Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Ir. Qomariyatus Sholihah,Dipl.Hyp.,S.T.,M.Kes
NIP. 19780420 200501 2 002
Oleh:
Indra Laksana
H1E115008
2015
H1E115017
2015
Cahaya Al Amin
H1E115201
2015
2017
REKTOR UNLAM
WAKIL REKTOR 1
WAKIL REKTOR 2
WAKIL REKTOR 3
WAKIL REKTOR 4
M.Si
NIP. 196001101986032001
M.Sc
M.Sc.
NIP. 196401051990031023
NIP. 196707161992031002
MAHASISWA
MAHASISWA
MAHASISWA
M. RASYID RIDHO
INDRA LAKSANA
CAHAYA AL AMIN
H1E115017
H1E115008
H1E115201
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia,
serta
taufik
dan
hidayah-Nyalah
kamidapat
menyelesaikan
makalah
Kelurahan Mawar ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami juga
berterima kasih kepadaIbu Prof. Dr. Ir. Qomariyatus Sholihah, Dipl.Hyp., S.T., M.Kesselaku
dosen mata kuliah Epidemiologi yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai ukuran asosiasi penyakit ISPA. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kamibuat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kamisendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan, kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Rumusan Masalah
1.3
Tujuan Penelitian
1.4
Manfaat Penelitian
2.1
Ukuran Rasio
19
2.2
Ukuran Beda
25
2.3
28
2.4
Rokok
29
2.5
ISPA
35
Rancangan Penelitian
40
40
40
3.3
Instrumen Penelitian
40
3.4
Variabel Penelitian
41
ii
3.5
41
3.6
Prosedur Penelitiaan
41
3.7
42
3.8
43
3.9
43
44
4.1
Hasil Penelitian
44
4.2
Pembahasan
44
47
5.1
Kesimpulan
47
5.2
Saran
47
DAFTAR PUSTAKA
48
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
14
Tabel 2.2
20
Tabel 2.3
20
Tabel 4.1
44
iv
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Izin Penelitian
2. Surat Pernyataan Persetujuan Sebelum Penelitian (Informed Consent)
3. Lampiran Perhitungan
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari peristiwa
kesehatan dan peristiwa lainnya yang berhubungan dengan kesehatan yang menimpa
sekelompok masyarakat dan menerapkan ilmu tersebut untuk memecahkan masalahmasalah tersebut. Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi
berkembang dari rantai sebab akibat kesuatu proses kejadian penyakit yakni proses
interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifat dengan penyebab serta dengan
lingkungan. Tujuan dari epidemiologi adalah memberikan gambaran mengenai penyebaran,
kecenderungan, dan riwayat alamiah penyakit, menjelaskan penyebab dari suatu penyakit,
meramalkan kejadian suatu penyakit, serta mengendalikan penyebaran penyakit dan
masalah kesehatan lainnya di masyarakat. Epidemiologi menggunakan beragam alat-alat
ilmiah, dari kedokteran dan statistik sampai sosiologi dan antropologi. Banyak penyakit
mengikuti arus migrasi penduduk, sehingga pemahaman tentang bagaimana penduduk
bergerak mengikuti musim sangat penting untuk memahami penyebaran penyakit tertentu
pada populasi tersebut. Epidemiologi tidak hanya berkutat pada masalah penyebaran
penyakit, tetapi juga dengan cara penanggulangannya.
ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah penyakit yang menyerang organ
dan jaringan pernapasan. Berdasarkan data kesehatan tahun 2016, ISPA merupakan
penyakit dengan jumlah penderita terbanyak yaitu kurang lebih 40% - 60% dari jumlah
pengunjung di puskesmas dan 15% - 30% dari jumlah pengunjung rumah sakit, dengan
sedikitnya 30% penderitanya adalah anak-anak di bawah umur lima tahun atau balita.
Adapun angka kejadian penyakit ISPA pada balita di Indonesia terbilang masih sangat tinggi
yaitu mencapai 260.000 balita di setiap tahun. Pada tahun 2000 sampai tahun 2003 tercatat
rata-rata terjadi penyakit ISPA sebanyak 6 balita per tahun dari 1000 balita.
Asap rokok merupakan salah satu asap yang menjadi penyebab pemaparan ISPA
pada balita. Kasus-kasus tentang perokok yang aktif disekitar balita mudah sekali
ditemukan dan menjadi hal yang wajar di kalangan masyarakat. Kebiasaan orang tua yang
merokok di dalam rumah dapat menjadi salah satu penyebab utama penyakit ISPA pada
balita apabila asap rokok tersebut terhirup. Indonesia merupakan negara dengan jumlah
perokok aktif yang sangat besar dimana jumlah perokok aktif yaitu 27,6% dari jumlah
penduduk atau sekitar 65 juta perokok aktif dengan jumlah penggunaan rokok sebesar 225
miliar batang rokok per tahun.
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari suatu penyakit berdasarkan asal penyakit
tersebut berasal, agar dapat ditentukan penyebab utamanya. Dalam hal mendekati suatu
penyakit, epidemiologi memiliki banyak pendekatan. Salah satunya yaitu dengan
pendekatan Ukuran Asosiasi dimana rasio penyakit di menjadi perhitungan utama dalam
menentukan penyebab utama penyakit tersebut. Beberapa ukuran asosiasi yaitu resiko
relatif, rasio lajui insidensi, rasio odds, beda risiko, beda laju insidensi dan penggunaan
ukuran.
1.2
Rumusan Masalah
Apa penyebab penyakit ISPA pada balita di daerah Kelurahan Mawar dan bagaimana
1.3
Tujuan Penelitian
2.
1.4
Manfaat Penelitian
1.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi masyarakat sekitar
agar masyarakat lebih meningkatkan kesadaran tentang bahaya merokok dan
dampaknya bagi balita.
2.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dan referensi bagi
mahasiswa.
3.
4.
Hasil penelitian ini dapat mengingatkan kembali pencegahan penyakit ISPA dan
penanggulangan penyakitnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari 3 kata dasar yaitu epi
yang memiliki arti pada atau tenang, demos yang memiliki arti penduduk, dan logos
yang memiliki arti ilmu pengetahuan, jadi epidemiologi merupakan sains yang
menggunakan metode ilmiah untuk mendeskripsikan, menjelaskan, meramalkan,
dan mengendalikan terjadinya penyakit. Epidemiologi deskriptif mendeskripsikan
distribusi penyakit dan kecenderungan (trend) penyakit pada populasi. Epidemiologi
deskriptif berguna untuk memahami distribusi dan mengetahui besarnya masalah
kesehatan pada populasi. Epidemiologi analitik mempelajari determinan/faktor
risiko/kausa penyakit. Epidemiologi analitik berguna untuk memahami kausa
penyakit, menjelaskan dan meramalkan kecenderungan penyakit, dan menemukan
strategi yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan penyakit. Pengertian
epidemiologi menurut beberapa ahli :
1.
2.
3.
4.
Menurut
ahli
lainnya
Wade
Hampton
Frost
(1972)
mendefinisikan
6.
7.
8.
dan cocok untuk menerangkan penyebab penyakit infeksi sebab peran agent (yakni
mikroba) mudah di isolasikan dengan jelas dari lingkungan (Purnawinadi, 2014).
Pada saat ini dengan perkembangan teknologi seperti sekarang ini memicu
jangkauan epidemiologi semakin meluas. Secara garis besarnya jangkauan atau
ruang lingkup epidemiologi antara lain:
1. Epidemiologi penyakit menular
Penyakit menular atau infeksi penyakit merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, virus, maupun parasit, tetapi tidak disebabkan oleh faktor
fisik. Penyakit menular termasuk penyakit yang menakutkan karena penyakit ini
masih sulit dalam pengobatannya dan bisa menyebabkan kematian jika tidak segera
ditangani. Hal ini yang telah banyak memberikan peluang dalam usaha pencegahan
dan penanggulangan penyakit menular tertentu. Berhasilnya manusia mengatasi
berbagai gangguan penyakit menular dewasa ini merupakan salah satu hasil yang
gemilang dari epidemiologi. Peranan epidemiologi surveilans pada mulanya hanya
ditujukan pada pengamatan penyakit menular secara seksama, ternyata telah
memberikan hasil yang cukup berarti dalam menangulangi berbagai masalah
penyakit menular dan juga penyakit tidak menular (Dinfania, 2010).
2. Epidemiologi penyakit tidak menular
Penyakit tidak menular adalah jenis penyakit yang tidak menular seperti cacat
fisik, gangguan mental, dan kelainan-kelainan lain pada organ tubuh manusia.
Penyakt tidak menular menjadi penyebab kematian terbesar di Indonesia. Pada saat
ini sedang berkembang pesat dalam usaha mencari berbagai factor yang memegang
peranan dalam timbulnya berbagai masalah penyakit tidak menular seperti kanker,
penyakit sistemik serta berbagai penyakit menahun lainnya, termasuk masalah
meningkatnya kecelakaan lalu lintas dan penyalahgunaan obat-obatan tertentu.
Bidang ini banyak digunakan terutama dengan meningkatnya masalah kesehatan
yang bertalian erat dengan berbagai gangguan kesehatan akibat kemajuan dalam
berbagai bidang industri yang banyak mempengaruhi keadaan lingkungan, termasuk
lingkungan fisik, biologis, maupun lingkungan sosial budaya (Dinfania, 2010).
3. Epidemiologi klinik
Hal ini merupakan salah satu bidang epidemiologi yang saat ini dikembangkan
oleh para klinisi yang bertujuan untuk membekali para klinisi/dokter tentang cara
pendekatan masalah melalui disiplin ilmu epidemiologi. Dalam penggunaan
epidemiologi klinik sehari-hari, para petugas medis terutama para dokter sering
menggunakan prinsip-prinsip epidemiologi dalam menangani kasus secara
individual. Mereka lebih berorientasi pada penyebab dan cara mengatasinya
terhadap kasus secara individu dan biasanya tidak tertarik unutk mengetahui serta
menganalisis sumber penyakit, cara penularan dan sifat penyebarannya dalam
masyarakat. Berbagai hasil yang diperoleh dari para klinisi tersebut, merupakan
data informasi yng sangat berguna dalam analisis epidemiologi tetapi harus pula
diingat bahwa epidemiologi bukanlah terbatas pada data dan informasi saja tetapi
merupakan suatu disiplin ilmu yang memeliki metode pendekatan serta
penerapannya secara khusus (Dinfania, 2010).
4. Epidemiologi kependudukan
Epidemiologi kependudukan merupakan salah satu cabang ilmu epidemiologi
yang menggunakan sistem pendekatan epidemiolgi dalam menganalisi berbagai
permasalahan yang berkaitan dengan bidang demografi serta faktor-faktor yang
mempengaruhi berbagai perubahan demografis yang terjadi didalam masyarakat.
Sistem pendekatan epidemiologi kependudukan tidak hanya memberikan analisis
tentang sifat karakteristik penduduk secara demografis dalam hubungannya dengan
masalah kesehatan dan penyakit dalam masyarakat tetapi juga sangat berperan
dalam berbagai aspek kependudukan serta keluarga berencana. Pelayanan melalui
jasa, yang erat hubungannya dengan masyarakat seperti pendidikan, kesejahteraan
rakyat, kesempatan kepegawaian, sangat berkaitan dengan keadaan serta sifat
populasi yang dilayani. Dalam hal ini peranan epidemiologi kependudukan sangat
penting untuk digunakan sebagai dasar dalam mengambil kebijakan dan dalam
menyusun perencanaan yang baik. Juga sedang dikembangkan epidemiologi sistem
Saat ini banyak digunakan dalam analisis masalah gizi masyarakat dimana
masalah ini erat hubungannya dengan berbagai faktor yang menyangkut pola hidup
masyarakat. Pendekatan masalah gizi masyarakat melaui epidemiologi gizi
bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor yang berhubungan erat dengan
timbulnya masalah gizi masyarakat, baik yang bersifat biologis dan terutama yang
berkaitan dengan kehidupan social masyarakat. Penanggulangan maslah gizi
masyarakat yang disertai dengan surveilans gizi yang lebih mengarah kepada
penanggulangan berbagai faktor yang berkaitan erat dengan timbulnya masalah
tersebut dalam masyarakat dan tidak hanya terbatas pada sasaran individu atau
lingkungan kerja saja (Dinfania, 2010).
Perkembangan epidemiologi sedemikian pesatnya merupakan tantangan bagi
tenaga kesehatan yang harus lebih cermat dalam mengambil tindakan-tindakan
yang tidak melenceng dari jangkauan tersebut. Adapun yang menjadi pemicu
perkembangan pesat tersebut adalah perkembangan pengetahuan dan teknologi
yang semakin canggih yang menununtut peningkatan kebutuhan masyarakat
utamanya dalam bidang kesehatan sehingga kehidupan masyarakat yang semakin
kompleks. Selain itu, metode epidemiologi yang digunakan untuk penyakit menular
dapat juga digunakan untuk penyakit non-infeksi.Ruang lingkup kajian epidemiologi
mencakup penyakit menular wabah, penyakit menular bukan wabah, penyakit tidak
menular, dan masalah kesehatan lainnya. Secara praktis ruang lingkup epidemiologi
lapangan dan komunitas dibagi menjadi dua kelompok, yaitu studi mengenai
fenomena dan studi mengenai penduduk. Epidemiologi memiliki beberapa
keistimewaan diantaranya:
a. Epidemiologi yangmempelajari populasi (kelompok orang), tetapi tidak
mempelajari individu.
b. Epidemiologi yang mempelajari perbandingan antara satu kelompok dengan
kelompok lainnya dalam masyarakat.
c. Epidemiologi yang mempelajari apakah kelompok dengan kondisi tertentu lebih
sering memiliki suatu karakteristik tertentu daripada kelompok tanpa kondisi
10
dari
epidemiologi
adalah
memberikan
gambaran
mengenai
dasar
bagi
pengembangan
keputusan
dan
kebijakan
kesehatan(Gordis, 2004).
Kegunaan epidemiologi adalah untuk memperoleh informasi mengenai
riwayatalamiah penyakit, proses terjadinya suatu penyakit, serta informasi
mengenaipenyebaran penyakit pada berbagai kelompok masyarakat. Selain itu
jugaepidemiologi dapat digunakan untuk mengelompokkan penyakit, membuat
program pemeliharaan kesehatan, dan membuat cara-cara untuk mengevaluasi
program pemeliharaan kesehatan yang dilakukan.Kegunaan epidemiologi makin
meluas tidak hanya mengenai penyakit tetapi mengenai masalah-masalah
kesehatan lainnya. Epidemiologi tidak hanya digunakan untuk keadaan-keadaan
kesehatan yang bersifat populasi tetapi juga di klinik kedokteran yang umumnya
bersifat individual atau bersifat populasi maka populasinya terbatas dan berciri
khusus yaitu para penderita klinik tersebut. Epidemiologi juga banyak digunakan
untuk mengevaluasi program-program pelayanan kesehatan. Selain perannya yang
tradisional yaitu mencari dan atau menentukan etiologi penyakit(Budiarto, 2003).
11
12
13
ya
Populasi
tidak
subjek:
Populasi
Sampel orang
sehat tanpa
ya
sakit
Populasi
tidak
Waktu
Arah pengumpulan data
Gambar 1 rancangan Penelitian kohort
Penelitian ini dimulai dengan memilih sampel kelompok (subjek) sehat dari
suatu populasi. semua subjek penelitian harus bebas dari penyakit atau efek yang
diteliti. Setelah itu subjek-subjek dengan maupun tanpa paparan faktor risiko diikuti
terus secara prospektif sampai timbul efek atau penyakit tertentu. Hasilnya
memberikan nilai perhitungan asosiasi yang disebut Risiko relatif (Relative Risk)
(Purnawinadi, 2014).
Desain Cohort ini merupakan desain prospektif (melihat ke masa yang akan
datang). Dalam penelitian prospektif, paparan diukur sekarang dan hasilnya (sakit
atau tidak) diukur di masa yang akan datang. Dengan demikian, pengambilan data
dimulai dari individu yang terpapar dan tidak terpapar, kemudian diikuti ke depan
apakah ia menderita sakit atau tidak(Purnawinadi, 2014).
Sebagai suatu asosiasi, untuk memudahkan analisis terhadap data penelitian
kohor, perlu adanya pemahaman kerangka tabulasi yang baku. risiko relatif dapat
digambarkan dalam suatu matriks empat sel 2 x 2 yang mempresentasikan adanya
eksposur faktor risiko dan penyakit.
Tabel 2.1
Tabel 2 x 2 eksposur faktor risiko dan penyakit:
14
Outcome/ efek
Eksposur
Total
(+)
(-)
(+)
(a+b)
(-)
(c+d)
Total
(a+c)
(b+d)
Pada kerangka tabel tersebut, yang disebut dengan insiden kasus kelompok
terpapar adalah a/(a+c), sedangkan insiden kasus kelompok tidak terpapar adalah
b/(b+d).
Dimana risiko relatif pada penelitian kohor adalah:
=
=
/( + )
( + ) ( + )
=
=
/( + ) ( + )
( + )
Interpretasi:
1) RR = 1 , faktor risiko bersifat netral, risiko kelompok terpapar sama dengan
kelompok tidak terpapar.
2) RR > 1 , Confient Interval (CI) > 1 , faktor risiko menyebabkan sakit.
3) RR < 1 , Confient Interval (CI) < 1 , faktor risiko mencegah sakit
(Bustan, 2006).
Beberapa keuntungan dari penelitian Cohort antara lain, informasi mengenai
paparan subyek bisa lengkap, termasuk pengendalian mutu data dan pengalaman
sebelumnya, memberikan urutan waktu yang jelas antara paparan dan penyakit,
terdapat:
a. Data frekuensi distribusi berbagai penyakit yang terdapat dimasyarakat dapat
digunakan untuk menyusun rencana kebutuhan pelayanan kesehatan disuatu
wilayah dan menentukan prioritas masalah.
b. Bila dari hasil penelitian epidemiologis diperoleh bahwa insidensi tetanus
neonatorum disuatu wilayah cukup tinggi maka data tersebut dapat digunakan
untuk menyusun strategi yang efektif dan efisien dalam menggulangi masalah
15
2014).Pada
metode
kasus
kontrol
ini
dilakukan
perbandingan antara kasus (orang yang mengalami sakit) dengan kontrol (orang
yang tidak memiliki penyakit), dalam hal adanya paparan/karakteristik tertentu
di masa sebelumnya, yang memiliki potensi sebagai penyebab/faktor risiko.
Dengan demikian, dalam studi kasus kontrol, hasilnya diukur sekarang dan
eksposur diperkirakan dari masa lalu.Titik awalnya dimulai dari subyek yang
memiliki penyakit/ kondisi yang diteliti (kasus). Adanya karakteristik atau adanya
paparan pada riwayat kasus inilah yang kemudian direkam atau dicatat.
Demikian pula pada kelompok pembanding atau kontrol, dilakukan
pencatatan mengenai kesempatan untuk meneliti beberapa outcome sekaligus
yang terkait dengan paparan tertentu, memungkinkan perhitungan angka
insidensi (absolute risk) dan RR (relative risk), metodologi dan hasil penelitian
mudah dipahami oleh kalangan non-ahli epidemiologi, memungkinkan meneliti
paparan-paparan yang relatif jarang didapatkan.Meskipun demikian, rancangan
kohort ini juga memiliki beberapa kekurangan seperti, kurang sesuai untuk
penyakit-penyakit yang jarang terjadi karena dibutuhkan subyek dalam jumlah
yang besar, tidak sesuai apabila terdapat waktu yang cukup panjang antara
16
paparan dan manifestasi klinis penyakit. Tetapi, hal ini dapat diatasi dengan
model penelitian cohort retrospektif (historical cohort)yaitu sebagai berikut:
a) Pola paparan dapat mengalami perubahan selama penelitian tersebut
dilaksanakan. Sebagai contoh, seumpama ketika kita meneliti mengenai
paparan berupa kontrasepsi oral, dapat terjadi perubahan komposisi selama
pelaksaan penelitian yang mempengaruhi hasilnya menjadi kurang relevan.
b) Upaya untuk mempertahankan tingkat follow up yang tinggi (jumlah subyek
yang bisa dilakukan follow up) bisa jadi merupakan hal yang sulit.
c) Rancangan kohort cukup mahal untuk dilaksanakan karena biasanya
dibutuhkan jumlah subyek yang besar.
d) Data baseline selain dari faktor paparan mungkin hanya sedikit karena
banyaknya subyek menjadikan tidak mungkin untuk dilakukan wawancara
yang lama (Purnawinadi, 2014).
2. Cross-sectional
Penelitian cross-sectional dapat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan
antara penyakit dan penyebab yang mungkin seperti halnya dalam penelitian
kasus kontrol maupun kohort. Hanya saja, dalam penelitian cross-sectional, baik
variable tergantung maupun variabel independen (hasil dan paparan) keduanya
diukur pada saat yang bersamaan yaitu di masa sekarang. Jadi, penelitian ini
lebih merupakan potret pada suatu waktu dari yang diamati.
Bentuk paling sederhana dari sebuah survey di populasi adalah pengukuran
prevalensi penyakit pada satu waktu. Penelitian cross-sectional memiliki beberapa
kegunaan seperti, survei nasional multi tujuan (Riskesdas atau riset kesehatan dasar
Indonesia), misalnya untuk mempelajari tren faktor risiko atau gejala, identifikasi
penyebab penyakit, dan evaluasi kebutuhan kesehatan. Kegunaan berikutnya
seperti, penelitian untuk mengetahui prevalensi penyakit, dan kegunaan selajutnya
yaitu penelitian etiologi penyakit, khususnya yang tidak memiliki onset (tanggal
17
mulai gejala) yang jelas, misalnya pada penyakit bronkhitis kronis. Aktivitas
Epidemiologi, antara lain:
1 Pengumpulan dan analisis pencatatan vital (kelahiran dan kematian)
2. Pengumpulan dan analisis data morbiditas dari rumah sakit, lembaga kesehatan,
klinik, dokter dan industri
3. Pemantauan penyakit dan masalah kesehatan komunitas yang lain
4. Investigasi kejadian luar biasa yang mengarahkan program pemberantasan atau
pencegahan epidemik dan masalah kesehatan komunitas yang lain
5. Merancang dan melaksanakan penelitian kesehatan
6. Merancang dan melaksanakan registrasi kesehatan untuk masalah yang menjadi
perhatian seperti: cacat lahir, insidens kanker, atau penggunaan napza
7. Skrining (penapisan) untuk penyakit
8. Penilaian efektivitas keberadaan pengobatan yang baru
9. Mendeskripsikan riwayat alamiah penyakit
10.Identifikasi individu atau kelompok pada populasi umum terhadap peningkatan
risiko perkembangan penyakit tertentu
11.Identifikasi keterkaitan etiologi penyakit
12.Identifikasi masalah kesehatan masyarakat dan pengukuran besar distribusi,
frekuensi, atau dampak pada kesehatan masyarakat (Amiruddin, 2011).
Jika kita berbicara tentang epidemiologi tentu saja berkaitan dengan industri.
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,
bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat kerja
merupakan penyakit yang artificial atau man mad disease. Faktor penyebab
Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang digunakan dalam
proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada umumnya faktor penyebab
dapat dikelompokkan dalam 5 golongan antara lain: golongan fisik (suara/bising),
radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu
yang kurang baik), golongan kimiawi (bahan kimiawi yang digunakan dalam proses
kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap,
18
gas, larutan, awan atau kabut), golongan biologis (bakteri, virus atau jamur),
golongan fisiologis (biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara
kerja),
golongan
psikososial
(lingkungan
kerja
yang
mengakibatkan
2.1
Ukuran Rasio
19
Risiko relatif digunakan hanya sebagai pengukur probabilitas, dengan ini dapat
dipertanyakan berapa peluang kelompok menjadi sakit jika mereka terpapar dan
berapa peluang mereka tidak kena sakit kalau tidak terpapar (Magnus, 2010).Risiko
relatif berhubungan dengan penelitian kohort. Penelitian kohort disebut juga
penelitian insiden atau penelitian prospektif karena dikaitkan dengan waktu
pengumpulan datanya, bukan menyatakan hubungan antara eksposur dan efeknya.
Kelebihan utama dari penelitian ini adalah metodenya yang memungkinkan
mengamati bagaimana suatu faktor keterpaparan berlangsung hingga memungkinkan
terjadinya efek.
20
notasi yang sama untuk menjelaskannya. Terdapat dua pola desain tabulasi pada
penelitian kasus-kontrol. Pola desain tersebut yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.2
Notasi Tabel 2 x 2
Pola I Desain Penelitian Kasus-Kontrol
Penyakit
Eksposur
Total
(+)
(-)
(+)
(a)
(b)
(a+b)
(-)
(c)
(d)
(c+d)
Total
(a+c)
(b+d)
(a+b+c+d)
Tabel 2.3
Notasi Tabel 2 x 2
Pola II Desain Penelitian Kasus-Kontrol
Eksposur
Penyakit
Total
(+)
(-)
(+)
(a)
(c)
(a+c)
(-)
(b)
(d)
(b+d)
Total
(a+b)
(c+d)
(a+b+c+d)
() ()
() ()
Pada dasarnya kedua pola tersebut menunjukkan hasil rasio odds yang sama,
hanya berbeda pada penempatan eksposur dan outcome-nya pada sistem tabulasi.
Pada umumnya, pola II lebih banyak digunakan.Rasio odds digunakan dalam
21
penelitian kasus-kontrol dan bukan penelitian kohort. Hal ini karena desain dan
ukuran penelitian kohort terkait secara integral, dan tidak dibenarkan untuk
mengubah salah satunya tanpa mengubah yang lain. Kita tidak mungkin
menyamakan kelompok yang tidak terpajan di dalam penelitian kohort dengan
jumlah kasus dan kontrol yang tidak terpajan di dalam penelitian kasus-kontrol. Pada
penelitian kasus-kontrol dengan perhitungan rasio odds-nya sampel kasus harus
bersifat tetap, sedangkan pada kohort bisa bertambah. Oleh karena jumlah sampel
kasus tetap, maka harus dilihat pada peluang seseorang untuk mendapatkan pajanan
yang menjadikannya sakit bukan risiko seseorang menjadi sakit (Magnus, Belawati,
dkk., 2010).
Pada penelitian kasus-kontrol, studi kasus yang digunakan dalam penelitian
bukan kasus insidensi, tetapi sering berupa prevalensi (mencakup kasus baru dan
kasus lama), sedangkan untuk penelitian kohort, studi kasus yang digunakan berupa
kasus insidensi sehingga RR (risiko relatif) pada kasus-kontrol tidak dapat dihitung
langsung dengan perhitungan pada metode kohort. Karena data yang di dapat pada
kasus-kontrol lebih banyak prevalensi, maka RR yang digunakan adalah RR yang
disebut rasio odds (OR) (Ryadi dan Wijayanti, 2011).
Jika penyakit yang hendak diselidiki itu merupakan penyakit yang relatif
langka, misalnya penyakit kanker atau kardiovaskular, dan sampel kelompok kontrol
ditentukan tanpa bergantung pada pajanan, maka rasio odd akan merepresentasikan
aproksimasi RR. Ini terjadi karena a << c dan b << d sehingga a + c dapat
diaproksimasikan oleh c, dan b + d dapat diaprosimaksikan oleh d. Sifat OR ini
sangat berguna dan merupakan sifat yang membuat penelitian kasus-kontrol terhadap
outcome yang langka menjadi alat yang kuat dalam epidemiologi (Ryadi dan
Wijayanti, 2011).
22
Insidence adalah kejadian (kasus) penyakit yang baru saja memasuki fase
klinik dalam riwayat alamiah suatu penyakit. Incidens rate dari suatu penyakit
tertentu adalah dalam jumlah kasus baru yang terjadi di kalangan penduduk
selama periode/kurun waktu tertentu.
=
2.
3.
4.
23
1000
24
1000
2.2
Ukuran Beda
2.2.1 Beda risiko (risk difference) atau risiko atribut (attributable risk)
Beda risiko (risk difference/RD) atau disebut juga risiko atribut (attributable
risk/AR) dapat diperoleh dengan menghitung selisih angka insidensi kelompok
terpajan dan kelompok angka insidensi tidak terpajan dan hasilnya dianggap sebagai
pemaparan oleh faktor penyebab penyakit (atribut). Makin besar jumlah kasus
penyakit yang bisa dihindari seandainya dilakukan pencegahan terjadinya paparan
25
pada kelompok terpapar. Rumus Beda risiko yaitu angka insidensi kelompok terpajan
- angka insidensi kelompok tidak terpajan(Richard F. Morton et all,2009)
Beda risiko kadang-kadang juga dinyatakan sebagai pecahan preventif di
kalangan terpajan, yaitu angka Insidensi kelompok terpajan - angka insidensi
kelompok tidak terpajanAngka Insidensi kelompok terpajan (Eko Budiarto dan Dewi
Anggraeni, 2003). Beda risiko menunjukkan kelebihan penyakit karena suatu factor
di subkelompok populasi yang terpajan oleh suatu factor. Jika angka insidensi di
kalangan terpajan diganti dengan angka insidensi di seluruh populasi dalam
rumus beda risiko, maka akan didapatkan population attribute risk. Population
attribute risk umumnya penting bagi pengambil kebijakan kesehatan masyarakat
karena population attribute risk mengukur potensial manfaat yang diharapkan jika
pajanan di dalam populasi dapat dikurangi (Richard F. Morton et all,2009).
IR =
26
b.
c.
IK =
Dalam pengertian statistik maka insidensi kumulatif itu adalah
merupakan probabilitas atau risiko dari individu yang berada didalam populasi
27
tersebut untuk terkena penyakit dalam periode waktu tertentu. Hasil ukuran
tersebut tidak mempunyai satuan, kisaran angka antara 0 1. Seringkali tingkat
insidensi kumulatif ditemukan sebagai jumlah kasus per 1.000 populasi.
SAR =
2.3
penyakit valid atau tidak secara kausalitas. Ukuran asosiasi di gunakan untuk merefleksikan
kekuatan atau besarasosiasi antara suatu eksposur/faktorrisiko dan kejadian suatu
penyakit memasukkan suatu perbandinganfrekuensi penyakit antara dua atau
lebihkelompok dengan berbagai derajateksposur. Beberapa ukuran assosiasi
digunakanuntuk mengestimasi efek. Ukuran-ukuran asosiasi dibagi menjadi dua,
yaitu:
29
2.4
ROKOK
2.4.1 Definisi
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm
(bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun
tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan
membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain.Ada dua jenis
rokok, rokok yang berfilter dan tidak berfilter. Filter pada rokok terbuat dari bahan
busa serabut sintetis yang berfungsi menyaring nikotin.Rokok biasanya dijual dalam
bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat dimasukkan dengan
mudah ke dalam kantong. Sejak beberapa tahun terakhir, bungkusan-bungkusan
tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang memperingatkan perokok akan
bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok, misalnya kanker paru-paru
atau serangan jantung.
Setiap batang rokok yang dinyalakan akan mengeluarkan lebih 4.000 bahan
kimiaberacun yang membahayakan dan boleh membawa kematian. Dengan ini setiap
hisapan itu menyerupai satu hisapan maut. Di antara kandungan asap rokok
termasuklah bahan radioaktif (polonium-201) dan bahan-bahan yang digunakan di
dalam cat (acetone), pencuci lantai (ammonia), obat gegat (naphthalene), racun
serangga (DDT), racun anai-anai (arsenic), gas beracun (hydrogen cyanide). Racun
paling penting adalah Tar, Nikotin dan Karbon Monoksida Riyadi, (2015).
30
yang dihasilkan sebatang rokok dapat mencapai 3 6%, gas ini dapat di hisap
oleh siapa saja. Oleh orang yang merokok atau orang yang terdekat dengan si
perokok, atau orang yang berada dalam satu ruangan. Seorang yang merokok
hanya akan menghisap 1/3 bagian saja, yaitu arus yang tengah atau mid-stream,
sedangkan arus pinggir (side stream) akan tetap berada diluar. Sesudah itu
perokok tidak akan menelan semua asap tetapi ia semburkan lagi keluar.
Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin (Hb) yang terdapat
dalam sel darah merah (eritrosit) lebih kuat dibanding oksigen, sehingga setiap
ada asap rokok disamping kadar oksigen udara yang sudah berkurang, ditambah
lagi sel darah merah akan semakin kekurangan oksigen, oleh karena yang
diangkut adalah CO dan bukan O2 (oksigen). Sel tubuh yang menderita
kekurangan oksigen akan berusaha meningkatkan yaitu melalui kompensasi
pembuluh darah dengan jalan menciut atau spasme. Bila proses spasme
berlangsung lama dan terus menerus maka pembuluh darah akan mudah rusak
dengan terjadinya proses aterosklerosis (penyempitan). Penyempitan pembuluh
darah akan terjadi dimana-mana. Di otak, di jantung, di paru, di ginjal, di kaki,
di saluran peranakan, di ari-ari pada wanita hamil.
2.
Nikotin
Nikotin yang terkandung di dalam asap rokok antara 0.5 3 ng, dan
semuanya diserap, sehingga di dalam cairan darah atau plasma antara 40 50
ng/ml. Nikotin bukan merupakan komponen karsinogenik. Hasil pembusukan
panas dari nikotin seperti dibensakridin, dibensokarbasol, dan nitrosamin-lah
yang bersifat karsinogenik. Pada paru, nikotin dapat menghambat aktivitas silia.
Seperti halnya heroin dan kokain, nikotin juga memiliki karakteristik efek adiktif
dan psikoaktif. Perokok akan merasakan kenikmatan, kecemasan berkurang,
toleransi dan keterikatan fisik. Hal itulah yang menyebabkan mengapa sekali
merokok susah untuk berhenti.
Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormon kathekolamin
(adrenalin) yang bersifat memacu jantung dan tekanan darah. Jantung tidak
diberikan kesempatan istirahat dan tekanan darah akan semakin meninggi,
berakibat timbulnya hipertensi.
31
Tar
Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang
merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada
paru-paru. Kadar tar pada rokok antara 0,5-35 mg per batang. Tar merupakan
suatu zat karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada jalan nafas dan paruparu.
4.
Kadmium
Kadmium adalah zat yang dapat meracuni jaringan tubuh terutama ginjal.
5.
Akrolein
Akrolein merupakan zat cair yang tidak berwarna seperti aldehid. Zat ini
sedikit banyak mengandung kadar alcohol. Artinya, akrolein ini adalah alcohol
yang cairannya telah diambil. Cairan ini sangat mengganggu kesehatan.
6.
Amoniak
Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen
dan hydrogen. Zat ini tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya
racun yang ada pada ammonia sehingga jika masuk sedikit pun ke dalam
peredaran darah akan mengakibatkan seseorang pingsan atau koma.
7.
Asam Format
Asam format merupakan sejenis cairan tidak berwarna yang bergerak
bebas dan dapat membuat lepuh. Cairan ini sangat tajam dan menusuk baunya.
Zat ini dapat menyebabkan seseorang seperti merasa digigit semut.
8.
Hidrogen Sianida/HCN
9.
Hidrogen sianida merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau
dan tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah
terbakar dan sangat efisien untuk menghalangi pernapasan dan merusak saluran
pernapasan. Sianida adalah salah satu zat yang mengandung racun yang sangat
berbahaya. Sedikit saja sianida dimasukkan langsung ke dalam tubuh dapat
mengakibatkan kematian.
Nitrous Oxid
32
Nitrous oxide merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila
terhisap dapat menyebabkan hilangnya pertimbangan dan menyebabkan rasa
sakit. Nitrous oxide ini adalah sejenis zat yang pada mulanya dapat digunakan
sebagai pembius waktu melakukan operasi oleh dokter.
10. Formaldehid
Formaldehid adalah sejenis gas tidak berwarna dengan bau tajam. Gas ini
tergolong sebagai pengawet dan pembasmi hama. Gas ini juga sangat beracun
keras terhadap semua organisme hidup.
11. Fenol
Fenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa
zat organic seperti kayu dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun
dan membahayakan karena fenol ini terikat ke protein dan menghalangi aktivitas
enzim.
12. Asetol
Asetol adalah hasil pemanasan aldehid (sejenis zat yang tidak berwarna
yang bebas bergerak) dan mudah menguap dengan alkohol.
13. Hidrogen sulfida
Hidrogen sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang gampang terbakar
dengan bau yang keras. Zat ini menghalangi oksidasi enzim (zat besi yang berisi
pigmen).
14. Piridin
Piridin adalah sejenis cairan tidak berwarna dengan bau tajam. Zat ini
dapat digunakan mengubah sifat alcohol sebagai pelarut dan pembunuh hama.
15. Metil Klorida
Metil klorida adalah campuran dari zat-zat bervalensi satu antara hydrogen
dan karbon merupakan unsurnya yang utama. Zat ini adalah senyawa organic
yang beracun.
16. Metanol
Metanol adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan mudah
terbakar. Meminum atau menghisap methanol mengakibatkan kebutaan dan
bahkan kematian.
33
34
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI).
Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran napas mulai dari hidung (saluran pernapasan atas) sampai alveoli
(saluran pernapasan bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus rongga
telinga tengah dan pleura (Depkes, 2001).
2.
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit yang terbanyak
diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang maupun di negara maju dan
sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk Rumah Sakit karena
penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi
dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa
(Depkes, 2001).
35
ISPA ringan: Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala
batuk pilek dan sesak.
2.
ISPA sedang: ISPA sedang apabila timbul gejala gejala sesak napas, suhu tubuh
lebih dari 39oC dan bila bernapas mengeluarkan suara seperti mengorok.
3.
ISPA berat: Gejala meliputi kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba,
nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan
gelisah.(Depkes, 2002).
2.5.3 Patofisiologi
Terjadinya infeksi antara bakteri dan flora normal di saluran nafas. Infeksi oleh
bakteri, virus dan jamur dapat merubah pola kolonisasi bakteri. Timbul mekanisme
pertahanan pada jalan nafas seperti filtrasi udara inspirasi di rongga hidung, refleksi
batuk, refleksi epiglotis, pembersihan mukosilier dan fagositosis. Karena
menurunnya daya tahan tubuh penderita maka bakteri pathogen dapat melewati
mekanisme sistem pertahanan tersebut akibatnya terjadi invasi di daerah-daerah
saluran pernafasan atas maupun bawah (Fuad, 2008).
2.5.4Bahaya
Salah satu bahaya atau akibat terburuk dari ISPA adalah kematian.
Berdasarkan data-data dari Departemen Kesehatan maka angka kematian bayi di
Indonesia adalah 90,3 per 1.000 kelahiran hidup berarti dari 1.000 bayi yang hidup
lebih dari 90 orang diantaranya meninggal sebelum mencapai 1 tahun. Angka
kematian balita di Indonesia lebih dari 17 orang diantaranya akan meninggal sebelum
usia 5 tahun oleh berbagai sebab. Menurut penelitian yang dilakukan tahun 1980;
22,1% sebab kematian bayi di Indonesia adalah akibat ISPA. Sedangkan data tahun
1983 menunjukkan bahwa hampir 40% kematian anak berumur 2 tahun sampai 12
bulan adalah disebabkan oleh ISPA (Depkes RI, 1985 dalam Fuad, 2008).
2.5.5 Penularan
36
Kuman penyakit ISPA ditularkan dari penderita ke orang lain melalui udara
pernapasan atau percikan ludah penderita. Pada prinsipnya kuman ISPA yang ada di
udara terhisap oleh pejamu baru dan masuk ke seluruh saluran pernapasan. Dari
saluran pernafasan kuman menyebar ke seluruh tubuh apabila orang yang terinfeksi
ini rentan, maka ia akan terkena ISPA ( Fuad, 2008).
2.5.6 Pencegahan
Keadaan gizi dan keadaan lingkungan merupakan hal yang penting bagi
pencegahan ISPA. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah:
1.
2.
3.
4.
37
tubuhnya masih belum sempurna. ISPA pada anak di bawah dua tahun harus
diwaspadai oleh orang tua, karena dapat menyebabkan kematian.
2.5.7.1 Umur
Umur mempunyai pengaruh besar terhadap ISPA dimana pada anak bayi
memberikan gambaran klinik yang lebih jelek bila dibandingkan dengan orang
dewasa. Gambaran klinik yang jelek dan tampak lebih berat tersebut terutama
disebabkan oleh infeksi virus pada bayi dan anak yang belum memperoleh
kekebalan alamiah
Umur diduga terkait dengan sistem kekebalan tubuhnya. Bayi dan
balita merupakan kelompok yang kekebalan tubuhnya belum sempurna,
sehingga masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi, semakin muda usia
anak makin sering mendapat serangan ISPA (Andi Humrah, 2010)
38
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat studi observasional analitik yaitu dengan metode seksional
silang atau cross sectional yaitu penelitian yang mengamati subjek dengan mengambil
waktu tertentu yang relatif pendek dan tempat tertentu, pada penelitian ini mengkaji
hubungan perilaku merokok orang tua di masyarakat dengan penyakit ISPA pada balita di
Kelurahan Mawar Banjarmasin.
3.2
3.2.1 Populasi
Populasi yang diteliti adalah balita di Kelurahan Mawar yang berjumlah 561 anak.
Alasan pemilihan wilayah Kelurahan Mawar karena daerahnya terletak dipusat kota yang
memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dengan jumlah penderita ISPA yang tinggi
terutama pada anak-anak. Pada penelitian ini akan menggunakan dua subjek yaitu balita
yang memiliki orang tua perokok dan balita yang memiliki orang tua bukan perokok.
Pembanding tersebut digunakan untuk menghitung rasio relatif dengan menggunaan studi
kohort.
3.2.2 Sampel
a.
Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan random sampling, yakni dengan
mengambil sampel acak yang mewakili semua populasi.
b.
Sampel berupa balita yang memiliki orang tua perokok dan orang tua tidak perokok di
daerah Kelurahan Mawar, Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin.
3.3
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah data penyakit ISPA dari
3.4
Variabel Penelitian
40
Variabel bebas yang digunakan adalah asap rokok dan perilaku masyarakat di
Kelurahan Mawar.
3.5
3.6
Prosedur Penelitian
b.
Persiapan instrumen penelitian, yaitu pengumpulan data penyakit ISPA dari puskesmas
Cempaka dan Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin.
Setelah mendapat izin dari pihak Puskesmas, peneliti menjelaskan tentang tujuan dari
penelitian serta mengkonfirmasikan instrumen yang digunakan.
41
b.
Wawancara dan observasi, dilakukan secara langsung pada masyarakat oleh peneliti
untuk mengetahui jumlah bayi yang terkena penyakit ISPA di Kelurahan Mawar.
c.
b.
c.
Analisis data.
d.
3.7
Editing
Kegiatan mengedit data dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi kelengkapan,
konsistensi, dan kesesuaian antara kriteria data yang diperlukan.
2.
Coding
Coding atau memberi kode pada data dilakukan dengan tujuan merubah data kualitatif
menjadi data kuantitatif (kuantifikasi data) atau membedakan aneka karakter.
Pemberian kode sangat diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik
secara manual, menggunakan kalkulator atau komputer.
42
3.
Tabulasi data
Memasukkan data ke dalam tabel yang telah disediakan, baik tabel untuk data mentah
maupun tabel untuk menghitung data tertentu secara statistik.
3.8
Data dianalisis dengan menggunakan uji statistik deskriptif. Hasilnya akan disajikan dalam
bentuk tabel dan narasi.
3.9
VARIABEL TERIKAT
Penyakit ISPA
3.9.2 Hipotesis
Salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh balita adalah ISPA
(Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan
hanya bersifat ringan seperti batuk-pilek, disebabkan oleh virus, dan tidak
memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Infeksi saluran pernapasan terutama yang
disebabkan oleh asap, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada setiap
musim. Penyakit ISPA terjadi pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak masih
rendah. Kejadian penyakit batuk-pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai
6 kali pertahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk-pilek
sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. Pada penelitian ini, peneliti ingin membuktikan
bahwa balita yang memiliki orang tua perokok lebih sering terkena ISPA
dibandingkan dengan balita yang memiliki orang tua bukan perokok.
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
Dari 20 balita yang tinggal di daerah Kelurahan Mawar dengan orang tua perokok
sebanyak 12 balita terpapar penyakit ISPA.
b.
Dari 20 balita yang tinggal di daerah Kelurahan Mawar dengan orang tua tidak
merokok sebanyak 3 orang yang terpapar penyakit ISPA.
Objek
ISPA
Jumlah Risiko
Relatif (RR)
12
20
0,60
17
20
0,15
Jumlah
15
25
40
RR = 4
Kesimpulan :
Dari data yang didapat, balita yang tinggal di daerah Kelurahan Mawar, dengan orang
tua perokok mempunyai resiko 4 kali lebih besar daripada balita yang tinggal di daerah
Kelurahan Mawar, dengan orang tua tidak merokok.
4.2
Pembahasan
Risiko relatif adalah ukuran yang menunjukkan besarnya resiko seseorang mengalami
penyakit pada populasi terpapar dibandingkan dengan populasi tidak terpapar. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan, didapat nilai resiko relatif sebesar 4,0. Menurut Bustan
(2006), apabila nilai risiko relatif lebih besar dari 1 maka populasi terpapar dengan
faktornya dapat menyebabkan penyakit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa balita yang
memiliki orang tua perokok di Kelurahan Mawar memiliki resiko penyakit ISPA 4 kali lebih
44
besar daripada balita yang mempunyai orang tua tidak merokok. Pada kasus ini besarnya
resiko paparan penyakit ISPA pada balita yang memiliki orang tua perokok dengan balita
yang memiliki orang tua tidak merokok disebabkan beberapa faktor penyebab penyakit
seperti cemaran asap rokok dan perilaku orang tua balita di Kelurahan Mawar. Rokok
dianggap menjadi salah satu faktor karena rokok mengandung bahan berbahaya yang dapat
menyebabkan gangguan pernapasan seperti ISPA. Hal ini seperti dijelaskan oleh Ryadi
(2015) bahwa ketika rokok dinyalakan akan mengeluarkan 4.000 zat kimia beracun yang
membahayakan dan bisa menyebabkan keracunan. Diantara zat-zat tersebut, bahan yang
paling berbahaya diantaranya yaitu tar, nikotin dan karbonmonoksida. Selain zat-zat
tersebut masih banyak lagi zat-zat yang terkandung di dalam asap rokok yang biasanya kita
temukan di sekitar kita yang dapat menyebabkan gangguan apabila masuk ke dalam tubuh.
Zat-zat tersebut termasuklah zat radioaktif seperti Polonium-201, zat-zat yang digunakan di
dalam cat seperti aseton, zat ammonia, naphthalene, racun serangga, arsenik dan gas
beracun yang berupa hidrogen sianida.
Saat ini rokok telah merambah semua kalangan dari kaum yang tua hingga kaum
muda. Perilaku orang tua di Kelurahan Mawar dianggap menjadi faktor penyebab penyakit
ISPA pada anak mereka karena ketika mereka merokok anak mereka dengan mudah
terhirup asap rokok. Berdasarkan penelitian dan observasi lapangan yang dilakukan di
Kelurahan Mawar menunjukan bahwa begitu mudahnya ditemukan seorang perokok yang
merokok di tempat umum. Merokok adalah hal lumrah untuk dilakukan oleh seseorang
menurut kalangan masyarakat di Kelurahan Mawar. Para perokok tersebut biasanya tidak
melihat kondisi, tempat dan waktu ketika merokok. Aktivitas merokok yang mereka lakukan
sering terjadi pada saat mereka bersantai, bekerja maupun saat berkumpul dengan orang
lain maupun keluarga. Hal ini dapat menyebabkan kerugian baik bagi perokok itu sendiri
maupun lingkungan di sekitarnya. Bahkan tanpa mereka sadari, anak mereka yang rentan
terhadap penyakit juga terkena asap rokok mereka yang berbahaya. Banyak penyakit yang
dapat disebabkan oleh rokok baik itu bagi orang perokok maupun orang yang terkena asap
rokok. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh banyak peneliti dari American Cancer
Society, Cleveland Clinic dan Archives of Ophthalmology, membuktikan bahwa asap rokok
dapat menimbulkan berbagai macam penyakit yaitu seperti penyakit pernapasan, penyakit
jantung, stroke, penyakit pembuluh darah, penyakit ginjal, penyakit paru, kanker terutama
kanker paru-aru, diabetes, impotensi, kebutaan, banyak penyakit mulut.
45
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh asap rokok ialah penyakit ISPA (Infeksi
Saluran Pernapasan Akut). Menurut Depkes RI (1985), penyakit ISPA dapat menular melalui
pernapasan sehingga asap rokok tersebut dapat menyebabkan penyakit ISPA ketika
asapnya terhirup dan masuk ke dalam tubuh. Penyakit ISPA dapat menyerang siapa saja,
baik itu dewasa apalagi anak-anak. Penyakit ini dikenal sebagai penyakit yang umumnya
menyerang balita karena sistem pertahanan tubuh balita masih rendah. Berdasarkan data
dari Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin dan PUSKESMAS Cempaka, penderita ISPA yang
masih anak-anak di Kelurahan Mawar memiliki persentase yang besar terhadap jumlah
anak-anaknya dibandingkan persentase penderita dewasa terhadap jumlah penduduk
dewasa.
Berdasarkan Depkes RI (2002) ada tiga klasifikasi penyakit ISPA yaitu ISPA ringan,
sedang dan berat. Setelah dilakukan observasi lapangan, ditemukan banyak kasus ISPA yang
terjadi pada balita di Kelurahan Mawar akibat terhirup asap rokok merupakan ISPA kelas
ringan yaitu ditemukannya gejala sesak napas yang kemudian dapat berlanjut menjadi
hidung tersumbat hingga asma, dan hanya sebagian saja yang berujung kepada ISPA kelas
sedang atau berat.
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
1.
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kelurahan Mawar dapat disimpulkan bahwa
orang tua yang perokok atau tidak sangat mempengaruhi pemaparan penyakit ISPA
pada balita.
2.
Risiko relatif adalah ukuran yang menunjukkan besarnya resiko untuk mengalami
penyakit pada populasi terpapar dibandingkan dengan populasi tidak terpapar.
Bersadarkan penelitian dan data yang diperoleh, nilai risiko relatif (RR) yang
didapatkan adalah sebesar 4. Berdasarkan angka risiko relatif (RR), dapat disimpulkan
bahwa balita yang memiliki orang tua seorang perokok memiliki kemungkinan terpapar
penyakit ISPA empat kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang memiliki orang
tua tidak merokok.
3.
Insidence adalah kejadian (kasus) penyakit yang baru saja memasuki fase klinik dalam
riwayat alamiah suatu penyakit tertentu selama kurun waktu tertentu. Berdasarkan
hasil penelitian dan dari data yang diperoleh didapat perhitungan laju insidensi sebesar
33,86 x 10-3/3bulan. Dapat disimpulkan bahwa laju insidensi penyakit di daerah sekitar
Kelurahan Mawar adalah 33,86 x 10-3/3bulan.
4.
Risiko atribut (attributable risk/AR) dapat diperoleh dengan menghitung selisih angka
insidensi kelompok terpajan dan kelompok tidak terpajan dan hasilnya dianggap
sebagai pemaparan oleh faktor penyebab penyakit. Berdasarkan penelitian diperoleh
hasil perhitungan risiko atribut sebesar 45% insiden penyakit ISPA disebabkan oleh
asap rokok.
5.2
Saran
Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini yaitu lebih ditingkatnya informasi dan
penyuluhan mengenai penyakit ISPA, dampak apa saja yang dapat terjadi dan pencegahan
penyakit ISPA. Untuk orang tua yang merokok agar dapat menghindarkan anak-anak dari
asap rokoknya.
47
DAFTAR PUSTAKA
Achmad,R.2004.Kimia Lingkungan.Andi:Yogyakarta
Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Budioro,
B.2007.Pengantar
Epidemiologi
Edisi
II.
Badan
Penerbit
UNDIP:Semarang.
48
Fikri Riyadi., 2015. Definisi Rokok ,Bahaya , Fakta, Serta Zat-Zat Yang Terkandung
Dalam ROKOK Serta Cara Berhenti Meroko.
https://fikryd.wordpress.com/2015/08/17/definisi-rokok-bahaya-fakta-sertazat-zat-yang-terkandung-dalam-rokok-serta-cara-berhenti-merokok/
Diakses pada tanggal 11 Nopember 2016.
49
Kristiani,
Widya.
2010.
Definisi
Epidemiologi
Menurut
Para
Ahli.
http://widyakristianidory.blogspot.com/
Diakses pada tanggal 3 Nopember 2016.
Murti,
Bhisma.
2011.
Pengantar
Epidemiologi.
Fakultas
Kedokteran,
UniversitasSebelas Maret:Surakarta
Purnawinadi,
Gede.
2014.
Konsep
Dasar
Timbulnya
Penyakit.
50
51
LAMPIRAN
= 12 / 20
= 0,60
6. Dari 20 balita yang tinggal di Kelurahan Mawar dengan orang tua tidak
merokok, sebanyak 12 orang terpapar penyakit ISPA.
Besar Risiko
= 3 / 20
= 0,15
7. Risiko Atribut sebesar 0,60 0,15 = 0,45. Dari perhitungan tersebut dapat
disimpulkan bahwa sebesar 45% insidensi ISPA pada balita disebabkan oleh
asap rokok.
52
53