PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini negara Indonesia mengalami perkembangan ekonomi yang cukup pesat.
Masyarakat Indonesia semakin maju dalam memilih berbagai hal seperti halnya makanan.
Masyarakat pandai memilih makan yang berkualitas baik, namu tak jarang pula masih
memilih makan berkualitas buruk hanya karena harganya yang murah. Masyarakat hanya
mementingkan harga makanan tanpa melihat kualitas makanan tersebut. Makanan yang
berkualitas buruk atau tidak di jaga kebersihannya bisa saja terkontaminasi bakteri atau jamur
yang merugikan bagi tubuh. Salah satunya adalah bakteri Salmonella Tiphy.
Bakteri Salmonella Tiphy merupakan salah satu penyebab penyakit infeksi tersering
di daerah tropis. Manusia terinfeksi Salmonella typhi secara fecal-oral, biasanya melalui
makanan yang kurang higienis dan atau kurang masak. Tidak selalu Salmonella typhi yang
masuk ke saluran cerna akan menyebabkan infeksi. Karena untuk menimbulkan infeksi,
Salmonella typhi harus dapat mencapai usus halus. Salah satu faktor penting yang
menghalangi
Bila
keasaman lambung berkurang atau makanan terlalu cepat melewati lambung, maka hal ini
akan memudahkan infeksi Salmonella typhi.
Setelah masuk ke saluran cerna dan mencapai usus halus, Salmonella typhi akan
ditangkap oleh makrofag di usus halus dan memasuki peredaran darah, menimbulkan
bakteriemia primer. Selanjutnya, Salmonella typhi akan mengikuti aliran darah hingga
sampai di kandung empedu. Bersama dengan sekresi empedu ke dalam saluran cerna,
Salmonella typhi kembali memasuki saluran cerna dan akan menginfeksi Peyers patches,
yaitu jaringan limfoid yang terdapat di ileum, kemudian kembali memasuki peredaran darah,
menimbulkan bakteriemia sekunder. Pada saat terjadi bakteriemia sekunder, dapat ditemukan
gejala gejala klinis dari demam tifoid. Oleh karena itu bakteri Salmonella Tiphy biasanya
penyebab utama dari demam tifoid atau tifus.
Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik yang bisa disebabkan oleh
Salmonella typhi. Bakteri ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi atau dari feces dan urin orang yang terinfeksi. Awalnya dimulai dengan
demam ringan tetapi akan progresif dan sering berkelanjutan sehingga 39 C sampai 40 C.
Demam tifoid biasanya ditandai dengan demam insidious yang lama, sakit kepala, badan
lemah, mual dan muntah, anoreksia, bradikardia relative, serta splenomegaly, dan juga
merupakan kelompok penyakit yang mudah menular serta menyerang banyak orang sehingga
dapat menibulkan wabah.
Obat yang paling banyak digunakan dalam pengobatan demam tifoid adalah
Kloramfenikol, obat ini digunakan sejak tahun 1948 dan sampai saat ini masih digunakan
sebagai obat pilihan di Indonesia, karena efektvitasnya terhadap Salmonella typhi masih
tinggi disamping harga obat yang relatif murah (Musnelina, 2004). Dari kajian tingkat
molekuler dikemukakan bahwa bakteri Salmonella typhi
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
1; Dapat memproduksi suspensi yang di tujukan untuk mengatasi demam tifoid yang
yang cepat.
1.2.2 Tujuan Khusus
1; Mahasiswa dapat mengetahui tentang Formula sediaan liquid yaitu dalam
diharapkan.
1.3.2; Praktikan
1; Praktikan atau Mahasiswa mampu mengaplikasikan tentang sediaan liquid yaitu
benar.
3; Praktikan mampu mengevaluasi hasil pembuatan suspense klorampenikol.
4; Praktikan mampu meningkatkan kompetensi dalam pembuatan suspense
klorampenikol.
1.3.3; Institusi
1; Dapat memberikan Image yang positif bagi institusi dalam bersaing di dunia
2
pendidikan
Untuk memperluas cakrawala pengetahuan suspense klorampenikol sebagai obat
yang efektif untuk mengatasi demam tifoid.
1.3.4; Industri.
1; Dapat memenuhi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan tentang Penyakit
2.1.1 Definisi Penyakit
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever.
Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Merupakan penyakit infeksi sistemik akut pada manusia yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi dengan tanda-tanda demam,
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak
membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut
getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di
dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu
600C) selama 15 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia
melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak. Bila
respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus
sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia
kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag.
Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya
dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening
mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam
makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah mengakibatkan bakterimia pertama
yang asimtomatik dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama
hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam
sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya.
2.1.3 Gejala dan Akibat Demam Tifoid
2.1.3.1; Gejala Demam Tifoid
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding
dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 20 hari. Setelah masa inkubasi
maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri,
kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa
ditemukan, yaitu :
a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten
dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur angsur
meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore
dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam.
Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-angsur turun dan normal kembali pada
akhir minggu ketiga.
b. Ganguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden) . Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya,
kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut
kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.
Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat
terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu
apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
d. Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa, keadaaan ini biasanya terjadi akibat
proliferasi limfosit dalam limpa karena infeksi di tempat lain tubuh.
Akibat dari demam tifoid merupakan efek janka panjang dari demam tifoid itu
sendiri, berikut merupakan efek janka penjang dari demam tifoid :
a; Efek pendarahan gasroitestinal
2.1.4
S. typhi dari tinja dan urine penderita atau carier. Di beberapa negara pencemaran
terjadi karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang berasal dari air yang tercemar,
buah-buahan dan sayur-sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia. Lalat
dapat juga berperan sebagai perantara penularan memindahkan mikroorganisme dari
tinja ke makanan. Di dalam makanan mikrorganisme berkembang biak memper
banyak diri mencapai dosis infektif.
Penularan tersering terjadi melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh
kotoran manusia yang mengandung Salmonella typhi. Organisme yang tertelan tadi
masuk ke dalam lambung untuk mencapai usus halus. Asam lambung tampaknya
kurang berpengaruh terhadap kehidupannya. Organisme secara cepat mencapai usus
halus bagian proksimal, melakukan penetrasi ke dalam lampisan epitel mukosa S.
typhi telah sampai di kelenjar getah bening regional atau KGB mesenterium dan
kemudian terjadi bakteremia dan kuman sampai di hati, limpa, juga sumsum tulang
dan ginjal. S. typhi segera difagosit oleh sel-sel fagosit mononukleus yang ada di
organ tersebut. Di sini kuman berkembang biak memperbanyak diri. Inilah
karakteristik dari S. typhi yang akan menentukan perjalanan penyakit yang
ditimbulkannya.
Setelah periode multiplikasi intraseluler. Organisme akan dilepaskan lagi ke
dalam aliran darah dan terjadi bakteremia kedua. Pada saat ini penderita akan
mengalami panas tinggi. Bakteremia ini menyebabkan dua kejadian kritis yaitu
masuknya kuman ke dalam kantung empedu dan
masuknya kuman tadi terjadi reaksi radang yang hebat sekali maka akan terjadi
nekrosis jaringan yang secara klinik ditandai dengan kolesistitis nekrotikans, dan
perdarahan perforasi usus. Masuknya kuman di kantung empedu dan plaque Peyer
menyebabkan kultur tinja positif, dan invasi ke dalam kantung empedu sendiri dapat
menyebabkan terjadinya carrier kronik.
2.1.5
(antibiotik)
segera
diberikan
bila
diagnosa
telah
dibuat.
nama
kimia
D(-)
treo-2-dikloroasetamido-1-p-notrofenilpropana-1,3-diol.
Struktur bangun memberi informasi bahwa kloramfenikol memiliki dua atom karbon
asimetrik, sehingga menghasilkan 4 stereoisomer.
Kloramfenikol pada awalnya diisolasi dari Streptomyces venezuelae yang
pertama kalinya diisolasi oleh Burkholder pada tahun 1947 dari contoh tanah yang
diambil dari Venezuela, sekarang telah dapat dibuat melalui sintesis total, yang
metodenya relatif lebih sederhana dan biayanya lebih murah. Diperkenalkan dalam
pengobatan klinis pada tahun 1949. Kloramfenikol efektif terhadap riketsia dan
konjungtivitis akut yang disebabkan oleh mikoroorganisme, termasuk Pseudomonas
sp kecuali Pseudomonas aeruginosa. Senyawa ini juga efektif untuk pengobatan
infeksi berat yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negative.
2.2.2
Mekanisme
Mekanisme kerja kloramfenikol sebagai anti bakteri bersifat stereospesifik,
karena hanya satu stereoisomer yang memiliki aktivitas anti bakteri, yaitu D(-) treoisomer. Kloramfenikol bekerja pada spektrum luas, efektif baik terhadap Gram positif
maupun Gram negatif. Mekanisme kerja kloramfenikol melalui penghambatan
terhadap biosintesis protein pada siklus pemanjangan rantai asam amino, yaitu
dengan menghambat pembentukan ikatan peptida. Antibiotika ini mampu mengikat
subunit ribosom 50-S sel mikroba target secara terpulihkan, akibatnya terjadi
hambatan pembentukan ikatan peptida dan biosintesis protein. Kloramfenikol
umumnya bersifat bakteriostatik, namun pada konsentrasi tinggi dapat bersifat
bakterisid terhadap bakteri-bakteri tertentu (Ganiswarna, 1995).
Spektrum antibakteri kloramfenikol meliputi D. pneumoniae, Str. pyogenes,
Str. viridans, Neisseria, Haemophilus, Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Brucella, P.
multocida, C. diphtheriae, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema dan
kebanyakan mikroba anaerob. Senyawa ini juga efektif terhadap kebanyakan galur E.
coli, K. pneumoniae, dan Pr. Mirabilis (Ganiswara, 1995). Kloramfenikol efektif
mengobati riketsia dan konjungtivitas akut yang disebabkan oleh mikroorganisme,
termasuk Pseudomonas sp. Kecuali Pseudomonas aeruginosa, senyawa ini juga
efektif untuk pengobatan infeksi berat yang disebabkan oleh Bacteroides fragilis
(infeksi kuman anaerob di bawah diafragma), Haemophylus influenzae (meningitis
purulenta), Streptococcus pneumoniae (pneumoniae) (Soekardjo et al., 2000). Akhirakhir ini, makin sering dilaporkan adanya resistensi S. typhi terhadap kloramfenikol,
namun secara generik kloramfenikol masih dianggap sebagai obat pilihan untuk
mengobati demam tifoid.
2.2.3
Dosis Kloramfenikol
Untuk pengobatan demam tifoid diberikan dosis 4 kali 500 mg sehari sampai
2 minggu bebas demam. Bila terjadi relaps biasanya dapat diatasi dengan
memberikan terapi ulang. Untuk anak-anak diberikan dosis 50-100mg/kg BB/sehari
dibagi dalam beberapa dosis selama 10 hari. Biasanya di berikan dosis dewasa, anak
dan bayi >2 minggu, sehari 50 mg/KgBB dalam 3-4 dosis. Bayi <2 minggu, sehari 25
mg/KgBB dalam 4-6 dosis. Bayi premature sehari 25 mg/KgBB dalam 2 dosis.
Efek Samping
2.2.4.1 Reaksi Hematologik
Terdapat dalam 2 bentuk. Yang pertama ialah reaksi toksik dengan manfestasi
2.2.4
depresi sumsum tulang belakang. Kelainan ini berhubungan dengan dosis, progresif
dan pulih bila pengobatan dihentikan. Kelainan darah yang terlihat anemia,
(1) sistem konjugasi oleh enzim glukoronil transferase belum sempurna dan, (2)
kloramfenikol yang tidak terkonjugasi belum dapat diekskresi dengan baik oleh
ginjal. Untuk mengurangi kemungkinan terjadimya efek samping ini maka dosis
kloramfenikol untuk bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak boleh melebihi 25
mg/kgBB sehari. Setelah umur ini dosis 50 mgKg/BB biasanya tidak menimbulkan
efek samping tersebut
2.2.4.5 Reaksi Neurologik
Dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium dan sakit kepala.
2.2.5
Interaksi Kloramfenikol
Susu mempunyai sifat dapat menghambat absorpsi zat-zat aktif tertentu terutama
antibiotika. Jika obat kurang diabsorbsi, berarti daya khasiat atau kemanjurannya juga akan
berkurang, sehingga penyembuhan mungkin tidak akan tercapai. Oleh sebab itu, jika kita
sedang mengkonsumsi antibiotika, misalnya kloramfenikol, sebaiknya jangan minum susu,
apalagi minum obat antibiotika tersebut bersama dengan susu.
Kloramfenikol
menghambat
enzim
sitokrom
P450
irreversibel
Akibat
Sefalosporin
Siklofosfamid
Dikumarol
Antikoagulan Naik
As. Nalidiksat
Penisilin
Fenitoin
Tolbutamid
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat dalam bentuk halus
yang tidak larut tetapi terdispersi dalam cairan. Zat yang terdispersi harus halus dan
tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok perlahan-lahan endapan haris segera
terdispersi kembali. Suspensi umumnya mengandung zat tambahan untuk menjamin
stabilitasnya, sebagai stabilisator dapat dipergunakan bahan-bahan disebut sebagai
emulgator (joenoes, 1990). Suspensi juga dapat didefenisikan sebagai preparat yang
mengandung partikel obat yang terbagi sevara halus (dikenal sebagai suspensoid)
disebarkan secara merata dalam pembawa dimana obat menunjukan kelarutan yang
sangat minimum. Beberapa suspensi resmi diperdagangkan tersedi dalam bentuk siap
pakai, telah disebarkan dalam cairan pembawa dengan atau tanpa penstabil dan bahan
tambahan farmasetik lainnya (Ansel, 1989).
Bahan obat yang diberikan dalam bentuk suspensi untuk obat minum,
mempunyai keuntungan bahwa (oleh karena partikel sangat halus) penyarapan zat
berkhasiatnya lebih cepat dari pada bila obat diberikan dalam bentuk kapsul atau
tablet, bioavailabilitasnya pun baik. Suspensi dapat dibagi dalam dua jenis yaitu:
suspensiyang siap digunakan atau suspensi yang dikonstitusikan dengan jumlah air
untuk injeksi atau pelarut lain yang sesuai sebelum digunakan. Suspensi tidak boleh
diinjeksikan secara intevena. Pada bentuk sediaan suspensi harus diperhatikan
bahawa obatnya betul diminum denagn sendok yang sesuai, sehingga obat diminum
dengan dosis yang tepat (loenoes, 1990).
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan
tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh
cepat mengendap, dan bila digojok perlahanlahan, endapan harus segera terdispersi kembali.
Dapat ditambahkan zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi tetapi kekentalan
suspensi harus menjamin sediaan mudah digojok dan dituang. Suspensi sering disebut pula
mikstur gojog (mixtura agitandae). Bila obat dalam suhu kamar tidak larut dalam pelarut
yang tersedia maka harus dibuat mikstur gojog atau disuspensi. (Anief, 2006)
Menurut FI IV, suspense adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat
tidak larut yang terdispersi dalam fase cair.
mengandung anti-mikroba.
c; Suspensi harus dikocok sebelum digunakan.
2.3.4
Penggolongan Suspensi
Suspense dalam dunia farmasi terdapat dalam berbagai macam bentuk, hal ini
terkait dengan cara dan tujuan penggunaan sediaan suspense tersebut. Beberapa
bentuk sediaan suspense antara lain :
1; Suspense Injeksi terkonstitusi
Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung partikelpartikel halus yang ditujukan untuk diteteskan telinga bagian luar.
3; Suspense optalmik
Suspensi optalmik adalah sedaan cair steril yang mengandung partikelpartikel yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.
Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak
menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea. Supensi obat mata tidak boleh
digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau menggumpal.
4; Suspensi Per Oral
memberikan indikasi atau petunjuk tentang ukuran partikel dari zat murni
seperti juga struktur kristal.
c; Ukuran Partikel.
2.4.1.2.2
Analisis Fisikokimia
Analisis ini bertujuan untuk penetapan kadar dan identitas zat aktif.
Uji yang di gunakan di ambil dari data kualitatif dan data kuantitatif. Untuk
penetapannya
biasanya
digunakan
kromatografi
lapis
tipis,
spektrum,
Sifat Kristal
Terkadang zat aktif terdiri atas lebih dari satu bentuk kristal, dengan
pengaturan ruang kisi-kisi yang berbeda. Sifat ini dikenal sebagai polimorfisa.
Bentuk kristal berbeda disebut polimorf. Banyak solid dapat di buat dalam bentuk
polimorfisa tertentu melalui perlakuan kondisi kristalisasi yang tepat.kondisi ini
mencakup sifat pelarut, suhu, kecepatan pendinginan, dan berbagai faktor lain.
Penetapan dan pemantauan terhadap bentuk polimorf yang berbeda untuk
menghindari masalah stabilitas, ketersediaan hayati dan masalah pengolahan.
2.5;
2.5.1
Karakteristik bahan
Kloramfenikol
Merupakan serbuk hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang,
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan, tidak berbau; rasa sangat pahit
larutan praktis netral dalam kertas lakmus P, stabil dalam larutan netral atau agak
asam. Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dalam propilen glikol, dalam
aseton dan dalam etil asetat. Berkhasiat sebagai anti biotikum. Alasan pemilihan
bahan ini adalah karena kloramfenikol stabil dalam bentuk suspense dan sukar larut
dalam air.
2.5.2
Propylenglikol
Merupakan cairan kental jernih tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis
higroskopis. Kelarutan dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan
kloroform p, larut dengan 6 bagian eter, tidak dapat campur dengan eter minyak tanah
dan dengan minyak lemak. Biasanya digunakan sebagai zat tambahan atau pelarut.
Alasan penggunaan adalah karena propyleneglikol tidak memiliki efek samping,
higroskopis dan tidak berwarna.
2.5.3
Syrup Simplex
Merupakan cairan jernih tidak berwarna. Digunakan sebagai pemanis,
pembuatan larutan ini 65 bagian sakarosa dalam larutan metil paraben 0,25%. Hingga
diperoleh 100 bagian sirop. Biasanya digunakan sebagai pemanis. Alasan pemilihan
bahan adalah karena tidak memiliki efek samping, rasa manis dan tidak berwarna.
2.5.4
Nipagin
Merupakan kristal tdak berwarna atau serbuk kristal berwarna putih; tidak
berbau atau hamper tidak berbau dan sedikit mempunyai rasa panas. Larut dalam 5
bagian propilenglikol; 3 bagian etanol 95%; 60 bagian gliserin; dan 400 bagian air.
Stabilitas, larutan metilparaben pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan autoklaf pada
suhu 120 C selama 20 menit, tanpa penguraian. Larutan ini stabil selama kurang
lebih 4 tahun dalam suhu kamar, sedangkan pada pH 8 atau lebih dapat meningkatkan
laju hidrolisis. Memiliki inkompatibilitas aktivitas antimikroba dari metilparaben atau
golongan paraben yang lain sangat dapat mengurangi efektivitas dari surfaktan
nonionik, seperti polysorbate 80. Tetapi adanya propilenglikol (10%) menunjukkan
peningkatan potensi aktivitas antibakteri dari paraben, sehingga dapat mencegah
interaksi antara metilparaben dan polysorbate. Inkompatibel dengan beberapa
senyawa, seperti bentonit, magnesium trisilicate, talc, tragacanth, sodium alginate,
essential oils, sorbitol dan atropine. Antimicrobial preservative (oral solutions 0.015
0.2 %)
2.5.5
CMC Na
2.6;
2.6.1
Formula
Definisi Formula
Salah satu kegiatan dalam pembuatan sediaan dimana menitikberatkan pada
kegiatan merancang komposisi bahan baik bahan aktif maupun bahan tambahan yang
diperlukan untuk membuat sediaan tertentu yang meliputi nama dan takaran bahan,
dimana penentuan bahan harus selalu melewati proses studi praformulasi.
Komposisi Bahan
2.6.2.1 Zat aktif
2.6.2
Suspending Agent
Merupakan bahan yang dapat meningkatkan viskositas dari suspensi sehingga
1; Pengawet
Menurut Boylan (1994) ada tiga kriteria pengawet yang ideal yaiu:
a; Pengawet harus efektif terhadap mikroorganisme spektrum luas.
b; Pengawet harus stabil fisika kimia dan mikribiologisselama masa berlaku
produk tersebut.
c; Pengawet harus tidak toksis, mensesitasi, larut dengan memadai, dapat
Menurut Boylan (1994) untuk dapat menjaga kelarutan obat, maka suatu
sistem harus didapar secara memadai. Pemilihan suatu dapar harus konsisten dengan
kriteria sebagai berikut:
a; Dapar harus mempunyai kappasitas memadai dalam kisaran pH yang
diinginkan.
b; Dapar harus aman secara biologis untuk penggunaan yang dimaksud.
c; Dapar hanya mempunyai sedikit atau tidak mempinyai efek merusak terhadap
stabilitas produk akhir.
d; Dapar harus memberikan rasa dan warna yang dapat diterima produk.
3; Zat Pembasah (wetting agent)
Ada empat rasa sensasi dasar yaitu: asin, pahit, manis dan asam. Suatu
kombinasi zat pemberi rasa biasanya diperlukan untuk menutupi sensasi rasa ini
secara efektif. Menthol kloroform dan berbagai garam sering kali digunakan sebagai
zat pembantu pemberi rasa (Patel dkk, 1994).
Menurut Aulton (1989), ada tiga tipe penambahan rasa yaitu:
a; Zat pemanis, contohnya: sorbitol, saccharin dan invert syrup.
b; Syrup Berasa, contohnya: blackcurant, rasoberry dan chererry.
c; Minyak Beraroma / Aromatic Oils, contohnya: anisi, cinnamon lemon dan
pepermint.
d; Penambahan Rasa Sintetik, contohnya: kloroform, vanillin, benzaldehid, dan
Ada beberapa alasan mengapa farmasi perlu ditambahkan zat pewarna yaitu
menutupi penampilan yang tiadak enak dan untuk menambah daya tarik pasien. Zat
pewarna harus aman, tidak berbahaya dan tidak memilikiefek farmakologi. Selain itu
tidak bereaksi dengan zat aktif dan dapat larut baik dalam sediaan (Ansel, 1989).
Pemilihan warna biasanya dibuat konsisten dengan rasa misalnya merah untuk
strawbery dan warna kuning untuk rasa jeruk (Ansel, 1989). Beberapa contoh yang
bisa digunakan yaitu Tartazin (kuning), amaranth (merah), dan patent blue V (biru).
Clorofil (hijau) (Aulton, 1989).
6; Zat Penambah Bau
Tujuan penambahan bau adalah untuk dapat menutupi bau yang tidak enak
yang ditimbulkan oleh zat aktif atau obat. Bau sangat mempengauhi rasa dari suatu
preparat pada bahan makan (Ansel, 1989). Dapat digunakan penambah bau berupa
essense dari buah-buahan yang disesuaikan dengan rasa dan warna sediaan yang akan
dibuat.
7;
Zat Pembawa
Zat pembawa yang bisa digunakan dalam pembuatan suspensi oral adalah air
Tinjauan Produksi
Definisi Produksi
Produksi merupakan suatu kegiatan untuk memproduksi, membuat, dan
menciptakan suatu produk atau barang dengan suatu bahan bahan yang telah
ditentukan khususnya memproduksi suspense kloramfenikol.
2.7.2
Tujuan Produksi
Ruang produksi adalah suatu ruang yang dirancang dengan khusus sebagai
tempat dilaksanakan kegiatan produksi dimana di dalamnya mengakomodasi berbagai
macam kebutuhan produksi ( alat, bahan, personal, manajemen ) dengan spesifikasi
khusus. Ruang produksi untuk pembuatan sediaan farmasi memiliki beberapa
karakteristik yaitu sebagai berikut:
a; Kontruksi bangunan tahan terencana
Maksud dari alur one way adalah ruang produksi harus memiliki alur
produksi secara berurutan tanpa ada pemutaran kembali sediaan ke tahap awal.
Misalnya dalam ruang produksi pencampuran bahan dilakukan dari sebelah barat
ke sebelah timur ruangan, ruangan harus memiliki tempat yang cukup mulai dari
pencampuran bahan disebelah barat kemudian berurutan hingga proses akhir
produksi berada di paling timur ruangan.
c; Terdapat pengaturan suhu, cahaya, tekanan dan higienitas
Ruang yang tidak bersudut akan lebih mudah dibersihkan sehingga tidak
akan ada debu, kotoran atau mikroorganisme yang akan bersarang disana. Dengan
tidak adanya debu, kotoran dan mikroorganisme maka proses produksi akan lebih
higienis.
e; Berlapiskan epoksi
Pori-pori dinding adalah tempat yang biasanya terdapat banyak bakteri atu
mikroorganisme. Epoksi adalah sejenis cat yang digunakan untuk menutupi poripori permukaan dinding. Dengan memberikan epoksi pada dinding, berarti tidak
akan ada pori-pori di lubang tembok dan tidak ada tempat lagi untuk bakteri atau
mikroorganisme.
f;
Macam ruang produksi dapat dibedakan menjadi dua. Menurut warna dan
menurut kelas, juga menurut nomor area. Macam macam dari ruang produksi
adalah sebagai berikut :
1;
a
Berdasarkan Kelas
Ruang kelas I
Biasanya ruangan digunakan untuk pembuatan sediaan steril yang
memiliki tingkatan kelas tertinggi. Terdapat empat ruang filter yaitu prefilter,
medium filter, hipofilter dan LAF.
Ruang kelas II
Biasanya ruangan digunakan untuk penyiapan peralatan yang akan
digunakan di ruang kelas I.
Ruang kelas III
Biasanya ruangan digunakan untuk pembuatan sediaan semi solid
yang mudah terkontaminasi dengan bakteri atau mikroorganisme.
Ruang kelas IV
Biasanya ruangan yang digunakan untuk pembuatan sediaan serbuk
dan kapsul.
Berdasarkan Label Warna
Berikut merupakan ruang produksi yang dibedakan dengan laberl warna :
2;
a
b
Ruangan kelas Grey biasanya diberikan untuk ruang kelas II dan III.
Ruangan kelas Black
Ruangan kelas Black biasanya diberikan untuk ruang kelas IV.
Berdasarkan Nomor Area
Berikut merupakan ruang produksi yang dibedakan dengan berdasarkan
3;
non patogen dan 100 mikroorganisme patogen dalam ruangan itu.Biasanya ruang
kelas 1.000 diberikan untuk ruang kelas II.
c
diartikan
bahwa
hanya
ada
boleh
10.000
b; Perkamen
Gelas ukur merupakan suatu alat yang di gunakan untuk mengukur volume
larutan yang bentuknya seperti corong ataupun gelas yang mempunyai ukuran
volume mililiter yang berfariasi.
f;
Beaker glass
Beaker Glass atau gelas piala merupakan wadah yang terbuat dari
borosilikat.Gelas piala yang digunakan untuk bahan kimia yang bersifat korosif
terbuat dari PTPE.Untuk mencegah kontaminasi atau hilangnya cairan dapat
digunakan gelas arloji sebagai penutup.
g; Thermometer
h; Blender
Piknometer
Untuk menghitung massa jenis cairan/ larutan.
j;
Pipet Tetes
Untuk menambahkan larutan secara perlahan setetes demi
setetes.
2.7.4.4 Personal
Personal
adalah
proses
manajemen
yang
(desain)
(SDM)
sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang
memuaskan dan pembuatan obat yang baik dan benar. Oleh karena itu industri
farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam
jumlah yang memadai untuk melaksanakan tugasnya masing-masing.
1; Syarat-syarat personalia dalam produksi :
a; Personalia hendaknya mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan
kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya dan tersedia dalam
jumlah yang cukup.
b; Personalia hendaklah dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang
dibebankan kepadanya.
2; Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh personalia adalah:
a; Persyaratan teknis (pra produksi meliputi pakaian dan kesehatan kulit serta
lain-lain)
b; Persyaratan teknis adalah persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan dan
harus dilakukan oleh karyawan, misalnya tidak cacat fisik dan mental, mampu
melaksanakan tugas yang telah diberikan oleh perusahaan dan mempunyai
kemampuan yang cukup pada bidangnya.
c; Sebelum melaksanakan pekerjaannya, terlebih dahulu para pekerja juga harus
memperhatikan persiapan yang benar untuk meminimalkan terjadinya
kecelakaan kerja, meliputi:
1; Pencucian tangan
diencer- kan dengan larutan pensuspensi dalam air. Akan terjadi endapan
halus dan tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Cairan organik tersebut
adalah : etanol, propilenglikol, dan polietilenglikol
2.7.4.2 Sistem Pembentukan Suspensi
d.
Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah
Sistem deflokulasi
Dalam sistem deflokulasi partikel deflokulasi mengendap perlahan dan
akhirnya membentuk sedimen, dimana terjadi agregasi akhirnya terbentuk
cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali. Secara umum sifat-sifat dari
partikel deflokulasi adalah :
a. Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain.
b.
d. Akhirnya sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi
lagi
e.
2.8; Evaluasi
2.8.1 Definisi
Evaluasi bertujuan untuk memastikan mutu dari sediaan yang diproduksi, baik
itu dimulai dari pemilihan bahan sampai dengan hasil jadi sediaan tersebut. Dengan
melakukan evaluasi kita dapat mengetahui kualitas mutu dari sediaan yang kita buat.
Jika kita memiliki sediaan yang memiliki kualitas baik, maka kita kemungkinan besar
sediaan kita akan diterima dengan baik dipasaran.
Bukan hanya kekrangan yang akan kita ketahui saat melakukan evaluasi,
kelebihan dari suatu sediaan pun akan kita ketahui. Dengan mengetahui kelebihan
dari sediaan kita, misalnya saat pemilihan bahan, kita bisa mengaplikasikan kelebihan
itu kepada sediaan lainnya, sehingga kita dapat melakukan pengembangan produk
farmasi menjadi lebih baik lagi.
Penggolongan
Secara umum, penggolongan evaluasi dibagi menjadi 3 yaitu:
2.8.3.1; Berdasarkan tahapan produksi
2.8.3
Evaluasi pada tahap pre produksi adalah evaluasi yang dilakukan pada bahan
yang akan dibuat. Biasanya meliputi identifikasi bahan, interaksi bahan terhadapa
bahan lain dan stabilitas fisik dari bahan. Misalnya pada tahap praformulasi
terdapat kendala-kendala untuk pemilihan bahan sehingga kita harus
mengevaluasi karakteristik bahan.
b; In Process Control
Evaluasi pada saat proses produksi adalah evaluasi yang lebih menekankan pada
saat pembuatan sediaan. Jadi kita mengevaluasi dari cara-cara atau prosedur saat
melakukan produksi. Misalnya keakuratan penimbangan bahan dan kinerja alat
produksi.
c; Post produksi
Evaluasi ini adalah evaluasi yang menekankan evaluasi pada sediaan yang sudah
jadi. Misalnya pada uji organolepttis, keseragaman bobot dan kekentalan.
2.8.3.2; Berdasrkan objek sediaan
Berdasarkan pada objek sediaan, maka evaluasi dibagi menjadi tiga yaitu
sebagai berikut:
a; Bahan awal
Evaluasi yang dilakukan pada bahan awal adalah evaluasi yang menekankan pada
objek bahan yang digunakan, mulai dari karakteristik bahan sampai dengan
tingkat kelarutan dan titik didih bahan yang akan digunakan. Hal ini untuk
mencegah adanya bahan yang rusak karena memiliki karakteristik yang tidak
sesuai dengan sediaan yang akan dibuat.
b; Ruahan
Evaluasi pada objek sediaan ruahan adalah evaluasi bahan saat sedang dibuat
menjadi bentuk sediaan setengah jadi. Untuk sediaan suspensi, evaluasi pada
tahap ruahan atau sediaan setengah jadi adalah saat bahan-bahan obat bercampur
membentuk mucilago. Saat dalam fase mucilago inilah dilakukan evaluasi
terhadap kesesuaian terhadap syarat-syarat mucilago yang baik.
c; Sediaan jadi
Evaluasi pada tahap ini adalah evaluasi yang ditekankan pada bentuk sediaan
jadinya, seperti pada suspensi evaluasi sediaan jadi yang dilakukan adalah
homogenitas, viskositas dan juga kecepatan terdispersi kembali.
2.8.3.3; Berdasarkan tujuan evaluasi
Mutu fisik menjadi penggolongan evaluasi karena dalam evaluasi mutu fisik kita
bisa mengetahui kualitas sediaan kita secara langsung, mulai dari homogenitas
sampai kekentalan sediaan.
c; Sterilitas
Evaluasi kimia meliputi interaksi antara satu bahan dengan bahan. Dengan
melakukan evaluasi kimia, kita dapat mengertahui rencana kerja obat dalam
tubuhh manusia nantinya. Dengan mengetahui evaluasi ini juga kita bisa
menghindari reaksi-reaksi kimia antara obat satu dengan obat yang lain.
2.8.4 Uji kualitas Mutu
2.8.4.1 Ukuran Partikel
Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka
partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi
benturan antar partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya
endapan dari zat tersebut. Oleh karena itu, makin besar konsentasi partikel, makin
besar terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat.
2.8.4.4 Sifat atau Muatan Partikel
Bobot per milliliter suatu cairan adalah bobot dalam g per ml cairan yang
ditimbang diudara pada suhu 200C, kecuali dinyatakan lain dalam monografi.
(Farmakope Indonesia IV,1995). Bobot per ml zat cair ditetapkan dengan membagi
bobot zat cair di udara yang dinyatakandalam g, dari sejumlah cairan yang mengisi
piknometer pada suhu yang telah ditetapkan dengankapasitas piknometer yang
dinyatakan dalam ml, pada suhu yang sama. Kapasitas piknometer ditetapkan dari
bobot di udara dari sejumlah air yang dinyatakan dalam g, yang mengisi.
2.8.4.7; Redispersi
2.8.4.8; pH
Dalam uji pH berhubungan dengan stabilitas zat aktif yang terkandung dalam
sediaan suspensi tersebut sesuai dengan pH normal dan efektifitas pengawet pada
keadaan kulit sehingga tidak menghambat fungsi fisiologis kulit atau sesuai dengan
syarat suspensi yang baik. Pengukuran pH bertujuan untuk mengetahui derajat
keasaman sediaan suspensi yang telah dibuat sesuai dengan pH standar kulit yang
telah ditetapkan.Cara kerjanya Diambil zat yang akan diuji, dimasukkan diatas beaker
glass, celupkan kertas pH, catat ph.
BAB III
Formula
Kloramfenikol
125 mg
CMC Na
1%
Propylenglikol
10%
Syrup Simplex
20%
Nipagin
0, 1%
Aquadest
ad 5 ml
3.1; Formula
3.2; Perhitungan Dosis
Dosis :
1
2 13
100
100
2
15 00
= 93,75 %
3.3; Perhitungan Bahan
: 125 x 12 = 1,5 g
CMC Na
: 1% x 60 = 0.6 g
Propyleneglikol
: 10% x 60 = 6 g
Nipagin
: 0,1% x 60 = 0,06 g
Syrupus simplex
: 20% x 60 = 12 ml
Aquadest
: 5 x 12 = 60 ml
Bahan
Kloramfenikol
CMC Na
Propylenglikol
Syrup Simplex
Nipagin
Aquadest
3.6.2; Viskositas
air
2; Letakkan objectglass di atas meja benda kemudian jepit dengan penjepit
spesimen
3; Cari bagian dari objectglass dengan sekrup vertical dan horizontal sampai
terlihat gambar yang jelas
4; Catat hasil pengukuran diameter minimal 10 partikel lingkaran dan 10 partikel
oval / memanjang yang berbeda beda lalu hitung rata ratanya.
3.6.4; pH
dilakukan.
2; Tabung reaksi berisi suspense yang telah dievaluasi volume sedimentasinya
Uji Organoleptis
Keadaan yang di amati yaitu warna, rasa,bau, kelarutan. Pemberian dikatakan
baik jika warna suspensi tidak berubah dan bau tidak hilang.