Anda di halaman 1dari 38

UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN KADER

POSYANDU MENGENAI STUNTING DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS UKUI TAHUN 2023

LAPORAN MINI PROJECT

Diajukan untuk memenuhi tugas akhir


PIDI

Disusun Oleh:
dr. INDRA PRATAMA

Pendamping:
dr. ELPI AMELIA PUTRI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PUSKESMAS UKUI
2023
KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr.Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmat-Nya Mini Project (MiniPro) mengenai “Upaya Peningkatan
Pengetahuan Kader Posyandu Mengenai Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas
Ukui Tahun 2023” dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan
kepada Rasulallah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya sampai akhir
zaman. Aamiin Yarabbal ‘alamin.
Dengan disusunnya laporan ini penulis harap akan membawa manfaat baik
bagi penulis sebagai penyusun maupun bagi semua pembaca yang membaca
laporan yang penulis susun ini. Pada kesempatan ini penulis juga ingin
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran
penyusunan laporan ini, terutama kepada pendamping Puskesmas Ukui , dr. Elpi
Amelia Putri atas bimbingannya, serta saran-saran yang telah beliau berikan dan
tak lupa kepada teman–teman satu kelompok atas kerjasamanya.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi
penguraian maupun penyajiannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun demi perbaikan laporan ini. Akhir kata, semoga
laporan ini dapat diterima dan dapat bermanfaat.

Ukui, januari 2023

Penulis

i
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Mini project : Upaya Peningkatan Pengetahuan Kader Posyandu


Mengenai Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Ukui
Tahun 2023
Penulis : dr. Indra pratama
Program Penugasan : Program Internsip Dokter Indonesia Periode November
2022- Februari 2023

Penelitian ini ditujukan sebagai tugas mini project pada Program Internsip
Dokter Indonesia yang telah diperesentasikan dihadapan dokter
pembimbing, Kepala Puskesmas Ukui Kabupaten Pelalawan

Pelalawan, 2023
Mengetahui,

Dokter Pembimbing Kepala


Puskesmas

dr. Elpi Amelia Putri Rosdiana S.km

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................

1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................................

1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................................................

BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................................


2.1 Stunting........................................................................................................................

2.2 Konsep kader Posyandu............................................................................................

BAB III METODE PENELITIAN.......................................................................................


3.1 Desain Penelitian.......................................................................................................

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian...................................................................................

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian.................................................................................

3.4 Cara Pemilihan Sampel ............................................................................................

3.5 Kriteria Inklusi dan Ekslusi.......................................................................................

3.6 Instrumen Penelitian..................................................................................................

3.2 Cara kerja Penelitian..................................................................................................

3.2 Penyuluhan dan kegiatan...........................................................................................

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................


4.1 Hasil Penelitian..........................................................................................................

4.2 Pembahasan...............................................................................................................

BAB V SIMPULAN DAN SARAN.......................................................................................


5.1 Simpulan....................................................................................................................

5.2 Saran..........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius terhadap
kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu masalah gizi yang menjadi perhatian utama
saat ini adalah masih tingginya anak yang mengalami stunting.1, Berdasarkan
UNICEF/WHO/WB, pada tahun 2020, secara global, sebanyak 149,2 juta (22%) anak
dibawah 5 tahun mengalami stunting dan lebih dari setengahnya berada di Asia. Prevalensi
stunting di Indonesia tahun 2020 yaitu sebesar 31,8%, yang disebut sebagai predikat very
high (sangat tinggi).5 Menurut laporan nasional Riskesdas tahun 2018 menunjukkan angka
anak balita stunting sebesar 30,8%, yang berarti terjadi penurunan dibandingkan tahun 2013
(37,2%) dan 2010 (35,6%). Meskipun persentasenya sudah turun tapi angka ini termasuk
tinggi. Menurut standar WHO, suatu wilayah dikatakan mengalami masalah gizi akut bila
prevalensi stunting lebih dari 20%.6 Prevalensi Provinsi Riau prevalensi Stunting dari 36,8%
pada tahun 2013 menurun menjadi 27,4% pada tahun 2018, dengan penurunan sebesar
9,4% selama 5 tahun.6 berdasarkan e-ppgbm tahun 2022 kabupaten pelalawan jumlah anak
yang stunting didapatkan 255 anak yang pendek dan 59 yang sangat pendek yangmana
kecamatan ukui didapatkan 10 yang pendek dan 0 yang sangat pendek.
Stunting atau dikenal dengan kerdil merupakan kondisi gagal tumbuh akibat
kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya dibanding tinggi anak
pada umumnya.1,3 Anak dikatakan stunting jika tingginya berada di bawah -2 SD dari standar
WHO.4 Stunting merupakan tragedi yang tersembunyi. Stunting terjadi sebagai akibat
kekurangan gizi kronis selama 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak.4 Hal tersebut
bersifat permanen dan sulit diperbaiki. Dampak yang ditimbulkan berupa dampak jangka
pendek dan jangka panjang. Jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak,
kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Dalam
jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan
kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga anak mudah sakit, dan
resiko tinggi untuk munculnya penyakit (diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan
pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua). 1 Salah satu cara mencegah
stunting adalah pemenuhan gizi anak dari usia 0 sampai 23 bulan yang merupakan sasaran

5
pada intervensi gizi spesifik. Upaya ini sangat diperlukan, mengingat stunting akan
berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan anak dan status kesehatan pada saat dewasa.2
Stunting dapat disebabkan salah satunya oleh kurangnya tingkat pengetahuan orang
tua serta kader posyandu yang mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan terhadap ibu
dan anak.11 Kader posyandu secara teknis bertugas untuk mendata balita, melakukan
pengukuran berat badan dan tinggi badan balita serta mencatatnya secara berkala dalam
kartu menuju sehat (KMS). Tingkat pengetahuan kader yang kurang dapat menyebabkan
12

interpretasi status gizi yang salah dan dapat berakibat pula pada kesalahan dalam mengambil
keputusan dan penanganan masalah tersebut.11

Penanganan yang dapat dilakukan untuk deteksi stunting adalah dengan


meningkatkan tingkat pengetahuan kader posyandu. karena salah satu upaya pemerintah
adalah dengan melakukan pembinaan kepada kader posyandu, kegiatan pembinaan
kader posyandu meliputi pembinaan posyandu balita, pembinaan administrasi, pemeriksaan
rutin balita dan penyuluhan. Para kader kesehatan membutuhkan pembinaan atau pelatihan
dalam rangka menghadapi tugas-tugas mereka dan masalah yang dihadapi mereka. 11 Kader
diharapkan dapat berperan aktif dalam kegiatan promotif dan preventif. Salah satu
permasalahan yang paling mendasar di posyandu adalah rendahnya tingkat pengetahuan
kader baik dari sisi akademis maupun teknis, karena itu untuk dapat memberikan pelayanan
yang optimal, diperlukan penyesuaian pengetahuan dan keterampilan kader.12 Berdasarkan
latar belakang di atas membuat peneliti tertarik untuk melakukan sebuah studi berupa Upaya
Peningkatan Pengetahuan Kader Posyandu Mengenai Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas
Ukui Tahun 2023.

1.2 Rumusan Masalah


1) Rendahnya tingkat pengetahuan kader posyandu mengenai Stunting Di

Wilayah Kerja Puskesmas Ukui Tahun 2023.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan kader posyandu dan
upaya meningkatkan pengetahuan kader mengenai stunting.

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1) Mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan kemampuan deteksi dini stunting para
kader posyandu di desa TMJ

6
2) Mengajarkan kader mengenai pemeriksaan deteksi dini stunting
3) Meminta kader mempraktekkan pengetahuan yang telah diterima.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan
1) Meningkatkan pengetahuan kader mengenai stunting
2) menjadi bahan masukan bagi puskesmas dalam upaya peningkatan cakupan program
stunting
3) menjadi bahan atau data untuk penelitian selanjutnya.

7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Stunting
2.1.1 Definisi Stunting
Stunting merupakan salah satu bentuk malnutrisi tipe gizi kurang, disamping
underweight dan wasting. Stunting didefinisikan sebagai persentase anak yang tinggi badan
menurut usia berada di bawah -2 SD untuk ringan (pendek) dan di bawah -3 SD untuk berat
(sangat pendek) berdasarkan standar pertumbuhan anak WHO untuk usia dan jenis kelamin
yang sama.8 Stunting adalah suatu kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis
sehingga anak terlalu pendek untuk usianya dibanding tinggi anak pada umumnya.1,3

2.1.2 Epidemiologi
 Secara global, sebanyak 149,2 juta (22%) anak dibawah 5 tahun mengalami stunting
dan lebih dari setengahnya berasal dari Asia (53%) sedangkan lebih dari sepertiganya
(41%) tinggal di Afrika. Asia Tenggara menempati posisi ke-2 stunting terbanyak
setelah Asia Selatan. Indonesia salah satu negara bagian Asia Tenggara.5
 Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia
Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR).
 Prevalensi stunting di Indonesia tahun 2020 yaitu sebesar 31,8%, yang disebut sebagai
predikat very high (sangat tinggi) berdasarkan data UNICEF/WHO/WB.5
 Anak balita stunting di Indonesia tahun 2018 sebesar 30,8%, yang berarti terjadi
penurunan dibandingkan tahun 2013 (37,2%) dan 2010 (35,6%) berdasarkan data
Riskesdas.7

8
Gambar 1. Prevalensi Balita Stunting di Indonesia Tahun
2007-2018
40
35
30
18.8 18
25 18.5 11.5
20
%

15
10 18 17.1 19.2 19.3
5
0
2007 2010 2013 2018

Pendek Sangat Pendek

Sumber: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Balitbangkes

 Prevalensi Provinsi Riau prevalensi Stunting dari 36,8% pada tahun 2013 menurun
menjadi 27,4% pada tahun 2018, dengan penurunan sebesar 9,4% selama 5 tahun.6
kabupaten pelalawan jumlah anak yang stunting didapatkan 255 anak yang pendek dan
59 yang sangat pendek yangmana kecamatan ukui didapatkan 10 yang pendek dan 0
yang sangat pendek.

2.1.3 Penyebab Stunting


Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor
seperti
 Faktor sosioekonomi: Kondisi ekonomi erat kaitannya dengan kemampuan dalam
memenuhi asupan yang bergizi dan pelayanan kesehatan untuk ibu hamil dan balita.
 Faktor lingkungan dan sanitasi tempat tinggal: Sanitasi (higiene) dan keamanan pangan
dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi (diare, kecacingan) yang dapat
menganggu penyerapan nutrisi pada proses pencernaan.
 Faktor ibu: Kondisi kesehatan dan gizi (asupan nutrisi) yang kurang sebelum dan saat
kehamilan serta setelah persalinan mempengaruhi pertumbuhan janin dan risiko
terjadinya stunting. Selain itu juga dipengaruhi oleh postur tubuh ibu (pendek), jarak
kehamilan yang terlalu dekat, dan ibu yang masih remaja.
 Faktor bayi: Kurangnya asupan gizi pada bayi, kesakitan pada bayi
 Pola asuh (caring): Tidak terlaksananya inisiasi menyusu dini (IMD), gagalnya
pemberian ASI eksklusif, dan proses penyapihan dini. Sedangkan dari sisi pemberian

9
makanan pendamping ASI (MP-ASI) hal yang perlu diperhatikan adalah kuantitas,
kualitas, dan keamanan pangan yang diberikan.9

2.1.4 Penilaian Stunting

Menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut

reference. Buku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah WHO –

NCHS (World Health Organization – National Centre for Health Statistic).

Berdasarkan buku Harvard status gizi dapat dibagi menjadi 4 yaitu :

a. Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas

b. Gizi baik untuk well nourished

c. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderate PCM

(Protein Calori Malnutrition).

d. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmikkwashiorkor dan

kwashiorkor.

Menurut Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jenderan Bina Gizi dan Kesehatan

Ibu dan Anak (2015), menyatakan bahwa klasifikasi status gizi balita menurut BB/U

dibagi menjadi 4, yaitu :

a. Gizi buruk : <-3 SD

b. Gizi kurang : -3 SD sampai <-2 SD

c. Gizi baik : -2 SD sampai 2 SD

d. Gizi lebih : >2 SD

a. Ketentuan Umum

Ketentuan umum mengenai penggunaan standar antropometri, adapun ketentuan

untuk menetukan kejadian stunting sebagai berikut:

10
1) Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Indeks BB/U ini menggambarkan berat badan relatif dibandingkan dengan

umur anak. Indeks ini digunakan untuk menilai anak dengan berat badan kurang

(underweight) atau sangat kurang (severely underweight), tetapi tidak dapat

digunakan untuk mengklasifikasikan anak gemuk atau sangat gemuk. Penting

diketahui bahwa seorang anak dengan BB/U rendah, kemungkinan mengalami

masalah pertumbuhan, sehingga perlu dikonfirmasi dengan indeks BB/PB atau

BB/TB atau IMT/U sebelum diintervensi.

Alat yang dapat memenuhi persyaratan dan kemudian dipilih dan dianjurkan

untuk digunakan dalam penimbangan anak balita adalah dacin. Penggunaan dacin

mempunyai beberapa keuntungan antara lain :

a) Dacin sudah dikenal umum sampai di pelosok pedesaan.

b) Dibuat di Indonesia, bukan impor, dan mudah didapat. C

c) Ketelitian dan ketepatan cukup baik.

Dalam Buku Kader (2005), diberikan petunjuk bagaimana menimbang balita

dengan menggunakan dacin. Langkah-langkah tersebut dikenal dengan

penimbangan, yaitu :

a. Langkah 1 Menggantungkan dacin pada: Dahan pohon, palang rumah, atau

penyangga kaki tiga.

b. Langkah 2 Memeriksa apakah dacin sudah tergantung kuat.

Tarik batang dacin kebawah kuat-kuat.

c. Langkah 3 Sebelum dipakai letakkan bandul geser pada angka 0 (nol). Batang

dacin dikaitkan dengan tali pengaman.

d. Langkah 4 Pasanglah celana timbang, kotak timbang atau sarung timbang yang

kosong pada dacin. Ingat bandul geser pada angka 0 (nol).

e. Langkah 5 Seimbangkan dacin yang sudah dibebani celana timbang, sarung


11
timbang atau kontak timbangan dengan cara memasukkan pasir kedalam

kantong plastik.

f. Langkah 6 Anak ditimbang, dan seimbangkan dacin.

g. Langkah 7 Tentukan berat badan anak, dengan membaca angka di ujung bandul

geser.

h. Langkah 8 Catat hasil penimbangan diatas dengan secarik kertas.

i. Langkah 9 Geserlah bandul keangka 0 (nol). Letakkan batang dacin dalam tali

pengaman, setelah itu bayi atau anak dapat diturunkan (Supariasa, 2013 ).

2. Ukuran panjang badan (PB) digunakan untuk anak umur 0 sampai 24 bulan yang

diukur terlentang. Bila anak umur 0-24 bulan diukur berdiri, maka asil

pemngukuranya dikoreksi dengan menambahkan 0,7 cm

3. Ukuran tinggi badan (TB) digunakan untuk anak diatas 24 bulan yang di ukur

berdiri. Bila anak umur diatas 24 bulan diukur terlentang maka hasil pengukuranya

dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm.

4. Kejadian stunting dikategorikan dalam ukuran pendek (stunted) dan sangat pendek

(severely stunted).

2.1.5 Penatalaksanaan
Upaya Pencegahan
1) Ibu Hamil – Bersalin – Ibu Menyusui – Anak usia 0-23 bulan
 Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan;
 Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku KIA.
Ibu Hamil – Bersalin
 Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu;
 Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan;
 Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein, dan
mikronutrien (TKPM) untuk mengatasi kekurangan energi dan protein kronis;
 Pemberian suplementasi zat besi, asam folat, kalsium bagi ibu hamil;

12
 Mengatasi kekurangan iodium;
 Pembatasan konsumsi kafein selama hamil;
 Deteksi dini penyakit (penyakit menular seperti ibu dengan HIV dan penyakit tidak
menular);
 Pemberantasan kecacingan;
 Pencegahan dan penatalaksanaan klinis malaria;
 Penyuluhan dan pelayanan KB.
Ibu Menyusui & Anak usia 0-6 bulan
 Promosi dan edukasi inisiasi menyusui dini disertai dengan pemberian ASI jolong/
kolostrum;
 Promosi dan edukasi pemberian ASI eksklusif
 Pemberian konseling/ edukasi gizi selama menyusui
 Pencegahan, deteksi, tatalaksana klinis, dan dukungan gizi bagi ibu dan anak
dengan HIV.
Ibu Menyusui & Anak usia 7-23 bulan
 Promosi dan edukasi pemberian ASI lanjut disertai MP-ASI yang sesuai
 Penanggulangan infeksi kecacingan pada ibu dan anak .
 Pemberian suplementasi zink pada anak
 Fortifikasi zat besi ke dalam makanan / suplementasi zat gizi mikro e.g. zat besi
 Pencegahan dan penatalaksanaan klinis malaria pada ibu dan anak
 Pemberian imunisasi lengkap pada anak
 Pencegahan dan pengobatan diare pada anak
 Implementasi prinsip rumah sakit ramah anak
 Implementasi prinsip manajemen terpadu balita sakit/MTBS
 Suplementasi vitamin A pada anak usia 6-59 bulan
 Penatalaksanaan malnutrisi akut parah pada anak
 Pemantauan tumbuh kembang anak.10
2) Balita
 Pemantauan pertumbuhan balita;
 Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita;
 Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak; dan
 Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.

13
3) Anak Usia Sekolah
 Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS);
 Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS;
 Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS); dan
 Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba.
4) Remaja
 Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pola gizi
seimbang, tidak merokok, dan mengonsumsi narkoba; dan
 Pendidikan kesehatan reproduksi.
5) Dewasa Muda
 Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB);
 Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular); dan
 Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak
merokok/mengonsumsi narkoba.9

2.1.6 Dampak
Dampak stunting dibagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang.
a) Dampak jangka pendek
 Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian;
 Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal; dan
 Peningkatan biaya kesehatan.
b) Dampak jangka panjang
 Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan pada
umumnya);
 Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit tidak menular (hipertensi, penyakit
jantung, diabetes, kanker, dll);
 Menurunnya kesehatan reproduksi;
 Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah; dan
 Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.9

14
2.1.7 Pola Asuh
Dalam tumbuh kembang anak, peran ibu sangat dominan untuk mengasuh dan
mendidik anak agar tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berkualitas. Pola
asuh ibu memiliki peran dalam kejadian stunting pada balita karena asupan makanan
pada balita yang diatur oleh ibunya. Ibu yang pola asuh baik akan cenderung memiliki
balita dengan status gizi yang lebih baik daripada ibu yang pola asuh kurang.
Faktor pola asuh yang tidak baik dalam keluarga merupakan salah satu
penyebab timbulnya permasalahan gizi. Pola asuh meliputi kemampuan keluarga
untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalam memenuhi kebutuhan
fisik,mental dan sosial dari anak yang sedang tumbuh dalam keluarga. 2 Menurut
penelitian Rahmayana, dkk (2014) pola asuh didalam keluarga berupa praktik
pemberian makan, rangsangan psikososial, praktik kebersihan/ hygiene, sanitasi
lingkungan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan mempunyai hubungan yang
signifikan dengan kejadian stunting anak usia 24 – 59 bulan.8
IMD dilakukan dengan cara meletakkan bayi secara tengkurap di dada atau
perut ibu sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu. Pemberian ASI Eksklusif
bertujuan untuk: a. menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif
sejak dilahirkan sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan
pertumbuhan dan perkembangannya; b. memberikan perlindungan kepada ibu dalam
memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya; dan c. meningkatkan peran dan dukungan
keluarga, masyarakat, pemerintah daerah, dan pemerintah terhadap pemberian ASI
Eksklusif.
Ketentuan dari WHO/UNICEF mengharuskan bayi usia 6-23 bulan
mendapatkan MPASI yang adekuat dengan ketentuan dapat menerima minimal 4 atau

15
lebih dari 7 jenis makanan (serealia/umbi-umbian, kacang-kacangan, produk olahan
susu, telur, sumber protein lainnya, sayur dan buah kaya vitamin A, sayur dan buah
lainnya-Minimum Dietary Diversity/MMD).
Di samping itu, yang diperhatikan juga adalah bayi harus memenuhi ketentuan
Minimum Meal Frequency (MMF), yaitu bayi 6-23 bulan yang diberi atau tidak diberi
ASI, dan sudah mendapat MP-ASI (makanan lunak/ makanan padat, termasuk
pemberian susu yang tidak mendapat ASI) harus diberikan makanan pendamping
dengan frekuesi sebagai berikut:
a) Untuk bayi yang diberi ASI:
 Umur 6-8 bulan: 2x/ hari atau lebih;
 Umur 9-23 bulan: 3x/ hari atau lebih.
b) Untuk bayi 6-23 bulan yang tidak diberi ASI: 4x/ hari atau lebih
Lebih lanjut, ketentuan MP-ASI untuk bayi 6-23 bulan, harus memenuhi
Minimum Acceptable Diet (MAD), yaitu gabungan dari pemenuhan MMD dan MMF.
Namun, kenyataannya hanya 36,6% anak 6-23 bulan yang asupannya mencapai pola
konsumsi yang memenuhi diet yang dapat diterima (minimal acceptable diet/MAD).9

2.2 Konsep Kader Posyandu

2.2.1 Definisi Kader Posyandu


Kader posyandu merupakan masyarakat yang telah dipilih oleh masyarakat, dimana

masyarakat tersebut mau dan mampu bekerjasama dalam setiap kegiatan masyarakat

secara sukarela.16 Kegiatan bulanan di posyandu merupakan kegiatan rutin yang bertujuan

untuk memantau pertumbuhan berat badan balita dengan menggunakan Kartu Menuju

Sehat (KMS), memberikan konseling gizi, serta memberikan pelayanan gizi dan

kesehatan dasar. Terdapat beberapa syarat menjadi Kader, antara lain :

a. Dipilih dari dan oleh masyarakat setempat

b. Bersedia dan mampu bekerja bersama masyarakat secara sukarela

c. Bisa membaca dan menulis huruf latin

d. Memiliki minat dan bersedia menjadi kader, bekerja secara sukarela, dan

16
e. Memiliki kemampuan dan waktu luang .

Menurut Kementerian Kesehatan (2017) ada beberapa peran kader, khususnya

pada kegiatan posyandu, antara lain:

a. Melakukan pendekatan kepada aparat pemerintah dan tokoh masyarakat

b. Melakukan Survey Mawas Diri (SMD) bersama petugas yang antara lain untuk
melakukan kegiatan pendataan sasaran, pemetaan, serta mengenal masalah dan
potensi

c. Melaksanakan musyawarah bersama masyarakat setempat untuk membahas


hasil SMD, menyusun rencana kegiatan, pembagian tugas, dan jadwal kegiatan
2.2.2 Peran dan Tugas Kader Posyandu
peran dan fungsi kader sebagai pelaku penggerakan masyarakat21 :

a. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

b. Pengamatan terhadap masalah kesehatan di desa

c. Upaya penyehatan lingkungan

d. Peningkatan kesehatan ibu, bayi dan anak balita

e. Pemasyarakatan keluarga sadar gizi (Kadarzi) ugas Kader Posyandu tugas


kader posyandu secara garis besar adalah sebagai berikut :

a. Melakukan kegiatan bulanan posyandu

1. Mempersiapkan pelaksaan posyandu

a) Menyiapkan alat dan bahan, yaitu alat penimbangan bayi, KMS,

alat peraga, LILA, alat pengukur, obat-obat yang dibutuhkan (pil

besi, vitamin A, oralit), bahan/materi penyuluhan.

b) Mengundang dan menggerakkan masyarakat, yaitu memberitahu

ibu-ibu untuk datang ke posyandu.

c) Menghubungi pokja posyandu, yaitu menyampaikan rencana

d) kegiatan kepada kantor desa dan meminta mereka untuk

17
memastikan apakah petugas sektor bisa hadir pada hari buka

posyandu.

e) Melaksanakan pembagian tugas, yaitu menentukan pembagian

tugas diantara kader posyandu baik untuk persiapan maupun

pelaksanaan kegiatan.

b. Tugas kader pada kegiatan bulanan posyandu

1. Tugas kader pada hari buka posyandu disebut juga dengan tugas pelayanan

5 meja meliputi :

a) Meja 1, yaitu bertugas mendaftar bayi atau balita, yaitu menuliskan

nama balita padda KMS dan secarik kertas yang disalipkan pada KMS

dan mendaftar ibu hamil, yaitu menuliskan nama ibu hamil pada

Formulir atau Register Ibu Hamil.

b) Meja 2, yaitu bertugas menimbang bayi atau balita dan mencatat hasil

penimbangan pada secarik kertas yang akan dipindahkan pada KMS.

c) Meja 3, yaitu bertugas untuk mengisi KMS atau memindahkan catatan

hasil penimbangan balita dari secarik kertas ke dalam KMS anak

tersebut.

d) Meja 4, yaitu bertugas menjelask an data KMS atau keadaan anak

berdasarkan data kenaikan berat badan yang digamabrkan dalam grafik

KMS kepada ibu dari anak yangbersangkutan dan memberikan

penyuluhan kepada setiap ibu dengan mengacu pada data KMS

anaknya atau dari hasil pengamatan mengenai masalah yang dialami

sasaran.

e) Meja 5, yaitu merupakan kegiatan pelayanan sektor yang biasanya

dilakukan oleh petugas kesehatan, PLKB, PPL, dan lain-lain.


18
Pelayanan yang diberikan antara lain : pelayanan Imunisasi, Pelayanan

keluarga Berencana, pengobatan Pemberian Pil penambah darah (zat

besi), vitamin A, dan obatobatan lainnya.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain dalam penelitian ini adalah studi deskriptif, dengan metode
pengumpulan data secara cross sectional dimana data dikumpulkan pada satu waktu
tertentu, setiap subjek studinya hanya satu kali pengamatan selama penelitian.
Sehingga berguna untuk mengetahui tingkat pengetahuan kader mengenai deteksi dini
stunting di posyandu Tri Mulya Jaya tahun 2023.8

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


waktu Penelitian dilakukan pada tanggal 12 Januari 2023, dan dilakukan di posyandu
Tri Mulya Jaya kecamatan Ukui
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
 Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah kader-kader yang ada di desa Tri Mulya Jaya
kecamatan Ukui.

 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh kader yang hadir di posyandu
desaTri Mulya Jaya kecamatan Ukui dan memberikan persetujuam dan bersedia
mengisi kuisoner.

3.4 Cara Pemilihan Sampel


Cara pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
teknik total sampling dimana pengambilan sampel dilakukan sesuai dengan kriteria
inklusi dan eklusi di posyandu Tri Mulya Jaya kecamatan Ukui.

3.5 Kriteria Inklusi dan Ekslusi

 Inklusi

19
Kader yang bersedia mengisi kuesioner.
 Ekslusi
Kader yang tidak bersedia mengisi kuesioner.

3.6 Instrumen Penelitian

Alat ukur penelitian ini berbentuk kuisioner, dengan kategori tingkat


pengukuran ordinal. Keseluruhan jawaban yang masuk akan diberi skor dengan
menggunakan skala Guttman untuk tingkat pengetahuan kader mengenai stunting.

3.7 Cara Kerja Penelitian

Cara kerja dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data primer. Data
primer adalah data yang dihasilkan secara langsung dari responden dengan
membagikan dan meminta responden untuk mengisi kuisioner agar mendapatkan
jawaban dari pernyataan yang diberikan oleh peneliti. Pertanyaan-pertanyaan yang
terdapat didalam kuisioner dibuat untuk menilai tingkat pengetahuan pasien tentang
stunting.
Jenis daftar pertanyaan kuesioner untuk menggali pengetahuan tersebut adalah
dalam bentuk pertanyaan tertutup (menggunakan pertanyaan pilihan jawaban benar
atau salah) untuk memudahkan mentabulasi data atau mengolah data. Instrument
yang digunakan berupa kuisioner dengan 12 pertanyaan. Bila jawaban responden
benar akan diberi nilai 1, jika jawaban salah akan diberi nilai 0.
1. Baik : jika jawaban yang benar 9 - 12
2. Cukup : jika jawaban yag benar antara 5 - 8
3. Kurang : jika jawaban yang benar 0 - 4
Semua data yang diperoleh, dicatat, diolah secara manual lalu disusun ke
dalam tabel sesuai dengan peneliti.

3.7.1 Penyuluhan dan kegiatan

Setelah dilakukan pretest, akan dilakukan penyuluhan berupa pemberian materi


tentang stunting dengan sasaran kader-kader yang hadir di posyandu tersebut.
Adapun isi materi dari penyuluhan tersebut ialah mengenal lebih dalam tentang
stunting dan bagaimana cara mendeteksi dini stunting serta edukasi mengenai gizi
seimbang untuk anak balita agar mencegah terjadinya Stunting. Setelah dilakukan
penyuluhan kader langsung melaksanakan praktek pemeriksaan pada anak yang baik
dan benar serta melakukan edukasi mengenai stunting kepada ibu-ibu yang

20
membawa anaknya ke posyandu dalam pengawasan peneliti.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian terhadap Upaya Peningkatan Pengetahuan Kader Posyandu Mengenai


Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Ukui Tahun. Didapatkan sampel sebanyak 12 data
primer kuesioner dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Berikut penjelasan secara
terperinci mengenai hasil penelitian ini yang juga menyajikan dalam bentuk tabel
berdasarkan hasil analisis statistik yang sesuai.

4.1 Hasil Penelitian


3.1.1 Karakteristik kader
Sebanyak 12 kader diberikan kuesioner pada penelitian ini. Berdasarkan kuesioner
yang diberikan kepada responden didapatkan hasil karakteristik kader meliputi usia,
pendidikan, dan lama menjabat. Adapun penjabarannya sebagai berikut:

Karakteristik Kader
Karakteristik N (%)
Usia
18-40 tahun 8 67
41-60 tahun 4 33
>60 tahun 0 0

Pendidikan
Dasar (SD SMP) 7 58
Menegah (SMA/SMK) 4 33
Tinggi (PT) 1 8

Lama
menjabat
≤3 tahun 6 50
>3 tahun 6 50

21
Berdasarkan tabel 1 menunjukan bahwa karakteristik responden, berdasarkan usia
paling banyak ada pada kelompok usia 18-40 tahun sebesar 67%, dengan pendidikan
paling banyak pada tingkat pendidikan dasar sebesar 58%, dan berdasarkan lamanya
menjadi kader >3tahun 50% dan <- 3 tahun 50%.

4.1.2 Tingkat Pengetahuan Kader

Pengetahuan Kader berdasarkan Sebelum diberikan penyuluhan mengenai stunting

Pre Test
Tingkat N %
Pengetahuan
Baik 8 66,66
Cukup 2 16,66
Kurang 2 16,66
Total 12 100.0
Berdasarkan tabel menunjukan tingkat pengetahuan kader sebelum dilakukan
pelatihan pengetahuan responden yang baik yaitu 67%, cukup, 17 % dan kurang 17%.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Karakteristik Kader
Hasil penelitian pada tabel 1 berdasarkan karakteristik usia mayoritas
responden berada di usia 18-40 tahun sebesar 67%. Dari segi kepercayaan masyarakat,
seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang pada orang yang belum
dewasa. Hal ini, berkaitan dengan banyaknya pengalaman dan informasi yang telah
diperoleh seseorang serta kematangan jiwanya. Dengan bertambahnya umur,
perubahan fisik yang cenderung mengalami penurunan akan menyebabkan berbagai
gangguan secara fisik sehingga mempengaruhi kader dalam melaksanakan tugasnya
guna mendeteksi dini stunting pada balita di posyandu. 20
Untuk tingkat pendidikan kader pada hasil penelitian ini, paling banyak berada
di tingkat pendidikan dasar sebesar 58%. Pendidikan yang rendah sangat
mempengaruhi daya tangkap seseorang terhadap informasi yang diterimannya.
Pendidikan juga dapat mempengaruhi seseorang termasuk perilaku akan pola hidup
terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam suatu aktivitas. Makin

22
tinggi tingkat pengetahuan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga
makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, demikian juga sebaliknya semakin
rendah pendidikan semakin susah dalam menerima informasi.19
Pelatihan merupakan salah satu cara yang sangatlah berpengaruh terhadap
peningkatan pengetahuan. kurangnya pelatihan dan pembinaan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan yang memadai bagi kader menyebabkan kurangnya
pemahaman terhadap tugas kader.13

Berdasarkan lamanya menjadi kader, pada hasil penelitian ini mayoritas


kader dengan lamanya menjadi kader >3 tahun sebesar 50% dan < 3 tahun sebesar
50% . Masa kerja yang lama akan cenderung membuat seseorang memiliki
pengalaman yang jauh lebih baik di bandingkan dengan seseorang yang memiliki
masa jabatan yang sebentar. Dengan demikian, cara pandang dan memecahkan
masalah selama melakukan kegiatan posyandu antara kader yang berpengalaman
dengan kader yang kurang berpengalaman akan berbeda. Demikian halnya dalam
mengambil keputusan dan mengevaluasi dari kegiatan posyandu yang dilakukan.15

4.2.2 Pengetahuan kader


Berdasarkan hasil analisis distribusi frekuensi diketahui bahwa tingkat
pengetahuan kader kategori baik dengan hasil 8 orang (67%), 2 orang cukup dan 2
orang kurang. Tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu
umur, pendidikan dan pekerjaan. Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh pendidikan
seseorang, karena tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang
semakin tinggi pula kemampuan dalam menerima informasi dan pada akhirnya makin
banyak pengetahuan yang dimiliki.22

4.2.3 Praktek yang dilakukan oleh kader


Pada prakteknya, Kader diajarkan bagaimana cara mengukur berat badan, tinggi
badan, lingkar kepala serta mengisi KMS dan kurva WHO yang benar. Pada
prakteknya kader masih belum mengerti cara mengukur tinggi badan yang benar
pada anak seperti Ukuran panjang badan (PB) digunakan untuk anak umur 0 sampai
24 bulan yang diukur terlentang dan Ukuran tinggi badan (TB) digunakan untuk anak
diatas 24 bulan yang di ukur dengan cara berdiri. Bila anak umur 0-24 bulan
diukur berdiri, maka asil pengukuranya dikoreksi dengan menambahkan 0,7 cm,

23
Bila anak umur diatas 24 bulan diukur terlentang maka hasil pengukuranya
dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm.
Pada pemriksaan tinggi badan selama ini kader hanya memeriksa tinggi
badan 3 bulan sekali bukan sebulan sekali yang mana dapat mempengaruhi deteksi
dini stunting karena tidak dapat mengetahui keadaan gizi kronis dengan tinggi badan
yang pendek setiap bulan. Setelah diberikan penyuluhan ini kader diwajibkan untuk
memeriksa tinggi badan setiap bulan setiap kali posyandu diadakan.
Para kader diajarkan mengisi kurva WHO dikarenakan kader belum pernah
mengisi kurva WHO sebelumnya dan pengisian KMS yang lengkap dan bernar
karena para kader masih banyak yang belum mengisi lengkap data berupa gizi anak
tiap bulan yang mana mempengaruhi dalam mendeteksi dini stunting pada anak.
pada pelakasanaan kegiatan langsung di monitor oleh peneliti agar pelaksanaan
berjalan dengan baik.
Setelah diajarkan cara pemeriksaan praktek yang telah dilakukan sudah
berjalan baik kader-kader sudah dapat memeriksa dan menilai anak-anak di
posyandu dengan benar. Upaya ini harus dilakukan berkelanjutan dan evaluasi
mengenai pemeriksaan dini stunting para kader posyandu setiap bulan oleh tim
puskesmas agar kegiatan yang dilakukan tidak salah dan dapat mengeahui gizi dan
tinggi anak dalam upaya pencegahan stunting. Kader posyandu merupakan
penggerak utama seluruh kegiatan yang dilaksanakan di posyandu. Keberadaan kader
penting dan strategis, ketika pelayanan yang diberikan mendapat simpati dari
masyarakat akan menimbulkan implikasi positif terhadap kepedulian dan partisipasi
masyarakat. Kader diharapkan berperan aktif dalam kegiatan promotif dan preventif
serta mampu menjadi pendorong, motivator dan penyuluh masyarakat.

24
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap kader posyandu dalam
mendeteksi dini stunting di wilayah kerja Puskesmas Ukui tahun 2023, diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1) Usia kader posyandu Tri Mulya Jaya paling banyak pada kelompok usia 18-40
tahun, Pendidikan paling banyak pada tingkat pendidikan dasar dan
berdasarkan lamanya menjadi kader sama lebih dan kurang 3 tahun.
2) Kader posyandu di desa Tri Mulya Jaya mayoritas memiliki pengetahuan yang
baik mengenai stunting berdasarkan kuesioner yang diberikan.
3) berdasarkan pemeriksaan terhadap balita mengenai tinggi badan, kader masih
belum mengetahui cara pemeriksaan yang baik dan benar serta tidak diperiksa
setiap bulan.
4) berdasarkan hasil pemeriksaan di posyandu kader hanya mengetahui cara
mengisi KMS dan tidak mengetahui cara penggunaan kurva WHO untuk
mendeteksi dini stunting.
5) berdasarkan pemeriksaan untuk mendiagnosis stunting tidak dapat dilakukan
karena pemeriksaan tinggi badan hanya dilakukan setiap 3 bulan sekali.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi kader
Pemeriksaan anak dan balita seharusnya menyeluruh dalam segala aspek
meliputi berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala anak. Pemeriksaaan pun harus
dilaksanakan setiap bulan agar kader mengetahui tinggi badan dan berat badan anak
sehingga dapat mendeteksi dini anak yang stunting. Diharapkan kader-kader juga
dapat memberika edukasi kepada ibu-ibu untuk memenuhi keberagaman makanan
agar tercapai komponen gizi seimbang serta dapat aktif mengikuti kegiatan posyandu
untuk memantau tumbuh & kembang anak.

25
5.2.2 Bagi Puskesmas Ukui
Edukasi yang berkesinambungan perlu diberikan kepada kader-kader yang
aktif di posyandu untuk meningkatkan pengetahuan kader mengenai stunting dan
pentingnya memperhatikan kualitas dan kuantitas makanan untuk gizi anak sehingga
dapat menurunkan angka kejadian stunting. Mempublikasikan iklan layanan
masyarakat mengenai faktor risiko kejadian stunting. Sasaran sosialisasi dapat digapai
dari semua kalangan bahkan sejak remaja. Melakukan kerja sama lintas sektor dalam
meningkatkan program kesehatan Ibu dan Anak dalam mencegah terjadinya stunting.

5.2.3 Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk
pengembangan penelitian berikutnya. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan agar
pihak peneliti selanjutnya dapat menganalisis faktor-faktor lain yang belum diteliti
misalnya dari sisi ibu yang mungkin dapat berhubungan dengan kejadian stunting
seperti tinggi badan ibu, IMT ibu sebelum hamil, riwayat KEK saat kehamilan,
pengetahuan gizi ibu, riwayat anak penyakit infeksi, frekuensi dan durasi sakit, dan
paparan asap rokok dengan desain studi yang berbeda, instrument yang lebih lengkap,
dan jumlah sampel yang lebih banyak.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi., 2018. Buku Saku Desa
dalam Penanganan Stunting. Jakarta: Kementerian Desa
2. Kemenkes RI., 2018. Warta Kesmas Edisi 02: Cegah Stunting Itu Penting. Jakarta: Kemenkes RI
3. TNP2K., 2017. 100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). Jakarta:
TNP2K
4. Trihono, Atmarita, Tjandrarini DH, dkk., 2015. Pendek (Stunting) di Indonesia, Masalah dan
Solusinya. Jakarta: Lembaga Penerbit Balitbangkes
5. UNICEF/WHO/WB., 2021. Levels and trends in child malnutrition, 2021 edition. Geneva: WHO
6. Kemenkes RI., 2019. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Jakarta: Lembaga Penerbit Balitbangkes
7. Kemenkes RI., 2019. Laporan Nasional Riskesdas 2018 provinsi Riau. Jakarta: Lembaga Penerbit
Balitbangkes
8. Soliman A, Sanctis VD, Ahemd S, et.al., 2021. Early and Long-term Consequences of Nutritional
Stunting: From Childhood to Adulthood, 92 (1) [e-journal]. Di akses di
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7975963/
9. Buletin Jendela, 2018. Topik Utama: Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Jakarta:
Kemenkes RI
10. TNP2K., 2018. Gerakan Nasional Pencegahan Stunting dan Kerjasama Kemitraan Multi Sektor.
Jakarta: TNP2K
11. Khatimah H., Abbas HH., Mahmud NU., dkk., 2020. Karakteristik Kejadian Stunting di Wilayah
Kecamatan Mariso Kota Makassar, 01(02): 141-147 [window of public health journal]. Di akses
di http://repository.umi.ac.id/251/1/KARAKTERISTIK%20STUNTING%20DI
%20KECAMATAN%20MARISO.pdf
12. Setyawati VAV., 2018. Kajian Stunting Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di Kota Semarang
[urecol]. Di akses di http://repository.urecol.org/index.php/proceeding/article/view/273/269
13. Colti S, Elviera G (2017) Analisis Kualitas Penggunaan Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jurnal
Kemas 10 (1) : 14 -20
14. Hani (2012) Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia.

27
15. Fretty, H., Misnaniarti, M., & Flora, R. (2020). Hubungan Lama Kerja Menjadi Kader, Sikap Dan
Pengetahuan Dengan Kinerja Kader Posyandu Di Kota Palembang. Jurnal'Aisyiyah Medika, 5(2).
16. Kementrian Kesehatan RI. (2017). Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. In Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
kader kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan kader kesehatan.
17. Sengkey, S. W. (2015). Analisis Kinerja Kader Posyandu di Puskesmas Paniki Kota Manado.
Jikmu, 5(5).
18. Adistie, F., Maryam, N. N. A., & Lumbantobing, V. B. M. (2017). Pengetahuan Kader Kesehatan
Tentang Deteksi Dini Gizi Buruk Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Parigi
Kabupaten Pangandaran. Dharmakarya, 6(3).
19. Siti Najmatul (2016) Hubungan pengetahuan dengan keterampilan kader dalam melakukan
pengukuran antropometri pada balita di wilayah kerja puskesmas kelayan timur. Akbid Sri
Mulya:Banjarmasin.
20. Yurinta, N. A. (2019). Hubungan Pengetahuan Ibu Dan Peran Kader Terhadap Partisipasi Ibu
Balita Dalam Kegiatan Posyandu Balita Desa Randualas Kecamatan Kare Kabupaten Madiun
(Doctoral dissertation, Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun).
21. Niken, L. T. (2018). Hubungan Peran Kader Posyandu Dengan Kejadian Stunting Pada Balita
Usia 24-59 Bulan Di Desa Karangrejek Wonosari Gunung Kidul. Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta
22. Notoatmodjo, S. (2017). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

28
Lampiran 1

Dokumentasi

29
30
31
Lampiran 2

SURAT PERMOHONAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Kepada:
Yth. Bapak/Ibu/Saudara/i
di- Desa Tri Mulya Jaya
Kecamatan Ukui

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan dibawah ini adalah dokter internship puskesmas ukui.
Nama : Indra Pratama
Akan melakukan penelitian tentang “ Upaya Peningkatan Pengetahuan
Kader Posyandu Mengenai Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Ukui Tahun
2023 hubungan tingkat pengetahuan kader posyandu dengan kemampuan deteksi
dini stunting di desa slateng kabupaten jember ” maka saya mengharapkan bantuan
Bapak/Ibu/Saudara/i untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan responden
pada penelitian ini.
Partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i bersifat bebas artinya tanpa adanya sanksi
apapun. Semua informasi dan data pribadi Bapak/Ibu/Saudara/i atas penelitian ini
tetap dirahasiakan oleh peneliti.
Jika Bapak/Ibu/Saudara/i bersedia menjadi responden dalam penelitian kami
mohon untuk menandatangani formulir persetujuan menjadi peserta penelitian.
Demikian permohonan saya, atas kerjasama dan perhatiannya saya ucapkan terima
kasih.

Ukui

Peneliti

32
Lampiran 3

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertandatangan di bawah ini:


Nama :
Umur :
Menyatakan bersedia menjadi subjek (responden) dalam penelitian yang dilakukan
oleh dokter internship puskesmas ukui yang tertanda di bawah ini:

Nama : Indra Pratama

Judul : Upaya Peningkatan Pengetahuan Kader Posyandu Mengenai Stunting Di


Wilayah Kerja Puskesmas Ukui Tahun 2023

Saya telah mendapatkan informasi tentang penelitian tersebut dan mengerti


tujuan dari penelitian tersebut, demikian pula kemungkinan manfaat dan resiko dari
keikutsertaan saya. Saya telah mendapatkan kesempatan untuk bertanya dan seluruh
pertanyaan saya telah dijawab dengan cara yang saya mengerti.
Saya mengerti bahwa keikutsertaan saya ini adalah suka rela dan saya bebas
untuk berhenti setiap saat, tanpa memberikan alasan apapun. Dengan menandatangani
formulir ini, saya juga menjamin bahwa informasi yang saya berikan adalah benar.

Ukui,

Responden

33
Lampiran 4

Kuesioner Demografi Dan Kuesioner

BAGIAN A

Kuesioner Demografi
A. Data Umum
Jawablah daftar pertanyaan berikut ini dengan menuliskan tanda checklist ( √ )
pada kotak dan mengisi pada isian titik – titik yang telah disediakan :
1. Inisial Nama :

2. Umur (tahun) :

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Pendidikan Terakhir : Tidak Tamat SD/Sederajat


Tamat SD/Sederajat
Tamat SMP
Tamat SMA
Tamat Sarjana/Diploma

5. Lama menjadi kader :

6. Pelatihan yang sudah di dapat :

B. Data Khusus
1. Kuisioner pengetahuan kader

2. ceklist kemampuan kader tentang deteksi dini stunting

34
KUISIONER PENGETAHUAN KADER

Petunjuk pengsian :

1. Berilah tanda centang pada jawaban anda anggap benar


2. Keterangan :
- Pengetahuan baik (9-12)
- Pengetahuan cukup baik (5-8)
- Pegetahuan kurang baik (0-4)

Soal

1. Kekurangan gizi dalam waktu yang lama adalah salah satu penyebab
stunting,apakah pernyataan tersebut benar?
a. Benar
b. Salah
2. Salah Salah satu gejala stunting yaitu anak berbadan lebih pendek untuk anak seusianya
a. Benar
b. Salah
3. An. A pada bulan ke 5 datang ke posyandu dengan hasil pengisian grafik KMS sejajar
dengan bulan sebelumnya setelah itu pada bulan ke 6 An. A datang lagi dengan hasil
pengisian KMS sejajar dengan bulan sebelumnya dan grafik pertumbuhan anak berada
di garis hijau muda apakah anak ini sudah dikatakan stunting?
a. Ya
b. Tidak
4. Pengisian grafik KMS dikatakan naik apabila grafik BB mengikuti garis pertumbuhan

a. Benar
b. Salah
5. Pada garis pertumbuhan dikatakan T3 atau turun jika penimbang terjadi penurunan BB
a. Benar
b. Salah

35
6. Gangguan perkembangan akibat gizi kronis,gangguan perkembangan kognitif dan
motoric ataupun system kekebalan tubuh adalah dampak dari stunting
a. Benar
b. Salah
7. Pada An. A yang mengikuti posyandu dan hasil dari pengisian KMS adalah grafik
pertumbuhan anak di KMS berada di area warna kuning hal ini menunjukkan bahwa
An. A …….
a. Mengalami kurang gizi ringan
b. Mengalami kurang gizi berat
8. Cara membaca BB balita dengan melihat angka di ujung bandul geser
a. Benar
b. Salah
9. Anak usia 2 tahun/lebih di ukur TB nya secara?
a. Berdiri
b. Terlentang
10. Di dalam KMS, istilah naik atau tidak naik berat badan anak dilambangkan dengan
huruf N dan T. N yaitu untuk berat badan naik dan T untuk berat badan tidak naik”
apakah pernyataan tersebut sesuai ?
a. Benar
b. Salah
11. Microtoise digunkan untuk mengukur tinggi badan anak usia di atas 2 tahun dengan
cara berdiri
a. Benar
b. Salah
12. Pada saat menimbang BB sebaiknya aksesoris anak di lepas seperti topi dll
a. Benar
b. Salah

36
37

Anda mungkin juga menyukai