilat atau asam asetilsalisilat, masuk ke dalam salah
satu obat untuk anak yang tidak dianjurkan. Alasannya karena dalam banyak kasus, pemberian
aspirin pada anak sering dikaitkan dengan penyakit sindrom Reye.

Sindrom Reye adalah suatu kondisi berbahaya yang ditandai dengan adanya kerusakan pada
fungsi otak dan hati, sehingga berpotensi membuat anak mengalami kejang-kejang, koma,
bahkan kematian ketika sudah tidak dapat ditolong. Sindrom ini bisa muncul secara tiba-tiba
pada anak yang minum aspirin saat sedang mengalami flu atau cacar air.

Dibandingkan menggunakan aspirin, anak lebih disarankan untuk minum Tylenol


(acetaminophen) atau Advil (ibuprofen) guna meredakan demam maupun nyeri.

2) Obat flu dan batuk yang dijual bebas

Menurut American Academy of Pediatrics (AAP), obat batuk dan flu yang dijual bebas atau over
the counter (OTC) tidak boleh diminum oleh anak-anak di bawah usia 3 tahun. Sebab, obat flu
dan batuk ini bisa menimbulkan berbagai efek samping yang mungkin belum mampu ditanggung
oleh tubuh anak di usia yang masih terlalu dini.

Efek yang mungkin terjadi pada si kecil seperti sulit tidur, sakit perut, ruam merah, dan gatal-
gatal. Bahkan, beberapa anak bisa sampai mengalami efek samping serius seperti jantung
berdebar, kejang, hingga kematian.

Dalam beberapa kondisi tertentu, anak berusia 4 tahun ke atas diperbolehkan minum obat flu dan
batuk OTC hanya jika dianjurkan oleh dokter dengan beberapa aturan khusus.

8
3) Obat antimual

Jika anak mengalami mual dan muntah, sebaiknya jangan berikan obat anti mual untuk
meredakan gejalanya. Kebanyakan kasus mual dan muntah biasanya tidak akan berlangsung
lama, bahkan bisa segera sembuh dengan istirahat yang cukup dan tanpa obat.

Memberikan obat antimual pada anak berisiko menimbulkan komplikasi berkelanjutan. Anak-
anak baru diizinkan minum obat ini hanya bila disarankan oleh dokter, dan pastikan Anda
mematuhi aturan konsumsinya.

2.5 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pemberian Obat pada Bayi dan Anak
Ada beberapa faktor fisiologis yang mempengaruhi pemberian obat pada bayi (5 - 52
minggu setelah dilahirkan) dan anak-anak (1 -12 tahun). Pertumbuhan dan kematangan biologis
yang progresif menstabilisasi respon tubuh terhadap obat sampai memberikan respon yang
akhirnya sama dengan perkiraan pada orang dewasa. Selama pertumbuhan, terjadi peningkatan
massa tubuh, perbedaan kandungan lemak, dan penurunan volume air tubuh. Semua hal itu akan
mempengaruhi penyerapan, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat. Selain itu, hambatan
anatomis seperti kulit dan sawar otak lebih efektif pada bayi. Pertumbuhan yang cepat selama
masa kanak-kanak dan pubertas juga dapat mempengaruhi respon obat (Hashem, 2005).

Pemberian dosis obat pada bayi perlu pertimbangan yang seksama karena adanya perbedaan
antara bayi dan orang dewasa sehubungan dengan farmakokinetika dan farmakologi obat.
Perbedaan komposisi tubuh dan kesempurnaan pertumbuhan hati dan fungsi ginjal merupakan
sumber yang potensial dalam hal farmakokinetika obat yang berhubungan dengan umur. Untuk
mudahnya, bayi yang dimaksud adalah anak yang berumur 0-2 tahun. Dalam kelompok ini
diperlukan pertimbangan khusus untuk bayi yang berumur kurang dari 4 minggu, karena
kemampuannya memperlakukan obat-obat sering berbeda dari bayi-bayi yang lebih tua. Pada
umumnya, fungsi hepatik belum tercapai sampai minggu ketiga. Proses oksidasi pada bayi
berkembang cukup baik, tetapi ada kekurangan enzim konjugasi. Sebagai tambahan, beberapa
obat menunjukkan penurunan ikatan albumin plasma pada bayi. Bayi yang baru lahir memiliki
aktivitas ginjal 30-50% dibandingkan orang dewasa. Obat-obat yang sangat bergantung pada
ekskresi ginjal akan mengalami kenaikan waktu-paruh eliminasi yang tajam. Sebagai contoh,
penisilin sebagian besar akan diekskresi melalui ginjal (Shargel dan Yu, 1985).

2.6 Pemberian Obat pada Bayi dan Balita

Beberapa faktor-faktor yang berperan terhadap besar kecilnya pengaruh dari apa yang
dikonsumsi ( obat ) ibu terhadap bayinya, dalam hal ini antara lain : 

9
a) Faktor Obat Itu Sendiri 

Obat yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula. Obat-obatan yang memiliki
Berat molekul (BM) besar lebih sulit untuk terdapat di dalam ASI. Dan semakin besar BM maka
akan menjadi semakin sulit pula untuk “masuk” dan terkandung dalam ASI. Sebagai contoh : 
Insulin yang karena Berat molekul ( BM) –nya lebih besar dari 200, maka obat ini tidak terdapat
di dalam ASI.  Sedangkan obat yang memiliki sifat basa akan lebih mudah terdapat di dalam ASI
Sebab ASI bersifat lebih asam dari pada plasma. Keasamaan atau pH dari ASI berkisar pada
angka 7,0 – 7,4. 
Masa paruh obat-obatan yang memiliki masa paruh lebih lama maka akan makin lama pula
berada di dalam tubuh. Itu artinya memiliki peluang yang lebih besar untuk berpengaruh pada
bayi.  Adapun M/P Rasio (milk/plasma rasio) dari obat M/P rasio adalah rasio obat di dalam ASI
dibandingkan dengan di dalam plasma. Jika M/P rasio tinggi itu artinya kadar obat di dalam ASI
lebih besar. 

b) Faktor Ibu (yang menyususi) 

Yang termasuk dalam factor ibu antara lain : 


 Kesehatan ibu
Misalnya apabila sang ibu memiliki gangguan fungsi ginjal atau hati, maka ekskresi beberapa
obat akan terhambat dan akan berada lebih lama di dalam ASI. 
 Cara pemberian obat pada ibu, apakah oral, topical, inhalasi, intramuscular, atau intravena  
 Alergi 
Pada beberapa kasus, ada bayi yang misalnya alergi terhadap obat beberapa jenis obat
tertentu yang diberikan kepada ibu. 

c) Faktor Bayi

Masa gestasi bayi 

 Usia kronologis 
 Frekuensi menyusu 
 Jumlah ASI yang dikonsumsi 

10
Untuk dapat memberikan penyuluhan kepada ibu tentang pemberian obat oral dirumah,maka
berikut ini diuraikan beberapa cara memberikan obat pada bayi dan balita yang perlu diketahui
oleh bidan dan diberitahu pada ibu ( orang tua)

1. Memberikan obat pada bayi

a. Gendonglah bayi ketika diberi obat dengan posisi menggendongnya kepala berada lebih 
tinggi ketimbang badan , agar si bayi tidak tersedak yang bisa berakibat obat masuk
kedalam paru-paru.
b. Karena bayi biasanya susah diam, mintalah bantuan orang dewasa atau anak yang 
lebih besar untuk menenangkannya. Kalau tidak ada orang lain , ibu bisa membungkus 
tangan dan tubuh bayi dengan selimut agar tangan si bayi tak mengganggu ibu.
c. Jika bayi sering memuntahkan kembali obat yang diminumnya, mintalah bantuan 
seseorang untuk membuka mulutnya dengan lembut, lalu dengan lembut pula 
masukkan obat kedalam mulut bayi.
d. Pemberian obat yang biasanya berbentuk cair itu bisa menggunakan sendok atau 
pipet. Bila menggunakan sendok, letakkan sendok  yang telah disterilkan dan diisi   
obat pada bibir bagian bawah, ngkat sedikit sendoknya agar obat mengalir 
kedalam mulutnya. Bila menggunakan pipet, isilah pipet dengan senjumlah obat yang
sesuai dengan petunjuk dokter. Letakkan pipet obat disudut mulut bayi dan 
dikeluarkan obat perlahan-lahan .

2. Memberikan Obat Pada Anak-Anak

a. Mintalah anak menutup lubang hidung saat meminum obat agar rasa obat tak terlalu
keras.
b. Campurlah obat, terutama yang berasa pahit dengan sirup atau madu atau jus agar tidak
terasa pahit.
c. Jangan larutkan obat dengan air di gelas karena ada kemungkinan obat mengendap dan
tak terminum si anak.
d. Mintalah anak untuk menggosok gigi setelah meminum obat yang manis agar tidak
menempel di gigi.

3. Hal-hal yang Diperhatikan

a. Perhatikan aturan dosis obat.

Dengan dosis yang tepat sesuai BB bayi, niscaya penyakit si kecil dapat sembuh. Jangan
sungkan untuk bertanya pada dokter mengenai hal ini karena kenaikan BB bayi tergolong
cepat. Umumnya dosis obat disesuaikan dengan BB bayi.

11
b. Lihat tanggal kadaluarsa.

Saat akan menggunakan obat-obatan yang tersimpan di kotak obat, lihat dulu tanggal
kadaluarsa (umumnya tercantum dikemasan). Cara lain, cermati warna, rasa dan baunya.
Bila sudah terjadi perubahan warna, rasa dan baunya pertanda kualitas obat sudah tidak
baik, segera buang.

c. Perhatikan cara menyimpan.

Obat-obat yang sebelumnya disimpan di lemari es, saat akan digunakan perlu dikeluarkan
terlebih dahulu pada suhu ruangan selama kurang lebih 10 menit agar bayi tidak terlalu
kaget dengan sensasi dingin yang ditimbulkan. Khusus obat puyer simpanlah dalam
wadah tertutup rapat dan kering, jangan menyimpan didalam kulkas karena dapat
mempengaruhi tekstur puyer.

d. Boleh bergiliran.

Katakanlah bayi mendapat 3 jenis obat. Cara memberikannya bila secara bergiliran dalam
waktu berdekatan (tanpa jeda waktu yang panjang).

e. Jangan mencampur obat dengan madu.

Hingga bayi berusia 1 tahun, hindari mencampur obat dengan madu karena dikawatirkan
mengandung bakteri clostridium botulinum yang dapat menyebabkan terganggunya
pencernaan bayi. Setelah usia 1 tahun umumnya pencernaan anak lebih kuat sehingga
bisa menerima campuran obat dan madu.

f. Tunggu setengah jam bila ingin minum susu.

Setelah minum obat, jangan langsung minum susu. Ada beberapa obat yang tidak dapat
larut dalam susu, seperti golongan antibiotic.

4. Pemberian Obat Dengan Menggunakan Alat Bantu

Ada beragam alat bantu untuk meminumkan obat pada bayi, seperti pipet, sendok takar, atau
sepuit (tanpa jarum suntik). Alat-alat ini memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing.
Sendok takar, umpannya, agak sulit digunakan untuk bayi mengingat bila ia meronta risiko obat
tersebut tumpah lebih besar. Nah, menggunakan pipet memang lebih mudah, namun pilih yang
berbahan plastic. Pipet berbahan beling atau gelas rawan pecah. Pilih juga pipet yang ukurannya
jelas terlihat sehingga bisa dipakai sebagai alat takar yang pas. Saat meminumkan obat pada
bayi, jaga agar pipet tidak mengenai mulutnya (agar tidak terkena bakteri). Beberapa pipet
sekaligus berfungsi sebagai tutup obat. Senagai langkah antisipasi, setiap kali habis digunakan,

12
cucilah pipet dan rendam dalam air mendidih selama 10 menit, keringkan kemudian baru
tutupkan kembali pada tempatnya.

Sementara keuntungan sepuit adalah takarannya yang jelas dan mudah digunakan. Bila bayi
anada menyukai minum obat dengan sepuit, jangan lupa meminta dokter membuat resep karena
sepuit tidak bisa di beli bebas.

Cara lain meminumkan obat pada bayi adalah dengan menggunakan botol dotnya. Campur obat
dengan air gula lalu masukkan ke dalam botol ot si kecil. Sebaiknya air jangan terlalu banyak,
takarannya kira-kira cukup untuk melarutkan obat saja. Missal, 1 bungkus puyer atau 1 sendok
the obat sirup dengan 5-10 cc air. Kocok atau aduk terlebih dahulu hinggan tercampur merata
sebelum diberikan kepada bayi.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-
obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Efek-efeknya bisa
meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang tidak dimiliki
sebelumnya. Modifikasi efek suatu obat lain yang diberikan bersamaan, bila dua atau lebih obat
berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan suatu obat berubah.

Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang pertama, interaksi obat
dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat. Yang kedua, interaksi obat dapat
menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius, karena meningkatnya efek samping
dari obat- obat tertentu. Resiko kesehatan dari interaksi obat ini sangat bervariasi, bisa hanya
sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa pula fatal.

Pemberian dosis obat pada bayi perlu pertimbangan yang seksama karena adanya perbedaan
antara bayi dan orang dewasa sehubungan dengan farmakokinetika dan farmakologi obat.
Perbedaan komposisi tubuh dan kesempurnaan pertumbuhan hati dan fungsi ginjal merupakan
sumber yang potensial dalam hal farmakokinetika obat yang berhubungan dengan umur. Dalam
kelompok ini diperlukan pertimbangan khusus untuk bayi yang berumur kurang dari 4 minggu,
karena kemampuannya memperlakukan obat-obat sering berbeda dari bayi-bayi yang lebih tua.
Pada umumnya, fungsi hepatik belum tercapai sampai minggu ketiga. Proses oksidasi pada bayi
berkembang cukup baik, tetapi ada kekurangan enzim konjugasi.

3.2 Saran

Pada saat pemberian obat pada bayi hendaknya perlu diperhatikan dosis yang sesuai dan
menurut resep dari dokter dan perlu diperhatikan juga efek dari pemberian obat dengan makanan
tertentu yang menjadi penghalang proses absorbs dari obat itu sendiri .

14
DAFTAR PUSTAKA

Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan, Maryunani Anik, CV. Trans Info Media, Jakarta
Timur, 2011

https://www.sarihusada.co.id/Nutrisi-Untuk-Bangsa/Kehamilan-dan-
Menyusui/Menyusui/Pengaruh-Penggunaan-Obat-dalam-Masa-Menyusui

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/52121/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y

http://nikenprawesti28.blogspot.com/2013/05/interaksi-obat.html

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/46355/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y

Anonim, 2003, Penggunaan Obat pada


Anak, http://piolk.ubaya.ac.id/datanb/piolk/rasional/20070322154542.pdf, diakses tanggal 25
Maret 2010
Anonim, 2010, Terapi Obat pada Penderita Pediatri, http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=Ilmiah
%20Popular&direktori=ilmiah_popular&filepdf=0&pdf=&html=20060220-
p0fl2yilmiah_popular.htm, diakses tanggal 25 Maret 2010
Gusrukhin, 2008, Farmakoterapi pada Neonatus, Masa Laktasi dan
Anak, http://gusrukhin.files.wordpress.com/2008/08/laktasi-2.pdf, diakses tanggal 24 Maret 2010
Katzung, Bertram G., 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik, 475-479, Salemba Empat, Jakarta

15

Anda mungkin juga menyukai