PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam Thypoid merupakan keadaan seseorang dimana suhu tubuh nya
mengalami peningkatan diatas normal yaitu apabila diukur melalui rectal >38,
diukur melalui oral >37,8, dan apabila diukur melalui aksila >37,2
(Cahyaningrum & Putri, 2017). Demam thypoid merupakan penyakit infeksi
sistemik yang bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam
thypoid ditandai dengan panas berkepanjangan yang di ikuti bakterimia dan
invasi bakteri salmonella typhi sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit
mononuclear dari hati, limfa, kelenjar limfausus (Soedarmo, et al.2015).
Menurut data dari World Health Organization (2020) memperkirakan
jumlah kasus demam thypoid di dunia mencapai 16-33 juta kasus dengan
500-600 ribu kematian yang terjadi setiap tahunnya dan 70% dari kematian
tersebut terjadi di Asia Tenggara.
Di Indonesia akibat Demam Thypoid terdapat 800 penderita per
100.000 penduduk setiap tahunnya. Kasus demam thypoid di Indonesia lebih
tinggi dibandingkan dengan negara- negara berkembang lain khususnya di
daerah tropis yaitu sekitar 80-90%, 600.000-1,3 juta kasus dengan lebih dari
20 ribu kematian setiap tahunnya. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia
mengungkapkan bahwa kasus demam thypoid menempati urutan ke 3 dari 10
penyakit terbanyak yang ada di rumah sakit yakni sebesar 41.081 kasus dan
sebanyak 276 kasus meninggal dunia. (Kemenkes RI, 2020).
Demam tifoid klinis tersebar di seluruh kabupaten/kota di Provinsi
Kalimantan Selatan dengan prevalensi 1,95% (rentang 0,42-4,29%). Enam
dari 13 kabupaten/kota dengan prevalensi tifoid klinis lebih tinggi dari angka
prevalensi provinsi yaitu Kabupaten Banjar (4,3%), Hulu Sungai Selatan
(3,5%), Balangan (2,8%), Barito Kuala dan Hulu Sungai Utara (2,7%), serta
Tapin (2,2%). Pada 6 kabupaten/kota, kasus tifoid klinis terdeteksi lebih
banyak berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan, sedangkan pada kabupaten
1
yang lain lebih banyak terdeteksi melalui gejala klinis (Riskesdas Provinsi
Kalsel, 2020, Kemenkes, 2020).
Demam pada anak dibutuhkan perlakuan dan penanganan tersendiri
yang berbeda bila dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini dikarenakan,
apabila tindakan dalam mengatasi demam tidak tepat dan lambat maka akan
mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu. Demam
dapat membahayakan keselamatan anak jika tidak ditangani dengan cepat dan
tepat akan menimbulkan komplikasi lain seperti, hipertermi, kejang dan
penurunan kesadaran. Metabolisme tubuh meningkat 10-12% untuk setiap
derajat kenaikan suhu. Metabolisme yang meningkat menyebabkan
peningkatan penggunaan energi dan akan memproduksi panas tambahan.
Peningkatan metabolisme akan menghabiskan cadangan energi tubuh,
akibatnya anak akan mengalami kelemahan umum (Potter & Perry, 2015).
Suhu tubuh yang optimum sangat penting untuk kehidupan sel agar
dapat berfungsi secara efektif. Perubahan suhu tubuh yang ekstrim dapat
membahayakan bagi tubuh. Oleh karena itu, perawat harus berusaha untuk
dapat memelihara suhu tubuh klien agar tetap normal melui kolaborasi terapi
farmakologi dan terapi non farmakologi. Peran perawat dalam proses edukasi
yang tepat pada pasien demam tifoid yaitu memberikan pendidikan kesehatan
terhadap masyarakat meliputi hygine sanitasi personal hygine, penjelasan
tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga, penjelasan
tentang pentingnya memilih makanan yang bermutu dan bergizi, penjelasan
tentang pentingnya menjaga kebersihan dan keadaan makanan dan minuman.
Memberikan penjelasan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
penanganan, dan pencegahan penyakit demam tifoid. Memberikan motivasi,
dorongan dan keyakinan bahwa seorang pasien harus tetap semangat dan
selalu berusaha memperoleh kesembuhan dan kesehatan yang utuh. Peran dan
tindakan tersebut sudah seharusnya dilakukan oleh perawat.
Berdasarkan data di atas penulis tertarik untuk melakukan “Asuhan
Keperawatan pada An. X dengan Diagnosa Medis Demam Typhoid”.
2
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada An. X dengan diagnosa medis
demam typhoid?.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada kasus yang dibahas
terkait tentang demam typhoid pada anak.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui diagnosa keperawatan pada kasus demam typhoid.
b. Mengetahui intervensi keperawatan pada kasus demam typhoid.
c. Mengetahui implementasi keperawatan pada kasus demam typhoid.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Bagi Perawat
Sebagai masukan untuk memberikan Asuhan Keperawatan pada
pasien anak dengan kasus demam typhoid.
2. Manfaat Bagi Masyarakat
Sebagai sumber informasi kesehatan dalam rangka untuk tindakan
pencegahan, serta menambah pengetahuan tentang demam typhoid.
3. Manfaat Bagi Instansi Kesehatan
Sebagai bahan informasi untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan dalam menangani dan melayani pasien dengan masalah
demam typhoid di Instansi kesehatan khususnya di rumah sakit dan
puskesmas.
4. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan Universitas Cahaya Bangsa
Sebagai bahan masukan dalam proses belajar mengajar tentang
asuhan keperawatan dengan demam typhoid yang dapat digunakan
sebagai acuan dalam praktik keperawatan anak bagi mahasiswa
keperawatan.
3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Demam thypoid atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan keasadaran. Demam
thypoid disebabkan oleh infeksi salmonella typhi. (Titik, 2016).
Thypoid fever atau demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus
halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada
saluran pencernaan dan dengan gangguan kesadaran. (Sari, 2013).
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang
ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang
bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal
ileum. (Soegijanto, 2012).
B. Etiologi Kasus
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh
demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat
terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Titik,
2016).
Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi,
S.paratyphi A, S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Sari, 2013).
C. Patofisiologi Kasus
Proses perjalanan penyakit kuman masuk ke dalam mulut melalui
makanan dan minuman yang tercemar oleh salmonella (biasanya ˃10.000
basil kuman). Sebagian kuman dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika respon imunitas humoral mukosa
4
(igA) usus kurang baik, maka basil salmonella akan menembus sel- sel epitel
(sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembangbiak di
jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelenjar getah bening
mesenterika. (Titik, 2016).
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika
mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia)
melalui duktus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial
tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portal dari
usus. (Titik, 2016).
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat plasma, dan
sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa
(splenomegali). Di organ ini, kuman salmonella thhypi berkembang biak dan
masuk sirkulasi darah lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia ke dua yang
disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit
kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler dan gangguan mental koagulasi).
(Titik, 2016).
Perdarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar
plak peyeriyang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis
ini dapat berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan
perforasi. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan
dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik
kardiovaskuler, pernafasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu
pertama timbulnya penyakit, terjadi hiperplasia plak peyeri, di susul kembali,
terjadi nekrosis pada minggu ke dua dan ulserasi plak peyeripada mingu ke
tiga. selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan
ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut). Sedangkan penularan
salmonella thypi dapat di tularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan
5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat) dan melalui Feses. (Titik, 2016).
D. Manifestasi Klinis
5
Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi
dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada
anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu
minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan
kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit
infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual,
muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat. Pada minggu
kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten,
lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai
gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak kering,
dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih
kemerahan. Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat
dengan gambaran ‘anak tangga’. Menjelang akhir minggu pertama, pasien
menjadi bertambah toksik.
Gambaran klinik tifus abdominalis
1. Keluhan :
a. Nyeri kepala (frontal) 100%
b. Kurang enak di perut 50%
c. Nyeri tulang, persendian, dan otot 50%
d. Berak-berak 50%
e. Muntah 50%
2. Gejala :
a. Demam 100%
b. Nyeri tekan perut 75%
c. Bronkitis 75%
d. Toksik 60%
e. Letargik 60%
f. Lidah tifus (“kotor”) 40%
(Titik, 2016).
E. Pemeriksaan Penunjang
6
1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar
leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai
infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal
setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan
penanganan khusus.
3. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap
bakteri Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya
infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi
(aglutinin) yaitu:
a. Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh
bakteri
b. Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela
bakteri
c. Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai
bakter.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang
digunakan untuk diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya
semakin besar kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Soedarmo,
2015).
F. Komplikasi
Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati,
bronkopneumonia, hepatitis (Titik, 2016).
Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10%
penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2
penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan
7
darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama
stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh
organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis,
osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis
septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati.
(Titik, 2016).
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Klorampenikol
b. Tiampenikol
c. Kotrimoxazol
d. Amoxilin dan ampicillin (Soedormo, 2015).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
c. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
d. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
e. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
f. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari. (Potter & Perry, 2015).
8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS DEMAM TYPOID
A. Identitas Data
Nama : An. X
Usia : 3 Tahun
Pekerjaan Ayah : Wiraswasta
Pekerjaan Ibu : Wiraswasta
Alamat : Jl. X
Agama : Islam
Suku Bangsa : Dayak
Pendidikan Ayah : SMA
Pendidikan Ibu : SMA
B. Keluhan Utama
Badan demam
9
3. Postnatal : Berat badan lahir 3500 gram dengan panjang badan 52 cm.
Jenis kelamin Perempuan. Bayi lahir langsung menangis, gerakan aktif
kulit berwarna merah.
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
10
: Tinggal serumah
G. Riwayat Sosial
1. Yang Mengasuh: Ibu klien mengatakan anaknya diasuhnya sendiri tanpa
bantuan pengasuh.
2. Hubungan dengan anggota keluarga: Hubungan pasien dengan anggota
keluarga baik, pasien sangat diperhatikan oleh kedua orang tuanya.
3. Hubungan dengan teman sebaya: Anak bermain ditemani orang tuanya
saat dirawat di rumah sakit.
4. Pembawaan secara umum: Anak tidak terlalu rewel saat diberikan
injeksi.
5. Lingkungan rumah: Klien tinggal serumah dengan kedua orang tuanya.
11
I. Keadaan Kesehatan Saat Ini
1. Diagnosa Medis : Thypoid
2. Tindakan Operasi : Tidak ada tindakan operasi
3. Status Nutrisi: Nafsu makan menurun, MPASI yang diberikan selalu
tidak habis.
4. Status Cairan : Biasanya diberikan cairan Infus D5 atau RL
5. Obat-obatan: Biasanya diberikann; Paracetamol drop /6 jam.
6. Aktivitas: Saat sakit anak banyak berbaring dan digendong ibu klien.
7. Tindakan Keperawatan: Monitor vital sign, monitor status nutrisi,
monitor reaksi verbal dan ketidaknyamanan, kolaborasi pemberian obat,
cairan / makanan, anjurkan kompres hangat bila demam.
8. Hasil Laboratorium: Darah perifer lengkap, SGOP SGPT
9. Hasil Rontgen: Pemeriksaan Uji Widal
10. Data Tambahan: Tergantung kondisi penderita
J. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: Tampak lemah, Gcs : E4, V5, M6, kesadaran compos
mentis,
Tanda Vital: Temp : 39oC - 40oC, Pulse : 120x/m, Respirasi : 28x/m
Antropometri :
TB/BB lahir: 53 cm / 3600 gr
TB / BB sekarang: - / 24.5 Kg
Lingkar Kepala: - cm
Lingkar Perut: - cm
LLA: - cm
Pengkajian Persistem
1. Sistem Pernapasan
Inspeksi: Pergerakan dada kiri dan kanan terlihat simetris, tidak terdapat
retraksi otot bantu pernapasan.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada bagian dada.
12
Perkusi: Bunyi redup dilapang dada sebelah kiri
Auskultasi: Tidak ada suara nafas tambahan
2. Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi: Keadaan dada simetris
Palpasi: Pulse : 120x/m
Perkusi: Terdengar suara pekak
Auskultasi: Irama jantung teratur, suara S1 S2 tunggal (lup-dup)
3. Sistem Persarafan: Kesadaran composmentis.
Pemeriksaan saraf kranial:
a. N.I: Olfaktorius (daya penciuman) : Tidak diketahui atau tidak tidak
terkaji
b. N.II: Optikus (Tajam penglihatan) : Penglihatan klien baik
c. N.III: Okulomorius (gerakan kelopak mata ke atas, kontriksi pupil,
gerakan otot mata): Gerakan bola mata klien baik, refleks pupil klien
pada saat ada cahaya mengecil.
d. N.IV: Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam) : Klien
bisa mengerakkan mata klien ke bawah dan ke dalam, tidak ada
gangguan di bagian mata.
e. N.V: Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi,
refleks kornea dan refleks kedip) : Klien dapat memejamkan mata.
f. N.VI: Abducend (deviasi mata ke lateral) : Deviasi mata klien ke
lateral baik.
g. N.VII: Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah ) :
Klien dapat Senyum, mengerutkan dahi, mengangkat alis mata,
menutup kelopak mata. Menjulurkan lidah.
h. N.VIII: Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan) : test
Webber dan Rinne
i. N.IX: Glosofaringeus (sensasi rasa 1/3 posterior lidah) : Tidak
terkaji
j. N.X: Vagus (refleks muntah dan menelan) : Klien masih mampu
menelan air/atau tidak mampu
13
k. N.XI:Accesorius (gerakan otot trapezius dan
sternocleidomastoideus) : Kekuatan otot trapezius dan
sternocleidomastoideus klien baik
l. N.XII: Hipoglosus (gerakan lidah) : Gerakan lidah klien baik,
terbukti masih mampu menjulurkan lidah dan menggerakan dari sisi
ke sisi.
4. Sistem Pencernaan
Inspeksi: Abdomen terlihat simetris, tidak tampak asites pada perut klien,
tidak terdapat jaringan parut pada abdomen, ibu klien mengatakan tidak
ada tonjolan pada anus klien (hemoroid)
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan pada ulu hati (gaster)
Perkusi: Terdengar timpani (normal).
Auskultasi: Dengan menggunakan stetoskop terdengar suara bising usus
normal
5. Perkemihan
Palpasi: Buang air kecil menggunakan popok dan ibu kliena mengatakan
klien tidak ada mengalami masalah dengan BAK
6. Sistem Imunologi: Normal / tidak ada keluhan
7. Sistem Endokrin: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, rambut berwaran
hitam, tubuh tidak berkeringat, suhu tubuh 36,5oC.
8. Sistem Muskuloskeletal
Inspeksi: Range Of Motion (ROM) klien baik
Palpasi: normal / tidak ada masalah
9. Sistem Reproduksi: Klien berjenis kelamin laki-laki dengan organ
reproduksi lengkap.
14
2. Motorik halus: Tumbuh kembang anak sesuai dengan usianya, bermain
dengan anak seusianya
3. Kognitif dan bahasa: Normal untuk usia batita
4. Motorik kasar: Normal
L. Informasi Lain
Tidak ada riwayat penyakit lain, klien tidak mempunyai riwayat kejang
N. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. DS : Proses penyakit Hipertermi
Orangtua mengatakan anaknya
demam.
DO :
- TTV : Temp : 40oC, Pulse : 120x/m,
Respirasi : 28x/m
- Akral teraba panas
2. DO : Faktor biologis Perubahan
Orangtua mmegatakan anaknya tidak nutrisi kurang
mau makan dari
kebutuhan
DS : tubuh
- Ku terlihat lemah
- makanan yang disediakan tidak
dihabiskan
O. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
15
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis.
16
5. Tidak ada keluhan
17
Q. Implementasi Keperawatan
Diagnosa
No Implementasi Evaluasi
Keperawatan
1. Hipertermi 1. Memonitor suhu S:
berhubungan sesering mungkin - Ibu klien mengatakan anaknya
dengan proses Hasil : temp 40 oC demam sejak 2 hari yang lalu.
penyakit 2. Memonitor warna dan
suhu kulit O:
Hasil : kulit berwarna - TTV : Temp : 40oC, Pulse :
merah dan terasa 120x/m,
panas Respirasi : 28x/m
3. Memonitor tekanan - Akral teraba panas
darah, nadi dan RR A : Masalah belum teratasi
Hasil : Pulse : 120x/m, Indikator IR ER
Respirasi : 28x/m 1. Temperatur kulit 3 4
4. Memonitor penurunan sesuai yang
tingkat kesadaran diharapkan
Hasil : kesadaran 2. Temperatur tubuh 3 4
compos mentis sesuai yang
5. Memonitor intake dan diharapkan
output 3. Tidak ada sakit 4 5
Hasil : Infus Rl 18 kepala
tetes/menit 4. Tidak lekas marah 4 5
6. Memberikan 5. Tidak ada 4 5
antipiretik perubahan warna
Hasil : Paracetamol kulit 4 5
syrup 250 mg/6jam 6. Tidak ada
7. Memberikan cairan tremor/gemetar 4 5
intra vena 7. Tegaknya
Hasil : Infus Rl18 buluroma saat
tetes/menit kedinginan 3 4
8. Mengompres pasien 8. Berkeringat saat
pada lipat paha dan kepanasaan 4 5
aksila 9. Menggigil saat
Hasil : klien diberikan kedinginan 4 5
kompres hangat 10. Denyut nadi
sesuai yang
diharapkan 3 4
11. Hidrasi adekuat 3 4
12. Pernafasan sesuai
yang diharapkan 3 4
13. Melaporkan
kenyamanan suhu
tubuh
Keterangan :
18
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
P : Lanjutkan Intervensi
1. Monitor suhu sesering
mungkin
2. Monitor warna dan suhu kulit
3. Monitor tekanan darah, nadi
dan RR
4. Monitor penurunan tingkat
kesadaran
5. Berikan antipiretik
6. Berikan cairan intra vena
7. Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
19
3. Monitor mual dan muntah
4. Monitor kalori dan intake
nutrisi
R. Catatan Perkembangan
Diagnosa
No Waktu Catatan Perkembangan Paraf
Keperawatan
1. Hipertermi S:
berhubungan - Ibu klien mengatakan anaknya demam
dengan proses sejak 2 hari yang lalu.
penyakit
O:
- TTV : Temp : 40oC, Pulse : 120x/m,
Respirasi : 28x/m
- Akral teraba panas
A : Masalah belum teratasi
Indikator IR ER
1. Temperatur kulit sesuai 3 4
yang diharapkan
2. Temperatur tubuh sesuai 3 4
yang diharapkan
3. Tidak ada sakit kepala 4 5
4. Tidak lekas marah 4 5
5. Tidak ada perubahan 4 5
warna kulit
6. Tidak ada tremor/gemetar 4 5
7. Tegaknya buluroma saat 4 5
kedinginan
8. Berkeringat saat 3 4
kepanasaan
9. Menggigil saat kedinginan 4 5
10. Denyut nadi sesuai yang 4 5
diharapkan
3 4
11. Hidrasi adekuat
3 4
12. Pernafasan sesuai yang
diharapkan 3 4
13. Melaporkan kenyamanan
suhu tubuh
20
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
P : Lanjutkan Intervensi
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor warna dan suhu kulit
3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
4. Monitor penurunan tingkat
kesadaran
5. Berikan antipiretik
6. Berikan cairan intra vena
7. Kompres pasien pada lipat paha dan
aksila
2. Perubahan S:
nutrisi kurang - Ibu klien megatakan anaknya tidak mau
dari kebutuhan makan
tubuh O:
berhubungan - makanan yang disediakan tidak
dengan faktor dihabiskan
biologis A : Masalah belum teratasi
Indikator IR ER
1. Intake makanan dan cairan 3 4
2. Energi 3 4
3. Masa tubuh 3 4
4. Berat badan 3 4
5. Ukuran kebutuhan nutrisi 3 4
secara biokimia
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
P : Lanjutkan Intervensi
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor interaksi anak atau orang
tua selama makan
3. Monitor mual dan muntah
4. Monitor kalori dan intake nutrisi
21
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Diganosa keperawatan pada kasus demam typhoid yang muncul antara
lain :
a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis
2. Intervensi keperawatan pada kasus penumonia antara lain :
a. Inervensi dengan diagnosa keperawatan hipertermi berhubungan
dengan proses penyakit yaitu :
1) Monitor suhu sesering mungkin
2) Monitor IWL
3) Monitor warna dan suhu kulit
4) Monitor tekanan darah, nadi dan RR
5) Monitor penurunan tingkat kesadaran
6) Monitor WBC,Hb,Hct
7) Monitor intake dan output
8) Berikan antipiretik
9) Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
10) Selimuti pasien
11) Lakukan tapid sponge
12) Berikan cairan intra vena
13) Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
22
14) Tingkatkan sirkulasi udara
15) Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis
1) Monitor adanya penurunan berat badan
2) Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan
3) Monitor lingkungan selama makan
4) Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
5) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
6) Monitor turgor kulit monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
7) Monitor mual dan muntah
8) Monitor kada albumin, total protein. Ho dan kadar Ht
9) Monitor makanan kesukaan
10) Monitor pertumbuhan dan perkembangan
11) Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
12) Monitor kalori dan intake nutrisi
13) Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik apabila lidah dan
cavitas oral
3. Implementasi keperawatan pada kasus demam typhoid antara lain :
a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit :
1) Memonitor suhu sesering mungkin
2) Memonitor IWL
3) Memonitor warna dan suhu kulit
4) Memonitor tekanan darah, nadi dan RR
5) Memonitor penurunan tingkat kesadaran
6) Memonitor WBC,Hb,Hct
7) Memonitor intake dan output
8) Memberikan antipiretik
9) Memberikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
10) Menyelimuti pasien
23
11) Melakukan tapid sponge
12) Memberikan cairan intra vena
13) Mengompres pasien pada lipat paha dan aksila
14) Meningkatkan sirkulasi udara
15) Memberikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis
1) Memonitor adanya penurunan berat badan
2) Memonitor interaksi anak atau orang tua selama makan
3) Memonitor lingkungan selama makan
4) Menjadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
makan
5) Memonitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
6) Memonitor turgor kulit monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
7) Memonitor mual dan muntah
8) Memonitor kada albumin, total protein. Ho dan kadar Ht
9) Memonitor makanan kesukaan
10) Memonitor pertumbuhan dan perkembangan
11) Memonitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
12) Memonitor kalori dan intake nutrisi
13) Mencatat adanya edema, hiperemik, hipertonik apabila lidah dan
cavitas oral
B. Saran
1. Bagi Perawat
Diharapakan dapat dijadikan masukan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan demam typhoid serta meningkatkan
mutu dalam pemberi asuhan keperawatan.
2. Bagi Masyarakat
24
Dapat mencari informasi tentang demam typoid, penanganan
demam, dan pencegahan di layanan kesehatan sehingga hal tersebut
dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang demam
typoid.
25