Anda di halaman 1dari 15

ASMA BRONCHIAL

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. DEFINISI
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara
spontan maupun sebagai hasil pengobatan (The American Thoracic Society,
1962). Muttaqin, Arif: 2008
Asma bronchial adalah penyakit inflamasi obstruktif yang ditandai oleh
periode episodic spasme otot-otot polos dalam dinding saluran udara bronchial
(spasme bronkus). Spasme bronkus ini menyempitkan jalan nafas, sehingga
membuat pernafasan menjadi sulit dan menimbulkan bunyi mengi. Asih, Niluh
Gede Yasmin: 2004

2. ETIOLOGI
Asma dapat digolongkan sebagai asma ekstrinsik, yang memiliki penyebab
eksternal pasti, dan asma intrinsic, yang tidak memiliki penyebab eksternal yang
dapat didentifikasi. Asma ekstrinsik sering terjadi sebagai akibat respons alergik,
dengan terbentuknya antibody IgE terhadap antigen spesifik (asma alergik atau
atopic) dan cenderung mulai pada masa kanak-kanak dengan gejala-gejala yang
semakin kurang berat seiring pertambahan usia; 80% penderita asma adalah
atopic. Asma intrinsic biasanya terjadi pada orang dewasa dan tidak membaik.

1. Faktor ekstrinsik / alergik / stofik


Reaksi antigen-antibodi : Karena intalasi allergen (debu, serbuk-serbuk,
bulu-bulu, binatang).
2. Factor intrinsic / non alergik
a. Infeksi : Influenza virus, pneumonia, mycoplasma.
b. Fisik : Cuaca dingin, perubahan temperature.

1
c. Iritan : Kimia, polusi udara (co, udara, asap rokok, parfum).
d. Emosional : Takut, cemas, tegang.
Aktifitas yang berlebihan juga dapat menjadi factor pencetus asma bronchial
berhubungan dengan factor :
a) Hereditas (50%)
b) Kejiwaan / psikis
c) Stress fisik.

3. PATOFISIOLOGI
Serangan awal asma dapat terjadi pada masa kanak-kanak atau dewasa,
episode asma akut, yang disebut sebagai serangan asma dapat dicetuskan oleh
stress, olahraga berat, infeksi, atau pemajanan terhadap allergen atau iritan lain
seperti debu dan sebagainya. Banyak klien asma dalam keluarganya mempunyai
riwayat alergi. Dispnea adalah gejala utama asma, tetapi hiperventilasi, sakit
kepala, kebas, dan mual juga dapat terjadi.
Serangan asmatik terjadi akibat beberapa perubahan fisiologi termasuk perubahan
dalam respons imunologi, resistensi jalan udara yang meningkat, komplians paru
yang meningkat, fungsi mukosilaris yang mengalami kerusakan, dan pertukaran
oksigen-karbon dioksida yang berubah.
Asma imunologis adalah akibat dari reaksi antigen-antibodi yang melepaskan
mediator kimiawi, dimana mediator tersebut menyebabkan 3 reaksi utama; (1)
konstriksi otot polos baik pada jalan nafas yang kecil maupun yang besar, yang
mengakibatkan spasme bronkus; (2) peningkatan permeabilitas yang
mengakibatkan edema mukosa yang lebih jauh lagi menyempitkan jalan udara; (3)
peningkatan sekresi kelenjer mukosa dan meningkatkan pembentukan lendir.
Sebagai akibat, individu dengan serangan asma berjuang untuk bernapas melalui
jalan nafas yang telah menyempit dan dalam keadaan spasme. Asih, Niluh Gede
Yasmin : 2004

2
4. PENCEGAHAN
Serangan eksaserbasi akut asma dapat dicegah dengan menghindari faktor
pencetus asma yang tergantung pada penyebab asma masing-masing pasien.
Identifikasi dan penghindaran alergen di rumah dan tempat kerja harus sebisa
mungkin dilakukan. Penghindaran yang benar-benar terhadap paparan tungau debu
rumah, hewan-hewan peliharaan, dan faktor pekerjaan berhubungan dengan
perbaikan nyata pada gejala-gejala pernapasan, fungsi paru-paru dan
hiperresponsivitas saluran napas. Membuang hewan peliharaan, terutama kucing,
dari dalam rumah akan sangat efektif bila disertai pembersihan dan pencucian
rumah untuk menghilangkan alergen yang mungkin tertinggal yang bisa tetap
berada pada konsentrasi yang cukup untuk merangsang asma dalam waktu yang
lama.

5. MANIFESTASI KLINIK
1. Pengobatan Nonfarmakologi
a. Penyuluhan. Penyuluhan ini ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan
klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari factor-faktor
pencetus, menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari factor pencetus. Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus
serangan asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan
mengurangi factor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi, dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mucus. Ini
dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada.
2. Pengobatan Farmakologi
a. Agonis beta: metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja
sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak antara semprotan
pertama dan kedua adalah 10 menit.

3
b. Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 x sehari. Golongan
metilxantin adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta
agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
c. Kortikosteroid. Jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respons
yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan
dosis 4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka yang lama
mempunyai efek samping, maka klien yang mendapat steroid jangka lama harus
diawasi dengan ketat.
d. Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat
pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis Iprutropioum Bromide
diberikan 1-2 kapsul 4 x sehari (Kee dan Hayes, 1994). Muttaqin, Arif: 2008

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
golongan adrenergic. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma.
2. Tes Provokasi Bronkhus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau lebih
setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap
bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
3. Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukkan adanya antibody IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Analisa Gas Darah (AGD / Astrup).
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia,
hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
b. Sputum

4
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena
hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa,
sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan
gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur
dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotic.
c. Sel eosinofil.
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3
baik asma intrinsic ataupun ekstrinsik, sedangkan hitungan sel eosinofil normal
antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru diseratai penurunan hitung jenis sel
eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat.
d. Pemeriksaan darah rutin dan kimia.
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi.
SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau
hiperkapnea.
5. Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronchial biasanya normal,
tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya proses patologi diparu atau komplikasi asma seperti pneumothoraks,
pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain. Muttaqin, Arif: 2008

7. PROGNOSIS
Factor-faktor yang mempengaruhi prognosis:
a) Usia ketika serangan pertama timbul, seringnya serangan asma berat
ringannya serangan asma, terutama pada 2 tahun sejak mendapatkan serangan
asma.
b) Banyaknya factor atopi ditemukan pada diri anak dan keluarganya.
c) Menderita atau pernah menderita aksema infaintel yang sulit diatasi
d) Lamanya minum susu ibu
e) Usaha pengobatan dan penanggulangannya

5
f) Apakah ibu / bapak / teman sekamar / perumah perokok – polusi udara yang
lain rumah juga dapat mempengaruhi.
g) Penghindaran allergen yang dimakan sejak hamil dan pada waktu menyusui
h) Jenis kelamin, kelainan hormonal dan lain-lain.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut:
a) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
b) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
c) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
d) Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi
3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru
yaitu :
a) Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation.

6
b) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBBB (
Right bundle branch block).
c) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversibel, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis
asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
Hasil pemeriksaan spirometri pada penderita asma:
a) Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) menurun
b) Kapasitas vital paksa (FVC)menurun
c) Perbandingan antara FEV1 dan FEC menurun. Hal ini disebabkan karena
penurunan FEV1 lebih besar dibandingkan penurunan FVC
d) Volume residu (RV) meningkat
e) Kapasital fungsional residual (FRC) meningkat
6. Uji kecepatan aliran puncak ekspiratoir (APE)
Tes ini merupakan tes sederhana dengan menggunakan alat pengukur aliran
puncak Wright. Bila hasil pengukuran menunjukkan:
a) Kecepatan APE mula-mula kurang dari 60 liter/menit, atau

7
b) Peningkatan APE terhadap standar (sesudah diberikan terapi selama 1 jam)
kurang dari 50%
maka pasien dianjurkan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit.

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a) Keluhan utama
Keluhan utama meliputi sesak nafas, bernafas terasa berat pada dada, dan
adanya keluhan sulit untuk bernafas.
b) Riwayat penyakit saat ini
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama dengan
keluhan sesak nafas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-
gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan,
gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah.
Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang biasa diminum klien dan memeriksa
kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali
c) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi
saluran pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung.
Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu, dan alergen-alergen yang dicurigai
sebagai pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk
meringankan gejala asma.
d) Riwayat penyakit keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma
atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitivitas
pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh factor genetic dan lingkungan.
e) Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum

8
Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan,
kegelisahan, kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang
meningkat, penggunaan otot-otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan
lender lengket, dan posisi istirahat klien.
2) Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama
untuk melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter
anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan,
dan frekuensi pernapasan.
3) Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal.
4) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah.
5) Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi
lebih dari empat detik atau lebih dari tiga kali inspirasi, dengan adanya bunyi
napas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.

9
10
3. DIAGNOSIS
a) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkhokonstriksi,
bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkhus, serta sekresi mukus yang
kental.
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan spasme bronkus.
c) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tidak mampu mengabsorbsi makanan karena factor biologi.
d) Cemas berhubungan dengan ancaman kematian (ketidakmampuan untuk
bernapas). Nanda: 2005-2006

4.INTERVENSI
DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
Ketidakefektifan  Dalam waktu  Kaji warna dan kekentalan
bersihan jalan napas 3x24 jam setelah sputum
berhubungan dengan diberikan  Atur posisi semi fowler
bronkhokonstriksi, tindakan bersihan  Ajarkan cara batuk efektif
bronkhospasme, jalan napas  Bantu klien napas dalam
edema mukosa dan kembali efektif  Pertahankan intake cairan
dinding bronkhus, sedikitnya 2500 ml/hari
serta sekresi mukus Kriteria hasil : kecuali tidak diindikasikan
yang kental  Dapat  Kolaborasi dengan melakukan
mendemonstrasik fisioterapi dada dengan tehnik
an batuk efektif postural drainase, perkusi dan
 Dapat fibrasi dada.
menyatakan  Kolaborasi pemberian obat :
strategi untuk Bronkodilator golongan B2
menurunkan Nebuler (via inhalasi) dengan
kekentalan golongan terbutaline 0.25 mg,

11
sekresi fenoterol HBr 0.1% solution,
 Tidak ada suara orciprenaline sulfur 0.75 mg.
napas tambahan Intravena dengan golongan
dan wheezing (-) theophyline ethilenediamine
 Pernapasan klien (Aminofilin) bolus IV 5-6
normal (16- mg/kgBB. Agen mukolitik
20x/m) tanpa ada dan ekspektoran
penggunaan otot kortikosteroid
bantu napas.

Gangguan Dalam waktu Kaji kefektifan jalan napas


pertukaran gas yang 3x24 jam setelah  Kolaborasi untuk pemberian
berhubungan dengan diberikan bronkodilator secara aerosol
spasme bronkus intervensi,  Lakukan fisioterapi dada
pertukaran gas  Kolaborasi untuk pemantauan
membaik analisa gas arteri
 Kolaborasi pemberian oksigen
Kriteria hasil : via nasal
 Frekuensi napas
16-20x/menit,
nadi 70=90x/m,
sianosis (-),
dispnea (-).
 GDA dalam
batas normal
Ketidakseimbangan  Dalam waktu  Kaji status nutrisi klien, turgor
nutrisi: kurang dari 3x24 jam setelah kulit, berat badan, integritas
kebutuhan tubuh diberikan mukosa oral, kemampuan

12
berhubungan dengan tindakan menelan, riwayat
tidak mampu keperawatan mual/muntah dan diare.
mengabsorbsi intake nutrisi  Pantau intake –output,
makanan karena klien terpenuhi timbang berat badan secara
factor biologi periodik (sekali seminggu)
Kriteria hasil :  Lakukan dan ajarkan
 Klien dapat perawatan mulut sebelum dan
mempertahankan sesudah
status gizinya intervensi/pemeriksaan
dari yang semula peroral.
kurang menjadi  Kolaborasi dengan ahli gizi
adekuat. untuk menetapkan komposisi
 Pernyataan dan jenis yang tepat
motivasi kuat  Fasilitasi pemberian diet
untuk memenuhi berikan dalam porsi kecil tapi
kebutuhan sering.
nutrisinya  Kolaborasi untuk pemeriksaan
laboratorium khususnya
BUN, protein serum dan
albumin.
 Kolaborasi untuk pemberian
multivitamin.
Cemas berhubungan  Dalam waktu  Bantu dalam mengidentifikasi
dengan adanya 1x24 jam klien sumber koping yang ada
ancaman kematian mampu  Ajarkan tehnik relaksasi
(kesulitan bernapas) memahami dan  Pertahankan hubungan saling
menerima percaya antara klien dengan
keadaanya perawat

13
sehingga tidak  Kaji faktor yang menimbulkan
terjadi rasa cemas
kecemasan.  Bantu klien mengenali dan
mengakui rasa cemasnya
Kriteria hasil :

 Klien terlihat
mampu bernapas
secara normal
dan mapu
beradaptasi
dengan
keadaannya.
 Respon
nobverbal klien
tampak lebih
rileks dan santai.

14
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jilid I. Jakarta: Salemba Medika.
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2004. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Cetakan I. Jakarta: EGC.
J.P.T. Ward, J. Ward, R.M. Leach, C.M. Wiener. 2006. The Respiratory System at a
Glance. 2nd ed.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Ed. 3. Jakarta: EGC.
NANDA, Nursing Diagnoses: Definition and classification 2005-2006, NANDA
International, Philadelphia, 2005.
Diagnosa NANDA (NIC & NOC). 2007-2008.

15

Anda mungkin juga menyukai