Anda di halaman 1dari 23

1.

DASAR TEORI
Salep (unguents) adalah preparat setengah padat untuk pemakaian luar.
Preparat farmasi setengah padat seperti salep, sering memerlukan penambahan
pengawet kimia sebagai antimikroba, pada formulasi untuk mencegah
pertumbuhan mikroorganisme yang terkontaminasi. Pengawet-pengawet ini
termasuk hidroksibenzoat, fenol-fenol, asam benzoat, asam sorbat, garam
amonium kuartener, dan campuran-campuran lain. Preparat setengah padat
menggunakan dasar salep yang mengandung atau menahan air, yang membantu
pertumbuhan mikroba supaya lebih luas daripada yang mengandung sedikit uap
air, dan oleh karena itu merupakan masalah yang lebih besar dari
pengawetan (Chaerunnisa, 2009).
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispend homogen
dalam dasar salep yang cocok. Pemerian Tidak boleh berbau tengik. Kadar kecuali
dinyatakan lain dan untuk salap yang mengandung obat keras atau obat narkotik ,
kadar bahan obat adalah 10 %. Kecuali dinyatakan sebagai bahan dasar digunakan
Vaselin putih . Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pemakaian, dapat
dipilih salah satu bahan dasar berikut: dasar salep senyawa hidrokarbon Vasellin
putih, vaselin kuning atau campurannya dengan malam putih, dengan Malam
kuning atau senyawa hidrokarbon lain yang cocok; dasar salep serap lemak bulu
domba dengan campuran 8 bagian kolesterol 3 bagian stearik alcohol 8 bagian
malam putih dan 8 bagian vaselin putih, campuran 30 bagian Malam kuning dan
70 bagian Minyak Wijen; dasar salap yang dapat dicuci dengan air. Emulsi
minyak dan air; dasar salap yang dapat larut dalam air Polietilenglikola atau
campurannya. Homogenitas jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan
transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen (Anif,
2000).
Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang
diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan
ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang
kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat
yang cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam Dasar salep hidrokarbon daripada dasar
salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam
dasar salep yang mengandung air (Anonim, 2015).
Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain dan untuk salep
yang mengandung obat keras atau obat narkotika, kadar bahan obat adalah 10%.
Salep jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok,
harus menunjukkan susunan yang homogen (Anief,1999).
Evaluasi terhadap sifat fisik dan sifat iritatif pada sediaan topikal perlu
dilakukan. Hal ini untuk menjamin bahwa sediaan memiliki efek farmakologis
yang baik dan tidak mengiritasi kulit ketika digunakan. Sifat fisik sediaan
mempengaruhi tercapainya efek farmakologis sesuai yang diharapkan. Parameter
pengujian sifat fisik salep antara lain uji daya sebar, daya lekat, dan pH (Naibaho
dkk., 2013).
Menurut Seno dkk (2004) secara umum pembuatan salep adalah :

- Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak dilarutkan


kedalamnya, jika perlu dengan pemanasan.
- Bahan-bahan yang dapat larut dalam air, jika tidak ada
peraturan-peraturan lain dilarutkan lebih dahulu dalam air,
asalkan air yang digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis
salep. Jumlah air yang dipakai dikurangi dari basis.
- Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam
lemak dan air, harus diserbuk lebih dahulu kemudian diayak
dengan pengayak B40.
- Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan,
campurannya harus digerus sampai dingin.
Menurut Seno dkk (2004) Kualitas dasar salep yang baik adalah:
- Stabil, selama dipakai harus bebas dari inkompatibilitas, tidak
terpengaruh oleh suhu dan kelembaban kamar.
- Lunak, semua zat yang ada dalam salep harus dalam keadaan
halus, dan seluruh produk harus lunak dan homogen.
- Mudah dipakai.
- Dasar salep yang cocok.
- Dapat terdistribusi merata.
2. TINJAUAN BAHAN AKTIF
a. Sulfur praecipitatum (FI IV, 1995)
Sinonim Belerang Endapan
[Farmakope Indonesia Jilid IV 1995, hal 771]
Struktur S
[Farmakope Indonesia Jilid IV 1995, hal 771]
Rumus S
molekul [Farmakope Indonesia Jilid IV 1995, hal 771]
Titik lebur -72º C
[HOPE 2009, Edisi 6th hal 718]
Pemerian Serbuk amorf atau serbuk hablur renik; sangat halus;
warna kuning pucat; tidak berbau dan tidak berasa.
[Farmakope Indonesia Jilid IV 1995, hal 771]
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air; sangat mudah larut dalam
karbon disulfida; sukar larut dalam minyak zaitun;
praktis tidak larut dalam etanol.
[Farmakope Indonesia Jilid IV 1995, hal 771]
Stabilitas Stabil, polimerisasi berbahaya tidak akan terjadi,
hindari suhu tingga, nyala api terbuka, pengelasan,
merokok dan sumber penyalaan.
[MSDS No 1794, hal 5]
Inkompabilitas Sulfur incompatible dengan sejumlah bahan kimia
namun tidak terbatas pada klorat, nitrat, karbida,
halogen, fosfor dan logam berat. Ketidak cocokan ini
dapat mengakibatkan kebakaran, reaksi yang tidak
terkontrol, kelepasan gas beracum atau ledakan.
[MSDS No 1794, hal 6]
pH pH antara 4,2 – 6,2
[British Pharmacopoeia 2009 , hal 5755]
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik.
[Farmakope Indonesia Jilid IV 1995, hal 771]
kegunaan skabisida[Obat-obat penting, hal 253]

Efek Farmakologi : Efek farmakologi Sulfur Elemen ini mempunyai


khasiat bakterisid dan fungisid lemah berdasarkan dioksidasinya menjadi
asam pentathionat ( H2S5O6 ) oleh kuman tertentu dikulit. Zat ini juga
bersifat keratolitis (melarutkan kulit tanduk ), sehingga banyak digunakan
bersama asam salisilat dalam salep dan lotio (2 –10 % ) untuk pengobatan
jerawat dan kudis Sulfur Precipitatum adalah yang paling aktif,
karenaserbuknya terhalus.

Data Klinis : Tahun 2003 di Nigeria melaporkan sebanyak 41 (87,2%) dan


47 penderita skabies sembuh dengan aplikasi salep selama 5 lima minggu.
Dalam uji klinis tersebut juga mengaplikasikan kombinasi salep yang
mengandung sulfur dengan sabun non sulfur pada penderita skabies
selama 6 minggu. Sebanyak 12 (100%) penderita yang diberikan terapi
tersebut semuanya sembuh. Pada tahun 1940, dilaporkan kasus skabies
yang diterapi menggunakan sabun sulfur 18% dalam sabun. Dalam 18
bulan sebanyak lebih dari 400 kasus skabies telah diterapi oleh klinik
dermatologi Rumah Sakit Ventura Country menggunakan sulfur
praecipitatum 18% (Alebiosu,et al,2003).

Toksisitas : Kadar sulfur (S) dalam sedimen juga mempengaruhi


kandungan logam berat dalam sedimen, karena unsur sulfur sangat mudah
berikatan dengan logam berat membentuk logam-sulfida yang mengendap
di dasar perairan (Palar, 2008). Pada kadar yang sudah tinggi dalam tubuh
manusia, akan menyebabkan dampak negatif yang serius, yakni : (1)
menghambat aktivitas enzim sehingga proses metabolisme terganggu, (2)
menyebabkan abnormalitas kromosom (gen), (3) menghambat
perkembangan janin, (4) menurunkan fertilitas wanita, (5) menghambat
spermatogenesis, (6) mengurangi konduksi syaraf tepi, (7) menghambat
pembentukan hemoglobin, (8) menyebabkan kerusakan ginjal, (9)
menyebabkan kekurangan darah atau (anemia), (10) pembengkakan kepala
(encepalopati), dan (11) menyebabkan gangguan emosional dan tingkah
laku (Palar, 2008).

Kadar dalam darah : Dalam badan manusia terdapat sulfur sebanyan


0,25% dari berat badan atau sekitar 175gram pada pria dewasa. Sebagian
besar terdapat dalam asam amino metionin, sistein, dan sistin (Almatsier,
2010).
b. Adeps Lanae
Sinonim Cera Lanae; E913; lanolin; lanolin anhidrat; Anhidrat
Protalan; dimurnikan lanolin; halus lemak wol.
[HOPE 2009, Edisi 6th hal 379]

Titik lebur 45–558°C


[HOPE 2009, Edisi 6th hal 379]
Pemerian Massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas.
[Farmakope Indonesia Jilid IV 1995, hal 58]
Kelarutan Mudah larut dalam benzene, kloroform, eter dan
minyak bumi. Sedikit larut dalam etanol dingin (95 %),
lebih larut dalam etanol mendidih (95 %), praktis tidak
larut dalam air.
[HOPE 2009, Edisi 6th hal 379]
Stabilitas Lanolin secara bertahap mengalami autoksida selama
penyimpanan paparan berlebih atau pemanasan
berkepanjangan dapat menyebabkan lanolin anhidrat
untuk menggelapkan warna dan bau rancidlike kuat.
Namun lanolin dapat disterilkan dengan panas kering
pada 150°C.
[HOPE 2009, Edisi 6th hal 379]
Inkompabilitas Lanolin mungkin berisi prooxidan, yang dapat
mempengaruhi stabilitas obat aktif tertentu.
[HOPE 2009, Edisi 6th hal 379]

Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, terlindungi dari cahaya di


tempak
[Farmakope Indonesia Jilid III 1979, hal 61]
Kegunaan Basis pasta
[HOPE 2009, Edisi 6th hal 379]

c. Nipagin (HOPE,2009)
Pemerian Hablur kecil, tidak berwana, atau serbuk hablur putih,
tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai
sedikit rasa terbakar.
Nama Lain Metilparaben, Metagin, Metil paraept, aseptoform,
metyl cemosept.
Struktur Kimia

Nama Kimia Methyl-4-hydrobenzoate


Rumus Molekul C8H8O3
Berat Molekul 152,15
Kelarutan Sukar larut dalam air, dalam benzena, dan dalam
karbon tetraklorida, mudah larut dalam etanol dan eter.
Ph Larutan -
Titik Lebur 125◦C - 128◦C
Wadah dan Dalam wadah tertutup baik
Penyimpanan
Inkompatibilitas Inkompatibel dengan bentonit, magnesium trisilikat,
talk, tragacant, sodium alginate, minyak esensial,
sorbitol, dan atropine.
Stabilitas Pada ph 3-6 larutan nipagin cair dapat disterilkan
dengan autoklaf pada suhu 120◦C selama 20 menit.
Stabil pada pH 3-6 pada suhu ruangan.
Sifat Khusus -
Koefisien -
partisi

d. Nipasol (HOPE,2009)
Pemerian Serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna
Nama Lain Propyl Paraben, Propagin, Propyl Cemosept, Propyl
Parasept, Solbrol P, Tegosept.
Struktur Kimia

Nama Kimia Propyl-4-hydroxibenzoate


Rumus Molekul C10H12O3
Berat Molekul 180,20
Kelarutan Sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol,
dan dalam eter, sukar larut dalam air mendidih

Ph Larutan -
Titik Lebur 95◦C - 98◦C
Wadah dan Dalam wadah tertutup baik
Penyimpanan
Inkompatibilitas Inkompatibel dengan mgnesium aluminium silikat,
magnesium trisilikat, besi kuning oksida
Stabilitas Larutan nipasol cair pada pH 3-6 dapat disterilkan
dengan autoklaf, tanpa dekomposisi. Pada pH 3-6,
larutan nipasol cair stabil sampai ste lebuh sekitar 4
tahun pada suhu ruangan. Apabila pada pH 8 atau di
atasnya maka akan cepat terhidrolisis (10% atau lebih
setelah 60 hari pada suhu ruangan).
Sifat Khusus -
Koefisien -
partisi

e. Etanol (FI IV,1995)


Pemerian Warna : tidak berwarna
Rasa : panas
Bau : berbau khas
Bentuk : bentuk cairan jernih
Nama Lain
Struktur Kimia
Nama Kimia
Rumus Molekul C2H5
Berat Molekul 0,8119 – 0,8139 g/ml
Kelarutan Sangat mudah larut dalam air kloroform dan eter
Ph Larutan -
Titik Lebur 95◦C - 98◦C
Wadah dan Dalam wadah tertutup baik
Penyimpanan
Inkompatibilitas Inkompatibel dengan mgnesium aluminium silikat,
magnesium trisilikat, besi kuning oksida
Stabilitas Mudah menguap , lebih mudah rusak dengan adanya
cahaya dan mudah terbakar.
Sifat Khusus -
Koefisien -
partisi
f. BHT
Sinonim Agidol; BHT; 2,6-bis (1,1-dimetiletil)-4-methylphenol;
butylhydroxytoluene; butylhydroxytoluenum; Dalpac;
dibutylated hydroxytoluene; 2,6-di-tert-butil-p-kresol;
3,5-di-tert-butyl-4-hydroxytoluene; E321; Embanox
BHT; Impruvol; Ionol CP; Nipanox BHT; OHS28890;
Sustane; Tenox BHT; Topanol; Vianol.
[HOPE 2009, Edisi 6th hal 75]
Struktur

[HOPE 2009, Edisi 6th hal 75]


Rumus C15H24O
molekul [HOPE 2009, Edisi 6th hal 75]
Titik lebur 70°C
[HOPE 2009, Edisi 6th hal 75]
Pemerian Kristal padat putih atau kuning pucat dengan bau khas
yang lemah.
[HOPE 2009, Edisi 6th hal 75]
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilenglikol,
larutan alkali hidroksida dan asam mineral encer.
Mudah larut dalam aseton, etanol 95 %, eter, methanol,
toluene, campuran minyak, dan minyak mineral. Lebih
larut dari BHT dalam minyak makanan dan lemak.
[HOPE 2009, Edisi 6th hal 75]
Stabilitas Paparan cahaya, kelembaban dan panas menyebabkan
perubahan warna dan hilangnya aktivitas.
[HOPE 2009, Edisi 6th hal 76]
Inkompabilitas BHT mengalami reaksi karakteristik fenol. Tidak
kompatibel dengan oksidator kuat seperti peroksida dan
permanganate. Kontak dengan oksidator dapat
menyebabkan pembakaran spontan. Garam besi
menyebabkan perubahan warna dengan hilangnya
aktivitas. Pemanasan dengan sejumlah katalis asam
menyebabkan dekomposisi yang cepat dengan
pelepasan gas isobuten yang mudah terbakar.
[HOPE 2009, Edisi 6th hal 76]
Penyimpanan Disimpan dalam wadah yang tertutup baik, terlindung
dari cahaya dan disimpan di tempat sejuk dan kering.
[HOPE 2009, Edisi 6th hal 76]
Kegunaan Antioksidan
[HOPE 2009, Edisi 6th hal 75]

3. BENTUK SEDIAAN TERPILIH


Dijadikan bentuk salep karena bahan aktif digunakan untuk sediaan
topikal tepatnya di permukaan kulit sebagai antiskabies. Basis yang dipilih
adalah basis absorpsi yaitu basis yang dapat bercampur dengan air membentuk
emulsi air dengan minyak. Alasan dipilihnya basis absorpsi ini ialah karena
luka yang diakibatkan oleh skabies ini memungkinkan mengeluarkan sekret
sekret yang dapat menggagu penyembuhan penyakit ini, oleh karena itu dipilih
adeps lanae yang dapat menyerap cairan sekret sekret tersebut sehingga luka
karena skabies ini semakin cepat penyembuhannya.

4. PERHITUNGAN DAN PERENCANAAN DOSIS


a. Pertakaran kecil : 5gram
b. Perkemasan kecil : 20gram
c. Dosis obat : Pada konsentrasi 4-20% sulfur dapat
dijadikan sebagai sediaan topikal yang dapat mengobati skabies.

5. SPESIFIKASI PRODUK
a. Persyaratan Umum Sediaan
- Bersifat plastis mudah berubah bentuk dengan adanya energi
mekanis, seperti penggosokan pada saat penggunaannya, sehingga
mudah menyesuaikan dengan profil permukaan tubuh tempat salep
digunakan.
- Memiliki struktur salep yang memungkinkan bentuknya stabil saat
penyimpanan dan setelah digosokkan pada kulit Ikatan
pembentukan struktur salep berupa ikatan van der wallsà yang
bersifat reversibel secara teknis, sehingga viskositas salep akan
menurun dengan meningginya suhu. Hal ini diharapkan terjadi
pada saat salep digosokkan pada kulit.
- Harus memiliki aliran tiksotropikàagar setelah digosokkan pada
kulit dapat membentuk kembali viskositas semula, hal ini
mencegah mengalirnya salep setelah digososkkan pada kulit.
b. Rencana Spesifikasi Sediaan
- Bentuk Sediaan : Salep
- Kadar Bahan Aktif : 10%
- pH : 4,5-6,5
- Warna : Putih
- Bau : Tidak berbau

6. RANCANGAN FORMULA
a. Skema/bagan alur fikir

Sulfur Praecipitatum Dibuat sediaan salep


dengan basis absorpsi
agar dapat menyerap air

Sukar larut dalam


pelarut aquadest dan
Ditambahkan adeps
alkohol, merupakan
lanae yang mengandung
serbuk hablur
air dan bersifat mudah
teroksidasi

Digerus dan diayak menggunakan


ayakan non logam
Basis mengandung air,
ditambahkan nipagin
Ditambahkan BHT dan nipasol sebagai anti
sebagai antioksidan mikroba

b. Komponen Penyusun Formula

No. Nama Bahan Fungsi Konsentrasi


1. Sulfur praecipitatum Bahan Aktif 20%
2. Adeps Lanae Basis salep absorpsi 79,7%
3. BHT Antioksidan 0,1%
4. Nipagin Bahan Pengawet 0,18%
5. Nipasol Bahan Pengawet 0,002%
6. Etanol Pelarut bahan pengawet qs

c. Pemilihan Bahan Komponen Penyusun untuk Mencapai Spesifikasi

No. Nama Bahan Fungsi Alasan


1. Sulfur praecipitatum Bahan Aktif Karena dapat
(4-20%)
memberikan pengobatan
skabies.
2. Adeps Lanae Basis absorpsi Karena sesuai dengan
tujuan pembuatan
sediaan salep ini.
3. BHT Antioksidan Karena basis memiliki
sifat mudah teroksidasi
sehingga dibutuhkan
antioksidan agar sediaan
tetap terjaga.
4. Nipagin Bahan Karena dapat
Pengawet meningkatkan stabilitas
(0,12-0,18%). sediaan dengan
mencegah timbulnya
kontaminasi
mikroorganisme.
5. Nipasol Bahan Karena dapat
Pengawet memberikan fungsi
(0,02-0,05%). sebagai antimikroba yang
optimal bila
dikombinasikan dengan
nipagin.
6. Etanol Pelarut Karena dapat melarutkan
bahan pengawet yang
digunakan.

d. Formula Lengkap dengan Kadar yang Dipilih


R/ Sulfur praecipitatum 20%
Nipagin 0,18%
Nipasol 0,02%
Etanol qs
BHT 0,1%
Adeps lanae 79, 7%

7. PERHITUNGAN DAN CARA PEMBUATAN


a. Skala Kecil (5gram)
- Sulfur praecipitatum : 20/100 x 5gram = 1gram
- Nipagin : 0,18/100 x 5gram = 0,009gram
- Nipasol : 0,02/100 x 5gram = 0,001gram
- BHT : 0,1/100 x 5gram = 0,005gram
- Adeps Lanae : 79,7/100 x 5gram = 3,985gram
- Etanol : qs
b. Skala Besar (20gram)
- Sulfur praecipitatum : 4,4gram
- Nipagin : 0,0396gram
- Nipasol : 0,0044gram
- BHT : 0,022gram
- Adeps Lanae : 17,534gram
- Etanol : qs

c. Cara Kerja

Salep sulfur
- Ditimbang masing-masing bahan sesuai dengan yang
dibutuhkan.
- Digerus sulfur, lalu diayak dengan ayakan bukan logam
hingga halus.
- Dimasukkan adeps lanae sebagai basis ke dalam beaker
glass.
- Dilarutkan masing-masing nipagin dan nipasol dengan
etanol hingga larut.
- Dimasukkan nipagin dan nipasol yang sudah larut ke dalam
beaker glass yang berisi adeps lanae, dipanaskan hingga
mencair, lalu diaduk hingga suhu hangat.
- Ditambahkan BHT ke dalam beaker glass yang berisi basis
lalu diaduk hingga larut.
- Dipindahkan sedikit basis adeps lanae ke dalam mortir,
digerus hingga permukaan mortir terlapisi merata.
- Dimasukkan setengah dari bahan aktif sulfur yang telah
diayak ke dalam mortir, digerus hingga homogen.
- Ditambahkan lagi basis adeps lanae ke dalam mortir,
digerus hingga homogen.
- Ditambahkan sisa sulfur yang telah diayak, digerus hingga
homogen.
- Ditambahkan sisa basis adeps lanae, digerus hingga
homogen.
- Dibagi menjadi 4 pot masing-masing 5gram.
- Dikemas dan siap dievaluasi.

Hasil

8. CARA EVALUASI
a. Evaluasi Organoleptis (FI III, hal XXX)
Prinsip : Diamati apakah sediaan yang dibuat sesuai dengan standar salep.
Tujuan : Untuk dapat mengevaluasi organoleptis sediaan.
Metode :
1. Bau : mengenali aroma atau bau sediaan salep dengan
mencium aroma sediaan.
2. Warna : melihat warna dari sediaan salep.
3. Bentuk : mengenali bentuk dari sediaan.
4. Konsistensi : dirasakan konsistensi dari salep.
Penafsiran Hasil : Sediaan salep yang dihasilkan akan memiliki bentuk
semisolid warna bening dan tidak berbau serta konsistensinya halus.
b. Evaluasi Homogenitas (FI III,1979)
Prinsip : Sebagian sampel diamati pada gelas objek secara visual.
Tujuan : Untuk mengetahui distribusi partikel/granul dari suatu
salep.
Metode : Susunan partikel yang terbentuk dari sediaan akhir diamati
secara visual. Metodenya sampel diambil pada bagian atas, tengah, bawah.
Sampel diletakkan pada gelas objek dan diratakan dengan gelas objek lain
hingga lapisan tipis terbentuk. Setelah itu susunan partikel yang terbentuk
diamati visual.
Penafsiran Hasil: Sediaan salep yang dihasilkan memperlihatkan jumlah
atau distribusi ukuran partikel yang sama di bagian manapun.
c. Evaluasi pH (FI IV,1995)
Prinsip : Pengukuran pH sediaan dengan menggunakan kertas pH
meter.
Tujuan : Untuk dapat menentukan PH sediaan.
Metode : Penetapan pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH
meter. Yakni kertas pH meter dicelupkan ke dalam sediaan kemudian
dicocokkan kertas pH dengan indikasinya sehingga diperoleh pH akhir.
Penafsiran hasil : Sediaan salep yang dihasilkan akan memiliki pH 4,5-7,5.
d. Evaluasi Daya Lekat (Miranti,2009)
Alat : 2 gelas objek dan beban 1kg
Prinsip : sampel diukur kecepatan waktu saat terlepas dari antara
dua gelas objek yang diberi beban tertentu.
Tujuan : Untuk mengetahui daya lekat gel
Metode : sejumlah sampel kurang lebih 0,25 gram diletakkan di
antara dua gelas objek kemudian diletakkan dengan beban 1kg selama 5
menit. Setelah itu beban di ambil, kemudian gelas objek diambil
menggunakan tangan dan di hitung waktu gelas objek jatuh dan terlepas
diantara keduatnya.
Hasil : sediaan salep memiliki daya lekat yang tinggi sehingga
dapat memberikan efek terapi yang lebih lama.

9. HASIL PRAKTIKUM
No Perlakuan Hasil
1 di timbang masing-masing Sulfur praecipitatum
bahan yang butuhkan 4,4 gram, nipagin
0,369 gram, nipasol
0,0044gram, BHT
0,022, adeps lanae
17,534 gram, etanol
secukupnya.
2 Digerus 4,4 gram sulfur hingga Sulfur menjadi lebih
halus halus
3 Dimasukkan adeps lanae ke Bahan cair, hangat ,
dalan nipagin dan nipasol yang berwarna kuning
telah dilarutkan dalam sedikit
etanol dan di panaskan sambil
di aduk hingga mencair
4 Di tambahkan BHT kedalam Bahan homogen
beaker glass yang berisi basis,
lalu di aduk hingga homogen.
4 Dipindahkan sedikit bahan ke salep sulfur berwarna
dalam mortar dan di gerus. Lalu kuning-orange
di tambahkan sulfur sedikit
demi sedikit. Dilakukan secara
berselang seling hingga bahan
dan sulfur habis sambil di gerus
hingga homogen
5 Dibagi salep menjadi 4 bagian Salep dalam kemasan
dan di masukkan ke dalam pot
salep. Lalu di masukkan
kedalam kemasan primer
beserta brosur.
6 Di lakukan evaluasi Bau = khas sulfur
Warna = kuning-
organoleptis
orange
Bentuk = semisolid
Konsistensi = baik
(lembut dan halus)
7 Dilakukan uji homogenitas Homogen
8 Dilakukan uji ph Ph= 4
9 Dilakukan uji daya lekat Daya lekat kuat

10. PEMBAHASAN
Praktikum semisolid pembuatan sediaan salep ini telah di lakukan
pada hari selasa, bulan April 2019. Praktikum ini dilakukan di laoratorium
teknologi dan fromulasi sediaan semidolid, gedung RKB Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Tujuan dari praktikum ini ialah di
agar praktikan dapat membuat sediaan salep salep semisolid dengan baik
dan benar.
Bahan aktif yang digunakan pada sediaan salep yang akan
digunakan ialah sulfur praecipitatum 1%. Sulfur praecipitatum merupakan
sulfur yang di endapkan yang memiliki khasiat sebagai pembunuh
bakteri(bakteritisid) fan fungisid lemah berdasarkan oksidasinya. Zat ini
juga bersifat keratolitik (melarutkan kulit tanduk) untuk pengobatan
jerawat dan kudis. Sulfur praecipitatun adalah zat yang paling aktif karena
serbuknya terhalus (syamsuni, 2007).
Adapun salep sendiri adalah sediaan setengah padat ditujukan
untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang
digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok: dasar salep
senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci
dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat menggunakan
salah satu dasar salep tersebut (Kemenkes RI, 2014).
Umumnya digunakan sebagai sediaan dermatologi topikal dan
kosmetik. Sediaan yang dibuat pada percobaan ini adalah sediaan salep
yang bersifat lemak, digunakan sbg emolien. Sifatnya yang tidak mudah
tercuci air, tidak mengering dalam waktu lama. Pada praktikum kali ini
dibuat sediaan salep dengan bahan aktif Sulfur praecipitatum sebanyak 20
gram 1%.
Sulfur memiliki fungsi sebagai keratolitik agent yaitu suatu zat
yang dapat menghilangkan sisik-sisik kulit yang kasar atau
melunakkan/menipiskan lapisan keratin, selain itu juga itu juga memiliki
aktivitas antifungi dan antibakteri lemah. Sulfur sering dikombinasikan
dengan asam salisilat menghasilkan efek keratolitik yang lebih baik.
(Sweetman,2002).
Sulfur tidak larut dalam minyak mineral, ppg dan air. Sehingga
sulfur praecipitatum ini dikerjakan dengan aturan pada salep No. 3 dengan
diserbukkan, lalu dicampur dengan basis salep sedikit-sedikit. Sedangkan
pada basis salep yang merupakan campuran adeps lanae serta nipagin dan
nipasol yang sudah dilarutkan dengan alkohol. Hal ini berdasarkan
peraturan salep No.4 yaitu dengan memanaskan keduanya hingga
mencapai suhu 60-70oC sambil diaduk ad homogen kemudian didinginkan
(Syamsuni, 2007).
Pengawet merupakan salah satu bahan pembantu yang
ditambahkan untuk mengurangi kontaminasi mikroorganisme. Adanya
mikroorganisme akan mempengaruhi stabilitas sediaan/potensi zat aktif.
Kriteria untuk pengawet adalah : harus efektif dala melawan
mikroorganisme spektrum luas, harus stabil secara fisik, kimia dan secara
mikribiologikal selama lifetime produk, harus nontoksik, cukup larut, dan
dapat tercampur dalam komponen, (Aulton, 1988).

Metil paraben (nipagin) dan propil araben (nipasol) memiliki


fungsi sebagai pengawet, antimikroba. Metil paraben dan propil paraben
memiliki rentang pH yang luas yakni 4 – 8. Dipilihnya metil paraben dan
propil paraben sebagai pengawet dan antimikroba karena dapat ditinjau
dari aktifitas pH yang dimilikinya. Pada praktikum ini, tidak
ditemukannya pH stabilitas zat aktif. Maka dari itu, dibuat spesifikasi
sediaan dengan pH menyesuaikan dengan pH kulit yang berkisar antara 4
– 6,5 (Rowe, 2009).

Basis yang dipilih adalah basis absorpsi yaitu basis yang dapat
bercampur dengan air membentuk emulsi air dengan minyak. Alasan
dipilihnya basis absorpsi ini ialah karena luka yang diakibatkan oleh
skabies ini memungkinkan mengeluarkan sekret sekret yang dapat
menggagu penyembuhan penyakit ini, oleh karena itu dipilih adeps lanae
yang dapat menyerap cairan sekret sekret tersebut sehingga luka karena
skabies ini semakin cepat penyembuhannya

Langkah pertama yang dilakukan pada praktikum ini ialah dengan


menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Kemudian di gerus bahan
sulfur praecitatum sebanyak 4,4 gram, tujuannya ialah agar di peroleh
sulfur yang labih halus. Selanjutnya di panaskan 17,534gram adeps lanae
pada nipagin (0,0396 gram) dan nipasol(0,0044) yang telah dilarutkan
pada sedikit etanol, pemanasan ini dilakukan hingga cair dan suhu bahan
menjadi hangat. Selanjutnya ditambahkan 0,022 gram BHT sedikit demi
sedikit pada beaker glass dan di aduk hingga larut. Tujuan dari penggunaan
BHT ini ialah sebagai antioksidan, hal ini karena basis memiliki sifat
mudah teroksidasi sehingga dibutuhkan antioksidan agar sediaan tetap
terjaga.

Selanjutnya dipindahkan basis adeps lanae kedalam mortar sedikit


demi sedikit hingga dapat melapisi mortar dan di tambahkan sulfur yang
sudah digerus sebelumnya sedikit demi sedikit berselang seling dengan
penambahan adeps lanae. Lalu di gerus hingga sediaan homogen.
Sehingga diperoleh sediaan salep sulfur yang siap di pindahkn pada pot
salep.
Langkah berikutya, dilakukan evaluasi terhadap sediaan salep.
Evaluasi yang dilakukan diantaranya uji organoleptis, homogenitas, PH
dan bobot jenis. Uji organoleptis menurut FI III adalah uji yang dilakukan
untuk mengamati bau, warna dan konsistensi dari sediaan salep. Hasil
yang peroleh dari bau salep adalah salep memiliki bau khas sulfur. Warna
yang di tunjukkan pada sediaan salep adalah warna kuning-orange. Bentuk
yang dimiliki oleh salep adalah semisolid. Serta salep memiliki kosistensi
yang baik.
Evaluasi yang dilakukan selanjutnya ialah uji homogenitas. Uji
homogenitas dilakukan dengan cara menyapukan sediaan di atas preparat
dan dan dilihat homogrnitasny. Hasil yang di peroleh menujukkan sesiaan
salep memiliki homogenitas yang baik.
Evaluasi yang dilakukan selanjutnya ialah uji PH. Uji ini dilakukan
dengan cara melarutka 1 gram salep menggunakan aquadest ke dalam
beaker glass. Setelah itu deteksi nilai ph dengan cara mencelupkan PH
meter ke dan di amati hasilnya. Sehingga diperoleh nilai PH 4. Nilai PH
ini termasuk kategori nilai PH yang baik, hal ini karena nilai PH yang baik
pada sediaan semisolid adalah nilai yang termasuk kedalam rentang kulit
manusia yaitu 4,5-6.
Evaluasi yang dilakukan berikutnya ialah uji daya lekat . uji ini
dilakukan dengan cara di ambil sejumlah sampel salep kurang lebih 0,25
gram diletakkan di antara dua gelas objek kemudian diletakkan dengan
beban 1kg selama 5 menit. Setelah itu beban di ambil, kemudian gelas
objek diambil menggunakan tangan dan di hitung waktu gelas objek jatuh
dan terlepas diantara keduatnya. Hasil yang di tunjukkan pada uji daya lkat
menunjukkan salep sulfur memiliki daya lekat yang baik.
Sehingga dapat dikaetahui sediaan salep semisolid yangtelah
dibuat telah memiliki kualtias yang cukup baik. Hal ini dapat di ketahui
dari hasil evaluasi yang menunjukkan hasil yang baik pada sediaan salep
sulfur.

11. KEMASAN SEDIAAN

a. kemasan primer
b. etiket

APOTEK MANDIRI
JL. Malagas no.101, RIAU-085265531642
S.I.A : 16670042
A.P.A : Dr. Melisa Nida M.Farm., Apt

No : Tgl :
Pro :

Obat Luar

c. brosur
d. kemasan sekunder
DAFTAR PUSTAKA

Alebiosu CO, Salako BL, Awodein OG, Adigun AD. 2003. Target organ damage

and associated clinical conditions among Nigerians with treated

hypertension. Cardiovascular Journal Of South Africa. 16(2).

Allen, L.V. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition.London:

Pharmaceutical Press.

Almatsier S., 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anief, M. 1999. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: UGM-Press.


Anif. 2000. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: UGM-Press.
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.
Anonim. 2015. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.
Aulton ME. 1988. Pharmaceutics The Science of Dossage . hlm. 277, 486.
Chaerunnisa, Anis, dkk. (2009). FARMASETIKA DASAR: Konsep Teoritis dan

Aplikasi Pembuatan Obat. Bandung: Widya Padjajaran.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesiaedisi V,

Jakarta: Departemen Kesehatan.


Naibaho, O. H., Yamlean, P. V. Y., & Wiyono, W. 2013. Pengaruh Basis Salep

Terhadap Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi

(Ocimum sanctum L.) Pada Kulit Punggung Kelinci Yang

Dibuat Infeksi Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah

Farmasi. Vol. 2 No. 02.


Palar H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta.
Rowe, Raymond C. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th ed.,

London : Pharmaceutical Press. .


Seno, Soetopo, dkk. 2004. llmu Resep Teori. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Sweetman, S.C., 2009. Martindale : The Complete Drug Reference

36thedition, Pharmaceutical Press: London.


Syamsuni H.A. 2007. Ilmu Resep. Jakarta, EGC.
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN SEMISOLID
“Salep Sulfur 1%”

Oleh :
1.Melisa Rezki Puspitasari 16670046
2. Nida Ulin Na’mah 16670059

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2019

Anda mungkin juga menyukai