Anda di halaman 1dari 5

MENGENAL DEMAM TIFOID DAN PENCEGAHANNYA

Demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus yang disebabkab oleh
Salmonella typhi. Gejala penyakit ini ditandai dengan demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan. Salmonella typhi banyak ditemukan pada lingkungan
yang kotor dengan sanitasi yang kurang baik. Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di
seluruh bagian dunia. Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim.
Demam tifoid ini biasanya diperoleh melalui perilaku mengkonsumsi makanan atau
minuman yang terkontaminasi oleh urin atau feses dari seorang karier yang terinfeksi,
sehingga penyakit ini dapat dikatakan sebagai salah satu penyakit yang sering dijumpai pada
daerah dengan sistem sanitasi dan pengelolaan lingkungan yang buruk.
Salmonella adalah bakteri gram negatif, tidak berkapsul, mempunyai flagella, dan tidak
membentuk spora. Salmonella typhi mempunyai tiga macam antigen yaitu : antigan O,
antigen H dan K.

Gambar 1 Bakteri Salmonella Typhi

Salmonella typhi masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian masuk ke usus
halus dan mencapai jaringan limfoid plak Peyeri di ileum terminalis yang hipertrofi. Bila
terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal (kebocoran usus), kuman dapat
menembus mukosa, masuk aliran darah melalui saluran limfe.
Pada masa penyembuhan, penderita masih mengandung Salmonella didalam kandung
empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi
karier sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang menahun. Kekambuhan
yang ringan pada karier demam tifoid, sulit diketahui karena gejala dan keluhannya tidak
jelas.
Masa inkubasi demam tifoid dapat berlangsung 7-14 hari, bervariasi tergantung pada
jumlah dan tipe bakteri. Pada minggu pertama gejala klinis yang dijumpai berupa keluhan

infeksi pada umumnya demam (38.8oC 40.5oC) hingga keluhan menggigil. Pola demam
step ladder yang khas pada demam tifoid dijumpai pada 65 - 95% kasus dimana memberikan
gambaran berupa panas yang akan naik perlahan - lahan pada minggu pertama yang diikuti
pola mendatar pada minggu kedua dan kemudian turun pada minggu ketiga dan keempat.
Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa menurunnya nafsu
makan, rasa malas, sakit kepala bagian depan, nyeri otot, lidah kotor, gangguan perut (nyeri,
mual, muntah, diare atau konstipasi).
Pada minggu kedua gejala gejala yang dijumpai akan makin spesifiik berupa bradikardia
relatif yaitu peningkatan denyut nadi yang tidak sesuai dengan peningkatan suhu setiap 1 C,
lidah kotor (kotor di tengah serta ujung dan tepi yang merah dan bergetar), pembesaran hati,
limfa, hingga gangguan mental.

Gambar 2 Siklus hidup Salmonella

Endotoksin yang dihasilkan bakteri Salmonella typhi dapat menempel pada reseptor endotel
kapiler di berbagai sistem organ dan menimbulkan gangguan kardiovaskular, pernafasan,
neuropsikiatri ataupun manifestasi pada dan berbagai sistem organ lainnya. Komplikasi akhir
dari perjalanan penyakit ini terjadi pada minggu ketiga dan keempat, dan biasanya hal hal
ini lebih sering dijumpai pada penderita dewasa berupa kebocoran usus dan atau perdarahan

saluran cerna. Komplikasi ini bisa berkembang akibat proses nekrosis (kematian jaringan)
pada lokasi lokasi infiltrasi Salmonella pada Payers patches usus.

Gambar 3 Infiltrasi Salmonela pada usus halus (ileum)

Kedua komplikasi ini merupakan kondisi yang berbahaya dan membutuhkan


penanganan segera dengan pengggunaan antibiotik spektrum luas termasuk dengan
melakukan intervensi bedah seperti reseksi usus. Komplikasi yang sangat jarang dijumpai
berupa pankreatitis, abses hepar dan spleen, endokarditis, perikarditis, orchitis, hepatitis,
meningitis, nefritis, miokarditis, pneumonia, artritis, osteomielitis, dan parotitis akibat
penggunaan antibiotik yang tepat.
Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan untuk mendiagnosis demam tifoid
antara lain pemeriksaan darah lengkap, uji widal, kultur bakteri dengan media cairan empedu
merupakan diagnosa pasti. Pada pemeriksaan widal, semakin tinggi titer O dan H maka
semakin tinggi pula kemungkinan terinfeksi kuman Salmonella ini. Pada fase akut di akhir
minggu pertama (6 8 hari) aglutinin O akan mengalami peningkatan yang kemudian disusul
oleh peningkatan aglutinin H (10 12 hari). Peningkatan terus berlanjut hingga minggu
keempat dan tetap tinggi selama beberapa minggu sehingga pada orang yang sudah sembuh
dari demam tifoid maka titer O dalam darah dapat dijumpai tetap tinggi hingga 4-6 bulan dan
titer H yang tetap tinggi hingga 9-12 bulan. Oleh karena itu tes widal tidak dapat digunakan
sebagai kriteria untuk menentukan kesembuhan pasien.
Pencegahan demam tifoid

Rute utama penularan demam tifoid adalah melalui air minum atau makan makanan yang
terkontaminasi dengan Salmonella typhi. Adapun tindakan pencegahan yan dapat dilakukan
antara lain ; kualitas air harus baik dan cukup untuk kebutuhan masyarakat, mencuci tangan
dengan sabun sebelum menyiapkan atau sebelum makan makanan, sanitasi yang baik, serta
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai pendidikan hidup bersih dan
sehat (PHBS).
Vaksinasi dengan menggunakan vaksin T.A.B (mengandung basil tifoid dan paratifoid A dan
B yang dimatikan) yang diberikan subkutan (bawah kulit) 2 atau 3 kali pemberian dengan
interval 10 hari merupakan tindakan yang praktis untuk mencegah penularan demam tifoid
Jumlah kasus penyakit ini di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 358-810 kasus per 100.000
penduduk per tahun, namun vaksinasi tidak memberikan jaminan perlindungan 100%.
Penatalaksanaan
a. Istirahat dan Perawatan
Tirah baring bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
Mobilisasi pesien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
b. Diet
Diet rendah serat dapat diberikan pada awalnya lalu diikuti bubur saring dan kemudian nasi.
Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna dan perforasi usus.
Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan keadaan umum dan mempercepat proses
penyembuhan.
c. Terapi Suportif dan Obat
Pengobatan suportif untuk memperbaiki keadaan penderita, misalnya pemberian cairan,
elektrolit, bila terjadi gangguan keseimbangan cairan, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan
oleh tubuh, serta pemberian antibiotika yang sesuai. Obat-obat antibiotika yang sering
digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah kloramfenikol (pilihan utama), tiamfenikol,
ampisilin dan amoksisilin, sefalosporin generasi ketiga, golongan florokuinolonn, dan
kortikosteroid bila diperlukan.
Insiden dari karier kronis cukup tinggi pada wanita dan pada orang dengan abnormalitas
sistem empedu, seperti batu empedu, keganasan di kandung empedu atau saluran cerna..
Kondisi karier ini dijumpai pada 1 hingga 5% penderita. Kekambuhan dapat dijumpai pada 5
10% kasus dan biasanya muncul pada 2 hingga 3 minggu setelah demam mereda. Relaps
yang timbul memberikan gambaran klinis yang lebih ringan dibandingkan serangan awal dan
suseptibilitas terapi antibiotiknya biasanya masih sama seperti serangan pertama dan belum
mengalami proses resistensi.

Anda mungkin juga menyukai