Di Susun Oleh :
24.19.1337
LEMBAR PENGESAHAN
Telah Disahkan “Laporan Pendahuluan Demensia” Guna Memenuhi Tugas Individu Stase
Keperawatan Gerontik Program Studi Profesi Ners STIKes Surya Global Yogyakarta Tahun
2020.
Mahasiswa
Mengetahui
Pembimbing Akademik
A. Definisi Demensia
Demensia adalah kondisi yang dikarakteristikan dengan hilangnya
kemampuan intelektual yang cukup menghalangi hubungan sosial dan fungsi kerja
dalam kehidupan sehari-hari. Demensia ditandai dengan menurunya fungsi kognitif
seperti melemahnya daya ingat (memory), kesulitan berbahasa, gagal melakukan
aktifitas yang memiliki tujuan, kesulitan mengenal benda-benda atau orang, serta pada
keadaan lebih lanjut akan terjadi gangguan berhubungan sosial disertai adanya
gangguan fungsi eksekutif termasuk kemampuan membuat rencana, mengatur
sesuatu, mengurutkan dan daya abstraksi (Asrosi, 2014).
Demensia merupakan keadaan dimana seseorang mengalami penurunan daya
ingat dan daya pikir dan penurunan kemampuan tersebut menimbulkan gangguan
terhadap fungsi kehidupan sehari-hari. Kumpulan gejala yang ditandai dengan
penurunan kognitif, perubahan mood dantingkah laku seperti mudah tersinggung,
curiga, menarik diri, dari aktifitassosial, tidak peduli dan berulang kali menanyakan
hal yang sama sehingga mempengaruhi aktifitas kehidupan sehari-hari penderita
(Basuki, 2015). Demensia adalah keadaan di mana seseorang mengalami penurunan
kemampuan daya ingat dan daya pikir, dan penurunan kemampuan tersebut
menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari (Azizah, 2011).
Demensia adalah sindrom penurunan kognitif dan fungsional, biasanya terjadi
di kemudian hari sebagai akibat neurodegenarif dan proses serebrosvaskuler (Killin,
2016). Demensia merupakan penyakit degeneratif yang sering menyerang pada orang
yang berusia diatas 60 tahun. Demensia terjadi akibat kerusakan sel-sel otak dimana
sistem saraf tidak lagi bisa membawa informasi ke dalam otak, sehingga membuat
kemunduran pada daya ingat, keterampilan secara progresif, gangguan emosi, dan
perubahan perilaku, penderita demensia sering menunjukkan gangguan perilaku
harian (Pieter and Janiwarti, 2011).
B. Etiologi
Tiap penyakit yang melibatkan otak dapat menyebabkan demensia, misalnya:
gangguan peredaran darah di otak, radang, neoplasma, gangguan metabolic, penyakit
degenerative. Semua hal ini harus ditelusuri. Gejala atau kelainan yang menyertai
demensia kita teliti. Sering diagnose – etiologi dapat ditegakkan melalui atau dengan
bantuan kelainan yang menyertai, seperti : hemiparese, gangguan sensibilitas, afasia,
apraksia, rigiditas, tremor (Lumbantobing, 2006).
C. Klasifikasi
1. Demensia Tipe Alzheimer
Dari semua pasien dengan demensia, 50 – 60 % memiliki demensia
tipe ini. Orang yang pertama kali mendefinisikan penyakit ini adalah Alois
Alzheimer sekitar tahun 1910. Demensia ini ditandai dengan gejala :
a. Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
b. Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia,
gangguan fungsi eksekutif,
c. Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
d. Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan)
e. Kehilangan inisiatif.
Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti
penyebabnya, walaupun pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi post
mortem telah ditemukan lose selective neuron kolinergik yang strukturnya dan
bentuk fungsinya juga terjadi perubahan.
2. Demensia Vaskuler
Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama dengan
Alzheimer tetapi terdapat gejala-gejala/ tanda-tanda neurologis fokal seperti:
a. Peningkatan reflek tendon dalam,
b. Respontar eksensor,
c. Palsi pseudobulbar,
d. Kelainan gaya berjalan,
e. Kelemahan anggota gerak.
Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling sering pada
lansia, sehingga perlu dibedakan dengan demensi Alzheimer. (Kushariyadi.2010.)
D. Manifestasi
Menurut Asrori dan putri (2014), menyebutkan ada beberapa tanda dan gejala
yang dialami pada Demensia antara lain:
1. Kehilangan memori
Tanda awal yang dialami lansia yang menderita demensia adalah lupa
tentang informasi yang baru di dapat atau di pelajari, itu merupakan hal
biasa yang diamali lansia yang menderita demensia seperti lupa dengan
pentujuk yang diberikan, nama maupun nomer telepon, dan penderita
demensia akan sering lupa dengan benda dan tidak mengingatnya.
2. Kesulitan dalam melakukan rutinitas pekerjaan
Lansia yang menderita Demensia akan sering kesulitan untuk
menyelesaikan rutinitas pekerjaan sehari-hari. Lansia yang mengadalami
Demensia terutama Alzheimer Disease mungkin tidak mengerti tentang
langkahlangkah dari mempersiapkan aktivitas sehari-hari seperti
menyiapkan makanan, menggunkan perlatan rumah tangga dan melakukan
hobi.
3. Masalah dengan bahasa
Lansia yang mengalami Demensia akan kesulitam dalam mengelolah
kata yang tepat, mengeluarkan kat-kata yang tidak biasa dan sering kali
membuat kalimat yang sulit untuk di mengerti orang lain
4. Disorientasi waktu dan tempat
Mungkin hal biasa ketika orang yang tidak mempunyai penyakit
Demensia lupa dengan hari atau diaman dia berada, namun dengan lansia
yang mengalami Demensia akan lupa dengan jalan, lupa dengan dimana
mereka berada dan baimana mereka bisa sampai ditempat itu, serta tidak
mengetahui bagaimana kebali kerumah.
5. Tidak dapat mengambil keputusan
Lansia yang mengalami Demensia tidak dapat mengambil keputusan
yang sempurna dalam setiap waktu seperti memakai pakaian tanpa melihat
cuaca atau salah memakai pakaian, tidak dapat mengelolah keuangan.
6. Perubahan suasana hati dan kepribadian
Setiap orang dapat mengalami perubahan suasan hati menjadi sedih
maupun senang atau mengalami perubahan perasaann dari waktu ke
waktu, tetapi dengan lansia yang mengalami demensia dapat menunjukan
perubahan perasaan dengan sangat cepat, misalnya menangis dan marah
tanpa alasan yang jelas. Kepribadian seseorang akan berubah sesuai
dengan usia, namun dengan yang dialami lansia dengan demensia dapat
mengalami banyak perubahan kepribadian, misalnya ketakutan, curiga
yang berlebihan, menjadi sangat bingung, dan ketergantungan pada
anggota keluarga.
E. Patofisiologi
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia.
Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf
pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan antara umur
30 sampai 70 tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan
kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri. Penyakit
degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta gangguan
nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung dapat
menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskemia, infark,
inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan
mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal.
Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang diperlukan untuk proses
konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan gangguan fungsi
kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium (perhatian,
kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood. Fungsi yang mengalami gangguan
tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau subkortikal) atau penyebabnya,
karena manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut akan
memicu keadaan konfusio akut demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).
F. Pathway
PATHWAY Gangguan Peredaran darah di otak, neoplasma, penyakit degenerative,
Resiko gangguan factor usia, dll
tumbang
Kwashiorkor
Trjd perubahan biokimia
dalam tubuh
Penurunan jml protein
tubuh
KEP
Kegagalan menyusui ASI, terapi puasa
krn pnykt, tdk memulai maknan
tambahan
Ekonomi rendah,
pendidikan, kurang,
hygiene rendah
Penyusutan otot
Pengambilan energi selain
dari protein (otot)
Gangguan
keseimbangan cairan
Gangguan absorbsi dan
transportasi zat-zat gizi
Odema
Cairan dari intravaskuler ke
intersisial
Tek. Osmotic plasma
menurun
Gangguan pembentukan
lipoprotein (lemak) dari hati
Produksi albumin o/ hepar
rendah (hipo albuminemia)
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Penurunan BB
Gangguan
integritas kulit
Perbandinagan asam amino yg berbeda
dgn protein jaringan
Cadangan protein otot terpakai secara terus
menerus untuk memperoleh asam amino
Marasmus
Energi menurun
Resti infeksi
Penurunan detoksifikasi
hati
Otot-otot melemah dan
menciut
Tubuh mengalami kehilangan
energi scr terus menerus
Asam amino tdk
berguna bagi sel
salah satu jenis asam amino rendah
konsentrasinya
D. Alzheimer D. Vaskuler
Kematian sel otak yang massif
Kelemahan anggota gerak
Ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari Hambatan Ketidakefekti Gg. Pola
kebutuhan komunikasi fan koping tidur
verbal
PATHWAY
Resiko gangguan
tumbang
Kwashiorkor
Trjd perubahan biokimia
dalam tubuh
Penurunan jml protein
tubuh
KEP
Kegagalan menyusui ASI, terapi puasa
krn pnykt, tdk memulai maknan
tambahan
Ekonomi rendah,
pendidikan, kurang,
hygiene rendah
Penyusutan otot
Pengambilan energi selain
dari protein (otot)
Gangguan
keseimbangan cairan
Gangguan absorbsi dan
transportasi zat-zat gizi
Odema
Cairan dari intravaskuler ke
intersisial
Tek. Osmotic plasma
menurun
Gangguan pembentukan
lipoprotein (lemak) dari hati
Produksi albumin o/ hepar
rendah (hipo albuminemia)
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Penurunan BB
Gangguan
integritas kulit
Perbandinagan asam amino yg berbeda
dgn protein jaringan
Cadangan protein otot terpakai secara terus
menerus untuk memperoleh asam amino
Marasmus
Energi menurun
Resti infeksi
Penurunan detoksifikasi
hati
Otot-otot melemah dan
menciut
Tubuh mengalami kehilangan
energi scr terus menerus
Asam amino tdk
berguna bagi sel
salah satu jenis asam amino rendah
kons
G. Komplikasi
Kushariyadi (2010) menyatakan komplikasi yang sering terjadi pada demensia adalah:
1. Peningkatan resiko infeksi di seluruh bagian tubuh.
a. Ulkus diabetikus
b. Infeksi saluran kencing
c. Pneumonia
2. Thromboemboli, infarkmiokardium
3. Kejang.
4. Kontraktur sendi.
5. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri.
6. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan dan kesulitan menggunakan
peralatan.
H. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis
demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya
pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah
demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksaan
laboratorium rutin sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin
dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum,
kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) telah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia
walaupun hasilnya masih dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik
dan pada sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut
dapat memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan
panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+),
penyengatan meningeal pada CT scan.
5. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid
polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4.
setiap allel mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi
epsilon 4 diantara penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau
tipe sporadik menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai
penanda semakin meningkat.
6. Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental,
aktivitas sehari-hari / fungsional dan aspek kognitif lainnya. (Asosiasi
Alzheimer Indonesia,2003) Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk
sebagai penambahan pemeriksaan demensia, terutama pemeriksaan untuk
fungsi kognitif, minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa, konstruksi
visuospatial, kalkulasi dan problem solving. Pemeriksaan neuropsikologi
sangat berguna terutama pada kasus yang sangat ringan untuk membedakan
proses ketuaan atau proses depresi. Sebaiknya syarat pemeriksaan
neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Mampu menyaring secara cepat suatu populasi
b. Mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah diindentifikaskan
demensia. (Kushariyadi, 2010)
I. Penatalaksanaan medis
1. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
Pengkajian Status Fungsional
Indeks KATZ
Score Kriteria
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil,
berpakaian, dan mandi
B Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari- hari, kecuali satu dari
fungsi tersebut
C Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan
satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian, dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian,ke kamar kecil, dan satu fungsi tambahan
F Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian, berpindah, dan satu fungsi tambahan
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut
Penilaian :
Benar : 8
Salah : 1
5-10depresi
>10 : depresi berat
8. Diagnosa
Menurut NANDA (2018) ada beberapa diagnosa keperawatan yang dapat muncul
pada diagnosa pruritus, yaitu :
a. Kerusakan Memori
b. Resiko Jatuh
c. Defisit Perawatan Diri
d. Hambatan Komunikasi Verbal
e. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan
f. Intoleransi Aktivitas
g. Ketidakefektifan koping
h. Gangguan Pola tidur
9. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1. Hambatan Memori - Orientasi Kognitif Neurologi monitoring
Memantau ukuran pupil,
Kriteria Hasil; Setelah
bentuk,simetri, dan reaktivitas
dilakukan tindakan Memantau tingkat kesadaran
keperawatan selama 3 x 24 Memantau tingkat orientasi
Memantau tren Glascow Coma
jam, kesadaran klien Scale
terhadap identitas personal, Memonitor memori baru, rentang
waktu dan tempat perhatian, memori masa lalu,
suasana hati, mempengaruhi, dan
meningkat/baik, dengan
perilaku
indikator/kriteria hasil : Memonitor tanda-tanda vital :
suhu, tekanan darah, denyut nadi,
Mampu untuk melakukan
pernapasan
proses mental yang
Memonitor status pernapasan:
kompleks
ABG tingkat, oksimetri pulsa,
Orieritasi kognitif :
kedalaman, pola, tingkat, dan
mampu untuk
usaha
mengidentifikasi orang,
Memantau ICP dan CPP
tempat, dan waktu secara
akurat Memantau refleks kornea
Konsentrasi : mampu Memantau refleks batuk dan
fokus pada stimulus muntah
tertentu Memantau otot, gerakan motorik,
Ingatan (memori) : kiprah, dan proprioception
mampu untuk Memantau untuk drift pronator
mendapatkan kembali Memantau kekuatan cengkeraman
secara kognitif dan Memantau untuk gemetar
menyampaikan kembali Memantau simetri wajah
informasi yang disimpan Memantau tonjolan lidah
sebelumnya Memantau tanggapan pengamatan
Kondisi neurologis : Memantau EOMs dan karakteristik
kemampuan sistem saraf tatapan
perifer dan sistem saraf Memantau untuk gangguan visual :
pusat untuk menerima, diplopia, nystagmus, pemotongan
memproses, dan memberi bidan visual, penglihatan kabur,
respon terhadap stimuli dan ketajaman visual
internal dan eksternal Catatan keluhan sakit kepala
Kondisi neurologis : Memantau karakteristik berbicara:
kesadaran kelancaran, keberadaan aphasias,
Menyatakan mampu atau kata-temuan kesulitan
mengingat lebih baik Pantau respon terhadap rangsangan
: verbal, taktil, dan berbahaya
Memantau diskriminasi tajam /
tumpul dan panas/dingin
Memantau untuk paresthesia : mati
rasa dan kesemutan
Memantau indera penciuman
Memonitor pola berkeringat
Memantau respon Babinski
Memantau respon Cushing
Memantau kraniotomi
Laminektomi pembalut untuk
drainase
Pantau respon terhadap obat
konsultasikan dengan rekan kerja
untuk mengkonfirmasi data, sesuai
Mengidentifikasi pola-pola yang
muncul dalam data
Meningkatkan frekuensi
pemantauan neurologis, sesuai
Hindari kegiatan yang
meningkatkan tekanan intrakranial
Ruang kegiatan keperawatan yang
diperlukan yang meningkatkan
tekanan intrakranial
Beritahu dokter dari perubahan
dalam kondisi pasien
Melakukan protokol darurat, sesuai
kebutuhan