Anda di halaman 1dari 35

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dijelaskan tentang teori yang mendukung penilitian

meliputi: 1) Konsep Dasar Demam Thypoid, 2) Konsep Dasar Hipertermi,

3) Konsep Dasar Anak, 4) Konsep Asuhan keperawatan Anak dengan

masalah Hipertermi pada Demam Thypoid

2.1 Konsep Dasar Demam Typhoid

2.1.1 Definisi Demam Typhoid

Demam typhoid merupakan penyakit infeksi akut sistem pencernaan

yang disebabkan karena bakteri salmonella typhi atau juga bakteri

Salmonella paratyphi. Demam typhoid termasuk penyakit infeksi global,

terutama di negara-negara berkembang. Demam typhoid ditularkan melalui

makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri Salmonella typhi,

Selain itu juga dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan feses, urin

atau sekret penderita demam typhoid. Dengan kata lain hygiene sanitasi

adalah faktor utama penularan (Levani & Prastya, 2020).

Penyebaran demam typhoid ini dapat terjadi melalui makanan dan

minuman yang terkontaminasi bakteri Salmonella, ditularkan dari pasien

atau karier. Gejala yang ditunjukkan dari penyakit ini biasanya berkembang

1-3 minggu setelah terpapar bakteri dengan ditandai demam tinggi, malaise

8
9

sakit kepala, sembelit, diare, dan pembesaran limpa dan hati (Hasyul et al.,

2019).

Pada dasarnya demam Typhoid merupakan penyakit indeksi akut

yang mengenai saluran pencernaan dengan gejala seperti demam lebih dari

tujuh hari, gangguan pada saluran cerna, dan beberapa kasus yang tergolong

berat menyebabkan adanya gangguan kesadaran. Demam typhoid

disebabkan oleh infeksi bakteri yang bernama bakteri Salmonella typhi atau

yang disingkat dengan bakteri S.typh. Bakteri ini merupakan genus

Salmonella yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia

melalui makanan yang tercemar. Penyebarannya

terjadi melalui fecal-oral (Melarosa et al., 2019).

Berdasarkan beberapa sumber diatas dapat disimpulkan bahwa

demam typhoid adalah salah satu penyakit global yang disebabkan oleh

bakteri Salmonella typhi. Penularan dari penyakit ini dapat melalui

kontaminasi bakteri dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi. Gejala

dari demam typhoid yang sering ditemukan yaitu demam selama satu

minggu lebih dimana suhu akan naik dimalam hari dan akan turun disiang

hari.

2.1.2 Etiologi

Etiologi demam typhoid diakibatkan oleh bakteri Salmonella typhi

atau Salmonella paratyphi dari family Enterobacteriaceae. Bakteri ini

merupakan bakteri gram negatif batang, tidak membentuk spora, motil,

berkapsul dan berflagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat

hidup pada pH 6-8 pada suhu 15-41⁰C (suhu optimal 37⁰C ). Bakteri

ini
10

dapat mati dengan pemanasan 54,4⁰C selama satu jam dan suhu 60⁰C selama

15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. Terjadinya

penularan S. typhi pada manusia yaitu secara jalur fekaloral. Sebagian besar

akibat kontaminasi makanan atau minuman yang tercemar. Dinding sel

S.typhi dibentuk 20% nya oleh lapisan lipoprotein. Sementara itu lapisan

fosfolipid dan LPS membentuk 80% dinding sel kuman S. typhi.

lipopolisakarida yang terdiri dari lipid A, oligosakarida, dan polisakarida

yang merupakan bagian terpenting dan utama yang menentukan sifat

antigenik dan aktivitas eksotoksin. Lipid A merupakan asam lemak jenuh

yang menentukan aktivitas endotoksin dari LPS yang selanjutnya dapat

mengakibatkan demam dan reaksi imunologis sang pejamu. Outer Membran

Protein (OMP) ialah dinding sel terluar membran sitoplasma dan lapisan

peptidoglikan yang berfungsi sebagai sawar untuk mengendalikan aktivitas

masuknya cairan ke dalam membran sitoplasma serta berfungsi sebagai

reseptor bakteriofag dan bakteriolisin (Idrus, 2020).

2.1.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis demam typhoid yang timbul dapat bervariasi dari

gejala ringan hingga gejala berat. Gejala klinis yang klasik dari demam

typhoid diantaranya yaitu demam, malaise, nyeri perut, dan sembelit atau

diare. Gejala demam akan meningkat secara perlahan menjelang sore

hingga malam hari dan akan turun pada siang hari. Demam akan semakin

tinggi berkisar 39⁰C – 40⁰C dan dapat menetap di minggu kedua. Masa

inkubasi
11

demam typhoid sekitar 7 sampai 14 hari dengan rentang 3 sampai 60 hari.

(Levani & Prastya, 2020).

Pada minggu pertama, suhu tubuh secara bertahap meningkat setiap

hari, biasanya turun di pagi hari dan kemudian naik di sore menjelang

malam hari. Oleh karena itu, selama minggu kedua suhu akan terus

meningkat (demam). Suhu tubuh tinggi dan sedikit turun di pagi hari.

Denyut nadi akan relatif lambat dan akan meningkat seiring dengan

peningkatan suhu tubuh. Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur angsur

turun, dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu terjadi jika tanpa

komplikasi atau berhasil diobati (Nuruzzaman & Syahrul, 2016)

Demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang

dewasa. Masa inkubasi 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi

melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari.

Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak

enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat,

kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan (Azizah, 2020).

2.1.4 Penularan Typhoid

Penularan demam thypoid dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu

dikenal dengan 5F yaitu (food, finger, fomitus, fly, feses). Feses dan

muntahan dari penderita demam thypoid dapat menularkan bakteri

Salmonella typhi kepada orang lain. Kuman tersebut ditularkan melalui

makanan atau minuman yang terkontaminasi dan melalui perantara lalat, di


12

mana lalat tersebut akan hinggap di makanan yang akan dikonsumsi oleh

orang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan

dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar oleh bakteri

Salmonella typhi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut

selanjutnya orang sehat tersebut akan menjadi sakit (Nuruzzaman &

Syahrul, 2016).

Sumber penularan utama demam typhoid adalah penderita itu sendiri

dan carrier yang dapat menularkan berjuta-juta bakteri Salmonella typhi

dalam tinja yang menjadi sumber penularan. Debu yang berasal dari tanah

mengering yang dapat mencemari makanan yang dijual di pinggir jalan dan

debu tersebut dapat mengandung tinja atau urin dari penderita atau carrier

demam typhoid apabila makanan atau minuman tersebut dikonsumsi oleh

orang sehat terutama pada anak usia 3-6 tahun yang banyak jajan

sembarangan maka rawan untuk tertular demam typhoid. Infeksi demam

typhoid juga dapat tertular melalui makanan atau minuman yang tercemar

bakteri yang dibawa oleh lalat. Makan di luar rumah merupakan suatu

kebiasaan sebagian besar masyarakat, dari kebiasaan ini tidak jarang

seseorang kurang memperhatikan kebersihan dari makanan yang di makan.

Minuman merupakan hal yang penting karena menggunakan air minum

tanpa dimasak terlebih dahulu akan dapat menyebabkan risiko demam

typhoid , misalnya air susu terkontaminasi, air es yang dibuat dari air yang

terkontaminasi. Infeksi Salmonella typhi pada umumnya terjadi karena


13

mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar akibat penanganan

yang tidak higienis (Afifah & Pawenang, 2019).

2.1.5 Patofisiologi

Penyebab demam typhoid adalah bakteri Salmonella typhi atau

Salmonella paratyphi. Bakteri Salmonella typhi merupakan bakteri basil

gram negatif ananerob fakultatif. Bakteri Salmonella akan masuk kedalam

tubuh melalui oral bersama dengan makanan atau minuman yang

terkontaminasi. Sebagian bakteri akan dimusnahkan dalam lambung oleh

asam lambung. Sebagian bakteri Salmonella yang lolos akan segera menuju

ke usus halus tepatnya di ileum dan jejunum untuk berkembang biak. Bila

sistem imun humoral mukosa (IgA) tidak lagi baik dalam merespon, maka

bakteri akan menginvasi kedalam sel epitel usus halus (terutama sel M) dan

ke lamina propia. Di lamina propia bakteri akan difagositosis oleh

makrofag. Bakteri yang lolos dapat berkembang biak didalam makrofag dan

masuk ke sirkulasi darah (bakterimia I). Bakterimia I dianggap sebagai

masa inkubasi yang dapat terjadi selama 7-14 hari Bakteri Salmonella juga

dapat menginvasi bagian usus yang bernama plak payer. Setelah

menginvasi plak payer, bakteri dapat melakukan translokasi ke dalam

folikel limfoid intestin dan aliran limfe mesenterika dan beberapa bakteri

melewati sistem retikuloendotelial di hati dan limpa. Pada fase ini bakteri

juga melewati organ hati dan limpa. Di hati dan limpa, bakteri

meninggalkan makrofag
14

yang selanjutnya berkembang biak di sinusoid hati. Setelah dari hati,

bakteri akan masuk ke sirkulasi darah untuk kedua kalinya (bakterimia II).

Saat bakteremia II, makrofag mengalami hiperaktivasi dan saat

makrofag memfagositosis bakteri, maka terjadi pelepasan mediator

inflamasi salah satunya adalah sitokin. Pelepasan sitokin ini yang

menyebabkan munculnya demam, malaise, myalgia, sakit kepala, dan gejala

toksemia. Plak payer dapat mengalami hyperplasia pada minggu pertama

dan dapat terus berlanjut hingga terjadi nekrosis di minggu kedua. Lama

kelamaan dapat timbul ulserasi yang pada akhirnya dapat terbentuk ulkus

diminggu ketiga. Terbentuknya ulkus ini dapat menyebabkan perdarahan

dan perforasi. Hal ini merupakan salah satu komplikasi yang cukup

berbahaya dari demam typhoid (Levani & Prastya, 2020).


15

2.1.6 Pathway Hipertermi Pada Kasus Demam Typhoid

Bakteri Salmonella Typhi masuk


Gambar 2.1 Pathway hipertermi
bersama makananpada kasus demam typhoid (Nurarif A.H, 2019)
dan minuman

Bakteri masuk ke saluran


gastrointestinal

Bakteri tidak mati oleh asam


lambung (HCL)

Bakteri masuk ke usus Terjadi inflamasi


(peradangan)

Penyebaran dalam darah


(Bakterimia primer)

Melewati sistem retikulo endoteleal (RES) terutama

Masuk ke sirkulasi darah

Peradangan lokal meningkat Bakteri mengeluarkan endotoksia

Gangguan pada pusat termoregulasi (pusat pengaturan suhu tubuh

HIPERTERMIA
16

2.1.7 Komplikasi

Komplikasi pada demam typhoid menurut (Parapat, 2020) dapat

dibedakan menjadi dua meliputi :

2.1.7.1 Komplikasi Intestinal

1) Peradangan usus, jika perdarahan hanya ditemukan sedikit dapat

dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Apabila terjadi

perdarahan banyak dan berat dapat terjadi melena disertai nyeri

perut dengan tanda-tanda penurunan tekanan darah.

2) Perforasi usus, biasanya terjadi pada minggu ketiga, namun juga

dapat timbul pada minggu pertama. Gejala yang terjadi ialah nyeri

perut kuadran kanan bawah kemudian menyebar ke seluruh perut.

Tanda-tanda lainnya yaitu nadi cepat, tekanan darah turun dan

dapat terjadi syok leukositosis.

3) Peritonitis, biasanya disertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa

perforasi usus. Ditemukan gejala nyeri perut yang hebat, dan

dinding abdomen yang menegang.

2.1.7.2 Komplikasi Ekstraintestinal

1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan,

sepsis), miokarditis, thrombosis, dan tromboflebitis.

2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, frombositopenia

atau koogulasi intravaskuler diseminata dan sindrom uremia

hemolitik

3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis


17

4) Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis.

5) Komplikasi ginjal : glomemlonephritis, pielonefritis dan perinefritis

6) Komplikasi tulang : osteomyelitis, periosititis, spondylitis dan

arthritis

7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis,

polyneuritis perifer, sindrom guillain-barre, psikosis dan sindrom

katatonia

2.1.8 Pencegahan

Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar Salmonella

typhi, maka setiap individu diharapkan untuk memperhatikan kualitas

makanan atau minuman yang akan dikonsumsi. Pencegahan demam typhoid

melalui gerakan nasional sangat diperlukan karena akan berdampak cukup

besar terhadap penurunan angka kejadian demam typhoid (Nuruzzaman &

Syahrul, 2016). Pencegahan penyakit demam typhoid dapat dilakukan

dengan pengolahan air bersih, penyaluran air dan pengendalian limbah,

penyediaan fasilitas cuci tangan, pembangunan dan pemakaian WC,

merebus air untuk keperluan minum dan pengawasan terhadap penyediaan

makanan (Cita, 2017)

Pencegahan dengan imunisasi merupakan pilar dari perlindungan diri

terhadap infeksi atau penularan typhoid. Vaksinasi terhadap typhoid sudah

harus dipertimbangkan pemberiannya sejak anak-anak mengingat Typhoid

memiliki angka morbiditas yang cukup tinggi. Sampai saat ini ada 3 jenis
18

vaksin typhoid yang beredar di Indonesia yaitu vaksin oral Ty21a Vivotif

Berna, Vaksin pareteral utuh yaitu Typa Bio Farma dan Vaksin

Polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksinasi dianjurkan

untuk turis yang hendak bepergian ke daerah endemic, khususnya jika

mereka akan ke daerah pedesaan atau perkampungan (Tenggara, 2021).

2.1.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan demam typhoid pada anak menurut (Rahmat, 2019)

dibagi/dikelompokkan atas dua bagian besar, yaitu tatalaksana umum dan

bersifat suportif dan tatalaksana khusus berupa pemberian antibiotik dengan

tujuan sebagai pengobatan kausa. Tatalaksana demam typhoid juga bukan

hanya tatalaksana yang ditujukan kepada penderita penyakit tersebut,

namun juga ditujukan kepada penderita karier Salmonella typhi.

Pencegahan pada anak dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi

typhoid dan profilaksis bagi traveller dari daerah non endemik ke daerah

yang endemik demam typhoid penatalaksanaan pada pasien demam typhoid

dapat dibagi menjadi dua terdiri dari medis dan keperawatan yaitu :

1) Medis

a) Kloramfenikol

Kloramfenikon merupakan obat pilihan utama untuk mengobati

demam thypoid. Dosis yang diberikan pada anak berumur 1-6

tahun membutuhkan dosis 50-100 mg/kg/hari, pada anak berumur

7-12 tahun membutuhkan dosis 50-80 mg/kg/hari.


19

b) Tiamfenikol

Tiamfenikol memiliki dosis dan keefektifan yang hampir sama

dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol untuk anak 30-50

mg/kg/hari yang dibagi menjadi 4 kali pemberian sehari.

c) Kotrimoksazol

Kotrimoksazol adalah kombinasi dua obat antibiotik, yaitu

trimetroprim dan sulfametoksazol. Dosis untuk pemberian per oral

pada anak adalah trimetroprim 320 mg/hari, sufametoksazol 1600

mg/hari.

d) Ampisilin dan amoksisilin

Obat ini memiliki kemampuan untuk menurunkan demam lebih

rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis untuk

pemberian per oral dalam lambung yang kosong dibagi dalam

pemberian setiap 6-8 jam sekitar1/2 jam sebelum makan untuk

anak sekitar 100-200 mg/kg/hari.

2) Keperawatan

a) Tirah baring

Tirah baring adalah perawatan ditempat, termasuk makan, minum,

mandi, buang air besar, dan buang air kecil akan membantu proses

penyembuhan. Dalam perawatan perlu dijaga kebersihan

perlengkapan yang dipakai.

b) Diet

Diet merupakan hal penting dalam proses penyembuhan penyakit


20

demam thypoid. Berdasarkan tingkat kesembuhan pasien, awalnya

pasien diberi makan bubur saring, kemudian bubur kasar, dan

ditingkatkan menjadi nasi. Pemberian bubur saring bertujuan untuk

menghindari komplikasi dan pendarahan pada usus.

2.1.10 Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Idrus, 2020) pemeriksaan penunjang pada demam typhoid

antara lain :

1) Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah perifer Leucopenia/leukositosis, anemia jaringan,

trombositopenia.

2) Uji widal

Deteksi titer terhadap salmonella parathypi yakni agglutinin O (dari

tubuh kuman dan agglutinin H (flagetakuman). Agglutinin O menetap

selama 4-6 bulan sedangkan agglutinin H menetap sekitar 9-12 bulan.

Titer antibody O yaitu >1:320 atau antibody H >1:6:40 dapat

menguatkan diagnosis pada gambaran klinis yang khas.

3) Uji TURBEX

Uji semi kuantitatif kolometrik untuk deteksi antibody anti salmonella

thypi0-9. Hasil positif menunjuk kan salmonella serogroup D dan tidak

spesifik salmonella paratyphi menunjuk kan hasil negative.

4) Uji typhidot

Detekai IgM dan IgG pada protein membrane luar salmonella typhi.
21

Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan

dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap

antigen S.typhi seberat 50 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.

5) Kultur darah

Hasil positif memastikan demam thyfoid namun hasil negative tidak

menyingkirkan.

2.2 Konsep Hipertermi

2.2.1 Definisi

Hipertermi merupakan salah satu tanda tidak normal yang terjadi pada

tubuh, dimana otak memberikan sinyal peningkatan suhu > 37,5⁰C.

Tubuh akan mengeluarkan sejumlah panas ke kulit tubuh sebagai respon

melawan penyakit dan infeksi menyebabkan suhu tubuh meningkat diatas

rentang normal (SDKI, 2016)

Berdasarkan sumber diatas dapat disimpulkam bahwa hipertermi

adalah keadaan dimana suhu tubuh diatas angka normal yang disebabkan

karena adanya respon tubuh melawan penyakit atau infeksi.

2.2.2 Batasan Karakteristik Hipertermi

Menurut (SDKI, 2016) batasan karakteristik hipertermi dibagi

menjadi dua antara lain :

1) Mayor : Suhu tubuh diatas normal >37,5℃.

2) Minor : Kulit merah, kejang, Taakikardi, Takipnea, Kulit terasa hangat.


22

2.2.3 Etiologi

Hipertermia merupakan Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal

tubuh, dalam SDKI, 2016 hipertermi dapat disebabkan oleh 8 faktor yaitu :

1) Dehidrasi

2) Terpapar lingkungan panas

3) Proses penyakit (misal infeksi, kanker)

4) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan

5) Peningkatan laju metabolisme

6) Respon trauma

7) Aktivitas berlebihan

8) Penggunaan inkubator

2.2.4 Fase-Fase Terjadinya Hipertermia

Fase-dase terjadinya hipertermi menurut (Nurarif A.H, 2019)

1) Fase I : awal

a) Peningkatan denyut nadi

b) Peningkatan laju dan kedalaman pernafasan

c) Menggigil akibat tegangan dan kontraksi obat

d) Kulit pucat dan dingin karena vasokontriksi

e) Merasakan sensasi dingin

f) Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokontriksi

g) Rambut kulit berdiri

h) Pengeluaran keringat berlebih


23

i) Peningkatan suhu tubuh

2) Fase II : proses
demam

a) Proses menggigil lenyap

b) Kulit terasa hangat / panas

c) Merasa tidak panas / dingin

d) Peningkatan nadi dan laju pernafasan

e) Peningkatan rasa haus

f) Dehidrasi ringan sampai berat

g) Mengantuk, delirium / kejang akibat iritasi sel saraf

h) Lesi mulut
herpetik

i) Kehilangan nafsu makan

j) Kelemahan, keletihan dan nyeri ringan pada otot akibat

katabolisme protein.

3) Fase III : pemulihan

a) Kulit tampak merah dan hangat

b) Berkeringat

c) Menggigil ringan

d) Kemungkinan mengalami dehidrasi

2.2.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertermi dapat diberikan tindakan farmakologis

yaitu memberikan obat antipiretik. Sedangkan tindakan non farmakologis

yaitu tindakan tambahan dalam menurunkan panas setelah pemberian obat

antipiretik. Penatalaksanaan hipertermi menurut (SIKI, 2016) dapat


24

diberikan dengan manajemen hipertermia yaitu mengidentifikasi dan

mengelola peningkatan suhu tubuh akibat disfungsi termoregulasi.

Manajemen hipertermi dapat dilakukan dengan menyediakan lingkungan

yang dingin, menganjurkan memakai pakaian tipis, memberikan cairan oral,

dan pemberian kompres sebagai pendinginan eksternal.

kompres hangat merupakan metode untuk menurunkan suhu tubuh.

kompres hangat diberikan pada area yang memiliki pembuluh darah besar

menggunakan air hangat. Pemberian kompres hangat pada aksila (ketiak)

lebih efektif karena pada daerah tersebut banyak terdapat pembuluh darah

besar dan banyak terdapat kelenjar keringat apokrin yang mempunyai

banyak vaskuler sehingga akan memperluas daerah yang mengalami

vasodilatasi yang akan memungkinkan percepatan perpindahan panas dari

dalam tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak (Alfiyanti,

2020).

2.3 Konsep Dasar Anak

2.3.1 Definisi Anak

Anak dikategorikan dengan usia 0 (nol) bulan sampai dengan 18

tahun dengan tahap usia bayi <1 tahun, todler 1-3 tahun, pra-sekolah 4-6

tahun, usia sekolah 7-12 tahun dan remaja 13-18 tahun (Menkes, 2020).

Pertumbuhan dan perkembangan anak mengalami peningkatan yang pesat

pada usia dini, yaitu dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering juga disebut

sebagai fase ”Golden Age”. Golden age merupakan masa yang sangat
25

penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat agar

sedini mungkindapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Pemantauan

tersebut harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan (Asthiningsih

& Muflihatin, 2018)

2.3.2 Tumbuh Kembang Anak

Pertumbuhan (growth) adalah suatu ukuran kematangan fisik. Hal ini

ditandai dengan peningkatan ukuran tubuh dan organ-organ yang

berbeda.Oleh karena itu, pertumbuhan bisa diukur dalam satuan sentimeter

atau meter dan kilogram (Nurkholidah, 2020).

Pertumbuhan dapat dilihat dari berat badan, tinggi badan, dan lingkar

kepala, sedangkan perkembangan dapat dilihat dari kemampuan motorik,

sosial dan emosional, kemampuan berbahasa serta kemampuan kognitif.

Pada dasarnya, setiap anak akan melewati proses tumbuh kembang sesuai

dengan tahapan usianya, akan tetapi banyak faktor yang memengaruhinya.

Anak merupakan generasi penerus bangsa yang layak untuk mendapatkan

perhatian dan setiap anak memiliki hak untuk mencapai perkembangan

kognisi, sosial dan perilaku emosi yang optimal dengan demikian

dibutuhkan anak dengan kualitas yang baik agar tercapai masa depan

bangsa yang baik (Prastiwi, 2019).

Perkembangan (development) merupakan bertambahnya kemampuan

dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang

teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan


26

(Nurkholidah, 2020). Bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi

tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil dari proses

pematangan. Proses ini menyangkut perkembangan sel tubuh, organ dan

system tubuh yang berkmbang untuk memenuhi fungsinya, termasuk juga

perkembangan intelektual, emosi dan tingkahlaku (Nurarif A.H, 2019).

Perkembangan merupakan bertambahnya fungsi tubuh yang lebih kompleks

dalam bidang motorik kasar, motorik halus, kemampuan bahasa maupun

sosialisasi dan kemandirian (Prastiwi, 2019)

2.3.3 Tahap Tumbuh Kembang Anak

Proses tumbuh kembang anak merupakan hal penting yang harus

diperhatikan sejak dini, mengingat bahwa anak merupakan generasi penerus

bangsa memiliki hak untuk mencapai perkembangan yang optimal,

sehingga dibutuhkan anak dengan kualitas baik demi masa depan bangsa

yang lebih baik. Golden age period merupakan periode yang kritis yang

terjadi satu kali dalam kehidupan anak, dimulai dari umur 0 sampai 5 tahun

(Prastiwi, 2019). Tahap tumbuh kembang anak meliputi :

1) Umur (1-2 Tahun)

a) Motorik halus : dapat ditunjukan dengan adannya kemampuan

dalam mencoba , menyusun, atau membuat menara pada kubus

b) Motorik kasar : dalam perkembangan masa anak terjadi

perkembangan motoric kasar secara signifikan pada masa ini anak

sudah mampu melangkah dan berjalan dengan tegak sekitar usia 18


27

bulan anak mampu menaiki tangga dengan cara 1 tangan

dipegang.pada akhir tahun ke-2 sudah mampuu berlari-lari kecil,

menendang bola, dan mulai mencoba melompat.

c) Sosialisasi perkembangan adaptasi sosial pada anak dapat

ditunjukan dengan adannya kemampuan membantu kegiatan di

rumah, menyuapi boneka, mulai menggosok gigi serta mencoba

menggunakan baju sendiri.

d) Bahasa perkembangan Bahasa masa anak ini adalah dicapainya

kemampuan bahasa pada anak yang mulai ditandai dengan anak

mampu memiliki 10 perbedaan kata, tingginya kemampuan

meniru, mengenal, dan merespon terhadap orang lain mampu

menunjukan dua gambar , mampu mengkombinasikan kata-kata

serta mulai mampu menunjukan lambaian anggota badan.

2) Umur (3-5 tahun)

a) Motorik halus : perkembangan motorik halus dapat dilihat pada

anak, yaitu mulai memiliki kemampuan menggoyangkan jari-jari

kakinya ,menggambar dua atau tiga bagian, memilih garis yang

lebih panjang dan menggambar orang, melepas objek dengan

dengan jari lurus, mampu menjepit benda, melambaikan tangan,

menggunakan tangannya untuk bermain, menempatkan objek ke

dalam wadah , makan sendiri, minum dari cangkir dengan bantuan

, menggunakan sendok, makan dengan jari , serta membuat coretan

pada kertas.
28

b) Motorik kasar : perkembangan motoric kasar prasekolah ini dapat

diawali dengan kemampuan untuk berdiri dengan satu kaki selama

satu sampai lima detik, melompat dengan satu kaki, berjalan

dengan tuit ke jari kaki, menjelajah, membuat posisi merangkak,

dan berjalan dengan bantuan.

c) Sosialisasi : perkembangan adaptasi sosial pada anak prasekolah

adalah adannya kemampuan bermain dengan sederhana, menangis

jika di marahi, membuat permintaan sederhana dengan gaya tubuh,

menunjukan peningkatan kecemasan terhadap perpisahan, serta

mengenali anggota keluarga.

d) Bahasa : perkembangan Bahasa di awali dengan adannya

kemampuan menyebutkan hingga 4 gambar, menyebutkan satu

hingga 2 warna, menyebutkan kegunaan benda, menghitung,

mengartikan 2 kata, mengerti 4 kata depan, mengerti beberapa kata

sifat dan jenis kata lainnya. Menggunakan bunyi untuk

mengidentifikasi objek, orang, dan aktivitas, menirukan berbagai

bunyi kata, memahami arti larangan serta merespon panggilan

orang dan anggota keluarga dekat.

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan

2.4.1 Pengkajian

Dokumentasi pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang

hasil pengkajian yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari


29

pasien, membuat data dasar tentang pasien, dan membuat catatan tentang

respons kesehatan pasien. Pengkajian yang komprehensif atau menyeluruh,

sistematis yang logis akan mengarah dan mendukung pada identifikasi

masalah-masalah pasien. Masalah-masalah ini dengan menggunakan data

pengkajian sebagai dasar formulasi yang dinyatakan sebagai diagnosa

keperawatan (Dinarti & Mulyanti, 2017).

1) Anamnesis

Menurut (Moelya et al., 2019) Anamnesis adalah cara pemeriksaan

yang dilakukan dengan metode wawancara, dilakukan pada :

a) Langsung kepada pasien (autoanamnesis)

b) Orangtua (alloanamnesis)

c) Sumber lain wali/pengantar (alloanamnesis)

Anamnesis merupakan bagian yang sangat penting dan sangat

menentukan dalam pemeriksaan klinis, karena sebagian besar data (±

80%) yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis diperoleh dari

anamnesis. Dari anamnesis diperoleh data subjektif. Berbeda dengan

anamnesis pada pasien dewasa, hambatan langsung anamnesis pada anak

disebabkan karena anamnesis pasien anak umumnya berupa aloanamnesis

dan bukan autoanamnesis. Pertanyaan yang diajukan pemeriksaan

sebaiknya jangan sugestif. Pada kasus gawat, anamnesis biasanya terbatas

pada keluhan utama dan hal-hal yang sangat penting saja, supaya anak

dapat segera diatasi kedaruratannya. Pada kesempatan berikutnya baru

anamnesis dilengkapi. Hal yang perlu dicatat dari anamnesis yaitu :


30

a) Identitas Klien

Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, jenis kelamin, usia,

agama, suku bangsa, Pendidikan nomor registrasi, dan penanggung

jawab (Nurarif A.H, 2019).

b) Keluhan Utama

Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan oleh klien yaitu panas

naik turun, yang menyebabkan klien datang ke Rumah Sakit. Pada

anak jika anak yang sadar dapat langsung ditanyakan pada klien tetapi

jika anak yang tidak dapat berkomunikasi keluhan dapat ditanyakan

pada orangtua klien yang sering berinteraksi dengan klien (Nurarif

A.H, 2019).

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya pada anak dengan masalah demam typhoid ditemukan

adanya keluhan klien yang mengalami peningkatan suhu tubuh

>37,5℃ selama lebih dari 1 minggu, disertai menggigil, malaise dan

penurunan nafsu makan. Naik turunnya panas terjadi pada waktu pagi

dan sore dan berlangsung selama lebih dari 1 minggu (Nurarif A.H,

2019).

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit dahulu meliputi hal yang ada hubungannya dengan

penyakit sekarang, seperti riwayat apakah pernah mengalami penyakit

demam typhoid sebelunya karena pada kasus demam typhoid


31

seseorang yang pernah mengalami demam typhoid tidak menutup

kemungkinan dapat terkena penyakit demam typhoid kembali.

e) Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat keluarga untuk penyakit-penyakit yang herediter/familier

(Moelya et al., 2019).

2) Pemeriksaan Fisik pada anak

Menurut (Moelya et al., 2019) untuk melakukan pemeriksaan fisik

pada anak diperlukan pendekatan khusus, baik terhadap pasien maupun

terhadap orang tuanya. Berbeda dengan orang dewasa, pendekatan

pemeriksaan pada anak tergantung pada umur, keadaan fisik dan psikis

anak. Cara pemeriksaan fisik pada anak umumnya sama dengan cara

pemeriksaan pada orang dewasa, yaitu dimulai dengan general survey atau

keadaan umum, pemeriksaan tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi dan

auskultasi. Pemeriksaan fisik pada anak meliputi :

a) Pemeriksaan tanda vital yaitu Nadi, Tekanan darah (manset harus

sesuai dengan umur), frekuensi napas, suhu.

b) Pengukuran panjang badan anak.

c) Pengukuran lingkar kepala anak.

d) Pengukuran lingkar lengan anak.

e) Pengukuran dada anak.

Adapun pemeriksaan fisik menurut (Nurarif A.H, 2019) pada Klien

demam thypoid di peroleh hasil sebagai berikut :

1) Keadaan umum : klien tampak lemas Kesadaran : Composmentis


32

Tanda Vital : Suhu tubuh tinggi >37,5°C, nadi dan frekuensi

nafas menjadi lebih cepat.

2) Pemeriksaan kepala

Inspeksi : Pada klien demam thypoid umumnya bentuk kepala

normal cephalik, rambut tampak kotor dan kusam

Palpasi : Pada pasien demam thypoid dengan hipertermia umumnya

terdapat nyeri kepala.

3) Mata

Inspeksi : Pada klien demam thypoid dengan serangan berulang

umumnya salah satunya, besar pupil tampak isokor, reflek pupil

positif, konjungtiva anemis, adanya kotoran atau tidak

Palpasi: Umumnya bola mata teraba kenyal dan melenting.

4) Hidung

Inspeksi : Pada klien demam thypoid umumnya lubang hidung

simetris, ada tidaknya produksi secret, adanya pendarahan atau

tidak, ada tidaknya gangguan penciuman.

Palpasi: Ada tidaknya nyeri pada saat sinus di tekan.

5) Telinga

Inspeksi : Pada klien demam thypoid umumnya simetris, ada

tidaknya serumen.

Palpasi : Pada klien demam thypoid umumnya tidak terdapat nyeri

tekan pada daerah tragus.


33

6) Mulut

Inspeksi : Lihat kebersihan mulut dan gigi,pada klien demam

thypoid umumnya mulut tampak kotor, mukosa bibir kering.

7) Kulit dan Kuku

Inspeksi : Pada klien demam thypoid muka tampak pucat, Kulit

kemerahan, turgor kulit menurun.

Palpasi : Pada klien demam thypoid akral hangat dan Capillary

Refill Time (CRT) kembali <2 detik.

8) Leher

Inspeksi : Pada klien demam thypoid pumumnya kaku kuduk jarang

terjadi, lihat kebersihan kulit sekitar leher.

Palpasi : Ada tidaknya bendungan vena jugularis, ada tidaknya

pembesaran kelenjar tiroid, ada tidaknya deviasitrakea.

9) Thorax(dada) Paru-paru

Inspeksi:Tampak penggunaan otot bantu nafas diafragma, tampak

Retraksi interkosta, peningkatan frekuensi pernapasan, sesak nafas

Perkusi : Terdengar suara sonor pada ICS 1-5 dextradan ICS 1-2

sinistra

Palpasi : Taktil fremitus teraba sama kanan dan kiri, taktil fremitus

teraba lemah

Auskultasi : Pemeriksaan bisa tidak ada kelainan dan bisa juga

terdapat bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada pasien dengan

peningkatan produksi secret,kemampuan batuk yang menurun pada


34

klien yang mengalami penurunan kesadaran.

10) Abdomen

Inspeksi : Persebaran warna kulit merata, terdapat distensi perut atau

tidak, pada klien demam thypoid umumnya tidak terdapat distensi

perut kecuali ada komplikasi lain.

Palpasi : Ada/tidaknya asites,pada klien demam thypoid umumnya

terdapat nyeri tekan pada epigastrium, pembesaran hati

(hepatomegali) dan limfe

Perkusi : Untuk mengetahui suara yang dihasilkan dari rongga

abdomen, apakah timpani atau dullness yang mana timpani adalah

suara normal dan dullness menunjukan adanya obstruksi.

Auskultasi : Pada klien demam thypoid umumnya, suara bising usus

normal >15x/menit.

11) Musculoskeletal

Inspeksi :Pada klien demam thypoid umumnya, dapat menggerakkan

ekstremitas secara penuh.

Palpasi : Periksa adanya edema atau tidak pada ekstremitas atas dan

bawah. Pada klien demam thypoid umumnya, akral teraba hangat,

nyeri otot dan sendi serta tulang.

12) Genetalia dan Anus

Inspeksi : Bersih atau kotor, adanya hemoroid atau tidak, terdapat

perdarahan atau tidak, terdapat massa atau tidak. Pada klien demam

thypoid umumnya tidak terdapat hemoroid atau peradangan pada


35

genetalia kecuali klien yang mengalami komplikasi penyakit lain.

Palpasi : Terdapat nyeri tekanan atau tidak. Pada klien demam

thypoid umumnya, tidak terdapat nyeri kecuali klien yang

mengalami komplikasi penyakit lain.

13) Data Penunjang

Menurut (Nurarif A.H, Kusuma H, (2016) Pemeriksaan

penunjang demam thypoid yaitu pemeriksaan darah perifel lengkap :

Bisa ditemukan leukopeni, leukositosis atau leukosit (bisa terjadi

walaupun tanda disertai infeksi skunder).

a) Pemeriksaan SGOT dan SGPT

Pemeriksaan SGOT dan SGPT sering meningkat, bisa kembali

normal setelah sembuh, dan tidak membutuhkan penanganan

khusus.

b) Pemeriksaan uji widal

Mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri salmonella thypi

maka dilakukan uji widal.

c) Kultur

Kultur darah : pada minggu pertama bisa positif

Kultur urine : pada minggu kedua bisa positif

Kultur feses : dari minggu kedua sampai minggu ketiga bisa

positif.
36

d) Uji Typhidot

Pemeriksaan dilakukan untuk mendeteksi IgM dan IgG terhadap

infeksi salmonella typhi, dan akan terjadi demam pada hari 3-4

dikarenakan munculnya antibody.

2.4.2 Diagnosan Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana

tindakan asuhan keperawatan. Diagnosis keperawatan sejalan dengan

diagnosis medis sebab dalam mengumpulkan data-data saat melakukan

pengkajian keperawatan yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa

keperawatan ditinjau dari keadaan penyakit dalam diagnosa medis (Dinarti

& Mulyanti, 2017).

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) adalah tolak ukur

atau acuan yang digunakan sebagai pedoman dasar penegakan diagnosis

keperawatan dalam rangka memberikan asuhan keperawatan yang aman,

efektif dan etis (PPNI, 2017).

Pada kasus anak Hipertermi dengan masalah demam typhoid

sebelum ditegakkannya diagnosa maka perawat akan menyusun analisa data

terlebih dahulu yang dilihat pada standar diagnosa keperawatan indonesia.

Tabel 2.1 Diagnosa Keperawatan Hipertermi

Data Penyebab Masalah


Gejala dan tanda mayor 1. Proses peyakit Hipertermia
1. Subjektif Infeksi bakteri
- Mengungkapkan salmonella typhi
demam naik turun
37

yaitu naik dimalam


hari dan turun disiang
hari
- Mengeluh Badan terasa
tidak nyaman

2. Objektif
- Suhu tubuh diatas nilai
normal >37,5℃
- Mukosa bibir kering
- Lidah putih/kotor

Gejala dan tanda minor


1. Subjektif
- Merasa lemas
- Mengeluh nafsu makan
menurun

2. Objektif
- Kulit merah
- Takikardi
- Takipnea
- Kulit teraba hangat

Berdasarkan sumber dari standart diagnosa keperawatan Indonesia

maka pada kasus anak dengan masalah demam typhoid dapat ditarik

diagnosa “Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit infeksi bakteri

salmonella typhi ditandai dengan suhu tubuh diatas nilai normal, kulit

merah, kulit terasa hangat”


38

2.4.3 Rencana Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan perawatan berdasarkan penilaian

klinis dan pengetahuan yang dilakukan oleh seorang perawat untuk

meningkatkan hasil/ respon Pasien (Kamitsuru, 2020). Perencanaan ini

merupakan langkah ketiga dalam membuat suatu proses keperawatan.

Intervensi keperawatan adalah suatu proses penyusunan berbagai rencana

tindakan keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau

mengurangi masalah – masalah pasien (SAFII, 2012).

Sebelum merancang intervensi pada masalah Hipertermi maka

ditentukan terlebih dahulu tujuan dan kriteria hasil dari diberikannya

intervensi hipertermi yang dapat dilihat pada standar luaran keperawatan

Indonesia. Berdasarkan pada buku standart intervensi keperawatan

indonesia dan buku nanda NIC NOC, rencana keperawatan yang dapat

penulis sajikan antara lain :

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan pada Hipertermi

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi

Hipertermi Setelah dilakukan 1) Monitor suhu tubuh


berhubungan asuhan keperawatan 2) Monitor nadi dan RR pasien
dengan selama 3x24 jam 3) Monitor intake dan output
proses diharapkan 4) Sediakan lingkungan dengan
penyakit termoregulasi membaik suhu normal
ditandai dengan kriteria hassil : 5) Berikan kompres hangat
dengan suhu 1) Lesu menurun 6) Berikan cairan oral
tubuh diatas 2) Menggigil menurun 7) Anjurkan memakai pakaian
nilai normal, 3) Kulit merah yang tipis
kulit merah, menurun 8) Anjurkan tirah baring
39

kulit terasa 4) Kejang menurun 9) Kolaborasi dengan tim medis


hangat. 5) Takikardi membaik lain.
6) Takipnea membaik
7) Suhu tubuh Pemberian cairan dan elektrolit

Hipertermi membaik intravena seperti :

8) Suhu kulit membaik


- Dextrose 5% sodium
9) Nafsu makan
chlorida 0,45% (D5 ½ NS)
meningkat
10) Mukosa bibir
Pemberian obat seperti :
kering menurun
- Antibiotik Kloramfenikol
11) Lidah kotor/putih
- Analgesik/ antipiretik
menurun
paracetamol
12) Hasil Lab
hematologi
membaik
13) Hasil lab uji
typhidot membaik

2.4.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi, merupakan bagian aktif dari asuhan keperawatan, yaitu

perawat melakukan tindakan sesuai rencana. Tindakan ini bersifat

intelektual, teknis, dan interpersonal berupa berbagai upaya memenuhi

kebutuhan dasar klien (Nuruzzaman & Syahrul, 2016).

Tahap pelaksanaan dilakukan setelah rencana tindakan di susun dan

di tunjukkan kepada nursing order untuk membantu pasien mencapai tujuan

dan kriteria hasil yang dibuat sesuai dengan masalah yang pasien hadapi.

Tahap pelaksaanaan terdiri atas tindakan mandiri dan kolaborasi yang


40

mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan

kesehatan, dan memfasilitasi koping. Agar kondisi pasien cepat membaik

diharapkan bekerjasama dengan keluarga pasien dalam melakukan

pelaksanaan agar tercapainya tujuan dan kriteria hasil yang sudah di buat

dalam intervensi.

2.4.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi, merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan

yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah

dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi yaitu penilaian hasil

dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh keberhasilan yang

dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan

apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian,

diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri.

Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperwatan

tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses

keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan

kecukupan data yang telah dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang

observasi. Diagnosis juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan

kelengkapannya. Evaluasi juga diperlukan pada tahap intervensi untuk

menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif.

(Nuruzzaman & Syahrul, 2016). Perumusan evaluasi formatif meliputi

empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP yaitu :


41

1) S (Subjektif)

Perkembangan keadaan yang didasarkan pada apa yang di rasakan,

dikeluhkan, dan dikemukan pasien. Secara verbal pasien atau keluarga

pasien akan mengatakan menggigil menurun dan suhu kulit membaik

setelah diberikan asuhan keperawatan farmakologis maupun non-

farmakologis ( SLKI, 2016)

2) O (Objektif)

Tanda klinis yang diperoleh melalui wawancara, observasi,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Hasil akhir yang

diharapkan pada asuhan keperawatan anak dengan masalah hipertermi

pada data objektif yaitu suhu tubuh membaik, takikardi menurun,

takipnea menurun, pucat menurun (SLKI, 2016).

3) A (Analisasis)

Penilaian dari kedua jenis data (baik subjektif maupun objektif)

apakah berkembangan kearah perbaikan atau kemunduran. Ukuran

pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi :

a) Masalah teratasi, jika pasien menunjukan perubuhan sesuai

dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan pada

rencana keperawatan.

b) Masalah teratasi sebagian, jika pasien menunjukan perubahan

pada sebagian kriteria hasil yang telah ditetapkan pada rencana

keperawatan.

c) Masalah tidak teratasi, jika pasien tidak menunjukan perubahan


42

dan kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria

hasil yang ditetapkan pada rencana keperawatan atau adanya

permasalahan baru.

4) P (Perencanaan)

Pencana penanganan klien yang berdasarkan pada hasil analisis data

yang berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan

atau masalah belum berhasil.

Anda mungkin juga menyukai