DASAR TEORI
Salep (unguents) adalah preparat setengah padat untuk pemakaian luar.
Preparat farmasi setengah padat seperti salep, sering memerlukan penambahan
pengawet kimia sebagai antimikroba, pada formulasi untuk mencegah
pertumbuhan mikroorganisme yang terkontaminasi. Pengawet-pengawet ini
termasuk hidroksibenzoat, fenol-fenol, asam benzoat, asam sorbat, garam
amonium kuartener, dan campuran-campuran lain. Preparat setengah padat
menggunakan dasar salep yang mengandung atau menahan air, yang membantu
pertumbuhan mikroba supaya lebih luas daripada yang mengandung sedikit uap
air, dan oleh karena itu merupakan masalah yang lebih besar dari
pengawetan (Chaerunnisa, 2009).
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispend homogen
dalam dasar salep yang cocok. Pemerian Tidak boleh berbau tengik. Kadar kecuali
dinyatakan lain dan untuk salap yang mengandung obat keras atau obat narkotik ,
kadar bahan obat adalah 10 %. Kecuali dinyatakan sebagai bahan dasar digunakan
Vaselin putih . Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pemakaian, dapat
dipilih salah satu bahan dasar berikut: dasar salep senyawa hidrokarbon Vasellin
putih, vaselin kuning atau campurannya dengan malam putih, dengan Malam
kuning atau senyawa hidrokarbon lain yang cocok; dasar salep serap lemak bulu
domba dengan campuran 8 bagian kolesterol 3 bagian stearik alcohol 8 bagian
malam putih dan 8 bagian vaselin putih, campuran 30 bagian Malam kuning dan
70 bagian Minyak Wijen; dasar salap yang dapat dicuci dengan air. Emulsi
minyak dan air; dasar salap yang dapat larut dalam air Polietilenglikola atau
campurannya. Homogenitas jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan
transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen (Anif,
2000).
Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang
diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan
ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang
kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat
yang cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam Dasar salep hidrokarbon daripada dasar
salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam
dasar salep yang mengandung air (Anonim, 2015).
Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain dan untuk salep
yang mengandung obat keras atau obat narkotika, kadar bahan obat adalah 10%.
Salep jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok,
harus menunjukkan susunan yang homogen (Anief,1999).
Evaluasi terhadap sifat fisik dan sifat iritatif pada sediaan topikal perlu
dilakukan. Hal ini untuk menjamin bahwa sediaan memiliki efek farmakologis
yang baik dan tidak mengiritasi kulit ketika digunakan. Sifat fisik sediaan
mempengaruhi tercapainya efek farmakologis sesuai yang diharapkan. Parameter
pengujian sifat fisik salep antara lain uji daya sebar, daya lekat, dan pH (Naibaho
dkk., 2013).
Menurut Seno dkk (2004) secara umum pembuatan salep adalah :
c. Nipagin (HOPE,2009)
Pemerian Hablur kecil, tidak berwana, atau serbuk hablur putih,
tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai
sedikit rasa terbakar.
Nama Lain Metilparaben, Metagin, Metil paraept, aseptoform,
metyl cemosept.
Struktur Kimia
d. Nipasol (HOPE,2009)
Pemerian Serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna
Nama Lain Propyl Paraben, Propagin, Propyl Cemosept, Propyl
Parasept, Solbrol P, Tegosept.
Struktur Kimia
Ph Larutan -
Titik Lebur 95◦C - 98◦C
Wadah dan Dalam wadah tertutup baik
Penyimpanan
Inkompatibilitas Inkompatibel dengan mgnesium aluminium silikat,
magnesium trisilikat, besi kuning oksida
Stabilitas Larutan nipasol cair pada pH 3-6 dapat disterilkan
dengan autoklaf, tanpa dekomposisi. Pada pH 3-6,
larutan nipasol cair stabil sampai ste lebuh sekitar 4
tahun pada suhu ruangan. Apabila pada pH 8 atau di
atasnya maka akan cepat terhidrolisis (10% atau lebih
setelah 60 hari pada suhu ruangan).
Sifat Khusus -
Koefisien -
partisi
5. SPESIFIKASI PRODUK
a. Persyaratan Umum Sediaan
- Bersifat plastis mudah berubah bentuk dengan adanya energi
mekanis, seperti penggosokan pada saat penggunaannya, sehingga
mudah menyesuaikan dengan profil permukaan tubuh tempat salep
digunakan.
- Memiliki struktur salep yang memungkinkan bentuknya stabil saat
penyimpanan dan setelah digosokkan pada kulit Ikatan
pembentukan struktur salep berupa ikatan van der wallsà yang
bersifat reversibel secara teknis, sehingga viskositas salep akan
menurun dengan meningginya suhu. Hal ini diharapkan terjadi
pada saat salep digosokkan pada kulit.
- Harus memiliki aliran tiksotropikàagar setelah digosokkan pada
kulit dapat membentuk kembali viskositas semula, hal ini
mencegah mengalirnya salep setelah digososkkan pada kulit.
b. Rencana Spesifikasi Sediaan
- Bentuk Sediaan : Salep
- Kadar Bahan Aktif : 10%
- pH : 4,5-6,5
- Warna : Putih
- Bau : Tidak berbau
6. RANCANGAN FORMULA
a. Skema/bagan alur fikir
c. Cara Kerja
Salep sulfur
- Ditimbang masing-masing bahan sesuai dengan yang
dibutuhkan.
- Digerus sulfur, lalu diayak dengan ayakan bukan logam
hingga halus.
- Dimasukkan adeps lanae sebagai basis ke dalam beaker
glass.
- Dilarutkan masing-masing nipagin dan nipasol dengan
etanol hingga larut.
- Dimasukkan nipagin dan nipasol yang sudah larut ke dalam
beaker glass yang berisi adeps lanae, dipanaskan hingga
mencair, lalu diaduk hingga suhu hangat.
- Ditambahkan BHT ke dalam beaker glass yang berisi basis
lalu diaduk hingga larut.
- Dipindahkan sedikit basis adeps lanae ke dalam mortir,
digerus hingga permukaan mortir terlapisi merata.
- Dimasukkan setengah dari bahan aktif sulfur yang telah
diayak ke dalam mortir, digerus hingga homogen.
- Ditambahkan lagi basis adeps lanae ke dalam mortir,
digerus hingga homogen.
- Ditambahkan sisa sulfur yang telah diayak, digerus hingga
homogen.
- Ditambahkan sisa basis adeps lanae, digerus hingga
homogen.
- Dibagi menjadi 4 pot masing-masing 5gram.
- Dikemas dan siap dievaluasi.
Hasil
8. CARA EVALUASI
a. Evaluasi Organoleptis (FI III, hal XXX)
Prinsip : Diamati apakah sediaan yang dibuat sesuai dengan standar salep.
Tujuan : Untuk dapat mengevaluasi organoleptis sediaan.
Metode :
1. Bau : mengenali aroma atau bau sediaan salep dengan
mencium aroma sediaan.
2. Warna : melihat warna dari sediaan salep.
3. Bentuk : mengenali bentuk dari sediaan.
4. Konsistensi : dirasakan konsistensi dari salep.
Penafsiran Hasil : Sediaan salep yang dihasilkan akan memiliki bentuk
semisolid warna bening dan tidak berbau serta konsistensinya halus.
b. Evaluasi Homogenitas (FI III,1979)
Prinsip : Sebagian sampel diamati pada gelas objek secara visual.
Tujuan : Untuk mengetahui distribusi partikel/granul dari suatu
salep.
Metode : Susunan partikel yang terbentuk dari sediaan akhir diamati
secara visual. Metodenya sampel diambil pada bagian atas, tengah, bawah.
Sampel diletakkan pada gelas objek dan diratakan dengan gelas objek lain
hingga lapisan tipis terbentuk. Setelah itu susunan partikel yang terbentuk
diamati visual.
Penafsiran Hasil: Sediaan salep yang dihasilkan memperlihatkan jumlah
atau distribusi ukuran partikel yang sama di bagian manapun.
c. Evaluasi pH (FI IV,1995)
Prinsip : Pengukuran pH sediaan dengan menggunakan kertas pH
meter.
Tujuan : Untuk dapat menentukan PH sediaan.
Metode : Penetapan pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH
meter. Yakni kertas pH meter dicelupkan ke dalam sediaan kemudian
dicocokkan kertas pH dengan indikasinya sehingga diperoleh pH akhir.
Penafsiran hasil : Sediaan salep yang dihasilkan akan memiliki pH 4,5-7,5.
d. Evaluasi Daya Lekat (Miranti,2009)
Alat : 2 gelas objek dan beban 1kg
Prinsip : sampel diukur kecepatan waktu saat terlepas dari antara
dua gelas objek yang diberi beban tertentu.
Tujuan : Untuk mengetahui daya lekat gel
Metode : sejumlah sampel kurang lebih 0,25 gram diletakkan di
antara dua gelas objek kemudian diletakkan dengan beban 1kg selama 5
menit. Setelah itu beban di ambil, kemudian gelas objek diambil
menggunakan tangan dan di hitung waktu gelas objek jatuh dan terlepas
diantara keduatnya.
Hasil : sediaan salep memiliki daya lekat yang tinggi sehingga
dapat memberikan efek terapi yang lebih lama.
9. HASIL PRAKTIKUM
No Perlakuan Hasil
1 di timbang masing-masing Sulfur praecipitatum
bahan yang butuhkan 4,4 gram, nipagin
0,369 gram, nipasol
0,0044gram, BHT
0,022, adeps lanae
17,534 gram, etanol
secukupnya.
2 Digerus 4,4 gram sulfur hingga Sulfur menjadi lebih
halus halus
3 Dimasukkan adeps lanae ke Bahan cair, hangat ,
dalan nipagin dan nipasol yang berwarna kuning
telah dilarutkan dalam sedikit
etanol dan di panaskan sambil
di aduk hingga mencair
4 Di tambahkan BHT kedalam Bahan homogen
beaker glass yang berisi basis,
lalu di aduk hingga homogen.
4 Dipindahkan sedikit bahan ke salep sulfur berwarna
dalam mortar dan di gerus. Lalu kuning-orange
di tambahkan sulfur sedikit
demi sedikit. Dilakukan secara
berselang seling hingga bahan
dan sulfur habis sambil di gerus
hingga homogen
5 Dibagi salep menjadi 4 bagian Salep dalam kemasan
dan di masukkan ke dalam pot
salep. Lalu di masukkan
kedalam kemasan primer
beserta brosur.
6 Di lakukan evaluasi Bau = khas sulfur
Warna = kuning-
organoleptis
orange
Bentuk = semisolid
Konsistensi = baik
(lembut dan halus)
7 Dilakukan uji homogenitas Homogen
8 Dilakukan uji ph Ph= 4
9 Dilakukan uji daya lekat Daya lekat kuat
10. PEMBAHASAN
Praktikum semisolid pembuatan sediaan salep ini telah di lakukan
pada hari selasa, bulan April 2019. Praktikum ini dilakukan di laoratorium
teknologi dan fromulasi sediaan semidolid, gedung RKB Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Tujuan dari praktikum ini ialah di
agar praktikan dapat membuat sediaan salep salep semisolid dengan baik
dan benar.
Bahan aktif yang digunakan pada sediaan salep yang akan
digunakan ialah sulfur praecipitatum 1%. Sulfur praecipitatum merupakan
sulfur yang di endapkan yang memiliki khasiat sebagai pembunuh
bakteri(bakteritisid) fan fungisid lemah berdasarkan oksidasinya. Zat ini
juga bersifat keratolitik (melarutkan kulit tanduk) untuk pengobatan
jerawat dan kudis. Sulfur praecipitatun adalah zat yang paling aktif karena
serbuknya terhalus (syamsuni, 2007).
Adapun salep sendiri adalah sediaan setengah padat ditujukan
untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang
digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok: dasar salep
senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci
dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat menggunakan
salah satu dasar salep tersebut (Kemenkes RI, 2014).
Umumnya digunakan sebagai sediaan dermatologi topikal dan
kosmetik. Sediaan yang dibuat pada percobaan ini adalah sediaan salep
yang bersifat lemak, digunakan sbg emolien. Sifatnya yang tidak mudah
tercuci air, tidak mengering dalam waktu lama. Pada praktikum kali ini
dibuat sediaan salep dengan bahan aktif Sulfur praecipitatum sebanyak 20
gram 1%.
Sulfur memiliki fungsi sebagai keratolitik agent yaitu suatu zat
yang dapat menghilangkan sisik-sisik kulit yang kasar atau
melunakkan/menipiskan lapisan keratin, selain itu juga itu juga memiliki
aktivitas antifungi dan antibakteri lemah. Sulfur sering dikombinasikan
dengan asam salisilat menghasilkan efek keratolitik yang lebih baik.
(Sweetman,2002).
Sulfur tidak larut dalam minyak mineral, ppg dan air. Sehingga
sulfur praecipitatum ini dikerjakan dengan aturan pada salep No. 3 dengan
diserbukkan, lalu dicampur dengan basis salep sedikit-sedikit. Sedangkan
pada basis salep yang merupakan campuran adeps lanae serta nipagin dan
nipasol yang sudah dilarutkan dengan alkohol. Hal ini berdasarkan
peraturan salep No.4 yaitu dengan memanaskan keduanya hingga
mencapai suhu 60-70oC sambil diaduk ad homogen kemudian didinginkan
(Syamsuni, 2007).
Pengawet merupakan salah satu bahan pembantu yang
ditambahkan untuk mengurangi kontaminasi mikroorganisme. Adanya
mikroorganisme akan mempengaruhi stabilitas sediaan/potensi zat aktif.
Kriteria untuk pengawet adalah : harus efektif dala melawan
mikroorganisme spektrum luas, harus stabil secara fisik, kimia dan secara
mikribiologikal selama lifetime produk, harus nontoksik, cukup larut, dan
dapat tercampur dalam komponen, (Aulton, 1988).
Basis yang dipilih adalah basis absorpsi yaitu basis yang dapat
bercampur dengan air membentuk emulsi air dengan minyak. Alasan
dipilihnya basis absorpsi ini ialah karena luka yang diakibatkan oleh
skabies ini memungkinkan mengeluarkan sekret sekret yang dapat
menggagu penyembuhan penyakit ini, oleh karena itu dipilih adeps lanae
yang dapat menyerap cairan sekret sekret tersebut sehingga luka karena
skabies ini semakin cepat penyembuhannya
a. kemasan primer
b. etiket
APOTEK MANDIRI
JL. Malagas no.101, RIAU-085265531642
S.I.A : 16670042
A.P.A : Dr. Melisa Nida M.Farm., Apt
No : Tgl :
Pro :
Obat Luar
c. brosur
d. kemasan sekunder
DAFTAR PUSTAKA
Alebiosu CO, Salako BL, Awodein OG, Adigun AD. 2003. Target organ damage
Pharmaceutical Press.
Almatsier S., 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Republik Indonesia.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Anonim. 2015. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Aulton ME. 1988. Pharmaceutics The Science of Dossage . hlm. 277, 486.
Chaerunnisa, Anis, dkk. (2009). FARMASETIKA DASAR: Konsep Teoritis dan
Oleh :
1.Melisa Rezki Puspitasari 16670046
2. Nida Ulin Na’mah 16670059
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2019