Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Demam Typoid

1. Pengertian

Demam typoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran

pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada

pencernaan. Tipe demam thypoid pada anak, akan terjadi demam naik turun.

Demam tinggi biasanya terjadi pada sore dan malam hari kemudian turun pada

pagi hari (Ringo et al., 2022).

Demam tifoid dikenal juga dengan sebutan typhus abdominalis, typhoid

fever, atau enteric fever yang biasa disebut tifus merupakan penyakit menyerang

bagian saluran pencernaan dan merupakan penyakit yang mudah menular dan

dapat menyerang banyak orang (Idrus, 2020).

Penyakit sistemik yang bersifat akut atau dapat disebut demam tifoid,

mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang bervariasi dari ringan berupa

demam, lemas serta batuk yang ringan sampai dengan gejala berat seperti

gangguan gastrointestinal sampai dengan gejala komplikasi (Sucipta, 2015).

Berdasarkan tiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa demam

typoid merupakan penyakit yang mengenai saluran pencernaan dengan gejala

demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan juga

merupakan penyakit yang mudah menular.

2. Etiologi

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang

disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal


dengan Salmonella typhi (S. typhi). Transmisi Salmonella typhi kedalam tubuh

manusia dapat melalui hal –hal berikut (Idrus, 2020).

a. Transmisi oral, melalui makanan yang terkontaminasi kuman salmonella typhi.

b. Transmisi dari tangan ke mulut, dimana tangan yang tidak higienis yang

mempunyai salmonella typhi langsung bersentuhan dengan makanan yang di

makan.

c. Transmisi kotoran, dimana kotoran individu yang mempunyai basil salmonella

typhi ke sungai atau sumber air yang digunakan sebagai air minum yang

kemudian langsung di minum tanpa di masak.

3. Patofisiologi

Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang melalui

beberapa tahapan. Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat

bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus

pada ileum terminalis. Bakteri melekat pada mikrovili di usus, kemudian melalui

barier usus yang melibatkan mekanisme membrane ruffling, actin rearrangement,

dan internalisasi dalam vakuola intraseluler. Kemudian Salmonella typhi

menyebar ke sistem limfoid mesenterika dan masuk kedalam pembuluh darah

melalui sistem limfatik. Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya

tidak didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang

negatif. Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari (Idrus, 2020).

Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan

berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa,

dan sumsum tulang. Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag.

Setelah periode replikasi, kuman akan disebarkan kembali kedalam sistem

9
peredaran darah dan menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus menandai

berakhirnya periode inkubasi. Bakteremia sekunder menimbulkan gejala klinis

seperti demam, sakit kepala, dan nyeri abdomen. Bakteremia dapat menetap

selama beberapa minggu bila tidak diobati dengan antibiotik. Pada tahapan ini,

bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s

patches di mukosa ileum terminal. Ulserasi pada Peyer’s patches dapat terjadi

melalui proses inflamasi yang mengakibatkan nekrosis dan iskemia. Komplikasi

perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul ulserasi. Kekambuhan dapat terjadi

bila kuman masih menetap dalam organ-organ sistem retikuloendotelial dan

berkesempatan untuk berproliferasi kembali. Menetapnya salmonella dalam tubuh

manusia diistilahkan sebagai pembawa kuman atau carrier (Ringo et al., 2022).

4. Tanda dan Gejala

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika

dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari, yang

tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama

sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin

ditemukan gejala prodormal, yaitu tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing

dan tidak bersemangat (Putri et al., 2021).

Demam berlangsung 3 minggu. Minggu pertama: demam ritmen, biasanya

menurun pagi hari, dan meningkat pada sore dan malam hari. Pada minggu

pertama ini pada anak akan disertai gejala mual, muntah nyeri perut dan nafsu

makan menurun. Selain itu lidah anak tampak kotor (terdapat kotoran warna

putih). Minggu kedua: demam terus dan pada minggu ketiga: demam mulai turun

secara berangsur-angsur, gangguan pada saluran pencernaan, lidah kotor yaitu

10
ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai

tremor, hati dan limpa membesar, nyeri pada perabaan, gangguan pada kesadaran,

kesadaran yaitu apatis-somnolen (Idrus, 2020).

5. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada demam tifoid adalah perdarahan usus

dan perforasi. Perdarahan usus dan perforasi merupakan komplikasi serius dan

perlu diwaspadai. Sekitar 5 persen penderita demam tifoid mengalami komplikasi

ini. Komplikasi lain yang lebih jarang antara lain pembengkakan dan peradangan

pada otot jantung (miokarditis), pneumonia, peradangan pankreas (pankreatitis),

infeksi ginjal atau kandung kemih, infeksi dan pembengkakan selaput otak

(meningitis), serta timbulnya masalah psikiatri seperti mengigau, halusinasi, dan

paranoid psikosis (Nurkhasanah et al., 2019).

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Darah Tepi

Pada penderita Thypoid Fever bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit

normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan

hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan

aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut (Sucipta, 2015).

b. Uji Widal

Prinsip uji widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam

serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap

antigen somatic (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama

sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan

aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. Teknik aglutinasi ini dapat

11
dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung (tube test).

Hasil uji widal pada pasien thypoid fever adalah positif baik pada antigen O, H,

paratypi A dan B. Pada anak yang mengalami demam thypoid akan mengalami

peningkatan pemeriksaan widal dari 1/80 – 1/320 (Sucipta, 2015).

7. Penatalaksanaan demam typoid

Penatalaksanaan deman typoid sampai saat ini di bagi menjadi dua bagian

yaitu (Idrus, 2020):

a. Penatalaksanaan medis

Pengobatan kasus demam typoid secara medis terkait dengan pemberian obat-

obatan seperti pemberian antibiotika yang meliputi Klorampenikol masih

merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan typoid fever. Diberikan

peroral atau intravena, diberikan sampai hari bebas demam. Penggunaannya

kepada anak-anak usia 6-13 tahun tanpa komplikasi masih efektif dalam

mengobati typhoid fever ini. Perbaikan klinis biasanya akan nampak dalam

waktu 72 jam, dan suhu akan kembali normal dalam waktu 3-6 hari, dengan

lama pengobatan antara 7-14 hari. Dosis yang biasa diberikan adalah 50-100

mg/kgBB/hari. Tiampenikol, efektifitas tiampenikol pada typhoid fever hampir

sama dengan Klorampenikol. Akan tetapi kemungkinan terjadi anemia aplastik

lebih rendah dari Klorampenikol. Diberikan sampai hari ke 5 dan ke 6 bebas

demam. Pilihan lain yang analog dengan Kloramfenikol, yang masih

digunakan di Indonesia dan masih dianggap efektif untuk menyembuhkan

typhoid fever adalah Tiamfenikol. Efek samping hematologis pada penggunaan

Tiamfenikol lebih jarang daripada Kloramfenikol. Pada penggunaan

Tiamfenikol 75 mg/kgBB/hari, demam pada tifoid turun setelah rata-rata 5-6

12
hari (Sucipta, 2015).

b. Penatalaksanaan keperawatan

a) Istirahat dan perawatan

Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah

komplikasi. Pada anak tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat

seperti makan, minum, mandi, buang air kecil dan besar akan membantu

mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan demam thypoid pada

anak perlu sekali di jaga kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan

yang di pakai, khususnya tempat makan (Putra & Adimayanti, 2022).

b) Diet dan terapi penunjang

Diet merupakan hal yang paling penting dalam proses penyembuhan

penyakit dengan typhoid fever pada anak, karena makanan yang kurang

bersih dan bergizi akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan

semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Pada anak

dengan demam typhoid diberikan makanan yang halus-halus seperti bubur

saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnaya di beri

nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan

pasien anak tersebut. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk

menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal

ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi

dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang

berserat) dapat diberikan dengan aman pada anak yang mengalami typhoid

fever (A. F. Lestari et al., 2023).

13
B. Hipertermia pada demam typoid

1. Pengertian

Hipertermia merupakan suhu tubuh meningkat di atas rentang normal (Tim

Pokja SDKI DPP PPNI, 2018). Hipertermia yaitu ketidakmampuan tubuh untuk

menghilangkan panas maupun mengurangi produksi panas akibat dari

peningkatan suhu tubuh (Ribek et al., 2018). Hipertermi merupakan keadaan

ketika individu mengalami atau berisiko mengalami kenaikan suhu tubuh lebih

dari 37,8C (100F) per oral atau 38,8C (101F) per rektal yang sifatnya menetap

karena faktor eksternal (Idrus, 2020).

Hipertermia adalah kondisi kegagalan pengaturan suhu tubuh

(termoregulasi) akibat ketidakmampuan tubuh melepaskan atau mengeluarkan

panas atau produksi panas yang berlebihan oleh tubuh dengan pelepasan panas

dalam laju yang normal. Kriteria hipertermi berdasarkan suhu tubuh meliputi

demam: jika bersuhu 37,50 C – 380 C. Febris: jika bersuhu 380 C – 390 C 3),

Hipertermi: jika bersuhu >400 C (Koizer et al., 2016).

Hipertermi pada typhoid merupakan suatu masalah keperawatan yang

ditandai dengan peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal yang biasanya

disebabkan oleh infeksi akut pada saluran pencernaan (Nurkhasanah et al., 2019).

2. Manifestasi klinis hipertermia

Beberapa tanda dan gejala pada hipertermi yaitu kenaikan suhu tubuh diatas

rentang normal, konvulsi (kejang), kulit kemerahan, pertambahan pernapasan,

takikardi dan saat disentuh tangan terasa hangat. Manifestasi klinis hipertermia

juga tergantung dari fase-fase terjadinya hipertermia yaitu (Wulandari et al.,

2022):

14
a. Fase awal yang ditandai dengan peningkatan denyut jantung, peningkatan laju

dan kedalaman pernapasan, menggigil akibat tegangan dan kontraksi obat, kulit

pucat dan dingin karena vasokonstriksi, merasakan sensasi dingin, dasar kuku

mengalami sianosis karena vasokonstriksi, rambut kulit berdiri, pengeluaran

keringat berlebih dan peningkatan suhu tubuh.

b. Fase II yaitu merupakan proses demam yang ditandai dengan menggigil

lenyap, kulit terasa hangat/panas, merasa tidak panas/dingin, peningkatan nadi

& laju pernapasan, peningkatan rasa haus, dehidrasi ringan sampai berat,

mengantuk, delirium/kejang akibat iritasi sel saraf, lesi mulut herpetic,

kehilangan nafsu makan, kelemahan, keletihan dan nyeri ringan pada otot

akibat katabolisme protein.

c. Fase III pemulihan ditandai dengan kulit tampak merah dan hangat,

berkeringat, menggigil ringan dan kemungkinan mengalami dehidrasi.

3. Penatalaksanaan hipertermia

a. Farmakologis

Tindakan menurunkan suhu mencakup intervennsi farmakologik yaitu

dengan pemberian antipiretik. Obat yang umum digunakan untuk menurunkan

demam dengan berbagai penyebab (infeksi, inflamasi dan neoplasama) adalah

obat antipiretik. Antipiretik ini bekerja dengan mempengaruhi termoregulator

pada sistem saraf pusat (SSP) dan dengan menghambat kerja prostaglandin secara

perifer. Obat antipiretik antara lain asetaminofen, aspirin, kolin dan magnesium

salisilat, kolin salisilat, ibuprofen, salsalat dan obat-obat anti inflamasi nonsteroid

(NSAID). Asetaminofen merupakan obat pilihan, aspirin dan salisilat lain tidak

boleh diberikan pada anak-anak dan remaja. Ibuprofen, penggunaannya disetujui

15
untuk menurunkan demam pada anak-anak yang berusia minimal 6 bulan. Hindari

pemakaian aspirin atau ibuprofen pada pasien-pasien dengan gangguan

perdarahan (Putri et al., 2021).

b. Tindakan non farmakologis

Tindakan non farmakologis tersebut seperti menyuruh anak untuk banyak

minum air putih, istirahat, serta pemberian water tepid sponge. Penatalaksanaan

lainnya anak dengan demam adalah dengan menempatkan anak dalam ruangan

bersuhu normal dan mengusahakan agar pakaian anak tidak tebal (Nurkhasanah et

al., 2019).

C. Tepid Sponge

1. Pengertian

Tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang menggabungkan

teknik kompres blok pada pembuluh darah besar superfisial dengan teknik seka

(Kusnanto et al., n.d.). Tujuan pemberian Tepid Sponge bertujuan untuk membuat

pembuluh darah tepi melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori-pori akan

membuka dan mempermudah pengeluaran panas (Suprapti et al., 2020). Manfaat

tepid sponge menurunkan suhu tubuh, memberikan rasa nyaman, mengurangi

nyeri dan ansietas (Lestari et al., 2019).

2. Teknik pemberian tepid sponge

Menurut (Yanti, 2020), tahap-tahap pelaksanaan tepid sponge adalah

sebagai berikut:

a. Tahap persiapan

1) Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga cara pemberian

tepid sponge.

16
2) Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk tempat air hangat (35°C),

lap mandi/wash lap 6 buah, selimut mandi 1 buah, handuk mandi 1 buah,

perlak besar 1 buah, termometer, selimut hipotermi.

b. Pelaksanaan

1) Beri kesempatan klien untuk buang air sebelum dilakukan tepid sponge.

2) Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat jenis dan waktu pemberian

antipiretik pada klien.

3) Buka seluruh pakaian klien dan alas klien dengan perlak.

4) Tutup tubuh klien dengan handuk mandi. Kemudian basahkan wash lap atau

lap mandi letakkan lap mandi di dahi, aksila, dan pangkal paha. Lap

ekstermitas selama 5 menit, punggung dan bokong selama 10-15 menit.

Lakukan melap tubuh klien selama 20 menit.

5) Pertahankan suhu air (35°C).

6) Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali dengan air hangat

lalu ulangi tindakan seperti diatas.

7) Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau segera setelah

suhu tubuh klien mendekati normal. Selimuti klien dengan selimut mandi

dan keringkan. Pakaikan klien baju yang tipis dan mudah menyerap

keringat.

8) Catat suhu tubuh klien sebelum dan sesudah tindakan

3. Manfaat tepid sponge dalam menurunkan keluhan demam pada pasien

typoid

Tepid sponge merupakan alternatif kompres yang menggabungkan antara

teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial dengan teknik seka.

17
Alternatif kompres ini memanfaatkan media wash lap yang telah direndam air

hangat dalam jangka waktu tertentu. Pemanfaatan air hangat dalam teknik

kompres ini akan merangsang reseptor suhu perifer dikulit, untuk mengirimkan

sinyal kepada hipotalamus anterior melalui sumsum tulang belakang.

Selanjutnya hipotalamus akan merangsang pusat vasomotor pada medula

oblongata untuk merangsang sistem saraf simpatis agar memberikan respons

vasodilatasi atau pelebaran pembuluh darah. Dengan demikian, proses pelepasan

panas tubuh melalui metode evaporasi dan konduksi ke lingkungan, dapat terjadi

lebih cepat (Wulandari et al., 2022).

Manfaat pemberian tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh anak

yang mengalami demam telah banyak dibuktikan oleh beberapa penelitian

sebelumnya seperti studi di Rumah Sakit Umum Pringadi Medan yang

menunjukkan rerata suhu tubuh anak sebelum diberikan tepid sponge mayoritas

Febris/Pireksia 37,5°C - 40°C sebanyak 30 orang (93,8%) dam minoritas

Hipertermi > 40°C sebanyak 2 orang (6,3%). Rerata suhu tubuh anak sesudah

diberikan tepid sponge selama 30 menit mayoritas febris/pireksia 37,5°C – 40 °C

sebanyak 18 orang (56,3%) dam minoritas normal 36°C – 37,5 °C sebanyak 14

orang (43,8%). Ada pengaruh yang signifikan antara pemberian tepid sponge

terhadap penurunan demam pada anak usia 1-5 tahun di Rumah Sakit Umum

Pringadi Medan (Bangun, 2017). Penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas

Lingkar Barat Kota Bengkulu juga menunjukkan ada hubungan signifikan antara

sebelum dilakukan terapi tepid sponge dan setelah dilakukan terapi tepid sponge

pada responden (anak) yang mengalami demam (Iskandar & Indaryani, 2022).

18
D. Asuhan Keperawatan

Menurut Potter (2011) proses asuhan keperawatan terdiri dari lima tahapan

yang meliputi:

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan pengumpulan informasi subjektif dan objektif,

peninjauan informasi riwayat pasien yang diberikan oleh pasien/keluarga, atau

ditemukan dalam rekam medik. Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk

mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan

perawatan pasien tersebut. Pengkajian adalah suatu langkah pertama yang akan

dilakukan dalam pengambilan data mengenai identitas pasien. Pengkajian ini

dilakukan agar mendapatkan data dasar dan semua informasi yang diperlukan

perawat untuk mengevaluasi masalah pasien. Pengkajian yang dilakukan pada

anak demam (febris) antara lain (Putri et al., 2021):

a. Identitas

Identitas harus didapatkan sebelum melakukan wawancara agar untuk

memastikan bahwa klien yang diperiksa itu benar yang dimaksud dan tidak ada

kekeliruan.

1) Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, anak keberapa, alamat.

2) Identitas penanggung jawab: nama orang tua, umur, jenis kelamin, pekerjaan,

alamat, hubungan dengan pasien, agama.

b. Keluhan utama

Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan oleh pasien, sehingga menjadi

alasan mengapa pasien dibawa ke rumah sakit, dan keluhan utama pada kasus

febris adalah panas dan rewel.

19
c. Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat kesehatan sekarang untuk mengetahui kapan terjadinya demam, sudah

berapa hari demam terjadi, karakteristik demam (pagi hari, siang hari, malam

hari, atau sepanjang hari), dan keluhan lain yang dirasakan pada saat demam

(mual, muntah, batuk, pilek).

d. Riwayat kesehatan dahulu

Apakah klien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau tidak. apakah

klien pulang dengan keadaan sehat atau masih sakit. apakah klien memiliki

riwayat penyakit kronis atau tidak.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah keluarga ada yang memiliki riwayat penyakit yang sama seperti yang

diderita klien saat ini. Riwayat penyakit keturunan seperti hipertensi, DM,

jantung.

f. Riwayat imunisasi

Status imunisasi anak adalah dimana anak pernah mendapatkan imunisasi

seperti BCG, difteri, pertussis, tetanus, polio dan campak atau tambahan

imunisasi lainnya yang di anjurkan oleh petugas.

g. Pertumbuhan dan perkembangan

1) Pertumbuhan fisik

Menentukan pertumbuhan fisik anak, perlu dilakukan pengukuran

antropometri dan pemeriksaan fisik. Pengukuran antropometri yang sering

digunakan di lapangan untuk mengukur pertumbuhan anak adalah TB, BB,

dan lingkar kepala. Sedangkan lingkar lengan dan lingkar dada baru

digunakan bila dicurigai adanya gangguan pada anak

20
2) Perkembangan anak

Mengkaji keadaan perkembangan anak usia 1 bulan – 72 bulan, dapat

dilakukan dengan menggunakan Kuisioner Pra Skrining Perkembangan

(KPSP), untuk menilai dalam 4 sektor perkembangan pada anak yang

meliputi: motorik kasar, motorik halus, bicara/bahasa dan sosialisasi/

kemandirian.

h. Pengkajian pola fungsi Gordon

1) Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan

Kaji bagaimana pola sehat-sejahtera yang dirasakan, pengetahuan tentang gaya

hidup dan berhubungan dengan sehat, pengetahuan tentang praktik kesehatan

preventif, ketaatan pada ketentuan media dan keperawatan. Biasanya anak-

anak belum mengerti tentang manajemen kesehatan, sehingga perlu perhatian

dari orang tuanya.

2) Pola nutrisi/metabolic

Kaji makanan yang dikonsumsi oleh klien, porsi sehari, jenis makanan, dan

volume minuman perhari, makanan kesukaan sebelum di rumah sakit dan saat

menjalani rawat inap.

3) Pola eliminasi

Kaji frekuensi BAB dan BAK, ada nyeri atau tidak saat BAB/BAK dan warna

4) Pola aktivitas dan latihan

Kaji kemampuan klien saat beraktivitas dan dapat melakukan mandiri, dibantu

atau menggunakan alat seperti makan dan minum, mandi, toileting, berpakaian

dan berpindah. (0: Mandiri, 1: Alat bantu, 2: Dibantu orang lain, 3: Dibantu

orang lain dan alat, 4: Tergantung total).

21
5) Pola tidur dan istirahat

Kaji pola istirahat, kualitas dan kuantitas tidur, kalau terganggu kaji

penyebabnya

6) Pola kognitif-perseptual

Status mental klien, kaji pemahaman tentang penyakit dan perawatan

7) Pola persepsi diri

Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri, identitas diri,

gambaran diri.

8) Pola seksual dan reproduksi

Kaji efek penyakit terhadap seksualitas anak

9) Peran dan pola hubungan

Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit.

Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik

untuk melaksanakan peran.

10) Manajemen koping stress

Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, anak belum mampu untuk

mengatasi stress sehingga sangat dibutuhkan peran dari keluarga terutama

orang tua untuk selalu mendukung anak

11) Pola keyakinan dan nilai

Menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang

dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat

dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya

pelaksanaan ibadah

22
i. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan umum yang lengkap perlu dilakukan. Hasil pemeriksaan fisik

yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut ini:

1) Kepala dan wajah

Inspeksi: Kepala simetris kiri dan kanan, tidak ada pembesaran pada kepala.

Ukuran kepala normal sesuai dengan umur. wajah terlihat kemerahan.

Palpasi: tidak terjadi nyeri pada kepala

2) Mata

Inspeksi: Pupil sama, bulat, reaktif terhadap cahaya dan akomodasi,

Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik. mata tampak simetris kiri dan

kanan.

Palpasi: tidak ada pembengkakan pada mata

3) Telinga

Inspeksi: Simetris telinga kiri dan kanan, terlihat bersih tanpa serumen.

telinga tampak simetris kiri dan kanan, tidak ada tampak pembengkakan.

Palpasi: Tidak ada nyeri pada daun telinga, pembengkakan pada daun telinga

tidak ada.

4) Hidung

Inspeksi: Hidung tampak simetris, tidak terdapat perdarahan, tidak terdapat

polip..

Palpasi: Tidak adanya nyeri saat diraba pada hidung, pembengkakan tidak

ada.

5) Mulut

Inspeksi: terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecah-

23
pecah. Lidah tertutup selaput kotor yang biasanya berwarna putih, sementara

ujung tepi lidah berwarna kemerahan.

Palpasi: Tidak ada nyeri pada mulut, tidak adanya pembengkakan pada mulut

6) Leher

Inspeksi: Posisi trakea apakah mengalami kemiringan atau tidak, vena

jugularis tidak terlihat.

Palpasi: Tidak teraba nodul pada leher, tidak terjadi pembengkakan, apakah

terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar limfe ada pembesaran atau tidak

7) Paru-paru

Inspeksi: Simetris kiri dan kanan, tidak adanya lesi, ada atau tidaknya retrasi

dada, tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan.

Auskultasi: Vesikuler dikedua lapang paru

Perkusi: Sonor dikedua lapang paru

Palpasi: Ada pergerakan dinding dada, taktil fremitus teraba jelas

8) Jantung

Inspeksi: Iktus kordis terlihat atau tidak, lesi di area jantung atau tidak,

pembengkakan pada jantung atau tidak

Palpasi: Pada area ICS II, ICS V kiri, dan Area midclavicula untuk

menentukan batas jantung, tidak terjadi pembesaran pada jantung

Perkusi: Redup

Auskultasi: Normalnya bunyi jantung 1 lebih tinggi dari pada bunyi jantung

II, tidak adanya bunyi tambahan seperti mur-mur.S2 (dub) terdengar pada

ICS II ketika katup aorta dan pulmonal menutup pada saat awal sistolik,

terdengar suatu split yang mengakibatkan dua suara katup, ini diakibatkan

24
penutupan aorta dan pulmonal berbeda pada waktu respirasi.S1( lub)

terdengar pada ICS V ketika katup mitral dan katup trikuspidalis tetutup pada

saat awal sistolik. Terdengar bagus pada apex jantung dan didengar dengan

diafragma stetoskop dimana terdengar secara bersamaan.

9) Abdomen

Inspeksi: tidak adanya pembengkakan pada abdomen/asites

Palpasi: tidak adanya distensi pada abdomen

Perkusi: Tympani

Auskultasi: bising usus normal

10) Ekstremitas

Inspeksi: tidak adanya pembengkakan pada ektremitas atas dan bawah, tidak

ada luka

Palpasi: kekuatan otot baik disemua ektremitas

j. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah tepi, tes widal.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon

klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik

yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan

untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap

situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosis keperawatan yang menjadi

prioritas yang dikupas tuntas dalam karya ilmiah ini adalah hipertermia.

Hipertermia merupakan suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh (Tim

pokja SDKI DPP PPNI, 2018).

25
Hipertermia (D.0130) termasuk kedalam kategori lingkungan dengan

subkategori keamanan dan proteksi. Diagnosis aktual menggambarkan respon

klien terhadap kondisi kesehatan yang dapat menyebabkan klien mengalami

masalah kesehatan. Tanda/gejala mayor dan minor dapat ditemukan dan divalidasi

pada klien. Diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan

tanda/gejala. Perumusan diagnosis aktual menggunakan penulisan tiga bagian

yaitu masalah (P) berhubungan dengan penyebab (E) dibuktikan dengan tanda

gejala (S), jadi perumusan diagnosis dalam penelitian ini menjadi hipertermia

berhubungan dengan proses penyakit (typoid) dibuktikan dengan suhu tubuh

diatas nilai normal.

Gejala dan tanda mayor dari hipertermia yaitu sebagai berikut (Tim pokja SDKI

DPP PPNI, 2018):

a. Subjektif : tidak tersedia

b. Objektif : suhu tubuh diatas nilai normal

Gejala dan tanda minor dari hipertermia adalah sebagai berikut:

a. Subjektif : tidak tersedia

b. Objektif : kulit merah, kejang, takikardia, takipnea, kulit terasa hangat

Kondisi klinis terkait pada hipertermia yaitu proses infeksi, hipertiroid, stroke,

dehidrasi, trauma, prematuritas.

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan merupakan langkah selanjutnya setelah ditegakkannya

diagnosis keperawatan. Pada langkah ini, perawat menetapkan tujuan dan kriteria

hasil yang diharapkan bagi pasien dan merencanakan intervensi keperawatan.

Penyusuanan intervensi keperawatan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan

26
Indonesia (SIKI). Perencanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan

diagnosis keperawatan hipertermia dapat dijabarkan sebagai berikut (Tim Pokja

SIKI DPP PPNI, 2018):

Tabel 1
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Diagnosa Hipertermia

Hari/ Diagnosis Rencana Keperawatan


Tangg Keperawatan Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
al
Hipertermia Setelah diberikan 1. Manajemen hipertermia (I.15506)
berhubungan asuhan keperawatan Mengidentifikasi dan mengelola
dengan proses selama 3x24 jam peningkatan suhu tubuh akibat disfungsi
penyakit diharapkan termoregulasi
ditandai dengan termoregulasi 1) Observasi
suhu tubuh di membaik dengan ✓ Identifikasi penyebab hipertermia.
atas nilai kriteria hasil: ✓ Monitor suhu tubuh
normal, kulit 1. Kulit merah ✓ Monitor kadar elektrolit
merah, kejang, menurun ✓ Monitor haluaran urine
takikardi, 2. Kejang menurun ✓ Monitor komplikasi akibat hipertermi
takipnea, dan 3. Takikardi menurun 2) Terapeutik
kulit terasa 4. Takipnea menurun ✓ Sediakan lingkungan yang dingin
hangat. 5. Suhu tubuh ✓ Longgarkan atau lepaskan pakaian
membaik ✓ Basahi atau kipasi permukaan tubuh
6. Suhu kulit
membaik
✓ Berikan cairan oral
✓ Lakukan pendinginan eksternal (mis.
Selimut hipotermia atau kompres
dingin/hangat pada dahi, leher, dada,
abdomen, axila)
✓ Berikan oksigen, jika perlu
3) Edukasi
✓ Anjurkan tirah baring
4) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena

Sumber: (Buku Standar Intervensi Keperawatan Indoensia PPNI, 2018)

4. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan atau implementasi keperawatan merupakan komponen dari

proses keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana

tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari

asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Pengertian tersebut menekankan

bahwa implementasi adalah melakukan atau menyelesaikan suatu tindakan yang

27
sudah direncanakan pada tahapan sebelumnya. Implementasi utama yang diangkat

dalam laporan ini adalah pemberian tepid sponge sebagai salah satu upaya untuk

menurunkan demam pada anak yang menderita typoid.

4. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan

untuk menilai keberhasilan dari tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

dan kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan. Evaluasi asuhan keperawatan

didasarkan pada Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dimana dalam

standar ini menjelaskan definisi dan kriteria hasil keperawatan yang dituju sesuai

dengan diagnosis keperawatan yang diangkat. Menurut tujuan dan kriteria hasil

yang diharapkan setelah tindakan yang diberikan untuk hipertermia dengan luaran

utama termoregulasi ialah sebagai berikut: a. Kulit merah menurun b. Kejang

menurun c. Takikardi menurun d. Takipnea menurun e. Suhu tubuh membaik f.

Suhu kulit membaik (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018).

28

Anda mungkin juga menyukai