Anda di halaman 1dari 18

1

RESUME KEPERAWATAN
DENGAN DIAGNOSA MEDIS EPILEPSI DI POLI ANAK RSUD
PROVINSI NTB

A. TINJAUAN TEORITIS KASUS


1. Pengertian
Epilepsi ialah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-
gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang
disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak yang bersifat
reversibel dengan berbagai etiologi. Serangan ialah suatu gejala yang
timbulnya tiba-tiba dan menghilang secara tiba-tiba (Mansjoer, 2000).
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang
dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat
spontan dan berkala (Harsono, 2007).
2. Etiologi
a. Idiopatik: sebagian besar epilepsi pada anak adalah epilepsi pada anak
adalah epilepsi idiopatik.
b. Faktor herediter: ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang
disertai bangkitan kejang seperti sklerosis tuberosa,
neurofibriomatosis, angiomatosis ensepalo-trigeminal, fenilketonuria,
hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
c. Faktor genetik: pada kejang demam dan breath holding spells
d. Kelainan kongenital otak: atropi, forensepali, agenesis korfus kalosum.
e. Gangguan metabolik: Hipoglikemia, hipokalsimia, hiponatremia,
hipernatremia.
f. Infeksi: radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan
selaputnya, toksoplasmosis.
g. Trauma: Kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma
subdural.
h. Neoplasma otak dan selaputnya.
i. Kelainan pembuluh darah, mal formasi, penyakit kolagen.
j. Keracunan: timbal (Pb), kamper (kapur barus), fenotiazin, air.
k. Lain-lain: penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon degenerasi
serebral.
3. Patofisiologi
Secara umum, epilepsi terjadi karena menurunnya potensial
membran sel saraf akibat proses patologik dalam otak, gaya mekanik atau
2

toksik, yang selanjutnya melepas muatan listrik dari sel saraf tersebut
(Mansjoer, 2000). Beberapa penyelidikan menunjukkan peranan
asetilkolin sebagai zat yang merendahkan potensial membran postsinaptik
dalam hal terlepasnya muatan listrik yang terjadi sewaktu-waktu saja,
sehingga manifestasi klinisnya muncul sewaktu-waktu. Bila asetilkolin
sudah cukup tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik
sel-sel saraf kortikal dipermudah.
Setilkolin diproduksi oleh sel-sel saraf kolinergik dan merembes
keluar dari permukaan otak. Pada kesadaran waspada (terjaga) lebih
banyak asetilkolin lebih banyak merembes ke luar dari permukaan otak
daripada selama tidur.
Pada epilepsi idiopatik, tipe grandmal, secara primer muatan listrik dilepas
oleh nuklei intralaminares talami, yang dikenal juga sebagai inti
centercephalic. Inti ini merupakan terminal dari lintasan asendens aspesifik
atau lintasan asendens ekstralemsnikal. Input dari korteks serebri melalui
lintasan aspesifik itu menentukan derajat kesadaran. Bilamana sama sekali
tidak ada input maka timbullah koma. Pada grandmal, oleh karena sebab
yang belum dapat dipastikan, terjadilah lepas muatan listrik dari inti-inti
intralaminar talamik secara berlebih. Perangsangan talamokortikal yang
berlebihan ini menghasilkan kejang seluruh tubuh dan sekaligus
menghalangi sel-sel saraf yang memelihara kesadaran yang menerima
impuls aferen dari dunia luar sehingga kesadaran menghilang.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Commission of Classification and Terminology of the
International League Against Epilepsy (ILAE) tahun 1981, epilepsy
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Epilepsi parsial (fokal, lokal)
1) Sawan parsial sederhana kesadaran tetap normal
a) Dengan gejala motorik
 Fokal motorik tidak menjalar
 Fokal motorik menjalar (dikenal dengan Epilepsi Jackson)
3

 Versiz disertai gerakan memutar tubuh, mata, kepala


 Postural disertai lengan atau tungkai kaku dalam sikap
tertentu
 Fonasi disertai dengan arus bicara terhenti atau
menimbulkan bunyi- bunyian tertentu
b) Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (melibatkan
pancaindera)
 Somatosensoris timbul rasa kesemutan atau seperti ditusk
jarum
 Visual terlihat kilatan cahaya
 Auditorius terdengar sesuatu
 Olfaktoris terhidu sesuatu
 Disertai vertigo
c) Dengan gejala atau tanda gangguan syaraf otonom pucat,
berkeringat, dilatasi pupil.
d) Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur) sensasi
epigastrium,
 Disfasia mengulang suku kata, kata atau bagian kalimat
 Dimnesia gangguan fungsi ingatan seperti pernah
mengalami, merasakan, melihat atau sebaliknya tidak
pernah.
 Kognitif gangguan orientasi waktu
 Afektif merasa sangat senang, susah, marah, takut
 Ilusi perubahan persepsi benda yang dilihat
 Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada
yangbicara, musik, melihat suatu fenomena tertentu
2) Epilepsi parsial kompleks (disertai gangguan kesadaran)
a) Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran
 Dengan gejala parsial sederhana disertai dengan
menurunnya kesadaran
4

 Dengan automatisme : gerakan-gerakan tidak terkendali


dan tidak disadari
b) Dengan penurunan kesadaran sejak permulaan serangan
 Hanya dengan penurunan kesadaran
 Dengan automatisme
3) Epilepsy parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum
(tonik-klonik, tonik, klonik)
a) Sawan parsial sederhana yang berkembangan menjadi
bangkitan umum
b) Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi
bangkitan umum
c) Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial
kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum
b. Epilepsi umum (konvulsif dan non-konvulsif)
1) Epilepsi lena (absence) : kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti,
muka tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas,
tidak ada reaksi bila diajak bicara, biasanya berlangsung ¼ - ½
menit dan sering dijumpai pada anak. Cirikhasnya :
a) Hanya penurunan kesadaran
b) Dengan komponen klonik ringan
c) Dengan komponen atonik
d) Dengan komponen tonik
e) Dengan automatisme
f) Dengan komponen autonom : kombinasi
2) Epilepsi lena tak khas (atypical absence) : dapat disertai dengan
gangguan tonus yang lebih jelas ; permulaan dan berakhirnya
bangkitan tidak mendadak.
3) Epilepsi mioklonik : terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat
kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot-otot, sekali atau
berulang-ulang.
5

4) Epilepsi klonik : tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang


kelonjot.
5) Epilepsi tonik : tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya
menjadi kaku.
6) Epilepsy tonik-klonik (Grandmal epilepsy)
Serangan dapat diawali dengan aura, klien mendadak jatuh
pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung
selama kira-kira ¼ - ½ menit diikuti kejang kelonjot diseluruh
badan. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan nafas
menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah
meningkat saat kejang, mulut menjadi berbusa karena hembusan
nafas kuat. Mungkin pula klien miksi. Setelah kejang selesai, klien
dapat bangun dengan kesadaran yang masih rendah atau langsung
menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah dan nyeri
kepala
7) Epilepsi atonik : otot-otot seluruh badan mendadak lemas sehingga
klien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik dan dapat juga menurun
sebentar.
8) Status epileptikum : aktifitas kejang yang berlangsung terus-
menerus lebih dari 30 menit tanpa pulihnya kesadaran.
c. Epilepsi tak tergolongkan
Ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang
ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan seperti berwenang, menggigil
atau pernafasan yang mendadak berhenti sejenak.

5. Pemeriksaan Penunjang
Elektroensefhalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang
yang informatif yang dapat memastikan diagnosis epilepsi bila ditemukan
pola EEG yang bersifat khas epileptik baik terekam saat serangan maupun
diluar serangan berupa gelombang, runcing, gelombang paku, runcing
6

lambat, paku lambat. Pemeriksaan tambahan lain yang juga bermanfaat


adalah pemeriksaan poto polos kepala, yang berguna untuk mendeteksinya
adanya fraktur tulang tengkorak: CT scan, yang berguna untuk mendeteksi
adanya infark, hematom, tumor, hidrosefalus, sedangkan pemeriksaan
laboratorium dilakukan atas indikasi untuk memastikan adanya kelainan
sistemik seperti hipoglikemia, hiponatremia, uremia, dan lain-lain.
6. Penatalaksanaa
Tujuan Pengobatan adalah mencegah timbulnya sawan tanpa
mengganggu kapasitas fisik dan intelek pasien. Pengobatan epilepsi
meliputi pengobatan medikamentosa dan pengobatan psikososial.
a. Pengobatan Medika Mentosa
Pada epilepsi yang simtomatis dimana sawan yang timbul
adalah manifestasi penyebabnya seperti; tumor otak, radang otak,
gangguan metabolik, maka di samping pemberian obat anti epilepsi
diperlukan pula terapi kasual.
7

b. Pengobatan Psikososial
Pasien diberikan penerangan bahwa dengan pengobatan yang
optimal sebagian besar akan terbebas dari sawan. Pasien harus patuh
dalam menjalani pengobatannya, sehingga dapat bebas dari sawan dan
dapat belajar, bekerja, dan bermasyarakat secara normal.
7. Prognosis
Pasien epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan bebas serangan
paling sedikit 2 tahun, dan apabila lebih dari 5 tahun sesudah serangan
terakhir obat dihentikan, pasien tidak mengalami sawan lagi, dikatakan
telah mengalami remisi. Diperkirakan 30% pasien tidak akan mengalami
remisi meskipun minum obat secara teratur. Sesudah remisi, kemungkinan
munculnya serangan ulang paling sering didapat pada sawan tonik klonik
dan sawan parsial kompleks. Demikian pula usia muda lebih mudah
mengalami relaps sesudah remisi.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Data Subyektif, antara lain :
1) Keluhan Utama
Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya
ketempat pelayanan kesehatan karena klien yang mengalami
penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut berbuih.
Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya prestasinya
tidak baik dan sering tidak mencatat. Klien atau keluarga mengeluh
anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti mendadak bila
diajak bicara.
2) Riwayat kesehatan.
Klien yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-
spiritual. Kapan klien mulai serangan, pada usia berapa. Frekuensi
serangan, ada faktor presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur,
dan emosi yang labil. Apakah pernah menderita sakit berat yang
disertai hilangnya kesadaran, kejang, cedera otak operasi otak,
Apakah klien terbiasa menggunakan obat-obat penenang atau obat
terlarang, atau mengkonsumsi alkohol. Klien mengalami gangguan
interaksi dengan orang lain / keluarga karena malu,merasa rendah
8

diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu


waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.
3) Riwayat kesehatan keluarga.
Dimaksudkan untuk mendapatkan informasi kemungkinan
masalah yang sama pada keluarga.
4) Klien dapat mengeluhkan kelemahan/lelah dan kurang mampu
melakukan aktivitas sehari-hari.
b. Data Objektif, antara lain:
Dari pemeriksaan fisik didapat penurunan kekuatan otot. Data
pada saat serangan dijumpai:
1) Perubahan pada tanda-tanda vital berupa peningkatan tekanan
darah, denyut nadi meningkat dan sianosis.
2) Inkontinensia urin dan fekal.
3) Perlukaan pada gusi dan lidah.
4) Ada riwayat nyeri, kehilangan kesadaran/pingsan, kehilangan
kesadaran sesaat
klien menangis, jatuh kelantai, disertai komponen motorik seperti
kejang tonik klonik.
5) Mioklonik.
tonik, klonik, atonik. Klien menggigit lidah. mulut berbuih, ada
inkontinensia urin dan fekal, bibir dan muka cianosis, mata dan
kepala bergerak memutar-mutar pada satu posisi atau keduanya.
c. Data setelah Serangan:
1) Setelah serangan tanda-tanda vital mungkin berubah.
2) Klien mengalami lethargi, bingung, otot sakit, gangguan bicara,
nyeri kepala.
3) Perubahan dalam gerakan misalnya hemiplegi/hemiparese
sementara.
4) Klien lupa atau sedikit ingat terhadap kejadian yang menimpa
dirinya.
5) Terjadi perubahan kesadaran/tidak, pernafasan, denyut jantung.
6) Ada perlukaan/cedera.
7) Gusi mengalami hiperplasi karena efek samping penggunaan
Dilantin.
Deskripsi spesifik dari kejang harus mencakup beberapa
data penting meliputi:
1) Awitan yakni serangan itu mendadak atau didahului oleh
prodormal dan fase aura.
9

2) Durasi kejang berapa lama dan berapa kali frekuensinya.


3) Aktivitas motorik mencakup apakah ekstrimitas yang terkena
sesisi atau bilateral, dimana mulainya dan bagaimana
kemajuannya.
4) Status kesadaran dan nilai kesadarannya. Apakah klien dapat
dibangunkan selama atau setelah serangan ?
5) Distrakbilitas, apakah klien dapat memberi respon terhadap
lingkungan. Hal ini sangat penting untuk membedakan apakah
yang terjadi pada klien benar epilepsi atau hanya reaksi
konversi.
6) Keadaan gigi. Apakah pada saat serangan gigi klien tertutup
rapat atau terbuka.
7) Aktivitas tubuh seperti inkontinensia, muntah, salivasi dan
perdarahan dari mulut.
8) Masalah yang dialami setelah serangan paralisis, kelemahan,
baal atau semutan, disfagia, disfasia cedera komplikasi, periode
post iktal atau lupa terhadap semua pristiwa yang baru saja
terjadi.
9) Faktor pencetus seperti stress emosional dan fisik.
2. Diagnosa keperawatan
a. Risiko cedera berhubungan dengan tipe kejang.
b. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi
trakheobronkhial.
c. Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan aktivitas kejang.
e. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan.
f. Risiko isolasi berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
g. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita
penyakit kronis.
h. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian.
i. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan keterbatasan
paparan.
j. Manajemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan
konflik pengambilan keputusan.
3. Intervensi
a. Diagnosa 1 : Risiko cedera berhubungan dengan tipe kejang.
1) NOC : Pengendalian Resiko.
10

2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pencegahan jatuh


selama 3x24 jam diharapkan pasien tidak mengalami cedera dan
tetap tenang dengan seringnya pengendalian resiko skala 3.
3) Kriteria hasil :
a) Pantau faktor resiko perilaku dan lingkungan.
b) Mempersiapkan lingkungan yang aman (misalnya, penggunaan
tikar karet).
c) Menghindari cedera fisik.
d) Mengidentifikasi risiko yang meningkatkan kerentanan
terhadap cedera.
e) Orang tua akan mengenali resiko dan memantau kekerasan.
Skala :
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten
4) NIC : Mencegah Jatuh
a) Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan,
misalnya perubahan status mental, usia, pengobatan dan defisit
motorik / sensorik.
b) Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan risiko
jatuh.
c) Singkirkan benda-benda yang dapat menimbulkan bahaya.
d) Arahkan anak ke area aman, khususnya jauh dari jendela,
tangga, alat pemainan, atau sumber air.
e) Jangan membuat anak teragitasi; bicara dengan suara lembut
dan sikap tenang.
f) Lindungi anak setelah kejang.

b. Diagnosa 2 : Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan


dengan obstruksi trakheobronkhial
1) NOC : Kontrol Aspirasi
2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Mencegah
Jatuh selama 3x24 jam diharapkan jalan nafas pasien kembali
efektif dengan seringnya memonitor aspirasi skala 2.
3) Kriteria hasil :
a) Mengidentifikasi faktor risiko.
b) Menghindari faktor risiko.
c) Menyediakan makanan sesuai kemampuan menelan pasien.
11

d) Mengupayakan konsitusi cairan dan makanan.


Skala :
1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
4) NIC : Mencegah Jatuh
a) Pengelolaan jalan nafas.
b) Ajarkan batuk secara efektif.
c) Posisikan 90 derajat sesuai kemampuan.
d) Berikan oksigen sesuai kebutuhan.
e) Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan untuk
membersihkan sekresi.
c. Diagnosa 3 : Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia
1) NOC : Orientasi Kognitif
2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pelatihan
Memori selama 3x24 jam diharapkan pasien tidak
menunjukkan kerusakan memori dengan status orientasi
kognitif skala 4.
3) Kriteria hasil :
a) Mengidentifikasikan orang terdekat, tempat sekarang, dan
musim, tahun, hari yang benar.
b) Menggunakan teknik untuk membantu memperbaiki memori.
c) Secara akurat mengingat secara tepat, informasi saat ini dan
lama.
d) Mengungkapkan kemampuan yang lebih baik untuk mengingat.
Skala :
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten
4) NIC : Pelatihan Memori
a) Kaji depresi, ansietas, dan peningkatan stres yang mungkin
memberikan kontribusi pada kehilangan memori.
b) Kaji fungsi neurologis untuk menentukan masalah pasien,
apakah kehilangan memori atau demensia.
c) Beri label pada barang-barang.
d) Bantu pasien untuk rileks untuk meningkatkan konsentrasi.
e) Berikan kesempatan pasien untuk konsentrasi seperti suatu
permainan pasangan kartu yang sesuai.
12

f) Berikan gambar pengingat memori; bila diperlukan.


d. Diagnosa 4 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan aktivitas
kejang
1) NOC : Citra Tubuh
2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencapaian Citra
Tubuh selama 3x24 jam diharapkan persepsi pasien terhadap
dirinya positif dengan status citra tubuh skala 3
3) Kriteria hasil :
a. Kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
b. Kesesuaian antara realitas tubuh, ideal tubuh dan wujud tubuh.
c. Mengidentifikasi kekuatan personal.
d. Memelihara hubungan sosial yang dekat dan hubungan
personal.
Skala :
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten
4) NIC : Pencapaian Citra Tubuh
a) Tentukan bagaimana respon anak terhadap tubuhnya sesuai
dengan tahap perkembangan.
b) Identifikasi budaya, agama, ras, jenis kelamin, dan usia dari
orang penting bagi pasien yang menyangkut citra tubuh.
c) Beri dorongan pada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan
perasaan dan untuk berduka.
d) Beri dorongan pada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan
perhatian tentang hubungan personal yang dekat.
e. Diagnosa 5 : Harga Diri Rendah berhubungan dengan perubahan
perkembangan.
1) NOC : Perkembangan Anak :2,3,4,5 tahun: Masa Kanak-kanak
Pertengahan (%-11 tahun), dan Remaja (12-17 tahun).
2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan
Harga Diri selama 3x24 jam diharapkan harga diri pasien positif
(pasien dapat meningkatkan harga dirinya) dengan status
perkembangan menunjukkan skala 3.
3) Kriteria hasil :
a) 2 th : Mengindikasikan keinginan secara verbal, berinteraksi
dengan orang dewasa dalam permainan sederhana.
13

b) 3 th : mampu mengatakan nama pertamanya; memainkan


interaksi dengan anak seusianya.
c) 4 th : Mampu menjelaskan aturan-aturan permainan interaktid
bersama teman seusianya.
d) Mempertahankan hubungan pribadi yang dekat.
Skala :
1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
4) NIC : Peningkatan Harga Diri
a) Pantau pernyataan pasien tentang penghargaan diri.
b) Bantu pasien meningkatkan penilaian dirinya terhadap
penghargaan diri.
c) Hindari tindakan yang dapat melemahkan pasien.
d) Beri penghargaan / pujian terhadap perkembangan pasien
dalam pencapaian tujuan.
e) Ajarkan orang tua akan pentingnya ketertarikan dan
dukungannya terhadap perkembangan konsep diri yang positif
pada anak.
f. Diagnosa 6 : Resiko isolasi sosial berhubungan dengan gangguan
psikologis.
1) NOC : Keterlibatan Sosial
2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan
Sosialisasi selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat berinteraksi
dengan lingkungan dan dapat diterima di lingkungan dengan status
keterlibatan sosial menunjukkan skala 3.
3) Kriteria Hasil :
a) Melaporkan adanya interaksi dengan teman, tetangga, aggota
keluarga.
b) Berpartisipasi dalam aktivitas pengalihan
c) Mulai berhubungan dengan orang lain.
d) Mengembangkan hubungan satu sama lain.
e) Melaporkan adanya peningkatan dukungan sosial.
Skala :
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten
14

4) NIC : Peningkatan Sosialisasi


a) Identifikasi dengan pasien faktor-faktor yang berpengaruh pada
perasaan isolasi sosial.
b) Kurang stigma isolasi dengan menghormati martabat pasien.
c) Dukung hubungan dengan orang lain yang mempunyai
ketertarikan dan tujuan sama
d) Dukung usaha-usaha yang dilakukan pasien, keluarga dan
teman-teman untuk berinteraksi.
e) Berikan uji pembatasan interpersonal.
f) Dukung pasien untuk mengubah lingkungan, seperti jalan-jalan
dan menonton film

g. Diagnosa 7 : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan


mempunyai anak yang menderita penyakit kronik.
1) NOC : Parenting
2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan
Integritas Keluarga selama 3x24 jam diharapkan keluarga
berfungsi secara efektif dengan seringnya melakukan peran sebagai
orang tua yang ditunjukkan dengan skala 4.
3) Kriteria hasil :
a) Memberikan kebutuhan psikologi untuk anak.
b) Memberikan perlindungan dan perawatan kesehatan secara
teratyr dan aseptik.
c) Stimulasi perkembangan kognitif.
d) Stimulasi perkembangan emosi.
e) Stimulasi perkembangan spiritual.
Skala :
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten
4) NIC : Peningkatan Integritas keluarga
a) Kaji interaksi antara pasien dan keluarga.
b) Tentukan jenis hubungan keluarga.
c) Tentukan gangguan dalam jenis proses keluarga.
d) Ajari keterampilan merawat pasien yang diperlukan oleh
keluarga.
15

e) Ajari keluarga perlunya kerja sama dengan sistem sekolah


untuk menjamin akses kesempatan pendidikan yang sesuai
untuk penyakit kronik.
f) Bantu keluarga berfokus pada anaknya dibanding dengan
penyakitnya.
h. Diagnosa 8 : Cemas berhubungan dengan ancaman kematian /
perubahan status kesehatan.
1) NOC : Kontrol Cemas
2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengurangan
ansietas selama 3x24 jam diharapkan kecemasan hilang atau
berkurang dengan seringnya mengontrol cemas dengan skala
3) Kriteria hasil :
a) Merencanakan strategi koping untuk situasi yang membuat
stres.
b) Melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
c) Manifestasi perilaku kecemasan tidak ada.
d) Menunjukkan kemampuan untuk berfokus pada
pengetahuan dan keterampilan yang baru.
e) Tidak menunjukkan perilaku agresif
Skala :
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten
4) NIC : Pengurangan Ansietas
a) Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis,
treatmen dan prognosis.
b) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
c) Berikan dorongan kepada orang tua untu menemani anak,
sesuai dengan kebutuhan.
d) Sediakan pengalihan melalui televise, radio, permainan,
untuk mengurangi ansietas.

i. Diagnosa 9 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan


keterbatasan paparan
1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Menjelaskan Proses Penyakit selama 3x24 jam diharapkan
16

defisit pengetahuan dapat teratasi dengan status pengetahuan


mengenai proses penyakit menunjukkan skala 4.
2) NOC : Knowledge: Proses Penyakit
a) Menguraikan proses penyakit
b) Menguraikan faktor risiko
c) Menguraikan komplikasi
d) Menguraikan tanda dan gejala penyakit.
e) Menguraikan faktor penyebab untuk mencegah komplikasi.
Skala:
1 : Tidak mengetahui
2 : Terbatas pengetahuannya
3 : Sedikit mengetahui
4 : Banyak pengetahuannya
5 : Intensif atau mengetahuinya secara kompleks
3) NIC : Menjelaskan proses penyakit
a) Identifikasi etiologi yang memungkinkan.
b) Uraikan proses penyakit.
c) Uraikan tanda dan gejala penyakit.
d) Diskusikan terapi atau pilihan pengobatan.
e) Jelaskan patofisiologi penyakit.
f) Jelaskan komplikasi kronis yang mungkin terjadi.
j. Diagnosa 10 : Resiko isolasi sosial berhubungan dengan gangguan
psikologis.
1) NOC : Keterlibatan Sosial
2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan
Sosialisasi selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat berinteraksi
dengan lingkungan dan dapat diterima di lingkungan dengan status
keterlibatan sosial menunjukkan skala 3.
3) Kriteria Hasil :
a) Melaporkan adanya interaksi dengan teman, tetangga, anggota
keluarga.
b) Berpartisipasi dalam aktivitas pengalihan
c) Mulai berhubungan dengan orang lain.
d) Mengembangkan hubungan satu sama lain.
e) Melaporkan adanya peningkatan dukungan sosial.
Skala :
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten
4) NIC : Peningkatan Sosialisasi
17

a) Identifikasi dengan pasien faktor-faktor yang berpengaruh pada


perasaan isolasi sosial.
b) Kurang stigma isolasi dengan menghormati martabat pasien.
c) Dukung hubungan dengan orang lain yang mempunyai
ketertarikan dan tujuan sama.
d) Dukung usaha-usaha yang dilakukan pasien, keluarga dan
teman-teman untuk berinteraksi.
e) Berikan uji pembatasan interpersonal.
f) Dukung pasien untuk mengubah lingkungan, seperti jalan-jalan
dan menonton film
18

Anda mungkin juga menyukai