Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Penyakit Berbasis Lingkungan
Dosen Pengampu : Hamdan Alwi Tahir, SKM., MKM
Disusun Oleh :
Nama : Icka Irma
NIM : CMR0180043
Kelas : Peminatan Kesling Semester 6
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
2021 REVIEW MATERI DEMAM TIFOID
A. Gambaran Kasus Demam Tifoid di Indonesia
Jumlah kasus demam tifoid di seluruh dunia diperkirakan terdapat 21 juta kasus dengan 128.000 sampai 161.000 kematian setiap tahun, kasus terbanyak terdapat di Asia Selatan dan Asia Tenggara (WHO, 2018). Demam tifoid merupakan 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat inap rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus tahun 2010 terdapat 41.801 kasus dengan CFR 0,67% dan tahun 2011 terdapat 55.098 kasus dengan CFR 2,06%. Sedangkan, Berdasarkan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) Kemenkes bagian Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2PL), kasus demam tifoid di Jawa Tengah selama 3 tahun berturut-turut menempati urutan ke-3. Pada tahun 2014 terdapat 17.606 kasus, pada tahun 2015 terdapat 13.397 kasus, sedangkan pada tahun 2016 terdapat sebanyak 244.071 kasus mengalahkan pneumonia, leptospirosis, flu singapura dan penyakit lainnya. Distribusi suspek demam tifoid menurut tempat, Kota Semarang menempati sepuluh besar pada 4 tahun terakhir secara berturut-turut dan tahun 2016 menempati urutan ke-9 dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Demam tifoid menduduki peringkat 3 dari 10 besar penyakit di rumah sakit dengan jumlah 5798 kasus, sedangkan pada tahun 2013 menduduki peringkat 1 dari 10 besar penyakit di rumah sakit dengan jumlah 9357 kasus, dan pada tahun 2014 tetap menduduki peringkat 1 dari 10 besar penyakit di rumah sakit dengan jumlah 9721 kasus, selanjutnya pada tahun 2015 demam tifoid tetap menduduki peringkat 1 dari 10 besar penyakit dengan jumlah 9748 kasus. Untuk jumlah kasus demam tifoid di wilayah kerja Puskesmas Tlogosari Kulon pada tahun 2014 terdapat 211 kasus demam tifoid dan pada tahun 2015 menduduki peringkat 4 kejadian demam tifoid di Kota Semarang dengan jumlah 570 kasus, pada tahun 2016 Puskesmas Tlogosari Kulon menempati peringkat 1. kejadian demam tifoid di Kota Semarang dengan jumlah 829 kasus dengan rincian 79 kasus pada anak usia 1-4 tahun, 290 kasus pada usia 5-14 tahun, 318 kasus pada usia 15-44 tahun, dan 142 kasus pada usia ≥ 45 tahun. Berdasarkan data tersebut jumlah kasus penderita demam tifoid terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Tlogosari Kulon yaitu pada pada usia 15-44 tahun. Jumlah kasus demam tifoid pada usia 15-44 tahun meningkat dari tahun 2015 terdapat 176 kasus meningkat pada tahun 2016 menjadi 318 kasus (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2017). B. Definisi Demam Tifoid Demam tifoid adalah demam yang disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif yaitu salmonella typhi ataupun salmonella paratyphi. Bakteri Salmonella Typhi berbentuk batang, Gram negatif, tidak berspora, motil, berflagel, berkapsul, tumbuh dengan baik pada suhu optimal 370C, bersifat fakultatif anaerob dan hidup subur pada media yang mengandung empedu. Demam tifoid memiliki 4 fase yang akan dialami oleh penderita yaitu : 1) Fase prodormal, pada fase ini belum ada tanda-tanda gejala penyakit, terjadi pada minggu-minggu pertama (dari mulai penderita terinfeksi kuman) sampai dengan awal minggu kedua. Pada fase ini terjadi bakterimia primer (pertama). 2) Fase klinis (minggu 2), pada fase ini, terlihat gejala-gejala klinis dari penyakit demam tifoid tetapi pada fase ini bakterimia mulai menurun. Gejalaklinis yang mulai tampak diantaranya adalah pusing, panas dapat mencapai 40oC, denyut nadi lemah, malaise, anoreksia, perut terasa tidak enak, diare dan sembelit yang berganti-ganti. 3) Fase Komplikasi (minggu 3), fase komplikasi ini adalah fase paling berbahaya karena pada fase ini terjadi komplikasi lain yang mungkin lebih membahayakan dari penyakit tifoid itu sendiri. Sering pula terjadi dimana penyakit demam tifoid nya sendiri telah sembuh , tetapi timbul penyakit yang baru lagi yang merupakan komplikasi dari penyakit demam tifoid. Komplikasi yang sering ditimbulkan antara lain peradangan usus (usus menjadi berlubang) sehingga terjadi peritonitis. Komplikasi serius yang sering terjadi adalah perdarahan dan perforasi usus halus termasuk juga sepsis, meningitis, pneumonia, dan dapat pula terjadi miokarditis. Selain itu komplikasi lain yang dapat terjadi andalah terjadinya septisemi karena adanya endotoksin yang dihasilkan oleh S.typhi. Pada sepsis sering terjadi seperti syok, septik dan kematian pada penderita. Endotoksin dari S.typhi dapat menimbulkan gangguan sirkulasi perifer dan gangguan pada multi organ. 4) Fase penyembuhan (minggu 4), fase ini adalah fase akhir dari demam tifoid, merupakan perjalanan menuju sembuh. Pada fase ini penderita akan menuju sembuh jika diberi pengobatan dan tanpa terjadi komplikasi serta telah dapat diatasi (Rofiqi, 2009). C. Patogenesis Demam Tifoid Penularan Salmonella Typhi sebagian besar jalur fekal oral, yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama dengan feses.Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada pada keadaan bakterimia kepada bayinya. D. Gejala Klinis Demam Tifoid 1) Demam yang biasanya bersifat intermitten, terutama pada sore atau malam hari 2) Nyeri kepala (frontal), mialgia, insomnia 3) Gangguan saluran pencernaan seperti lidah berwarna putih (croated toague), nyeri perut, diare, perut kembung, konstipasi. E. Pemeriksaan Fisik Demam Tifoid Vital fign : - Temperatur naik >37,5oC - Bradikardia relatif dan dicrotic pulse (denyut ganda, dimana denyut kedua lebih lemah dari denyut pertama) - Tekanan darah menurun - Sensorium (terjadi penurunan kesadaran) Pada bagian kepala dan leher : lidah tampak kotor yang khas ditengah dan tepi, sedang ujungnya merah dan tremor Pada bagian thorax : rose spot (makula berwarna kemerahan dan diameternya berkisar 2-4mm) Pada abdomen dapat ditemukan hepato splanomegali, dan nyeri tekan perut. F. Pemeriksaan Penunjang Demam Tifoid Pemeriksaan penunjang tifoid untuk menegakkan diagnosis dapat dinilai melalui pemeriksaan darah lengkap (complete blood count), widal, serologi, maupun kultur darah. 1. Pemeriksaan Darah Lengkap Pada pemeriksaan darah lengkap (complete blood count) akan didapatkan leukopenia dan neutropenia. Pada anak-anak umumnya terjadi leukositosis yang dapat mencapai 20.000-25.000/mm3. Selain itu, laju endap darah juga akan meningkat. Bila terdapat trombositopenia, kemungkinan terdapat komplikasi penyakit tifoid yang mengarah kepada disseminated intravascular coagulation (DIC). 2. Tes Widal Tes widal sudah tidak lagi diakui dunia internasional sebagai serodiagnosis demam tifoid, karena tes ini rendah sensitifitas dan spesifisitasnya. Meski begitu, masih banyak petugas medis dan laboratorium di Indonesia yang menggunakan tes Widal ini, karena mungkin hanya tes ini yang tersedia, dan harganya yang lebih terjangkau. Namun intrepetasi yang benar perlu dilakukan untuk menilai hasil tes ini karena di daerah di mana tifoid merupakan endemik dapat dijumpai aglutinin pada orang-orang sehat. Tes Widal mengukur aglutinasi antibodi terhadap antigen H dan O dari Salmonella typhi. Aglutinin titer H dianggap kurang sensitif, dan titer O dianggap lebih spesifik. Sebuah studi di Vietnam menemukan bahwa titer aglutinin H ≥ 100 dan aglutinin O ≥ 200 sudah dapat mendiagnosis tifoid 74% benar, bila dibandingkan dengan baku emas biakan darah yang positif infeksi tifoid. Di Indonesia, kebanyakan daerah memakai batas titer aglutinin O ≥ 1/320 sebagai batasan yang dianggap menyokong kuat diagnosis tifoid. Perubahan aglutinin titer O dan H sedikitnya empat kali terhadap baseline titer dengan interval lebih dari dua minggu juga dianggap menyokong diagnosis tifoid. Beberapa faktor dapat memengaruhi hasil tes Widal, antara lain status gizi, antibiotika, obat-obatan imunosupresif, antibiotika, daerah endemik, vaksinasi tifoid, cross-reaction waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit, dan metode tes. Hasil tes widal positif belum tentu menunjukkan adanya infeksi tifoid dengan menimbang faktor-faktor perancu yang ada, sedangkan hasil tes negatif belum tentu tidak terjangkiti penyakit ini karena antibodi baru akan mulai terbentuk setelah satu minggu sakit. 3. Biakan darah Biakan darah merupakan standar diagnosis tifoid yang telah lama diterapkan dalam upaya memastikan adanya bakteri Salmonella typhi dalam darah. Sampel darah diambil pada waktu pasien mengalami demam, sesegera mungkin sebelum pemberian antibiotika. Dengan teknik dan perlakuan yang benar dalam pemeriksaan biakan darah ini, sensitivitasnya dapat mencapai sekitar 73%-97%. 4. Kultur dari pemeriksaan lainnya Selain biakan darah, sampel pemeriksaan kultur dapat diambil dari berbagai organ, cairan, dan jaringan tubuh. G. Tata Laksana Pengobatan Demam Tifoid Tirah baring Diet tinggi kalori tinggi protein namun rendah serat. Terapi simtomatik, jika pasien demam diberikan antipiretik seperti paracetamol atau infus bila demamnya terlalu tinggi. Jika pasien mengalami muntah diberikan antiemetik seperti domperidone bila muntahnya tidak terlalu berat. Terapi kausal menggunakan antibiotik Vitamin H. Pencegahan dan Pemulihan Demam Tifoid Pastikan untuk mengikuti langkah-langkah ini supaya tubuh segera pulih dan mencegah risiko tifus kambuh: Istirahat yang cukup Makan teratur dengan porsi sedikit, tapi dalam frekuensi yang cukup sering Perbanyak minum air putih Rajin mencuci tangan dengan sabun untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi I. Contoh Studi Kasus Demam Tifoid 1. Berdasarkan penelitian Mustofa, dkk (2018) studi kasus hubungan faktor determinan dengan kejadian demam tifoid pada pasien rawat inap rumah sakit pertamina bintang amin tahun 2018, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia, jenis kelamin, pendidikan, dan riwayat demam tifoid sebelumnya dengan kejadian demam tifoid di Rumah sakit pertamina bintang amin tahun 2018. 2. Berdasarkan penelitian Afifah, (2019) studi kasus Kejadian Demam Tifoid pada Usia 15-44 Tahun didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara cuci tangan sebelum makan, kebiasaan makan, tempat makan dengan kejadian demam tifoid pada usia 15-44 tahun.