Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN CEPHALOPELVIC DISPROPORTION (CPD)

DI RUANG NIFAS
RSUD PROVINSI NTB

1.1 Konsep Dasar Penyakit Cephalopelvic disproportion (CPD)


1.1.1 Definisi
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah keadaan yang menggambarkan ketidak
sesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar
melalui vagina, biasanya disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun
kombinasi keduanya (Winkjosastro, 2005). Cephalopelvic disproportion (CPD)
adalah suatu bentuk ketidaksesuaian antara ukuran kepala janin dengan panggul ibu
(Reader, 1997).
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah disproporsi antara ukuran janin dan
ukuran pelvis, yakni ukuran pelvis tertentu tidak cukup besar untuk mengakomodasi
keluarnya janin tertentu melalui pelvis sampai terjadi kelahiran pervagina (Varney,
2007). Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidak
sesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar
melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang
besar ataupun kombinasi keduanya.
1.1.2 Etiologi
Menurut Hamilton (1999) CPD disebabkan oleh panggul ibu yang sempit, ukuran
janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.
Sebab-sebab lain yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai
berikut :
1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan
a. Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil.
b. Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa.
c. Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebih ukuran muka
belakang.
d. Panggul corong : pintu atas panggul biasa,pintu bawah panggul sempit.
e. Panggul belah : symphyse terbuka
2. Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
a. Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha panggul sempit
picak dan lain-lain.
b. Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang.
c. Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring
3. Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
a. Kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong.
b. Sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit miring.
4. Kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah Coxitis, luxatio, atrofia.
Salah satu anggota menyebabkan panggul sempit miring. e.fraktura dari tulang
panggul yang menjadi penyebab kelainan panggul.
1.1.3 Tanda dan gejala
1. Persalinan lebih lama dari biasa
2. Janin belum masuk PAP pada usia kehamilan 36 minggu (primipara), 38 minggu
(multipara).
1.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya penyakit ini berhubungan erat dengan penyebab CPD itu
sendiri, yaitu kapasitas panggul atau ukuran panggul yang sempit dan ukuran janin
terlalu besar. Klien atas indikasi Cephalopelvic disproportion (CPD) dengan CV < 8½
perlu di lakukan pembedahan yang biasa disebut dengan sectio caesaria. Sectio
caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka perut dan
dinding uterus atau vagina atau suatu histerektomi untuk melahirkan janin dari dalam
rahim. Dari sini pasien akan beradaptasi dengan keadaan akibat post anastesi dan luka
post SC.
Post anastesi dapat merdampak pada penurunan medulla oblongata sehingga
menyebabkan penurunan refleks batuk yang akan berdampak pada akumulasi secret,
pada keadaan ini pasien kemungkinan akan mengalami bersihan jalan napas tidak
efektif. Post anastesi juga dapat berdampak pada Penurunan kerja pons yang dapat
mengakibatkan penurunan kerja otot eliminasi dan penurunan perostaltik usus
sehingga mengakibatkan konstipasi.
Luka post SC dapat mengakibatkan terputusnya jaringan sehingga akan terjadi
rangsangan pada area sensori yang akan berdampak pada gangguan rasa nyaman
berupa nyeri. Luka post SC dapat mengakibatkan terbukanya jaringan sehingga
berisiko tinggi terjadi infeksi yang disebabkan oleh kurangnya proteksi terhadap
invasi bakteri. Sedangkan untuk pasien yang memiliki CV > 8 ½ -10 cm, dapat
dilakukan persalinan percobaan, jika persalinan berhasil maka pasien akang
mengalami preode post partum atau nifas. Pada preode ini dapat terjadi distensi
kabtung kemih yang dapat mengakibatkan udem dan memar di uretra. Keadaan ini
mengakibatkan penurunan sensitivitas & sensasi kantung kemih dan pasien dapat
mengalami gangguan eliminasi urin. Namun, jika persalinan percobaan gagal maka
penanganan selanjutnya adalah dilakukannya SC.

1.1.5 Pathway

Ukuran panggul yang sempit


ukuran janin terlalu besar atau
komplikasi keduanya

CPD

CV > 8 ½ -10 SC CV < 8 ½

Persalinan percobaan

Berrhasil Gagal
Post anastesi Luka post SC

Jaringan Jaringan
terputus terbuka
Post partum nifas
Penurunan Penurunan
medulla kerja pons
Merangsang Proteksi
Distensi kabtung kemih oblongata
area sensori kurang
Penurunan
Udem dan memar di Penurunan kerja otot
eliminasi Gangguan Invasi bakteri
uretra refleks batuk
rasa nyaman

Penurunan sensitivitas & Penurunan Risiko


sensasi kantung kemih Akumulasi perostaltik
sekret Nyeri infeksi
usus

Gangguan eliminasi urin


konstipasi

Bersihan jalan napas tidak efektif


1.1.6 Komplikasi
1. Komplikasi yang terjadi pada ibu
a. Partus lama dengan KPD, menimbulkan dehidrasi dan infeksi intrapartum.
b. Ruptur uteri.
c. Tekanan kepala janin yang lama pada jalan lahir akan menimbulkan
gangguan sirkulasi setempat sehingga timbul ischaemia, kemudian timbul
nekrosis dan beberapa hari kemudian akan timbul fistula vesiko-vaginal atau
recto-vaginal.
d. Ruptur simfisis.
2. Komplikasi yang terjadi pada ibu
a. Kematian perinatal akibat infeksi intra partum
b. Prolaps tali pusat.
c. Moulage yang berat pada kepala, sehingga menimbulkan perdarahan intra
cranial
d. Perlukaan/fraktur pada tulang kepala bayi.
1.1.7 Komplikasi
1. Pada ibu
a. Partus lama yang disertai dengan pecahnya ketuban pada pembukaan kecil
dapat menimbulkan dehidrasi dan asidosis serta infeksi intrapartum.
b. Dengan his yang kuat, sedangkan kemajuan janin di jalan lahir tertahan dapat
timbul regangan pada segmen bawah uterus dan pembentukan lingkaran
retraksi patologis (Bandl). Gangguan ini menimbulkan ancaman rupture uteri
jika tidak segera diambil tindakan untuk mengurangi regangan tersebut.
c. Dengan persalinan yang tidak maju karena CPD, jalan lahir pada suatu tempat
mengalami tekanan yang lama antara janin dan tulang panggul. Hal ini dapat
menimbulkan gangguan sirkulasi sehingga terjadi iskemia kemudian nekrosis
pada daerah tersebut. Beberapa hari postpartum dapat terjadi fistula
vesikoservikalis, fistula vesiukovaginalis, fistula rektovaginalis.
2. Pada Bayi
a. Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal, apalagi jika ditambah
dengan infeksi intrapartum.
b. Prolapsus funikuli jika terjadi menimbulkan bahaya yang sangat besar bagi
janin sehingga harus segera dilahirkan apabila janin masih hidup.
c. Tekanan pada promontorium atau oleh simfisis pada panggul menyebabkan
perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin, bahkan dapat
menimbulkan praktur pada os parietalis.

1.1.8 Penatalaksanaan
1. Persalinan Percobaan
Prognosis persalinan dengan panggul sempit tergantung berbagai factor,
antara lain : bentuk panggul, ukuran panggul, pergerakan sendi-sendi panggul,
besar kepala janin, presentasi dan posisi kepala, serta his. Secara pasti, sebelum
persalinan berlangsung hanya dapat ukurang-ukuran panggul. Oleh karena itu,
jika CV < 8 ½ cm dilakukan SC primer, sedangkan CV > 8 ½ -10 cmdapat
dilakukan persalinan percobaan. Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak
belakang kepala, tidak bisa pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau
kelainan letak lainnya. Ketentuan lainnya adalah umur kehamilan tidak boleh
lebih dari 42 mingu karena kepala janin bertambah besar sehingga sukar terjadi
moulage dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan menjadi
penyulit persalinan percobaan.
Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan selalu
dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala bayi sudah
keluar sedangkan dalam melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan episiotomy
medioateral yang cukup luas, kemudian hidung dan mulut janin dibersihkan,
kepala ditarik curam kebawah dengan hati-hati dan tentunya dengan kekuatan
terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan pemutaran badan bayi di
dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu depan dimana sebelumnya
merupakan bahu belakang dan lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih
juga belum berhasil, penolong memasukkan tangannya kedalam vagina, dan
berusaha melahirkan janin dengan menggerakkan dimuka dadanya. Untuk
melahirkan lengan kiri, penolong menggunakan tangan kanannya, dan sebaliknya.
Kemudian bahu depan diputar ke diameter miring dari panggul untuk melahirkan
bahu depan. Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of
labour. Trial of labour serupa dengan persalinan percobaan di atas, sedangkan
test of labour sebenarnya adalah fase akhir dari trial of labour karena baru dimulai
pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam kemudian.
Saat ini test of labour jarang digunakan karena biasanya pembukaan tidak
lengkap pada persalinan dengan pangul sempit dan terdapat kematian anak yang
tinggi pada cara ini. Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir
spontan pervaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik.
Persalinan percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang sekali
kemajuannya, keadaan ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran bandel, setelah
pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk PAP dalam 2 jam
meskipun his baik, serta pada forceps yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan
seksio sesarea.
2. Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan
kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat
dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti
primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki. Seksio
sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu) dilakukan karena
persalinan percobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan
persalinan selekas mungkin sedangkan syarat persalinan pervaginam belum
dipenuhi.
3. Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada
simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
4. Kraniotomi dan Kleidotomi
Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau kleidotomi.
Apabila panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan, maka
dilakukan seksio sesarea
1.1.9 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan umum kadang-kadang sudah dapat mengarahkan kemungkinan
adanya CPD. Misalkan adanya tuberkulosis pada kolumna vertebra atau pada
panggul, luksasio koksa kongenital dalam poliomielitis dalam anamnesis merupakan
petunjuk penting. Demikian pula jika ditemukan kifosis, ankilosis pada artikulasio
koksa disebelah kanan atau kiri pada pemeriksaan fisik dapat memberikan petunjuk.
Anamnesis tentang persalinan-persalinan terdahulu juga dapat memberi petunjuk
tentang keadaan panggul.
Ada beberapa kesulitan dalam mendiagnosis CPD yaitu sulit untuk
memperkirakan secara tepat seberapa besar relaksasi dari ligamen dan sendi ibu
sebelum melahirkan. Kepala janin juga memiliki kemampuan yang besar untuk
mulase (tulang kepala bayi saling tumpang tindih) sehingga mengurangi ukuran
diameter kepala. Meskipun bayi cukup besar untuk melewati jalan lahir, dengan
adanya mulase kepala janin akan mengurangi masalah. Pelvimetri terdiri dari
pelvimetri klinis dan pelvimetri radiologis.
1. Pelvimetri klinis
Penilaian ukuran dari pelvis dibuat berdasarkan pemeriksaan manual dan palpasi
tulang-tulang pelvis pada pemeriksaan vaginal toucher. Ini biasanya dilakukan
setelah usia kehamilan 37 minggu atau pada saat persalinan.
2. Pelvimetri radiologis
X rays atau pemeriksaan CT scans didapatkan perbedaan sudut pelvis dan
menampilkan ukuran diameter pelvis. Tapi pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan
pada waktu sekarang mengingat akibat radiasi pada bayi yang dapet
ditimbulkannya. Pada pemeriksaan radiologis X rays, didapatkan pelvimetri
untuk menilai ukuran panggul ibu.

1.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien dengan CPD


1. Pengkajian
a. Identitas
Terdiri dari identitas pasien (nama, tanggal lahir/umur pasien, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, diagnosa medis, no RM dan
tanggal masuk rumah sakit). Identitas penanggung jawab/suami (nama, tanggal
lahir/umur pasien, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat).
b. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha apa saja yang telah
dilakukan untuk mengatasi keluhan ini.
b. Riwayat penyakit dahulu
1) Riwayat kesehatan klien
Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak, siklus haid berapa hari,
warna darah haid, HPHT kapan, terdapat rasa sakit waktu haid atau tidak.
2) Riwayat kehamilan, persalinan dan nipas yang lalu
Hamil dan persalinan berapa kali, anak hiup atau mati, usia, sehat atau tidak ,
penolong siapa, nipas normal atau tidak.
3) Riwayat pemakaian alat kontrasepsi
Untuk mengetahui jenis KB yang digunakan oleh pasien.
c. Riwayat penyakit keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan antar anggota
keluarga, kultur dan kepercayaan, prilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan,
perepsi keluarga terhadap penyakit pasien dan lain-lain.
1.2.1.1 Pengkajian fisik
a. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus
dijawab oleh klien atau pasien disuruh untuk melakukan perintah.
Variasi tindakan kesadaran dimulai dari siuman tanpa ngantuk, harus
diobservasi dan penurunan tingkat kesadaran.
b. Sistem pernapasan
Respirasi bisa meningkat atau menurun. Pernapasan yang rebut dapat
terdengar tanpa stetoskop. Bunyi napas akibat lidah jatuh ke belakang
atau akibat terdapat secret.
c. Sistem perkemihan
Retensi urin paling umum terjadi setelah pembedahan, pasien yang
hidrasinya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah
pembedahan. Jumlah output urin yang sedikit akibat kehilangan cairan
tubuh saat operasi, muntah akibat anastesi.
d. Sistem pencernaan
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah
pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan
intestinal. Ambulatory perlu diberikan untuk menghilangkan gas dalam
usus.
e. Integritas ego
Dapar menunjukkan labilitas emosional dan kegembiraan sampai
ketakutan, marah atau menarik diri klien/ pasangan dapat memiliki
pertanyaan atau salah terima pesan dalam pengalaman kelahiran
mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi
baru.
f. Eliminasi
Kateter urinarius indwelling tidak terpasang, urine jernih, bau khas
amoniak, bising usus tidak ada, samar/jelas
g. Nutrisi
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal
h. Nyeri/ketidaknyaman
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dan berbagai sumber misalnya
trauma bedah/insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih/abdomen,
efek-efek anestesi, mulut mungkin kering.
i. Keamanan
1) Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh
2) Jalur parenteral bila digunakan, paten dan insisi bebas eritema,
bengkak dan nyeri tekan
j. Seksualitas
1) Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
2) aliran lochea sedang dan bebas, bekuan berlebihan / banyak.
1.2.1.2 Pemeriksaan penunjang
Jumlah darah lengkap Hb/Ht, mengkaji perubahan dan pra operasi dan
mengevaluasi efek kehilangan daerah pada pembedahan. Urinalisis : kultur
urine, darah vagina dan lochea, pemeriksaan tambahan didasarkan pada
kebutuhan individual
2. Diagnosa keperawatan
Nyeri akut
Batasan karakteristik
Subjektif :
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat
Objektif :
a. Perubahan autonomik (misalnya : perubahan TD, pernapasan atau nadi).
b. Tampak luka operasi pada abdomen
c. Prilaku ksprisif (misalnya : gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan
yang berlebihan, peka terhadap rangsangan, dan menghela napas panjang).
d. Gangguan tidur.
e. Focus menyempit
f. Pucat
1.1.1.1 Faktor yang berhubungan
Agen-agen penyebab nyeri (misalnya : biologis, kimia, fisik dan psikologis).

Diagnose 2 : Konstipasi
1.3.2.1 Definisi
Penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai pengeluaran feses yang
sulit atau tidak lampias atau pengeluaran feses yang sangat keras dan kering.
1.3.2.2 Batasan karakteristik
Subjektif :
Nyeri abdomen
Nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa resistensi otot yang dapat
dipalpasi
Anoreksia
Perasaan penuh atau tekanan pada rectum
Kelelahan umum
Sakit kepala
Peningkatan tekanan abdomen
Indigesti
Mual
Nyeri saat depikasi
Objektif :
Darah merah segar menyertai pengeluaran feses
Perubahan pada suara abdomen
Perubahan pada pola defekasi
Penurunan frekuensi
Penurunan volume feses
Distensi abdomen
Feses yang kering, keras dan padat
Pengeluaran feses cair
Massa abdomen dapat dipalpasi
Bunyi pekak pada perkusi abdomen
Adanya feses, seperti pasta pada rectum
Flatus berat
Mengejan pada defekasi
Tidak mau mengeluarkan feses
muntah
1.3.2.3 Faktor yang berhubungan
Fungsional
Psikologis
Farmakologis
Mekanis
Fisiologis

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri akut berhubungan NOC NIC
dengan kesulitan dalam Pain level Management nyeri
Pain control
persalinan 1. Lakukan pengkajian
Comfort level
Setelah dilakukan tindakan nyeri secara
keperawatan, Pasien tidak komprehensif termasuk
mengalami nyeri dengan kriyeria lokasi, karakteristik,
hasil: durasi, frekuensi,
Mampu mengontrol nyeri (tahu
kualitas, dan factor
penyebab nyeri, mampu
presipitasi.
menggunakan teknik
2. Observasi reaksi
nonfarmakologik untuk mengurangi nonverbal dari
nyeri) ketidaknyamanan.
Melaporkan bahwa nyeri berkurang
3. Bantu pasien dan
dengan menggunakan manajemen keluarga untuk mencari
nyeri. dan menemukan
Mampu mengenali nyeri (skala
dukungan.
intensitas, frekuensi dan tanda
4. Control lingkungan
nyeri) yang dapat
Menyatakan rasa nyaman setelah
mempengaruhi nyeri
nyeri berkurang
seperti suhu ruangan,
Tanda vital dalam rentan normal
Tidak mengalami gangguan tidur pencahayaan dan
kebisingan.
5. Kurangi factor
presipitasi nyeri.
6. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
7. Ajarkan tentang teknik
non farmakologik napas
dalam, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/dingin.
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
9. Tingkatkan instirahat
10. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri
11. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
pertama kali
2 Ansietas berhubungan NOC NIC
dengan kesulitan dalam Control kecemasan Anciety Reduction
Koping
persalinan, kurang (penurunan kecemasan)
Setelah dilakukan tindakan,
pengetahuan tentang 1. Gunakan pendekatan
kecemasan klien teratasi dengan
pola persalinan normal yang menenangkan
kriteria hasil:
2. Nyatakan dengan jelas
Klien mampu mengidentifikasi dan
harapan terhadap pelaku
mengungkapkan gejala cemas
Mengidentifikasi, mengungkapkan pasien
3. Jelaskan semua
dan menunjukkan teknik untuk
prosedur dan apa yang
mengotrol cemas
Vital sign dalam batas normal dirasakan selama
Postur tubuh, ekspresi wajah,
prosedur
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas4. Temani pasien untuk
menunjukkan berkurangnya memberikan keamanan
kecemasan dan mengurangi takut
5. Berikan informasi
factual mengenai
diagnosis, tindakan
diagnosis
6. Libatkan keluarga untuk
mendampingi klien
7. Instruksikan pada
pasien untuk
menggunakan teknik
relaksasi
8. Dengarkan dengan
penuh perhatian
9. Identifikasi tingkat
kecemasan
10. Bantu pasien mengenal
situasi yang
menimbulkan
kecemasan
11. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
12. Kelola pemberian obat
anti cemas
3 Kekurangan volume NOC NOC
cairan berhubungan Fluid balance Fluid management
Hydration
dengan perdarahan 1. Pertahankan catatan
Setelah dilakukan tindakan
sekunder dari atony intake dan output yang
keperawatan, pasien tidak
uterus akurat
mengalami kekurangan volume
2. Monitor status hidrasi
cairan dengan kritria hasil:
(kelembaban membrane
Mempertahankan urin output
mukosa)
sesuai dengan usia dan BB
3. Monitor hasil lab yang
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh
sesuai dengan retensi
dalam batas normal
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi cairan (BUN, Hmt,
Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas
osmolalitas urin,
normal
albumin, total protein)
pH urin dalam batas normal
4. Monitor vital sign
Intake oral dan intravena adekuat
setiap 15 menit-1 jam
5. Monitor status nutrisi
6. Berikan penggantian
nasogatrik sesuai output
(50-100 cc/jam)
7. Dorong keluarga untuk
membantu pasien
makan
8. Atur kemungkinan
tranfusi
9. Pasang kateter jika
perlu
10. Monitor intake dan urin
output setiap 8 jam
4 Resiko infeksi NIC NOC
berhubungan dengan Immune status 1. Pertahankan teknik
Knowledge: infection control
rupture membrane aseptif
Risk control
2. Batasi pengunjung bila
Setelah dilakukan tindakan
perlu
keperawatan, pasien tidak
3. Cuci tangan sebelum
mengalami infeksi dengan kriteria
dan sesudah tindakan
hasil:
keperawatan
Klien bebas dari tanda dan gejala
4. Gunakan baju, sarung
infeksi
tangan sebagai alat
Menunjukan kemampuan untuk
pelindung
mencegah timbulnya infeksi
5. Ganti letak IV perifer
Jumlah leukosit dalam batas
dan dressing sesuai
normal
Menunjukan prilaku hidup sehat dengan petunjuk umum
Status imun, gastrointestinal dalam6. Gunakan kateter
batas normal intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
7. Tingkatkan intake
nutrisi
8. Berikan terapi antibiotic
9. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan local
10. Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
11. Monitor adanya luka
12. Dorong masukan cairan

Diagnose 1 : Konstipasi
1.2.1.3 Tujuan dan kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan konstipasi menurun, dengan criteria
hasil sebagai berikut :
a. Pola eleminasi dalam rentang yang diharapkan
b. Feses lunak dan berbentuk
c. Mengeluarkan feses tanpa bantuan
1.2.1.4 Intervensi dan rasional
Intervensi Rasional
Pengkajian :
Identifikasi factor yang Pencegahan dini agar tidak
dapat menyebabkan atau memperparah keadaan pasien.
berkontribusi terhadap
konstipasi.
Penyuluhan untuk pasien/ Memberikan pemahaman
keluarga : tentang tindakan yang akan
Jelaskan etiologi masalah
dilakukan
dan rasional tindakan pada
pasien.
Kolaborasi :
a. Konsultasi dengan a. Mengetahui gangguan yang
dokter tentang penuruan mungkin terjadi pada
atau peningkatan pasien.
b. Mengetahui tindakan yang
frekuensi bising usus
b. Sarankan pasien untuk dapat dilakukan mengatasi
berkonsultasi dengan masalah
dokter jika konstifasi
atau imfaksi terjadi
Mandiri :
a. Anjurkan aktivitas yang a. Merangsang eliminasi
optimal defikasi pasien.
b. Berikan privasi dan b. Menambah kenyamanan
keamanan untuk pasien untuk pasien selama
selama eleminasi eleminasi defekasi
defekasi
c. Beri perawatan dalam
sikap yang menerima,
tidak menghakimi.

Diagnose 2 : Nyeri akut


1.1.1.2 Tujuan dan criteria hasil (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 1-3 kali 24 jam nyeri pasien
dapat berkurang dengan criteria hasil sebagai berikut :
a. Keluhan nyeri berkurang
b. Skala berkurang (0-2)
c. Pasien tanpak rileks
1.1.1.3 Intervensi keperawatan dan rasional (NIC)
a. Pengkajian
1) Lakukan pengkajian nyeri yang komperhensip meliputi lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
keparahan nyeri dan factor presipitasinya.
Rasional : memberikan informasi untuk membantu memudahkan
tindakan keperawatan.
2) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada pasien
yang tidak mampu berkomunikasi efektif.
Rasional : mengetahui tingkat nyeri pasien dari ekspresi pasien.
b. Penyuluhan pada pasien/keluarga
Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya : teknik relaksasi
dan distraksi, terapi music, kompres hangat atau dingin, masase dan
tindakan pereda nyeri lainnya.
Rasional : membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan
klien.
c. Kolaboratif
1) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal
(misalnya : setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA. Rasional :
mengurangi nyeri.
2) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih
berat. Rasional : penanganan dini pada nyeri yang dirasa pasien.
3) Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan
saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri
pasien di masa lalu.
Rasional : menentukan tindakan penanganan nyeri lebih lanjut.
d. Mandiri
1) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan.
Rasional : lingkungan yang panas, gaduh dan sebagainya dapat
mempengaruhi keadaan pasien yang dapat berdampak pada rasa nyeri.
2) Pastikan pemberian analgesia terapi atau strategi nonfarmakologi
sebelum melakukan prosedur yang menimbulkan nyeri.
Rasional : mencegah bertambahnya rasa nyeri yang dirasakan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Hamilton, Persis. (1999). Dasar-dasar Keperawatan Maternitas Edisi : 2. Jakarta : EGC

Reeder. (1997). Keperawatan Maternitas : Kesehatan Wanita, Bayi dan Keluarga. Jakarta : EGC

Varney, Hellen. (2007). Buku Saku Bidan. Jakarta : EGC

Wilkinson, J.M. Ahern, N.R., 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta : EGC

Banjarmasin, Agustus 2017


Mengetahui,
Preseptor Akademik Preseptor Klinik

( Kristina Yuniarti, S.Kep., Ns ) ( )

Anda mungkin juga menyukai