Anda di halaman 1dari 38

INDEKS KHUSUS PENANGANAN STUNTING TAHUN 2017

Ukuran Buku: 18,2 cm x 25,7 cm


Jumlah Halaman: viii + 27 halaman

Naskah:
Subdit. Statistik Kesehatan dan Perumahan, Direktorat Statistik Kesejahteraan Rakyat,
Badan Pusat Statistik

Gambar Kulit:
Subdit. Statistik Kesehatan dan Perumahan, Direktorat Statistik Kesejahteraan Rakyat,
Badan Pusat Statistik

Diterbitkan oleh:
©Badan Pusat Statistik, Jakarta – Indonesia

Dicetak oleh:
Badan Pusat Statistik, Jakarta – Indonesia

Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengomunikasikan, dan/atau


menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial tanpa izin
tertulis dari Badan Pusat Statistik

Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017 ii


KATA PENGANTAR
Badan Pusat Statistik dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan melaksanakan Integrasi Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2018 dan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Tahun 2018. Tujuan utama pelaksanaan integrasi ini sebagai perwujudan
inisiatif Presiden Republik Indonesia dalam mewujudkan One Data. Dengan integrasi
tersebut dapat diperoleh data prevalensi stunting sekaligus analisis yang lebih kaya
mengenai faktor sosial rumah tangga yang dapat digunakan untuk program terkait
penanganan penurunan stunting.
Buku Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017 merupakan inisiasi awal
yang dibangun untuk penanganan penurunan stunting. Buku ini diharapkan menjadi
dasar pengembangan indeks penanganan stunting di tahun yang akan datang.
Ucapan terima kasih diucapkan pada berbagai pihak yang telah memberi
sumbangan dan masukan dalam penyusunan buku ini. Semoga buku ini bisa
memberikan manfaat bagi kegiatan integrasi di masa yang akan datang.

Jakarta, Desember 2018


Kepala Badan Pusat Statistik

Dr. Suhariyanto

Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017 iii


iv Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................ iii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................... 1
1.2 Tujuan.......................................................................................................................... 2
1.3 Sumber Data ............................................................................................................. 2
1.4 Sistematika Penulisan ............................................................................................ 2
BAB 2 METODE PENGHITUNGAN INDEKS ........................................................ 3
2.1 Variabel Pembentuk Indeks ................................................................................ 3
2.2 Definisi Indikator ..................................................................................................... 9
2.3 Tahapan Penghitungan Indeks ........................................................................12
BAB 3 INDEKS KHUSUS PENANGANAN STUNTING ......................................15
3.1 Keadaan Indonesia pada Indikator Penyusun IKPS..................................15
3.2 Indeks Khusus Penanganan Stunting (IKPS) ...............................................23
BAB 4 PENUTUP.................................................................................................25
4.1 Kesimpulan ..............................................................................................................25
4.2 Saran ..........................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................27

Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017 v


DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Indikator terkait Anak Kurang Gizi Framework UNICEF .................................... 4
Tabel 2.2 Komponen dalam framework INEY ........................................................................... 7
Tabel 2.3 Indikator-Indikator dalam IKPS................................................................................... 8
Tabel 2.4 Batas Maksimal dan Minimal Tiap Indikator........................................................ 13
Tabel 2.5 Bobot pada Masing-Masing Domain ..................................................................... 14

vi Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017


DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Framework UNICEF terkait Determinan Anak Kurang Gizi ....................... 3
Gambar 3.1 Proporsi Anak 12-23 Bulan yang Mendapatkan Imunisasi Lengkap
Menurut Provinsi Tahun 2017 ........................................................................... 15
Gambar 3.2 Proporsi Anak 0-5 Bulan yang Diberikan ASI Eksklusif Menurut
Provinsi Tahun 2017 .............................................................................................. 16
Gambar 3.3 Proporsi Anak 6-23 Bulan yang Diberikan MP-ASI Menurut Provinsi
Tahun 2017 ............................................................................................................... 17
Gambar 3.4 Proporsi Rumah Tangga yang Mengalami Ketidakcukupan Konsumsi
Pangan Menurut Provinsi Tahun 2017 ........................................................... 18
Gambar 3.5 Proporsi Rumah Tangga yang Mengalami Kerawanan Pangan Tingkat
Sedang dan Berat Menurut Provinsi Tahun 2017 ...................................... 19
Gambar 3.6 Proporsi Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Sumber Air
Minum Layak Menurut Provinsi Tahun 2017 ............................................... 20
Gambar 3.7 Proporsi Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Sanitasi Layak
Menurut Provinsi Tahun 2017 ........................................................................... 21
Gambar 3.8 Proporsi Anak Umur 0-17 Tahun yang Memiliki Akta Kelahiran
Menurut Provinsi Tahun 2017 ........................................................................... 22
Gambar 3.9 Indeks pada Masing-Masing Domain............................................................. 23
Gambar 3.10 IKPS Menurut Provinsi Tahun 2017 ................................................................. 24

Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017 vii


viii Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 2018, BPS melalui Direktorat Statistik Kesejahteraan Rakyat


bersama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) melakukan integrasi Survei Sosial dan
Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2018 dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Tahun 2018. Integrasi ini merupakan sebuah revolusi besar sekaligus momen
penting dalam mewujudkan One Data di bidang kesehatan.
Melalui integrasi Susenas Maret 2018 dan Riskesdas Tahun 2018 diharapkan
mampu menggabungkan berbagai keunggulan yang dimiliki kedua kegiatan
tersebut, yaitu menghasilkan data yang akurat dengan disagregasi menurut
karakteristik rumah tangga sehingga lebih tepat sasaran ketika digunakan untuk
mengambil kebijakan.
Salah satu indikator penting yang dihasilkan dari integrasi Susenas Maret 2018
dan Riskesdas Tahun 2018 adalah indikator terkait stunting. Pada dasarnya, stunting
mencerminkan kekurangan gizi kronis yang terjadi selama periode paling kritis
pertumbuhan dan perkembangan anak di awal kehidupannya. Stunting juga dapat
disebabkan adanya infeksi yang berulang atau kondisi lain yang menyebabkan
berkurangnya penyerapan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh anak. Di luar sebab
tersebut, kondisi stunting pada balita juga akibat berbagai hal yang pada akhirnya
menyebabkan panjang atau tinggi badan anak terlalu pendek untuk usianya.
Dalam buku 100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil
(Stunting) yang diterbitkan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K) tahun 2017, kerangka intervensi stunting yang dilakukan oleh
Pemerintah Indonesia terbagi menjadi dua yaitu intervensi gizi spesifik dan
intervensi gizi sensitif. Penanganan stunting merupakan salah satu fokus Pemerintah
Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah instrumen yang bisa dibandingkan
antarwilayah untuk memantau penanganan stunting. BPS melalui data Susenas

Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017 1


Maret 2017 menyusun Indeks Khusus Penanganan Stunting (IKPS) yang dapat
digunakan sebagai instrumen untuk memantau penanganan stunting. IKPS pertama
kali dirumuskan pada tahun 2018 dan masih akan dilakukan revisi pada masa yang
akan datang sesuai dengan kebutuhan dan evaluasi program. Pengembangan
penyusunan indeks selanjutnya akan memperhatikan dan memasukkan indikator
yang berkorelasi erat dengan stunting yang dihasilkan oleh kementerian/lembaga
terkait.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penyusunan IKPS ini sebagai bahan evaluasi berbagai kebijakan
terkait penanganan stunting di Indonesia.

1.3 Sumber Data

Sumber data yang digunakan pada penghitungan IKPS berasal dari data Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret tahun 2017. Data Susenas Maret 2017
digunakan karena indikator-indikator penyusun IKPS dapat dihasilkan dari Susenas
Maret 2017.

1.4 Sistematika Penulisan

Buku ini terdiri dari 4 bab yaitu:


Bab 1 Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan, sumber data, dan sistematika
penulisan.
Bab 2 Metode Penghitungan Indeks berisi tata cara dan tahapan yang dilakukan
dalam penghitungan Indeks Khusus Penanganan Stunting.
Bab 3 Indeks Khusus Penanganan Stunting berisi hasil pengolahan dan analisis
hasil indeks.
Bab 4 Penutup berisi kesimpulan dan saran untuk penghitungan indeks pada masa
yang akan datang.

2 Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017


BAB 2
METODE PENGHITUNGAN INDEKS

2.1 Variabel Pembentuk Indeks

Kerangka intervensi stunting yang diadopsi oleh Pemerintah Indonesia adalah


intervensi gizi sensitif dan intervensi gizi spesifik. Intervensi gizi sensitif dilakukan
melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan seperti
penyediaan akses terhadap air bersih dan sanitasi. Sedangkan intervensi gizi spesifik
merupakan intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada 30% penurunan stunting. Kerangka
kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan pada sektor kesehatan.
Intervensi ini juga bersifat jangka pendek dimana hasilnya dapat dicatat dalam
waktu yang relatif pendek. Perempuan yang mengalami kekurangan gizi memiliki
peluang lebih besar untuk menjadi ibu yang akan melahirkan anak kurang gizi.
Selain itu, bayi dengan berat lahir rendah meningkatkan peluang kematian bayi
(TNP2K, 2017). UNICEF dalam Improving Child Nutrition menyusun sebuah
framework untuk merumuskan determinan dari anak kurang gizi sebagai berikut:

Gambar 2.1 Framework UNICEF terkait Determinan Anak Kurang Gizi

Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017 3


Bagan di atas diterjemahkan ke dalam indikator-indikator terukur oleh UNICEF
menjadi:
Tabel 2.1 Indikator terkait Anak Kurang Gizi Framework UNICEF

Life Stage Dimension No. Indicators


(1) (2) (3) (4)
Child Nutritional 1 Children who are stunted (height-for-age z-score <-2) (%)
Status 2 Children who are wasted (weight-for-height z-score<-2) (%)
Children who are severely wasted (weight-for-height z-
3
score<-3) (%)
Children aged 6-59 months who are anaemic (Hemoglobin
4
level <110g/L)(%)
Infant and Children born in the last 24 months who were put to the
Young Child 5
breast within one hour of birth (%)
Feeding
Practices Infants 0–5 months of age who are fed exclusively with breast
6
milk (%)
7 Children 12–15 months of age who are fed breast milk (%)
8 Children 20–23 months of age who are fed breast milk (%)
Infants 6–8 months of age who receive solid, semi-solid or
9
soft foods (%)
Children 6–23 months of age who receive foods from 4 or
10
more food groups (%)

Proportion of breastfed and non-breastfed children 6–23


11 months of age who receive solid, semi-solid, or soft foods
minimum number of times or more (%)

Children 6–23 months of age who receive a minimum


12
acceptable diet (%)
Proportion of children 6–23 months of age who receive an
iron-rich food or iron-fortified food that is specially designed
13
for infants and young children, or that is fortified in the home
(%)
Child Micronutri- Children aged 6-59 months who received a vitamin A does in
ent 14
the past 6 months (%)
supplemen-
tation 15 Households using iodized salt (%)
Health/ Children aged 12-23 months fully immunized (BCG, measles,
Diseases 16
Hep B, 3+ polio/DPT) (%)
Children who had diarrhoea in the last 2 weeks preceding the
17
survey (%)

4 Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017


Life Stage Dimension No. Indicators
(1) (2) (3) (4)
Cildren aged under-five with diarrhoea in the last 2 weeks
18
who received oral rehydration salt (ORS)& zinc (%)
Mothers Nutritional Pregnant women aged 15-49 years who are anaemic
status 19
(hemoglobin <110 g/L) (%)
Non-pregnant women aged 15-49 years who are anaemic
20
(hemoglobin <120 g/L) (%)
Micronutri- Women taking 90+ iron folic acid tablets during their last
ent 21
pregnancy (%)
supplemen-
tation Women who received iron folic acid tablets during their last
22
pregnancy (%)
Maternity 23 Mothers who had at least four antenatal care visits (%)
Care
Births assisted by a doctor/nurse/midwife, other health
24
personnel (%)
25 Institutional births (%)
Adolescents Nutritional Adolescent girls aged 12-19 years who are anaemic (Hb<120
status 26
g/L for 12-19 years) (%)
Micronutri- Adolescent girls who received iron folic acid supplement last
ent 27
week (%)
supplemen-
tation Adolescent girls who consumed iron folic acid supplement
28
last week (%)
Household WASH 29 Population using improved drinking water sources (%)
30 Households practicing open defecation (%)
31 Population using improved sanitation facility (%)
ECD Distribution of children 0-6 years old attending preschool (%)
32
- by type of preschool, age etc
Family Total unmet need for family planning (%) among currently
planning 33
married women 15-49 years
Smoking & 34 Women aged 15-49 years who use any kind of tobacco (%)
alcohol 35 Men aged 15-49 years who use any kind of tobacco (%)
consump-
tion 36 Women aged 15-49 years who consume alcohol (%)
37 Men aged 15-49 years who consume alcohol (%)
Child Protection Children under five years old whose births have been
38
registered (%)
Maternal Education Distribution of women aged 15-49 years by highest level of
39
schooling attended or completed (%)
Protection 40 Women aged 20-24 years married by age 18 years (%)

Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017 5


Life Stage Dimension No. Indicators
(1) (2) (3) (4)
Women aged 15-19 years who were already mothers or
41
pregnant at the time of the survey (%)
Empower- Currently married women aged 15-49 years who usually
ment 42
participate in household decisions (%)
Ever-married women who have every experienced spousal
43
violence (%)
Ever-married women who have experienced violence during
44
pregnancy (%)
Household Poverty 45 2-3 relevant indicators

Berdasarkan framework UNICEF di atas jika ditelusuri ketersediaan datanya pada


dataset Susenas Maret dari tahun 2016 hingga 2019, maka indikator-indikator yang
tersedia sebagai berikut:
1. Persentase Perempuan Pernah Kawin (PPK) Umur 15-49 Tahun yang Proses
Melahirkan Terakhirnya di Fasilitas Kesehatan.
2. Persentase Perempuan Pernah Kawin (PPK) Umur 15-49 Tahun yang Proses
Melahirkan Terakhirnya Ditolong Tenaga Kesehatan Terlatih.
3. Persentase Rumah Tangga dengan Akses Air Minum Layak.
4. Persentase Rumah Tangga yang Tidak Memiliki Akses Toilet (Buang Air
Sembarangan).
5. Persentase Rumah Tangga dengan Sanitasi Layak.
6. Persentase Anak Umur 0-6 Tahun yang Bersekolah di Jenjang Pendidikan
Prasekolah.
7. Persentase Anak Umur 0-4 Tahun yang Memiliki Akta Kelahiran.
8. Persentase Perempuan Umur 15-49 Tahun dengan Pendidikan Terakhir yang
Ditamatkan SMA ke Atas.
9. Persentase Perempuan Pernah Kawin (PPK) Umur 20-24 Tahun yang Usia Kawin
Pertamanya Kurang dari 18 Tahun.
10. Persentase Perempuan Umur 15-19 Tahun yang Berstatus Pernah Kawin.
11. Persentase Rumah Tangga yang Berada di bawah Garis Kemiskinan.
Framework terkait penanganan stunting juga terdapat dalam Investing in
Nutrition and Early Years (INEY) tahun 2018 yang disusun oleh World Bank.
Framework yang dibangun tersebut untuk tujuan intervensi nutrisi yang terdiri atas
sektor kesehatan, air, sanitasi, pendidikan dan kepemilikan akta kelahiran.

6 Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017


Tabel 2.2 Komponen dalam framework INEY
Sector Indicator
(1) (2)
Health Basic Immunization
• Exclusive breastfeeding
Nutrition
• Dietary diversity
• Drinking water
WASH
• Sanitation
Education Early Childhood Education
Agriculture Food Insecurity Access Score
Birth Registration Birth Certificate

Definisi-definisi yang dituangkan pada kedua framework di atas pada dasarnya


memperlihatkan bahwa penanganan program stunting mencakup berbagai domain
atau dimensi yang perlu ditangani secara memadai oleh kebijakan sektor atau
kementerian terkait. Berbagai kebijakan publik dan program-program turunannya
tentu sangat berperan dalam mencapai tujuan program yang diinginkan. Mengacu
pada relevansi tersebut, peran sektor atau kementerian dalam penanganan program
stunting menjadi aktor utama khususnya pada ketersediaan sumber daya dan
sumber data yang hingga laporan ini dibuat ketersediaan data tersebut masih
dinantikan.
Dalam rangka pemenuhan penyusunan laporan perkembangan penanganan
stunting di Indonesia, Susenas Maret 2017 menjadi sumber data yang
memungkinkan untuk digunakan saat ini, dengan tidak menutup kemungkinan akan
ditambahkan dengan data dari sektor atau kementerian terkait pada masa yang
akan datang. Dengan ditambahkan data dari kementerian terkait, akan terbentuk
sebuah instrumen lengkap yang dapat memberikan indikasi secara menyeluruh
lintas waktu dan lintas sektor tentang kemajuan penanganan program stunting di
Indonesia. Selain itu, akan terbentuk sebuah instrumen evaluasi yang dapat
menunjukkan dampak yang telah disepakati bersama di antara para pemangku
kepentingan.
Kembali pada kedua framework di atas, jika ditelaah secara mendalam,
indikator-indikator yang dibangun dalam framework INEY beririsan dengan
framework UNICEF. Dengan mempertimbangkan pada aspek ketersediaan data dan
keterbandingan global dimana sebagian besar indikator penyusun framework INEY

Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017 7


merupakan bagian dari indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), maka
dalam laporan ini, indikator penyusun framework INEY tersebut selanjutnya
dijadikan sebagai indikator awal penyusun IKPS. Indikator-indikator tersebut
dimasukkan ke dalam 5 domain yaitu kesehatan, nutrisi, akses pangan, perumahan
dan perlindungan sosial.
Berikut merupakan indikator-indikator yang digunakan pada masing-masing
domain:
Tabel 2.3 Indikator-Indikator dalam IKPS
Sumber Data dan
No. Domain Indikator
Ketersediaan Data
(1) (2) (3) (4)
D1 Kesehatan
Proporsi anak umur 12-23 bulan
Susenas Maret 2017,
1 Imunisasi Lengkap yang mendapat Imunisasi Lengkap
setiap tahun
(%)
D2 Nutrisi
Proporsi anak umur 0-5 bulan Susenas Maret 2017,
2 ASI Eksklusif
yang diberikan ASI Eksklusif (%) setiap tahun

Proporsi anak umur 6-23 bulan


Makanan Pendamping Susenas Maret 2017,
3 yang diberikan makanan
(MP)-ASI setiap tahun
pendamping ASI (MP-ASI) (%)

Ketidakcukupan
Proporsi rumah tangga yang
Konsumsi Pangan Susenas Maret 2017,
4 mengalami ketidakcukupan
(Prevalence of setiap tahun
konsumsi pangan (%)
Undernourisment - PoU)
D3 Akses Pangan

Kerawanan Pangan Proporsi rumah tangga yang


Susenas Maret 2017,
5 (Food Insecurity mengalami kerawanan pangan
setiap tahun
Experienced Scale -FIES) tingkat sedang dan berat (%)

D4 Perumahan
Proporsi rumah tangga yang
Susenas Maret 2017,
6 Akses Air Minum Layak memiliki akses terhadap sumber
setiap tahun
air minum layak (%)
Proporsi rumah tangga yang
Susenas Maret 2017,
7 Akses Sanitasi Layak memiliki akses terhadap sanitasi
setiap tahun
layak (%)
D5 Perlindungan Sosial
Proporsi anak umur 0-17 tahun Susenas Maret 2017,
8 Akta Kelahiran
yang memiliki Akta kelahiran (%) setiap tahun

8 Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017


2.2 Definisi Indikator

Sebagian besar indikator penyusun yang digunakan dalam indeks merupakan


indikator-indikator yang digunakan dalam TPB yaitu indikator imunisasi pada Tujuan
1, ASI Eksklusif, ketidakcukupan konsumsi pangan dan kerawanan pangan pada
Tujuan 2, air minum dan sanitasi layak pada Tujuan 6, dan akta kelahiran pada Tujuan
16. Dari indikator penyusun indeks tersebut, enam diantaranya merupakan indikator
dengan interpretasi positif dimana semakin tinggi proporsinya semakin baik
capaiannya. Sementara dua indikator lainnya, yaitu indikator ketidakcukupan
konsumsi pangan dan kerawanan pangan merupakan indikator dengan interpretasi
negatif. Semakin tinggi proporsinya, semakin buruk capaiannya.
Indikator-indikator penyusun IKPS tahun 2017 merupakan simulasi awal untuk
penghitungan indeks terkait penanganan stunting. Isu-isu teknis di seputar
ketersediaan data menjadi pertimbangan dasar untuk memasukkan domain dan
indikator. Dalam jangka panjang, perluasan domain dan indikator amat mungkin
dilakukan sejalan dengan ketersediaan data. Pada pengembangan penghitungan
indeks selanjutnya diharapkan dapat mencakup domain dan indikator-indikator
baru yang relevansinya kuat dengan program penurunan stunting misalnya
persentase tingkat pengetahuan gizi ibu, prevalensi ibu hamil yang mengalami
kekurangan energi kronis (KEK), riwayat penyakit infeksi dan asupan gizi selama
kehamilan dan lain sebagainya.
Laporan IKPS tahun 2017 ini menggunakan indikator dengan data yang relatif
tersedia tiap tahun. Berikut ini merupakan definisi dari masing-masing indikator
yang digunakan:

1. Proporsi Anak Umur 12-23 Bulan yang Mendapat Imunisasi Lengkap


Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan
dengan penyakit tersebut, tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Imunisasi. Imunisasi dasar diberikan kepada bayi sebelum
berumur 1 tahun, terdiri atas BCG, polio, DPT, Hepatitis B, dan campak/morbili.

Anak dikatakan menerima imunisasi lengkap apabila telah menerima 1 (satu) kali
imunisasi Bacillus Calmette Guerin (BCG), 3 (tiga) kali imunisasi Diphteria Pertusis

Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017 9


Tetanus (DPT), 3 (tiga) kali imunisasi Hepatitis B, 3 (tiga) kali imunisasi Polio, dan
1 (satu) kali imunisasi Campak.

2. Proporsi Anak Umur 0-5 Bulan yang Diberikan ASI Eksklusif


Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi karena mengandung zat gizi
paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Selain mengandung
zat kekebalan yang memberikan perlindungan terhadap berbagai penyakit, ASI
juga mengandung enzim yang akan membantu pencernaan.

ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6
(enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau
minuman lain kecuali obat, vitamin, dan mineral.

3. Proporsi Anak Umur 6-23 Bulan yang Diberikan Makanan Pendamping ASI
(MP-ASI)
MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan
kepada bayi yang berusia 6 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain ASI.

4. Proporsi Rumah Tangga yang Mengalami Ketidakcukupan Konsumsi


Pangan
Prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan atau Prevalence of
Undernourishment (PoU) merupakan persentase dari populasi sebagai suatu
kondisi dimana seseorang mengkonsumsi sejumlah makanan yang tidak cukup
guna penyediaan energi yang dibutuhkan secara reguler untuk hidup normal,
aktif, dan sehat. Standar minimum yang digunakan untuk penghitungan PoU
bukan dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2150 kilo kalori, namun standar
minimum sesuai kebutuhan individu menurut jenis kelamin dan umur pada tinggi
badan dan berat badan tertentu sehingga dapat hidup normal, sehat dan aktif.

Undernourishment berbeda dengan malnutrition dan undernutrition dimana


malnutrition dan undernutrition adalah outcome terkait status gizi. Walaupun
undernourishment adalah kondisi individu, namun karena pertimbangan konsep
dan data yang tersedia, indikator ini hanya dapat diaplikasikan untuk
mengestimasi level suatu populasi atau kelompok individu, bukan pada level
individu itu sendiri sehingga indikator ini tidak tepat digunakan untuk
mengidentifikasi individu dari populasi yang mengalami undernourished
(ketidakcukupan konsumsi pangan).

10 Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017


5. Proporsi Rumah Tangga yang Mengalami Kerawanan Pangan Tingkat
Sedang dan Berat
Indikator ini mengukur proporsi rumah tangga yang memiliki pengalaman atau
mengalami tingkat kerawanan pangan sedang atau parah, setidaknya sekali
dalam 12 bulan terakhir. Tingkat keparahan kerawanan pangan bersifat laten
yang diukur berdasarkan Skala Kerawanan Pengalaman Kerawanan Pangan (Food
Insecurity Experience Scale/FIES) berdasarkan skala referensi global.
Ketidakmampuan dalam mengakses pangan dapat dilihat dari pengalamannya.
Skala pengalaman berkisar dari ketidakmampuan untuk mendapatkan makanan
dalam jumlah yang cukup, ketidakmampuan untuk mengkonsumsi makanan
yang berkualitas dan beragam, terpaksa untuk mengurangi porsi makan atau
mengurangi frekuensi makan dalam sehari hingga kondisi ekstrim merasa lapar
karena tidak mendapatkan makanan sama sekali. Kondisi seperti ini menjadi
dasar untuk membuat skala pengukuran kerawanan pangan berdasarkan
pengalaman. Dengan metode statistik tertentu, skala ini memungkinkan untuk
dilakukan analisis mengenai prevalensi kerawanan pangan secara konsisten antar
negara. Tingkat keparahan kondisi kerawanan pangan yang diukur melalui skala
ini dapat langsung menggambarkan ketidakmampuan rumah tangga dalam
mengakses makanan yang dibutuhkan secara reguler.

6. Proporsi Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Sumber Air Minum
Layak
Akses air minum layak adalah air minum yang terlindung meliputi air ledeng
(keran), penampungan air hujan (PAH) atau mata air dan sumur terlindung, sumur
bor atau sumur pompa, yang jaraknya minimal 10 meter dari pembuangan
kotoran, penampungan limbah dan pembuangan sampah. Tidak termasuk air
kemasan, air dari penjual keliling, air yang dijual melalui tanki, air sumur dan mata
air tidak terlindung. Akses air minum layak juga memerhatikan sumber kedua
yaitu air yang digunakan untuk memasak/mandi/cuci/dll. Definisi tersebut
merupakan pendekatan untuk mengukur pencapaian target global, memberikan
akses air minum universal dan layak yang aman dan terjangkau bagi semua pada
tahun 2030.

Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017 11


7. Proporsi Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Sanitasi Layak
Akses sanitasi layak adalah rumah tangga dengan kepemilikan fasilitas tempat
buang besar yang digunakan sendiri oleh rumah tangga tersebut atau bersama
tetapi dengan jumlah rumah tangga lain terbatas, jenis kloset yang digunakan
adalah leher angsa, dan tempat pembuangan akhir tinjanya adalah tangki septik,
SPAL/IPAL.

8. Proporsi Anak Umur 0-17 Tahun yang Memiliki Akta Kelahiran


Akta kelahiran adalah surat tanda bukti kelahiran yang dikeluarkan oleh kantor
catatan sipil, bukan surat keterangan lahir dari rumah sakit/dokter/bidan/
kelurahan. Akta Kelahiran merupakan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh
negara bagi individu yang baru lahir.

2.3 Tahapan Penghitungan Indeks

Tahapan yang dilakukan dalam penghitungan indeks adalah penentuan batas


minimal dan maksimal dari masing-masing indikator dilanjutkan dengan
pembobotan pada masing-masing indikator dan kemudian tahapan terakhir adalah
menghitung indeks sesuai dengan rumus yang ditetapkan.

1. Penentuan Batas Maksimal dan Batas Minimal


Dalam menentukan skor untuk masing-masing indikator, langkah yang dilakukan
adalah menentukan nilai batas maksimal dan minimal masing-masing indikator.
Kesepakatan penentuan batas untuk masing–masing indikator dilakukan dengan
berkonsultasi bersama para pakar dan kementerian terkait. Beberapa indikator
dalam IKPS, telah menggunakan ketentuan standar nasional dalam penentuan
batas maksimal dan minimal, misalnya indikator kelayakhunian tempat tinggal
telah menggunakan standar yang telah ditentukan pada Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dengan menetapkan batas maksimal dan
minimal berdasarkan standar nasional, mengindikasikan indikator yang dibangun
tersebut telah mengacu pada perspektif kepentingan pembangunan dengan
target capaiannya sekaligus mendekatkan ke arah kebutuhan pembangunan
nasional.

Dalam hal indikator yang belum mempunyai ketentuan standar, penghitungan


batas maksimal dan minimal dilakukan dengan menggunakan data empiris

12 Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017


(sebaran data tiap propinsi), lalu diambil nilai maksimal kemudian ditambahkan
dua kali nilai standar deviasi (SD) dari indikator tersebut.

Tabel 2.4 Batas Maksimal dan Minimal Tiap Indikator


Batas Batas Dasar
No Domain Indikator
Minimal Maksimal Penentuan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Kesehatan Imunisasi Lengkap 0 100 Standar
2. Nutrisi ASI Eksklusif 0 100 Standar
MP ASI 0 100 Empiris
Ketidakcukupan Konsumsi
0 50,80 Empiris
Pangan (PoU)
3. Akses Pangan Kerawanan Pangan (FIES) 0 29,82 Empiris
4. Perumahan Akses Air Layak 0 100 Standar
Akses Sanitasi Layak 0 100 Standar
5. Perlindungan
Akta Kelahiran 0 100 Standar
Sosial

2. Pembobotan Indikator
Dalam menghitung domain dan skor akhir indeks, pembobotan dilakukan untuk
masing-masing indikator agar dapat menunjukkan tingkat kepentingan secara
relatif (kontribusi relatif) terhadap capaian hasil (indeks) dengan menggunakan
metode yang tersedia.

Pembobotan yang paling sering digunakan pada indikator komposit adalah


Equal Weighting (EW). EW merupakan metode dengan sistem penghitungan
yang lebih mudah karena dalam hal pembobotan indikator menggunakan bobot
yang sama. Adapun karakteristik metode ini adalah:
1) Prosesnya mudah atau sederhana untuk dilakukan.
2) Tidak membutuhkan peralatan (software) tertentu maupun keahlian spesifik,
hanya membutuhkan operasi matematika sederhana.
3) Pergerakan data pada masing-masing indikator dengan mudah dapat
ditelusuri untuk keperluan analisis.
Oleh karena itu, besaran bobot dalam penghitungan IKPS ini dilakukan secara
merata, artinya bobot diberikan sama sebesar 0,20 untuk setiap domain.

Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017 13


Tabel 2.5 Bobot pada Masing-Masing Domain
Domain Bobot
(1) (2)
Domain 1: Kesehatan 0,20
Domain 2: Nutrisi 0,20
Domain 3: Akses Pangan 0,20
Domain 4: Perumahan 0,20
Domain 5: Perlindungan Sosial 0,20

3. Penghitungan Indeks Khusus Penanganan Stunting (IKPS)


Tahapan-tahapan yang dilakukan pada penghitungan IKPS adalah sebagai
berikut:
1. Tahapan awal yang dilakukan adalah melakukan pengolahan data dari
dataset Susenas Maret 2017. Dari pengolahan tersebut diperoleh nilai
statistik untuk semua indikator. Setelah itu dilakukan pengkajian atas
reliabilitas (ketelitian) dan validitas (relevansi) dari statistik yang dihasilkan.
2. Selanjutnya, lakukan penghitungan skor masing-masing indikator
berdasarkan batas maksimal dan minimal tiap indikator yang telah
ditetapkan sebelumnya. Skor terendah diberi nilai 1 dan tertinggi diberi nilai
10. Untuk indikator yang bersifat positif, semakin tinggi nilai indikator maka
akan semakin tinggi nilai skornya. Sedangkan indikator yang bersifat negatif
berlaku sebaliknya.
3. Kemudian dilakukan penghitungan indeks untuk masing-masing domain
dengan rumus:
∑𝑛𝑗=1 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒 𝑋𝑗𝑖 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒 𝑋1𝑖 + ⋯ + 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒 𝑋𝑛𝑖
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐷𝑜𝑚𝑎𝑖𝑛 𝑘𝑒 − 𝑖 = 𝑥10 = ( ) 𝑥10
𝑛 𝑛
dimana,
n = banyaknya indikator masing-masing domain
i = banyaknya domain
4. Terakhir hitung skor untuk IKPS dengan menggunakan rumus:
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑥 𝐷𝑜𝑚𝑎𝑖𝑛 𝑘𝑒 − 1 + ⋯ + 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑥 𝐷𝑜𝑚𝑎𝑖𝑛 𝑘𝑒 − 5
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 = ( )
5
Skor akhir dari point 4 di atas digunakan untuk mengukur capaian
penanganan stunting pada tingkat nasional dan provinsi.

14 Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017


BAB 3
INDEKS KHUSUS PENANGANAN STUNTING

Sebagai indikator komposit, IKPS dituntut memiliki beberapa sifat yang


sederhana, multidomain, akurat, tepat waktu dan sensitif terhadap perubahan.
Selain itu untuk pemanfaatan lebih lanjut, indeks komposit juga dapat mengukur
perbedaan antarwilayah.

3.1 Keadaan Indonesia pada Indikator Penyusun IKPS

1. Domain Kesehatan

Bali 73,08
DI Yogyakarta 67,59
Gorontalo 66,06
Jawa Tengah 65,73
Kep Bangka Belitung 63,95
Kalimantan Selatan 62,85
Nusa Tenggara Timur 61,33
Nusa Tenggara Barat 60,69
Kalimantan Utara 58,87
Sulawesi Tenggara 58,47
Jawa Timur 57,78
Sulawesi Tengah 56,41
Kepulauan Riau 56,15
Kalimantan Timur 54,97
Sulawesi Selatan 53,05
Lampung 52,94
Sulawesi Utara 52,72
Bengkulu 51,99
DKI Jakarta 51,95
Kalimantan Tengah 50,89
INDONESIA 50,31
Sumatera Selatan 50,12
Sulawesi Barat 49,98
Jambi 47,91
Jawa Barat 45,11
Kalimantan Barat 43,71
Maluku 41,99
Sumatera Barat 38,44
Papua Barat 38,35
Maluku Utara 37,08
Riau 35,45
Sumatera Utara 33,80
Banten 33,56
Aceh 27,58
Papua 27,51

0 25 50 75 100

Gambar 3.1 Proporsi Anak 12-23 Bulan yang Mendapatkan Imunisasi Lengkap
Menurut Provinsi Tahun 2017

Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017 15


Domain kesehatan digambarkan oleh indikator imunisasi lengkap dengan proporsi
anak 12-23 bulan yang mendapatkan imunisasi lengkap sebesar 50,31 persen.
Proporsi terendah terdapat pada Provinsi Papua dan tertinggi pada Provinsi Bali.
Gambar 3.1 di atas menunjukkan masih ada 14 provinsi yang berada di bawah rata-
rata nasional.

2. Domain Nutrisi

DI Yogyakarta 73,04
Bengkulu 71,15
Jawa Tengah 68,18
Sulawesi Barat 67,33
Nusa Tenggara Barat 67,18
Kalimantan Utara 66,04
Maluku Utara 64,24
Kalimantan Timur 63,03
Sulawesi Selatan 61,09
Bali 59,41
Papua 59,27
Sumatera Selatan 58,35
Nusa Tenggara Timur 58,14
Jawa Barat 56,61
INDONESIA 55,96
Sumatera Barat 54,85
Kepulauan Riau 54,67
Papua Barat 54,24
Lampung 54,03
Jambi 53,54
Kalimantan Selatan 53,32
Kalimantan Tengah 52,74
Sulawesi Tengah 52,27
Banten 52,11
Jawa Timur 51,77
Maluku 51,00
Sumatera Utara 50,86
DKI Jakarta 50,65
Aceh 49,83
Kalimantan Barat 46,07
Sulawesi Utara 44,48
Riau 43,10
Kep Bangka Belitung 42,20
Sulawesi Tenggara 41,63
Gorontalo 24,96

0 25 50 75 100

Gambar 3.2 Proporsi Anak 0-5 Bulan yang Diberikan ASI Eksklusif Menurut Provinsi
Tahun 2017

16 Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017


Jawa Tengah 79,81
DI Yogyakarta 78,40
Aceh 77,50
Nusa Tenggara Barat 77,06
Sumatera Selatan 76,86
Bengkulu 76,66
Sulawesi Barat 75,57
Kalimantan Barat 75,49
Jambi 75,12
Sumatera Barat 74,88
Kalimantan Tengah 74,44
Lampung 74,04
Jawa Barat 73,22
Kalimantan Timur 72,92
Kalimantan Selatan 72,45
INDONESIA 71,54
Nusa Tenggara Timur 71,52
Riau 71,43
Jawa Timur 71,23
Papua 69,92
Sulawesi Tengah 69,07
Banten 68,53
Sulawesi Selatan 67,52
Sulawesi Tenggara 66,50
Bali 66,34
Kepulauan Riau 65,04
Kep Bangka Belitung 63,84
Maluku 63,83
Maluku Utara 63,14
Kalimantan Utara 63,08
Papua Barat 62,52
Sumatera Utara 61,94
DKI Jakarta 56,84
Gorontalo 56,34
Sulawesi Utara 55,73

0 25 50 75 100

Gambar 3.3 Proporsi Anak 6-23 Bulan yang Diberikan MP-ASI Menurut Provinsi
Tahun 2017

Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017 17


DKI Jakarta 1,81
Kalimantan Selatan 2,30
Banten 2,66
Sulawesi Utara 3,12
Jawa Barat 3,63
Kepulauan Riau 4,12
Sulawesi Tengah 4,63
Bali 4,71
Sulawesi Selatan 5,46
Sumatera Barat 5,56
Sumatera Utara 7,44
Sumatera Selatan 7,52
Sulawesi Tenggara 7,61
INDONESIA 8,26
Aceh 8,44
Jawa Timur 8,54
Riau 8,67
Nusa Tenggara Barat 8,77
DI Yogyakarta 8,87
Kalimantan Tengah 9,07
Lampung 9,25
Gorontalo 9,31
Kep Bangka Belitung 9,66
Sulawesi Barat 10,63
Jambi 10,99
Nusa Tenggara Timur 11,32
Kalimantan Timur 11,67
Bengkulu 12,56
Jawa Tengah 13,87
Kalimantan Utara 14,42
Kalimantan Barat 18,98
Maluku 26,67
Papua Barat 27,31
Maluku Utara 34,17
Papua 34,37

0 25 50 75 100

Gambar 3.4 Proporsi Rumah Tangga yang Mengalami Ketidakcukupan Konsumsi


Pangan Menurut Provinsi Tahun 2017

Domain nutrisi disusun atas tiga indikator yaitu proporsi anak 0-5 bulan yang
diberikan ASI Eksklusif, proporsi anak 6-23 bulan yang diberikan MP-ASI dan
proporsi rumah tangga yang mengalami ketidakcukupan konsumsi pangan. Capaian
ketiga indikator penyusun tersebut masing-masing sebesar 55,96 persen, 71,54
persen dan 8,26 persen untuk rata-rata nasional. Untuk capaian pemberian ASI
Eksklusif pada anak usia 0-5 bulan masih terdapat 20 provinsi yang berada di bawah
rata-rata nasional. Sedangkan pada indikator terkait pemberian MP-ASI masih ada
19 provinsi yang berada di bawah rata-rata nasional. Sementara untuk indikator
ketidakcukupan konsumsi pangan, terdapat 21 provinsi yang berada di atas rata-
rata nasional.

18 Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017


3. Domain Akses Pangan

Kep Bangka Belitung 3,35


DI Yogyakarta 3,64
Bali 4,68
Kalimantan Selatan 4,84
Jawa Tengah 4,91
Jawa Timur 5,10
DKI Jakarta 5,54
Jambi 5,93
Kalimantan Timur 6,16
Kalimantan Tengah 7,08
Sulawesi Selatan 7,34
Lampung 7,42
Jawa Barat 7,48
INDONESIA 7,62
Kalimantan Barat 7,87
Sumatera Barat 7,96
Bengkulu 8,10
Kepulauan Riau 8,21
Aceh 8,32
Riau 8,34
Sulawesi Tenggara 8,48
Sumatera Selatan 8,98
Banten 9,35
Sumatera Utara 9,38
Sulawesi Barat 9,99
Kalimantan Utara 10,13
Sulawesi Utara 11,60
Gorontalo 12,14
Papua 13,24
Nusa Tenggara Barat 14,14
Sulawesi Tengah 14,32
Papua Barat 14,44
Maluku 14,66
Maluku Utara 16,68
Nusa Tenggara Timur 21,77

0 25 50 75 100

Gambar 3.5 Proporsi Rumah Tangga yang Mengalami Kerawanan Pangan Tingkat
Sedang dan Berat Menurut Provinsi Tahun 2017

Domain akses pangan digambarkan oleh indikator kerawanan pangan dengan


proporsi rumah tangga yang mengalami kerawanan pangan tingkat sedang dan
berat. Capaian indikatornya diperoleh sebesar 7,62 persen. Proporsi terendah
terdapat pada Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan tertinggi pada Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Gambar di atas menunjukkan terdapat 21 provinsi yang berada di
atas rata-rata nasional.

Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017 19


4. Domain Perumahan

Bali 90,85
DKI Jakarta 88,93
Kepulauan Riau 83,95
Kalimantan Utara 83,78
Kalimantan Timur 82,75
Sulawesi Tenggara 79,83
DI Yogyakarta 77,19
Sulawesi Selatan 76,34
Jawa Tengah 76,09
Jawa Timur 75,54
Riau 75,12
Gorontalo 75,00
Sulawesi Utara 73,29
Papua Barat 73,12
INDONESIA 72,04
Jawa Barat 70,50
Nusa Tenggara Barat 70,48
Sumatera Utara 70,07
Sumatera Barat 68,83
Kalimantan Barat 68,77
Maluku 68,34
Kep Bangka Belitung 68,14
Sulawesi Tengah 67,10
Banten 66,11
Maluku Utara 65,73
Jambi 65,73
Nusa Tenggara Timur 65,20
Aceh 64,85
Sumatera Selatan 64,02
Kalimantan Tengah 63,90
Sulawesi Barat 60,66
Kalimantan Selatan 60,62
Papua 59,09
Lampung 53,79
Bengkulu 43,83

0 25 50 75 100

Gambar 3.6 Proporsi Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Sumber Air
Minum Layak Menurut Provinsi Tahun 2017

20 Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017


DKI Jakarta 90,37
Bali 90,07
DI Yogyakarta 89,14
Kepulauan Riau 85,55
Kep Bangka Belitung 83,56
Sulawesi Selatan 76,52
Sumatera Utara 72,56
Kalimantan Timur 72,36
Jawa Tengah 71,56
Sulawesi Utara 71,14
Banten 71,12
Riau 69,84
Sulawesi Tenggara 69,22
Nusa Tenggara Barat 69,08
Jawa Timur 68,60
INDONESIA 67,54
Maluku Utara 66,14
Sumatera Selatan 66,10
Kalimantan Utara 66,06
Papua Barat 64,91
Jambi 64,20
Jawa Barat 64,02
Maluku 63,02
Aceh 62,92
Sulawesi Tengah 61,03
Sulawesi Barat 59,48
Gorontalo 58,62
Kalimantan Selatan 58,09
Lampung 52,78
Sumatera Barat 52,56
Kalimantan Barat 49,33
Kalimantan Tengah 45,15
Nusa Tenggara Timur 43,77
Bengkulu 42,54
Papua 32,56

0 25 50 75 100

Gambar 3.7 Proporsi Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Sanitasi Layak
Menurut Provinsi Tahun 2017

Pada domain perumahan terdapat dua indikator penyusun yaitu indikator akses air
minum layak dan akses sanitasi layak. Pada indikator akses air minum layak,
sebanyak 20 provinsi masih berada di bawah rata-rata nasional. Sementara pada
indikator akses sanitasi layak, 19 provinsi capaiannya masih terdapat di bawah rata-
rata nasional.

Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017 21


5. Domain Perlindungan Sosial

DI Yogyakarta 97,29
DKI Jakarta 96,97
Kepulauan Riau 94,40
Kep Bangka Belitung 94,35
Jawa Tengah 94,28
Kalimantan Timur 92,30
Jambi 91,02
Kalimantan Utara 90,89
Gorontalo 89,61
Bengkulu 89,14
Aceh 87,83
Kalimantan Selatan 87,64
Sumatera Selatan 87,57
Bali 87,45
Jawa Timur 87,10
Sulawesi Utara 86,56
Lampung 86,49
Sulawesi Selatan 86,06
Sulawesi Barat 84,41
INDONESIA 83,33
Kalimantan Tengah 82,58
Kalimantan Barat 81,77
Jawa Barat 80,85
Sulawesi Tenggara 80,31
Sumatera Barat 80,07
Riau 77,31
Banten 77,29
Maluku Utara 76,18
Maluku 75,72
Nusa Tenggara Barat 74,66
Sumatera Utara 71,78
Sulawesi Tengah 71,53
Papua Barat 70,65
Nusa Tenggara Timur 56,65
Papua 44,50

0 25 50 75 100

Gambar 3.8 Proporsi Anak Umur 0-17 Tahun yang Memiliki Akta Kelahiran
Menurut Provinsi Tahun 2017

Pencatatan kelahiran anak merupakan awal dalam penjaminan pengakuan anak di


hadapan hukum, melindungi hak-haknya dan memastikan kelalaian dalam hak ini
tidak terjadi. Sekitar 8 dari 10 anak berumur 17 tahun ke bawah memiliki akta
kelahiran. Masih terdapat 15 provinsi yang kepemilikan akta kelahiran dari anak 17
tahun ke bawah berada di bawah rata-rata nasional.

22 Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017


3.2 Indeks Khusus Penanganan Stunting (IKPS)

Indeks IKPS menentukan nilai besaran tingkat penanganan stunting dengan


interval nilai 0 sampai dengan 100 yang diukur melalui 5 domain. Semakin besar
nilai indeks semakin tinggi tingkat keberhasilan dalam penanganan stunting.
Dengan berpijak pada framework yang dibangun oleh World Bank, maka kelima
domain dijadikan sebagai dasar dalam perumusan awal kerangka kerja keberhasilan
program penanganan stunting di Indonesia.
Tingkat penanganan stunting di Indonesia tahun 2017 yang ditunjukkan oleh
besaran IKPS adalah 76,33, artinya perkembangan penanganan penurunan stunting
secara keseluruhan mencapai sekitar 77 persen. Pencapaian dari masing-masing
domain IKPS dapat dilihat pada gambar berikut:
Kesehatan
100

75 60

50
90 76,67
Perlindungan Sosial Nutrisi
25

75

Perumahan 80 Akses Pangan

Gambar 3.9 Indeks pada Masing-Masing Domain

Indeks pada domain kesehatan diperoleh sebesar 60, domain nutrisi sebesar
76,67, domain akses pangan sebesar 80, domain perumahan sebesar 75 dan
domain perlindungan sosial sebesar 90. Terlihat bahwa domain kesehatan
memiliki indeks paling rendah dibanding dengan dimensi-dimensi lainnya.
Komponen penyusun domain kesehatan adalah imunisasi lengkap pada anak
12-23 bulan dengan capaian pada tahun 2017 sebesar 50,31 persen.

Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017 23


Bali 87,33
DI Yogyakarta 85,67
DKI Jakarta 83,67
Jawa Tengah 83,33
Kep Bangka Belitung 82,00
Kepulauan Riau 81,33
Kalimantan Timur 80,33
Kalimantan Selatan 79,00
Jawa Timur 78,33
Sulawesi Selatan 77,33
Kalimantan Utara 76,67
Jambi 76,67
INDONESIA 76,33
Sulawesi Tenggara 75,00
Jawa Barat 75,00
Sulawesi Utara 74,00
Kalimantan Tengah 73,33
Lampung 73,33
Sumatera Selatan 73,33
Nusa Tenggara Barat 73,00
Bengkulu 72,00
Sulawesi Barat 70,33
Sumatera Barat 70,33
Gorontalo 70,00
Riau 69,67
Sulawesi Tengah 69,33
Kalimantan Barat 69,33
Sumatera Utara 68,67
Aceh 68,67
Banten 68,33
Maluku 64,00
Papua Barat 63,00
Maluku Utara 60,00
Nusa Tenggara Timur 58,67
Papua 49,33

0 25 50 75 100

Gambar 3.10 IKPS Menurut Provinsi Tahun 2017

Jika diperhatikan lebih jauh berdasarkan provinsi, indeks tertinggi berada di


Provinsi Bali dan terendah berada di Provinsi Papua. Dapat dilihat pada indikator
penyusun indeks, Provinsi Bali hampir selalu berada pada posisi teratas.
Berkebalikan dengan Bali, pada indikator-indikator pernyusun IKPS, Provinsi
Papua selalu berada di bawah rata-rata nasional dan berada di posisi bawah
pada hampir semua indikator penyusunnya.

24 Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017


BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

• IKPS disusun berdasarkan framework World Bank yang terdiri atas 5 domain
yaitu kesehatan, nutrisi, akses pangan, perumahan dan perlindungan sosial.
• Indeks pada domain kesehatan diperoleh sebesar 60, domain nutrisi sebesar
76,67, domain akses pangan sebesar 80, domain perumahan sebesar 75 dan
domain perlindungan sosial sebesar 90. Berdasarkan domain IKPS, maka
dapat ditelusuri domain yang membutuhkan perhatian seperti pada domain
kesehatan yang memiliki indeks paling rendah dibandingkan domain
lainnya. Meskipun indeks pada domain kesehatan memiliki nilai paling
rendah, domain lainnya juga masih perlu ditingkatkan capaiannya.
• Hasil dari penghitungan IKPS tahun 2017 sebesar 76,33 dengan indeks
tertinggi berada di Provinsi Bali dan terendah berada di Provinsi Papua.

4.2 Saran

• Penyusunan IKPS saat ini adalah inisiasi awal yang memotret pengukuran
penanganan stunting dalam bentuk indeks dengan prosedur metodologi
tertentu. Untuk tahapan selanjutnya perlu diupayakan penyempurnaan
metodologi agar menjadi sebuah standar baku dalam pengukuran capaian
penanganan stunting.
• Pada pengembangan IKPS tahun berikutnya diharapkan bisa menggunakan
data yang tepat sehingga dapat mendekatkan konsep IKPS dengan fakta
penjelasnya. Pada saat yang sama, domain dan indikator yang ada akan terus
disempurnakan.
• Indikator-indikator yang digunakan saat ini masih berdasarkan pada
ketersediaan data. Pada masa yang akan datang diharapkan penghitungan
indeks terkait stunting dapat mencakup domain dan indikator-indikator baru
yang relevansinya kuat dan bersentuhan langsung dengan program

Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017 25


penurunan stunting misalnya persentase prevalensi ibu hamil yang
mengalami kekurangan energi kronis (KEK), dan lain sebagainya.

26 Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017


DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2014. Kajian Indikator Sustainable Development Goals (SDGs) . Jakarta: Badan Pusat
Statistik
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2017. 100 Kabupaten/Kota Prioritas
Untuk Intervensi Anak Kerdi (Stunting). Jakarta: Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan.
UNICEF. 2013. Improving Child Nutrition The Achievable Imperative for Global Progress .
New York: UNICEF.
World Bank. 2018. International Bank for Renconstruction and Development Program
Appraisal Document on a Proposed IBRD Loan in the Amount of $400 Million and A
Proposed Grant from The Multidonor Trust Fund for The Global Financing Facility
(GFF) in the Amount of $20 Million to the Republic Indonesia for Investing in Nutrition
and Early Years.

Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017 27


28 Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017
Indeks Khusus Penanganan Stunting Tahun 2017 29

Anda mungkin juga menyukai