Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN TYPHOID PADA TN.

R DENGAN
MASALAH KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI:
KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH
DI RUANGAN PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT IMANUEL

Oleh :
Nama : Gevin Tabaru
Nim : 1490123117

PROGAM PROFESI NERS ANGKATAN XXXI


INSTITUT KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG
TAHUN 2023
A. Pendahuluhan
Demam thypoid merupakan satu-satunya bentuk infeksi salmonela sistemik
sebagai akibat dari bakteriemia yang terjadi, diperkirakan 21, 6 juta kasus demam
thypoid dengan insiden bervariasi dari 100-1000 per 100.000 populasi. Data World
Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam
thypoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun di
negara berkembang, kasus demam thypoid dilaporkan sebagai penyakit dimana 95%
merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali
lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Gejala klinis demam tifoid sangat
bervariasi, mulai dari gejala yang ringan sekali hingga tidak terdiagnosis, dengan
gejala yang khas (sindrom demam tifoid), sampai dengan gejala klinis berat yang
disertai komplikasi. Umumnya perjalanan penyakit berlangsung dalam jangka waktu
pendek dan jarang menetap lebih dari 2 minggu. Beberapa gejala klinis demam tifoid
antara lain demam,gangguan saluran pencernaan, gangguan kesadaran,
hepatosplenomegali, bradikardia relatif dan gejala lain (Kemenkes RI, 2012).
Termoregulasi adalah suatu pengaturan psiologis tubuh manusia mengenai
keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat di
pertahankan secara konstan. Keseimbangan suhu tubuh diregulasi oleh mekanisme
fsiologis dan perilaku. Agar suhu tubuh tetap konstan dan berada dalam batasan
normal, hubungan antara produksi panas dan pengeluaran panas harus dipertahankan
keseimbangannya (Mubarak, 2017). Termoregulasi pada demam typhpoid
dikarenakan termoregulasi itu pengatur psiologis tubuh manusia mengenai
keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga tubuh dapat
dipertahankan secara konstan. Sedangkan demam typhoid penyakit infeksi yang di
akibatkan oleh bakteri salmonella yang hidup ditubuh manusia yang menyebabkan
tubuh seorang penderita tersebut mengalami panas yang sangat tinggi, sehingga pada
demam 2 typhoid harus dapat dipertahankan dalam batas normal hubungan antara
produksi panas dan pengeluaran panas dipertahankan keseimbangannya. Sebagai
peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien demam thyfoid
yang perlu diperhatikan selama perawatan adalah memberikan pendidikan kesehatan,
memberikan motivasi, dan intervensi perawatan dalam hal ini yaitu mempertahankan
suhu tubuh normal pada pasien typhoid perawat memiliki peran dan memberikan
asuhan keperawatan seperti memberikan terapi obat, menganjurkan memakai pakaian
yang longgar, memfasilitasi jadwal istirahat dan tidur yang cukup yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan termoregulasi dan mencegah terjadinya kenaikan suhu
tubuh lagi.
Di Indonesia, thypoid harus mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak,
karena penyakit ini bersifat endemis dan mengancam kesehatan masyarakat.
Permasalahannya semakin komplek dengan meningkatnya kasuskasus karier (carrier)
atau relaps dan resistensi terhadap obat-obat yang dipakai, sehingga menyulitkan
upaya pengobatan dan pencegahan. Pada tahun 2008, angka kesakitan thypoid di
Indonesia dilaporkan sebesar 81,7 per 100.000 penduduk, dengan sebaran menurut
kelompok umur 0, 0/100.000 penduduk (0-1 tahun), 148, 7/100.000 penduduk (2-4
tahun ), 180, 3/100.000 (5-15 tahun ), dan 51, 2/100.000 (>16 tahun ). Angka ini
menunjukkan bahwa penderita terbanyak adalah pada kelompok usia 2-15 tahun
(Purba, 2016). Berdasarkan RISKESDAS Tahun 2007 di dalam Laporan Nasional,
provinsi Lampung yang terdiagnosis dengan gejala 0, 67%. Prevelensi thypoid klinis
banyak ditemukan pada kelompok umur sekolah (5-14 tahun) yaitu 1, 9% terendah
pada bayi (0, 8%) dan relatif tinggi di wilayah pedesaan dibandingkan perkotaan
(Rusmini, 2014). Data Dinas Kesehatan Provinsi Lampung tahun 2017, menyebutkan
jumlah kasus demam tifoid pasien rawat inap di puskesmas sebanyak 37.708 kasus.
Sedangkan di rumah sakit sebanyak 96 kasus pasien rawat inap, dan 210 kasus pasien
rawat jalan (Rikesdas, 2017). Dari data buku register Ruang Kamelia Lampung
jumlah penyakit Demam Typhoid pada bulan Desember tahun 2021 berjumlah 12
orang 3 penderita. Pada bulan Januari tahun 2022 jumlah pasien Demam Typhoid
meningkat menjadi 4 orang sehingga diakhir bulan februari tahun 2022 penderita
demam typhoid berjumlah 12 orang.. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk
mengangkat judul Asuhan Keperawatan Gangguan Kebutuhan rasa aman pada pasien
Demam Thypoid di Ruang Kamelia Rumah Sakit TK IV 02.07.04 DKT
DENKESYAH Tahun 2022.

B. Pengertian Demam
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan
oleh Salmonella tipe A, B, dan C yang dapat menular melalui oral, fekal, makanan,
dan minumanyang terkontaminasi (Wulandari dan Erawati 2016). Demam typhoid
adalah penyakit infeksi bakteri yang menyerang sistem pencernaan manusia yang
disebabkan oleh Salmonella typhi dengan gejala demam satu minggu atau lebih
disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran (Ulfa dan Handayani 2018).

C. Etiologi Demam Typhoid


Menurut (Wulandari dan Erawati 2016) penyakit typhoid disebabkan oleh infeksi
kuman Salmonella thposa / Eberthela thyposa yang merupakan kuman negatif, motil
dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun
suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 70oC dan antiseptik. Salmonella
thyphosa mempunyai 3 macam antigen yaitu :
 Antigen O : Ohne Hauch, yaitu somatik antigen (tidak menyebar)
 Antigen H : Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil.
 Antigen V : kapsul, merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi O antigen terdapat fagositosis.
Salmonella parathyphi terdiri 3 jenis yaitu A, B, dan C. Ada dua sumber
penularan Salmonella typhi yaitu pasien dengan demam thypoid dan pasien
dengan carrier. Carrier adalah orang yang sembuh dengan demam typoid dan
masih terus mengekskresi Salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih
dari satu tahun.
Minggu ke- Pada minggu ke-2 gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi,
lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus,
penurunan kesadaran.
D. Tanda dan gejala typhoid
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini dapat masuk dan
berkembang di dalam usus setelah seseorang mengonsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi tinja atau urine penderita demam tifoid.Salmonella typhi juga dapat menular
dari penderita yang sudah tidak bergejala, tetapi masih membawa bakteri tersebut. Hal ini
terjadi karena penyembuhan belum dilakukan secara total sehingga Salmonella typhi masih
tersisa di dalam usus dan dapat menular ke orang lain. Gejala demam tifoid muncul 7–14 hari
setelah seseorang terinfeksi bakteri Salmonella typhi. Seberapa lama gejala berlangsung
tergantung pada perkembangan penyakit.
Penderita demam tifoid dapat mengalami gejala awal berupa:
 Demam yang meningkat secara bertahap hingga mencapai 39–40°C
 Sakit kepala
 Nyeri otot
 Lelah dan lemas
 Keringat berlebih
 Batuk kering
 Hilang nafsu makan
 Berat badan menurun
 Sakit perut
 Sembelit
 Ruam kemerahan di kulit
 Pembengkakan di perut
Jika penyakit memburuk, demam tifoid dapat menimbulkan gejala lanjutan, seperti:
 Linglung atau mengigau
 Halusinasi
 Diare
 Menggigil
 Tubuh terasa sangat Lelah
 Sulit berkonsentrasi

E. Patofisiologi Demam Typhoid


Penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi. Bakteri Salmonella typhi merupakan bakteri basil gram negatif ananerob
fakultatif. Bakteri Salmonella akan masuk kedalam tubuh melalui oral bersama
dengan makanan atau minuman yang terkontaminasi. Sebagian bakteri akan
dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung. Sebagian bakteri Salmonella yang
lolos akan segera menuju ke usus halus tepatnya di ileum dan jejunum untuk
berkembang biak. Bila sistem imun humoral mukosa (IgA) tidak lagi baik dalam
merespon, maka bakteri akan menginvasi kedalam sel epitel usus halus (terutama sel
M) dan ke lamina propia. Di lamina propia bakteri akan difagositosis oleh makrofag.
Bakteri yang lolos dapat berkembang biak didalam makrofag dan masuk ke sirkulasi
darah (bakterimia I). Bakterimia I dianggap sebagai masa inkubasi yang dapat terjadi
selama 7-14 hari Bakteri Salmonella juga dapat menginvasi bagian usus yang
bernama plak payer. Setelah menginvasi plak payer, bakteri dapat melakukan
translokasi ke dalam folikel limfoid intestin dan aliran limfe mesenterika dan
beberapa bakteri melewati sistem retikuloendotelial di hati dan limpa. Pada fase ini
bakteri juga melewati organ hati dan limpa. Di hati dan limpa, bakteri meninggalkan
makrofag yang selanjutnya berkembang biak di sinusoid hati. Setelah dari hati,
bakteri akan masuk ke sirkulasi darah untuk kedua kalinya (bakterimia II). Saat
bakteremia II, makrofag mengalami hiperaktivasi dan saat makrofag memfagositosis
bakteri, maka terjadi pelepasan mediator inflamasi salah satunya adalah sitokin.
Pelepasan sitokin ini yang menyebabkan munculnya demam, malaise, myalgia, sakit
kepala, dan gejala toksemia. Plak payer dapat mengalami hyperplasia pada minggu
pertama dan dapat terus berlanjut hingga terjadi nekrosis di minggu kedua. Lama
kelamaan dapat timbul ulserasi yang pada akhirnya dapat terbentuk ulkus diminggu
ketiga. Terbentuknya ulkus ini dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi. Hal ini
merupakan salah satu komplikasi yang cukup berbahaya dari demam typhoid (Levani
dan Prastya 2020)
F. Pemeriksaan Penunjang Demam Typhoid
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid menurut (Wulandari dan
Erawati 2016) adalah pemeriksaan laboratorium yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa
demam thypoid terdapat leucopenia dan limpositosis relatif tetapi kenyataannya
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam thypoid,
jumlah leukosit pada sediaan darah tetapi pada batas-batas normal bahkan kadang-
kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT SGOT dan SGPT pada demam thypoid sering kali
meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi
bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan terjadi demam typhoid.
Hal ini karena hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor yaitu :
 Teknik pemeriksaan laboratorium Hasil pemeriksaan satu laboratorium
berbeda dengan laboratorium yang lain. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang
baik adalah pada saat demam tinggi, yaitu pada saat Bakterimia berlangsung.
 Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit Biakan darah
terdapat Sallmonella typhi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minngu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biarkan
darah dapat positif kembali.
 Vaksinasi dimasa lampau Vaksinasi terdapat demam typhoid dimasa lampau
dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan
bakterimia sehingga biakan darah negatif.
 Pengobatan dengan obat antimikroba bila klien sebelum pembiakan darah
sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media
biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antiodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terdapat Salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada organ yang pernah divaksinasikan.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah dilaboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutini dalam serum klien yang disangka menderita typhoid.
Terdapat 2 macam pemeriksaan Tes Widal, yaitu :
 Widal care tabung (konvensional)
 Salmonella Slide Test ( cara slides) Nilai sensitivitas, spesifisitas serta ramal
reaksi widal tes sangat bervariasi dari satu laboratorium dengan laboratorium
lainnya. Disebut tidak sensitif karena adanya sejumlah penderita dengan hasil
biakan positif tetapi tidak pernah dideteksi adanya titer antibody sering titer
naik sebelum timbul gejala klinis, sehingga sulit untuk memperlihatkan
terjadinya kenaikan titer yang berarti. Disebut tidak spesifikasi oleh karena
semua grup D Salmonella mempunyai antigen O, demikian juga grup A dan
B Salmonella. Semua grup D salmonella mempunyai fase H antigen yang
sama dengan Salmonella tyfosa, titer H tetap meningkan dalam waktu sesudah
infeksi. Untuk dapat memberikan hasil yang akurat, widal tes sebaiknya tidak
hanya dilakukan satu kali saja melainkan perlu
 Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis
perifer, dan sindrom katstonia.

G. Penatalaksanaan Demam Typhoid


Penatalaksanaan penyakit typhoid menurut (Wulandari dan Erawati)
dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Istirahat dan perawatan Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk
mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat
seperti makanan, minuman, mandi, buang air kecil dan besar akan mempercepat
masa penyembuhan dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur,
pakaian dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk
mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap
perlu diperhatikan dan dijaga.
2. Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit
dalam typhoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum
dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan penyakit dalam
typhoid diberi bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan
akhirnya diberi nasi, perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat
kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk
menghindari komplikasi pendarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini
disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti
menunjukan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi demgan lauk pauk
rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan
dengan aman pada penderita demam typhoid
G. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
 Identitas pasien
b. Riwayat Keperawatan
 Keluhan utama
Demam lebih dari satu minggu, gangguan kesadaran aptis sampai
somnelan, dan gangguan saluran pencernaan seperti perut kembung atau
tegang dan nyeri pada perabaan, mulut bau, konstipasi atau diare.
 Riwayat Kesehatan lingkungan
 Imunisasi
 Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
 Nutrisi
c. Pemeriksaan fisik
 System kardiovaskuler
 System pernafasan
 System pencernaan
 System genoterinus
 System saraf
 System lokomotor
 System endokrin
 System integument
d. Pemeriksaan diagnostic dan hasil
 Jumlah leokosit normal
 Anemia ringan meningkat, SGOT, SGPT, dan fospatalkali meningkat
 Minggu pertama biarkan darah s typhi positif, dalam minggu berikutnya
menurun
 Biarkan tinja positif dalam minggu kedua dan ketiga
 Kenaikan titer reaksi widal 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang
memastikan diagnostic.
a. Analisis data
No Analisis data Etiologi Masalah
1. Ds: ibu klien mengatakan anakanya Salmonella typhi hipertemi
demam
Do: Saluran
 Suhu tubuh diatas batas pencernaan
normal 37,6 C
 Kulit merah Usus halus
 Detak jantung cepat
 Pernafasan cepat Jaringan limfoid
 Kulit teraba panas plague penyeri

Lamina profia

Kelenjar limfie
mesentaria

Aliran darah

Organ RES (hati


dan limfa)

Inflamasi

Endotoksin

Demam
2. Ds: ibu klien mengatakan anaknya Salmonella typhi Intoleransi
tidak bisa melakukan aktifitas aktifitas
Do: Saluran
 Tekanan darah pencernaan
berubah>20% dari kondisi
istrahat Usus halus
 Gambaran EKG
menunjukan aritmia se Jaringan limfoid
 Klien tampak lemas plague penyeri
Lamina profia

Kelenjar limfie
mesentaria

Aliran darah

Organ RES (hati


dan limfa)

Inflamasi

Endotoksin

Lemah lesu

3. Ds: ibu klien mengatakan anaknya Salmonella typhi Resiko deficit


tidak napsu makan nutrisi
Do: Saluran
 Berat badan menurun 10% pencernaan
dibawah rentang normal
 Otot pengunya lemah Usus halus
 Membrane mukosa pucat
Jaringan limfoid
plague penyeri

Lamina profia

Kelenjar limfie
mesentaria

Aliran darah

Organ RES (hati


dan limfa)

Inflamasi

Endotoksin

Lemah lesu

Penurunan napsu
makan

Mual muntah
b. Diagnosa keperawatan
 Hipertemi b.d proses penyakit
 Intoleransi aktifitas b.d kelemahan
 Resiko defisit nutrisi b.d kehilangan nafsu makan

c. Perencanaan dan intervensi keperawatan


Diagnosis Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI) Rasional
keperawatan
Hipertemi b.d Setelah dilakukan Manajemen -untuk
proses penyakit Tindakan keperawatan hipertemia (I.15506) mengetahui
3x24 jam diharapkan a.Observasi penyebab
masalah teratasi dengan  identifikasi intervensi
kriteria hasil: penyebab yang akan
 tidak ada hipertermia dilakukan
keluhan demam  monitor suhu untuk
 turgor kulit tubuh mencapai hasil
Kembali  monitor kadar yang
 tanda-tanda elektrolit diinginkan
vital dalam  monitor haliran
batas normal urine -untuk
 tidak ada  monitor mengetahui
penurunan berat komplikasi apakah setelah
badan akibat dilakukan
ket: hipertermia intervensi
menurun 1 b.terapeutik apakah ada
sedang menurun 2  sediakan perubahan
sedang 3 lingkungan atau tidak
cukup meningkat 4 yang dingin
-untuk
meningkat 5  longarkan atau
menjaga agar
lepaskan
pasien
pakaian
menrasa
 basahi dan
nyaman
kipasi
permukaan
-untuk
tubuh
menghindari
 berikan cairan aktifitas fisik
oral
yang dapat
 ganti linel membuat suhu
setiap hari atau tubuh
lebih sering meningkat
jika mengalami
hyperhidrosis -peningkatan
 hindari suhu tubuh
pemberian mrngakibatkan
antiperetik atau penguapan
aspirin tubuh
 berikan oksigen meningkat
jika perlu. sehingga perlu
c.Edukasi diimbangi
 anjurkan tira dengan asupan
baring cairan
d.kolaborasi makanan yang
 kolaborasi banyak untuk
pemberian mencegah
cairan dan terjadinya
elektrilot dehidrasi
intravena, jika
perlu
 pemberian
terapi
antiperetik
Intoleransi Stelalah dilakukan Manajemen energi -untuk
aktivitas b.d Tindakan keperawatan (I.05178) membatasi
kelemahan 3x24 jam diharapkan a.Observasi aktiftas yang
masalah teratasi dengan  identifikasi ingin
kriteri hasil: gangguan dilakukan
 kemampuan fungsi tubuh
melakukan yang -untuk
aktifitas fisik menakibatkan mengatur
meningkat kelelahan kebutuhan
 kemampuan  monitor istrahat tidur
untuk kelelahan fisik yang cukup
melakukan dan emosional
aktifitas yang  monitor pola -agar pasien
tepat meningkat dan jam tidur merasa
 kekampuan  monitor lokasi nyaman dan
untuk dan tenang pada
melakukan ketidaknyaman saat
strategi untuk an selama beristrahat
menyeimbangk melakukan
an aktifitas dan aktifitas -untuk
istrahat b.Terapeutik menghindari
meningkat  sediakan aktifitas fisik
ket: lingkungan yang
menurun 1 yang nyaman berlebuhan
sedang menurun 2 dan rendah
sedang 3 stimulus (mis, -agar dapat
cukup meningkat 4 cahaya,suara menambah
meningkat 5 dan kunjungan) energi jika
 lakukan asupan
Latihan rentang makanan
gerak pasif atau terpenuhi
aktif
 berikan
aktifitas
distraksi yang
menetapkan
 fasilitasi duduk
disisi tempat
tidur, jika tidak
dapat berpindah
atau berjalan
c.Edukasi
 anjurkan tira
baring
 anjurkan
melakukan
aktifitas secara
bertahap
 anjurkan
menghubungi
perawat jika
tanda dan
gejala
kelelahan tidak
berkurang
 ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan
d.Kolaborasi
 kolaborasi
dengan ahli gizi
tentang cara
meningkatkan
asupan
makanan
Resiko deficit Setelah dilakukan Manajemen nutrisi -untuk
nutrisi b.d Tindakan 3x24 jam (I03119) mengetahui
napsu makan diharapkan masalah a.observasi apakah setelah
teratasi dengan kriteria  identifikasi dilakukan
hasil: status nutrisi intervensi ada
 porsi makanan  identifikasi perubahan
yang di alergi dan atau tidak
habiskan intoleransi
meningkat makanan -untuk
 pengetahuan  identifikasi mengetahui
tentang pilihan makanan yang tidak adanya
makanan yang disukai penurunan
sehat meningkat  identifikasi berat badan
 pengetahuan kebutuhan
tentang standar kalori dan jenis - Untuk
asupan nutrisi nutrient mrnghindari
yang tepat  monitor asupan terjadinya
meningkat makanan komplikasi
 berat badan  monitor berat
membaik badan - Untuk
 napsu makan  monitor hasil menambah
membaik pemeriksaan napsu makan
ket: laboratorium
menurun 1 b.Terapeutik -dianjurkan
cukup menurun 2  lakukan oral agar amakan
sedang 3 hygiene dalam posisi
cukup meningkat 4 sebelum duduk
meningkat 5 makan, jika
perlu Untuk
 fasilitasi memenuhi
menentukan kebutuhan
pedoman diet nutrisi yang
(mis, piramida seimbang
makanan)
 sajikan
makanan secara
menarik dan
suhu yang
sesuai
 berikan
makanan yang
tinggi serat
untuk mrncrgah
konstipasi
 berikan
makanan yang
tinggi kalori
dan tinggi
protein
 berikan
spulemen
makanan, jika
perlu
c.Edukasi
 anjurkan posisi
duduk, jika
mampu
 anjurkan diet
yang
diprogramkan
d.Kolaborasi
 kolaborasi
pemberian
medikasi
sebelem makan
(mis, Pereda
nyeri,
antiemetic) jika
perlu
 kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrient yang
dibutukan, jika
perlu

E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan
implementasinya. Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan
mengukur pencapaian tujuan klien dan menentukan keputusan dengan cara
membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan. Dengan
mengukur perkembangan klien dalam mencapai suatu tujuan maka perawat dapat
menentukan efektivitas asuhan keperawatan (Wilkinson 2016).
DAFTAR PUSTAKA
Farizal, Jon. 2018. “UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK BAWANG PUTIH (ALLIUM
SATIVUM) TERHADAP SALMOENELLA TYPHI.” Journal of Nursing and Public
Health 6:46–49.
Levani, Yelvi dan Aldo Prastya. 2020. “DEMAM TIFOID : MANIFESTASI KLINIS,
PILIHAN TERAPI DAN PANDANGAN DALAM ISLAM.” JURNAL BERKALA ILMIAH
KEDOKTERAN 3:10–16.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. 1 ed.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 1 ed. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Ulfa, Farissa dan Oktia Handayani. 2018. “KEJADIAN DEMAM TIFOID DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PAGIYANTEN.” HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH
RESEARCH AND DEVELOPMENT 2:227–38.
Wilkinson, J. M. 2016. Diagnosa Keperawatan: Diagnosis NANDA-1, Intervensi NIC, Hasil
NOC. Jakarta: EGC.
Wulandari, Dewi dan Meira Erawati. 2016. BUKU AJAR KEPERAWATAN. Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai