Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK FK UNPAD/RSHS BANDUNG

DIVISI PEDIATRIK SOSIAL


TUGAS BACA
Oleh
: Gionne Giandito
Deisy Alexandria
Stephanie Supriadi
Pembimbing
: dr. Rodman Tarigan, Sp.A, M.Kes
Hari/tanggal
: Jumat, 26 Agustus 2016

Perawakan Pendek
LANDASAN HUKUM HAK-HAK ANAK
Hak-hak anak sudah melekat dalam diri setiap anak dan diakomodasi melalui undangundang. Landasan hukum yang mengatur pemenuhan hak-hak anak, antara lain: UndangUndang Dasar 1945, Pasal 28B ayat 2 mengatakan: Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, pasal 2 ayat 1-4:
1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan
kasih sayang baik dala keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk
tumbuh dan berkembang dengan wajar.
2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan
sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi
warga negara yang baik dan berguna.
3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan
maupun sesudah dilahirkan.
4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan
wajar.
Konvensi Hak-Hak Anak yang disetujui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada
tanggal 20 November 1989 dan telah ditandatangani oleh Pemerintah Republik Indonesia
di New York pada tanggal 26 Januari 1990 melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun
1990 tentang Pengesahan Convention on The Rights of The Child. Seluruh bagian dalam
Konvensi ini mengatur pemenuhan hak-hak anak.

Ada 4 prinsip dasar hak anak yang terkandung di dalam Konvensi Hak Anak, yaitu:
1. Non-diskriminasi.
2. Kepentingan yang terbaik bagi anak.
3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan.
4. Penghargaan terhadap pendapat anak
Setiap orang dewasa, masyarakat dan pemerintah berkewajiban untuk menghormati,
melindungi dan

memenuhi hak-hak anak sejak anak masih di dalam kandungan,

memenuhi kebutuhan dasar anak dalam bentuk asih (kebutuhan fisik biologis termasuk
pelayanan kesehatan), asah (kebutuhan kasih saying dan emosi), dan asuh (kebutuhan
stimulasi dini) agar anak bertumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang
dimilikinya. Di samping memenuhi hak-hak yang sudah melekat pada anak, pembinaan
anak perlu pula diarahkan untuk menggugah dan meningkatkan kesadaran akan
kewajiban dan tanggung jawab anak kepada orang tua, masyarakat, bangsa dan Negara. 1
BATASAN USIA ANAK
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, pasal 1 Ayat 1, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan menurut
definisi WHO, batasan usia anak adalah sejak anak di dalam kandungan sampai usia 19
tahun. Berdasarkan Konvensi Hak-hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-bangsa pada tanggal 20 Nopember 1989 dan diratifikasi Indonesia
pada tahun 1990, Bagian 1 pasal 1, yang dimaksud Anak adalah setiap orang yang berusia
di bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak
ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal. 1

Gambar 1 Persentase Penduduk Usia 0-4 Tahun yang Memiliki Akte Kelahiran menurut
Provinsi
Persentase penduduk usia 0-4 tahun yang memiliki akte kelahiran menurut
provinsi berada pada rentang 15,91-83,4%, dengan persentase tertinggi di Provinsi DKI
Jakarta (83,4%) dan terendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (15,91%). Secara
nasional rata-rata persentase penduduk usia 0-4 tahun yang memiliki akte kelahiran
menurut provinsi sebesar 42,85%, dengan demikian dapat 1

Gambar 2. Persentase Penduduk Kelompok Anak Dibandingkan Kelompok Usia Lain,


2013

Memperlihatkan struktur populasi kelompok usia anak di Indonesia pada tahun


2013 mencakup 37,66% dari seluruh kelompok usia atau ada 89,5 juta penduduk
termasuk dalam kelompok usia anak. Berdasarkan kelompok usia, jumlah anak kelompok
usia 0-4tahun sebanyak 22,7 juta jiwa (9,54%), kelompok usia 5-9 tahun sebanyak 23,3
juta jiwa (9,79%), kelompok usia 10-14 tahun sebanyak 22,7 juta jiwa (9,55%), dan
kelompok usia 15-19 tahun berjumlah 20,9 juta (8,79%). 1

Gambar 3. Prevalensi Status Gizi Sangat Pendek pada Balita Berdasarkan Tinggi
Badan Menurut Umur (TB/U) - 2013
Memperlihatkan prevalensi status gizi Sangat Pendek pada balita berdasarkan tinggi
badan menurut umur (TB/U), tahun 2013 antar provinsi berada pada rentang 8,2-27,6%,
dengan prevalensi tertinggi (11,9%) di Provinsi Lampung (27,6%)

dan terendah di

Provinsi DI Yogyakarta. Secara nasional rata-rata prevalensi status gizi Sangat Pendek
pada balita berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U) tahun 2013 sebesar 18%. 1

Perawakan Pendek
Pertumbuhan merupakan indikator kesehatan anak, status gizi , dan latar belakang
genetik.Pengukuran antropometri yang akurat dan berkelanjutan sangat penting untuk evaluasi
klinik pertumbuhan anak; dan kecepatan pertumbuhannya dapat dihitung.Selain itu, untuk
mengetahui status pertumbuhan tinggi badan (TB) anak pada masa remaja, dapat dibandingkan
tinggi badan anak dengan tinggi badan orangtuanya atau digunakan baku/standar tertentu yang
berlaku di populasi tersebut2.
Perawakan pendek adalah gejala, bukan suatu penyakit.Karena itu, kalau dijumpai anak
dengan perawakan pendek, harus dicari penyebabnya. Makin pendek anak tersebut, makin besar
kecurigaan kita akan adanya suatu kelainan patologis pada anak tersebut. Deteksi dini perawakan
pendek pada anak perlu dilakukan, agar bisa diberikan intervensi secepatnya, karena perawakan
pendek mempunyai dampak terhadap aspek psikososial, kualitas hidup anak, biaya yang
dikeluarkan untuk pengobatan, dan fasilitas lingkungan. Dampak ini tidak hanya terhadap
penderita, melainkan juga pada keluarganya 2.

Definisi
Disebut perawakan pendek bila tinggi badan kurang dari -2 SD ( < persentil ke - 3) sesuai usia
dan jenis kelamin anak, populasi normal sebagai rujukan. Perawakan pendek, dapat juga
didefinisikan tinggi badan kurang dari -2 SD dibawah tinggi badan target kedua orang tuanya
(midparental height). Sehingga anak dengan tinggi badan pada persentil ke 25 sesuai usia dan
jenis kelaminnya, kemungkinan klinis perawakan pendek bila potensi genetiknya pada persentil
ke 90. Atau dikatakan pendek bila perlambatan laju pertumbuhan abnormal. Pada usia 3 tahun
sampai pubertas, bila rata-rata laju pertumbuhan kurang dari 5 cm / tahun, maka harus mendapat
perhatian. Atau bila perlambatan kecepatan pertumbuhan terjadi penurunan memotong kanal
rentang persentil grafik pertumbuhan. Keadaan ini terutama terjadi pada usia lebih dari 18 bulan 2.

Klasifikasi
Fery R. J membagi penyebab perawakan pendek menjadi 3 kategori :
1. Penyebab nonendokrin
a. Perawakan pendek keturunan
b. Pertumbuhan dan pubertas lambat
c. Penyakit kronis
2. Kelainan endokrin
3. Kelainan genetic
Penyebab utama perawakan pendek

Tidak ada disproporsi antara anggota tubuh dan


Kecepatan

anggota gerak
Kecepatan tumbuh rendah

tumbuh
normal

Gambaran dismorfik dan/atau


perawakan pendek dengan disproporsi
Sindrom
Disproporsi antara
dismorfik

anggota gerak dan

yang dikenali

tubuh

Perawakan

Underweight
Psikososial :

Normal/Overweight
Kelainan endokrin :

Kelainan

Short limbs :

pendek

penelantaran

hipotiroid, defisiensi

kromosom :

achondroplasia,

keturunan

anak,

hormon

sindrom

hipochondroplasia,

anorexia

pertumbuhan,

Turner,

dyschondroplasoa.

nervosa

hiopituitarism,

sindrom

Multiple epiphyseal

pseudohipoparatiroid

PraderWilli
Autosomal

dysplasia
Short limbs and trunk :
metatropic dysplasia

Pertumbuhan

Penyakit

terlambat

sistemik :

dominan :

asma, kistik

sindrom

fibrosis,

noonan
Autosomal

Short trunk :

resesif :

mucopolysachardisosi

Sindrom

penyakit
jantung
bawaan,
penyakit
celiac,
penyakit
Chron,
malnutrisi,
gagal ginjal
kronik, HIV,

, sindroma cushing

bloom,
fanconi pansitopenia
X linked
dominan :
sindrom
aarskog

tuberkulosis,
juvenile
athritits,
tumor

Etiologi dan Patogenesis


Perawakan pendek dapat terjadi sebagai akibat dari beberapa sindroma genetik. Sangat penting

memasukkan data pertumbuhan anak pada kurva pertumbuhan sesuai sindroma yang dideritanya,
dengan memakai kurva yang tepat kita dapat meperkirakan tinggi badan dewasa, selain itu bila
terjadi penurunan pertumbuhan pada kurva dapat secara dini mengidentifikasi masalah kesehatan
yang mendasari. Sindroma Turner merupakan sindroma genetik dengan ciri gangguan
pertumbuhan akibat gangguan perkembangan tulang postnatal dan tidak ada tumbuh kejar
pubertas.Anak dengan sindroma Turner biasanya lahir dengan tinggi dan berat badan -1 SD
populasi normal.Kecepatan pertumbuhan pada 3 tahun pertama kehidupan normal, selanjutnya
mengalami penurunan secara bermakna (lihat gambar 3). Anak tersebut mengalami disgenesis
gonad, bila tidak mendapat terapi pengganti estrogen maka tidak akan terjadi tumbuh kejar
pubertas yang merupakan efek estrogen pada sekresi GH hipofisis. Walaupun anak dengan
sindroma Turner umumnya akan mengikuti pola pertumbuhan sesuai dengan pola sindromanya,
sifat genetik masih berpengaruh pada pertumbuhannya. Oleh karena itu, persentil tinggi badan
anak ini pada kurva pertumbuhan masih berkorelasi dengan tinggi badan orang tuanya pada kurva
pertumbuhan populasi normal, dan tinggi akhir wanita dengan sindroma Turner sangat bervariasi
tergantung pada tinggi badan populasi umum. Sindroma Turner disebabkan oleh hilangnya
kromosom X (kariotipe 45,X), tetapi berbagai kelainan kromosom X misalnya mosaik juga dapat
menyebabkan fenotip Turner. Perawakan pendek pada

pasien ini

disebabkan oleh

haploinsufisiensi gen SHOX (untuk perawakan pendek HomeobOX; atau disebut juga PHOG
untuk pseudoautosomal homeobox-containing osteogenic gene), yaitu sebuah gen di Xpterp22.32 pada regio pseudoautosomal kromoson X. Walaupun sindroma Turner tidak mengalami
defisiensi GH, displasia tulang intrinsik yang dialaminya memberikan respon terhadap terapi GH
sehingga tinggi badan akhir dapat meningkat secara bermakna. Oleh karena itu, FDA
menyarankan untuk memberikan terapi GH pada sindroma Turner 2.
Sindroma Prader-Willi (PWS). Karena pemeriksaan genetik tidak mempunyai sensitivitas
100% maka diagnosis PWS ditetapkan secara klinis berdasarkan kriteria major dan minor, dengan
tanda klinis: hipotonia neonatus atau bayi, sukar makan dan failure to thrive pada awal masa anak
sampai makan yang sangat rakus, obesitas sentral, dan keterlambatan perkembangan menyeluruh.
Kebutuhan kalori yang rendah dan hiperfagia disertai gambaran klinis hipogonadotropik
hipogonadisme, perawakan pendek, dan instabilitas terhadap suhu menunjukkan lesi primer yang
mendasari defek pada hipothalamus.Deselerasi pertumbuhan pada anak ini tetap terjadi meskipun
pemeriksaan GH kadarnya normal. Kelainan tulang antara lain tangan dan kaki yang kecil,
osteoporosis dan skoliosis. PWS disebabkan oleh delesi kromosom 15q11-13 paternal; sedangkan
delesi kromosom 15q11-13 maternal menyebabkan sindroma Angelman yang secara klinis
mempunyai fenotip yang berbeda.Sindroma ini oleh FDA juga

disarankan

untuk diterapi dengan

GH.Akondroplasia dan hipokondroplasia disebabkan oleh mutasi reseptor faktor pertumbuhan


fibroblast (FGFR3), merupakan kelainan genetik yang langsung berpengaruh pada perkembangan
tulang.Akondroplasia diturunkan secara autosomal dominan atau akibat mutasi de novo.Angka
kejadian akondroplasia 1:15.000.Karena FGFR3 diekspresikan di kondrosit artikuler, maka
mutasi ini menyebabkan disproporsi, yaitu ekstrimitas pendek tetapi tulang kraniofasial relatif
normal, dan terdapat pemendekan tulang vertebra.Hipokondroplasia relatif kurang parah
dibanding akondroplasia, sedangkan displasia thanatoporik bersifat lebih berat, sebagian besar
bayi meninggal beberapa saat setelah lahir akibat gagal nafas. Secara genetik, terdapat tiga
keadaan yang terjadi akibat mutasi pada regio yang berbeda dari gen FGFR3, yaitu akondroplasia
akibat mutasi domain transmembran, hipokondroplasia akibat mutasi domain tirosin kinase
proksimal, dan displasia thanatoporik-II akibat mutasi domain tirosin kinase distal. Terapi GH
akan memperburuk disproporsi2.

Penyakit sistemik
Perawakan pendek seringkali merupakan manifestasi awal dari berbagai penyakit sistemik.Secara
umum, penyakit infeksi merupakan bagian terbesar dari penyebab sistemik.Infeksi oleh human
immunodeficiency virus (HIV) mengakibatkan peningkatan infeksi tuberkulosis (TBC).Bayi yang
lahir dari ibu HIV mempunyai frekuensi lebih tinggi terjadi retardasi pertumbuhan intrauterin,
walaupun virus tidak ditransmisikan melalui plasenta.Perawakan pendek merupakan komplikasi
paling sering pada anak yang mengalami infeksi perinatal dan masa anak. Beberapa penelitian
menunjukkan adanya penurunan kadar IGF-I meskipun kadar GH normal, penelitian lain
menunjukkan adanya resistensi terhadap IGF-I. Dilaporkan juga terjadi perubahan aksis tiroid
dan adrenal, terutama akibat infeksi opportunistik yang mengenai kelenjar 2.
Penyakit jantung bawaan, kadang merupakan bagian dari sindroma genetik, seperti sindroma
Down, Turner, Noonan, delesi kromosom 22q.Namun, perawakan pendek dapat terjadi akibat dari
penyakit jantung bawaan sendiri.Derajat perawakan pendek tergantung pada tipe lesi jantung,
yang paling berat terjadi pada bayi dan anak dengan gagal jantung kongestif.Kebutuhan energi
yang tinggi akibat penyakit jantung bawaan menyebabkan lebih rentan terhadap nutritional
dwarf, walaupun asupan kalori cukup adekuat sesuai umur.Hipoksemia kronik juga dapat
menyebabkan perawakan pendek, sehingga anak dengan penyakit jantung bawaan tipe sianotik
terutama dengan hipertensi pulmonal pertumbuhan lebih terhambat dibanding asianotik.Disfungsi
ginjal, kadang satu-satunya gejala klinis perawakan pendek.Bayi dan anak dengan renal tubular
acidosis (RTA) sering kali datang dengan perawakan pendek.Terapi dengan alkali untuk
mengkoreksi asidosis metabolik pada RTA tipe I (distal) dan RTA tipe II (proksimal) dapat

memperbaiki kecepatan pertumbuhan dan tinggi badan saat dewasa.Perawakan pendek


merupakan komplikasi utama insufisiensi ginjal kronik (CRI).Perawakan pendek berkaitan
dengan gagal ginjal terminal, akibat meningkatnya frekuensi perawatan dirumah sakit, sehingga
perawakan pendek merupakan pertanda adanya risiko tinggi. Pada model tikus dengan uremia
non asidosis, perawakan pendek pada CRI disebabkan oleh resistensi GH dan gangguan fungsi
JAK/STAT. Bioaktivitas IGF mengalami penurunan akibat gangguan kliren IGFBP di ginjal.
Meskipun mengalami resistensi GH, anak CRI memberi respon terhadap pemberian GH eksogen
yang ditandai dengan peningkatan kecepatan pertumbuhan dan tinggi dewasa lebih baik.Sehingga
menurut FDA, CRI (pretransplantasi) merupakan indikasi terapi GH 2.
Penyakit gastrointestinal, dapat merupakan penyebab nutritional dwarf nonorganik, maka
harus selalu diingat bahwa penyakit gastrointestinal juga dapat menyebabkan perawakan pendek.
Berbagai penyakit gastrointestinal yang menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi dapat
menyebabkan nutritional dwarf organik.Terdapat tiga penyakit gastrointestinal yang sering
menjadi penyebab, yaitu fibrosis kistik (CF), penyakit inflamasi usus (IBD), dan penyakit
celiac.CF merupakan penyakit autosomal resesif, ditandai dengan penyakit paru obstruktif kronis
dan defisiensi eksokrin pankreas yang disebabkan mutasi regulator transmembran fibrosis kistik
(CFTR), yaitu sebuah kanal klorida yang diaktifkan oleh cAMP.Kelambatan pertumbuhan kadang
merupakan gejala awal, sebelum timbul komplikasi pada paru dan gastrointestinal, atau seringkali
ditemukan bersama dengan gejala khas lainnya. Perawakan pendek pada CF disebabkan karena:
kurangnya asupan energi dan meningkatnya kebutuhan energi, malabsorpsi akibat insufisiensi
pankreas, inflamasi jalan nafas kronis akibat infeksi berulang, terapi glukokortikoid jangka
panjang, dan akibat defek CFTR itu sendiri (CFTR diekspresikan di thalamus, hipothalamus dan
nukleus amygdala, merupakan pusat yang mengatur nafsu makan, kebutuhan energi, dan maturasi
seksual). Dalam sebuah penelitian longitudinal oleh National Cystic Fibrosis Patient Registry (n
= 19.000) didapatkan bahwa rasio tinggi badan terhadap usia, kurang dari persentil ke 5 untuk
usia 5 dan 7 tahun merupakan indikator prognostik buruk untuk menilai survival pada kedua jenis
kelamin. Akan tetapi diagnosis dini, dapat meningkatkan pertumbuhan.Diagnosis IBD lebih sulit
ditegakkan, perawakan pendek bisa terjadi beberapa tahun sebelum timbul keluhan klasik berupa
nyeri abdomen, diare disertai darah, atau manifestasi sistemik IBD lainnya.Perawakan pendek
terjadi pada 50% anak pada saat ditegakkan diagnosis.Perawakan pendek pada IBD dapat
disebabkan oleh malabsorpsi protein dan kalori, inflamasi yang terus berlangsung, resistensi GH,
dan efek dari pengobatan yang diberikan. Pada IBD kadar IGF-I serum rendah dan pasien dalam
keadaan katabolik sehingga seringkali sukar menegakkan diagnosis; pada anak yang hanya
dengan perawakan pendek diagnosis dapat keliru dengan defisiensi GH dan mendapat terapi GH

sebelum akhirnya gejala klasik saluran cerna muncul. Terapi medis, operatif dan nutrisi yang
optimal dapat memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan kadar IGF-I pada pasien dengan
penyakit Crohn, meskipun sebagian pasien tetap mengalami kelambatan pertumbuhan. Laporan
tentang kecukupan sekresi GH pada pasien dengan penyakit Crohn masih kontroversial dan
beberapa penelitian yang mengevaluasi efektivitas terapi GH untuk meningkatkan pertumbuhan
memberikan hasil yang beragam.Penyakit celiac merupakan penyakit autoimun yang disebabkan
oleh intoleransi menetap terhadap gliadin dan prolamin gandum. Peptida gluten dipresentasikan
secara efisien oleh antigen-presenting cell yang mengandung HLA-DQ2 dan HLA-DQ8 positif
yang akan memicu respon imun terhadap lamina propria intestinal; selama inflamasi sel- sel
melepaskan transglutaminase jaringan yaitu sebuah autoantigen endomysial yang sangat spesifik.
Gejala klasik yaitu steatorrhea dan malnutrisi, spektrum gejala klinis penyakit ini sangat luas
mulai dari asimptomatik sampai perawakan pendek. Meskipun secara klinis tenang, penyakit
celiac yang tidak diterapi dalam jangka panjang dapat merupakan predisposisi penyakit autoimun
lain. Untuk terapi yang efektif disarankan diet bebas gluten, sehingga menurunkan inflamasi
intestinal dan merangsang tumbuh kejar2.
Kelainan hormonal
Pubertas dini, terjadi akselerasi umur tulang, sehingga anak dengan pubertas dini lebih tinggi
dibandingkan usia kronologisnya, persentil tinggi badannya berada diatas target tinggi badan
orang tuanya. Karena terjadi akselerasi maturasi tulang maka menyebabkan akhir pertumbuhan
lebih dini. Jika pubertas mulai lebih awal atau berjalan dalam waktu yang sangat cepat maka
lempeng pertumbuhan menutup lebih dini dan anak akan kehilangan pertumbuhan tinggi badan
sebesar 5 cm / tahun. Hasil akhirnya adalah anak pada awalnya tumbuh lebih tinggi, namun tinggi
badan saat dewasa lebih pendek dibanding potensi genetiknya.Terapi dengan agonist
gonadotropin-releasing hormon dapat menahan maturasi tulang sehingga umur tulang bertambah
sesuai dengan umur kronologis3.
Kelebihan kortisol, dapat menyebabkan perawakan pendek yang frekuensinya mengalami
peningkatan. Meskipun kelebihan kortisol endogen (sindroma Cushing) jarang ditemukan pada
usia anak, kelebihan kortisol iatrogenik akibat terapi glukokortikoid jangka panjang semakin
banyak. Sindroma Cushing dapat karena akibat penyakit Cushing (hiperkortisolisme yang
tergantung pada kortikotropin [ACTH]) dan hiperkortisolisme yang tidak tergantung
kortikotropin.Kelebihan kortisol iatrogenik termasuk dalam kelompok kedua; karena ACTH
tertekan akibat pemberian glukokortikoid dosis tinggi dalam jangka panjang. Gambaran klinis
sindroma Cushing dan kelebihan glukokortikoid iatrogenik sama (fenotip Cushingoid). Fenotip
Cushingoid ditandai dengan deselerasi pertumbuhan linier, disertai pertambahan berat badan

sehingga menyebabkan moon face, obesitas trunkal dan buffalo hump. Gambaran lain yang juga
sering ditemukan adalah striae, plethora, rash, atrofi otot, osteoporosis, dan hipertensi. Selain
menghambat sintesis kolagen dan meningkatkan katabolisme protein, glukokortikoid juga
menekan pertumbuhan sentral (menghambat sekresi GH dengan meningkatkan kadar
somatostatin dan menekan sintesis GH) dan perifer (efek langsung pada lempeng epifisis,
menghambat proliferasi kondrosit, diferensiasi sel hipertrofik dan mempengaruhi GH/IGF lokal).
Meskipun pertumbuhan linier dapat meningkat jika sumber kelebihan kortisol dihilangkan,
kelebihan kortisol iatrogenik lebih sulit karena penghentian atau pengurangan dosis terapi akan
menyebabkan kekambuhan penyakit yang mendasari yang kadang jauh lebih berbahaya
dibandingkan perawakan pendek. Pendapat sebelumnya, pertumbuhan tidak terpengaruh jika
absorpsi sistemik sedikit seperti pada glukokortikoid intranasal atau inhalasi yang digunakan
untuk mengurangi inflamasi jalan nafas pada asma atau alergi, namun bukti menunjukan bahwa
deselerasi pertumbuhan tetap terjadi dengan pemberian glukokortikoid dosis sedang, meskipun
efek akhirnya belum diketahui, FDA menyatakan bahwa steroid inhalasi atau intranasal dapat
mengurangi potensi pertumbuhan3.
Hipotiroidisme, dapat menghambat pertumbuhan secara sentral dan perifer.Pada tingkat pusat
hormon tiroid merangsang ekspresi gen GH hipofisis.Pada tingkat perifer, hormon tiroid
merangsang ekspresi IGF-I kondrosit, merangsang osifikasi endokondral dan diperlukan saat
invasi vaskuler pada saat resorpsi lempeng pertumbuhan.Seperti pada kelebihan kortisol,
kegagalan pertumbuhan linier pada hipotiroidisme disertai dengan peningkatan berat badan.
Hipotiroidisme sangat penting dalam evaluasi dan pengelolaan anak dengan perawakan pendek
karena dua alasan: pertama, insiden hipotiroidisme primer jauh lebih tinggi dibanding defisiensi
GH; kedua, banyak anak dengan defisiensi GH juga menderita disfungsi hormon hipofisis
anterior lainnya, termasuk TSH3.
Diabetes mellitus yang tak terkontrol dapat menyebabkan perawakan pendek.Kekurangan
insulin menyebabkan hiperglikemia, diuresis osmotik yang disertai dengan glukosuria, lipolisis
dan katabolisme.Glikosuria kronik mengakibatkan kekurangan intake nutrisi karena banyak
terbuang melalui urin. Dalam jangka panjang, pertumbuhan linier juga akan tertekan. Badan
kurus (dwarfing) akibat diabetes yang disertai hepatomegali disebut dengan sindroma
Mauriac.Perbaikan

metabolisme

dapat

meningkatkan

pertumbuhan

anak.Tujuan

utama

pengelolaan diabetes pada anak adalah untuk mempertahankan pertumbuhan normal sesuai
dengan kurva berat badan dan tinggi badan3.

Epidemiologi
Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain masuk dalam grup yang mempunyai prevalensi

cukup tinggi yaitu 30%-39%. Negara Indonesia menempati peringkat ke 5 dunia dengan jumlah
anak pendek terbanyak.Posisi Indonesia hanya lebih baik dari India, Tiongkok, Nigeria, dan
Pakistan.Pada tahun 2010, gambaran tinggi standar anak usia 5 tahun adalah 110 centimeter,
namun tinggi rata rata anak Indonesia umur 5 tahun, kurang 6,7 sentimeter untuk anak laki
laki dan kurang 7,3 sentimeter untuk anak perempuan. Untuk tingkat nasional terjadi penurunan
prevalensi pendek pada balita pada tahun 2001 yaitu dari 29,5% menjadi 28,5% pada tahun 2004.
Kecenderungan prevalensi pendek pada balita menunjukkan peningkatan dari tahun 2004 ke
2007, untuk kemudian terjadi sedikit penurunan pada tahun 2010 : 35,5% dan meningkat lagi
pada tahun 2013 menjadi 37,2%. Kecenderungan prevalensi pendek pada balita dalam 6 tahun
terakhir dapat dilihat dari hasil Riskesdas 2007, 2010 dan 2013. Untuk prevalensi sangat pendek,
cenderung menurun dari 18,8% (Riskesdas 2007) menjadi 18,0% (Riskesdas 2010), namun untuk
pendek terjadi sedikit kenaikan dari 18,0% (Riskesdas 2007) turun sedikit menjadi 17,1%
(Riskesdas 2010) dan naik lagi menjadi 19,2% (Riskesdas 2013). Dibandingkan keadaan tahun
2007, prevalensi pendek relatif stagnan, beberapa provinsi menunjukkan kemajuan dengan
adanya

penurunan

prevalensi

balita

pendek

(Kaltim,

Babel,

Banten,

Sumsel

dan

Maluku).Beberapa provinsi menunjukkan kemunduran karena prevalensi balita pendek


meningkat (Sulsel, Papua Barat, Lampung, NTT).Menurut data Riskesdas tahun 2013, provinsi
dengan prevalensi pendek tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat dan Nusa
Tenggara Barat. Kecenderungan prevalensi pendek pada anak usia sekolah dari tahun 2001
sampai 2013 dapat dilihat adanya fluktuasi. Prevalensi tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu
sebesar 33,4%. Prevalensi pada tahun 2001 sebesar 32% menurun pada tahun 2004 menjadi 30%.
Presentasi ini menurun menajdi 28,3% pada tahun 2010, namun meningkat kembali pada tahun
2013 menjadi 31,7%4.

Pendekatan Diagnosis
Pada umumnya diagnosis perawakan pendek didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik,
analisis kurva pertumbuhan, analisis umur tulang (bone age), dan kalau diperlukan pemeriksaan
laboratorium. Pada tabel dibawah ini , dapat dilihat beberapa aspek anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang penting untuk menegakkan diagnosis perawakan pendek.
Untuk membuat diagnosis perawakan pendek diperlukan :
1. Anamnesis yang teliti
2. Pemeriksaan fisik :
a. Posisi penderita : terlentang/berdiri, dengan pakaian seminimal mungkin
b. Bentuk muka
c. Disproporsi perawakan
d. Tingkat kematangan seksual (Tanner)

e. Status Gizi

Anamnesis :
Riwayat masalah pertumbuhan
o Pertama kali diketahui ada masalah dengan TB,
perubahan TB dari waktu ke waktu
o Ukuran bayi dikaitkan dengan umur kehamilan : berat
badan, panjang badan, lingkar kepala
o Perkembangan pubertas : mulai ada tanda tanda seks
sekunder dan perkembangannya
Kehamilan dan kejadian perinatal
o Tanda tanda retardasi pertumbuhan intrauterine akibat
infeksi, obat, rokok, alkohol
o Kehamilan, letak kepala/bokong, cara persalinan, kondisi
saat lahir
o Masalah pascanatal, seperti hipoglikemia
(hipopituitarism kongenital), ikterus (hipotiroidism atau
hipopituitarism kongenital), floppiness dan kesulitan
makan (sindrom Prader-Willi), puffy hands and feet
(sindrom Turner)
Riwayat medik
o Masalah yang terkait dengan sindrom tertentu seperti
pada sindrom Turner
o Gejala endokrin seperti pada hipotiroidsm
o Gejala dari tumor sekitar kelenjar pituitari
o Penyakit sistemik
o Pengobatan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan,
seperti kortikosteroid, radioterapi
o Masalah perkembangan khusus : bicara, pendengaran,
masalah belajar dan penglihatan
Riwayat masalah psikososial yang berdampak terhadap
perawakan pendek pada anak
Riwayat keluarga :
f. Anomali Tulang
g. Frekuensi Pernafasan
h. Kulit

Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematis, sebagai berikut :


a.
b.
c.
d.
e.
f.

anggota gerak bagian atas


kepala dan leher
dada dan punggung
abdomen
genitalia
anggota gerak bagian bawah

3. Pengukuran
a. Tinggi Badan (TB)
- Segmen bawah (SB) dari simfisis sampai ujung kaki
- Segmen atas (SA) : TB SB
- Rasio normal SA/SB :
o Lahir
1,7
o 3 tahun
1,3
o 8 tahun/lebih 1,0
Bila rasio SA/SB lebih tinggi, berarti ekstremitas bawah pendek. Bila SA/SB lebih rendah, berarti
tubuh pendek atau leher pendek
b.

Rentang Lengan (RL)


Nilai normal RL TB adalah :
Lahir 7 tahun : - 3 cm
8 tahun 12 tahun : 0
14 tahun : + 1 cm pada wanita, + 4 cm pada pria

- Rentang lengan pende terdapat pada displasia tulang


- Lingkar kepala
- Berat badan
- Bandingkan dengan acuan baku
- Hitung kenaikan TB/tahun
- Minta parameter anak waktu lahir, umur orangtua saat pubertas dan TB orangtua
4. Manuever
a. Suruh anak berdiri tegak dengan mengatupkan kedua tangannya ke depan, untuk
melihat adanya :
asimetri (Sindrom Russel Silber)
posisi bahu kiri kanan (tidak terbentuknya klavikula, pada disostosis
kleidokranial
b. Suruh anak meluruskan lengan dengan telapaak tangan menghadap ke depan,
lihat sudut angkatnya, untuk mengetahui kubitus valgus pada sindrom Turner dan
Noonan
Lebih 15 derajat pada anak perempuan
Lebih 10 derajat pada anak laki laki
c. Suruh anak meletakkan kedua ujung ibu jari ada bahu kiri kanan, untuk
mengetahui
Segmen proksimal lengan pendek (rhizomelik), bila ibu jari lebih

tinggi dari ujung bahu (akondroplasia, hipokondroplasia)


Segmen tengah pendek (mesomelik), ibu jari tidak menyentuh ujung

bahu (diskondrostenosis, displasia mesomelik Langer)


Segmen distal pendek (akromelik), ibu jari tidak menyentuh ujung

bahu (displasia akromesomelik)


d. Suruh anak membuka telapak tangannya, untuk mengetahui
Simian crease (Down syndrome)

Klinodaktili (Russel Silver, Down syndrome)


e. Suruh anak mengepalkan tangan
Untuk melihat metakarpal ke 4 yang pendek (pseudohipoparatiroid,
Turner, fetal alkohol)
Suruh anak menghadap ke belakang
Leher pendek (Noonan)
Web neck (Turner, Noonan)
g. Suruh anak membungkuk dan tangan menyentuh ibu jari kaki
Untuk melihat skoliosis (Noonan, Klippel Feil)
5. Laboratorium / Penunjang
Urinalisis, Darah ( darah rutin, gula darah, tes fungsi hati, tiroid, elektrolit, BUN, serum
f.

kreatinin), somatomedin, tes keringat, imaging (umur tulang, analisis tulang, foto kepala,
CT/MRI2,3

Tatalaksana
Setelah diagnosis perawakan pendek ditegakkan, kita harus mendiskusikan dengan
orangtuanya tentang beratnya penyakit dan TB yang masih bisa dicapai dengan rencana
pengobatan.Yang penting diketahui oleh orangtua adaah untung rugi antara hasil yang diperoleh
dengan biaya yang dikeluarkan, serta efek samping pengobatan.Contohnya adalah pada
pemberian hormon pertumbuhan pada kasus perawakan pendek.Harus dipikirkan manfaat
pemeberian hormon pertumbuhan pada anak yang tidak mengalami gejala defisiensi hormon
pertumbuhan seperti pada perawakan pendek keturunan atau konstitusi terlambat.
Penatalaksanaan perawakan pendek tergantung pada penyebabnya, yang telah dibahas
pada gejala klinis.Pengobatan medikamentosa hanya diberikan pada kasus tertentu saja.Selain itu,
anak juga memerlukan psikoterapi agar anak dengan perawakan pendek tidak rendah diri.

Gambar 4. Klasifikasi Perawakan Pendek


Perkembangan Otak
Perkembangan anak erat hubungannya dengan perkembangan otak. Pertumbuhan otak
sangat peka terhadap pengaruh lingkungan, infeksi, rokok, minuman beralkohol, pola
asuh, obat-obatan, bahan toksik, faktor psikologis ibu dan nutrisi. Otak manusia
mengalami pertumbuhan pesat sejak masa di dalam kandungan sampai beberapa bulan
setelah lahir. Selama minggu ketiga kehidupan di dalam kandungan, lempeng neural
tampak pada permukaan ectoderm pada embrio trilaminar. Lempeng neural ini melipat

membentuk tabung neural yang kelak menjadi susunan sarah pusat. Neural crest menjadi
susunan saraf perifer. Sel-sel neuroektodermal berdiferensiasi menjadi sel neuron,
astrosit, oligodendrosit dan sel ependim. Pada minggu kelima, terbentuk 3 komponen
otak yaitu forebrain, midbrain dan hind brain. Mielinisasi berlangsung pesat sejak
pertengahan kehamilan sampai 2 tahun pertama kehidupan6.
Masa pesat pertumbuhan jaringan otak adalah masa yang rawan. Setiap gangguan
pada masa itu akan mengakibatkan gangguan jumlah sel otak dan mielinisasi yang tidak
bisa dikejar lagi pda masa pertumbuhan berikutnya.
Otak bayi terdiri dari bermilyar-milyar sel yang menunggu untuk distimulasi. Otak
mengolah informasi dengan membuat jalinan antara sel syaraf tertentu yang disebut
neuron. Neuron berhubungan antara satu dengan yang lainnya melalui sinyal elektrik dan
kimia. Pesan tersebut merupakan dasar dari proses belajar dan memori. Suatu neuron
terdiri dari dendrit dan akson, yang mungkin memiliki banyak terminal akson. Dendrit
menerima sinyal yang masuk dari neuron lain, dan akson serta cabang terminal
menyampaikan sinyal keluar ke neuron lainnya. Pesan dihantarkan antara neuron melalui
sinaps. Makin banyak dan luas neuron-neuron ini saling berhubungan makin banyak
asosiasi dan kombinasi yang terjadi sehingga menimbulkan kecerdasan pada anak2,6.

Gambar 1. Pertambahan Jumlah Sinaps


Kecerdasan anak bergantung pada beberapa factor yaitu genetik, lingkungan dan
nutrisi. Lingkungan yang baik dimana terdapat banyak rangsangan yang dilakukan secara
berulang, konsisten dan bervariasi yang pada akhirnya meningkatkan percabangan syaraf
dan pembentukan sirkuit baru dengan hasil meningkatnya kemampuan kognitif anak.
Beberapa nutrisi penting yang memengaruhi pekembangan otak antara lain adalah

LCPUFA (long-chain polyunsaturated fatty acids)- seperti AA (arachidonic acid) dan


DHA (decosahexaenoic acid), kolin-taurin, yodium dan zat besi2.

Gambar 2. Faktor yang Mempengaruhi Kognisi Anak


Tahap Perkembangan Kognitif Menurut Piaget
Jean Piaget membagi perkembangan kognitif menjadi empat tahap.
1. Tahap sensorimotor (0-24 bulan)
Pada tahap ini, anak memahami dunianya melalui gerakan dan inderanya, serta
mempelajari permanensi objek. Bayi tidak dapat mempertimbangkan kebutuhan,
keinginan dan kepentingan orang lain. Karena itu dianggap egosentris. Selama
tahap ini, bayi memperoleh pengetahuan tentang benda dengan cara melakukan
manipulasi.
2. Tahap praoperasional (2-7 tahun)
Selama tahap ini, anak mulai memiliki kecakapan motorik, proses berpikir anak
juga berkembang, meskipun mereka masih dianggap jauh dari logis. Proses
berpikir menajdi internalisasi, tidak sistematis dan mengandalkan intuisi.
Kemampuan simbolisasi meningkat. Kosakata anak juga diperluas dan
dikembangkan selama tahap ini. Animisme juga merupakan cirri khas dari
tahap ini, anak memiliki suatu keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada akan
memiliki beberapa jenis kesadaran. Anak pada tahap ini juga biasanya
egosentris yang berarti mereka hanya mampu mempertimbangkan sesuatu dari
sudut pandang mereka sendiri.

3. Tahap Operasional Konkrit (7-11 tahun)


Pada tahap ini, anak mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadina konkrit,
proses berpikir menjadi lebih rasional, matang dan seperti dewasa. Anak dapat
memusatkan berbagai aspek dari situasi secara simultan. Sudah mengerti sebab
dan akibat secara rasional dan sistematis.Kepercayaan animism dan
egosentris cendrung menurun selama tahap operasional konkrit.
4. Tahap Operasional Formal ( mulai usia 11 tahun)
Pada tahap ini mulai berkembang kemampuan penalaran abstrak dan imajinasi
pada anak. Pengertian terhadap teori dan ilmu pengetahuan lebih mendalam. Hal
ini memungkinkan remaja untuk melewati dunia realitas yang konkrit ke dunia
kemungkinan dan untuk beroperasi secara logis pada symbol dan informasi yang
tidak selalu mengacu pada objek dan peristiwa di dunia nyata. Anak belajar
menciptakan ide baru dan mengguankan ide tersebut2.
Perkembangan kognitif merupakan dasar bagi kemampuan anak untuk berpikir, yaitu
kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu
kejadian atau peristiwa. Jadi proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan
(intelegensi) yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama ditujukan kepada
ide-ide belajar. Dalam kehidupannya, mungkin saja anak dihadapkan pada persoalanpersoalan yang menuntut adanya pemecahan. Menyelesaikan suatu persoalan merupakan
langkah yang lebih kompleks pada diri anak. Sebelum anak mampu menyelesaikan
persoalan, anak perlu memiliki kemampuan untuk mencari cara penyelesaiannya2.

Gangguan Kognisi dan Stunting


Anak yang mengalami gangguan nutrisi jangka panjang dan kemudian terjadinya
perawakan pendek, akan megalami perlambatan dalam hal memori kerja, fungsi
visuospasial, pemahaman, pembelajaran dan memori, dan juga lebih rentan terhadap
penyakit tidak menular. Anak dengan stunting memiliki IQ 5-10 poin lebih rendah
dibanding dengan anak yang normal. Stunting pada balita berhubungan dengan

keterlambatan perkembangan bahasa dan motorik halus sedangkan stunting yang terjadi
pada usia 36 bulan pertama biasanya disertai dengan efek jangka panjang. Oleh karena
itu, anak stunting merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang
diterima secara luas yang selanjutnya akan menurunkan kemampuan produktif suatu
bangsa di masa yang akan datang7.
Permasalahan dalam perawakan pendek dimulai semenjak awal kehidupan 2 tahun
pertama dimana tuntunan terhadap asupan nutrisi sangat tinggi untuk memenuhi proses
pertumbuhan yang pesat. Keadaan anemia, pengguna zat tobacco dan polusi dalam rumah
dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang berakibat pada kelahiran dengan berat
badan rendah. Diet makanan dengan kandungan nutrisi yang rendah selama hamil, bayi
dan di kehidupan awal sehingga mengarah pada asupan nutrisi yang tidak adekuat.
Infeksi berulang yang berlangsung saat di usia 2 tahun awal berperan pula untuk
terjadinya perwakan pendek dan beresiko untuk permasalan nutrisi lainnya.7
Penelitian kohort yang diselenggarakan The Maternal and Child Undernutrition Study
Group menemukan bayi lahir dengan ukuran kecil dan rendah secara berat badan serta
masa anak dengan perawakan pendek akan berdampak pada tinggi badan dewasa yang
pendek, berkurangnya massa otot tubuh, berkurangnya masa sekolah, menurunnya fungsi
intelektual, mengurangi daya pendapatan.7
Dampak dari perawakan pendek dapat membatasi anak-anak untuk mendapatkan
pendidikan dan kesempatan berkerja. Proses berperawakan pendek yang dikarenakan
pembatasan asupan nutrisi dan atau oleh karena infeksi berulang dapat dikatakan sebagai
penyebab terjadinya perawakan pendek dan kerusakan struktural serta fungsional pada
organ otak sehingga mengaakibatkan keterlambatan pada perkembangan fungsi kognitif
dan juga kemunduran fungsi kognisi. Pada penelitian yang diselenggarakan oleh The
Maternal and Child Undernutrition Study Group menunjukan adanya keterlambatan
selama 0,9 tahun dan keterlambatan untuk memulai sekolah dan sekitar 16% akan
beresiko untuk mengalami tinggal kelas pada saat menjalani masa pendidikanGangguan
jangka menengah pada fungsi kognitif, pengetahuan dan tingkah laku anak dengan
perawakan pendek dapat terganggu dan mempengaruhi perkembangannya.Perawakan
pendek merupakan salah satu faktor resiko penyebab terjadinya kegagalan pencapaian
pertumbuhan yang optimal pada anak-anak disamping, rangsang kognitif yang tidak

adekuat, defisiensi iodine dan anemia defesiensi besi. 4Anak-anak dengan perawakan
pendek akan mengalami perubahan dan gangguan perilaku di masa awal kehidupannya
dan ada kecenderungan untuk melanjutkan sekolah ataupun telat untuk masuk
bersekolah, cenderung menperoleh nilai mata pelajaran yang rendah, dan memiliki
kemampuan kognitif yang rendah jika dibandingkan dengan teman seusianya yang sehat.8
Lebih lanjut anak-anak dengan perawakan pendek akan lebih apatis, memperlihatkan
tingkah laku yang tidak banyak dalam meng eksplorasi dunia luar, dan ayunan emosi
psikologis yang lebih kuat. Pada penelitian yang dilakukan di Jamaika terhadap anakanak berperawakan pendek ditemukan adanya tingkat kecemasan, depresi yang lebih
menonjol dan rasa percaya diri yang rendah dibanding teman sebaya sehat pada usia 17
tahun.8
Keadaan nutrisi yang tidak adekuat mempunyai pengaruh terhadap beberapa bagian
pada otak yang mengendalikan fungsi kognitif, daya ingat dan keahlian motorik. Organ
otak menuntut sejumlah energi yang besar pada awal masa kehidupan dan pada usia 2
tahun terjadi pertumbuhan sel otak yang pesat. Kurang energi protein pada usia awal anak
mempengaruhi perkembangan struktur dan fungsi otak dan bepengaruh pada fungsi
kognisi. Efek deficit kognisi pada awal kehidupan akan berpengaruh pada kehidupan
selanjutnya dan generasi masa depan. Defisiensi mikronutrien seperti besi, iodine, dan
asam folat dapat mengganggu fungsi kognisi terutama apabila terjadi pada saat
perkembangan otak. Defisiensi mikronutrisi lain seperti vitamin A dan zinc meningkatkan
morbiditas dengan meningkatkan angka anak tidak masuk sekolah dan menurunkan
kemampuan belajar dan performance anak di sekolah. Besi berperan penting dalam
sintesis neurotransmitter dan mielinisasi neuron. Deficit besi berhubungan dengan
performa kognisi yang kurang. Defisiensi besi akan berefek untuk terjadinya anemia, dan
anemia itu sendiri merupakan factor risiko signifikan terjadinya deficit kognisi. Namun,
pada penelitian yang dilakukan di Cambodia menjelaskan bahwa anak dengan defisiensi
besi setelah dilakukan tes kognisi menggunakan Ravens Colored Progressive Matrices
(RCPM) memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan anak perawakan pendek
dengan kadar besi yang normal baik dengan atau tanpa anemia. Penelitian yang dilakukan
di Kenya dengan membandingkan kelompok anak perawakan pendek yang mendapatkan
makanan tambahan seperti daging, susu dan tambahan lemak serta kontrol yaitu anak

dengan makanan sehari-hari didapatkan bahwa dengan diberikan tambahan daging fungsi
kognisi anak akan mengalami kenaikan pada tes Ravens Colored Progressive Matrices
(RCPM). Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan di dalam daging memiliki kandungan
vitamin B12, besi dan seng. Selain itu, daging juga memiliki kandungan protein
berkualitas tinggi yang dapat memfasilitasi mekanisme khusus, seperti kecepatan
memproses informasi yang terlibat pada tugas belajar seperti pemecahan masalah Stress
oksidatif pada otak merupakan contributor lainnya yang berhubungan dengan deficit
kognisi. Selenium merupakan suatu mikronutrisi yang memiliki efek antioksidan yang
dapat melindungi otak dari kerusakan oksidatif. Selain itu, Selenium berpengaruh
terhadap proses sipnatogenetik, mielinisasi dan diferensiasi sel neuron dengan regulasi
hormone tiroid.8,9,16,17
Penelitian yang dilakukan di Afrika Selatan, untuk melihat factor kognisi dan stunting
didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara stunting dan kinerja anak
dengan menggunakan Vineland Social Maturity Scale (VSMS), namun berhubungan erat
dan signifikan dengan Revised-Denver Prescreening Developmental Questionnaire (RDPDQ). Dengan ini, dapat disimpulan bahwa anak yang memiliki tinggi badan di bawa
-2 SD tidak memiliki keterlambatan dalam hal keterampilan hidup sehari-hari atau
kematangan social, namun memiliki keterampilan motorik halus dan kognisi yang
rendah10.

Sanitasi,
pengetahu
an dan
pelayan
Nutrisi
kesehatan
buruk
rendah

selama
Pertumb
kehamil
uhan
an
janin
buruk

Kemiskina
n

Defisien
si
Nutrisi

Infeksi

Ganggua
Perawa
n kognisi
Ganggua
kan
n
pendek
pendidika
(dewas Penuruna
n masa
Fetal
Panggu
a)
sekolah
n
distres
l
pembelaja
Disprop
kronik
sempit
ran masa
orsi
IUGRAsfi
dewasa
Fetoksia
Persalina
pelvik
neo
n tak
Mening
Mening
nat
maju
katnya
katnya
al
mortalit
mortalis
as Gambar
bayi 3. Hubungan
at ibu
Stunting dan Kognisi7
Stunting

Disabilitas intelektual sanagat berhubungan dengan kognisi, adalah disabilitas yang


dikarakteristikkan oleh keterbatasan yang signifikan pada fungsi intelektual maupun
pada prilaku adaptif, dimana kedua hal tersebut mencakup banyak keterampilan sosial
dan praktis sehari-hari. Disabilitas ini muncul sebelum usia 18 tahun. Fungsi intelektual
juga disebut intelegensi (kecerdasan)mengacu pada kapasitas mental umum, seperti
belajar, penalaran, pemecahan masalah, dan sebagainya. Salah satu cara untuk mengukur
fungsi intelektual adalah tes IQ. Umumnya, skor tes IQ sekitar 70 atau 75 menunjukkan
keterbatasan dalam fungsi intelektual.

Perilaku adaptif adalah kumpulan keterampilan konseptual, sosial, dan praktis yang
dipelajari dan dilakukan oleh orang-orang dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Keterampilan konseptual (conceptual skills)bahasa dan keaksaraan (literacy);

uang, waktu, dan jumlah konsep; pengarahan diri sendiri (self-direction).


Keterampilan sosial (social skills)keterampilan interpersonal, tanggung jawab
sosial, harga diri (self-esteem), gullibility, kenaifan (yaitu, kewaspadaan),
pemecahan masalah sosial, dan kemampuan untuk mengikuti aturan/mematuhi

hukum dan untuk menghindari menjadi korban.


Keterampilan praktis (practical skills)aktivitas sehari-hari (perawatan pribadi),
keterampilan kerja, kesehatan, wisata/transportasi, jadwal/rutinitas, keamanaan,
penggunaan uang, penggunaan telepon11.

Skrining Gangguan Kognisi


1. Cognitive Performance Scale (CPS)
Pemeriksaan Cognitive Performace Scale ini pertama sekali
diperkenalkan oleh Morris pada tahun 1994, dengan 5 bentuk pengukuran. Dimana
bentuk - bentuk pengukuran tersebut meliputi status koma (comatose status),
kemampuan dalam membuat keputusan (decision making), kemampuan memori (short
- term memory), tingkat pengertian (making self understood) dan makan (eating). Tiap
kategori dibagi dalam 7 grup, dimana pada skala nol (0) dinyatakan intact sampai skala
enam (6) dinyatakan sebagai gangguan fungsi kognitif yang sangat berat (very severe
impairment)12.
2. Capute scales (Cognitive adaptive test/clinical linguistic & auditory milestone scaleCAT/CLAMS)13
Pemeriksaan ini terdiri dari 2 jenis pemeriksaan yaitu cognitive adaptive test dan
clinical linguistic & auditory milestone scale. Dikatakan normal apabila DQ 85,
suspek bila DQ 75-85 dan retardasi mental didapatkan bila nilai DQ kedua usur
tersebut < 75.

3. Minimental Stage Examination

Pada tugas ini terdiri dari 30 pertanyaan, dikatakan normal bila jumlah pertanyaan
yang dapat dijawab > 24, gangguan kognisi ringan 19-23, gangguan kognisi sedang
10-18, dan gangguan kognisi berat <1814.
4. Griffith Mental Develompent Scale (GMDS)
Perhitungan skala perkembangan yang berkaitan secara signifikan dengan intelegensi
atau perkembangan fungsi mental bayi dan anak. Alat ini dibagi menjadi 2, GMDSER (GMDS-revised version) yang dapat digunakan untuk mengukur perkembangan
anak hingga usia 8 tahun dan the new Griffiths III yang digunakan hingga usia 5
tahun 11 bulan.GMDS merupakan gold standar pemeriksaan perkembangan
anak2,8.

Gambar 4. Interpretasi Skala Griffith

Daftar Pustaka

1. Pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan. Kondisi Pencapaian Program


Kesehatan Anak Indonesia. Jakarta:, Kementerian Kesehatan RI; 2013
2. Soetjiningsih dan I.G.N Gde Ranuh. Tumbuh Kembang Anak. Edisi ke-2.
Jakarta : EGC. Tahun 2015.
3. Bajpai A, Menon PSN. Insuline like Growth Factors Axis and Growth Disorders.
Indian J Pediatric 2006; 73 : 67-71.
4. Trihono, dkk. Pendek (Stunting) di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Jakarta :
Lembaga Penerbit Balitbangkes. Tahun 2015.
5. Cheng Pik-sun. Management of Child Short Stature. The Hongkong Medical
Diary. 2006; 11: 21-3.
6. Lipina SJ, Colombo JA. Poverty and Brain Development During Childhood: An
Approach From Cognitive Psychology and Neuroscience. Washington, DC:
American Psychological Association; 2009.
7. Begum. Long-term consequences of stunting in early life. Maternal and Child
Nutrition. 2011:5-18.
8. Prendegergast , Hunphrey. The stunting syndrome in developing countries.
Pediatrics and International Child Health. 2014; 34(4).
9. Gashu D, dkk. Stunting, selenium deficiency and anemia are associated with poor
cognitive performance in preschool children from rural Ethiopia. Nutrition
Journal. 2016.
10. Casale D, dkk. The association between stunting and psychosocial development
among preschool children: a study using the South African Birth to Twenty cohort
data. Wiley British Academy. 2014.
11. American Psychiatric Association, 2013. Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5).
12. Douglas A, dkk. Use of the Cognitive Performance Test for Identifying Deficits in
Hospitalized Older Adults. Pub Med. 2012.
13. 13. Meita Dhamayanti, Murfariza Herlina. Skrining Gangguan Kognitif dan
Bahasa dengan Menggunakan Capute Scales (Cognitive Adaptive Test/Clinical
Linguistic & Auditory Milestone Scale-Cat/Clams).
5. http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/11-3-8.pdf. Diunduh 21 Agustus 2016.
14. Wallace M. The Mini Mental State Examination (MMSE).

6. https://www.mountsinai.on.ca/care/psych/on-call-resources/on-callresources/mmse.pdf. Diunduh 24 Agustus 2016.


15. Ivens dan Martin. A common metric for the Griffiths Scales. BMJ. 2002; 87:109
110.
16. Perignon M, dkk. Stunting, Poor Iron Status and Parasite Infection Are Significant
Risk Factors for Lower Cognitive Performance in Cambodian School-Aged
Children. PLOS ONE. Volume 9. 2014.
17. Neuman G, dkk. Meat Supplementation Improves Growth, Cognitive, and
Behavioral Outcomes in Kenyan Children. Journal of Nutrition. 137: 11191123.
2014.

Anda mungkin juga menyukai