Anda di halaman 1dari 10

Laporan pendahuluan

PADA TN ” S” DENGAN DIAGNOSA mEDIS


Demam typoid DI RUANGAN melati
RSU tk ii PELAMONIA

Wiwik mardianty marsyam, s,kep


D. 19. 07. 063

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA

2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
DEMAM TYPHOID

A. DEFINISI
Penyakit demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus dengan gejala
demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan gangguan pencernaan, dan dapat
menurunkan tingkat kesadaran. Demam tifoid disebut juga dengantypus abdominalis
atau typoid fever (Kardiyudiana & Susanti, 2019).
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B, dan C. Penularan demam
tifoid melalui fekal dan oral yang masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi (Widoyono, 2011).
Demam tifoid merupakan penyakit yang rawan terjadi di Indonesia.Hal ini
karena karakteristik iklim yang potensial dengan penyakit yang berkaitan dengan
musim. Terjadinya penyakit yang berkaitan dengan musim yang ada di Indonesia
dapat dilihat dari meningkatnya kejadian penyakit pada musim hujan (Nuruzzaman &
Syahrul, 2016). Penyakit yang harus diwaspadai pada musim hujan adalah ISPA,
leptosiposis, penyakit kulit, diare, demam berdarah, dan demam tifoid (Kementrian
Kesehatan RI, 2012).
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa demam tifoid adalah
suatu penyakit yang mengenai usus halus yang disebabkan oleh adanya infeksi bakteri
tertentu dengan gejala umum ditandai demam lebih dari satu minggu.
B. ETIOLOGI
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi, Salmonella para
typhi A, B, dan C. Ada dua cara sumber penularan Salmonella thypi yaitu pasien
dengan demam tifoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh
dari demam tifoid dan masih terus mengereksi Salmonella thypi dalam tinja dan air
kemih selama lebih dari 1 tahun (Kardiyudiana & Susanti, 2019).
C. FATOFISIOLOGI
Penularan Salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu food (makanan), fingers (jari tangan/kuku), fomitus (muntah), fly
(lalat), dan melalui feses. Feses dan muntah pada penderita tifoid dapat menularkan
kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap di makanan yang akan dikonsumsi oleh
orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya
seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk
ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam
lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limfoid. di dalam jaringan
limfoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan
menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung
empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada tifoid disebabkanoleh
endotoksemia.Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utam demam pada tifoid. Endotoksemia
berperan pada patogenesis tifoid, karena membantu proses inflamasi local pada usus
halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinya merangsang
sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang
(Nuruzzaman & Syahrul, 2016).
D. MANIFESTASI KLINIS
Penderita demam tifoid umumnya mengalami 7-14 hari tanpa keluhan atau
gejala. Setelah masa tanpa gejala tersebut, selanjutnya mulai bermunculan keluhan
atau gejala variatif mulai dari yang ringan dengan demam yang tidak tinggi, malaise,
dan batuk kering, sampai dengan gejala yang berat dengan demam yang berangsur
makin tinggi setiap harinya, rasa tidak nyaman di perut, serta beraneka ragam keluhan
lainnya.
Gejala yang marak dijumpai ialah demam sore hari dengan serangkaian klinis,
seperti anoreksia, mialgia, nyeri abdomen, dan obstipasi.Gejala ini juga dapat diserti
dengan lidah kotor, nyeri tekan perut, dan pembengkakan pada stadium lebih lanjut
dari hati atau limpa atau kedua-duanya.Pada anak, diare sering dijumpai pada awal
gejala penyakit demam tifoid yang baru muncul, kemudian diiringi dengan gejala
konstipasi.Konstipasi pada permulaan demam tifoid ini juga sering dijumpai pada
orang dewasa.
Sekitar 10-15 % dari pasien akan mengalami komplikasi terutaman pada yang
sudah sakit selama lebih dari 2 minggu. Komplikasi yang sering dijumpai adalah
reaksi hepatitis, perdarahan gastrointestinal, perforasi usus, ensefalopati tifosa, serta
gangguan pada sistem tubuh lainnya mengingat penyebaran kumannya secara
hematogen. Bila tidak terdapat komplikasi, gejala klinis akan mengalami perbaikan
dalam waktu 2-4 minggu (Kardiyudiana & Susanti, 2019).
E. KOMPLIKASI
Inawati (2008) dalam buku Kardiyudiana & Susanti tahun 2019menjelaskan 2 macam
komplikasi demam tifoid yaitu, komplikasi intestinal dan komplikasi eksta-intestinal.
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi Ekstra-Intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan septik),
miokarditis, thrombosis, dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah : Anemia hemolitik, trombositopenia, dan/atau
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), dan sindrom uremia
hemolitik.
c. Komplikasi paru : Pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandung empedu : Hepatitis dan kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : Glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
f. Komplikasi tulang : Osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : Delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis
perifer, sindrom guillainbarre, psikosis dan sindrom katatonia (Kardiyudiana
& Susanti, 2019).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan tifoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literature dinyatakan bahwa demam tifoid terdapat
leukopnia dan limposiptosis relative tetapi kenyataannya leucopenia tidaklah
sering dijumpai.Pada kebanyakan kasus demam tifoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat
leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu,
pemeriksaan jumlah leukosit tidak 100% mendukung untuk diagnose demam
tifoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam tifoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya tifoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan deman tifoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam tifoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan laboratorium
b. saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
c. Vaksinasi di masa lampau
d. Pengobatan dengan obat anti-mikroba
4. Uji widal
uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody
(agglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan tifoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasi.Antigen yang digunakan dalam uji widal adalah suspensi salmonella
yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium (www.academia.edu.com).
G. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan
a. Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya transfusi bila
ada komplikasi perdarahan (Kardiyudiana & Susanti, 2019).
2. Diet
a. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
d. dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari (Kardiyudiana & Susanti, 2019).
3. Pengobatan(Kardiyudiana & Susanti, 2019)
a. Klorampenikol
b. Tiampenikol
c. Kotrimoxazol
d. Amoxillin dan ampicillin
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
DEMAM TYPHOID

A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan dari proses
keperawatan tersebut. Pengkajian harus dilakukan secara teliti sehingga
didapatkan informasi yang tepat. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan
antara lain :
1. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dari demam tifoid adalah disebabkan oleh makanan yang
tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B, dan C
yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat, dan feses, serta muntah
yang diperberat bila klien makan tidak teratur.
2. Faktor predisposisi
Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak
bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc
dan menyiapkan makanan.
3. Pola kebutuhan dasar
a. Aktivitas
Gejala : gangguan pola tidur, mis. insomnia dinji hari, kelemahan
b. Sirkulasi
Gejala : Tekanan darah, bradikardi
c. Eliminasi
Gejala : Nyeri abdomen dan distress
Tanda : Nyeri tekan abdomen, distensi
4. Makanan dan Cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah, nyeri ulu hati, tidak toleran terhadap
makanan, contoh makanan pedas, penurunan berat badan.
Tanda : Membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, berat jenis
urine meningkat.
5. Neurosensori
Gejala : Rasa berdenyut, pusing/sakit kepala, kelemahan, status mental,
tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur,
disorientasi/bingung, sampai pingsan dan koma.
6. Nyeri dan Kenyamanan
Gejala : Nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih.
Nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi.Nyeri epigastrium kiri sampai
tengah/menyebar ke punggung terjadi 1 -2 makan dan hilang dengan antasida
(ulkus gaster). Nyeri epigastrium terlokalisir di kanan terjadi kurang lebih 4
jam setelah makan bila lambung ksong dan hilang dengan makanan atau
antasida (ulkus duodenal).
Tanda : Wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat,
perhatian menyempit.
7. Keamanan
Gejala : Alergi terhadap obat/sensitive
Tanda : Peningkatan suhu
8. Seksualitas
Pola hidup/perilaku meningkat resiko terpajang
B. Diagnosa Keperawatan(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
1. Hipertemi berhubungan dengan meningkatnya metabolisme suhu tubuh
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya
terpapar informasi.
C. Intervensi Keperawatan(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018a)
a. Dx. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
Manajemen hipertermia
Observasi
1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi, terpapar lingkungan
panas, penggunaan incubator)
2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
4. Longgarkan atau lepaskan pakaian
Edukasi
5. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
b. Dx. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Manajemen nyeri
Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Terapeutik
4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
5. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
6. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
c. Dx. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Manajemen energi
Observasi
a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang menyebabkan kelelahan.
b. Monitor kelelahan fisik dan emosional.
c. Monitor pola dan jam tidur
d. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas.
Terapeutik
a. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya,
suara, kunjungan).
b. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif.
c. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan.
d. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan.
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahan
c. Anjurkan menghubungi perawat jika dan gejala kelelahan tidak berkurang.
d. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan.
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.
d. Dx. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya
terpapar informasi.
Edukasi kesehatan
Observasi
a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
b. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat.
Teraupetik
a. Sediakan materi pendidikan kesehatan.
b. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
c. Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
a. Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
b. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat.
c. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat.
DAFTAR PUSTAKA

Kardiyudiana, N. K., & Susanti, B. A. D. (2019). Keperawatan Medikal Bedah 1.


Yogyakarta: PT Pustaka Baru.

Kementrian Kesehatan RI. (2012). Antisipasi Penyakit Menular Saat Banjir. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI.

Nuruzzaman, H., & Syahrul, F. (2016). Analisi Risiko Kejadian Demam tifoid Berdasarkan
Kebersihan diri dan Kebiasaan Jajan di Rumah. UNAIR.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Widoyono. (2011). Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai