Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Demam tifoid merupakan penyakit yang sering terjadi di negara tropis. Kondisi iklim
yang sangat rawan biasanya berhubungan dengan penyakit yang akan di derita dengan
musim-musim tertentu. Dapat dilihat, di Indonesia saat musim hujan angka seseorang
yang terserang penyakit akan meningkat. (Kementerian Kesehatan RI, 2012)
World Health Organization (2014) memperkirakan prevalensi demam tifoid di dunia
mencapai 21 juta kasus dengan 220.000 orang meninggal setiap tahunnya. Sedangkan
pada tahun 2018, penyakit demam tifoid di dunia mencapai 11-20 juta kasus yang
mengakibatkan 128.000-161.000 orang meninggal setiap tahun. Asia merupakan salah
satu negara dengan posisi teratas pada penyakit demam tifoid, dengan didapati 13 juta
keadaan yang terjadi setiap tahunnya.
World Health Organization (WHO) memperkirakan kasus kematian yang terjadi di Asia
akibat demam tifoid mencapai 70%. Indonesia diperkirakan kejadian ini terdapat
sebanyak 300-810kasus per 100.000 penduduk setiaptahunnya dengan penderita
terbanyakkelompok usia 2-15 tahun
BAB I

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut sistem pencernaan yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Demam tifoid ditularkan melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri Salmonella typhi, selain itu
penyakit ini dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan feses, urin atau sekret
penderita demam tifoid.

B. ETIOLOGI
Penyebab utama thypoid adalah kuman salmonella typi dan salmonella paratyphi A,
B, dan C yang memasuki saluran pencernaan (WHO, 2019).
Salmonella typhi adalah bakteri gram negative yang menyebabkan spektrum sindrom
klinis yang khas termasuk gastroenteritis, demam enterik, bakteremia, infeksi
endovaskular, dan infeksi fecal seperti osteomielitis atau abses (Naveed and Ahmed,
2016)
Hygiene sanitasi adalah faktor utama penularannya. Penularan salmonella typi dapat
ditularkan melalui beberapa cara, yakni yang dikenal dengan 5F:
1. Food : makanan mentah atau belum masak/ makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh bakteri Salmonella typhi
2. Fingers : jari atau tangan yang kotor (tidak cuci tangan),
3. Fomitus : muntahan penderita yang mengandung salmonella typi,
4. Fly ( Lalat) : tempat kotor yang banyak lalat atau kurangnya sanitasi dan hygienitas,
5. Feces : kotoran penderita yang mengandung salmonella thypii( Bhandari, 2020)

C. PATOFISOLOGI
Menurut Rahmat (2019), demam tifoid dapat ditularkan melalui 5F yaitu Food, Fingers,
Fomitus, Feses, dan Fly. Bakteri Salmonella Typhi dapat ditularkan melalui makanan
dan minuman yang telah terkontaminasi oleh lalat. Apabila seseorang tidak
memperhatikan kebersihan jari-jari tangannya, maka bakteri tersebut dapat masuk ke
dalam tubuh menuju ke saluran pencernaan dan makteri akan masuk ke lambung yang
nantinya sebagian akan dimusnahkan. Sebagian yang lainnya masuk ke dalam usus
halus, sehingga terjadinya perkembangbiakan bakteri.
Menurut Amin Huda dan Hardhi Kusuma (2015), bakteri yang masuk ke dalam usus
halus akan menyebabkan peradangan, sehingga nantinya bakteri akan masuk ke dalam
pembuluh limfe dan peredaran darah (bakterimia primer). Selanjutnya bakteri akan
masuk ke dalam retikulo endothelial (RES) terutama di hati dan limfa. Sehingga
menyebabkan inflamasi dan terjadilah hepatomegali dan pembesaran limfa. Saat limfa
menjadi besar, terjadilah splenomegaly yang menyebabkan penurunan mobilitas dan
peristaltik pada usus, sehingga menyebabkan diare atau konstipasi.
Peningkatan asam lambung dapat menyebabkan pasien mengalami mual dan muntah.
Selain itu, saat bakteri masuk kedalam RES, selanjutnya bakteri akan masuk
keperedaran darah (bacteremia sekunder) yang kemudian akan menyebabkan
terjadinya kerusakan pada sel. Hal ini akan merangsang sel melepaskan zat epirogen
oleh leukosit, dimana dapat mempengaruhi pusat termogulator di hipotalamus dan
menyebabkan kalien mengalami demam.

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan
penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi
terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi melalui
minuman.
Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodormal, yaitu tidak enak badan,
lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat (Putri et al., 2021). Demam
berlangsung 3 minggu.
1. Minggu pertama: demam ritmen, biasanya menurun pagi hari, dan meningkat pada
sore dan malam hari. Pada minggu pertama ini pada anak akan disertai gejala mual,
muntah nyeri perut dan nafsu makan menurun. Selain itu lidah anak tampak kotor
(terdapat kotoran warna putih).
2. Minggu kedua: demam terus dan pada
3. minggu ketiga: demam mulai turun secara berangsur-angsur, gangguan pada
saluran pencernaan, lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan
tepi kemerahan, jarang disertai tremor, hati dan limpa membesar, nyeri pada
perabaan, gangguan pada kesadaran, kesadaran yaitu apatis-somnolen (Idrus,
2020).

E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang diakibatkan penyakit demam typoid menurut Lestari (2016)
1. Perporasi usus, perdarahan pada usus dan illius paralitik
2. Anemia hemolitik
3. Miokarditis, thrombosis, kegagalan sirkulasi
4. Pneumonia, empyema dan pleuritis
5. Hepatitis, koleolitiasis

F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan demam typoid adalah sebagai berikut:
1. Tirah baring
Tujuan dilakukan tirah baring atau bed rest adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi seperti perdarahan dan perforasi, terutama pada pasien dengan gejala
klinis berat (Kemenkes RI, 2015). Setelah dilakukan tirah baring dapat dilakukan
pemberian kompres pada area axilla, leher, dan lipatan tubuh lainnya (Marni, 2016).
2. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan
Pemenuhan kebutuhan nutrisi pada pasien sadar dapat diberikan makanan bubur
saring atau saat kondisi pasien dalam keadaan normal diberikan nasi tim dan nasi
biasa dengan memperhatikan kandungan kalori dan protein. Jika keadaan terus
membaik dapat diberikan bubur kasar. Pemenuhan cairan oral dapat dilakukan
dengan memberikan susu 2 gelas sehari, sedangkan untuk pemenuhan cairan
parental biasanya diberikan dengan kondisi sakit berat, komplikasi, dan penurunan
kesadaran dengan dosis sesuai dengan kebutuhan harian pasien (Kemenkes RI,
2015).
3. Terapi simtomatik
Terapi simptomatik dilakukan sesuai dengan gejala yang dialami oleh pasien meliputi
pemberian antipiretik, antiemetik, dan roboransia atau vitamin (Kemenkes RI, 2015).
4. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik pada pasien demam typoid biasanya akan diberikan
kloramfenikol, kotrimoksazol, ampisilin, amoksilin, dan ceftriaxone (Marni, 2016).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut (Sodikin, 2011), pemeriksaan penunjang pada pasien typhoid adalah:
1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukosit dapat terjadi walaupun tanpa dosertai infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOPT dan SGPT SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan
kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak dapat
memerlukan penanganan khusus.
3. Pemeriksaan Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella
tpyhi. Uji widal dilakukan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum pasien
typhoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka pasien membuat antibodi
(aglutinin).
4. Pemeriksaan Kultur
1) Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
2) Kultur urin : bisa positif pada akhir kedua
3) Kultur feses : bisa positif pada minggu kedua hingga minggu ketiga
5. PemeriksaanAnti Salmonella typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut Salmonella
typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke3 dan ke-4 terjadinya demam.

H. PENGKAJIAN
Menurut Wahid (2013), penyakit ini sering ditemukan pada semua usia dari bayi diatas
satu tahun hingga dewasa.
1. Identitas klien : Dalam data umum ini meliputi nama klien, jenis kelamin, alamat,
agama, bahasa yang dipakai, suku, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, nomor register, tanggal MRS dan diagnosia medis.
2. Keluhan utama: demam yang akan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh secara
bertahap hingga mencapai suhu 40oC pada minggu pertama (Sucipta, 2015).
3. Riwayat penyakit sekarang: pada anak yang mengalami demam typoid pada satu
minggu pertama akan menunjukkan gejala ringan dan semakin hari keadaan
semakin memburuk sehingga akan terjadi peningkatan suhu tubuh secara bertahap
hingga mencapai suhu 40oC pada minggu pertama (Sucipta,2015). Demam yang
terjadi akan naik turun pada pagi hari dan suhu akan meningkat kembali waktu sore
atau malam hari.
4. Riwayat penyakit dahulu: penyakit yang pernah diderita pasien, pada bagian ini
pasien ditanya apakah pernah mengalami sakit demam typoid yang sama atau
kambuh, terdapat informasi mengenai riwayat status kesehatan pasien (Sucipta,
2015).
5. Riwayat penyakit keluarga: pada saat pengkajian perlu ditanyakan pada pasien
maupun anggota keluarga apakah sebelumnya ada keluarga yang menderita
demam typoid sehingga bisa terjadi adanya penularan (Sucipta, 2015).
6. Pola persepsi dan tata laksana kesehatan: pada pola ini dapat diidentifikasi persepsi
klien atau keluarga tentang konsep sehat sakit (Rohmah, 2014).
7. Pola nutrisi atau metabolik: klien mengalami penurunan nafsu makan akibat mual
dan , muntah (Sucipta, 2015).
8. Pola eliminasi: eliminasi urin berwarna kuning kecoklatan akibat kurangnya
kebutuhan cairan tubuh karena peningkatan suhu tubuh dan eliminasi alvi klien
mengalami masalah yaitu mengalami konstipasi akibat tirah baring yang lama
(Nirmala, 2017)
9. Pola aktivitas dan kebersihan diri: aktivitas klien terganggu akibat tirah baring total
untuk mencegah terjadinya komplikasi seperti perdarahan dan perforasi, terutama
pada pasien dengan gejala klinis berat (Kemenkes RI, 2015).
10. Pola istirahat tidur: pola istirahat dan tidur terganggu akibat peningkatan suhu tubuh
(Nirmala, 2017).
11. Pola kognisi dan persepsi sensori: pada kognitif pasien tidak mengalami kelainan
kecuali jika berada dalam penurunan kesadaran dan pada fungsi indra pengecap,
pembau, penglihatan, pendengaran, dan peraba tidak terdapat kelainan (Nirmala,
2017).
12. Pola konsep diri: biasanya terjadi kecemasan pada orangtua terhadap penyakit
anaknya (Nirmala, 2017).
13. Pola peran dan hubungan: hubungan dengan orang lain terganggu akibat
hospitalisasi dan tirah baring total (Nirmala, 2017)
14. Keadaan umum dan tanda-tanda vital: biasanya akan terjadi peningkatan suhu
tubuh secara bertahap hingga mencapai suhu 40oC pada minggu pertama
(Mubarak, 2015). Gejala demam terjadi sekitar 7-14 hari atau dapat mencapai 3-30
hari dengan gejala secara perlahan dan mulai muncul demam remitten dan terjadi
secara bertahap yang akan mencapai titik tertinggi pada minggu pertama dengan
suhu 38oC atau lebih. Demam biasanya akan turun pada pagi hari dan meningkat
pada sore atau malam hari dan demam sulit turun meskipun telah diberikan
antipiretik. Pada minggu ke-2 masih berada dalam keadaan demam dan pada
minggu ke-3 suhu badan berangsur turun kecuali jika terdapat infeksi dalam tubuh
(Ghassani, 2014).
15. Sistem pernafasan: pada sistem pernafasan dengan gejala batuk kering dan pada
kasus yang lebih berat dapat ditemukan pneumonia (Nirmala, 2017).
16. Sistem kardiovaskuler: penurunan tekanan darah, keringat dingin, kulit pucat, akral
dingin. Pada minggu ketiga dapat terjadi miokarditis dengan penurunan curah
jantung yang ditandai dengan denyut nadi lemah, nyeri dada, dan kelemahan fisik
(Nirmala, 2017).
17. Sistem persyarafan: penurunan fungsi serebral yang dapat berakibat syok dan
penurunan kesadaran serta gangguan mental halusinasi dan delirium (Nirmala,
2017).
18. Sistem gastrointestinal: bau mulut tidak sedap, lidah kotor, bibir kering dan pecah-
pecah, terdapat nyeri perut regio epigastrik (nyeri ulu hati), mual dan muntah, diare
dan konstipasi (Kemenkes RI, 2006)
19. Sistem muskuloskeletal: kelemahan fisik umum, nyeri otot dan malaise (Nirmala,
2017).
20. Pemeriksaan penunjang
21. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada anak dengan demam typoid menurut
Susilaningrum (2013) adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan darah tepi
b. Pemeriksaan serologi terhadap spesimen darah: terdapat salmonella typhi yang
ditemukan di minggu pertama dan minggu berikut akan ditemukan di feses dan
urin.
c. Pemeriksaan widal: hasil titer antigen O 1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan
secara progresif.

I. DIAGNOSA
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis terhadap respon klien terhadap
masalah kesehatan aktual ataupun potensial. Tujuan dari diagnosis keperawatan adalah
untuk mengidentifikasi respon individu, keluarga, dan komunitas yang berkaitan dengan
kesehatan (Tim Pokja SDKI, 2016). Menurut Marni (2016) diagnosis keperawatan yang
sering muncul pada anak dengan demam typoid diantaranya yaitu:
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan Faktor psikologis
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
J. PERENCANAAN

Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi

Hipertermia (D.0130) Setelah dilakukan Tindakan Manajemen Hipertermia


b.d Proses penyakit d.d keperawatan selama 3x24 Tindakan
Suhu tubuh diatas nilai jam, maka Termoregulasi Observasi
normal, kulit terasa membaik, dengan kriteria - Identifikasi penyebab Hipertermia
hangat hasil : - Monitor suhu tubuh
1. Suhu tubuh membaik - Monitor komplikasi akibat hipertermia
2. Suhu kulit membaik Terapeutik
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Lakukan pendingin eksternal (kompres dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan Tindakan Manajemen nyeri
b.d agen pencedera keperawatan selama 3x24 Tindakan :
fisiologis d.d jam, maka Tingkat nyeri Observasi
Mengeluh nyeri, tampak menurun, dengan kriteria - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
meringis, nafsu makan hasil : - Identifikasi skala nyeri
berubah 1. Keluhan nyeri menurun - Identifikasi respons nyeri non verbal
2. Meringis menurun Terapeutik
3. Muntah menurun - Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4. Mual menurun Edukasi
5. Nafsu makan membaik - Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetic, jika perlu
Defisit nutrisi b.d Faktor Setelah dilakukan Tindakan Manajemen nutrisi
psikologis d.d Nyeri keperawatan selama 3x24 Tindakan
abdomen, Nafsu makan jam, maka status nutrisi Observasi
menurun membaik. - Identifikasi status nutrisi
1. Porsi makanan yang - Monitor asupan makanan
dihabiskan meningkat - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
2. Nyeri abdomen menurun Terapeutik
3. Nafsu makan membaik - Berikan makanan tinggi kalori dan protein
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
K. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan atau tindakan merupakan suatu hal tindakan yang
dilaksanakan oleh perawat untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah di
rencanakan dalam intervensi keperawatan dalam proses keperawatan untuk pasien
dengan demam typoid dengan
1. Masalah Keperawatan gangguan hipertermia dan intervensi keperawatan
manajemen hipertermia :
a. Mengidentifikasi penyebab hipertermia
b. Memonitor suhu tubuh
c. Memonitor komplikasi akibat hipertermia
d. Melonggarkan atau lepaskan pakaian
e. Melakukan kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen dan aksila
f. Menganjurkan tirah baring
2. Masalah Keperawatan Nyeri akut dan intervensi keperawatan manajemen nyeri
a. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri.
b. Mengidentifikasi skala nyeri
c. Mengidentifikasi respons nyeri non verbal
d. Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
e. Menjelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
f. Menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri
g. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
h. Berkolaborasi pemberian analgetic
3. Masalah keperawatan Defisit nutrisi
a. Mengidentifikasi status nutrisi
b. Memonitor asupan makanan
c. Memonitor hasil pemeriksaan lab
d. Memberikan makanan tinggi kalori dan protein
e. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan.
L. EVALUASI
Tahap evaluasi menurut Sugeng Jitowiyono dan Weni Kristiyanasari (2010), merupakan
suatu perbandingan dari hasil-hasil yang diamati selama pemberian asuhan
keperawatan dengan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Jika kriteria
hasil telah tercapai maka klien akan keluar dari proses keperawatan. Dan sebaliknya,
jika kriteria hasil belum tercapai ataupun timbul masalah baru maka proses keperawatan
akan berjalan lagi.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut sistem pencernaan yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Menurut Rahmat (2019), demam tifoid
dapat ditularkan melalui 5F yaitu Food, Fingers, Fomitus, Feses, dan Fly. Bakteri
Salmonella Typhi dapat ditularkan melalui makanan dan minuman yang telah
terkontaminasi oleh lalat. Apabila seseorang tidak memperhatikan kebersihan jari-jari
tangannya, maka bakteri tersebut dapat masuk ke dalam tubuh menuju ke saluran
pencernaan dan makteri akan masuk ke lambung yang nantinya sebagian akan
dimusnahkan. Sebagian yang lainnya masuk ke dalam usus halus, sehingga terjadinya
perkembangbiakan bakteri.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai