Anda di halaman 1dari 61

MAKALAH EPIDEMIOLOGI

UKURAN ASOSIASI (KHUSUS)


PENYAKIT ISPA DI WILAYAH KELURAHAN MAWAR

Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Ir. Qomariyatus Sholihah,Dipl.Hyp.,S.T.,M.Kes
NIP. 19780420 200501 2 002

Oleh:
Indra Laksana

H1E115008

2015

Muhammad Rasyid Ridho

H1E115017

2015

Cahaya Al Amin

H1E115201

2015

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN
BANJARBARU

2017

REKTOR UNLAM

Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si.,


M.Sc
NIP.19660331 199102 1 001

WAKIL REKTOR 1

WAKIL REKTOR 2

WAKIL REKTOR 3

WAKIL REKTOR 4

Dr. Ahmad Alim Bachri, SE.,

Dr. Hj Aslamiah, M.Pd., Ph.D

Dr. Ir. H.Abrani Sulaiman,

Prof. Dr. Ir. H. Yudi Firmanul Arifin,

M.Si

NIP. 196001101986032001

M.Sc

M.Sc.
NIP. 196401051990031023

NIP. 19671231 199512 1 002

NIP. 196707161992031002

DEKAN FAKULTAS TEKNIK

Dr.Ing Yulian Firmana Arifin,


S.T.,M.T
NIP. 19750719 200003 1 002

KETUA PRODI TEKNIK


LINGKUNGAN

Dr. Rony Riduan, S.T., M.T


NIP. 19761017 199903 1 003

DOSEN MATA KULIAH


EPIDEMOLOGI

Prof. Dr. Ir. Qomariyatus Sholihah, Amd.


Hyp., S.T., Mkes.
NIP. 19780420 200501 2 002

MAHASISWA

MAHASISWA

MAHASISWA

M. RASYID RIDHO

INDRA LAKSANA

CAHAYA AL AMIN

H1E115017

H1E115008

H1E115201

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia,

serta

taufik

dan

tentangEpidemiologi dengan judul

hidayah-Nyalah

kamidapat

menyelesaikan

makalah

Ukuran Asosiasi (Khusus) Penyakit ISPA di Wilayah

Kelurahan Mawar ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami juga
berterima kasih kepadaIbu Prof. Dr. Ir. Qomariyatus Sholihah, Dipl.Hyp., S.T., M.Kesselaku
dosen mata kuliah Epidemiologi yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai ukuran asosiasi penyakit ISPA. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kamibuat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kamisendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan, kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Banjarbaru, Nopember 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

ii

DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

1.2

Rumusan Masalah

1.3

Tujuan Penelitian

1.4

Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Ukuran Rasio

19

2.2

Ukuran Beda

25

2.3

Penggunaan Ukuran Asosiasi

28

2.4

Rokok

29

2.5

ISPA

35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1
3.2

Rancangan Penelitian

40
40

Populasi dan Sampel

40

3.3

Instrumen Penelitian

40

3.4

Variabel Penelitian

41
ii

3.5

Tempat dan Waktu Penelitian

41

3.6

Prosedur Penelitiaan

41

3.7

Pengumpulan dan Pengolahan Data

42

3.8

Cara Analisis Data

43

3.9

Kerangka Konsep dan Hipotesis

43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

44

4.1

Hasil Penelitian

44

4.2

Pembahasan

44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

47

5.1

Kesimpulan

47

5.2

Saran

47

DAFTAR PUSTAKA

48

LAMPIRAN

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Tabel 2 x 2 eksposur faktor risiko dan penyakit

14

Tabel 2.2

Notasi Tabel 2 x 2 Pola I Desain Penelitian Kasus-Kontrol

20

Tabel 2.3

Notasi Tabel 2 x 2 Pola II Desain Penelitian Kasus-Kontrol

20

Tabel 4.1

Data Perhitungan Resiko Relatif (RR)

44

iv

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Izin Penelitian
2. Surat Pernyataan Persetujuan Sebelum Penelitian (Informed Consent)
3. Lampiran Perhitungan

vi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari peristiwa

kesehatan dan peristiwa lainnya yang berhubungan dengan kesehatan yang menimpa
sekelompok masyarakat dan menerapkan ilmu tersebut untuk memecahkan masalahmasalah tersebut. Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi
berkembang dari rantai sebab akibat kesuatu proses kejadian penyakit yakni proses
interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifat dengan penyebab serta dengan
lingkungan. Tujuan dari epidemiologi adalah memberikan gambaran mengenai penyebaran,
kecenderungan, dan riwayat alamiah penyakit, menjelaskan penyebab dari suatu penyakit,
meramalkan kejadian suatu penyakit, serta mengendalikan penyebaran penyakit dan
masalah kesehatan lainnya di masyarakat. Epidemiologi menggunakan beragam alat-alat
ilmiah, dari kedokteran dan statistik sampai sosiologi dan antropologi. Banyak penyakit
mengikuti arus migrasi penduduk, sehingga pemahaman tentang bagaimana penduduk
bergerak mengikuti musim sangat penting untuk memahami penyebaran penyakit tertentu
pada populasi tersebut. Epidemiologi tidak hanya berkutat pada masalah penyebaran
penyakit, tetapi juga dengan cara penanggulangannya.
ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah penyakit yang menyerang organ
dan jaringan pernapasan. Berdasarkan data kesehatan tahun 2016, ISPA merupakan
penyakit dengan jumlah penderita terbanyak yaitu kurang lebih 40% - 60% dari jumlah
pengunjung di puskesmas dan 15% - 30% dari jumlah pengunjung rumah sakit, dengan
sedikitnya 30% penderitanya adalah anak-anak di bawah umur lima tahun atau balita.
Adapun angka kejadian penyakit ISPA pada balita di Indonesia terbilang masih sangat tinggi
yaitu mencapai 260.000 balita di setiap tahun. Pada tahun 2000 sampai tahun 2003 tercatat
rata-rata terjadi penyakit ISPA sebanyak 6 balita per tahun dari 1000 balita.
Asap rokok merupakan salah satu asap yang menjadi penyebab pemaparan ISPA
pada balita. Kasus-kasus tentang perokok yang aktif disekitar balita mudah sekali
ditemukan dan menjadi hal yang wajar di kalangan masyarakat. Kebiasaan orang tua yang
merokok di dalam rumah dapat menjadi salah satu penyebab utama penyakit ISPA pada
balita apabila asap rokok tersebut terhirup. Indonesia merupakan negara dengan jumlah

perokok aktif yang sangat besar dimana jumlah perokok aktif yaitu 27,6% dari jumlah
penduduk atau sekitar 65 juta perokok aktif dengan jumlah penggunaan rokok sebesar 225
miliar batang rokok per tahun.
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari suatu penyakit berdasarkan asal penyakit
tersebut berasal, agar dapat ditentukan penyebab utamanya. Dalam hal mendekati suatu
penyakit, epidemiologi memiliki banyak pendekatan. Salah satunya yaitu dengan
pendekatan Ukuran Asosiasi dimana rasio penyakit di menjadi perhitungan utama dalam
menentukan penyebab utama penyakit tersebut. Beberapa ukuran asosiasi yaitu resiko
relatif, rasio lajui insidensi, rasio odds, beda risiko, beda laju insidensi dan penggunaan
ukuran.

1.2

Rumusan Masalah
Apa penyebab penyakit ISPA pada balita di daerah Kelurahan Mawar dan bagaimana

rasio penyakit ISPA pada balita di daerah Kelurahan Mawar?

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Mengetahui ukuran asosiasi penyakit ISPA pada balita di Kelurahan Mawar dan
penyebabnya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.

Mengidentifikasi tingkatan penyakit ISPA pada balita di daerah Kelurahan


Mawar.

2.

Mengidentifikasi hubungan penyakit ISPA pada balita dengan perilaku merokok


orang tua balita.

1.4

Manfaat Penelitian
1.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi masyarakat sekitar
agar masyarakat lebih meningkatkan kesadaran tentang bahaya merokok dan
dampaknya bagi balita.

2.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dan referensi bagi
mahasiswa.

3.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi akan pentingnya


kesehatan lingkungan.

4.

Hasil penelitian ini dapat mengingatkan kembali pencegahan penyakit ISPA dan
penanggulangan penyakitnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari 3 kata dasar yaitu epi
yang memiliki arti pada atau tenang, demos yang memiliki arti penduduk, dan logos
yang memiliki arti ilmu pengetahuan, jadi epidemiologi merupakan sains yang
menggunakan metode ilmiah untuk mendeskripsikan, menjelaskan, meramalkan,
dan mengendalikan terjadinya penyakit. Epidemiologi deskriptif mendeskripsikan
distribusi penyakit dan kecenderungan (trend) penyakit pada populasi. Epidemiologi
deskriptif berguna untuk memahami distribusi dan mengetahui besarnya masalah
kesehatan pada populasi. Epidemiologi analitik mempelajari determinan/faktor
risiko/kausa penyakit. Epidemiologi analitik berguna untuk memahami kausa
penyakit, menjelaskan dan meramalkan kecenderungan penyakit, dan menemukan
strategi yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan penyakit. Pengertian
epidemiologi menurut beberapa ahli :
1.

Menurut Hirsch (1883) epidemiologi adalah suatu gambaran kejadian,


penyebaran dari jenis penyakit pada manusia pada saat tertentu di berbagai
tempat di bumi dan mengkaitkan dengan kondisi eksternal(Kristiani, 2012).

2.

Menurut Greenwood (1970) mengatakan bahwa epidemiologi mempelajari


tentang penyakit dan segala macam kejadian yang mengenai kelompok (herd)
penduduk. Dalam kutipan ini adanya penekanan pada kelompok penduduk
yang mengarah kepada distribusi suatu penyakit (Kristiani, 2012).

3.

Menurut Brian Mac Mahon (1970) epidemiologi adalah studi tentang


penyebaran dan penyebab frekuensi penyakit pada manusia dan penyebab
terjadi distribusi semacam itu. Dalam kutipan ini sudah mulai menentukan
distribusi penyakit dan mencari penyebab terjadinya distribusi dari suatu
penyakit (Kristiani, 2012).

4.

Menurut

ahli

lainnya

Wade

Hampton

Frost

(1972)

mendefinisikan

Epidemiologi sebagai suatu pengetahuan tentang fenomena massal (mass

phenomen) penyakit infeksi atau sebagai riwayat alamiah (natural history)


penyakit menular. Dalam kutipan ini bahwa pada waktu itu perhatian
epidemiologi hanya ditujukan kepada masalah penyakit infeksi yang
terjadi/mengenai masyarakat/massa (Kristiani, 2012).
5.

Menurut Abdel R. Omran (1974) epidemiologi adalah suatu ilmu mengenai


terjadinya dan distribusi keadaan kesehatan, penyakit dan perubahan pada
penduduk, begitu juga determinannya serta akibatakibat yang terjadi pada
kelompok penduduk (Kristiani, 2012).

6.

Menurut Abdel R. Omran (1974) epidemiologi adalah ilmu pengetahuan


mengenai terjadinya penyakit pada populasi manusia (Kristiani, 2012).

7.

Menurut Robert H. Fletcher (1991) epidemiologi adalah disiplin riset yang


membahas tentang distribusi dan determinan penyakit dalam populasi
(Kristiani, 2012).

8.

Menurut Lewis H. Rohf & Beatrice J. Selwynepidemiologi adalah deskripsi dan


penjelasan tentang perbedaan terjadinya peristiwa yang menjadi perhatian
medis di subkelompok masyarakat, di mana populasi dibagi menurut beberapa
karakteristik yang diyakini terkena penyakit tersebut (Kristiani, 2012).

9. Menurut Lilienfeld(1977) epidemiologi adalah suatu metode pemikiran tentang


penyakit yang berkaitan dengan penilaian biologis dan berasal dari pengamatan
suatu tingkat kesehatan populasi (Kristiani, 2012).
10. Menurut Moris (1964) epidemiologi adalah suatu pengetahuan tentang sehat
dan sakit dari suatu penduduk (Kristiani, 2012).
11. Definisi epidemiologi menurut CDC 2002, Last 2001, Gordis 2000 menyatakan
bahwa epidemiologi adalah studi yang mempelajari distribusi dan determinan
penyakit dan keadaan kesehatan pada populasi serta penerapannya untuk
pengendalian masalah kesehatan (Kristiani, 2012).
12. Menurut WHO Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan
determinan dari peristiwa kesehatan dan peristiwa lainnya yang berhubungan

dengan kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat dan menerapkan


ilmu tersebut untuk memecahkan masalah-masalah tersebut.
Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari ilmu Kesehatan Masyarakat
(Public Health) yang menekankan perhatiannya terhadap keberadaan penyakit
ataupun masalah kesehatan lainnya dalam masyarakat. Keberadaan penyakit dalam
masyarakat itu didekati oleh epidemiologi secara kuantitatif. Karena itu,
epidemiologi akan mewujudkan dirinya sebagai suatu metode pendekatan yang
banyak memberikan perlakuan kuantitatif dalam menjelaskan masalah kesehatan
(M.N Bustan, 2006).
Menurut asal katanya, secara etimologis, Epidemiologi bearti ilmu mengenai
kejadian yang menimpa penduduk. Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, di
mana epi = upon, pada atau tentangdemos = people, penduduk dan logia =
knowledge, ilmu. Nama epidemiologi sendiri berkaitan dengan sejarah kelahirannya
dimana epidemiologi memberikan perhatian tentang penyakit yang mengenai
penduduk. Penyakit yang banyak menimpa penduduk pada waktu itu hingga akhir
abad 19 adalah penyakit wabah atau epidemic. Epidemiologi memberikan perhatian
tentang epidemic yang banyak menelan korban kematian, dan begitulah nama
Epidemiologi tidak bisa dilepaskan dengan epidemi itu sendiri (M.N Bustan, 2006).
Secara etimologis epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari faktor-faktor
yang berhubungan dengan peristiwa yang banyak terjadi pada rakyat, yakni
penyakit dan kematian yang diakibatkannya yang disebut epidemi. Epidemiologi
merupakan studi distribusi dan determinankesehatan yang terkait keadaan atau
peristiwa dalam populasi tertentu, dan aplikasi studi ini untuk mengendalikan
masalah kesehatan (Murti, Bhisma. 2011).
Menurut salah seorang ahli John Bordon, Model segitiga epidemiologi
menggambarkan interaksi tiga komponen penyakit yaitu Manusia (Host), penyebab
(Agent) dan lingkungan (Enviromet). Untuk memprediksi penyakit, model ini
menekankan perlunya analis dan pemahaman masing-masing komponen. Penyakit
dapat terjadi karena adanya ketidak seimbangan antar ketiga komponen tersebut.
Model ini lebih di kenal dengan model triangle epidemiologi atau triad epidemilogi

dan cocok untuk menerangkan penyebab penyakit infeksi sebab peran agent (yakni
mikroba) mudah di isolasikan dengan jelas dari lingkungan (Purnawinadi, 2014).
Pada saat ini dengan perkembangan teknologi seperti sekarang ini memicu
jangkauan epidemiologi semakin meluas. Secara garis besarnya jangkauan atau
ruang lingkup epidemiologi antara lain:
1. Epidemiologi penyakit menular
Penyakit menular atau infeksi penyakit merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, virus, maupun parasit, tetapi tidak disebabkan oleh faktor
fisik. Penyakit menular termasuk penyakit yang menakutkan karena penyakit ini
masih sulit dalam pengobatannya dan bisa menyebabkan kematian jika tidak segera
ditangani. Hal ini yang telah banyak memberikan peluang dalam usaha pencegahan
dan penanggulangan penyakit menular tertentu. Berhasilnya manusia mengatasi
berbagai gangguan penyakit menular dewasa ini merupakan salah satu hasil yang
gemilang dari epidemiologi. Peranan epidemiologi surveilans pada mulanya hanya
ditujukan pada pengamatan penyakit menular secara seksama, ternyata telah
memberikan hasil yang cukup berarti dalam menangulangi berbagai masalah
penyakit menular dan juga penyakit tidak menular (Dinfania, 2010).
2. Epidemiologi penyakit tidak menular
Penyakit tidak menular adalah jenis penyakit yang tidak menular seperti cacat
fisik, gangguan mental, dan kelainan-kelainan lain pada organ tubuh manusia.
Penyakt tidak menular menjadi penyebab kematian terbesar di Indonesia. Pada saat
ini sedang berkembang pesat dalam usaha mencari berbagai factor yang memegang
peranan dalam timbulnya berbagai masalah penyakit tidak menular seperti kanker,
penyakit sistemik serta berbagai penyakit menahun lainnya, termasuk masalah
meningkatnya kecelakaan lalu lintas dan penyalahgunaan obat-obatan tertentu.
Bidang ini banyak digunakan terutama dengan meningkatnya masalah kesehatan
yang bertalian erat dengan berbagai gangguan kesehatan akibat kemajuan dalam
berbagai bidang industri yang banyak mempengaruhi keadaan lingkungan, termasuk
lingkungan fisik, biologis, maupun lingkungan sosial budaya (Dinfania, 2010).

3. Epidemiologi klinik
Hal ini merupakan salah satu bidang epidemiologi yang saat ini dikembangkan
oleh para klinisi yang bertujuan untuk membekali para klinisi/dokter tentang cara
pendekatan masalah melalui disiplin ilmu epidemiologi. Dalam penggunaan
epidemiologi klinik sehari-hari, para petugas medis terutama para dokter sering
menggunakan prinsip-prinsip epidemiologi dalam menangani kasus secara
individual. Mereka lebih berorientasi pada penyebab dan cara mengatasinya
terhadap kasus secara individu dan biasanya tidak tertarik unutk mengetahui serta
menganalisis sumber penyakit, cara penularan dan sifat penyebarannya dalam
masyarakat. Berbagai hasil yang diperoleh dari para klinisi tersebut, merupakan
data informasi yng sangat berguna dalam analisis epidemiologi tetapi harus pula
diingat bahwa epidemiologi bukanlah terbatas pada data dan informasi saja tetapi
merupakan suatu disiplin ilmu yang memeliki metode pendekatan serta
penerapannya secara khusus (Dinfania, 2010).
4. Epidemiologi kependudukan
Epidemiologi kependudukan merupakan salah satu cabang ilmu epidemiologi
yang menggunakan sistem pendekatan epidemiolgi dalam menganalisi berbagai
permasalahan yang berkaitan dengan bidang demografi serta faktor-faktor yang
mempengaruhi berbagai perubahan demografis yang terjadi didalam masyarakat.
Sistem pendekatan epidemiologi kependudukan tidak hanya memberikan analisis
tentang sifat karakteristik penduduk secara demografis dalam hubungannya dengan
masalah kesehatan dan penyakit dalam masyarakat tetapi juga sangat berperan
dalam berbagai aspek kependudukan serta keluarga berencana. Pelayanan melalui
jasa, yang erat hubungannya dengan masyarakat seperti pendidikan, kesejahteraan
rakyat, kesempatan kepegawaian, sangat berkaitan dengan keadaan serta sifat
populasi yang dilayani. Dalam hal ini peranan epidemiologi kependudukan sangat
penting untuk digunakan sebagai dasar dalam mengambil kebijakan dan dalam
menyusun perencanaan yang baik. Juga sedang dikembangkan epidemiologi sistem

reproduksi yang erat kaitannya dengan gerakan keluarga berencana dan


kependudukan (Dinfania, 2010).
5. Epidemiologi pengolahan pelayanan kesehatan
Hal ini merupakan salah satu sistem pendekatan manajemen dalam
menganalis masalah, mencari faktor penyebab timbulnya suatu masalah serta
penyusunan pemecahan masalah tersebut secara menyeluruh dan terpadu. Sistem
pendekatan epidemiologi dalam perencanaan kesehatan cukup banyak digunakan
oleh para perencana kesehatan baik dalam bentuk analisis situasi, penentuan
prioritas maupun dalam bentuk penilaian hasil suatu kegiatan kesehatan yang
bersifat umum maupun dengan sasaran khusus (Dinfania, 2010).
6. Epidemiologi lingkungan dan kesehatan kerja
Hal ini merupakan salah satu bagian epidemiologi yang mempelajari serta
menganalisis keadaan kesehatan tenaga kerja akibat pengaruh keterpaparan pada
lingkungan kerja, baik yang bersifat fisik, kimia, biologis maupun sosial budaya,
serta kebiasaan hidup para pekerja. Bentuk ini sangat berguna dalam analisis
tingkat kesehatan pekerja serta untuk menilai keadaan dan lingkungan kerja serta
penyakit akibat kerja (Dinfania, 2010).
7. Epidemiologi kesehatan jiwa
Epidemiologi kesehatan jiwa merupakan salah satu dasar pendekatan dan
analisis masalah gangguan jiwa dalam masyarakat, baik mengenai keadan kelainan
jiwa kelompok penduduk tertentu, maupun analisis berbagai faktor yang
mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa dalam masyarakat. Dengan meningkatnya
berbagai keluhan anggota masyarakat yang lebih banyak mengarah ke masalah
kejiwaan disertai dengan perubahan sosial masyarakat menuntut suatu cara
pendekatan melalui epidemiologi sosial yang berkaitan dengan epidemiologi
kesehatan jiwa, mengingat bahwa dewasa ini gangguan kesehatan jiwa tidak lagi
merupakan masalah kesehatan individu saja, tetapi telah merupakan masalah sosial
masyarakat (Dinfania, 2010).
8. Epidemiologi gizi

Saat ini banyak digunakan dalam analisis masalah gizi masyarakat dimana
masalah ini erat hubungannya dengan berbagai faktor yang menyangkut pola hidup
masyarakat. Pendekatan masalah gizi masyarakat melaui epidemiologi gizi
bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor yang berhubungan erat dengan
timbulnya masalah gizi masyarakat, baik yang bersifat biologis dan terutama yang
berkaitan dengan kehidupan social masyarakat. Penanggulangan maslah gizi
masyarakat yang disertai dengan surveilans gizi yang lebih mengarah kepada
penanggulangan berbagai faktor yang berkaitan erat dengan timbulnya masalah
tersebut dalam masyarakat dan tidak hanya terbatas pada sasaran individu atau
lingkungan kerja saja (Dinfania, 2010).
Perkembangan epidemiologi sedemikian pesatnya merupakan tantangan bagi
tenaga kesehatan yang harus lebih cermat dalam mengambil tindakan-tindakan
yang tidak melenceng dari jangkauan tersebut. Adapun yang menjadi pemicu
perkembangan pesat tersebut adalah perkembangan pengetahuan dan teknologi
yang semakin canggih yang menununtut peningkatan kebutuhan masyarakat
utamanya dalam bidang kesehatan sehingga kehidupan masyarakat yang semakin
kompleks. Selain itu, metode epidemiologi yang digunakan untuk penyakit menular
dapat juga digunakan untuk penyakit non-infeksi.Ruang lingkup kajian epidemiologi
mencakup penyakit menular wabah, penyakit menular bukan wabah, penyakit tidak
menular, dan masalah kesehatan lainnya. Secara praktis ruang lingkup epidemiologi
lapangan dan komunitas dibagi menjadi dua kelompok, yaitu studi mengenai
fenomena dan studi mengenai penduduk. Epidemiologi memiliki beberapa
keistimewaan diantaranya:
a. Epidemiologi yangmempelajari populasi (kelompok orang), tetapi tidak
mempelajari individu.
b. Epidemiologi yang mempelajari perbandingan antara satu kelompok dengan
kelompok lainnya dalam masyarakat.
c. Epidemiologi yang mempelajari apakah kelompok dengan kondisi tertentu lebih
sering memiliki suatu karakteristik tertentu daripada kelompok tanpa kondisi

10

tersebut. Kelompok yang lebih sering memiliki karakteristik tertentu tersebut


dinamakan kelompok beresikotinggisedangkan kelompok yang kurang memiliki
karakteristik tertentu dinamakan kelompok beresiko rendah(Sukmaardy, 2010).
Tujuan

dari

epidemiologi

adalah

memberikan

gambaran

mengenai

penyebaran, kecenderungan, dan riwayat alamiah penyakit, menjelaskan penyebab


dari suatu penyakit, meramalkan kejadian suatu penyakit, serta mengendalikan
penyebaran penyakit dan masalah kesehatan lainnya di masyarakat. Tujuan
epidemiologi menurut seorang ahli adalah untuk:
a. mengidentifikasi penyebab dan faktor risiko penyakit/masalah kesehatan
b. menentukan tingkat, jangkauan atau luasnya penyakit/masalah kesehatan
mempelajari perjalanan alamiah dan prognosis penyakit di masyarakat
c. mengevaluasi cara-cara pencegahan dan penatalaksanaan, baik yang sudah ada
sebelumnya maupun yang baru, dan
d. menyediakan

dasar

bagi

pengembangan

keputusan

dan

kebijakan

kesehatan(Gordis, 2004).
Kegunaan epidemiologi adalah untuk memperoleh informasi mengenai
riwayatalamiah penyakit, proses terjadinya suatu penyakit, serta informasi
mengenaipenyebaran penyakit pada berbagai kelompok masyarakat. Selain itu
jugaepidemiologi dapat digunakan untuk mengelompokkan penyakit, membuat
program pemeliharaan kesehatan, dan membuat cara-cara untuk mengevaluasi
program pemeliharaan kesehatan yang dilakukan.Kegunaan epidemiologi makin
meluas tidak hanya mengenai penyakit tetapi mengenai masalah-masalah
kesehatan lainnya. Epidemiologi tidak hanya digunakan untuk keadaan-keadaan
kesehatan yang bersifat populasi tetapi juga di klinik kedokteran yang umumnya
bersifat individual atau bersifat populasi maka populasinya terbatas dan berciri
khusus yaitu para penderita klinik tersebut. Epidemiologi juga banyak digunakan
untuk mengevaluasi program-program pelayanan kesehatan. Selain perannya yang
tradisional yaitu mencari dan atau menentukan etiologi penyakit(Budiarto, 2003).

11

Dari pengertian epidemiologi dan metode epidemiologi, maka bentuk


kegiatan epidemiologi meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik yang
berhubungan dengan bidang kesehatan maupun diluar bidang kesehatan. Berbagai
bentuk dan jenis kegiatan dalam epidemiologi saling berhubungan satu dengan
lainny sehingga tidak jarang dijumpai bentuk kegiatan yang tumpang tindih. Bentuk
kegiatan epidemiologi dasar yang paling sering digunakan adalah bentuk
epidemiologi deskriptif yakni bentuk kegiatan epidemiologii yang memberikan
gambaran atau keterangan tentang keadaan serta sifat penyebaran status
kesehatan dan gangguan kesehatan maupun penyakit pada suatu kelompok
penduduk tertentu (terutama menurut sifat karakteristik orang, waktu, dan tempat)
(Putri, 2015).
Secara umum, dapat dikatakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam
mempelajari epidemiologi adalah memperoleh data frekuensi distribusi dan
determinan penyakit atau fenomena lain yang berkaitan dengan kesehatan
masyarakat. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memperoleh informasi
tentang penyebab penyakit, misalnya:
1. Penelitian epidemiologis yang dilakukan pada kejadian luar biasa akibat
keracunan makanan dapat digunakan untuk mengungkapkan makanan yang
tercemar dan menemukan penyebabnya.
2. Penelitian epidemiologis yang dilakukan untuk mencari hubungan antara
karsinoma paru-paru dengan asbes.
3. Menetukan apakah hipotesis yang dihasilkan dari percobaabn hewan konsisten
dengan data epidemiologis. Misalnya, percobaan tentang terjadinya karsinoma
kandung kemih pada hewan yang diolesi tir. Untuk mengetahui apakah hasil
percobaan hewan konsisten dengan kenyataan pada manusia, dilakukan analisis
terhadap semua penderita karsinoma kandung kemih lebih banyak terpajan oleh
rokok dibandingkan dengan bukan penderita.
4. Memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam menyusun perencanaan, penanggulangan masalah kesehatan, serta

12

menentukan prioritas masalah kesehatan masyarakat; misalnya: Keuntungan


atau kelebihan rancangan kasus control yaitu, memungkinkan meneliti penyakitpenyakit yang jarang terjadi, memungkinkan meneliti penyakit yang memiliki
masa laten yang lama antara paparan dan manifestasi klinis, dapat dilaksanakan
pada periode waktu yang singkat, jika dibandingkan dengan penelitian kohort,
penelitian kasus control relative lebih murah, dan dapat meneliti beberapa hal
sekaligus yang memiliki potensi sebagai penyebab penyakit.Akan tetapi,
rancangan ini juga memiliki beberapa kekurangan seperti, kemungkinan adanya
bias recall karena informasi mengenai paparan diperoleh dari riwayat dahulu
berdasarkan wawancara, validasi dari informasi mengenai adanya paparan bisa
jadi sulit untuk dilakukan, informasinya tidak legkap, atau bahkan tidak
memungkinkan, hanya memusatkan perhatian pada satu penyakit saja, biasanya
tidak dapat menyediakan informasi mengenai angka kejadian penyakit, secara
umum tidak lengkap, pemilihan kontrol yang tepat bisa jadi merupakan hal yang
sulit, metode penelitian bisa jadi sulit dipahami oleh orang yang bukan ahli
epidemiologi dan interpretasi hasil bisa jadi sulit(Purnawinadi, 2014).
Studi Kohort adalah rancangan studi yang memepelajari hubungan antara
paparan dan penyakit, dengan melakukan perbandingan antara kelompok terpapar
dan kelompok tidak terpapar, berdasarkan status paparan. Ciri studi ini pemilihan
subjek berdasarkan kan status paparannya, dan kemudian dilakukan pengamatan
dan pencatatan apakah subjek dalam perkembangannya mengalami penyakit atau
tidak. Risiko Relatif digunakan untuk menghitung rasio antara dua kelompok serta
membandingkan insidensi antara kelompok yang terpapar dengan kelompok yang
tidak terpapar. Penggunaan lain dari risiko relatif yakni dapat digunakan dalam
angka serangan untuk mengukur resiko pajanan terhadap makanan atau pajanan
terhadap zat kimia atau risiko di industri. Pada umumnya rancangan kohort
merupakan penelitian epidemiologi longitudinal prospektif, yaitu:
a) Dimulai dari status keterpaparan
b) Arahnya selalu maju

13

Rancangan penelitian kohor dapat digambarkan sebagai berikut:


Efek
Faktor Risiko (FR)

ya

Populasi
tidak
subjek:
Populasi

Sampel orang
sehat tanpa

ya

sakit
Populasi
tidak

Waktu
Arah pengumpulan data
Gambar 1 rancangan Penelitian kohort

Penelitian ini dimulai dengan memilih sampel kelompok (subjek) sehat dari
suatu populasi. semua subjek penelitian harus bebas dari penyakit atau efek yang
diteliti. Setelah itu subjek-subjek dengan maupun tanpa paparan faktor risiko diikuti
terus secara prospektif sampai timbul efek atau penyakit tertentu. Hasilnya
memberikan nilai perhitungan asosiasi yang disebut Risiko relatif (Relative Risk)
(Purnawinadi, 2014).
Desain Cohort ini merupakan desain prospektif (melihat ke masa yang akan
datang). Dalam penelitian prospektif, paparan diukur sekarang dan hasilnya (sakit
atau tidak) diukur di masa yang akan datang. Dengan demikian, pengambilan data
dimulai dari individu yang terpapar dan tidak terpapar, kemudian diikuti ke depan
apakah ia menderita sakit atau tidak(Purnawinadi, 2014).
Sebagai suatu asosiasi, untuk memudahkan analisis terhadap data penelitian
kohor, perlu adanya pemahaman kerangka tabulasi yang baku. risiko relatif dapat
digambarkan dalam suatu matriks empat sel 2 x 2 yang mempresentasikan adanya
eksposur faktor risiko dan penyakit.
Tabel 2.1
Tabel 2 x 2 eksposur faktor risiko dan penyakit:

14

Outcome/ efek

Eksposur

Total

(+)

(-)

(+)

(a+b)

(-)

(c+d)

Total

(a+c)

(b+d)

Pada kerangka tabel tersebut, yang disebut dengan insiden kasus kelompok
terpapar adalah a/(a+c), sedangkan insiden kasus kelompok tidak terpapar adalah
b/(b+d).
Dimana risiko relatif pada penelitian kohor adalah:
=
=

/( + )

( + ) ( + )
=

=
/( + ) ( + )

( + )

Interpretasi:
1) RR = 1 , faktor risiko bersifat netral, risiko kelompok terpapar sama dengan
kelompok tidak terpapar.
2) RR > 1 , Confient Interval (CI) > 1 , faktor risiko menyebabkan sakit.
3) RR < 1 , Confient Interval (CI) < 1 , faktor risiko mencegah sakit
(Bustan, 2006).
Beberapa keuntungan dari penelitian Cohort antara lain, informasi mengenai
paparan subyek bisa lengkap, termasuk pengendalian mutu data dan pengalaman
sebelumnya, memberikan urutan waktu yang jelas antara paparan dan penyakit,
terdapat:
a. Data frekuensi distribusi berbagai penyakit yang terdapat dimasyarakat dapat
digunakan untuk menyusun rencana kebutuhan pelayanan kesehatan disuatu
wilayah dan menentukan prioritas masalah.
b. Bila dari hasil penelitian epidemiologis diperoleh bahwa insidensi tetanus
neonatorum disuatu wilayah cukup tinggi maka data tersebut dapat digunakan
untuk menyusun strategi yang efektif dan efisien dalam menggulangi masalah

15

tersebut, misalnya dengan mengirirm petugas lapangan untuk memberikan


penyuluhan pada ibu-ibu serta mengadakan imunisasi pada ibu hamil.
(Budioro, 2007). Metode penelitian Epidemiologi dapat di lakukan dengan berbagai
macam, beberapa di antaranya adalah :
1. Rancangan Kasus control
Rancangan penelitian kasus kontrol dilakukan untuk membantu menentukan
apakah sebuah paparan/karakteristik tertentu berhubungan dengan sebuah
outcome. Selain untuk menentukan hubungan yang bersifat causal (penyebab),
penelitian kasus kontrol juga memiliki potensi untuk mencari hubungan yang
bersifat non-causal misalnya karena adanya chance (kesempatan) atau pengaruh
faktor lain yang berhubungan dengan baik paparan maupun outcome
penyakit(Purnawinadi,

2014).Pada

metode

kasus

kontrol

ini

dilakukan

perbandingan antara kasus (orang yang mengalami sakit) dengan kontrol (orang
yang tidak memiliki penyakit), dalam hal adanya paparan/karakteristik tertentu
di masa sebelumnya, yang memiliki potensi sebagai penyebab/faktor risiko.
Dengan demikian, dalam studi kasus kontrol, hasilnya diukur sekarang dan
eksposur diperkirakan dari masa lalu.Titik awalnya dimulai dari subyek yang
memiliki penyakit/ kondisi yang diteliti (kasus). Adanya karakteristik atau adanya
paparan pada riwayat kasus inilah yang kemudian direkam atau dicatat.
Demikian pula pada kelompok pembanding atau kontrol, dilakukan
pencatatan mengenai kesempatan untuk meneliti beberapa outcome sekaligus
yang terkait dengan paparan tertentu, memungkinkan perhitungan angka
insidensi (absolute risk) dan RR (relative risk), metodologi dan hasil penelitian
mudah dipahami oleh kalangan non-ahli epidemiologi, memungkinkan meneliti
paparan-paparan yang relatif jarang didapatkan.Meskipun demikian, rancangan
kohort ini juga memiliki beberapa kekurangan seperti, kurang sesuai untuk
penyakit-penyakit yang jarang terjadi karena dibutuhkan subyek dalam jumlah
yang besar, tidak sesuai apabila terdapat waktu yang cukup panjang antara

16

paparan dan manifestasi klinis penyakit. Tetapi, hal ini dapat diatasi dengan
model penelitian cohort retrospektif (historical cohort)yaitu sebagai berikut:
a) Pola paparan dapat mengalami perubahan selama penelitian tersebut
dilaksanakan. Sebagai contoh, seumpama ketika kita meneliti mengenai
paparan berupa kontrasepsi oral, dapat terjadi perubahan komposisi selama
pelaksaan penelitian yang mempengaruhi hasilnya menjadi kurang relevan.
b) Upaya untuk mempertahankan tingkat follow up yang tinggi (jumlah subyek
yang bisa dilakukan follow up) bisa jadi merupakan hal yang sulit.
c) Rancangan kohort cukup mahal untuk dilaksanakan karena biasanya
dibutuhkan jumlah subyek yang besar.
d) Data baseline selain dari faktor paparan mungkin hanya sedikit karena
banyaknya subyek menjadikan tidak mungkin untuk dilakukan wawancara
yang lama (Purnawinadi, 2014).

2. Cross-sectional
Penelitian cross-sectional dapat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan
antara penyakit dan penyebab yang mungkin seperti halnya dalam penelitian
kasus kontrol maupun kohort. Hanya saja, dalam penelitian cross-sectional, baik
variable tergantung maupun variabel independen (hasil dan paparan) keduanya
diukur pada saat yang bersamaan yaitu di masa sekarang. Jadi, penelitian ini
lebih merupakan potret pada suatu waktu dari yang diamati.
Bentuk paling sederhana dari sebuah survey di populasi adalah pengukuran
prevalensi penyakit pada satu waktu. Penelitian cross-sectional memiliki beberapa
kegunaan seperti, survei nasional multi tujuan (Riskesdas atau riset kesehatan dasar
Indonesia), misalnya untuk mempelajari tren faktor risiko atau gejala, identifikasi
penyebab penyakit, dan evaluasi kebutuhan kesehatan. Kegunaan berikutnya
seperti, penelitian untuk mengetahui prevalensi penyakit, dan kegunaan selajutnya
yaitu penelitian etiologi penyakit, khususnya yang tidak memiliki onset (tanggal

17

mulai gejala) yang jelas, misalnya pada penyakit bronkhitis kronis. Aktivitas
Epidemiologi, antara lain:
1 Pengumpulan dan analisis pencatatan vital (kelahiran dan kematian)
2. Pengumpulan dan analisis data morbiditas dari rumah sakit, lembaga kesehatan,
klinik, dokter dan industri
3. Pemantauan penyakit dan masalah kesehatan komunitas yang lain
4. Investigasi kejadian luar biasa yang mengarahkan program pemberantasan atau
pencegahan epidemik dan masalah kesehatan komunitas yang lain
5. Merancang dan melaksanakan penelitian kesehatan
6. Merancang dan melaksanakan registrasi kesehatan untuk masalah yang menjadi
perhatian seperti: cacat lahir, insidens kanker, atau penggunaan napza
7. Skrining (penapisan) untuk penyakit
8. Penilaian efektivitas keberadaan pengobatan yang baru
9. Mendeskripsikan riwayat alamiah penyakit
10.Identifikasi individu atau kelompok pada populasi umum terhadap peningkatan
risiko perkembangan penyakit tertentu
11.Identifikasi keterkaitan etiologi penyakit
12.Identifikasi masalah kesehatan masyarakat dan pengukuran besar distribusi,
frekuensi, atau dampak pada kesehatan masyarakat (Amiruddin, 2011).
Jika kita berbicara tentang epidemiologi tentu saja berkaitan dengan industri.
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,
bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat kerja
merupakan penyakit yang artificial atau man mad disease. Faktor penyebab
Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang digunakan dalam
proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada umumnya faktor penyebab
dapat dikelompokkan dalam 5 golongan antara lain: golongan fisik (suara/bising),
radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu
yang kurang baik), golongan kimiawi (bahan kimiawi yang digunakan dalam proses
kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap,

18

gas, larutan, awan atau kabut), golongan biologis (bakteri, virus atau jamur),
golongan fisiologis (biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara
kerja),

golongan

psikososial

(lingkungan

kerja

yang

mengakibatkan

stress).Pemanfaatan epidemiologi K3 sangat dibutuhkan dalam rangka menganalisis


status kesehatan seorang pekerja.
Setelah kita tahu makin banyaknya penyakit yang ditimbulkan karena
penyakit akibat kerja berdasarkan data yang diperoleh dari International Labor
Organization (ILO) bahwa setiap hari terjadi 1.1 juta kematian yang disebakan oleh
karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sesuai dengan
pengertiannya, epidemiologi K3 berguna untuk mnganalisis keadaan kesehatan
tenaga kerja akibat pengaruh keterpaparan pada lingkungan kerja, baik yang
bersifat fisik, kimiawi, biologis maupun sosial budaya, serta kebiasaan hidup para
pekerja. Bentuk ini sangat berguna dalam analisis tingkat kesehatan pekerja serta
untuk menilai keadaan dan lingkungan kerja serta penyakit akibat kerja. Dalam
beberapa situasi, epidemiologi K3 juga digunakan untuk menaksir kesehatan
seorang pekerja yang sudah terkena suatu paparan (Bonita, 2006).
Ukuran asosiasi termasuk salah satu dari tiga ukuran dalam epidemiologi.
Ukuran asosiasi merupakan ukuran yang didasarkan akibat pemaparan dari suatu
penyakit dan berfungsi untuk mengukur keeratan hubungan statistik antara faktor
tertentu dengan kejadian penyakit yang diduga merupakan akibat pemaparan
tersebut. Hubungan antara pemaparan dan akibatnya diukur dengan menggunakan
Risiko Relatif (Relative Risk) dan Rasio Odds (Odds Ratio) (Bustan,2006).
Ukuran asosiasi juga merefleksikan kekuatan atau besar asosiasi antara suatu
eksposur/faktor risiko dan kejadian suatu penyakit. Memasukkan suatu perbandingan
frekuensi penyakit antara dua atau lebih kelompok dengan berbagai derajat eksposur.
Beberapa ukuran asosiasi juga digunakan untuk mengestimasi efek penyakit yang
ditimbulkan (Azwar,1999).Ukuran asosiasi terdiri dari:

2.1

Ukuran Rasio

2.1.1 Risiko Relatif

19

Risiko relatif adalah ukuran yang menunjukkan besarnya resiko untuk


mengalami penyakit pada populasi terpapar dibandingkan dengan populasi tidak
terpapar. Resiko relatif atauRelative Risk dipakai dalam studi epidemiologi untuk
menjelaskan apakah ada hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen atau ratio antara dua proporsi. Ratio antara 2 proporsi ini adalah proporsi
faktor resiko penyakit positif (terpapar) dengan faktor resiko penyakit negatif (tidak
terpapar). Relative risk biasanya dipakai untuk penelitian kohort.
Risiko relatif sering disebut sebagai rasio risiko (risk ratio) adalah
perbandingan risiko peristiwa tertentu pada kelompok-kelompok orang yang
berbeda. Risiko relatif (RR) biasanya digunakan untuk memperkirakan paparan
terhadap sesuatu yang dapat mempengaruhi kesehatan. Risiko relatif adalah rasio
angka insidensi penyakit karena paparan dibandingkan dengan angka insidensi
penyakit yang sama tanpa terpapar, dengan rumus sebagai berikut:

Relative Risk = Angka insidensi penyakit dalam kelompok yang terpapar


Angka insidensi penyakit dalam kelompok tanpa terpapar

Risiko relatif digunakan hanya sebagai pengukur probabilitas, dengan ini dapat
dipertanyakan berapa peluang kelompok menjadi sakit jika mereka terpapar dan
berapa peluang mereka tidak kena sakit kalau tidak terpapar (Magnus, 2010).Risiko
relatif berhubungan dengan penelitian kohort. Penelitian kohort disebut juga
penelitian insiden atau penelitian prospektif karena dikaitkan dengan waktu
pengumpulan datanya, bukan menyatakan hubungan antara eksposur dan efeknya.
Kelebihan utama dari penelitian ini adalah metodenya yang memungkinkan
mengamati bagaimana suatu faktor keterpaparan berlangsung hingga memungkinkan
terjadinya efek.

2.1.2 Rasio Odds (OR)


Odds ratio (OR) atau rasio odds adalah kemungkinan paparan faktor risiko
pada kelompok kasus dengan kemungkinan paparan faktor risiko pada kelompok
kontrol (Kasjono dan Kristiawan, 2009).Ukuran ini menggunakan tabel 2x2 dengan

20

notasi yang sama untuk menjelaskannya. Terdapat dua pola desain tabulasi pada
penelitian kasus-kontrol. Pola desain tersebut yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.2
Notasi Tabel 2 x 2
Pola I Desain Penelitian Kasus-Kontrol
Penyakit

Eksposur

Total

(+)

(-)

(+)

(a)

(b)

(a+b)

(-)

(c)

(d)

(c+d)

Total

(a+c)

(b+d)

(a+b+c+d)

Tabel 2.3
Notasi Tabel 2 x 2
Pola II Desain Penelitian Kasus-Kontrol
Eksposur

Penyakit

Total

(+)

(-)

(+)

(a)

(c)

(a+c)

(-)

(b)

(d)

(b+d)

Total

(a+b)

(c+d)

(a+b+c+d)

(Ryadi dan Wijayanti, 2011).


Tabel Odds ratio merepresentasikan probabilitas untuk berada dalam kelompok
yang sesuai (concordant group), dimana huruf (a) mewakili kelompok yang terpajan
dan sakit serta (d) mewakili kelompok yang tidak terpajan dan tidak sakit., atau
berada dalam kelompok yang tidak sesuai (discordant group), dimana (b) mewakili
kelompok yang tidak terpajan namun sakit serta (c) mewakili kelompok yang
terpajan namun tidak sakit.Baik pada pola I maupun pola II, rumus untuk mencari
rasio odds-nya yaitu :
( ) =

() ()
() ()

Pada dasarnya kedua pola tersebut menunjukkan hasil rasio odds yang sama,
hanya berbeda pada penempatan eksposur dan outcome-nya pada sistem tabulasi.
Pada umumnya, pola II lebih banyak digunakan.Rasio odds digunakan dalam

21

penelitian kasus-kontrol dan bukan penelitian kohort. Hal ini karena desain dan
ukuran penelitian kohort terkait secara integral, dan tidak dibenarkan untuk
mengubah salah satunya tanpa mengubah yang lain. Kita tidak mungkin
menyamakan kelompok yang tidak terpajan di dalam penelitian kohort dengan
jumlah kasus dan kontrol yang tidak terpajan di dalam penelitian kasus-kontrol. Pada
penelitian kasus-kontrol dengan perhitungan rasio odds-nya sampel kasus harus
bersifat tetap, sedangkan pada kohort bisa bertambah. Oleh karena jumlah sampel
kasus tetap, maka harus dilihat pada peluang seseorang untuk mendapatkan pajanan
yang menjadikannya sakit bukan risiko seseorang menjadi sakit (Magnus, Belawati,
dkk., 2010).
Pada penelitian kasus-kontrol, studi kasus yang digunakan dalam penelitian
bukan kasus insidensi, tetapi sering berupa prevalensi (mencakup kasus baru dan
kasus lama), sedangkan untuk penelitian kohort, studi kasus yang digunakan berupa
kasus insidensi sehingga RR (risiko relatif) pada kasus-kontrol tidak dapat dihitung
langsung dengan perhitungan pada metode kohort. Karena data yang di dapat pada
kasus-kontrol lebih banyak prevalensi, maka RR yang digunakan adalah RR yang
disebut rasio odds (OR) (Ryadi dan Wijayanti, 2011).
Jika penyakit yang hendak diselidiki itu merupakan penyakit yang relatif
langka, misalnya penyakit kanker atau kardiovaskular, dan sampel kelompok kontrol
ditentukan tanpa bergantung pada pajanan, maka rasio odd akan merepresentasikan
aproksimasi RR. Ini terjadi karena a << c dan b << d sehingga a + c dapat
diaproksimasikan oleh c, dan b + d dapat diaprosimaksikan oleh d. Sifat OR ini
sangat berguna dan merupakan sifat yang membuat penelitian kasus-kontrol terhadap
outcome yang langka menjadi alat yang kuat dalam epidemiologi (Ryadi dan
Wijayanti, 2011).

2.1.3 Risiko Laju Insidensi


Berdasarkan riwayat alamiah penyakit, kejadian penyakit dapat dibedakan
menjadi 2 jenis yaitu insidence dan prevalens insidence sering dikatakan sebagai
kasus baru, sedangkan prevalens sering dikatakan sebagai kasus baru dan kasus lama.
2.1.3.1 Laju Insidentil / Insidence Rate

22

Insidence adalah kejadian (kasus) penyakit yang baru saja memasuki fase
klinik dalam riwayat alamiah suatu penyakit. Incidens rate dari suatu penyakit
tertentu adalah dalam jumlah kasus baru yang terjadi di kalangan penduduk
selama periode/kurun waktu tertentu.
=

Jumlah Penderita Baru

= Konstanta ( 100%, 1000 )

Kegunaan Insidencerate adalah :


1.

Untuk menentukan penduduk yg menderita dan terancam

2.

Untuk penelitian kasus (mencari faktor risiko)

3.

Untuk mengetahui faktor penyebab

4.

Untuk mengevaluasi keberhasilan program penanggulangan


Didalam mempelajari insidence diperlukan penentuan waktu atau saat

timbulnya penyakit. Bagi penyakit-penyakit yang aut seperti influenza, infeksi


stafilokokus, gastroenteritis, acute myocardinal infarction dan cerebral
hemorrhage. Penentuan insidencerate ini tidak begitu sulit berhubung waktu
terjadinya dapat diketahui secara pasti atau mendekati pasti. Lain halnya
dengan penyakit dimana timbulnya tidak jelas, disiniwaktu dibuatnya diagnosis
pasti diartikan sebagai waktu mulai penyakit.
Insidence rate selalu dinyatakan dalam hubungan periode waktu tertentu
seperi bulan, tahun dan seterusnya. Apabila penduduk berada didalam ancaman
diserangnya penyakit hanya untuk waktu yang terbatas (seperti hanya dalam
epidemi suatu penyakit) maka periode waktu terjadinya kasus-kasus baru
adalah sama dengan lamanya epidemi. Insidence rate pada suatu epidemi
disebut attack rate.
Ukuran frekuensi insidens penyakit dapat dibedakan dapat dibedakan
menjadi 3 macam yaitu insidens kumulatif, secondary attack rate dan laju
insidens.
2.1.3.1.1 Insiden Kumulatif (Cumulative Incidence = CI)

23

Insidens kumulatif adalah parameter yang menunjukkan taksiran


probabilitas (risiko,risk) seseorang untuk terkena penyakit dalam suatu
jangka waktu. CI selalu bernilai antara 0 dan 1. Dalam menghitung CI,
perlu penentuan periode waktu. Periode waktu tersebut bias berupa
beberapa jam, bulan, tahun dan sebagainya.
Rumusnya sebagai berikut :
=

Jumlah Kasus Baru Suatu Penyakit


Jumlah

1000

Istilah lain untuk insidens komulatif adalah insidens risk. Syarat


yang digolongkan beresiko dalam insiden komulatif adalah:
1) Tidak sedang/telah terjangkit penyakit yang diteliti
2) Tidak imun terhadap penyakit yang diteliti
3) Memiliki organ sasaran yang masih intak
4) Hidup
5) Masih dalam jangkauan pengamatan
Sedangkan dalam Kejadian Luar Biasa (KLB) / wabah. Misalnya
keracunan makanan, istilah yang digunakan adalah attack rate. Rumus
sebagai berikut:
=

Jumlah Kasus selama epidemi


1000
Populasi yang mempunyai resiko resiko

2.1.3.1.2 Secondary Attack Rate


Secondary attack rate dalah ukuran yang menunjukkan jumlah
penderita baru pada serangan kedua berbanding dengan jumlah penduduk
yang mempunyai resiko-jumlah penduduk yang terkena pertama.Rumus
sebagai berikut:

=

Jumlah Penderita Baru pada Serangan Kedua


1000

24

2.1.3.1.3 Laju Insidensi (Incidence Density = ID)


Laju insidens adalah ukuran yang menunjukkan kecepatan
kejadian baru penyakit pada populasi. Laju insidens merupakan proporsi
antara jumlah orang yang menderita penyakit dan jumlah orang dalam
resiko kali lamanya dalam resiko.
1) Perkiraan terbaik mengenai mortalitas dan morbiditas.
2) Numerator adalah jumah kasusbaru dalam populasi.
3) Denominator adalah jumlah periode waktu dimana setiap orang
dalam pengamatan dan bebas dari penyakit.
4) Dimensi adalah orang per waktu (orang-tahun,orang-bulan, oranghari, orang-jam, orang-menit dan lain-lain).
5) Nilai berkisar : 0 Tak Terhingga.
Rumus sebagai berikut :
Laju Insidens =

Jumlah Kasus Baru


1000

Person time adalah jumlah orang dalam resiko dikalikan dengan


lamanya orang-hari dalam resiko, yang digambarkan dalam orangminggu, orang-bulan atau orang-tahun tergantung dari jenis penyakit
yang sedang diteliti. Untuk masing-masing individu yang berada dalam
populasi, maka waktu memiliki resiko adalah waktu selama individu
yang sedang diamati itu masih terbebas dari penyakit. Denominator
yang diperlukan untuk menghitung laju insidens tersebut adalah jumlah
dari keseluruhan periode-periode waktu terbebas dari penyakit selama
penelitian.

2.2

Ukuran Beda

2.2.1 Beda risiko (risk difference) atau risiko atribut (attributable risk)
Beda risiko (risk difference/RD) atau disebut juga risiko atribut (attributable
risk/AR) dapat diperoleh dengan menghitung selisih angka insidensi kelompok
terpajan dan kelompok angka insidensi tidak terpajan dan hasilnya dianggap sebagai
pemaparan oleh faktor penyebab penyakit (atribut). Makin besar jumlah kasus
penyakit yang bisa dihindari seandainya dilakukan pencegahan terjadinya paparan
25

pada kelompok terpapar. Rumus Beda risiko yaitu angka insidensi kelompok terpajan
- angka insidensi kelompok tidak terpajan(Richard F. Morton et all,2009)
Beda risiko kadang-kadang juga dinyatakan sebagai pecahan preventif di
kalangan terpajan, yaitu angka Insidensi kelompok terpajan - angka insidensi
kelompok tidak terpajanAngka Insidensi kelompok terpajan (Eko Budiarto dan Dewi
Anggraeni, 2003). Beda risiko menunjukkan kelebihan penyakit karena suatu factor
di subkelompok populasi yang terpajan oleh suatu factor. Jika angka insidensi di
kalangan terpajan diganti dengan angka insidensi di seluruh populasi dalam
rumus beda risiko, maka akan didapatkan population attribute risk. Population
attribute risk umumnya penting bagi pengambil kebijakan kesehatan masyarakat
karena population attribute risk mengukur potensial manfaat yang diharapkan jika
pajanan di dalam populasi dapat dikurangi (Richard F. Morton et all,2009).

2.2.2 Beda Laju Insidensi


Insidensi merupakan salah satu tipe ukuran yang paling penting dalam
epidemologi, terutama dalam epidemologi penyakit menular. Ukuran insidensi
menyatakan banyaknya kasus baru penyakit yang terjadi dalam rentan waktu
tertentu. Insidensi memungkinkan kita untuk memeriksa hal terkait kasus yang
menjadi saat ini bukan yang terjadi pada periode waktu sebelumnya. Ketika suatu
masalah pertama kali teridentifikasi, insidensi menghitung semua jumlah kasus baru
dalam beberapa bulan terakhir.

2.2.2.1 Insidensi Rate (IR)


Insidensi adalah jumlah seluruh kas baru pada suatu populasi pada suatu
populasi pada suatu saat periode waktu tertentu. Indikator yang paling banyak
digunakan di dalam epidemologi bila dikaitkan dengan penderita baru dalam
waktu tertentu

IR =

26

Biasanya insidensi digunakan untuk penyakit yang sifatnya akut.


Pengamatan harus bersifat dinamis dimana ukuran disini menggambarkan
keoatan/kekuatan peubahan keadaan karena pengaruh lingkungan. Insidensi
bukan merupakan ukuran probabilitas, lain dapat berkisar dari 0 hampir tak
terhingga. Dan ukuran ini tidak dapat diinterpretasikan kepada individu yang
ada di populasi.
Kelemahan dari pemakaian insidensi adalah susah menentukan waktu
serangan suatu penyakit dengan jelas beberapa hal yang perlu diperhatikan :
a. Kapan mulainya gejala pertama.
b. Waktu diagnose.
c. Tanggal masuk rumah sakit/ pelayanan kesehatan
Penyebut adalah jumlah penduduk didaerah yang bersangkutan pada
periode waktu yang sama (dalam hal ini sulit menentukan siapa dari penduduk
tersebut tersebut yang susceptible dan siapa yang bukan, sehingga diambil
pendekatan dengan memakai jumlah populasi yang beresiko pada pertengahan
tahun dikalikan dengan lama periode pengamatan).
Manfaat insidensi Rate adalah :
a.

Mengetahui masalah kesehatan yang dihadapi

b.

Mengetahui resiko unutk terkena masalah kesehatan yang dihadapi

c.

Mengetahui beban tugas yang harus diselenggarakan oleh suatu fasilitas


pelayanan kesehatan.

2.2.2.2 Insidensi Kumulatif (IK)


Tingkat insidensi kumulatif adalah suatu ukuran tentang kejadian
penyakit atau ukuran status kesehatan yang lebih sederhana. Tidak seperti
tingkat insidensi, maka yang diukur hanyalah denominator yang ada pada
permulaan saja tingkat insidensi kumulatif dapat dihitung sebagai berikut :

IK =
Dalam pengertian statistik maka insidensi kumulatif itu adalah
merupakan probabilitas atau risiko dari individu yang berada didalam populasi
27

tersebut untuk terkena penyakit dalam periode waktu tertentu. Hasil ukuran
tersebut tidak mempunyai satuan, kisaran angka antara 0 1. Seringkali tingkat
insidensi kumulatif ditemukan sebagai jumlah kasus per 1.000 populasi.

2.2.2.3 Attack Rate/AR


Biasanya dinyatakan dengan persen (%) dan dipergunakan dalam jumlah
populasi yang realtif sedikit dan waktu yang relatif singkat. Proses
penghitungan sama dengan IR.
Contoh: keadaan wabah, keracunan makanan, penyakit yang menyerang pada
batas umur tertentu.

2.2.2.4 Secondary Attack Rate/SAR


Kasus sekunder adalah kasus-kasus yang terkena penyakit di dalam suatu
lingkungan setelah dating nya satu atau lebih kasus primer dari lingkungan
yang lain :

SAR =
2.3

Penggunaan Ukuran Asosiasi


Ukuran rasio adalah informasi untuk memutuskan bahwa hubungan paparan dan

penyakit valid atau tidak secara kausalitas. Ukuran asosiasi di gunakan untuk merefleksikan
kekuatan atau besarasosiasi antara suatu eksposur/faktorrisiko dan kejadian suatu
penyakit memasukkan suatu perbandinganfrekuensi penyakit antara dua atau
lebihkelompok dengan berbagai derajateksposur. Beberapa ukuran assosiasi
digunakanuntuk mengestimasi efek. Ukuran-ukuran asosiasi dibagi menjadi dua,
yaitu:

2.3.1 Ukuran rasio (perbandingan relatif)


Informasi untuk memutuskan bahwa hubungan paparan dan penyakit valid atau tidak
secara kausalitas. Rasio dua frekuensi penyakit membandingkan kelompok terpajan
dengan kelompok tidak terpajan. Ukuran beda : lebih bermanfaat bagi pelayanan
kesehatan. Perbandingan relatif dapat ditentukan dengan rumus berikut:
28

RR =Risiko pada kelompok terpajan


Risiko pada kelompok tidak terpajan

2.3.2 Ukuran perbedaan (perbandingan absolut)


Yaitu perbedaan antara ukuran frekuensi penyakit suatu kelompok terpajan dan
kelompok yang tidak terpajan. Cara terbaik untuk membahas bagaimana cara
menyampaikan ukuran asosiasi secara tepat dapat dilihat pada contoh berikut
ini.Suatu penelitian mengenai asosiasi antara virus dan sindrom yang baru dikenali
dan kaitannya dengan kabut asap yang menyerang suatu kota karena pembakaran
lahan. Penelitian dilakukan untuk menyelidiki tentang agent etiologik. Penelitian
yang dilakukan merupakan penelitian kasus-kontrol.
Penelitian cross-sectional, ekologis, dan laboratorium telah dilaksanakan dan
tinggal menyelesaikan penelitian case-control yang pertama mengenai agent
etiologik. OR adalah 1,64. Angka tersebut menunjukkan bahwa peluang untuk
sebelumnya terpajan agen infeksi pada orang yang sakit 1,64 kali lebih besar
daripada orang yang tidak sakit. Atau, peluang untuk sebelumnya terpajan agen
infeksi pada orang yang sakit 64% lebih tinggi daripada orang yang tidak sakit.
Ukuran ini membandingkan peluang untuk keterpajanan sebelumnya pada dua
kelompok, yaitu kelompok orang yang sakit dan tidak sakit.
Pada penelitian sebelumnya (melalui penelitian kohort) diperoleh RR adalah
1,75. Angka tersebut menunjukkan resiko seseorang terpajan dan kemudian menjadi
sakit 1,75 kali lebih besar daripada orang yang tidak terpajan. Atau, risiko untuk
menjadi sakit lebih besar 75% pada orang yang terpajan daripada yang tidak terpajan.
Ukuran ini membandingkan probabilitas untuk menjadi sakit pada dua kelompok,
yaitu orang yang terpajan dan tidak terpajan.
Sehingga dapat dikatakan, kedua kasus telah memperlihatkan asosiasi
(hubungan) antara dua variabel, yaitu agens infeksi dan penyakit yang diteliti.
Namun, kita harus hati-hati dalam menyajikan ukuran asosiasi, kesimpulan suatu
penelitian bukan melalui asumsi pribadi, namun melalui uji terkontrol acak dan
analisis yang sangat spesifik.

29

Contoh pengunaan ukuran asosiasi lain, misalnya penggunaan detergen


merupakan faktor risiko terjadinya eutropikasi (14 kali) dan ikan mati (1,6 kali) Angka
terjadinya eutrofikasi (10/100.000 penduduk) Angka kematian ikan (413/100.000
penduduk) (Bhisma, 2011).

2.4

ROKOK

2.4.1 Definisi
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm
(bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun
tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan
membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain.Ada dua jenis
rokok, rokok yang berfilter dan tidak berfilter. Filter pada rokok terbuat dari bahan
busa serabut sintetis yang berfungsi menyaring nikotin.Rokok biasanya dijual dalam
bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat dimasukkan dengan
mudah ke dalam kantong. Sejak beberapa tahun terakhir, bungkusan-bungkusan
tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang memperingatkan perokok akan
bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok, misalnya kanker paru-paru
atau serangan jantung.
Setiap batang rokok yang dinyalakan akan mengeluarkan lebih 4.000 bahan
kimiaberacun yang membahayakan dan boleh membawa kematian. Dengan ini setiap
hisapan itu menyerupai satu hisapan maut. Di antara kandungan asap rokok
termasuklah bahan radioaktif (polonium-201) dan bahan-bahan yang digunakan di
dalam cat (acetone), pencuci lantai (ammonia), obat gegat (naphthalene), racun
serangga (DDT), racun anai-anai (arsenic), gas beracun (hydrogen cyanide). Racun
paling penting adalah Tar, Nikotin dan Karbon Monoksida Riyadi, (2015).

2.4.2 Zat-Zat Beracun yang Terdapat dalam Rokok


Zat beracun yang tekandung di dalam rokok antara lain:
1.

Karbon monoksida (CO)


Gas CO adalah sejenis gas yang tidak memiliki bau. Unsur ini dihasilkan
oleh pembakaran yang tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon. Gas CO

30

yang dihasilkan sebatang rokok dapat mencapai 3 6%, gas ini dapat di hisap
oleh siapa saja. Oleh orang yang merokok atau orang yang terdekat dengan si
perokok, atau orang yang berada dalam satu ruangan. Seorang yang merokok
hanya akan menghisap 1/3 bagian saja, yaitu arus yang tengah atau mid-stream,
sedangkan arus pinggir (side stream) akan tetap berada diluar. Sesudah itu
perokok tidak akan menelan semua asap tetapi ia semburkan lagi keluar.
Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin (Hb) yang terdapat
dalam sel darah merah (eritrosit) lebih kuat dibanding oksigen, sehingga setiap
ada asap rokok disamping kadar oksigen udara yang sudah berkurang, ditambah
lagi sel darah merah akan semakin kekurangan oksigen, oleh karena yang
diangkut adalah CO dan bukan O2 (oksigen). Sel tubuh yang menderita
kekurangan oksigen akan berusaha meningkatkan yaitu melalui kompensasi
pembuluh darah dengan jalan menciut atau spasme. Bila proses spasme
berlangsung lama dan terus menerus maka pembuluh darah akan mudah rusak
dengan terjadinya proses aterosklerosis (penyempitan). Penyempitan pembuluh
darah akan terjadi dimana-mana. Di otak, di jantung, di paru, di ginjal, di kaki,
di saluran peranakan, di ari-ari pada wanita hamil.
2.

Nikotin
Nikotin yang terkandung di dalam asap rokok antara 0.5 3 ng, dan
semuanya diserap, sehingga di dalam cairan darah atau plasma antara 40 50
ng/ml. Nikotin bukan merupakan komponen karsinogenik. Hasil pembusukan
panas dari nikotin seperti dibensakridin, dibensokarbasol, dan nitrosamin-lah
yang bersifat karsinogenik. Pada paru, nikotin dapat menghambat aktivitas silia.
Seperti halnya heroin dan kokain, nikotin juga memiliki karakteristik efek adiktif
dan psikoaktif. Perokok akan merasakan kenikmatan, kecemasan berkurang,
toleransi dan keterikatan fisik. Hal itulah yang menyebabkan mengapa sekali
merokok susah untuk berhenti.
Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormon kathekolamin
(adrenalin) yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah. Jantung tidak
diberikan kesempatan istirahat dan tekanan darah akan semakin meninggi,
berakibat timbulnya hipertensi.

31

Efek lain merangsang berkelompoknya trombosit (sel pembekuan darah),


trombosit akan menggumpal dan akhirnya akan menyumbat pembuluh darah
yang sudah sempit akibat asap yang mengandung CO yang berasal dari rokok.
3.

Tar
Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang
merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada
paru-paru. Kadar tar pada rokok antara 0,5-35 mg per batang. Tar merupakan
suatu zat karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada jalan nafas dan paruparu.

4.

Kadmium
Kadmium adalah zat yang dapat meracuni jaringan tubuh terutama ginjal.

5.

Akrolein
Akrolein merupakan zat cair yang tidak berwarna seperti aldehid. Zat ini
sedikit banyak mengandung kadar alcohol. Artinya, akrolein ini adalah alcohol
yang cairannya telah diambil. Cairan ini sangat mengganggu kesehatan.

6.

Amoniak
Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen
dan hydrogen. Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya
racun yang ada pada ammonia sehingga jika masuk sedikit pun ke dalam
peredaran darah akan mengakibatkan seseorang pingsan atau koma.

7.

Asam Format
Asam format merupakan sejenis cairan tidak berwarna yang bergerak
bebas dan dapat membuat lepuh. Cairan ini sangat tajam dan menusuk baunya.
Zat ini dapat menyebabkan seseorang seperti merasa digigit semut.

8.

Hidrogen Sianida/HCN

9.

Hidrogen sianida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau
dan tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah
terbakar dan sangat efisien untuk menghalangi pernapasan dan merusak saluran
pernapasan. Sianida adalah salah satu zat yang mengandung racun yang sangat
berbahaya. Sedikit saja sianida dimasukkan langsung ke dalam tubuh dapat
mengakibatkan kematian.
Nitrous Oxid

32

Nitrous oxide merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila
terhisap dapat menyebabkan hilangnya pertimbangan dan menyebabkan rasa
sakit. Nitrous oxide ini adalah sejenis zat yang pada mulanya dapat digunakan
sebagai pembius waktu melakukan operasi oleh dokter.
10. Formaldehid
Formaldehid adalah sejenis gas tidak berwarna dengan bau tajam. Gas ini
tergolong sebagai pengawet dan pembasmi hama. Gas ini juga sangat beracun
keras terhadap semua organisme hidup.
11. Fenol
Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa
zat organic seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun
dan membahayakan karena fenol ini terikat ke protein dan menghalangi aktivitas
enzim.
12. Asetol
Asetol adalah hasil pemanasan aldehid (sejenis zat yang tidak berwarna
yang bebas bergerak) dan mudah menguap dengan alkohol.
13. Hidrogen sulfida
Hidrogen sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang gampang terbakar
dengan bau yang keras. Zat ini menghalangi oksidasi enzim (zat besi yang berisi
pigmen).
14. Piridin
Piridin adalah sejenis cairan tidak berwarna dengan bau tajam. Zat ini
dapat digunakan mengubah sifat alcohol sebagai pelarut dan pembunuh hama.
15. Metil Klorida
Metil klorida adalah campuran dari zat-zat bervalensi satu antara hydrogen
dan karbon merupakan unsurnya yang utama. Zat ini adalah senyawa organic
yang beracun.
16. Metanol
Metanol adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan mudah
terbakar. Meminum atau menghisap methanol mengakibatkan kebutaan dan
bahkan kematian.

33

2.4.3 Bahaya dari Merokok dan Asap Rokok


Merokok ataupun berada di sekitar orang perokok dapat membahayakan
kesehatan manusia, beberapa penyakit yang dapat disebabkan oleh asap rokok antara
lain:
1. Penyakit jantung
Rokok menimbulkan aterosklerosis atau terjadi pengerasan pada pembuluh
darah. Kondisi ini merupakan penumpukan zat lemak di arteri, lemak dan plak
memblok aliran darah dan membuat penyempitan pembulu darah. Hal ini
menyebabkan penyakit jantung. Jantung harus bekerja lebih keras dn tekanan
ekstra dapat menyebabkan angina atau nyeri dada. Jika satu arteri atau lebih
menjadi benar-benar terblokir, serangan jantung bisa terjadi. Semakin banyak
rokok yang dihisap dan semakin lama seseorang merokok, semakin besar
kesempatannya mengembangkan penyakit jantung atau menderita serangan
jantung atau stroke.
2. Penyakit paru
Risiko terkena pneumonia, emfisema dan bronkitis kronis meningkat
karena merokok. Penyakit ini sering disebut sebagai penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK).Penyakit paru-paru ini dapat berlangsung dan bertambah buruk
dari waktu ke waktu sampai orang tersebut akhirnya meninggal karena kondisi
tersebut. Orang-orang berumur 40 tahun bisa mendapatkan emfisema atau
bronkitis, tapi gejala biasanya akan jauh lebih buruk di kemudian hari, menurut
American Cancer Society.
3. Kanker paru dan kanker lainnya
Kanker paru-paru sudah lama dikaitkan dg bahaya rokok, yang juga dapat
menyebabkan terhadap kanker lain seperti dari mulut, kotak suara atau laring,
tenggorokan dan kerongkongan. Merokok juga dikaitkan dengan kanker ginjal,
kandung kemih, perut pankreas, leher rahim dan kanker darah (leukemia).
4. Diabetes
Merokok meningkatkan resiko terjadinya diabetes, menurut Cleveland
Clinic. Rokok juga bisa naik menyebabkan komplikasi dari diabetes, seperti
penyakit mata, penyakit jantung, stroke, penyakit pembuluh darah, penyakit
ginjal dan masalah.
5. Impotensi
Rokok merupakan faktor resiko utama untuk penyakit pembuluh darah
perifer, yang mempersempit pembuluh darah yang membawa darah ke seluruh
bagian tubuh. Pembuluh darah ke penis kemungkinan juga akan terpengaruh

34

karena merupakan pembuluh darah yg kecil & dapat mengakibatkan disfungsi


ereksi/impoten.
6. Menimbulkan Kebutaan
Seorang yang merokok menimbulkan meningkatnya resiko degenerasi
makula yaitu penyebab kebutaan yang dialami orang tua. Dalam setudi yg
diterbitkan dalam 'Archives of Ophthalmology' pada tahun 2007 menemukan
yaitu orang merokok empat kali lebih mungkin dibanding orang yang bukan
perokok untuk mengembangkan degenerasi makula, yg merusak makula, pusat
retina, dan menghancurkan penglihatan sentral tajam.
7. Penyakit mulut
Penyakit mulut yang disebabkan oleh rokok antara lain kanker mulut,
kanker leher, penyakit gigi, penyakit pada gigi dan nafas.
(NSB Zulkeflie, 2014)
2.5 ISPA
2.5.1 Pengertian ISPA
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang
benar ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA
meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah
(klinikita, 2007). Berikut ini adalah beberapa pengertian ISPA menurut para ahli,
yaitu:
1.

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI).
Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran napas mulai dari hidung (saluran pernapasan atas) sampai alveoli
(saluran pernapasan bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus rongga
telinga tengah dan pleura (Depkes, 2001).

2.

ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit yang terbanyak
diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun di negara maju dan
sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk Rumah Sakit karena
penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi
dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa
(Depkes, 2001).

35

2.5.2 Klasifikasi ISPA


Pemerintah melalui Depkes RI(2002)mengklasifikasikan ISPA menjadi
beberapa klasifikasi, antara lain:
1.

ISPA ringan: Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala
batuk pilek dan sesak.

2.

ISPA sedang: ISPA sedang apabila timbul gejala gejala sesak napas, suhu tubuh
lebih dari 39oC dan bila bernapas mengeluarkan suara seperti mengorok.

3.

ISPA berat: Gejala meliputi kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba,
nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan
gelisah.(Depkes, 2002).

2.5.3 Patofisiologi
Terjadinya infeksi antara bakteri dan flora normal di saluran nafas. Infeksi oleh
bakteri, virus dan jamur dapat merubah pola kolonisasi bakteri. Timbul mekanisme
pertahanan pada jalan nafas seperti filtrasi udara inspirasi di rongga hidung, refleksi
batuk, refleksi epiglotis, pembersihan mukosilier dan fagositosis. Karena
menurunnya daya tahan tubuh penderita maka bakteri pathogen dapat melewati
mekanisme sistem pertahanan tersebut akibatnya terjadi invasi di daerah-daerah
saluran pernafasan atas maupun bawah (Fuad, 2008).

2.5.4Bahaya
Salah satu bahaya atau akibat terburuk dari ISPA adalah kematian.
Berdasarkan data-data dari Departemen Kesehatan maka angka kematian bayi di
Indonesia adalah 90,3 per 1.000 kelahiran hidup berarti dari 1.000 bayi yang hidup
lebih dari 90 orang diantaranya meninggal sebelum mencapai 1 tahun. Angka
kematian balita di Indonesia lebih dari 17 orang diantaranya akan meninggal sebelum
usia 5 tahun oleh berbagai sebab. Menurut penelitian yang dilakukan tahun 1980;
22,1% sebab kematian bayi di Indonesia adalah akibat ISPA. Sedangkan data tahun
1983 menunjukkan bahwa hampir 40% kematian anak berumur 2 tahun sampai 12
bulan adalah disebabkan oleh ISPA (Depkes RI, 1985 dalam Fuad, 2008).

2.5.5 Penularan

36

Kuman penyakit ISPA ditularkan dari penderita ke orang lain melalui udara
pernapasan atau percikan ludah penderita. Pada prinsipnya kuman ISPA yang ada di
udara terhisap oleh pejamu baru dan masuk ke seluruh saluran pernapasan. Dari
saluran pernafasan kuman menyebar ke seluruh tubuh apabila orang yang terinfeksi
ini rentan, maka ia akan terkena ISPA ( Fuad, 2008).

2.5.6 Pencegahan
Keadaan gizi dan keadaan lingkungan merupakan hal yang penting bagi
pencegahan ISPA. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah:
1.

Mengusahakan agar bayi mempunyai gizi yang baik.

2.

Mengusahakan kekebalan anak dengan imunisasi.

3.

Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan dengan berperilaku hidup bersih


dan sehat.

4.

Pengobatan segera. ( Fuad, 2008).

2.5.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA


Faktor-faktor yang meningkatkan resiko kematian akibat ISPA adalah umur di
bawah du bulan, kurang gizi, berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu
rendah, rendahnya tingkat pelayanan (jangkauan) pelayanan kesehatan, lingkungan
rumah imunisasi yang tidak memadai dan menderita penyakit kronis (Andi Humrah,
2010)
Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat.
Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan dan banyak
penyakit dapat dimulai, didukung, ditopang dan dirangsang oleh faktor-faktor
lingkungan. Kerusakan lingkungan akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan
manusia. Pencemaran udara misalnya, dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada
saluran pernapasan (Andi Humrah, 2010).
Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian ISPA pada anak bayi
dan balita yakni faktor intrisik (umur, satutus gizi, status imunisasi, jenis kelamin)
dan faktor eksttrinsik (perumahan, sosial ekonomi dan pendidikan) (Safatari, 2009).
Resiko akan berlipat ganda pada anak usia di bawah dua tahun yang daya tahan

37

tubuhnya masih belum sempurna. ISPA pada anak di bawah dua tahun harus
diwaspadai oleh orang tua, karena dapat menyebabkan kematian.
2.5.7.1 Umur
Umur mempunyai pengaruh besar terhadap ISPA dimana pada anak bayi
memberikan gambaran klinik yang lebih jelek bila dibandingkan dengan orang
dewasa. Gambaran klinik yang jelek dan tampak lebih berat tersebut terutama
disebabkan oleh infeksi virus pada bayi dan anak yang belum memperoleh
kekebalan alamiah
Umur diduga terkait dengan sistem kekebalan tubuhnya. Bayi dan
balita merupakan kelompok yang kekebalan tubuhnya belum sempurna,
sehingga masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi, semakin muda usia
anak makin sering mendapat serangan ISPA (Andi Humrah, 2010)

2.5.7.2 Status Gizi


Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan
untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normla dari
organ-organ serta menghasilkan energi.
Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu atau perwujudan dari natriture dalam bentuk variabel tertentu.
Dalam arifin (2009) dijelaskan bahwa keadaan gizi merupakan hal yang
penting bagi pencegahan ISPA. Dimana kejadian ISPA dapat dicegah bila anak
mempunyai gizi yang baik, mendapatkan ASI sampai usia dua tahun karena
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi, bayi mendapatkan makanan
padat sesuai dengan umurnya serta bayi dan anak mendapatkan makanan yang
mengandung gizi cukup yaitu mengandung ckupu protein (zat putih telur),
karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral (Andi Humrah, 2010).

38

2.5.7.3 Status Imunisasi


Dalam suhandayani (2007) dijelaskan bahwa beberapa penelitian yang
menjelaskan hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA
diantaranya penelitian yang dilakukan Tupasi (1985) menyebutkan bahwa
ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Sievert (1993) menyebut bahwa imunisasi
yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti terhadap
pencegahan kejadian ISPA (Andi Humrah, 2010).

39

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat studi observasional analitik yaitu dengan metode seksional

silang atau cross sectional yaitu penelitian yang mengamati subjek dengan mengambil
waktu tertentu yang relatif pendek dan tempat tertentu, pada penelitian ini mengkaji
hubungan perilaku merokok orang tua di masyarakat dengan penyakit ISPA pada balita di
Kelurahan Mawar Banjarmasin.

3.2

Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi
Populasi yang diteliti adalah balita di Kelurahan Mawar yang berjumlah 561 anak.
Alasan pemilihan wilayah Kelurahan Mawar karena daerahnya terletak dipusat kota yang
memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dengan jumlah penderita ISPA yang tinggi
terutama pada anak-anak. Pada penelitian ini akan menggunakan dua subjek yaitu balita
yang memiliki orang tua perokok dan balita yang memiliki orang tua bukan perokok.
Pembanding tersebut digunakan untuk menghitung rasio relatif dengan menggunaan studi
kohort.

3.2.2 Sampel
a.

Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan random sampling, yakni dengan
mengambil sampel acak yang mewakili semua populasi.

b.

Sampel berupa balita yang memiliki orang tua perokok dan orang tua tidak perokok di
daerah Kelurahan Mawar, Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin.

3.3

Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah data penyakit ISPA dari

Puskemas Cempaka dan Dinas Kesehatan Kota. Banjarmasin.

3.4

Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel bebas

40

Variabel bebas yang digunakan adalah asap rokok dan perilaku masyarakat di
Kelurahan Mawar.

3.4.2 Variabel terikat


Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penyakit ISPA di Kelurahan Mawar
Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

3.5

Tempat dan Waktu Penelitian

3.5.1 Tempat Penelitian


Lokasi penelitian ini dilakukan di daerah Kelurahan Mawar Kecamatan Banjarmasin
Tengah, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

3.5.2 Waktu Penelitian


Waktu penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa kali observasi lapangan pada
bulan Oktober 2016 sampai dengan bulan Nopember 2016.

3.6

Prosedur Penelitian

3.6.1 Tahap persiapan


Tahap persiapan yaitu perizinan penelitian kepada pihak pihak terkait yakni Badan
Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Banjarmasin. Selanjutnya dilakukan persiapan penelitian
yang mencakup:
a.

Observasi awal, dilakukan untuk melihat keadaan lingkungan disekitar Kelurahan


Mawar.

b.

Persiapan instrumen penelitian, yaitu pengumpulan data penyakit ISPA dari puskesmas
Cempaka dan Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin.

3.6.2 Tahap pelaksanaan


Tahap pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dengan langkah berikut:
a.

Setelah mendapat izin dari pihak Puskesmas, peneliti menjelaskan tentang tujuan dari
penelitian serta mengkonfirmasikan instrumen yang digunakan.

41

b.

Wawancara dan observasi, dilakukan secara langsung pada masyarakat oleh peneliti
untuk mengetahui jumlah bayi yang terkena penyakit ISPA di Kelurahan Mawar.

c.

Merekap data perolehan hasil penelitian.

3.6.3 Tahap pelaporan


Tahap pelaporan terdiri dari:
a.

Pengumpulan semua data.

b.

Melakukan pengolahan dan analisis data penelitian yang diperoleh.

c.

Analisis data.

d.

Penyusunan laporan karya tulis ilmiah.

3.7

Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.7.1 Pengumpulan data


Teknik pengumpulan data primer yang digunakan peneliti adalah menggunakan
metode observasi (pengamatan) kondisi lingkungan sebagai faktor yang berhubungan
dengan penyakit ISPA. Selain dengan menggunakan metode observasi, metode wawancara
juga di gunakan untuk pengambilan data. Data sekunder diperoleh peneliti dengan
pengumpulan data dari instansi-instansi terkait.

3.7.2 Pengolahan data


Tiga tahap pengolahan data adalah sebagai berikut:
1.

Editing
Kegiatan mengedit data dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi kelengkapan,
konsistensi, dan kesesuaian antara kriteria data yang diperlukan.

2.

Coding
Coding atau memberi kode pada data dilakukan dengan tujuan merubah data kualitatif
menjadi data kuantitatif (kuantifikasi data) atau membedakan aneka karakter.
Pemberian kode sangat diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik
secara manual, menggunakan kalkulator atau komputer.

42

3.

Tabulasi data
Memasukkan data ke dalam tabel yang telah disediakan, baik tabel untuk data mentah
maupun tabel untuk menghitung data tertentu secara statistik.

3.8

Cara Analisis Data


Pengolahan data untuk analisis dengan menggunakan program microsoft exel 2013.

Data dianalisis dengan menggunakan uji statistik deskriptif. Hasilnya akan disajikan dalam
bentuk tabel dan narasi.

3.9

Kerangka Konsep dan Hipotesis

3.9.1 Kerangka Konsep


VARIABEL BEBAS
Asap Rokok
Perilaku Masyarakat

VARIABEL TERIKAT
Penyakit ISPA

3.9.2 Hipotesis

Salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh balita adalah ISPA
(Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan
hanya bersifat ringan seperti batuk-pilek, disebabkan oleh virus, dan tidak
memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Infeksi saluran pernapasan terutama yang
disebabkan oleh asap, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada setiap
musim. Penyakit ISPA terjadi pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak masih
rendah. Kejadian penyakit batuk-pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai
6 kali pertahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk-pilek
sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. Pada penelitian ini, peneliti ingin membuktikan
bahwa balita yang memiliki orang tua perokok lebih sering terkena ISPA
dibandingkan dengan balita yang memiliki orang tua bukan perokok.

43

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Hasil Penelitian

4.1.1 Rasio Relatif (RR)


Hubungan antara balita yang memiliki orang tua perokok dengan balita yang
memiliki orang tua tidak merokok di Kelurahan Mawar.
a.

Dari 20 balita yang tinggal di daerah Kelurahan Mawar dengan orang tua perokok
sebanyak 12 balita terpapar penyakit ISPA.

b.

Dari 20 balita yang tinggal di daerah Kelurahan Mawar dengan orang tua tidak
merokok sebanyak 3 orang yang terpapar penyakit ISPA.

Tabel 4.1 Data Perhitungan Resiko Relatif (RR)

Objek

ISPA

Jumlah Risiko
Relatif (RR)

Orang tua perokok

12

20

0,60

Orang tua tidak merokok

17

20

0,15

Jumlah

15

25

40

RR = 4

Kesimpulan :
Dari data yang didapat, balita yang tinggal di daerah Kelurahan Mawar, dengan orang
tua perokok mempunyai resiko 4 kali lebih besar daripada balita yang tinggal di daerah
Kelurahan Mawar, dengan orang tua tidak merokok.

4.2

Pembahasan
Risiko relatif adalah ukuran yang menunjukkan besarnya resiko seseorang mengalami

penyakit pada populasi terpapar dibandingkan dengan populasi tidak terpapar. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan, didapat nilai resiko relatif sebesar 4,0. Menurut Bustan
(2006), apabila nilai risiko relatif lebih besar dari 1 maka populasi terpapar dengan
faktornya dapat menyebabkan penyakit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa balita yang
memiliki orang tua perokok di Kelurahan Mawar memiliki resiko penyakit ISPA 4 kali lebih

44

besar daripada balita yang mempunyai orang tua tidak merokok. Pada kasus ini besarnya
resiko paparan penyakit ISPA pada balita yang memiliki orang tua perokok dengan balita
yang memiliki orang tua tidak merokok disebabkan beberapa faktor penyebab penyakit
seperti cemaran asap rokok dan perilaku orang tua balita di Kelurahan Mawar. Rokok
dianggap menjadi salah satu faktor karena rokok mengandung bahan berbahaya yang dapat
menyebabkan gangguan pernapasan seperti ISPA. Hal ini seperti dijelaskan oleh Ryadi
(2015) bahwa ketika rokok dinyalakan akan mengeluarkan 4.000 zat kimia beracun yang
membahayakan dan bisa menyebabkan keracunan. Diantara zat-zat tersebut, bahan yang
paling berbahaya diantaranya yaitu tar, nikotin dan karbonmonoksida. Selain zat-zat
tersebut masih banyak lagi zat-zat yang terkandung di dalam asap rokok yang biasanya kita
temukan di sekitar kita yang dapat menyebabkan gangguan apabila masuk ke dalam tubuh.
Zat-zat tersebut termasuklah zat radioaktif seperti Polonium-201, zat-zat yang digunakan di
dalam cat seperti aseton, zat ammonia, naphthalene, racun serangga, arsenik dan gas
beracun yang berupa hidrogen sianida.
Saat ini rokok telah merambah semua kalangan dari kaum yang tua hingga kaum
muda. Perilaku orang tua di Kelurahan Mawar dianggap menjadi faktor penyebab penyakit
ISPA pada anak mereka karena ketika mereka merokok anak mereka dengan mudah
terhirup asap rokok. Berdasarkan penelitian dan observasi lapangan yang dilakukan di
Kelurahan Mawar menunjukan bahwa begitu mudahnya ditemukan seorang perokok yang
merokok di tempat umum. Merokok adalah hal lumrah untuk dilakukan oleh seseorang
menurut kalangan masyarakat di Kelurahan Mawar. Para perokok tersebut biasanya tidak
melihat kondisi, tempat dan waktu ketika merokok. Aktivitas merokok yang mereka lakukan
sering terjadi pada saat mereka bersantai, bekerja maupun saat berkumpul dengan orang
lain maupun keluarga. Hal ini dapat menyebabkan kerugian baik bagi perokok itu sendiri
maupun lingkungan di sekitarnya. Bahkan tanpa mereka sadari, anak mereka yang rentan
terhadap penyakit juga terkena asap rokok mereka yang berbahaya. Banyak penyakit yang
dapat disebabkan oleh rokok baik itu bagi orang perokok maupun orang yang terkena asap
rokok. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh banyak peneliti dari American Cancer
Society, Cleveland Clinic dan Archives of Ophthalmology, membuktikan bahwa asap rokok
dapat menimbulkan berbagai macam penyakit yaitu seperti penyakit pernapasan, penyakit
jantung, stroke, penyakit pembuluh darah, penyakit ginjal, penyakit paru, kanker terutama
kanker paru-aru, diabetes, impotensi, kebutaan, banyak penyakit mulut.

45

Salah satu penyakit yang disebabkan oleh asap rokok ialah penyakit ISPA (Infeksi
Saluran Pernapasan Akut). Menurut Depkes RI (1985), penyakit ISPA dapat menular melalui
pernapasan sehingga asap rokok tersebut dapat menyebabkan penyakit ISPA ketika
asapnya terhirup dan masuk ke dalam tubuh. Penyakit ISPA dapat menyerang siapa saja,
baik itu dewasa apalagi anak-anak. Penyakit ini dikenal sebagai penyakit yang umumnya
menyerang balita karena sistem pertahanan tubuh balita masih rendah. Berdasarkan data
dari Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin dan PUSKESMAS Cempaka, penderita ISPA yang
masih anak-anak di Kelurahan Mawar memiliki persentase yang besar terhadap jumlah
anak-anaknya dibandingkan persentase penderita dewasa terhadap jumlah penduduk
dewasa.
Berdasarkan Depkes RI (2002) ada tiga klasifikasi penyakit ISPA yaitu ISPA ringan,
sedang dan berat. Setelah dilakukan observasi lapangan, ditemukan banyak kasus ISPA yang
terjadi pada balita di Kelurahan Mawar akibat terhirup asap rokok merupakan ISPA kelas
ringan yaitu ditemukannya gejala sesak napas yang kemudian dapat berlanjut menjadi
hidung tersumbat hingga asma, dan hanya sebagian saja yang berujung kepada ISPA kelas
sedang atau berat.

46

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1
1.

Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kelurahan Mawar dapat disimpulkan bahwa
orang tua yang perokok atau tidak sangat mempengaruhi pemaparan penyakit ISPA
pada balita.

2.

Risiko relatif adalah ukuran yang menunjukkan besarnya resiko untuk mengalami
penyakit pada populasi terpapar dibandingkan dengan populasi tidak terpapar.
Bersadarkan penelitian dan data yang diperoleh, nilai risiko relatif (RR) yang
didapatkan adalah sebesar 4. Berdasarkan angka risiko relatif (RR), dapat disimpulkan
bahwa balita yang memiliki orang tua seorang perokok memiliki kemungkinan terpapar
penyakit ISPA empat kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang memiliki orang
tua tidak merokok.

3.

Insidence adalah kejadian (kasus) penyakit yang baru saja memasuki fase klinik dalam
riwayat alamiah suatu penyakit tertentu selama kurun waktu tertentu. Berdasarkan
hasil penelitian dan dari data yang diperoleh didapat perhitungan laju insidensi sebesar
33,86 x 10-3/3bulan. Dapat disimpulkan bahwa laju insidensi penyakit di daerah sekitar
Kelurahan Mawar adalah 33,86 x 10-3/3bulan.

4.

Risiko atribut (attributable risk/AR) dapat diperoleh dengan menghitung selisih angka
insidensi kelompok terpajan dan kelompok tidak terpajan dan hasilnya dianggap
sebagai pemaparan oleh faktor penyebab penyakit. Berdasarkan penelitian diperoleh
hasil perhitungan risiko atribut sebesar 45% insiden penyakit ISPA disebabkan oleh
asap rokok.

5.2

Saran
Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini yaitu lebih ditingkatnya informasi dan

penyuluhan mengenai penyakit ISPA, dampak apa saja yang dapat terjadi dan pencegahan
penyakit ISPA. Untuk orang tua yang merokok agar dapat menghindarkan anak-anak dari
asap rokoknya.

47

DAFTAR PUSTAKA

Achmad,R.2004.Kimia Lingkungan.Andi:Yogyakarta

Amiruddin. Ridwan. 2011. Epidemiologi Perencanaan dan Pelayanan Kesehatan.


Masagena Press: Yogyakarta.

Andi Humrah. 2010. Faktor Penyebab terjadinya ISPA.


http://andihumrah.blogspot.co.id/2010/11/faktor-penyebab-terjadinyaispa.html
Diakses pada tanggal 11 Nopember 2016.

Azwar, Azrul. 1999. Pengantar Epidemiologi. Binarupa Aksara: Jakarta

Bonita, Beaglehole, dan Kjellstrm. 2006. Basic Epidemiology. World Organitation


Health: India.

Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Penerbit Buku Kedokteran EGC:


Jakarta.

Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Budioro,

B.2007.Pengantar

Epidemiologi

Edisi

II.

Badan

Penerbit

UNDIP:Semarang.

Bustan, MN. 2006. Pengantar Epidemiologi. Rineka Cipta: Jakarta

Depkes R.I.2001.Pedoman Program PemberantasanPenyakit Infeksi Saluran


Pernapasan Akut (ISPA).Ditjen PPM&PLP:Jakarta

48

Depkes R.I.2002.Rencana Strategi Departemen Kesehatan.Depkes R.I:Jakarta

Dinfania. 2010. Epidemiologi dan Peranannya dalam Mengatasi Masalah Kesehatan


Masyarakat.
https://dinfannia.wordpress.com/2010/10/18/epidemiologi-dan-peranannyadalam-mengatasi-masalah-kesehatan-masyarakat/
Diakses pada tanggal 3Nopember 2016.

Fikri Riyadi., 2015. Definisi Rokok ,Bahaya , Fakta, Serta Zat-Zat Yang Terkandung
Dalam ROKOK Serta Cara Berhenti Meroko.
https://fikryd.wordpress.com/2015/08/17/definisi-rokok-bahaya-fakta-sertazat-zat-yang-terkandung-dalam-rokok-serta-cara-berhenti-merokok/
Diakses pada tanggal 11 Nopember 2016.

Fuad, A., 2008.Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).


www.fuafbahsin.wordpress.com
Diakses pada tanggal 3 Nopember 2016.
Gordis,L.2004.Epidemiologi 3rd Edition.Elsivier Sounders:Philadelphia

Handayani S. 2005. Deteksi Respiratory Syncytial Virus (RSV) Dan Human


Metapneumovirus (HMPV) Dengan Reserve Transcriptase Polymerase
Chain Reaction (RT-PCR). Buletin Cermin Dunia Kedokteran No. 148.
Jakarta.

Kasjono, Heru Subaris, Heldhi B. Kristiawan. 2009. Intisari Epidemiologi. Mitra


Cendikiawan Press: Yogyakarta.

49

Kristiani,

Widya.

2010.

Definisi

Epidemiologi

Menurut

Para

Ahli.

http://widyakristianidory.blogspot.com/
Diakses pada tanggal 3 Nopember 2016.

Sukma, ardy. 2010. Epidemiologi dan Perannya di Dalam Pemecahan Masalah


Kesehatan di Masyarakat.
https://sukmaardiy.wordpress.com/2010/10/15/epidemiologi-dan-peranannyadidalam-pemecahan-masalah-kesehatan-di-masyarakat/
Diakses pada tanggal 11 Nopember 2016.

Magnus, Manya. 2010. Buku Ajar Epidemiologi Penyakit Menular. Terjemahan


Fema Solekhah Belawati, Palupi Widyastuti, dan Andri Lukman. Penerbit
Buku Kedokteran EGC:Jakarta.

Morton, Richard F. et all.2009. Panduan Studi Epidemiologi dan Statitiska Edisi 5.


Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran

Murti,

Bhisma.

2011.

Pengantar

Epidemiologi.

Fakultas

Kedokteran,

UniversitasSebelas Maret:Surakarta

Ngastiyah,2003.Perawatan Anak Sakit,EGC:Jakarta.

NSB, Zulkeflie. 2014. Rokok.


repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../4/Chapter%20II.pdf.
Diakses pada tanggal 11 Nopember 2016.

Purnawinadi,

Gede.

2014.

Konsep

Dasar

Timbulnya

Penyakit.

http://purnawinadi.blogspot.com/2014/11/konsep-dasar-timbulnyapenyakit.html Diakses pada tanggal 3 Nopember 2016.

50

Ryadi, A.L. Slamet, T. Wijayanti. 2011. Dasar-Dasar Epidemiologi. Penerbit


Salemba Medika:Jakarta.

Vinieka Putri. 2015. Dasar Dasar Epidemiologi.


https://viniekaputri29.wordpress.com/2015/03/30/dasar-dasar-epidemiologi/
Diakses pada tanggal 3 Nopember 2016.

Wardhana, W., Arya., (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan. Aseta:Yogyakarta.

51

LAMPIRAN

4.1.2 Laju Insidensi


Laju insidensi penyakit ISPA pada balita yang memiliki orang tua perokok.
Laju insidensi = jumlah balita terpapar/jumlah seluruh balita
Laju insidensi = 33/1683
= 0,03386
= 33,86 x 10-3 /3bulan
Kesimpulan:
Dari data yang didapat, laju insidensi penyakit ISPA di Kelurahan Mawar
adalah sebesar 33,86 x 10-3 /3bulan

4.1.3 Risiko Atribut / Atribut Risk (AR)


Hubungan antara terhirup asap rokok dengan penyakit ISPA
5. Dari 20 balita yang tinggal di Kelurahan Mawar dengan orang tua perokok,
sebanyak 12 orang terpapar penyakit ISPA.
Besar Risiko

= 12 / 20
= 0,60

6. Dari 20 balita yang tinggal di Kelurahan Mawar dengan orang tua tidak
merokok, sebanyak 12 orang terpapar penyakit ISPA.
Besar Risiko

= 3 / 20
= 0,15

7. Risiko Atribut sebesar 0,60 0,15 = 0,45. Dari perhitungan tersebut dapat
disimpulkan bahwa sebesar 45% insidensi ISPA pada balita disebabkan oleh
asap rokok.

52

53

Anda mungkin juga menyukai