Disusun Oleh :
DHIAN PUTRI SURIYA PERMATA
G3A021100
PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menurut Word Health Organization (2016), kesehatan merupakan
fenomena kompleks sebagai suatu keadaan kesejahteraan fisik, mental dan
sosial dan bukan semata-mata terbebas dari penyakit. (Oktiawati, Khodijah,
Setyaningrum&Dewi, 2017) menjelaskan bahwa anak merupakan individu
yang tergantung pada lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya, salah
satunya adalah lingkungan keluarga. Keluarga dalam perawatan anak
mempunyai peranan penting untuk membantu dalam melewati fase-fase
pertumbuhan dan perkembangan.
Menurut data dari World Health Organization (WHO) memperkirakan
jumlah kasus demam thypoid di dunia mencapai 16-33 juta kasus dengan
500-600 ribu kematian yang terjadi setiap tahunnya dan 70% dari kematian
tersebut terjadi di Asia Tenggara (Wardiyah, 2016). Di Indonesia akibat
Demam Thypoid terdapat 800 penderita per 100.000 penduduk setiap
tahunnya. Kasus demam thypoid di Indonesia lebih tinggi dibandingkan
dengan negara- negara berkembang lain khususnya di daerah tropis yaitu
sekitar 80-90%, 600.000-1,3 juta kasus dengan lebih dari 20 ribu kematian
setiap tahunnya (Setyowati, 2017). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia
(2016) mengungkapkan bahwa kasus demam thypoid menempati urutan ke 3
dari 10 penyakit terbanyak yang ada di rumah sakit yakni sebesar 41.081
kasus dan sebanyak 276 kasus meninggal dunia (Indrayanti, 2017).
Anak sangat rentan terserang penyakit yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangannya, karena perkembangan otak anak belum
optimal terhadap pertahanan diri, salah satu penyakit yang sering diderita
anak yaitu kejang demam dan demam typoid (Saputra,
Wulandini&Frilianova, 2018).
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang mengenai
sistem retikulo-endotelial, kelenjar limfe saluran cerna, dan kandung empedu.
Disebabkan terutama oleh Salmonella enterica serovar typhi (S.typhi) dan
menular melalui jalur fekal-oral. Demam tifoid disebabkan oleh infeksi
bakteri Salmonella enterica, terutama serotype Salmonella Typhi.
Manifestasi klinis demam tifoid pada anak tidak khas dan sangat
bervariasi, tetapi biasanya didapatkan trias tifoid, yaitu demam lebih dari
5 hari, gangguan pada saluran cerna dan dapat disertai atau tanpa adanya
gangguan kesadaran, serta bradikardia relatif. Umumnya perjalanan penyakit
ini berlangsung dalam jangka waktu pendek dan jarang menetap lebih dari 2
minggu [ CITATION Wah19 \l 1057 ]
Hipertermi adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh lebih tinggi dari
biasanya, dan merupakan gejala dari suatu penyakit. Suhu tubuh dikatakan
normal apabila suhu 36,6oC-37,5 oC, apabila suhu tubuh lebih dari 37,5 oC
maka bisa dikatakan tidak normal. Demam terjadi karena respon normal tubuh
terhadap adanya infeksi. Infeksi yang terjadi karena adanya mikroorganisme
yang masuk kedalam tubuh yaitu dapat berupa virus, jamur, parasit dan
bakteri. Demam juga dapat disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan,
dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan gangguan
sistem imun. [ CITATION Eki21 \l 1057 ]
Kompres bawang merah merupakan salah satu terapi yang dapat
menurunkan suhu tubuh yang dilakukan menggunakan metode inovasi yaitu
salah satunya dengan kombinasi bawang merah yang mengandung
senyawa sulfur organic yaitu Allylcysteine Sulfoxide (Alliin). Potongan atau
irisan bawang merah akan melepaskan enzim allinase yang berfungsi
menghancurkan pembentukan pembekuan darah sehingga membuat
peredaran darah menjadi lancar dan panas dari dalam tubuh dapat lebih
mudah disalurkan kepembuluh darah tepi dan demam yang terjadi akan
menurun. Penggunaan kompres bawang ini juga mudah dilakukan dan dapat
dilakukan sendiri di rumah serta tidak memerlukan biaya yang cukup
banyak (Cahyaningrum & Putri, 2017).
Hasil penelitian yang dilakukan [ CITATION Nur19 \l 1057 ]Hasil
menunjukkan bahwa pada kelompok kompres bawang merah rata-rata suhu
tubuh sebelum kompres bawang merah 37,8dan setelah kompres bawang
merah 37,4.
Penelitian lain yang dilakukan [ CITATION Cah17 \l 1057 ] menunjukkan
rerata selisih suhu tubuh anak sebelum dan setelah kompres bawang merah
yaitu 0.742oC, selisih suhu terendah 0.3oC, dan selisih suhu tertinggi 1.8oC.
Responden mengalami penurunan suhu tubuh setelah dilakukan kompres
bawang merah.
Berdasarkan latar belakang dapat dilihat bahwa adanya pengaruh kompres
bawang merah untuk menurunkan suhu tubuh anak dengan demam typoid.
Selain mudah untuk dilakukan, kompres bawang merah juga memiliki banyak
manfaat lain yang berguna untuk kesehatan anak. Oleh karena itu, penulis
tertarik melakukan penerapan kompres bawang merah terhadap penurunan
suhu tubuh pada anak dengan demam thypoid”.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran aplikasi jurnal “Pengaruh Pemberian Kompres
Bawang Merah Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada An. V Dengan
Diagnosa Demam Typoid Di Ruang Amarilis Rsud Gondo Suwarno”.
2. Tujuan khusus
a. Mendeskripsikan konsep demam thypoid.
b. Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan demam
thypoid.
c. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan demam thypoid.
d. Mampu menerapkan evidence based nursing pemberian kompres
bawang merah terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien demam
thypoid.
e. Melakukan evaluasi hasil aplikasi evidence based nursing program
pemberian pemberian kompres bawang merah terhadap penurunan
suhu tubuh pada pasien demam thypoid.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang
mengenai sistem retikulo-endotelial, kelenjar limfe saluran cerna, dan
kandung empedu. Disebabkan terutama oleh Salmonella enterica serovar
typhi (S.typhi) dan menular melalui jalur fekal-oral. Demam tifoid
disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella enterica, terutama serotype
Salmonella Typhi. Manifestasi klinis demam tifoid pada anak tidak
khas dan sangat bervariasi, tetapi biasanya didapatkan trias tifoid, yaitu
demam lebih dari 5 hari, gangguan pada saluran cerna dan dapat disertai
atau tanpa adanya gangguan kesadaran, serta bradikardia relatif.
Umumnya perjalanan penyakit ini berlangsung dalam jangka waktu
pendek dan jarang menetap lebih dari 2 minggu [ CITATION Wah19 \l 1057 ].
2. Klasifikasi
Menurut WHO (2003), ada 3 macam klasifikasi demam tifoid
dengan perbedaan gejala klinis:
1. Demam tifoid akut non komplikasi
Demam tifoid akut dikarakterisasi dengan adanya
demamberkepanjangan abnormalis fungsi bowel (konstipasi pada
pasien dewasa, dan diare pada anak-anak), sakit kepala, malaise,
dan anoksia. Bentuk bronchitis biasa terjadi pada fase awal
penyakit selama periode demam, sampai 25% penyakit
menunjukkan adanya resespot pada dada, abdomen dan punggung.
2. Demam tifoid dengan komplikasi
Pada demam tifoid akut keadaan mungkin dapat berkembang
menjadi komplikasi parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan
keadaan kliniknya, hingga 10% pasien dapat mengalami
komplikasi, mulai dari melena, perforasi, susu dan peningkatan
ketidaknyamanan abdomen.
3. Keadaan karier
Keadaan karier tifoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur
pasien. Karier tifoid bersifat kronis dalam hal sekresi Salmenella typhi
di feses
3. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau
Salmonella Parathypi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk
batang, gram negatif tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan
mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat
hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es,
sampah dan debu. [ CITATION Wah19 \l 1057 ]
Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 60 derajat
celcius) selama 15 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.
Genus Salmonella terdiri dari dua species, yaitu Salmonella enterica
dan Salmonella bongori (disebut juga subspecies V). Salmonella enterica
dibagi ke dalam enam jenis subspecies yang dibedakan berdasarkan
komposisi karbohidrat, flagell, dan/serta struktur lipopolisakarida.
Subspecies dari Salmonella enterica antara lain subsp. Enterica, subsp.
Salamae, subsp. Arizonae, subsp. Diarizonae, subsp. Houtenae, subsp.
Indica [ CITATION Wah19 \l 1057 ].
4. Manifestasi klinik
Demam tifoid disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella enterica,
terutama serotype Salmonella Typhi. Manifestasi klinis demam tifoid
pada anak tidak khas dan sangat bervariasi, tetapi biasanya didapatkan
trias tifoid, yaitu demam lebih dari 5 hari, gangguan pada saluran cerna
dan dapat disertai atau tanpa adanya gangguan kesadaran, serta bradikardia
relatif .[8]. Umumnya perjalanan penyakit ini berlangsung dalam jangka
waktu pendek dan jarang menetap lebih dari 2 minggu. [9] Manifestasi
klinis dari demam tifoid bervariasi dari gejala ringan seperti demam,
malaise, batuk kering serta rasa tidak nyaman ringan di perut.
Faktor tersebut antara lain durasi penyakit sebelum dimulainya terapi yang
tepat, pemilihan antimikroba, usia, paparan atau riwayat vaksinasi,
virulensi strain bakteri, jumlah inokulum tertelan, faktor host (misalnya
jenis HLA, AIDS atau imunosupresi lainnya) dan apakah individu
mengkonsumsi obat lain seperti H2 blocker atau antasida untuk
mengurangi asam lambung [ CITATION Wah19 \l 1057 ].
5. Patofisiologi
Kuman masuk melalui makanan atau minuman, setelah melewati
lambung kuman mencapai usus halus (ileum) dan setelah menembus
dinding usus sehingga mencapai folikel limfoid usus halus (plaque
Peyeri) yang mengalami hipertrofi. Kuman ikut aliran mesenterial ke
dalam sirkulasi darah (bakteremia primer) mencapai jaringan (hepar,
lien, sumsum tulang untuk bermultiplikasi). Setelah mengalami
bakteriemi sekunder, kuman mencapai sirkulasi darah untuk menyerang
organ lain (intra dan ekstra intestinal) (Juwono, 2004).
6. Pathways
Salmonella typhi Salmonella paratyphi
Seluruh tubuh
Defisit nutrisi
Mengeluarkan
endotoksin
8. Komplikasi
Menurut [ CITATION Has20 \l 1057 ] , Komplikasi demam tifoid dapat
dibagi atas dua bagian, yaitu:
a. Komplikasi Intestinal
1) Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan
minor yang tidak membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat
dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Secara klinis
perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan
sebanyak 5 ml/kgBB/jam.
2) Perforasi Usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya
timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada
minggu pertama. Penderita demam tifoid dengan perforasi
mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan
bawah yang kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi
lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan
sampai syok.
b. Komplikasi Ekstraintestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (syok,
sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
2) Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi
intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru: pneumoni, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
5) Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
6) Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan
artritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis,
polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.
9. Penatalaksanaan
Tatalaksana demam tifoid pada anak dibagi/dikelompokkan atas dua
bagian besar, yaitu tatalaksana umum dan bersifat suportif dan
tatalaksana khusus berupa pemberian antibiotik dengan tujuan sebagai
pengobatan kausa. Tatalaksana demam tifoid juga bukan hanya tatalaksana
yang ditujukan kepada penderita penyakit tersebut, namun juga ditujukan
kepada penderita karier Salmonella typhi. Pencegahan pada anak dapat
dilakukan dengan pemberian imunisasi tifoid dan profilaksis bagi
traveller dari daerah non endemik ke daerah yang endemik demam
tifoid. Untuk perawatan pasien demam tifoid dapat dilakukan di rumah
(rawat jalan), dan di rumah sakit. Perawatan di rumah dapat
dilakukan apabila keadaan umum dan kesadaran pasien lumayan baik,
serta gejala dan tanda klinis tidak menunjukkan infeksi tifoid berlanjut.
Perawatan di rumah sakit dilakukan pada keadaan tertentu yaitu dapat
dilakukan di bangsal umum maupun ICU, tergantung pada keadaan klinis
pasien. Pada pasien anak dengan demam tifoid dengan komplikasi
sepsis dapat ditatalaksana dengan cara mencari dan memberantas
kuman penyebab infeksi dengan memberi antibiotik adekuat
menghilangkan fokal infeksi dan melakukan tindakan bedah, yaitu
pada kasus perforasi usus pada demam tifoid. Perforasi usus pada
demam tifoid terjadi bila proses patologik jaringan limfoid usus
menembus lapisan muskularis, dan lapisan mukosa [ CITATION Wah19 \l
1057 ]
B. Konsep Asuhan Keperawatan Sesuai Teori
1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada anak dengan gangguan
hiperbilirubin adalah dilakukan sebagai berikut :
a. Pemeriksaan umum
b. Aktivitas/istirahat : letargi, malas
c. Sirkulasi : mungkin pucat, menandakan anemia
d. Eliminasi : Bising usus hipoaktif, vasase meconium mungkin lambat,
feces mungkin lunak atau coklat kehijauan selama pengeluaran
billirubin. Urine berwarna gelap.
e. Makanan cairan : Riwayat pelambatan (makanan oral buruk).
f. Palpasi abdomen : dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar.
g. Neurosensori
h. Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan
i. Tanyakan berapa lama jaundice muncul dan sejak kapan
j. apakah bayi ada demam?Bagaimana kebutuhan pola minum?
k. Tanyakan tentang riwayat keluarga?
l. Apakah anak sudah mendapat imunisasi hepatitis B?
2. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermia b.d proses penyakit (D.0130)
b. Defisit nutrisi b.d faktor psikologis (D.0019)
3. Perencanaan
DIAGNOSA INTERVENSI (SIKI)
LUARAN (SLKI)
KEPERAWATAN
Hipertermia b.d setelah dilakukan Manajemen
proses penyakit tindakan hipertermia
(D.0130) keperawatan selama Observasi
3x7 jam diharapkan 1. Identifikasi
termoregulasi penyebab
membaik dengan hipertermia
kriteria hasil:
2. Monitor suhu tubuh
a. Suhu klien
3. Monitor kadar
kembali normal
elektrolit
(36 – 37 ⁰ C)
4. Monitor haluaran
b. Badan tidak urine
teraba panas 5. Monitor
komplikasi akibat
hipertermia
Terapeutik
1. Sediakan
lingkungan yang
dingin
2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap
hari atau lebih
sering jika
mengalami
hiperhidrosis
6. Lakukan
pendinginan
eksternal
7. Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin
8. Berikan oksigen,
jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena
Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
faktor psikologis tindakan Observasi
(D.0019) keperawatan selama 1. Identifikasi status
3x7 jam masalah nutrisi
status nutrisi
2. Identifikasi alergi
membaik dengan
dan intoleransi
kriteria hasil :
makanan
a. Nyeri abdomen
3. Identifikasi
menurun
makanan yang
b. Berat badan disukai
membaik identifikasi
c. Nafsu makan kebutuhan kalori
membaik . dan jenis nutrien
4. Identifikasi
perlunya
penggunaan
selang
nasogastrik
5. Monitor asupan
makanan
6. Monitor berat
badan
7. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral
hygiene sebelum
makan
2. Fasilitasi
menentukan
pedoman diet
3. Sajikan makanan
secara menarik
dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan
7. Hentikan
pemberian makan
melalui selang
masogatrik
Edukasi
1. Anjurkan posisi
duduk
2. Anjarkan diet
yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
medikasi sebelum
makan
2. Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrien yang
dibutuhkan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN :
A. Pengkajian
1. IDENTITAS
a. Nama anak : An. V
b. Tanggal lahir/ usia : 14 Februari 2014 (7 tahun)
c. Jenis kelamin : laki-laki
d. Nama orang tua/wali : Ny. S
e. Alamat : Langensari Timur RT 1/1 Ung.Bar
f. Pekerjaan : IRT
g. Agama : Islam
h. Kewarganegaraan : Indonesia
i. Tanggal pengkajian : 2 November 2021
j. Tanggal masuk RS : 1 November 2021
k. Pemberi informasi (genogram) :
6. PENGUKURAN ANTROPOMETRI
a. Berat badan : 23 kg
b. Tinggi/ panjang badan : 102 cm
c. Lingkar kepala : 51 cm
d. Lingkar dada : 57 cm
e. Lingkar lengan atas :-
f. Ketebalan lipat kulit triseps :-
Interpretasi dtatus gizi
WAZ :-
HAZ :-
WHZ :-
Kesimpulan :-
7. VITAL SIGN
Diukur pada tanggal 4 November 2021
a. Suhu : 38,8oC
b. Frekuensi jantung : 80 x/menit
c. Frekuensi pernafasan : 20 x/menit
d. Tekanan darah :-
8. PENGKAJIAN PERKEMBANGAN : -
d. Kebutuhan eliminasi
Pola Buang Air Kecil (BAK) Sehat Sakit
Frekuensi 1x sehari 1 x sehari
Warna Kuning Kuning
Volume - -
Keluhan saat BAK Tidak ada Tidak ada
Istilah yang digunakan anak - -
untuk BAK
12. DIIT :-
C. Intervensi
D. Implementasi
E. Evaluasi
BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET
Demam menurun
BAB V
PEMBAHASANAPLIKASI EVIDENCE BASED NURSING
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tindakan kompres bawang merah sangat efektif dalam menurunkan suhu
tubuh pada anak . Hasil aplikasi EBN kompres bawang merah adalah terjadi
penurunan suhu tubuh pada pasien An. V, terapi ini diberikan selama 30
menit. Hasil pemeriksaan suhu tubuh sebelum dilakukan kompres hangat
38.8oC, dan setelah dilakukan kompres hangat menjadi 38.5oC. Kelebihan
dari kompres bawang merah ini adalah tidak memerlukan biaya yang mahal
dan dapat dilakukan oleh siapa saja.
B. Saran
Diharapkan hasil penelitian ini menjadi bahan masukan bagi perawat
untuk dijadikan sebagai penatalaksanaan keperawatan dalam menangani anak
demam.
DAFTAR PUSTAKA
Pratiwi, G., Ambarwati, R., Wahyuningsih, & Marni. (2021). Efektivitas Kompres
Bawang Merah Terhadap Penurunan Suhu tubuh Pada Anak Di Wilayah
Selogiri. Jurnal Keperawatan GSH.
Rahmat, W., Akune, K., & Sabir, M. (2019). Demam Tifoid dengan Komplikasi
Sepsis : Pengertian, Epidemiologi, Patogenesis, dan Sebuah Laporan
Khusus. Jurnal Medical Profession.
Saputra. R,. Wulandini. P,. Frilianova. D, 2019. Tingkat Pengetahuan Kejang
Demam Pada Anak Usia 6 Bulan Sampai 5 Tahun Di Puskesmas Kmapar
Timur 2018
Setyowati, (2017). Jurnal Pengaruh Kompres Bawang Merah Terhadap Penurunan
Suhu Tubuh.
Tusilawati, Berliana. (2010). 15 Herbal Paling Ampuh. Yogyakarta: Aulia
Publishing
Wardiyah, (2016). Jurnal Keperawatan
WHO, 2003, Background Document : The Diagnosis,Treatment and Prevention
of Typhoid Fever. World Health Organization, 9-24.