Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN ASMA

I. KONSEP DASAR ASMA


A. Pengertian
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas
yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila
terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan
aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan
meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat
terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma
lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa
pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011)
B. Klasifikasi
Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
1. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai
macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas
yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara
sepontan atau setelah mendapat pengobatan.
2. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan
emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum
bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa
pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika
bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored
(perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi
alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan
tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara
wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal
pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
3. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian.
C. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Atopi
Gejala seperti rinitis musiman (hay fever) atau eksema maupun
secara imunologis (berupa tes prick kulit yang positif terhadap satu
atau lebih alergen, atau peningkatan kadar IgE serum.
b. Riwayat keluarga
Suatu riwayat keluarga asma seringkali diperoleh pada anamnesis.
2. Faktor Presipitasi
a. Latihan
Asma, terutama pada remaja, seringkali dicetuskan oleh latihan.
b. Suhu udara
Inhalasi udara kering dan dingin seringkali mencetuskan asma dan
beberapa pasien mungkin mengalami mengi pada perubahan udara
dingin menjadi panas.
c. Musim
Musim mempengaruhi asma melalui efeknya pada suhu udara,
melalui terjadinya infeksi saluran napas atas atau melalui alergen
“air borne” musiman.
d. Alergi
Alergen domestol yang paling umum menyebabkan asma adalah
bulu binatang dan debu rumah, tetapi itu mungkin tidak mungkin
diketahui atau dibuktikan hubungannya. Musiman terdiri dari serbuk
sari pohon (musim semi), serbuk sarik rumput (musim panas) lumut
(musim gugur) dan banyak yang lainnya.
e. Pekerjaan
f. Makanan dan minuman
Bahan pengawet (sulfur dioksida dalam minuman dan beberapa
makanan kalengan), bahan pewarna (terutama tartrazine dalam
makanan dan minuman) atau campuran (seperti rezin dan bahan lain
dalam anggur).
g. Emosi
Emosi mungkin berperan dalam mencetuskan serangan asma pada
orang yang sudah diketahui menderita asma.
h. Obat-obatan
Obat-obatan beta blocker akan memperburuk asma yang sudah ada,
analgetik (terutama tetapi tak selalu aspirin) mungkin mencetuskan
asma terutama pada pasien yang lebih tua yang juga mempunyai
polip hidung.
i. Infeksi saluran napas atas
Merupakan pencetus yang umum untuk kambuhnya asma.
D. Pathway
E. Manifestasi Klinis
1. Dyspnea
2. Bunyi nafas wheezing / mengi.
3. Ekspirasi yang memanjang.
4. Batuk – batuk disertai sputum kental
5. Tachicardi
6. Gelisah
7. Berkeringat
8. Cyanosis bibir dan kuku
9. Penggunaan otot bantu pernafasan
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan spinometri.
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator
aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih
dari 20% menunjukkan diagnosis asthma.
2. Tes provokasi brokial.
Dilakukan jika pemeriksaan spinometri internal. Penurunan FEV, sebesar
20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90 % dari
maksimum di anggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10 %
atau lebih.
3. Pemeriksan tes kulit
Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam
tubuh.
4. Laboratorium
a. Analisa gas darah.
Hanya di lakukan pada serangan asthma berat karena terdapat
hipoksemia, hyperkapnea, dan asidosis respiratorik.
b. Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan Asthma yang
berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan
transudasi dari adema mukasa, sehingga terlepaslah sekelompok sel –
sel epitel dari perlekatannya. Peawarnaan gram penting untuk melihat
adanya bakteri, diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa
antibiotik.
c. Sel eosinofil
Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat mencapai 1000 –
1500 /mm3 baik asthma Intrinsik ataupun extrinsik, sedangkan hitung
sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru
disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan
telah tepat.
d. Pemeriksaan darah rutin dan kimia
e. Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya infeksi.
SGOT dan SGPT meningkat disebabkan karena kerusakkan hati akibat
hipoksia atau hiperkapnea.
5. Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya proses
patologik diparu atau komplikasi asthma seperti pneumothorak,
pneumomediastinum, atelektosis dan lain – lain.
6. Elektrokardiogram
Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status Asthmatikus, ini
karena hipoksemia, perubahan pH, hipertensi pulmunal dan beban jantung
kanan . Sinus takikardi – sering terjadi pada asthma.
G. Komplikasi
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Chronic persisten bronhitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi
kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini
mengancam hidup.
H. Penatalaksanaan
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-
faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan
berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang
ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup
bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus.
Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan
jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang
termasuk obat ini adalah metaproterenol (Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali
sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (
beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap
hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping
maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20
menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan
dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas
(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF paru RSUD Dr
Soetomo Surabaya ).
II. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien.
Pengajian mengenai nama, umur danjenis kelamin perlu di kaji pada
penyakit status asthmatikus. Serangan asthma pada usia dini memberikan
implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopi. Sedangkan
serangan pada usia dewasa di mingkinkan adanya faktor non atopi.
Alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat
mengetahui kemungkinan faktor pencetus serangan asthma. Status
perkawinan, gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau
lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asthma, pekerjaan, serta
bangsa perlu juga digaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan
elergen.
2. Riwayat penyakit sekarang.
Klien dengan serangan asthma datang mencari pertolongan dengan keluhan,
terutama sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan
gejala-gejala lain yaitu : Wheezing, Penggunaan otot bantu pernapasan,
Kelelahan, gangguan kesadaran, Sianosis serta perubahan tekanan darah.
Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya serangan.
3. Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi saluran
napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat
serangan asthma frekuensi, waktu, alergen-alergen yang dicurigai sebagai
pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk
meringankan gejala asthma.
4. Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang riwayat
penyakit asthma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya
karena hipersensitifitas pada penyakit asthma ini lebih ditentukan oleh faktor
genetik oleh lingkungan.
5. Riwayat spikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi
serangan asthma baik ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan
sekitar sampai lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat
berpotensial terjadi serangan asthma. yatim piatu, ketidak harmonisan
hubungan dengan orang lain sampai ketakutan tidak bisa menjalankan
peranan seperti semula.
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat
Gejala asthma dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup normal
sehingga klien dengan asthma harus merubah gaya hidupnya sesuai
kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan asthma.
b. Pola tidur dan istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien meliputi berapa
lama klien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang
dialami klien. Adanya wheezing, sesak dan ortopnea dapat mempengaruhi
pola tidur dan istirahat klien.
c. Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olah raga, bekerja
dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus
terjadinya asthma yang disebut dengan Exerase Induced Asthma.
d. Pola penangulangan stress
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus
serangan asthma maka perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi
dan pengaruh terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan
terhadap stresor.

B. Pemeriksaan fisik

1. Status kesehatan umum


Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan
suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang
meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk
dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien.
2. Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis alergi dan fungsi
olfaktori.
3. Thorak
a. Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis,
sifat dan irama pernafasan serta frekuensi peranfasan.
b. Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus.
c. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah.
d. Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi
lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi
pernafasan dan Wheezing.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea,
peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler – alveolar
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan asupan
oksigen dengan kebutuhan
D. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea,
peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.

Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)

kriteria hasil : NIC :


a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan Airway Management
suara nafas yang bersih, tidak ada
a. Posisikan pasien untuk
sianosis dan dyspneu (mampu
memaksimalkan ventilasi
mengeluarkan sputum, mampu bernafas
b. Identifikasi pasien perlunya
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
pemasangan alat jalan nafas buatan
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten
c. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
(klien tidak merasa tercekik, irama
d. Keluarkan sekret dengan batuk atau
nafas, frekuensi pernafasan dalam
suction
rentang normal, tidak ada suara nafas
e. Auskultasi suara nafas, catat adanya
abnormal)
suara tambahan
c. Mampu mengidentifikasikan dan
f. Monitor respirasi dan status O2
mencegah factor yang dapat
menghambat jalan nafas
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler – alveolar

Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)

Kriteria hasil : Respiratory Monitoring


a. Mendemonstrasikan peningkatan a. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan
ventilasi dan oksigenasi yang usaha respirasi
adekuat b. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
b. Memelihara kebersihan paru paru penggunaan otot tambahan, retraksi otot
dan bebas dari tanda tanda
supraclavicular dan intercostal
distress pernafasan c. Monitor suara nafas, seperti dengkur
c. Mendemonstrasikan batuk efektif d. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
dan suara nafas yang bersih, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
tidak ada sianosis dan dyspneu e. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
(mampu mengeluarkan sputum, paradoksis)
mampu bernafas dengan mudah, f. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
tidak ada pursed lips) tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
d. Tanda tanda vital dalam rentang g. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
normal mengetahui hasilnya

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan asupan


oksigen dengan kebutuhan

Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)

Kriteria hasil : a. Obserasi adanya pembatasan klien dalam


melakukan aktivitas
a. Berpartisipasi dalam aktivitas
b. Kaji adanya faktor yang menyebabkan
fisik tanpa disertai peningkatan
kelelahan
tekanan darah, nadi dan RR
c. Monitor respon kardiovaskuler terhadap
b. Mampu melakukan aktivitas
aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas,
sehari - hari (adls) secara mandiri
diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
c. Keseimbangan aktivitas dan
d. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang
istirahat
sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan
d. Tanda tanda vital dalam rentang
sosial
normal
e. Bantu pasien/ keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta. EGC

Doengoes, Marlynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta.


EGC

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3.
Jogjakarta: Mediaction.

Anda mungkin juga menyukai