Anda di halaman 1dari 22

HUBUNGAN PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DENGAN

KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI DESA JAMBEARJO


KECAMATAN TAJINAN KABUPATEN
MALANG

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :
NITA IRMAYANTI
2018740102

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan


Program Diploma III Kebidanan

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN


AKADEMI KEBIDANAN WIRA HUSADA NUSANTARA
MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alllaikum Wr. Wb .
Dengan mengucap puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaiakan proposal Karya Tulis Ilmiah ini, penulis menyadari tanpa ridho
dan bimbingan-Nya segala sesuatu tidak dapat terwujud. Juga tidak lupa penulis
panjatkan shalawat dan salam kepada jujungan Nabi Muhammad SAW, sebagai
Nabi pembawa ajaran Islam yang diajarkannya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan dengan penuh kesabaran dan ketekunan.
Penulisan proposal Karya Tulis Ilmiah ini bertujuan untuk memenuhi
syarat memperoleh nilai dalam Mata Kuliah Metode Penelitian dan Statistik
Dasar di bidang Ilmu Kebidanan di Akademi Kebidanan Wira Husada Nusantara
Malang. Adapun judul proposal Karya Tulis Ilmiah ini adalah “HUBUNGAN
PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DENGAN KEJADIAN
STUNTING DI DESA JAMBEARJO KECAMATAN TAJINAN KABUPATEN
MALANG”.
Selama penyusunan proposal Karya Tulis Ilmiah ini banyak memperoleh
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Wiqodatul Ummah , S.Tr.Keb.,M.Kes, selaku Dosen mata kuliah Metode
Penelitian dan Statistik Dasar yang telah meluangkan waktu dan kesabaran
dalam memberikan bimbingan, petunjuk dan nasehat kepada penulis dalam
menyelesaikan proposal Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Bapak dan Ibu tercinta, terima kasih atas kasih sayang, pengorbanan, dan
doa yang tulus dari kalian selama ini, semoga diberi kemuliaan Allah SWT.
3. Ibu Mega Rachmawati, S.Tr.Keb, selaku bidan magang di Pusksesmas
Tajinan yang membantu dalam menyelesaiakan proposal Karya Tulis Ilmiah
ini.
4. Ibu Dian Kurniawati, AMd.Gz selaku ahli gizi di Puskesmas Tjinan
Kec.Tajinan Kab.Malang yang telah memberikan informasi dan membantu
saya dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Seluruh staf di Puskesmas Tajinan Kabupaten Malang yang telah membantu,
memberikan petunjuk dan memberikan bimbingan serta informasi dengan
tulus hati dan ikhlas dalam membantu dalam menyelesaiakan proposal Karya
Tulis Ilmiah ini.
6. Teman-temanku AKBID Wira Husada Nusantara Angkatan 2018.
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
memberikan dorongan, bantuan, dan perhatian sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga semua bantuan dan jasa-jasa serta amal kebaikan itu menjadi
amal sholeh dihadapan Allah SWT.
Penulis telah semaksimal mungkin menyajikan proposal Karya Tulis
Ilmiah ini agar mudah dipahami oleh pembaca dan memenuhi syarat serta
manfaat penulisan. Namun, penulis menyadari bahwa di dalamnya masih jauh
dari kesempurnaan sehingga penulis bersedia menerima kritik dan saran yang
bersifat membangun. Penulis juga meminta maaf jika masih terdapat kesalahan
yang luput dari perhatian. Semoga proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat
bermanfaat tidak hanya bagi penulis melainkan juga bagi pembaca. Selamat
menggali inspirasi.

Malang, Februari 2020

Nita Irmayanti
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Stunting merupakan penggambaran dari status gizi kurang yang
bersifat kronik pada masa pertumbuhan dan perkembangan sejak awal
kehidupan. Masa anak balita merupakan kelompok yang rentan mengalami
stunting. Stunting (pendek) merupakan gangguan pertumbuhan linier yang
disebabkan adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis atau penyakit infeksi
kronis maupun berulang yang ditunjukkan dengan nilai z-score tinggi badan
menurut umur (TB/U) kurang dari 2 [ CITATION Soe10 \l 1033 ]. Postur tubuh
pendek merupakan indikator kekurangan gizi kronis dan akibat dari ketidak
cukupan asupan makanan dalam waktu lama, kualitas pangan yang buruk,
meningkatnya morbiditas atau yang dapat mengakibatkan terlambatnya
tumbuh kembang anak [ CITATION Apr12 \l 1033 ].
Tumbuh kembang anak adalah suatu proses bertahap, dinamis
yang bersifat kontinu yang dimulai sejak didalam kandungan hinggga
dewasa. Di dalam masa perkembangan anak terdapat masa-masa kritis
dimana pada masa tersebut diperukan suatu stimulasi yang berfungsi agar
potensi si anak berkembang sesuai dengan usianya [ CITATION Adr13 \l 1033
].
Masa bayi dan anak adalah masa pertumbuhan dan perkembangan
yang cepat dan sangat penting sebagai landasan yang menentukan
kualitas generasi penerus bangsa dengan memperhatikan status gizi
mereka yang dapat dipengaruhi dari lingkungan sosial terdekat, sehingga
peran keluarga sangat besar dalam membentuk kepribadian anak [CITATION
Kur10 \l 1033 ].
Masalah gizi balita salah satunya adalah stunting yang dapat
menghambat perkembangan anak, dengan dampak negatif yang akan
berlangsung dalam kehidupan selanjutnya seperti penurunan intelektual,
rentan terhadap penyakit tidak menular, penurunan produktivitas hingga
menyebabkan kemiskinan dan risiko melahirkan bayi dengan beratlahir
rendah [ CITATION UNI12 \l 1033 ].
Keluarga sadar gizi juga merupakan faktor yang mempengaruhi
anak balita yang mengalami stunting. Kadarzi merupakan keluarga yang
mampu mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi di tingkat
keluarga atau rumah tangga melalui lima indikator perilaku tersebut.
Keluarga yang menerapkan perilaku sadar gizi (kadarzi) dapat memberikan
perlindungan yang optimal dalam hal kesehatan melalui makanan yang
dikonsumsi. Salah satu akibat dari tidak tercapainya kesadaran akan gizi
adalah stunting pada balita, maka perlunya kesadaran masyarakat
khususnya pada tingkatan keluarga untuk dapat melaksanakan program
tersebut.
Kondisi anak pedek yang dikenal dengan istilah stunting ini
merupakan indikator yang menunjukkan proses kekurangan gizi dalam
jangka waktu lama. Kurang gizi bila terjadi dalam waktu singkat misalnya
dua minggu maka tanda yang muncul pertama adalah berat badan turun.
Stunting pada anak balita disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam
waktu lama, umumnya masukan makanan yang dibutuhkan anak pada
masa tubuh kembang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi balita. Stunting
terjai mulai dari kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun.
Anak balita Stunting cenderung akan sulit mrncapai potensi pertumbuhan
dan perkembangan yang optimal baik secara fisik maupun psikomotorik.
Begitu pentingnya masa kehamilan dalam menentukan kualitas manusia
terutama saat usia dini agar tidak terjadinya stunting pada anak balita maka
ibu harus memperhatikan asupan zat gizi yang dikonsumsi [ CITATION
Ani12 \l 1033 ].
Menurut [ CITATION Ard15 \l 1033 ], upaya pencegahan terjadinya
Stunting sebaiknya dilakukan sejak bayi masih dalam kandungan. Bahkan
pemenuhan nutrisi yang maksimal sudah bisa dimulai sejak ibu
mempersiapkan kehamilan. Sebelum hamil, ibu harus punya status gizi
yang cukup, sehingga ketika hamil ibu sudah dalam kondisi tubuh yang
baik. Apabila anak balita dinyatakan Stunting upaya yang harus dilakukan
adalah harus mengikuti program perbaikan gizi, seperti suplementasi
vitamin A, mengatur pola makan dengan banyak mengonsumsi makanan
yang mengandung zat besi seperti buah, sayur, susu, daging da telur
[ CITATION Apr12 \l 1033 ].
Berdasarkan hasil Reskesdas 2018, untuk skala prevalensi stunting
di Indonesia sebesar 30,8%, sedangkan menurut data Dinas Kesehatan
(Dinkes) Jatim berdasarkan elektronik pencatatan dan pelaporan gizi
berbasis masyarakat (EPPGBM), per Juli 2019, prevalensi stunting balita di
Jawa Timur sebesar 36,81%. Kota Malang merupakan daerah yang
tertinggi prevalensinya yakni 51,7%. Disusul Kabupaten Probolinggo 50,2%
dan Kabupaten Pasuruan 47,6%. Menurut WHO apabila masalah stunting
di atas 20% maka merupakan masalah kesehatan masyarakat. Data Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapedda) Kabupaten Malang
menyebut, jumlah penderita stunting di Kabupaten Malang hingga akhir
2018 lalu mencapai 25.587 bayi. Angka tersebut diambil dari 140.637 bayi
yang menjadi sampel atau 18,19% dari seluruh bayi yang ada di Kabupaten
Malang. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kab. Malang jumlah anak
penderita stunting alias pertumbuhan tidak sempurna akibat kekurangan
gizi di Kabupaten Malang hingga Desember 2019 mencapai 16%, saat ini
mencapai 12,6% atau sekitar 17.000 anak dari total jumlah anak di
Kabupaten Malang. Sedangkan untuk Puskesmas Tajinan mempunyai
sebanyak 3.369 anak balita dengan balita pendek sebanyak 184 dan balita
sangat pendek 405 sehingga kaus Stunting sebesar 707 balita dan di Desa
Jambearjo sebagai desa yang memiliki angka tinggi balita stunting yaitu
118 atau 31,6%, angka stunting tersebut paling tinggi dari seluruh desa
yang ada di Kecamatan Tajianan Kabupaten Malang (Puskemas Tajinan,
2019).
Walaupun secara umum balita stunting di Indonesia mengalami
penurunan, hal ini dirasa penting untuk tetap dilakukan penelitian. Karena
status gizi balita merupakan tolak ukur masa depan dari suatu bangsa,
maka balita yang sehat atau yang memiliki status gizi baik (tidak stunting)
akan menjadi pilar utama kemajuan suatu bangsa melalui kesehatan dan
kecerdasan.
Hasil studi pendahuluan dari seluruh balita di Kecamatan Tajinan
sejumlah 3.369 yang telah dilakukan oleh Puskesmas Tajinan pada bulan
Agustus 2019 ditemukan 707 atau 18,56% balita mengalami stunting dan di
Desa Jambearjo sebagai desa yang memiliki angka tertinggi balita yang
mengalami stunting yaitu 118 atau 31,6% balita, paling tinggi dari seluruh
desa yang ada di Kecamatan Tajianan Kabupaten Malang. Oleh karena itu,
peneliti ingin mengangkat penelitian yang berjudul hubungan perilaku
keluarga sadar gizi (kadarzi) dengan kejadian stunting pada balita di Desa
Jambearjo Kecamatan Tajinan Kabupaten Malang.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Apakah ada hubungan antara perilaku keluarga sadar gizi (kadarzi)
dengan kejadian stunting pada balita di Desa Jambearjo Kecamatan
Tajinan Kabupaten Malang ?

1.3 TUJUAN
1. Tujuan Umum:
Mengetahui hubungan antara perilaku keluarga sadar gizi (kadarzi)
dengan kejadian stunting pada balita di Desa Jambearjo Kecamatan
Tajinan Kabupaten Malang.
2. Tujuan Khusus:
a) Mendeskripsikan perilaku keluarga sadar gizi (kadarzi) di Desa
Jambearjo Kecamatan Tajinan Kabupaten Malang.
b) Mendeskripsikan prevlensi indikator perilaku kadarzi di Desa
Jambearjo Kecamatan Tajinan Kabupaten Malang.
c) Menganalisis hubungan antara individu kadarzi dengan kejadian
stunting pada balita di Desa Jambearjo Kecamatan Tajinan
Kabupaten Malang.

1.4 HIPOTESIS PENELITIAN


Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah dalam
sebuah penelitian [ CITATION Nur15 \l 1033 ]. Hipotesis dalam penelitian ini
menggunakan hipotesis alternatif (Ha), yaitu ada hubungan antara perilaku
keluarga sadar (kadarzi) dengan kejadian stunting pada balita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)


Keluarga sadar gizi merupakan program pemerintah melalui
pengenalan, pencegahan, serta penanganan masalah gizi yang mampu
dilakukan oleh setiap anggota keluarga. Suatu keluarga disebut kadarzi
apabila telah berperilku gizi yang baik yang dicirikan minimal dengan dapat
melakukan penimbang berat badan secara teratur, pemberian air susu ibu
(ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur enam bulan (ASI Eksklusif),
makan beraneka ragam, menggunakan garam beryodium, serta
mengonsumsi suplemen gizi (TTD, kapsul vitamin A dosis tinggi) sesuai
anjuran. Dengan upaya menerapkan perilaku keluarga sadar gizi tersebut,
diharapkan berbagai permasalahan gizi dapat dicegah, status gizi dan
status kesehatan masyarakat menjadi lebih baik sehingga terwujud bangsa
sehat berprestasi [CITATION Lei19 \l 1033 ].
Untuk mewujudkan perilaku Keluarga Sadar Gizi, sejumlah aspek
perlu dicermati. Aspek ini berada di semua tingkatan yang mencangkup:
tingkat keluarga, tingkat masyarakat, tingkat pelayanan kesehatan, dan
tingkat pemerintahan. Di tingkat keluarga aspek tersebut yaitu:
pengetahuan dan keterampilan keluarga, kepercayaan, nilai dan norma
yang berlaku. Sementara di tingkat masyarakat, dukungan pemangku
kepentingan yang mencangkup eksekutif, legislative, tokoh agama, LSM,
media massa, dan sector swasta. Di tingkat pelayanan kesehatan:
mencangkup pelayanan preventif dan promotif. Di tingkat pemerintahan:
mencangkup adanya kebijakan pemerintah yang mendukung dan
pelaksanaan kebijakan yang dapat dipertanggungjawabkan [CITATION
Din14 \l 1033 ]. Oleh karena itu, agar target pemerintah dapat tercapai maka
perlunya kesadaran masyarakat khususnya pada tingkat keluarga untuk
dapat melaksanakan program tersebut dalam peningkatan kesehatan demi
kebaikan bersama.

2.1.1 Indikator Kadarzi


Indikator keluarga sadar gizi untuk mengukur tingkat sadar gizi keluarga.
1. Menimbang Berat Badan Secara Teratur
Salah satu sasaran yang disediakan untuk memantau
pertumbuhan balita yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia
adalah Posyandu. Posyandu merupakan kegiatan kesehatan
dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang
dibantu oleh petugas di suatu wilayah kerja Puskesmas, dimana
program ini dapat dilaksanakan di balai dusun, balai kelurahan,
maupun tempat-tempat lain yang mudah didatangi oleh
masyarakat [CITATION Pro10 \l 1033 ]. Pelayanan Posyandu yang
berhubungan dengan pemantauan pertumbuhan balita meliputi
penimbangan berat badan, penentuan status pertumbuhan, srta
tindak lanjut hasil pemantauan pertumbuhan berupa konseling dan
rujukan kasus.
Menimbang berat badan secara teratur merupakan salah
satu cara yang efektif dilakukan dalam upaya memantau
pertumbuhan balita, karena berat badan tidak naik 1 kali sudah
merupakan indikator penting yang tidak boleh diabaikan, karena
semakin sering berat badan tidak naik maka risiko untuk
mengalami gangguan pertumbuhan akan semakin besar.
Menurut [ CITATION Set11 \l 1033 ], penggunaan KMS
(Kartu Menuju Sehat) dapat memantau pertumbuhan dari balita.
Selain itu, penimbangan berat badan yang dilakukan rutin setiap
bulan adalah sangat penting guna melihat grafik pertumbuhan
anak agar dapat memantau kondisi anak dengan baik dan benar.
Anak yang sehat akan selalu menunjukkan grafik pertumbuhan
yang berada di garis hijau pada kartu KMSnya.
Balita usia 0-5 tahun wajib ditimbang berat badannya
setiap bulan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan
anak, karena pertambahan berat badan anak mencerminkan
kesehatan anak. Anak sehat bertambah umur akan bertambah
pula beratnya. Dengan menimbang berat badan secara teratur,
penyimpangan pertumbuhan dapat diketahui lebih dini sehingga
dapat diatasi sebelum terjadi kondisi stunting atau malnutrisi
[ CITATION Lei19 \l 1033 ].
2. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) Saja Kepada Bayi Sejak Lahir
Sampai Umur 6 Bulan (ASI Eksklusif)
Bayi tidak diberikan makanan atau minuman lain (susu
formula, jeruk, madu, air the,dan tanpa makanan padat seperti
pisang, papaya, bubur susu, bubur nasi, biscuit dan nasi tim),
termasuk air putih sampai usia 6 bulan[ CITATION Lei19 \l 1033 ].
Menurut Hariyadi (2010), Air Susu Ibu (ASI) merupakan
makanan terbaik bagi bayi karena mengandung 3 aspek penting
yakni aspek gizi, aspek kekebalan, dan aspek kejiwaan, berupa
jalinan kasih sayang yang wajib diterapkan oleh ibu guna
perkembangan mental serta kecerdasan anak yang baik dan
optimal. Agar maksimal, bayi harus diberikan ASI segera setelah
dilahirkan (dalam waktu 30 menit setelah kelahiran) karena pada
waktu itu adalah daya isap bayi paling kuat dimana akan
membantu merangsang produksi ASI selanjutnya. Beberapa saat
setelah persalinan keluarlah kolostrum yang mengandung zat
kekebalan bagi tubuh, vitamin A tinggi, lebih kental dan berwarna
kekuningan maka harus diberikan, walupun sedikit tapi sudah bisa
mencukupi kebutuhan bayi. Selain itu, ada hal yang sebaiknya
dihindari agar ASI dapat lancar diproduksi yakni antara lain,
pemberian air gula, air tajin, dan makanan pralaktal karena akan
memaksa tubuh bayi untuk memproduksi enzim guna mencerna
non ASI yang biasanya berakibat diare, alergi, dan lain-lain.
ASI Eksklusif (ASI saja tanpa makanan non ASI) diberikan
hingga usia bayi 6 bulan dengan memberikannya tanpa jadwal,
jadi berikan ASI sesering mungkin termasuk pada malam hari, Ibu
sebaiknya menggunakan payudra kanan dan kiri secara
bergantian tiap kali menyusui dengan posisi duduk atau tiduran
(santai dan tenang) dan bayi dipeluk menghadap ibu. Sebaiknya
bayi mengisap sebagian besar bahkan semua areola (bagian
hitam sekitar puting). Apabila payudara terasa penuh dan bayi
belum efektif menghisap ASI, lebih baik ASI dikeluarkan dengan
selalu menjaga kebersihan tangan. Seorang ibu harus menjaga
ketenangan pikiran, menghindari kelelahan, meningkatkan
percaya diri, membuang rasa khawatir yang berlebihan bahwa ASI
yang dia berikan akan mencukupi kebutuhan sang bayi guna
mencegah kegagalan ASI eksklusif yang dapat menghambat
kecerdasan bayi [ CITATION Har10 \l 1033 ].
Memberikan ASI Ekslusif dijadikan sebagai salah satu
indikator perilaku KADARZI dengan harapan dapat meningkatkan
status gizi balita yang berpengaruh pada kualitas hidupnya dimasa
mendatang.
3. Makanan Beraneka Ragam
Makan beranekaragam yang dimaksud adalah makan
berbagai jenis bahan makanan terdiri dari makanan sumber zat
tenaga (karbohidrat dan lemak), zat pembangun (protein), dan zat
pengatur (vitamin dan mineral) yang memenuhi kecukupan gizi
yang dianjurkan. Pengaturan porsi untuk masing-masing sumber
bahan makanan disesuaikan dengan panduan Piring Makanku
[ CITATION Lei19 \l 1033 ].
Dikatakan gizi seimbang jika terdapat beraneka ragam
bahan pangan di dalamnya yakni mengandung unsur-unsur zat
gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh dilihat secara kualitas
(fungsi) maupun kuantitas (jumlah). Maka dari itu, makanan yang
beraneka ragam yang mengandung sumber karbohidrat, protein,
lemak, vitamin, dan mineral harus dikonsumsi setiap hari karena
sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk aktivitas tubuh lainnya
[ CITATION Har10 \l 1033 ].
Dengan mengkonsumsi makanan beraneka ragam dalam
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan, zat gizi yang diperlukan
tubuh akan tercukupi dengan baik dan menurunkan risiko untuk
terkena masalah gizi dan penyakit.
4. Menggunakan Garam Beryodium
Garam beryodium merupakan pengayaan dari garam
dapur biasa dengan KIO3 (kalium iodat) sebanyak 30-80 ppm. Hal
ini berkenaan dengan Keppres No. 69 tahun 1994, dimana semua
garam yang diedarkan di seluruh pelosok negeri Indonesia harus
mengandung yodium. Kebijakan ini di buat berkaitan erat dengan
tingginya kejadian gangguan kesehatan akibat kekurangan
yodium yang disebut dengan Hangguan Akibat Kekurangan
Yodium (GAKY) di Indonesia, selain dari dampak yang lebih parah
yakni menurunkan tingkat kecerdasan seseorang [ CITATION
Har10 \l 1033 ].
Pada umumnya makanan yang dikonsumsi sehari-hari
mengandung yodium yang snagat sedikit. Menggunakan garam
beryodium untuk keperluan memasak sehari-hari dapat memenuhi
kebutuhan yodium bagi tubuh.
5. Minum Suplemen Gizi Sesuai Anjuran
Departeman Kesehatan telah membagikan tablet besi atau
Tablet Tambah Darah (TTD) kepada ibu hamil sebanyak satu
tablet setiap hari berturut-turut selama 90 hari selama masa
kehamilan guna melaksanakan program penanggulangan AGB
(Anemia Gizi Besi). Pada masing-masing TTD tersebut terdapat
200 mg ferrosulfat, setara dengan 60 mg besi elemental da 0,25
mg asam folat. Pada balita yang mengalami AGB, diberikan
preparat besi dalam bentuk sirup [ CITATION Har10 \l 1033 ].
Di Indonesia kurang lebih 10 juta anak balita memiliki
resiko kekuragan vitamin A (KVA Subklinis) dari jumlah popoulasi
dengan target sebesar 20 juta balita, ditemukan 60 ribu
diamtaranya terancam buta yang telah disertai bercak bitot. Pada
beberapa provinsi telah ditemukan pula kasus-kasus baru KVA
pada anak yang menderita gizi buruk [ CITATION Sul12 \l 1033 ].
Menurut [CITATION Set \l 1033 ], ahli Gizi Dinas Kesehatan
Kota Probolinggo, Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari
golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna
untuk kesehatan mata agar dapat melihat dengan baik dan untuk
kesehatan tubuh yaitu meningkatkan daya tahan tubuh.
Kekurangan vitamin A di Indonesia (KVA) masih merupakan
masalah gizi utama meskipun KVA tingkat berat (xerophthalmia)
sudah jarang ditemui, tapi KVA tingkat subklinis yaitu tingkat yang
belum menampakkan gejala nyata masih menimpa masyarakat
luas terutama kelompok balita.
Sejak tahun 1970, Pemerintah telah melakukan program
penanggulangan KVA ini diantaranya dengan cara suplementasi
vitamin A, sosialisasi vitamin A dan fortifikasi makanan.
Suplementasi vitamin A merupakan rencana program jangka
pendek. Suplementasi vitamin A ini dapat mencegah kemungkinan
seseorangan menderita KVA selama 4 sampai 6 bulan. Kapsul
vitamin A dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kapsul biru dan
kapsul merah, kapsul biru itu untuk bayi usia 6 sampai 11 bulan.
Didalamnya terkandung vitamin A 100.000 IU, sedangkan kapsul
merah untuk balita usia 12 sampai 59 bulan dan ibu nifas,
didalamnya terkandung vitamin A 200.000 IU.
Suplementasi vitamin A ini banyak sekali manfaatnya.
Untuk suplementasi bagi bayi, bermanfaat untuk kesehatan mata
dan daya tahan tubuh, sedangkan untuk ibu nifas, suplementasi
vitamin A ini berguna untuk mempercepat pemulihan kesehatan
ibu paska melahirkan dan untuk meningkatkan kandungan vitamin
A dalam ASI. Untuk ibu nifas, jika diberikan 1 kapsul vitamin A
merah, cukup untuk meningkatkan kandungan vitamin A dalam
ASI selama 60 hari, tetapi jika dua kapsul merah, maka dapat
menambah kandungan vitamin A dalam ASI sampai usia bayi 6
bulan. Namun dalam pemberiannya bagi ibu nifas menurut Eko,
tidak dapat langsung diberikan dua sekaligus, tetapi bertahap,
sebaiknya 1 kapsul segera setelah melahirkan dan 1 kapsul lagi
setelah 24 jam sejak diberikan yang pertama. utuk bayi berumur 6
sampai dengan 11 bulan, pemberian suplementasi vitamin A ini
dilakukan 1 kali saja untuk bayi dalam keadaan sehat ataupun
sakit. Sedangkan untuk anak usia 12 hingga 59 bulan diberikan
setiap 6 bulan sekali, biasanya pada bulan Februari seperti
sekarang ini dan nanti di bulan Agustus.

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku keluarga sadar gizi


(KADARZI)
1. Pengetahuan Gizi Ibu
Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan
konsumsi makanan dalam keluarga khususnya pada anak balita.
Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola konsumsi
makanan keluarga. Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi berakibat
pada renddahnya anggaran untuk belanja pangan dan mutu serta
keaekaragaman makanan yang kurang. Keluarga lebih banyak membeli
barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu,
gangguan gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu
menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari
[ CITATION Sri10 \l 1033 ].
Faktor pengetahuan yang rendah dari sebagaian ibu akan
pentingnya pemberian makanan bergizi dan seimbang untuk anaknya
dapat dikaitkan dengan masalah KEP. Rendahnya pengetahuan dan
pendidikan orang tua khususnya ibu, merupakan faktor penyebab
mendasar terpenting, karena sangat mempengaruhi tingkat kemampuan
individu, keluarga, dan masyarakat dalam rangka mengelola sumber daya
yang ada, untuk mendapatkan kecukupan baha makanan serta sejauh
mana sarana pelayanan kesehatan gizi dan sanitasi lingkungan tersedia
dimanfaatkan sebaik-baiknya. Pendidikan mempunyai tujuan memberikan
bantuan terhadap perkembanagan anak seutuhnya.
Berarti mengembangkan potensi fisik , emosi, sikap moral, pengetahuan
dan keterampilan semaksimal mungkinmungkin agar dapat menjadi
manusia dewasa [ CITATION Sri10 \l 1033 ].
Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang
mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak
pengetahuan gizi seseorang, maka ia akan semakin memperhitungkan
jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsusmsi
[ CITATION Sri10 \l 1033 ].

2. Sikap dan Pola Asuh Ibu


Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu
yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang fisik, mental
dan psikososial yang berjalan sedemikian cepatnya, sehingga
keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari
depan anak. Kelainan atau penyimpanan apapun apabila tidak
diintervensi secara dini dan baik dan tidak terdeteksi secara nyata
mendapatkan perawatan yang bersifat purna yaitu promotif, preventif dan
rehabilitatif akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak
selanjutnya. Dengan mengacu pada konsep dasar tumbuh kembang anak
maka secara konsetual pengasuhan adalah upaya dari lingkungan (dalam
hal ini adalah ibu) agar kebutuhan-kebutuhan dasar (asah, asih dan asuh)
anak dapat terpenuhi dengan baik dan benar, sehingga anak dapat
tumbuh dan berkembang secara optimal [CITATION Sit17 \l 1033 ].
Menurut penelitian [ CITATION Sit17 \l 1033 ], Pola asuh yang
dilakukan ibu dalam penelitiannya terdiri dari beberapa aspek antara lain:
perawatan dan perlindungan bagi anak, praktek menyusui dan pemberian
MP-ASI, pengasuhan psiko-sosial, penyimpanan makanan, kebersihan
diri dan sanitasi lingkungan dan praktek kesehatan di rumah sakit dan
pola pencarian pelayanan kesehatan.
3. Pendapatan Keluarga
Pendapatan merupakan faktor penting bagi kualitas dan kuantitas
makanan. Terdapat pengaruh peningkatan pendapatan terhadap
perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga dengan status gizi, tetapi
biasanya penambahan pendapatan tidak selalu ke arah makanan yang
lebih baik, karena pengeluaran lain jauh lebih banyak. Keluarga dengan
pendapatan terbatas, besar kemungkinan kurang dapat memenuhi
kebutuhan makannya sejumlah yang diperlukan tubuh. Setidaknya
keanekaragaman bahan makanan kurang bisa dijamin, karena dengan
uang yang terbatas itu tidak akan ada banyak pilihan. Pada tingkat
keluarga, keadaan gizi dipengaruhi oleh tingkat kemampuan keluarga
dalam menyediakan pangan sesuai dengan kebutuhan anggota keluarga.
Tingkat pendapatan yang rendah menyebabkan keluarga tidak dapat
mengkonsumsi makanan yang beranekaragam dalam menu sehari-hari,
sehingga hanya mampu makan dengan makanan yang kurang
berkualitas baik jumlah maupun gizinya [CITATION Har17 \l 1033 ].
4. Budaya Keluarga
Faktor yang berperan dalam proses konsusmsi pangan dan
masalah gizi di berbagai masyarakat adalah sosial budaya. Unsur sosial
dapat mewujudkan suatu kebiasaan makan makanan yang kadang kata
tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dasar ilmu gizi. Kebudayaan tabu
tidaknya makanan untuk dikonsumsi, walaupun tidak semua tabu rasional
bahkan ada banyak tabu yang tidak masuk akal. Oleh sebab itu
kebudayaan menjadi salah satu faktor yang yang berpengaruh terhadap
pola konsumsi pangan yang menyangkut pemilihan jenis pangan,
pengolahan, serta persiapan dan penyajian.
5. Ketahanan Pangan Keluarga
Salah satu hal terpenting guna menciptakan manusia yang
berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalaui perwujudan ketersediaan
pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi, beragam dan tersebar
merata ke seluruh pelosok antero negeri Indonesia serta tidak lupa
terjangkau untuk dibeli masyarakat adalah ketahanan pangan [ CITATION
Nab11 \l 1033 ].

B. Balita
1. Karakteristik Balita
Balita adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bayi
usia dibawah satu tahun juga termasuk golongan ini. Balita usia 1-5
tahun dapat dibedakan menjadi dua yaitu anak usia lebih dari satu
tahun sampai tiga tahun yang dikenal dengan batita dan anak usia
lebih dari tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal dengan usia
prasekolah [CITATION Pro101 \l 1033 ].
Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen, artinya anak
menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya sebagai anak
batita sebaiknya diperkenalkan dengan berbagai bahan makanan. Laju
pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia prasekolah
sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Pola makan
yang diberikan sebaiknya dalam porsi kecil dengan frekuensi sering
karena perut balita masih kecil sehingga tidak mampu menerima
jumlah makanan dalam sekali makan[ CITATION Pro101 \l 1033 ].
Pada usia prasekolah akan menjadi konsumen aktif yaitu
mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Perilaku
makanan sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis, kesehatan dan
sosial anak. Oleh karena itu keadaan lingkungan dan sikap keluarga
merupakan hal yang sangat penting dalam pemberian makanan pada
anak agar anak tidak cemas dan khawatir terhadap makanannya
[ CITATION Pro101 \l 1033 ].

2. Penilaian Status Gizi Balita

3. Status Gizi Balita


Status gizi anak diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan
tinggi badan (TB). Berat badan anak balita ditimbang menggunakan
timbangan digital yang memiliki presisi 0,1 kg, panjang atau tinggi
badan di ukur dengan menggunakan alat ukur panjang/tinggi dengan
presisi 0,1 cm.variabel BB dan TB/PB anak balita disajikan dalam
bentuk tiga indeks antropometri, yaitu BB/U, TB/U, dan BB/TB
[ CITATION Ris13 \l 1033 ].

C. Stunting Pada Balita


1. Stunting
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi stunting
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan
menggunakan desain cross sectional.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Jambearjo wilayah Kecamatan
Tajinan, Kabupaten Malang. Adapun alasan pemilihan lokasi adalah
sebagai berikut :

a. Prevalensi balita status gizi pendek (stunting) di Kecamatan Tajinan


Kabupaten Malang pada bulan tahun 2019 adalah 707 balita atau
sekitar 18,56 %.
b. Prevalensi balita status gizi pendek (stunting) dalam penimbangan rutin
pada bulan Agustus 2019 di Desa Jambearjo Kecamatan Tajinan
Kabupaten Malang adalah 118 balita atau 31,6 %. Desa ini merupakan
desa yang memiliki angka stunting tertinggi di wilayah Kecamatan
Tajinan Kabupaten Malang.

2. Waktu Penelitian
Pengambilan data telah dilaksanakan pada tanggal 20, 21 dan 26
Februari 2020.
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel Bebas : Perilaku Kadarzi
Variabel Terikat : Stunting

Tabel 1. Definisi Operasional


No. Jenis Definisi Operasional Skala
Variabel
1. Perilaku Data perilaku kadarzi diperoleh berdasarkan Interval
Kadarzi skor kadarzi melalui wawancara kepada
responden dengan 14 pertanyaan dari
kuesioner kadarzi, yang mencakup indikator
perilaku sebagai berikut:
a. Penimbangan rutin dapat dikatakan baik jika
ditimbang 4 kali atau lebih dalam 6 bulan
terakhir, kurang baik jika ditimbang kuramg
dari 4 kali dalam 6 bulan terakhir.
b. ASI Eksklusif dikatakan baik jika ibu
memberikan ASI minimal 6 bulan setelah
kelahiran kepada bayinya, dan tidak baik bila
tidak diberikan minimal 6 bulan setelah
kelahiran.
c. Konsumsi makanan dapat dikatakan
beragam jika mengkonsumsi lauk hewani
dan sayuran setiap hari, dan dikatakan
kurang jika tidak mengkonsumsi lauk hewani
dan sayur dalam sehari.
d. Penggunaan garam dapur dapat dikatan
baik jika menggunakan garam kotak/halus,
dan dikatakan kurang baik jika
menggunakan garam gresek.
e. Konsumsi suplemen gizi dikatakan baik jika
balita mendapat dan mengonsumsi kapsul
vitamin A 2 kali dalam satu tahun, dan
kurang jika hanya 1 kali atau tidak
mendapatkan dan mengonsumsi kapsul
vitamin A.
Hasil pengukuran selanjutnya akan dijumlah
sebagai point perilaku kadarzi.
2. Status Gizi Stunting merupakan hasil dari pengukuran Interval
Pendek berdasarkan tinggi (panjang) badan menurut
(Stunting) umur sebagai retardasi pertumbuhan linier yang
defisit dalam panjang badan sebesar < -2 z-
score atau lebih menurut baku rujukan
pertumbuhan stunting (Kemenkes, 2018).

3.4 Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah anak balita yang
3.5 Pengumpulan Data
3.6 Analisis Data

Anda mungkin juga menyukai