Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006:3), pola


penularan HIV pada pasangan seksual berubah pada saat ditemukan kasus seorang
ibu yang sedang hamil diketahui telah terinfeksi HIV. Bayi yang dilahirkan
ternyata juga positif terinfeksi HIV. Ini menjadi awal dari penambahan pola
penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayiyang dikandungnya. Halserupa digambarkan
dari hasil survey pada tahun 2000 dikalangan ibu hamil di Provinsi Riau dan
Papua yang memperoleh angka kejadian infeksi HIV 0,35% dan 0,25%.
Sedangkan hasil tes suka rela pada ibu hamil diDKI Jakarta ditemukan infeksi
HIV sebesar 2,86%. Berbagai data tersebut membuktikan bahwa epidemi AIDS
telah masuk kedalam keluarga yang selama ini dianggap tidak mungkn tertular
infeksi. Pada tahun 2015, diperkirakan akan terjadi penularan pada 38.500 anak
yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HIV. Sampai tahun 2006, diprediksi
4.360 anak terkena HIV dan separuh diantaranya meninggal dunia. Saat ini
diperkirakan 2320 anak yang terinfeksi HIV. Anak yang didiagnosis HIV juga
127 Sulesana Volume 9 Nomor 2 Tahun 2014 akan menyebabkan terjadinya
trauma emosi yang mendalam bagi keluarganya. Orang tua harus menghadapi
masalah berat dalam perawatan anak, pemberian kasih sayang,dan sebagainya
dapat mempengaruhi pertumbuhan mental anak (Nurs dan Kurniawan, 2013:161).
Hal tersebut menyebabkan beban negara bertambah dikarenakan orang
yangterinfeksi HIV telah masuk kedalam tahap AIDS, yang ditularkan akibat
hubungan Heteroseksual sebesar 36,23%. Permasalahan bukan hanya sekedar
pada pemberian terapi anti retroviral (ART), tetapi juga harus memperhatikan
permasalahn pencegahan penularan walaupun sudah mendapat ART (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia 2006:7).

1
Berdasarkan uraian masalah di atas maka, perlu dikakukan pembahasan
tentang penularan HIV/AIDS pada Anak, sehingga hal ini dapat menjadi upaya
promotif dan preventif.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian HIV dan AIDS ?
2. Apa penyebab HIV/AIDS pada Anak ?
3. Apa tanda dan gejala HIV/AIDS pada Anak ?
4. Bagaimana Pathway HIV/AIDS pada anak ?
5. Bagaimana penatalaksanan HIV/AIDS pada Anak ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk Mengetahui pengertian HIV dan AIDS.
2. Untuk Mengetahui penyebab HIV/AIDS pada Anak.
3. Untuk Mengetahui tanda dan gejala HIV/AIDS pada Anak.
4. Untuk mengetahui Pathway HIV/AIDS pada anak.
5. Untuk Mengetahui penatalaksanan HIV/AIDS pada Anak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian HIV

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang


sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah
satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih
tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang
berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia
menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan
dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem
kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang
dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai
CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol)
(KPA, 2007c).

Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus


ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse
transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan
kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2.
Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe
secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut, yang paling
banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein,
2006).

2.2. Pengertian AIDS

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan
infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari
serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem

3
pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain
(Yatim, 2006).

HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau
media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS,
apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai
infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal
dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006).

2.3 Periode infeksi HIV

Virus membutuhkan waktu 5-10 tahun sampai menimbulkan gejala. Saat waktu
yang dibutuhkan terpenuhi, penyakit AIDS sudah menjangkiti tubuh penderita. Selama
kurun waktu tersebut, ada beberapa tahapan infeksi hingga HIV kemudian berkembang
menjadi AIDS.

1. Tahap pertama (periode jendela)

a. HIV masuk ke dalam tubuh hingga terbentuk antibodi dalam darah.

b. Penderita HIV tampak dan merasa sehat.

c. Pada tahap ini, tes HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus.

d. Tahap ini berlangsung selama 2 minggu sampai 6 bulan.

2. Tahap kedua

a. Pada tahap ini HIV mulai berkembang di dalam tubuh.

b. Tes HIV sudah bisa mendeteksi keberadaan virus karena antibodi yang
mulai terbentuk.

c. Penderita tampak sehat selama 5-10 tahun, bergantung pada daya tahan.
Rata-rata penderita bertahan selama 8 tahun. Namun di negara
berkembang, durasi tersebut lebih pendek.

4
3. Tahap ketiga

a. Pada tahap ini penderita dipastikan positif HIV dengan system


kekebalan tubuh yang semakin menurun.

b. Mulai muncul gejala infeksi oportunistis, misalnya pembengkakan


kelenjar limfa atau diare terus-menerus.

c. Umumnya tahap ini berlangsung selama 1 bulan, bergantung pada daya


tahan tubuh penderita.

4. AIDS

a. Pada tahap ini, penderita positif menderita AIDS.

b. Sistem kekebalan tubuh semakin turun.

c. Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistis) menyebabkan kondisi


penderita semakin parah. Pada tahap ini, penderita harus secepatnya
dibawa ke dokter dan menjalani terapi anti-retroviral virus (ARV). Terapi
ARV akan mengendalikan virus HIV dalam tubuh sehingga dampak virus
bisa ditekan. Kendati begitu, HIV sebetulnya bisa dikendalikan sedini
mungkin sehingga bisa menekan peluang timbulnya AIDS.

2.4 Penyebab HIV pada Anak

Lahirnya Millenium Development Goals tahun 2000 di New York merupakan


komitmen pemimpin dunia untuk mempercepat pembangungan manusia dan
pemberantasan kemiskinan. Namun di Indonesia, tujuan MDGs dikembangkan dan
diklasifikasikan menjadi delapan, antara lain: menurunkan angkan kematian anak serta
memerangi HIV/AIDS (Indriyani, Dian dan Asmuji, 2014:18).

Penularan HIV ke Bayi dan Anak, bisa dari ibu ke anak, penularan melalui darah,
penularan melalui hubungan seksual (pelecehan seksual pada anak). Penularan dari ibu ke
anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS sebagian besar (85%) berusia

5
subur (15-44 tahun), sehingga terdapat risiko penularan infeksi yang bisa terjadi saat
kehamilan (in uteri). Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari
ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada
gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% SAMPAI 35%, sedangkan jika
sudah ada gejala pada ibu kemungkinan mencapai 50%.penularan juga terjadi selama
proses persalinan melalui transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran
mucosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan . semakin lama proses
kelahiran, semakin besar pula risiko penularan, sehingga lama persalinanbisa dicegah
dengan operasi sectio caecaria. Transmisi lain juga terjadi selama periode postpartum
melalui ASI, risiko bayi tertular melaui ASI dari ibu yang positif sekitar 10% (Nurs dan
Kurniawan, 2013:161).

2.5 Tanda dan Gejala HIV/AIDS pada Anak

Bayi tertular HIV dari ibu bisa saja tampak normal secara klinis selama
periode neonatal. Penyakit penan da AIDS tersering yang ditemukan pada anak
adalah pneumonia yang disebabkan pneumocystis cranii, gejala umum yang
ditemukan pada bayi dengan infeksi HIV adalah gangguan tumbuh kembang,
kandidiasis oral, diare kronis, atau hepatosplenomegali (pembesaran pada hepar dan
lien). Karena antibodi ibu bisa dideteksi pada bayi sampai berumur 18 bulan. Maka
tes ELISA dan western blot akan postif meskipun bayi tidak terinfeksi HIV karena
tes ini berdasarkan ada atau tidaknya antibodi pada HIV. Tes paling spesifik untuk
mengidentifikasi adalah PCR untuk DNA HIV. Kultur HIV yang positif juga
mennjukkan pasien terinfeksi HIV. Untuk pemeriksaan PCR, bayi harus dilakukan
pengambilan sampel darah untuk dilakukan tes PCR pada dua waktu yang berlainan.
DNA PCR pertama diambil saat berusia 1 bulankarena tes ini kurang sensitif selama
1 bulan setelah lahir. CDC merekomendasikan pemeriksaan DNA PCR setidaknya
diulang pada saat bayi berusia 4 bulan. Jika tes ini negatif, maka bayi tidak terinfeksi
HIV sehingga tes PCR perlu diulang setelah bayi disapih. Pada usia 18 bulan,
pemeriksaan ELISA bisa dilakukan pada bayi bila tidak tersedia sarana pemeriksaan
yang lain. Anaak-anak berusia lebih dari 18 bulan bisa didiagnosis dengan

6
menggunakan kombinasi antara gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. Anak
denagn HIV sering mengalami infeksi bakteri, gagal tumbuh atau wasting,
limfadenopati menetap, keterlambatan berkembang, sariawan pada mulut dan faring.
Anak usia lebih dari 18 bulan bisa didiagnosis dengan ELISA dan tes konfirmasi lain
seperti pada dewasa. Terdapat dua klasifikasi yang bisa digunakan untuk
mendiagnosis bayi dan anak dengan HIV yaitu menurut CDC dan WHO (Nurs dan
Kurniawan, 2013:163).

7
2.6 Pathway HIV Pada Anak
HIV

Plasenta dan ASI Transfusi darah jarum suntik Hubungan seksual

Transmisi dari ibu


ke anak

HIV masuk ke dalam tubuh

Menyerang system imun


(sel darah putih / limfosit)

Menginfeksi limfosit

DNA virus terintegrasi dalam sel DNA host

Imun menurun

AIDS
Resiko Infeksi Perubahan pertumbuhan
dan perkembangan

Demam Diare kronik Perubahan status kesehatan

Cemas
Hipertermi
Resiko Kehilangan Kurang
kerusakan pengetahuan
integritas volume cairan aktif
kulit

Kekurangan
volume cairan 8
2.7 ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS : -
DO :
• demam secara terus
menerus Sistem imun menurun Resiko terjadinya
• kulitnya merah merah sehingga tubuh mudah infeksi
• lesi kulit terserang infeksi dari luar
• luka sukar sembuh

2. DS :
• berat badannya menurun
• nafsu makannya berkurang
• kurus Terjadinya gangguan pada Nutrisi kurang dari
• mual gastrointestinal kebutuhan tubuh
• muntah
DO :
• anoreksia

3. DS :
• diare Terjadinya infeksi pada Kurangnya volume
DO : gastrointestinal cairan tubuh
• feses cair

2.8 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

9
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
.
1. Resiko terjadinya Tujuan : Bebas 1. Pertahankan 1.Mengurangi resiko
infeksi berhubungan dari infeksi teknik septik dan kontaminasi silang.
dengan adanya opportunitis. anti septik 2. Memberikan
penurunan sistem imun KH : (cucitangan informasi data dasar
tubuh - Mencapai masa sebelum dan tindakan.
penyembuhan sesudah tindakan) 3. Kongesti / distres
luka / lesi. 2. Pantau tanda- pernafasan dapat
- Tidak demam tanda vital. mengidentifikasi kan
dan bebas dari 3. Kaji perkembangan PCP.
pengeluaran / sekr frekuensi kedalama
esi purulen dan n pernafasan,
tanda-tanda lain perhatikan
dari infeksi. batuk spasmedik
kering pada
inspirasi dalam.

2. Nutrisi kurang dari Tujuan : 1.Kaji BB dasar. 1. Anak resti GUT


kebutuhan tubuh Kebutuhan nutrisi 2. Observasi ditandai dengan
berhubungan dengan pada koordinasi BBmenurun atau
anoreksia anak terpenuhi menghisap dan penambahan BB
KH : refleks menelan. sedikit dari waktu
- Terlihat adanya 3. Insfeksi rongga lahir.
pertumbuhan BB mulut. 2. Pola motorik oral
anak.   abnormal dapat
- Nilai-nilai merusak pemberian
laboratorium makan.
dalam batas 3. Sariawan
normal. merusak kemampuan
- Bebas dari tanda makan.
malnutrisi / gagal

10
untuk tumbuh
(GUT) 
- Untuk
mengetahui cara
pemberian makan
dan kebutuhan
khusus untuk
anak.

3. Kurangnya volume Tujuan : 1. Kaji tanda-tanda 1. Indikasi dari


cairan tubuh pada anak Kebutuhan vital. volume cairan
berhubungan dengan volume cairan 2. Catat sirkulasi.
adanya infeksi terpenuhi. peningkatan suhu 2. Meningkatkan
oportunitis saluran KH : dan durasi demam, kebutuhan
pencernaan ( diare ) - Membran berikan kompres metabolisme dan
mukosa lembab. hangat sesuai diaforesis yang
- Anak tampak indikasi.  berlebihan.
rileks 3. Kaji turgor, 3. Indikator
- Turgor kulit membran mukosa tidak langsung dari
baik  dan rasa haus.  status cairan.
- Tanda-tanda
vital stabil
-Haluaran adekuat

2.9 Penatalaksanaan HIV/AIDS pada Anak

1. Pengobatan pada Anak dengan HIV/AIDS

11
Prinsip pemberian ART pada anak hampir sama dengan dewasa, tetapi
pemberian ART pada anakmemerlukan perhatian khusus tentang dosisi dan
toksisitasnya. Pada bayi, sistem kekebalannya mulai dibentuk dan
berkembang selama beberapa tahun pertama. Efek obat pada bayi dan anak
juga akan berbeda dengan orang dewasa (Nurs dan Kurniawan, 2013:168).
Pedoman pengobatan HIV/AIDS pada Anak menurut (Departemen
Kesehatan Indonesia: Direktotat Jendran Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, 2008:35) yaitu Rejimen Lini pertama yang
direkomendasikan adalah 2 Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor
(NRTI) + 1 Non Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor (NNRTI).
2. Perawatan pada Anak dengan HIV/AIDS
a. Nutrisi pada Anak dengan HIV/AIDS Pemberian Nutrisi pada bayi dan
anak dengan HIV/AIDS tidak berbeda dengan anak yang sehat, hanya
saja asupan kalori dan proteinnya perlu ditingkatkan. Selain itu perlu juga
diberikan multivitamin, dan antioksidan untuk mempertahankan
kekebalan tubuh dan menghambat replikasi virus HIV. sebaiknya dipilih
bahan makanan yang risiko alerginya rendah dan dimasak dengan baik
untuk mencegah infeksi oportunistik. Sayur dan buah-buahan juga harus
dicuci dengan baik dan sebaiknya dimasak sebelum diberikan kepada
anak. Pemberian (Nurs dan Kurniawan, 2013:167).
b. Dukungan sosial spiritual pada Anak dengan HIV/AIDS
Anak yang didiagnosis HIV juga mendatangkan trauma emosi
yang mendalam bagi keluarganya. Orang tua harus menghadapi masalah
berat dalam perawatan anak, pemberian kasih sayang, dan sebagainya
sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan mental anak. Orang tua
memerlukan waktu untuk mengatasi masalah emosi, syok, kesedihan,
penolakan, perasaan berdosa, cemas, marah, dan berbagai perasaan lain.
Anak perlu diberikan dukungan terhadap kehilangan dan perubahan
mencaku (1) memberi dukungan dengan memperbolehkan pasien dan
keluarga untuk membicarakan hal-hal tertentu dan mengungkapkan
perasaan keluarga, (2) membangkitkan harga diri anak serta keluarganya

12
dengan melihat keberhasilan hidupnya atau mengenang masa lalu yang
indah, (3) menerima perasaan marah, sedih, atau emosi dan reaksi
lainnya, (4) mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah, dapat
mengendalikan diri dan tidak menyalahkan diri atau orang lain (Nurs dan
Kurniawan, 2013:169).

BAB IV
PENUTUP

13
3.1 Kesimpulan

1. HIV/AIDS yang terjadi pada anak dapat karena penularan dari ibu saat
kehamilan, ataupun saat kelahiran selain itu, HIV pada anak juga dapat
terjadi akibat pelecehan seksual pada anak.

2. Diagnosis HIV pada anak dengan pemeriksaan darah untuk mendeteksi


virus HIV pada anak, dapat dilakukan 2 kali yaitu sebelum dan setelah
umur 18 bulan.Salah satu pencegahan penularan HIV pada anak akibat
transmisi maternal yaitu dengan sectio caesaria.

3. Penatalaksanaan kasus HIV pada Anak, tidak hanya pengaturan ART,


namun juga faktor Nutrisi harus diperhatikan mengiingat anak adalah fase
pertumbuhan.

4. Kasus HIV pada anak, menurut Kajian dalam Islam dapat dikategorikan
sebuah takdir dari penipta, sehingga perlu kesabaran.

3.2 Saran

Transmisi penularan HIV pada anak disominasi akibat penularan dari ibu
ke anak, sehingga untuk memutuskan mata rantai HIV pada anak, peranan
berbagai tim kesehatan sangat mengingat anak sebagai generasi lanjutan yang
sangat diperlukan untuk berlangsungnya proses regenerasi, sehingga tim
kesehatan terkhususnya, harus memberikan perhatian khusus pada kasus
tersebut. Salah satu upaya nyata adalah memberikan edukasi kepada
masyarakat luas, terutama ibu hamil agar malakukan pemeriksaan deteksi
HIV. Dan mengkonsumsi ART apabila positif HIV. Serta Sectio Caesaria saat
partus.

DAFTAR PUSTAKA

14
Departemen Kesehatan Indonesia: Direktotat Jendran Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. 2008. Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral pada anak di indonesia. Jakarta : DepkeS RI

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. 2005. Pelayanan Kesehatan dan
HIV/AIDS. Jakarta : Depnakertrans.

Hasdianah, dkk. 2014. Imunologi Diagnosis dan Tekhnik Biologi Molekuler.


Yokyakarta: Nuha Medika,

Indriyani, Dian dan Asmuji. 2014. Buku Ajar Keperawatan Maternitas: Upaya
Promotif dan Preventif dalam menurunkan angka kematian Ibu dan Anak.
Yokyakarta: Ar-Ruzz Media.

Nurs, Nursalam, M. Dan Ninuk Dian Kurniawati. 2007. Asuhan Keperawatan


pada Pasien terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.

Zein, U., dkk., 2006. 100 Pertanyaan Seputar HIV/AIDS yang Perlu Anda
Ketahui. Medan: USU press

15

Anda mungkin juga menyukai