Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN LENGKAP

ANALISI FARMASI

“ANTIHISTAMIN”

OLEH :

STIFA TRANSFER B 2018


KELOMPOK IV (EMPAT)

ASISTEN PJ :

MUHAMMAD FATHURRAHMAN MANTALI

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI

MAKASSAR

2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Histamin memegang peranan utama pada proses peradangan dan
pada sistem daya-tangkis. Kerjanya berlangsung melalui tiga jenis
reseptor, yakni reseptor H1, H2 dan H3. Reseptor-H1 secara selektif
diblok oleh antihistaminika (H1-blockers), Reseptor-H2 oleh penghambat
asam lambung (H2-blockers), Reseptor-H3 memegang peranan pada
regulasi tonus saraf simpatikus. Hampir Universitas Sumatera Utara
semua organ dan jaringan memiliki histamin dalam keadaan terikat dan
inaktif, yang terutama terdapat dalam sel-sel tertentu. ‘Mast Cells’ ini
(ing.mast = menimbun) menyerupai bola-bola kecil berisi gelembung yang
penuh dengan histamin dan zat-zat mediator lain. Di luar tubuh manusia
histamin terdapat dalam bakteri, tanaman (bayam, tomat) dan makanan
(Tjay, 2007).
Histamin memegang peranan utama pada proses peradangan dan
pada sistem daya-tangkis. Kerjanya berlangsung melalui tiga jenis
reseptor, yakni reseptor-H1, -H2 dan –H3. Reseptor-H1 secara selektif
diblok oleh antihistaminika (H1-blockers), Reseptor-H2 oleh penghambat
asam lambung (H2-blockers), Reseptor-H3 memegang peranan pada
regulasi tonus saraf simpatikus. Hampir Universitas Sumatera Utara
semua organ dan jaringan memiliki histamin dalam keadaan terikat dan
inaktif, yang terutama terdapat dalam sel-sel tertentu. ‘Mast Cells’ ini
(ing.mast = menimbun) menyerupai bola-bola kecil berisi gelembung yang
penuh dengan histamin dan zat-zat mediator lain. Antihistamin adalah
obat yang dapat megurangi kerja histamine dalam tubuh melalui
mekanisme penghambatan bersaing pada sisi reseptor H1, H2, H3
(Siswandono,2013).
Klorfeniramin maleat (CTM) merupakan golongan AH1 yang sering
digunakan sebagai antialergi seperti urtikaria. Jika diberikan secara
peroral, CTM memiliki bioavailabilitas yang rendah antara 25 - 50 %
dikarenakan mengalami first pass metabolism. Efek samping dari CTM
juga kurang disukai yaitu dapat menyebabkan kantuk, karena CTM
merupakan AH1 sedatif (Sean, 2009). Dengan adanya first pass
metabolism dan efek yang tidak disukai tersebut, maka diharapkan CTM
tetap dapat digunakan sebagai antialergi namun tidak memberikan efek
secara sistemik, oleh karena itu bentuk sediaan semisolida topikal
merupakan salah satu pilihan yang dapat dipilih. Jika ditinjau dari sifat
fisiko-kimianya, CTM memiliki kelarutan 1 bagian dalam 4 bagian air
(Depkes RI, 1995), merupakan kelarutan yang cukup baik sehingga tidak
diperlukan bahan-bahan yang dapat meningkatkan pelarutanHal ini
dilatarbelakangi kemampuan menanggulangi peradangan serta alergi
yang dimiliki deksametason dan sifat antihistamin yang ada pada
deksklorfeniramin maleat (Suherman, 2007).
Chlorpeniramini maleat dan diphenhidramin merupakan obat
golongan antihistamin yang paling sering digunakan di masyarakat
Sediaan obat yang mengandung chlorpeniramini maleat dan
diphenhidramin banyak digunakan untuk berbagai penyakit, bahkan sering
disebut life saving drugs. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan
analisis mengenai golongan antihistamin yaitu chlorpeniramini maleat dan
diphenhidramin.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Adapun tujuan dari percobaan inti untuk menentukan jenis dan
kadar golongan Obat Antihistamin yang terkandung dalam serbuk,
tablet atau sirup sediaan farmasi.
1.2.2 Adapun maksud dari percobaan ini ntuk mengetahui jenis dan
kadar golongan Obat Antihistamin yang terkandung dalam serbuk,
tablet atau sirup sediaan farmasi.
1.3 Prinsip Percobaan
Adapun prinsip dari percobaan ini ialah penetuan uji kualitatif
menggunakan pereaksi cuprifil dan dan pereaksi marquis, sedangkan
penentuan uji kualitatif dengan menggunakan CTM dan diphenhidramin
sebagai sampel yang dititrasi menggunakan asam perklorat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Chlorpheniramine Maleate


Farmakologi chlorpheniramine maleate
Chlorpheniramine maleate merupakan antihistamin generasi
pertama; derivat propilamina(alkylamine) yang biasa digunakan sebagai
anti alergi. Dosis biasa adalah 4 mg setiap 4-6 jam. Obat ini banyak
digunakan dalam pencegahan gejala kondisi alergi seperti rhinitis dan
urtikaria, mengurangi merah, gatal, mata berair, bersin, hidung atau
tenggorokangatal dan pilek yang disebabkan oleh alergi, demam dan
batuk. UmumnyaChlorpheniraminemaleate berikatan dengan reseptor
histamin H1 dan memblok aksi histamin endogen, yang kemudian
mengarah ke gejala negatif yang dibawa oleh histamin. Efek sedatifrelatif
lemah dibandingkan dengan antihistamin generasi pertama lainnya. Obat
ini diserap dengan baik setelah pemberian oral, tetapi karena tingkat
metabolisme pada mukosa GI dan hatiyang relatif tinggi, hanya sekitar 25-
60% dari obat ini tersedia untuk sirkulasi sistemik. Efek samping yang
paling sering terlihat adalah depresi SSP (letargi, mengantuk) dan efek GI
(diare dan muntah). Efek sedatif antihistamin dapat berkurang dengan
berjalannya waktu. Efek antikolinergik yang mungkin terjadi adalah mulut
kering dan retensi urin (Ali, dkk., 2004).
Efek samping
Efek samping yang dapat terjadi meliputi mulut kering, mengantuk
dan pandangan kabur. Penderita yang menggunakan obat ini sebaiknya
tidak mengendarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin, tidak
dianjurkan penggunaan pada wanita hamil dan menyusui (Sukandar dan
Andrajatim 2009)

Dosis
Dosis chlorpheniramine maleate pada dewasa: 4 mg tiap 6 jam,
Anak: 6-12 tahun 2 mg tiap 6 jam; 2,5 tahun 1 mg tiap 6 jam (Sukandar
dan Andrajati, 2009).
Sediaan
Sediaan chlorpheniramine maleate yang beredar di pasaran
tersedia dalam bentuk tablet setara 4 mg, kaplet setara 4 mg, kapsul
setara 4 mg, injeksi 10 mg/ml dan sirup setara 2,5 mg/5ml yang meliputi
Alermak (Ifars), Allergen (Novapharin), Alleron (Mega Esa Farma), Ce Te
Em (Erela), Chlorphenon (Ethica), Decaphenon (Harsen), Dehista
(Berlico), Hufaphenon (Gratia), Orphen (Solas Langgeng Sejahtera),
Pehachlor (Phapros), Tiramin (Balatif), Zecamex (First Medipharma) dan
yang lainnya (Sukandar dan Andrajati, 2009).

II.2 Diphenhidramin
Farmakologi Diphenhydramine
Diphenhydramine, atau disebut juga diphenhydramine
hydrochloride, merupakan antihistamin H1generasi pertama, yang juga
memiliki efek antikolinergis, antiemetik, dan sedatif yang signifikan.
Sebagai antihistamin H1, obat ini bekerja dengan cara memblokir reseptor
H1 sehingga menghentikan efek dari histamin yaitu reaksi alergi. Obat ini
mencegah respon dari otot halus terhadap histamin, serta efek
vasokonstriksi dari histamin. Pada umumnya, diphenhydramine dapat
digunakan untuk mengatasi mata yang kemerahan, gatal, iritasi, dan
berair; bersin; dan pilek akibat alergi rhinitis (hay fever), alergi lainnya,
serta flu.
Sediaan
Diphenhydramine tersedia dalam bentuk topikal, oral, dan injeksi.
Untuk diphenhydramine jenis oral, obat ini secara cepat diabsorbsi
dengan baik oleh saluran gastrointestinal dan didistribusikan ke seluruh
tubuh. Obat ini juga mampu untuk menembus sawar darah otak (blood
brain barrier). Bioavailabilitas oral obat ini mencapai 61%, dimana 78%
terdapat di plasma darah. Konsentrasi maksimum dalam plasma darah
umumnya dicapai dalam waktu 2-3 jam, dan efeknya dapat bertahan
hingga 4-6 jam. Diphenhydramine dimetabolisasi melalui sitokrom P450
D26 isoenzyme. Inhibitor P450 D26 dapat menurunkan laju eliminasi
diphenhydramine apabila dikonsumsi secara bersamaan, sementara
induser P450 D26 dapat meningkatkan laju eliminasi obat ini. Hasil
metabolisme dari diphenhydramine adalah nordiphenhydramine yang
merupakan metabolit aktif, serta dinordiphenhydramine, dan
diphenylmethoxyacetic acid. Waktu paruh plasma dari diphenhydramine
pada umumnya mencapai 8,5±3,2 jam, dimana pada anak-anak waktu
paruhnya lebih pendek dan pada orang tua waktu paruhnya lebih panjang.
Pada akhirnya, diphenhydramine akan diekskresikan melalui urin dimana
diphenhydramine yang tidak dimetabolisasi mencapai 1.9%.
Dosis
Diphenhydramine jenis oral biasanya digunakan setiap 4-6 jam.
Batas maksimum penggunaan obat ini adalah 6 kali dalam 24 jam. Dosis
yang disarankan untuk dewasa adalah 25-50mg setiap 6-8 jam, dengan
tidak melebihi 50-100 mg setiap 4-6 jam. Sementara untuk anak-anak,
dosis yang disarankan adalah 12,5-25 mg setiap penggunaan, dan
dikonsumsi 3-4 kali dalam sehari. Setelah administrasi oral
diphenhydramine dengan dosis 50 mg, rata-rata konsentrasi plasma darah
maksimum mencapai 83 ng/mL dalam 3 jam. Kemudian dalam 24 jam
selanjutnya, rata-rata konsentrasi plasma darah maksimum menurun
hingga 9 ng/mL. Untuk 100 mg dosis oral diphenhydramine, rata-rata
konsentrasi plasma darah maksimum dapat dideteksi dalam 2 jam setelah
administrasi obat, dimana jumlahnya mencapai 112 ng/mL. Untuk efek
antihistamin yang efektif, konsentrasi plasma darah harus mencapai 25
ng/mL. Apabila konsentrasinya mencapai 30-40 ng/mL dapat
menyebabkan kantuk; dan apabila mencapai lebih dari 60 ng/mL dapat
mengakibatkan gangguan mental, penggunaan diphenhydramine jenis
oral tidak boleh bersamaan dengan produk lain yang mengandung
diphenhydramine; termasuk diphenhydramine jenis topikal. Indikasi
penggunaan diphenhydramine sebagai antihistamin adalah reaksi alergi
rhinitis maupun alergi lainnya seperti pilek, mata kemerahan, gatal, berair,
dan iritasi, dan bersin. Namun, perlu diperhatikan bahwa diphenhydramine
digunakan hanya untuk mencegah atau mengatasi gejala dari reaksi alergi
dan bukan untuk mengatasi penyebab dari alergi tersebut.
Penggunaan diphenhydramine tidak disarankan untuk wanita hamil
dan menyusui, serta untuk bayi dan anak-anak di bawah 6 tahun karena
efek sedatif yang cukup signifikan.
Efek Samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan dari penggunaan
diphenhydramine mencakup agitasi, mulut kering, kebingungan, kantuk,
pusing, mual, letih, berkurangnya nafsu makan, kegugupan, lemahnya
otot, konstipasi, dan muntah.
2.3 Metode Tirasi bebas air
Titrasi Bebas Air (TBA) merupakan prosedur titrimetri yang paling
umum yang digunakan dalam Farmakope. Metode ini mempunyai dua
keuntungan yakni metode ini cocok untuk titrasi asam-asam atau basa-
basa yang sangat lemah dan pelarut yang digunakan adalah pelarut
organik yang juga mampu untuk melarutkan analit-analit organik. Air dapat
bersifat sebagai asam lemah dan basa lemah. Oleh karena itu, dalam
lingkungan air, air dapat berkompetisi dengan asam-asam atau basa-basa
yang sangat lemah dalam hal menerima atau memberi proton. Adanya
pengaruh kompetisi ini berakibat pada kecilnya titik infleksi pada kurva
titrasi asam sangat lemah dan basa sangat lemah sehingga mendekati
batas pH 0 dan 14. oleh karena itu deteksi titik akhir titrasi sangat sulit.
Sebagai aturan umum , basa-basa dengan pKa < 7 atau asam-asam
dengan pKa > 7 tidak dapt ditentukan kadarnya secara tepat pada media
air (Gandjar dan Rohman, 2007).
II.2 Uraian bahan
1. Chlorpeniramin maleat (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : CHLORPENIRAMINI MALEAT
Nama lain : CTM
RM/BM : C16H13CIN2.C4H4O4 / 390,87
RS :

Pemerian : serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa pahit


Kelarutan : Larut dalam 4 bagian air, dalam 10 bagian etanol
95 % p di dalam 10 bagian kloroform P, sukar
larut dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sampel

2. Diphenhidramin (Dirjen POM,1979)


Nama Resmi : DIPHENHIDRAMINI HYDROCHLORIDUM
Nama lain : Diphenhidramin HCL
RM/BM : C17H2. N4HCl / 291,82
RS :

Pemerian : Serbuk hablur,.putih, tidak berbau, ras pahit


disertai rasa tebal.
Kelarutan : mudah larut dalam air, dalam etano 95 % p dan
dalam kloroform p, sangat sukar larut dalam eter
p agak suka larut dalam aseton P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sampel

3. Asam Sulfat
Nama Resmi : ACIDUM SULFURICUM
Nama lain : Asam sulfat
RM/BM : H2SO4 / 98,07
RS :

Pemerian : cairan kental seperti minyak keruh tidak


berwarna. Jika ditambahkan ke dalam air yang,
menimbulkan panas
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Zat Tambahan

4. Aquadest
Nama Resmi : AQUA DESTILATTA
Nama lain : Aquadest, air suling
RM/BM : H2O/ 18,02
RS :

Pemerian : cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak


mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Pelarut

5. AgNO3
Nama Resmi : ARGENTII NITRAT
Nama lain : perak nitrat
RM/BM : AgNO3 / 169,82
RS :

Pemerian : hablur transparan atau serbuk hablur berwarna


putih, tidak berbau, menjadi gelap jika kena
cahaya
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, larut dalam etanol
(95%) P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Pereaksi

6. Asam Asetat Glasial


Nama Resmi : ACIDUM ACETICUM GLASIAL
Nama lain : Asam Asetat Glasial
RM/BM : C2H4O2 /60,02
RS :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, tajam,


jika diencer dengan air, rasa asam
Kelarutan : Dapat campur dengan air, etanol (95%) p dan
dengan gliserol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Pereaksi
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan bahan
III.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktium ini adalah : Buret,
corong, gelas beaker, gelas ukur, Erlenmeyer, klem dan statif, pipet tetes,
rak tabung, sendok tanduk, tabung reaksi, timbangan analitik.
III.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktiukum ini adalah :
Aquadest, argenti nitrat (AgNO3), asam asetat glasial, asam perklorat 0,1
N, asam sulfat, indikator kristal violet, kertas saring, pereaksi cuprifil,
pereaksi marques, tablet Difenhidramin HCl, tablet Chlorpeniramin Maleat
(CTM).
III.2 Cara Kerja
III.2.1 Uji Kualitatif
1. Difenhidramin HCl
a. Sampel + 5 tetes H2O + Pereaksi cuprifil → Biru violet
b. Sampel + pereaksi marques → Cincin Jingga
c. Sampel + AgNO3 → Endapan putih
2. Chlorpeniramin Maleat (CTM)
a. Sampel + 5 tetes H2O + Pereaksi cuprifil → Biru violet
b. Sampel + pereaksi marques → Cincin Jingga
II.2.2 Uji Kuantitatif
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Digerus masing-masing sediaan tablet Difenhidramin HCl dan
tablet CTM
3. Ditimbang masing-masing sampel sebanyak 100 mg
4. Dimasukkan masing-masing sampel kedalam Erlenmeyer
5. Ditambahkan asam asetat glasial sebanyak 20 mL, homogenkan
6. Setelah larutan homogen lalu di saring menggunakan kertas
saring
7. Filtrat yang diperoleh ditambahkan indikator Kristal Violet
8. Dititrasi dengan asam perklorat 0,1 N
9. Titik akhir titrasi (TAT) ditandai dengan perubahan warna hijau
atau kuning
10. Dicatat volume titrasi yang diperoleh
11. Dihitung persen (%) kadar yang diperoleh masing-masing
sampel
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
Tabel 1. Analisa Kualitatif
no Langkah Identifikasi Data Hasil Pengamatan
1. Difenhidramin HCl
Sampel + 5 tetes H2O + Reaksi Cuprifil ( + ) Biru
Sampel + HCl + CuSO4 ( - ) Cincin Jingga
Sampel + AgNO3 ( + ) Endapan Putih

2. Chlorpheniramini Maleat
Sampel + 5 tetes H2O + Reaksi Cuprifil ( + ) Biru
Sampel + HCl + CuSO4 ( - ) Cincin Jingga

Tabel 2. Analisa Kuantitatif

Data Volume Volume


Rep. Kadar
Penimbangan/Pengukuran Titrasi Blangko
Sampel 1 Difenhidramin HCl
I 460 mg 5,65 ml - 35,71%
II 410 mg 5 ml 35,58%
Rata – rata 35,71 %
Sampel 2 CTM
I 942 mg 2 ml - 8,29 %
II 933 mg 2 ml - 8,37 %
III 811,5 mg 1,9 ml - 9,15 %
Rata – rata 8,60 %
IV.2 Perhitungan
IV.2.1 Perhitungan Bobot Setara (PBS)
1. CTM
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
PBS = 𝑥 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛
𝐷𝐸 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡
20 𝑚𝑔
= 40 𝑚𝑔 𝑥 10 𝑥 1,866 𝑚𝑔

= 933 mg
Dalam penimbangan 811,5 mg kesetaraan 811,5 mg
𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛
811,5 mg = 𝑥 1,866 𝑚𝑔
4 𝑥 10

40 x 811,5 = yang diinginkan x 1,866 mg


32,640
Yang diinginkan = 1,866

= 17,39 mg
Dalam 811,5 mg mengandung 17,39 mg CTM
2. Difenhidramin
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
PBS = 𝑥 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛
𝐷𝐸 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡
100 𝑚𝑔
= 𝑥 930,9 𝑚𝑔
25 𝑥 4

= 930,9 mg
Dalam 930,9 mg mg mengandung 100 mg CTM
IV.2.2 Perhitungan kadar
1. CTM
Erlenmeyer I
𝑉 𝑋 𝑁 𝑥 𝐵𝐸
%kadar = 𝑥 100%
𝐵.𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
2 𝑚𝑙 𝑥 0,1 𝑁 𝑥 390,87
= 𝑥 100%
942 𝑚𝑔

= 8,29%
Erlenmeyer II
𝑉 𝑋 𝑁 𝑥 𝐵𝐸
%kadar = 𝑥 100%
𝐵.𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
2 𝑚𝑙 𝑥 0,1 𝑁 𝑥 390,87
= 𝑥 100%
933 𝑚𝑔

= 8,37%
Erlenmeyer III
𝑉 𝑋 𝑁 𝐵𝐸
%kadar = 𝐵.𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 100%
1,9 𝑚𝑙 𝑥 0,1 𝑁 𝑥 390,87
= 𝑥 100%
811,5 𝑚𝑔

= 9,115%
8,29%+8,37%+9,75%
Berat rata- rata = 3

= 8,60%
2. Difenhidramin HCl
Erlenmeyer I
𝑉 𝑋 𝑁 𝑥 𝐵𝐸
%kadar = 𝑥 100%
𝐵.𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
5,65 𝑚𝑙 𝑥 0,1 𝑁 𝑥 291,82
= 𝑥 100%
460 𝑚𝑔

= 35,84%
Erlenmeyer II
𝑉 𝑋 𝑁 𝑥 𝐵𝐸
%kadar = 𝑥 100%
𝐵.𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
5 𝑚𝑙 𝑥 0,1 𝑁 𝑥 291,82
= 𝑥 100%
410 𝑚𝑔

= 35,58%
35,84%+35,58%
Berat rata- rata = 2

= 35,71%

VI. 3 Pembahasan
Histamin adalah mediator kimia yang dikeluarkan pada fenomena
alergi mekanisme kerja histamine dapat menimbulkan efek apabila
berinteraksi dengan reseptor histaminergik, yaitu reseptor H1, H2, dan h3.
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau mengurangi kerja
histamine dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada
sisi reseptor H1, H2, dan H3 (Siswandono, 2013).
Antihistamin bekerja terutama menghambat secara bersaing
terhadap histamine dengan reseptor khas. Pada percobaan ini digunakan
sampel CTM, dimana CTM merupakan antihistamin H1 yang popular dan
banyak digunakan dalam sediaan kombinasi. Titrasi bebas air ialah
menggunakan pelarut organic untuk mempertajam titik akhir titrasi
asam/basa lemah. Selain itu, titrasi bebas air juga dilakukan untuk
senyawa yang sukar larut dalam air (Harmita, 2016). Adapun prinsip dari
titrasi bebas air adalah titrasi yang dilakukan tanpa adanya air. Air
merupakan senyawa antipoterik bekerja menghambat ionisasi asam atau
basa lemah. Semua perlengkapan dan peralatan bahan gelas untuk titrasi
bebas air harus benar-benar kering karena setetes air sekalipun akan
merusak keseluruhan penetapan kadar (Denaldi, 2004).
Pada percobaan ini dilakukan uji kualitatif dan kuantitatif. Pada uji
kualitatif dengan sampel CTM diperoleh hasil positif yang ditambahkan
pereaksi cuprifil dan pereaksi marquis dimana diperoleh hasil pada sampel
yang perekasi cuprifil yaitu larutan berwarna biru, sedangkan sampel
ditambahkan pereaksi marquis yaitu terbentuknya cincin jingga pada
larutan. Dan pada sampel dipenhidramin HCL juga diperoleh hasil positif
dimana hasil yang diperoleh yaitu terdapat endapan putih pada
penambahan perekasi AgNO3. AgNO3 berikatan dengan HCl dan
diphenhidramin sehingga membentuk endapan putih.
Pada uji kuantitatif dengan sampel CTM diperoleh hasil positif
dimana larutan berubah dan warna ungu menjadi hijau, sedangkan pada
sampel dipenhidramin diperoleh hasil positif yaitu larutan berwarna dari
ungu menjadi hijau.
Alasan penambahan bahan asam asetat glasial yang digunakan
sebagai pelarut dimana sampel senyawa organic basa digunakan pelarut
asam asetat glasial yang dapat meningkatkan kebasaan senyawa
sehingga dapat ditentukan kadarnya dengan peniter asam perklorat.
Asam perklorat asam yang paling larut diantara asam-asam yang umum
didalam larutan asam asetat seperti klorida dan nitrat. Karena asam
perklorat merupakan asam kuat, maka dapat bereaksi dengan baik
dengan CTM yang merupakan basa lemah, sehingga tidak akan terjadi
penyimpanan dan penerimaan proton. Selain itu asam perklorat
merupakan larutan asam organic yang dapat larut dalam asam asetat
glasial.
Adapun kadar yang diperoleh pada uji kuantitatif sampel
chlorampeniramini maleat diperoleh sebesar 8,60%. Hal ini tidak sesuai
dengan kadar yang dinyatakan oleh farmakope ialah tidak kurang dari
90% dan tidak lebih dari 110%.
Adapun factor-faktor kesalahan yang mungkin terjadi yaitu suhu
dan kandungan air. Suhu pada umumnya dilakukan pada suhu kamar,
apabila tidak maka akan mempengaruhi titrasi sehingga perlu dilakukan
koreksi kandungan air, adanya air akan mempengaruhi ketajaman titik
akhir titrasi.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah di lakukan dapat disimpulkan
bahwa dapat di simpulkan bawah :
1. Pada hasil uji kualitatif di dapat hasil yang positif yaitu sempel dalah
chlorfeniramin maleat dan diphenhidramin
2. Berdasarkan hasil penetapan kadar yang dilakukan dengan metode
titrasi bebas air didapatkan hasil yang kurang dari 90% dan tidak
lebih dair 110%
V.2. Saran
V.2.1Saran Untuk Laboratorium
Sebaiknya dalam menjalankan kegiatan praktikum ketersediaan
alat dan bahan yang akan digunakan saat praktikum lebih diperhatikan
dan ditingkatkan serta sarana dan prasarana lab lebih diperbaiki lagi
terutamanya ketersediaan untuk alat penyejuk ruangan.
V.2.2Saran Untuk Asisten
Untuk asisten diharapkan untuk menjalin interaksi yang baik
bersama praktikan yang melaksanakan praktikum di laboratorium agar
faktor-faktor kesalahan yang biasa terjadi dapat dikurangi dengan adanya
komunikasi yang baik.
V.2.3Saran Untuk Dosen
Diharapkan dosen agar dapat memantau dengan baik setiap
kegiatan praktikum baik yang telah terlaksana maupun yang belum
terlaksana sehingga praktikum berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Ali dkk 2004. Psikologi Remaja. Bandung : Bumi Aksara


Clarke, E.G.C.(2005). Clarke's Analysis of Drugs and Poisons. Third
Edition. London: UK: Pharmaceutical Press.

Donald., C. 2004. Intisari Kimia Farmasi Edisi II. Penerbit Buku


Kedokteran EGC : Jakarta
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ke III. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Harmita. 2016. Penetapan Kadar Bahan Baku Obat dan Sediaan Farmasi.
Penerbit EGC : Jakarta
Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sukandar, E.Y., dan Andrajati, R. (2009). ISO Farmakoterapi. Edisi II.


Jakarta Barat: ISFI Penerbitan.

Suswandono. 2013. Kimia Medisinal. Penerbit Airlangga University Press :


Surabaya

Watson,. D. 2007. Analisis Farmasi Edisi ke II. Penerbit Buku Kedokteran


EGC : Jakarta
Lampiran
Uji kualitatif Gambar Keterangan

( + ) Biru
( - ) Cincin Jingga
Sampel CTM

(+endapan putih)

Sampel
(+ Biru )
Difenhidramin HCl

(+ endapan jingga)
Uji kuantitatif Gambar Keterangan

Sampel CTM

Sampel
Difenhidramin HCL

Anda mungkin juga menyukai