Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

GIZI MASYARAKAT
KEURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP)

Dosen Pengampu:
Deddi Haryono S.K.M., M.giz

Penyusun:
1. Devi Ade Putri 201503061
2. Dyanda Pramana Putri 201503062
3. Safira Khairizqi Aulia 201503090
4. Satriapinasty N 201503091

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
Jl.Taman Praja No.25 Kec.Taman Kota Madiun
Telp/ Fax (0351) 491947
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan rahmat dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan penyusunan
Makalah Kekurangan Energi Protein (KEP) ini sebagai tugas mata kuliah Gizi
Masyarakat.

Kami telah menyusun makalah ini dengan sebaik baiknya dan semaksimal
mungkin.Namun tentunya sebagai manusia tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan.Harapan kami, semoga ias menjadi koreksi di masa mendatang agar
lebih baik dari sebelumnya.

Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Deddi Haryono.,
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dorongan dan ilmu
kepada kami. Sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya dan sesuai dengan apa yang kita harapkan. Tak lupa juga
kami ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dan semua pihak yang terkait
dalam penyusunan makalah ini.

Semoga makalah ini bisa menjadi sumbang pemikiran sekaligus


pengetahuan bagi anda semuanya. Amiin

Madiun, 17 April 2017

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

Cover..........................................................................................................................
i

Kata Pengantar...........................................................................................................
ii

Daftar Isi.....................................................................................................................
iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


..................................................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah
..................................................................................................................
2
1.3 Tujuan
..................................................................................................................
2

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kurang Energi Protein (KEP)
.................................................................................................................
3
2.2 Etiologi Kurang Energi Protein
.................................................................................................................
4
2.3 Penyebab Kekurangan Energi Protein ( KEP )
.................................................................................................................
6
2.4 Jenis-jenis Kekurangan Energi Protein

3
.................................................................................................................
8
2.5 Klasifikasi Kurang Energi Protein
.................................................................................................................
11
2.6 Gejala Klinis Balita KEP berat/Gizi buruk
.................................................................................................................
12
2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kurang Energi Protein
.................................................................................................................
13
2.8 Upaya Dalam Menanggulangi KEP
.................................................................................................................
16
2.9 Contoh Kasus Kurang Energi Protein (KEP)
.................................................................................................................
18
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
19
3.2 Saran
19

DAFTAR PUSTAKA 20

4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekurangan Energi Protein (KEP) akan terjadi manakala kebutuhan tubuh
akan kalori, protein atau keduanya, tidak tercukupi dengan diet. Kedua bentuk
defisiensi ini tidak jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu lebih dominan
ketimbang yang lain. Sindrom kwashiorkor terjelma manakala defisiensi lebih
menampakkan dominasi protein, dan marasmus termanifestasi jika terjadi
kekurangan energi yang parah. Kombinasi kedua bentuk ini, marasmik-
kwasiorkor, juga tidak sedikit, meskipun sulit menentukan kekurangan apa yang
lebih dominan.
Kekurangan energi protein dikelompokkan menjadi KEP primer dan
sekunder.Ketiadaan pangan melatarbelakangi KEP primer yang mengakibatkan
berkurangnya asupan. Penyakit yang mengakibatkan pengurangan asupan,
gangguan serapan dan utilisasi pangan, serta peningkatan kebutuhan (dan/atau
kehilangan) akan zat gizi dikategorikan sebagai KEP sekunder.
Keparahan KEP berkisar dari hanya penyusutan berat badan, atau
terlambat tumbuh, sampai ke sindrom klinis yang nyata, dan tidak jarang
berkaitan dengan defisiensi vitamin, serta mineral. Setidaknya, ada 4 faktor yang
melatarbelakangi KEP, yaitu : masalah sosial, ekonomi, biologi, dan lingkungan.
Kemiskinan, salah satu determinan social-ekonomi, merupakan akar dari
ketiadaanpangan, tempat tinggal yang berjejalan, kumuh dan tidak sehat serta
ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan.
Penyakit infeksi berpotensi sebagai penyokong atau pembangkit
KEP.Penyakit diare, campak, dan infeksi saluran napas kerap menghilangkan
napsu makan.Penyakit saluran pencernaan yang sebagian muncul dalam bentuk
muntahdan gangguan penyerapan, menyebabkan kehilangan zat-zat gizi dalam
jumlah besar. Percepatan proses katabolisme meningkatkan kebutuhan sekaligus
menambah kehilangan zat-zat gizi.
Kekurangan Energi Protein sesungguhnya berpeluang menyerang siapa
saja terutama bayi dan anak yang tengah bertumbuh-kembang.Marasmus sering
menjangkiti bayi yang baru berusia kurang dari 1 tahun, sementara kwashiorkor

1
cenderung menyerang setelah mereka berusia 18 bulan. Jika dialami oleh anak
yang berumur lebih tua, kondisi tersebut biasanya ringan karena mereka pada
umumnya telah pandai mencari makan sendiri. Remaja, dewasa muda
(utamanya pria), wanita tidak hamil dan tidak menyusui, memiliki angka
prevalensi paling rendah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian Kurang Energi Protein (KEP) ?
2. Bagaimana Etiologi (KEP) ?
3. Apakah penyebab Kekurangan Energi Protein ( KEP )
4. Apa sajakah Jenis-Jenis Kekurangan Energi Protein ( KEP ) ?
5. Bagaimana klasifikasi Kurang Energi Protein?
6. Bagaimanagejala klinis balita KEP berat?
7. Faktor apa yang mempengaruhi kekurangan energi protein?
8. Bagaimana upaya penanggulangan Kurang Energi Protein?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari KEP.
2. Untuk mengetahui Etiologi (KEP).
3. Untuk mengetahui penyebab Kekurangan Energi Protein ( KEP ).
4. Untuk mengetahui Jenis-Jenis Kekurangan Energi Protein ( KEP ).
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari KEP.
6. Untuk mengetahui gejala klinis balita KEP berat.
7. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi KEP.
8. Untuk mengetahui upaya dalam menanggulangi KEP.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kurang Energi Protein (KEP)


Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya komsumsi energi dan protein dalam makanan
sehari-hari atau gangguan penyakit penyakit tertentu.
Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari
dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi angka
kecukupan gizi (AKG).Kurang energi protein merupakan keadaan kurang gizi
yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan
sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi.KEP itu sendiri
dapat digolongkan menjadi KEP tanpa gejala klinis dan KEP dengan gejala
klinis.Secara garis besar tanda klinis berat dari KEP adalah Marasmus,
Kwashiorkor, dan Marasmus-Kwashiorkor.
Almatsier (2004) mengatakan KEP adalah sindroma gabungan antara dua
jenis kekurangan energi dan protein, dimana sindroma ini merupakan salah
satu masalah gizi di Indonesia.

Beberapa tipe Kurang Energi Protein (KEP) dapat disebutkan, bahwa KEP
atau gizi buruk pada tingkat ringan atau sedang, belum menunjukkan gejala
sakit. Masih seperti anak-anak lain, masih bermain dan sebagainya, tetapi bila
diamati dengan seksama badannya mulai kurus. Sedangkan bagi KEP yang
tingkat berat yang disertai dengan gejala klinis disebut marasmus atau
kwashiorkor, dimasyarakat lebih dikenal sebagai busung lapar.

Jika kondisi KEP cukup berat dikenal dengan istilah marasmus dan
kwashiorkor, masing-masing dengan gejala yang khas, dengan kwashiorkor
dan marasmik ditengah-tengahnya.Pada semua derajat maupun tipe KEP ini
terdapat gangguan pertumbuhan disamping gejala-gejala klinis maupun
biokimiawi yang khas bagi tipenya.Klasifikasi KEP digunakan untuk
menentukan prevalensi KEP disuatu daerah dengan melihat derajat beratnya

3
KEP, hingga dapat ditentukan persentase gizi kurang dan berat di daerah
tersebut (Pudjiadi, 2005).

2.2 Etiologi Kurang Energi Protein

Penyebab langsung dari KEP adalah defisiensi kalori maupun protein

dengan berbagai gejala-gejala.Sedangkan penyebab tidak langsung KEP

sangat banyak sehingga penyakit ini sering disebut juga dengan kausa

multifaktorial.Salah satu penyebabnya adalah keterkaitan dengan waktu

pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan setelah disapih.

Selain itu, KEP merupakan penyakit lingkungan, karena adanya beberapa

faktor yang bersama-sama berinteraksi menjadi penyebab timbulnya penyakit

ini, antara lain yaitu faktor diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi,

kemiskinan, dan lain-lain. Peran diet menurut konsep klasik terdiri dari dua

konsep. Pertama yaitu diet yang mengandung cukup energi, tetapi kurang

protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor, sedangkan

konsep yang kedua adalah diet kurang energi walaupun zat gizi (esensial)

seimbang akan menyebabkan marasmus. Peran faktor social, seperti

pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun

temurun dapat mempengaruhi terjadinya KEP. Ada pantangan yang

berdasarkan agama, tetapi ada juga pantangan yang berdasarkan tradisi yang

sudah turun temurun, tetapi kalau pantangan tersebut berdasarkan agama,

maka akan sulit untuk diatasi. Jika pantangan berdasarkan pada kebiasaan atau

tradisi, maka dengan pendidikan gizi yang baik dan dilakukan dengan terus-

menerus hal ini akan dapat diatasi.

4
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam tata buku pedoman Tata

Laksana KEP pada anak di puskesmas dan di rumah tangga, KEP berdasarkan

gejala klinis ada 3 tipe yaitu KEP ringan, sedang, dan berat (gizi buruk).

Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak

tampak kurus.Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat

dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.


Salah satu sebab yang mengakibatkan terjadinya marasmus adalah

kehamilan berturut-turut dengan jarak kehamilan yang masih terlalu dini.

Selain itu marasmus juga disebabkan karena pemberian makanan tambahan

yang tidak terpelihara kebersihannya serta susu buatan yang terlalu encer dan

jumlahnya tidak mencukupi karena keterbatasan biaya, sehingga kandungan

protein dan kalori pada makanan anak menjadi rendah. Keadaan perumahan

dan lingkungan yang kurang sehat juga dapat menyebabkan penyajian yang

kurang sehat dan kurang bersih.Demikian juga dengan penyakit infeksi

terutama saluran pencernaan.Pada keadaan lingkungan yang kurang sehat,

dapat terjadi infeksi yang berulang sehingga menyebabkan anak kehilangan

cairan tubuh dan zat-zat gizi sehingga anak menjadi kurus serta turun berat

badannya.
Kwashiorkor dapat ditemukan pada anak-anak yang setelah mendapatkan

ASI dalam jangka waktu lama, kemudian disapih dan langsung diberikan

makan seperti anggota keluarga yang lain. Makanan yang diberikan pada

umumnya rendah protein. Kebiasaan makan yang kurang baik dan diperkuat

dengan adanya tabu seperti anak-anak dilarang makan ikan dan

memprioritaskan makanan sumber protein hewani bagi anggota keluarga laki-

5
laki yang lebih tua dapat menyebabkan terjadinya kwashiorkor. Selain itu

tingkat pendidikan orang tua yang rendah dapat juga mengakibatkan terjadinya

kwashiorkor karena berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi

yang rendah.
Menurut Ngastiyah, 1997 faktor-faktor penyebab kurang energi protein

dibagi menjadi dua, yaitu :

1.Primer

a) Susunan makanan yang salah

b) Penyedia makanan yang kurang baik

c) Kemiskinan

d) Ketidaktahuan tentang nutrisi

e) Kebiasan makan yang salah.

2. Sekunder

a) Gangguan pencernaan (seperti malabsorbsi, gizi tidak baik, kelainan

struktur saluran).

b) Gangguan psikologis.

2.3 Penyebab Kekurangan Energi Protein ( KEP )

Penyebab langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi.Timbulnya

KEP tidak hanya karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit.

Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering menderita diare

atau demam, akhirnya akan menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak

yang makanannya tidak cukup (jumlah dan mutunya) maka daya tahan

tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian akan mudah diserang

6
infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita

kurang gizi/gizi buruk.

Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan tingkat keluarga, pola


pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan
lingkungan.Ketahanan pangan di keluarga (household food security) adalah
kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota
keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.Pola
pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan
waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang
dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial.Pelayanan kesehatan
dan kesehatan lingkungan, adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan
kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang
membutuhkan.Ketiga faktor ini saling berhubungan. Ketiga factor penyebab
tidak langsung saling berkaitan dengan tingkat pendidikan,pengetahuan, dan
keterampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan
keterampilan kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga,
makin baik pola pengasuhan anak, dan makin banyak keluarga memanfaatkan
pelayanan kesehatan yang ada, demikian juga sebaliknya.

Berbagai faktor langsung dan tidak langsung penyebab gizi kurang,


berkaitan dengan pokok masalah yang ada di masyarakat dan akar masalah
yang bersifat nasional. Pokok masalah di masyarakat antara lain berupa
ketidakberdayaan masyarakat dan keluarga mengatasi masalah kerawanan
ketahanan pangan keluarga, ketidaktahuan pengasuhan anak yang baik, serta
ketidakmampuan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia.

2.4 Jenis-jenis Kekurangan Energi Protein

7
a. Kwashiorkor

Kwashiorkor merupakan keadaan kekurangan nutrisi terutama

kekurangan protein.Umumnya keadaan ini terjadi akibat kurangnya asupan

gizi yang sering terjadi di negara berkembang atau pada daerah yang

mengalami embargo politik.Daerah yang sangat terpencil juga merupakan

salah satu faktor terjadinya kondisi kwashiorkor.

Individu yang mengalami kwashiorkor dapat mengalam berbagai

macam manifestasi atau gejala antara lain: penurunan berat badan,

penurunan massa otot, diare, lemah lesu, perut buncit, bengkak pada

tungkai, perubahan warna rambut, dan lain-lain. Seperti yang kita ketahui

protein berfungsi dalam pembentukan enzim-enzim penting dalam

tubuh.Kurangnya protein mengakibatkan kurangnya enzim tersebut.Pada

anak kecil seringkali terjadi intoleransi laktosa akibat enzim pencernaan

yang kurang dan hal ini mengakibatkan terjadinya diare pada anak-anak

kurang energi protein.

Pada individu yang mengalami keadaan ini, pemberian makanan

haruslah dilakukan.secara bertahap.Zat makanan pertama yang perlu

diberikan adalah karbohidrat karena karbohidrat merupakan sumber utama

pembentukan energi oleh tubuh.Setelah itu barulah lemak dan protein

diberikan. Penatalaksanaan yang baik akan menyelamatkan nyawa anak

tersebut namun efek gangguan perkembangan anak yang telah terjadi

belum tentu akan pulih dan umumnya akan menetap. Keadaan

8
kwashiorkor merupakan suatu keadaan bahaya yang dapat menyebabkan

kematian oleh karena itu usaha promotif dan preventif adalah yang utama.

Pencegahan agar anak terhindar dari kwashiorkor adalah cukup

mudah, tidak perlu ada obat-obatan yang wajib dikonsumsi. Pemberian

makanan dengan komposisi yang baik sudah dapat menjamin bahwa

anak tersebut tidak akan jatuh ke keadaan kwashiorkor. Karbohidrat harus

merupakan sumber energi yang utama selain lemak (10% asupan), dan

protein (12%).

b. Marasmus

Kekurangan energi marasmus merupakan suatu keadaan

kekurangan energi protein akibat rendahnya asupan karbohidrat. Keadaan

ini acapkali ditemukan dan angka kejadiannya mencapai 49% pada kurang

lebih 10 juta anak di bawah 5 tahun yang mengalami kematian di negara

berkembang, sedangkan di negara maju angka kejadiannya tidak begitu

tinggi.

Adanya kondisi fisik yang tidak baik merupakan salah satu faktor

risiko terjadinya kekurangan karbohidrat pada anak-anak. Kondisi fisik

tersebut antara lain adalah penyakit jantung bawaan, retardasi mental,

penyakit kanker, infeksi kronis, keadaan yang mengharuskan anak dirawat

lama di rumah sakit. Anak akan tampak lesu dan tidak bersemangat, diare

kronis, berat badan tidak bertambah.

Pemeriksaan untuk mengetahui apakah anak menderita marasmus

dapat dilakukan melalui pengukuran tebal lipat lemak pada lengan atas,

9
perut.Pemeriksaan ini memiliki keterbatasan karena rata-rata anak berusia

di bawah 5 tahun memiliki tebal lipat lemak pada lengan atas yang tidak

jauh berbeda.

Penelitian di Nigeria menunjukkan hal yang menarik dimana kadar

kolesterol anak yang menderita marasmus lebih tinggi daripada anak yang

menderita kwashiorkor. Alasan mengapa hal ini dapat terjadi masih belum

dapat dijelaskan dengan baik.

Kekurangan energi protein pada anak-anak merupakan suatu

keadaan bahaya yang perlu dilakukan tindakan segera.Kekurangan energi

protein ini mengakibatkan perubahan komposisi tubuh, perubahan anatomi

dan metabolisme tubuh yang bisa permanen jika tidak ditatalaksana

dengan segera.

c. Marasmus kwashiorkor

Pada kekurangan energi marasmus kwashiorkor terdapat

kekurangan energi kalori maupun protein.Mengapa ada anak yang jatuh ke

dalam keadaan kwashiorkor, marasmus, atau marasmus kwashiorkor

masih belum jelas dan masih membutuhkan penelitian yang lebih

lanjut.Namun semua bentuk kekurangan energi protein pada anak-anak

ini disebabkan oleh asupan makanan bergizi yang tidak adekuat atau

adanya kondisi fisik tubuh yang mengakibatkan makanan yang dikonsumsi

tidak dapat diserap dan digunakan oleh tubuh selain adanya keadaan

metabolisme yang meningkat yang disebabkan mungkin oleh penyakit

kronis atau penyakit keganasan.

10
2.5 Klasifikasi Kurang Energi Protein

Untuk menentukan klasifikasi status gizi digunakan Z-score(simpang

baku) sebagai batas ambang. Kategori dengan klasifikasi status gizi

berdasarkan indeks BB/U, PB/U atau BB/TB dibagi menjadi 3 golongan

dengan batas ambang sebagai berikut:

a. Indeks BB/U

1. Gizi lebih, bila Z-score terletak > +2SD

2. Gizi lebih, bila Z-score terletak -2SD s/d +2SD

3. Gizi kurang, bila Z-score terletak -3SD s/d <-2SD

4. Gizi buruk, bila Z-score terletak > -3SD

b. Indeks TB/U

1. Normal, bila Z-score terletak -2SD

2. Pendek, bila Z-score terletak < -2SD

c. Indeks BB/TB

1. Gemuk, bila Z-score terletak < -3SD

2. Normal, bila Z-score terletak -2SD s/d +2SD

3. Kurus, bila Z-score terletak -3SD s/d <-2SD

4. Kurus sekali, bila Z-score terletak > -3SD

(sumber: WNPG VII, 2000)

Pertimbangan dalam menetapkan Cutt Off Point gizi didasarkan pada

asumsi resiko kesehatan:

a. Antara -2SD sampai +2SD tidak memiliki atau beresiko paling ringan

untuk menderita masalah kesehatan.

11
b. Antara -2SD sampai -3SD atau antara +2SD sampai +3SD memiliki

resiko cukup tinggi untuk menderita masalah kesehtan.

c. Di bawah -3SD ata di atas +2SD memiliki resiko tinggi untuk

memderita masalah kesehatan.

2.6 Gejala klinis Balita KEP berat/Gizi buruk

Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak

tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat

dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmickwashiokor.Tanpa

mengukur/melihat BB bila disertai oudema yang bukan karena penyakit lain

adalah KEP berat/gizi buruk tipe kwashiorkor.

a. Kwashiokor

1. Oudema,umumnya seluruh tubuh,terutama pada pada punggung kaki

(dorsum pedis )

2. Wajah membulat dan sembab

3. Pandangan mata sayu

4. Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut

tanpa rasa sakit,rontok

5. Perubahan status mental, apatis dan rewel

6. Pembesaran hati

7. Otot mengecil(hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri

atau duduk

12
8. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah

warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas

9. Sering disertai penyakit infeksi, umumnya akut,anemia dan diare.

b. Marasmus

1. Tampak sangat kurus,tinggal tulang terbungkus kulit

2. Wajah seperti orang tua

3. Cengeng rewel

4. Kulit keriput,jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada

(pakai celana longgar )

5. Perut cekung

6. Iga gambang

7. Sering disertai penyakit infeksi( umumnya kronis berulang), diare

kronis atau konstipasi/susah buang air.

2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kurang Energi Protein

a) Pendapatan Keluarga Perkapita

Komsumsi makanan yang berkurang sering dialami oleh penduduk yang

berpendapatan rendah.Hal ini disebabkan oleh daya beli keluarga yang rendah.

Pendapatan keluarga akan mempengaruhi pola pengeluaran komsumsi

keluarga. Tingkat pendapatan yang nyata dari keluarga menentukan jumlah

dan kualitas makanan yang diperoleh (Suhardjo,1989).

Masalah komsumsi pangan, rata- rata komsumsi energi dan protein secara

nasional meningkat dengan tajam. Pada tahun 1984 rata rata komsumsi

13
energy perkapita 1798 kalori,meningkat menjadi 1905 kalori pada tahun 1990

dan menjadi 1962 kalori pada tahun 1995. Sedangkan dalam kurun waktu

yang sama rata rata komsumsi protein meningkat menjadi dari 43,3

gram,45,4 dan 49,2 perkapita/ hari. (SKPG. 1998)

b) Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang berlangsung seumur

hidup dalam rangka mengalihkan pengetahuan oleh seseorang kepada orang

lain (Siagian,1991). Pendidikan terutama pendidikan ibu berpengaruh sangat

kuat terhadap kelangsungan anak dan bayinya. Pada masyarakat dengan rata

rata pendidikan rendah menunjukan prevalensi gizi kurang yang tinggi dan

sebaliknya pada masyarakat yang pendidikannya cukup tinggi prevalensi gizi

kurangnya rendah( Abunain,1988)

Ibu yang pendidikan tinggi akan memilih jenis dan jumlah makanan untuk

keluarga dengan mempertimbangan syarat gizi disamping mempertimbangkan

factor selera oleh karena itu ibu rumah tangga pada umumnya yang m engatur

dan menentukan segala urusan makanan dan kebutuhan keluarga.

Seseorang yang pendidikannya lebih tinggi mempunyai pengertian yang

lebih baik akan kesehatan gizi dengan menangkap informasi dan menafsirkan

informasi tersebut guna kelansungan hidupnya lebih lebih pada jaman

kemajuan ilmu tehnologi.Dengan berbekal pendidikan yang cukup seseorang

ibu akan lebih banyak memperoleh informasi serta lebih tanggap terhadap

permasalahan yang dihadapi.Dengan demikian mereka dapat memilih serta

menentukan aternatif lebih baik untuk kepentingan rumah tangganya termasuk

14
dalam menentukan pemberian makanan bagi balita yang ada dirumah tangga

tersebut (Biro Pusat Statistik,1993)

c) Pekerjaan

Anak nelayan tradisional mempunyai resiko menjadi kurang gizi tiga kali

lebih besar dibanding pada anak peternak, petani pemilik lahan, ataupun

tenaga kerja terlatih. Hal penelitian ini juga menunjukan bahwa

pengelompokan pekerjaan yang terlalu umum misalnya nelayan saja bisa

mengatur pertumbuhan peranan factor pekerjaan orang tua terhadap resiko

anak mereka untuk menderita kurang gizi, resiko kurang gizi pada anak

nelayan tradisional tiga kali lebih besar dibanding anak nelayan yang punya

perahu bermotor. Efek ganda ( interaksi ) dari berbagai faktor sosial ekonomi

dalam menyebabkan jatuhnya seorang anak pada keadaan kurang gizi perlu

diperhitungkan.

d) Keadaan Sanitasi Lingkungan

Faktor utama yang mempengaruhi kesehatan anak dan juga kesehatan

orang dewasa adalah tersedianya air bersih dan sanitasi yang aman. Semua ini

bukan saja penting untuk kesehatan dan kesejahteraan manusia,tetapi juga

sangat membantu bagi eman sipasi kaum wanita dari beban kerja berat yang

mempunyai dampak yang merusak terhadap anak anak, terutama anak- anak

perempuan. Kemajuan dalam kesehatan anak tidak mungkin dipertahankan

jika sepertiga dari anak- anak didunia ketiga tetap tidak menikmati sarana

sanitasi yang layak.

15
Berdasarkan pengalaman pada dasa warsa yang lalu,termasuk inovasi yang

banyak jumlahnya dalam tehnik dan tekhnologi-tekhnologi yang sederhana

dan murah untuk menyediakan air bersih dan sarana sanitasi yang aman

didaerah pedesaan dan perkampungan kumuh dikota,kini patut dan layak

melalui tindakan nasional bersama dan kerjasama internasional untuk

menyediakan air minum yang amam dan sarana pembuangan kotoran manusia

yang aman untuk semua.

2.8 Upaya Dalam Menanggulangi KEP

Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang berobat atau

dirujuk ke rumah sakit dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan

lila untuk menentukan status gizinya, selain melihat tanda-tanda klinis dan

laboratorium. Penentuan status gizi maka perlu direncanakan tindakan sebagai

berikut :

1. Balita KEP ringan, memberikan penyuluhan gizi dan nasehat

pemberian makanan di rumah (bilamana pasien rawat jalan,

dianjurkan untuk memberi makanan di rumah (bayi umur < 4 bulan)

dan terus diberi ASI sampai 3 tahun.

2. Balita KEP sedang; (a) Penderita rawat jalan : diberikan nasehat

pemberian makanan dan vitamin serta teruskan ASI dan pantau terus

berat badannya. (b) Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi

energi dan protein, dengan kebutuhan energi 20-50% diatas kebutuhan

16
yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan diet sesuai dengan

penyakitnya.

3. Balita KEP berat : harus dirawat inap di RS dan dilaksanakan sesuai

pemenuhan kebutuhan nutrisinya.

Adapun penanggulangan lainnya pada penderita KEP yaitu :

1. Jangka pendek

a. Upaya pelacakan kasus melalui penimbangan bulanan di posyandu

b. Rujukan kasus KEP dengan komplokasi pengakit di RSU

c. Pemberian ASI Eklusif untuk bayi usia 0-6 bulan

d. Pemberian kapsul vitamin A

e. Pemberian makanan tambahan (PMP)

f. Pemulihan bagi balita gizi buruk dengan lama pemberian 3 bulan

g. Memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) bagi balita

keluarga miskin usia6-12 bulan

h. Promosi makanan sehat dan bergizi

2. Jangkah menengah

a. Revitalisasi Posyandu

b. Revitalisasi Puskesmas

c. Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi

3. Jangkah panjang

a. Pemberdayaan masyarakat menuju Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)

b. Integrasi kegiatan lintas sektoral dengan program penanggulangan

kemiskinan dan ketahanan pangan.

17
2.9 Contoh Kasus Kekurangan Energi Protein

Balita Kekurangan Energi Protein di Jember Tertinggi di Jawa Timur


SABTU, 23 OKTOBER 2010 | 18:40 WIB
JEMBER - Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Dinas Kesehatan Jember
Yumarlis, Sabtu (23/10), mengatakan, Kabupaten Jember merupakan
kabupaten dengan angka prevalensi balita Kekurangan Energi Protein (KEP)
paling tinggi di Provinsi Jawa Timur. Itu sebabnya, hingga kini masih banyak
anak kurang gizi, dan bahkan mengalami gizi buruk.
Yumarlis menjelaskan bahwa angka prevalensi KEP total di Jawa Timur
sebesar 18,4 persen. Sedangkan berdasarkan data survey kader Posyandu di
seluruh wilayah Kabupaten Jember menyebutkan prevalensi KEP di Jember
mencapai 20 persen.
Selama tahun 2009 lalu, ditemukan 98 kasus gizi buruk.Ini diketahui dari
data yang masuk di Posyandu, Polindes, serta Puskesmas.Tahun 2010, hingga
bulan Oktober sudah tercatat 46 anak penderita gizi buruk yang dirawat di
RSUD dr Soebandi Jember, belum termasuk yang dirawat di rumah sakit
lainnya.
Sementara itu, juru bicara RSUD dr Soebandi Jember Judi Nugroho
membenarkan bahwa selama 10 bulan terakhir, sedikitnya 46 anak yang
mengalami gizi buruk dirawat di rumah sakit milik pemerintah Kabupaten
Jember tersebut. Mereka berusia satu bulan hingga lima tahun. Dari 46 orang
tersebut, tiga di antaranya meninggal dunia.
Kasus gizi buruk terbanyak dari jenis marasmik, kwasiorkor dan gabungan
maramik-kwasiorkor.Namun ada juga yang menderita penyakit penyerta,
seperti tumor ganas, TBC, bahkan HIV-AIDS.
Adapun yang meninggal dunia Kamis, 21 Oktober 2010 lalu, Yofan Adi
Putra, 3,5 tahun, mengalami gizi buruk dengan penyakit penyerta tumor ganas
pada rongga perut yang telah menjalar ke liver dan paru-paru.

2.10

18
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari
dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi angka
kecukupan gizi (AKG). Penyebab Kekurangan Energi Protein ( KEP ) ada
dua yaitu: Penyebab langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi.
Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan tingkat keluarga, pola
pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Jenis-
jenis Kekurangan Energi Protein : Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmus
kwashiorkor. Faktor-faktor yang meempengaruhi Kurang Energi Protein :
Pendapatan keluarga perkapita, pendidikan, pekerjaan, serta keadaan sanitasi
lingkungan.

3.2 Saran
Mencegah lebih baik daripada mengobati.Istilah ini sudah sangat lumrah

di kalangan kita.Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya KEP, maka yang

harus kita ubah mulai sekarang adalah pola hidup dan pola makan yang sehat

dan teratur, dengan memperhatikan gizi yang seimbang serta juga

memperhatikan lingkungan yang sehat sehingga dapat menunjang

kedepannya. Jika kita membiasakan hidup sehat, maka kita tidak akan mudah

terserang penyakit.

19
DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2009. Buku ajar ilmu gizi dari gizi dalam daur kehidupan. Jakarta; buku
kedokteran EGC.
Artonang evawani. 2004. Kurang energi protein. Medan; USU digital library.
Edwin, saputra suriadi. 2009. kejadian KEP. fkm UI Jakarta.
Suprianta.Akses 31 maret 2013.www.slideshare.net.
Syafiq, ahmad. 2011. Gizi dan kesehatan masyarakat. Jakarta; rajawali pers.
http://artikelkesmas.blogspot.co.id/2014/09/makalah-kep-kekurangan-energi
protein.html.

https://m.tempo.co/read/news/2010/10/23/180286746/balita-kekurangan-energi-
protein-di-jember-tertinggi-di-jawa-timur

20

Anda mungkin juga menyukai