Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produksi obat sintesis di Indonesia terbilang cukup tinggi, hal ini


disebabkan karena adanya permintaan dari pasien yang semakin hari
semakin meningkat. Akibatnya industry farmasi di Indonesia akan saling
bersaing dan berlomba-lomba dalam hal memproduksi sebuah sediaan obat,
mulai dari bentuk sediaan obat padat, semi padat dan cair, serta sediaan
steril.
Produksi obat berupa sediaan padat sendiri terbilang cukup besar dan
sangat banyak digunakan oleh masyarakat dalam hal pengobatan, sediaan
padat ini diantaranya : tablet, serbuk tabur, serbuk bagi, kapsul, suppositoria
dan lain sebagainya. Sediaan tersebut tentulah sudah dirancang terlebih
dahulu komposisinya, misalnya pada tablet mengandung zat aktif dengan
range dosis yang sudah dicantumkan, bahan penghancur, bahan pengisi,
serta bahan lainya yang bertindak sebagai eksipien.
Obat jadi biasanya sudah tertera kekuatan zat aktif di dalamnya pada
kemasan primer, akan tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa
pada suatu sediaan tersebut sudah benar-benar dalam kekuatan sediaan yang
dimaksud. Sebagai contoh, pada obat cotrimoxazol yang didalamnya
mengandung kombinasi obat Sulfametoksazol 400 mg dan Trimetoprin 80
mg, perlu dilakukan identifikasi berupa analisis kualitatif dan kuantitatif
terhadap obat tersebut, untuk melihat apakah ada atau tidaknya kedua zat
obat tersebut serta berapa jumlah yang ada didalam sediaan tersebut.
Pada dasarnya konsep dasar analisis kimia dapat dibagi atas dua bagian,
yaitu: Analisis kualitatif, yaitu analisis yang berhubungan dengan
identifikasi suatu zat atau campuran yang tidak diketahui. Sedangkan
Analisis kuantitatif, yaitu analisis kimia yang menyangkut penetuan jumlah
zat tertentu yang ada didalam suatu sampel (Khoppar S.M. 1990).
Cotrimoxazol sendiri ialah salah satu obat antibiotic dari golongan
sulfonamide yang sering digunakan dalam proses pengobatan infeksi

1
saluran pernafasan, infeksi saluran pencernaan, infeksi saluran kemih,
demam tifoid dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, untuk menjamin mutu dan kuallitas obat cotrimoxazol
maka dilakukanlah percobaan uji sulfonamide dengan menggunakan analisis
kualitatif dan kuantitatif obat.
I.2 Maksud dan Tujuan Praktikum
I.2.1 Maksud Praktikum
Adapun maksud kami melakukan praktikum ini adalah :
Mengetahui dan memahami metode menganalisa secara kualitatif dan
kuantitaif sulfonamida yang terdapat dalam sediaan tablet.
I.2.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan kami melakukan praktikum ini adalah :
Dapat menganalisa secara kualitatif dan kuantitaif sulfonamida yang
terdapat dalam sediaan tablet.
1.3 Prinsip Percobaan

1.3.1 Analisis Kualitatif

1.3.2 Analisis Kuantitatif

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sulfonamida


Sulfonamida adalah kemoterapeutik yang pertama digunakan secara
sistematik untuk pengobatan dan pencegahan penyakit infeksi pada
manusia. Pertengahan tahun 1970 penemuan kegunaan sediaan kombinasi
trimetoprim dan sulfametoksazol meningktakan kembali penggunaan
sulfonamide untuk pengobatan penyakit infeksi tertentu. Sulfonamida
merupakan kelompok zat antibakteri dengan rumus dasar yang sama yaitu
H2N-C6H4-SO2NHR dan R. Pada prinsipnya senyawa ini dapat digunakan
terhadap berbagai infeksi. Sulfonamida bersifat amfoter artinya dapat
membentuk garam dengan asam maupun dengan basa. Daya larutnya dalam
air sangat kecil, garam alkalinya lebih baik, walaupun larutan ini tidak stabil
karena mudah terurai (Tjay, 2008).
Sulfadiazin adalah sulfonamida antibiotik. Ini menghilangkan bakteri
yang menyebabkan infeksi dengan menghentikan produksi asam folat di
dalam sel bakteri, dan umumnya digunakan untuk mengobati infeksi saluran
kemih (ISK). Dalam kombinasi, sulfadiazin dan pirimetamin , dapat
digunakan untuk mengobati toksoplasmosis , penyakit yang disebabkan oleh
Toxoplasma gondii (Ahmad, 2012).
Sulfanilamide adalah sulfonamida antibakteri. Secara kimia, itu adalah
molekul yang mengandung sulfonamide kelompok fungsional melekat pada
anilin. Sebagai antibiotik sulfonamide, itu berfungsi dengan kompetitif
menghambat (yaitu, dengan bertindak sebagai substrat analog) enzimatik
reaksi yang melibatkan para-aminobenzoic acid (PABA). PABA dibutuhkan
dalam reaksi enzimatik yang menghasilkan asam folat yang bertindak
sebagai koenzim dalam sintesis purin, pirimidin dan asam amino lainnya
(Ahmad, 2012).

3
Istilah "sulfanilamid" juga digunakan untuk menggambarkan keluarga
molekul yang mengandung kelompok-kelompok fungsional. Contoh
meliputi:
a) Furosemide , sebuah loop diuretik
b) Sulfadiazin , sebuah antibiotic
c) Sulfamethoxazole , sebuah antibiotic (Ahmad, 2012).
2.2 Sifat fisika dan kimia
Sifat fisika dan kimia sulfonamida :
1). Bersifat ampoter, karena itu sukar dipindahkan dengan cara pengocokan
yang digunakan dalam analisa organik
2). Mudah larut dalam aseton, kecuali Sulfasuksidin, Ftalazol dan Elkosin
Kelarutan sulfonamida :
1. Umumnya tidak melarut dalam air, tapi adakalanya akan larut dalam
air panas. Elkosin biasanya larut dalam air panas dan dingin.
2. Tidak larut dalam eter, kloroform, petroleum eter, 3. Larut baik
dalam aseton
4. Sulfa–sulfa yang mempunyai gugus amin aromatik tidak bebas akan
mudah larut dalam HCl encer. Irgamid dan Irgafon tidak lariut dalam
HCl encer.
5. Sulfa–sulfa dengan gugusan aromatik sekunder sukar larut dalam
HCl, misalnya septazin, soluseptazin, sulfasuksidin larut dalam HCl,
akan tetapi larut dalam NaOH.
6. Sulfa dengan gugusan – SO2NHR akan terhidrolisis bila dimasak
dengan asam kuat HCl atau HNO3 (Ahmad, 2012).
2.3 Cotrimoksazol
Cotrimoksazol adalah antibiotik kombinasi yang terdiri dari
sulfamethoxazole dan trimethoprim. Penggunaan kotrimoksazol umumnya
hanya dianjurkan bagi pasien yang memiliki alergi terhadap jenis antibiotik
penisilin. Tetapi obat ini tidak cocok bagi mereka yang memiliki alergi
terhadap sulfonamide (Roth,Herman,J. 1985).

4
Antibiotik hanya berdampak pada bakteri penyebab infeksi. Karena itu,
kotrimoksazol tidak cocok untuk menangani infeksi yang disebabkan oleh
virus, seperti pada pilek atau flu. Jenis-jenis infeksi yang biasanya ditangani
dengan obat ini meliputi :
a) Infeksi paru-paru, seperti pneumonia.
b) Infeksi ginjal dan infeksi saluran kemih.
c) Infeksi pada pencernaan.
d) Infeksi kulit dan kelamin.
e) Infeksi telinga.
Efek Samping dan Bahaya Kotrimoksazol
Tiap obat tentu memiliki efek samping. Begitu juga dengan
kotrimoksazol. Beberapa efek samping yang umumnya bisa terjadi selama
meminum antibiotik ini meliputi :
a) Diare.
b) Mual.
c) Sakit kepala.
2.4 Uraian Sampel (Roth,Herman,J. 1985).
1). Cara Kerja Obat
Kotrimoksazol bekerja dengan cara menghambat enzim metabolisme
asam folat pada bakteri yang peka.
2). Dosis Kotrimoksazol
Penentuan dosis ini akan diatur oleh dokter berdasarkan jenis infeksi,
tingkat keparahan, dan riwayat kesehatan pasien.
3). Efek Samping dan Bahaya Kotrimoksazol
Tiap obat tentu memiliki efek samping. Begitu juga dengan
kotrimoksazol. Beberapa efek samping yang umumnya bisa terjadi
selama meminum antibiotik ini meliputi :
d) Diare.
e) Mual.
f) Sakit kepala.

5
2.5 Uraian Bahan
1. Aquadest (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Aqua Destillata
Nama Lain : Air suling
Rumus Kimia : H2O
Berat Molekul : 18,02
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Pelarut
2. CuSO4 (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Cupri Sulfat
Nama Lain : Tembaga (II) sulfat
Rumus Kimia : CuSO4
Berat Molekul : 159,60
Pemerian : Serbuk keabuan
Kelarutan : Larut perlahan-lahan dalam air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Pereaksi
3. HCl (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Acidum Hydrochloridum
Nama Lain : Asam klorida
Rumus Kimia : HCl
Berat Molekul : 36,46
Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang jika
diencerkan 2 bagian volume air, asap akan hilang.
Bobot Jenis : Lebih kurang 1,18
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

6
4. H2SO4 (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Acidum Sulfuricum
Nama lain : Asam sulfat
Rumus molekul : H2SO4
Berat molekul : 98,07
Pemerian : Cairan kental seperti minyak, korosit, tidak berwarna,
jika ditambahkan ke dalam air menimbulkan panas.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
5. Metilen Biru (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Methylthionini Chloridum
Nama lain : Biru metilen
RM / BM : C₁₆H₁₈CIN₃S.3H₂O / 373,90
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur hijau tua, berkilauan seperti
perunggu, tidak berbau atau praktis tidak berbau.
Stabil diudara; larutan dalam air dan dalam etanol
berwarna biru tua
Kelarutan : Larut dalam air dan dalam kloroform; agak sukar larut
dalam etanol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Indikator
6. NH4OH (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Ammonia
Nama Lain : Amonia
Rumus Molekul : NH4OH
Berat Molekul : 36,05
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, menusuk kuat
Kelarutan : Mudah larut dalam air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Pereaksi
7. Natrium Nitrit (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Natrii nitrit

7
Nama Lain : Natrium nitrit
RM/BM : NaNO2/69,00
Pemerian : Hablur atau granul, tidak berwarna atau putih
kekuningan rapuh
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air, agak sukar larut dalam
etanol 95 % P
Kegunaan : Sebagai larutan baku /penitran
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
8. Vanillin (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Vanillinum
Nama Lain : Vanillin; 4-Hidroksi-3-metoksibenzaldehida (121-33-
5)
Rumus Molekul : C8H8O3
Berat Molekul : 152,5
Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum, putih hingga agak
kuning, rasa dan bau khas, dipengaruhi cahaya,
larutan bereaksi asam terhadap lakmus
Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol,
kloroform, Dallam eter dan dalam larutan alkali
hidroksida tertentu, larut dalam gliserin dan dalam air
panas
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

8
BAB III
METODE KERJA
1.3 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain: buret, bunsen,
corong, erlenmeyer, gegep kayu, gelas kimia, kaca arloji, lumpang alu, pipet
tetes, rak tabung reaksi, sendok tanduk, spatula, statif dan klem serta tabung
reaksi.
2.3 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain: alkohol,
aluminium foil, CuSO4, HCl, korek api kayu, cotrimoxazole, metilen blue,
NaNO3, NH4OH, vanili dan tisu
2.4 Cara Kerja
A. Analisis kualitatif
1. Uji reaksi korek api
- Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
- Diambil sampel cotrimoxazol
- Dicelupkan ke dalam HCl pekat
- Dicelupkan kembali korek api yang sudah dicelupkan dalam HCl
pekat ke dalam bubuk sulfonamida
- Dilihat perubahan yang terjadi (diamati jika terbentuk warna
merah / jingga maka positif mengandung sulfonamid)
2. Reaksi vanilin
- Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
- Dimasukkan asam sulfat pekat kedalam tabung reaksi
- Ditambahkan cotrimoxazole dan serbuk vanilin kedalam asam
sulfat pekat
- Dipanaskan perlahan-lahan menggunakan api bunsen
- Diamati perubahan warna yang terjadi (dilihat jika terbentuk
kristal hijau, maka positif sulfonamida)

9
3. Reaksi kristal dengan schweitzer
- Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
- Disiapkan campuran CuSO4 dan NH4OH dalam tabung reaksi
- Ditambahkan serbuk sulfonamida ke dalam campuran tersebut
- Diamati perubahan yang terjadi (dilihat jika terbentuk kristal hijau
toska maka positif sulfonamida)
B. Analisis kuantitatif
- Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
- Dirangkai alat titrasi
- Dimasukkan sampel kotrimoxazole ke dalam erlenmeyer
- Ditambahkan HCl pekat secukupnya
- Dititrasi dengan natrium nitrit hingga mencapai titik akhir titrasi
- Ditambahkan metilen blue untuk melihat titik akhir titrasi
- Diamati perubahan yang terjadi
- Dilihat jika terbentuk warna ungu sampai biru kehijauan maka
positif sulfonamida.

10
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
METODE
UJI PEREAKSI HASIL KET GAMBAR

Batang korek Batang korek


Korek Api api + HCl + berwarna Positif
Serbuk merah Sulfonamida
Cotrimoxazole

Serbuk Larutan Negatif


Schweitzer Cotrimoxazole berwarna Sulfasalazin
+ CuSO4 + biru
NaOH

11
Serbuk
Vanillin Cotrimoxazole Larutan Negatif
+ serbuk berwarna Sulfametazin
vanillin Hitam

Serbuk
Cotrimoxazole
Diazotasi + HCl => Larutan Positif
Dititrasi berwarna Sulfonamida
dengan Hijau tua
Natrium Nitrit
+ Indikator
Kanji

4.2 Pembahasan
Uji sulfonamide yang dilakukan pada obat cotimoxazol dilakukan dengan
cara analisa kualitatif meliputi uji reaksi korek api, uji vanillin dan uji
Schweitzer, sedangkan analisa kuantitatif meliputi titrasi diazotasi. Bahan
obat yang akan dianalisa digerus terlebih dahulu, agar lebih memudahkan
dalam proses pengujian.
Pemeriksaan senyawa sulfonamide dilakukan dengan menggunakan
reaksi korek api dimana batang korek api dengan bagian kepala dipisahkan
terlebih dahulu. Batang korek api diambil dan dicelupkan kedalam HCl
yang selanjutnya batang korek api tersebut di celupkan pada obat
cotrimoxazol. Penggunaan HCl bertujuan untuk memutus rantai NH2
dengan S, hal ini dikarenakan NH2 bersifat basa sendangkan S bersifat asam.
Dari hasil percobaan diperoleh hasil berupa batang korek api berubah

12
menjadi merah bata. Menurut Anonim (2016) dalam buku Kimia Farmasi,
keberadaan senyawa sulfonamide dalam asam klorida akan mengubah
batang korek api menjadi berwarna jingga atau merah bata. Perubahan
warna ini menandakan bahwa terdapat unsur N sebagai amin aromatis dan S
(sulfur) pada obat cotrimoxazol.
Pemeriksaan senyawa sulfonamide dengan reaksi vanillin menggunakan
asam sulfat, dimana asam sulfat di reaksikan dengan cotrimoxazol dan
vanillin di dalam tabung reaksi yang selanjutnya dipanaskan secara
perlahan. Perlakuan dilakukan 3 kali dimana tahap 1 sebanyak 3 tetes asam
sulfat, yang ditambahkan cotrimoxazol dan vanilin pada tabung 1.
Kemudian tahap ke 2 sebanyak 2 tetes asam sulfat, yang ditambahkan
cotrimoxazol dan vanilin pada tabung 2 dan tahap ke 3 sebanyak 1 tetes
asam sulfat yang ditambahkan cotrimoxazol dan vanilin pada tabung 3.
Diperoleh hasil berupa perubahan warna merah bata.
Pemriksaan senyawa sulfonamide dengan menggunakan uji Schweitzer,
dimana cotrimoxazol direaksikan dengan CuSO4 dan NH2OH di dalam
tabung reaksi yang memperoleh hasil berupa perubahan warna menjadi
hijau.
Analisa kuantitatif sulfonamide dengan menggunakan metode titrasi
diazotasi. Sampel obat cotimoxazol dilarutkan dengan HCl pada Erlenmeyer
dan di tambahkan indicator metilen blue sebanyak 3 tetes. Penggunaan
indikator metilen blue berfungsi dalam mengukur perubahan-perubahan
dalam hasil reaksi dalam hal ini ialah perubahan warna. (Sudjaji, 2004.).
Setelah semuanya dicampurkan, campuran tadi dititrasi dengan NaNO3
hingga terjadi perubahan warna menjadi biru kehijau-hijauan. Pada suasana
asam, Natrium nitrit yang berperan sebagai zat pentiter akan bereaksi
dengan asam klorida pada sampel menjadi asam nitrit membentuk garam
diazonium. Dari hasil titrasi yang diperoleh, terjadi perubahan warna
menjadi hijau dengan titik akhir titrasi 2 ml.

13
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa analisis
golongan obat sulfonamida dapat dilakukan dengan metode analisis kualitatif
dan kuantitatif. Gugus amin aromatis primer yang terdapat pada golongan
obat sulfonamida merupakan ciri khas yang dapat bereaksi jika ditambahkan
beberapa pereaksi dengan indikator perubahan warna yang terbentuk.
Analisa kualitatif korek api yang dilakukan mendapatkan hasil positif
dengan indikator perubahan warna merah yang menandakan bahwa positif
sulfanamida, namun pada uji scweitzer dan vanillin mendapatkan hasil
negatif yang berarti bahwa obat Cotrimoxazole negatif sulfasalazin dan
sulfametazin.
Analisa Kuantitatif menggunakan metode diazotasi mendapatkan hasil
positif sulfanamida dengan indikator warna yang terlihat berwarna hijau tua
menandakan bahwa dalam tablet cotrimoxazole terdapat gugus amin aromatis
primer pada golongan sulfanamida.
5.2 Saran
Sebaiknya pada saat percobaan, praktikan harus lebih memperhatikan
dan lebih teliti lagi, sehingga tidak akan terjadi atau dapat meminimalisir
terjadinya suatu kesalahan yang nanti terjadi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Zainudin, 2012 Identifikasi Senyawa Antibiotik. UNPAD, padjajaran.


Anief. 1991. Farmasetika. Yogyakarta: UGM Press

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI: Jakarta.

Dirjen POM. 1985. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI: Jakarta.

Kopphar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Organik. Universitas Indonesia Press:
Jakarta.

Roth,Herman,J. 1985. Analisis Farmasi. Yogyakarta : UGM Press.

Sasmita, Dedi Purnama. 1979. Card System dan Reaksi Warna. Bandung: ITB

Tjay T. H. & Rahardja S, 2008. Obat-obat Penting. Penerbit PT. Elex Media
Computindo kelompok kompas-Gramedia : Jakarta

15

Anda mungkin juga menyukai