Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini


termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-Undang no 6 tahun 1962,tentang
wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat
menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.

Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia


pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4
per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981-1986
memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8 % yaitu dari19.596 menjadi
26.606 kasus.Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan
sanitasi lingkungan. Di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk sedangkan
di daerah urban di temukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insiden di perkotaan
berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi
lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan
lingkungan.Case fatality rate (CFR) demam tifoid di tahun 1996 sebesar 1,08 % dari seluruh
kematian di Indonesia. Namun demikian berdasarkan hasil Survey Kesehatan RumahTangga
Departemen RI (SKRT depkes RI) tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam sepuluh
penyakit dengan mortalitas tertinggi.

Penularan penyakitdapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai
dapat mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi
kurang bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus
menerus lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat
dengan kesan anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare
beberapa hari.

Semakin cepat demam tifoid dapat didiagnosis semakin baik. Pengobatan dalam taraf
dini akan sangat menguntungkan mengingat mekanisme kerja daya tahan tubuh masih cukup
baik dan kuman masih terlokalisasi hanya di beberapa tempat saja.

1 Epidemiologi Demam Tifoid


1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian demam tifoid?


2. Apa triad epidemiologi penyakit demam tifoid?
3. Bagaimana transmisi penyakit demam tifoid?
4. Bagaimana pencegahan penyakit demam tifoid?
5. Bagaimana pengobatan penyakit demam tifoid?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian demam tifoid


2. Mengetahui triad epidemiologi penyakit demam tifoid
3. Mengetahui trasmisi penyakit demam tifoid
4. Mengetahui pencegahan penyakit demam tifoid
5. Mengetahui pengobatan penyakit demam tifoid

2 Epidemiologi Demam Tifoid


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Demam Tifoid

Demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Gejala penyakit ini ditandai dengan demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Penyakit ini
disebabkan oleh Salmonella typhi dan hanya didapatkan pada manusia. Penularan penyakit
ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Salmonella adalah bakteri gram negatif, tidak berkapsul, mempunyai flagella, dan
tidak membentuk spora. Salmonella typhi mempunyai tiga macam antigen yaitu : antigan O,
antigen H dan K. Salmonella typhi masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan dan
minuman yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian
masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plak Peyeri di ileum terminalis yang
hipertrofi. Bila terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal, kuman menembus
lamina propia, masuk aliran darah melalui duktus torasikus.

S. typhi lain dapat mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus . S. typhi bersarang
di plak Peyeri, limpa, hati, dan bagian-bagian lain pada system retikuloendotelial. Endoksin
S.typhi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempat kuman tersebut
berkembang biak sehingga merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada
jaringan yang meradang sehingga terjadi demam.

Pada masa penyembuhan, penderita masih mengandung Salmonella sp didalam


kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan
menjadi karier sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang menahun.Sebagian
besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain
termasuk urinary type. Kekambuhan yang ringan pada karier demam tifoid,terutama pada
karier jenis intestinal,sukar diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas.

2.2 Data Kasus Penyakit Demam Tifoid

3 Epidemiologi Demam Tifoid


Data kasus penyakit Demam Tifoid Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran
pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Terdapat tiga bioserotipe yaitu
Salmonella paratyphi A, B ( Salmonella schottmuelleri), dan C (Salmonella hirschefildii).
Demam tifoid merupakan penyakit endemik yang termasuk dalam masalah kesehatan di
negara berkembang. Di indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun dengan
insidens tertinggi pada daerah endemik. Terdapat dua sumber penularan S.typhi yaitu pasien
dengan demam tifoid dan, yang lebih sering karier. Di daerah endemik, transmisi terjadi
melalui air yang tercemar S. Typhi sedangkan di daerah non endemik , makanan yang
tercemar oleh karier merupakan sumber penularan tersering.

Diperkirakan menyerang 22 juta orang pertahun dengan angka kematian mencapai


200.000 jiwa per tahun. Menurut WHO, pada tahun 2003 terdapat sekitar 900.000 kasus di
Indonesia, dimana sekitar 20.000 penderitanya meninggal dunia. Demam tifoid adalah
penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enteritica, khususnya
serotype Salmonella typhi. Bakteri ini termasuk kuman Gram negatif yang memiliki flagel,
tidak berspora, motil, berbentuk batang, berkapsul dan bersifat fakultatif anaerob dengan
karakteristik antigen O, H dan Vi.

Di kota Semarang, penelitian ini menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG)


yang mempermudah lokalisasi masalah kesehatan dalam waktu dan ruang. Dalam SIG
terdapat software untuk pemetaan (mapping) dan telah dilengkapi dengan komponen
database. Software yang digunakan pada penelitian ini yaitu Microsoft Excel 2007 dan
ArcView GIS 3.3 untuk menganalisis distribusi spasial dan temporal kasus demam tifoid di
Kota Semarang periode 1 Oktober - 31 Desember 2009. Adapun dari penelitian ini
diharapkan menghasilkan gambaran spasial dan temporal kasus demam tifoid yang dapat
mengidentifikasi faktor-faktor risiko keruangan terhadap pola penyebaran demam tifoid, serta
didapatkan data statistik yang efektif dan praktis yang dapat diimplementasikan oleh praktisi
kesehatan masyarakat dalam tindakan pencegahan penyakit demam tifoid.

2.3 Urgensi Penyakit Demam Tifoid dalam Kesehatan Masyarakat

Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan
perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup
umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan sarana air yang baik dapat
mengurangi penyebaran penyakit ini. Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan

4 Epidemiologi Demam Tifoid


antara jenis kelamin lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-
anak. Orang dewasa sering mengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang
atau sembuh sendiri. Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat
pada tabel di bawah ini.

Usia Persentase

12 – 29 tahun 70 – 80 %

30 – 39 tahun 10 – 20 %

> 40 tahun 5 – 10 %

5 Epidemiologi Demam Tifoid


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Triad Epidemiologi

1. Agent

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi. S.typhi adalah bakteri gram negatif,
tidak berkapsul, mempunyai flagella, dan tidak membentuk spora. Bakteri ini mempunyai
tiga antigen yang penting untuk pemeriksaan laboratorium, yaitu :

 Antigen O, antigen somatik ( tidak menyibar )


 Antigen H, terdapat pada flagela dan bersifat termolabil
 Antigen k, selaput yang melindungi tubuh bakteri dan melindungi antigen O.
Bakteri ini akan mati pada pemanasan 57oC selama beberapa menit.

http://desiarizal.blogspot.com/2010/05/evolution-of-typhoid-bacteria.html

2. Host

Salmonella typhi banyak ditemukan di negara-negara berkembang yang higiene pribadi


dan sanitasi lingkungannya kurang baik. Manusia adalah host alami dan reservoir. Infeksi ini
ditularkan oleh konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi dengan kotoran. S.typhi juga
dapat disebarkan oleh serangga yang kemudian mengkontaminasi makanan dan minuman.

6 Epidemiologi Demam Tifoid


3. Environtment

Salmonella typhi banyak ditemukan pada lingkungan yang kotor dengan sanitasi yang
kurrang baik. Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia.
Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di
daerah yang kebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.Lingkungan yang kurang
sehat dan sanitasi yang kurang baik.

3.2 Transmisi Penyakit Demam Tifoid

Manusia adalah host alami dan reservoir. Infeksi ini ditularkan oleh konsumsi makanan
atau air yang terkontaminasi dengan kotoran. Es krim diakui sebagai risiko yang signifikan
faktor transmisi demam tifoid. Kerang yang diambil dari air yang terkontaminasi, dan buah-
buahan dan sayuran mentah dipupuk dengan limbah, telah menjadi sumber wabah masa lalu.
Insiden tertinggi terjadi di mana persediaan air yang melayani populasi besar terkontaminasi
dengan kotoran.

Data epidemiologis menunjukkan bahwa penularan ditularkan melalui air S. typhi


biasanya melibatkan inocula kecil, sedangkan transmisi bawaan makanan terkait dengan
inocula besar dan tingkat serangan yang tinggi selama periode singkat. Ukuran inokulum dan
jenis kendaraan di mana organisme yang tertelan sangat mempengaruhi baik serangan tingkat
dan periode inkubasi. Pada relawan yang tertelan 109 dan 108 patogen S. typhi dalam 45 ml
susu skim, penyakit klinis muncul di 98% dan 89% masing-masing. Dosis dari 105
menyebabkan demam tifoid pada 28% sampai 55% relawan, sementara tidak ada 14 orang
yang mengkonsumsi 103 organisme dikembangkan penyakit klinis. Walaupun secara luas
percaya bahwa Salmonella ditularkan melalui rute oral, transmisi S. typhi melalui rute
pernapasan telah dibuktikan dalam mouse Model.

http://obatpropolisalami.blogspot.com/2010/07/penyakit-demam-tifoid.html

7 Epidemiologi Demam Tifoid


Studi yang dilakukan pada sebuah keluarga di Santiago, Chili, selama era tifus tinggi
endemisitas dalam rangka untuk memastikan apakah pembawa kronis secara signifikan lebih
sering di rumah tangga di mana ada indeks kasus anak dengan demam tifoid dibandingkan
rumah tangga kontrol cocok. Studi epidemiologi lain menyelidiki apakah faktor risiko dapat
diidentifikasi untuk orang dengan demam tifoid dibandingkan dengan anggota rumah tangga
yang tidak terinfeksi.

Disimpulkan bahwa kronis operator di rumah tangga tidak memainkan peran penting
dalam transmisi. Selanjutnya, itu menunjukkan bahwa irigasi air limbah salad yang
terkontaminasi dengan kotoran adalah faktor kunci bertanggung jawab untuk menjaga
endemisitas tinggi tifus di Santiago. Dalam mengembangkan negara, di sisi lain, tifus
ditularkan ketika pembawa kronis mengkontaminasi makanan sebagai konsekuensi dari tidak
memuaskan yang berhubungan dengan makanan praktek kebersihan.

3.3 Riwayat Alamiah Penyakit Demam Tifoid

1. Masa Inkubasi dan Klinis


Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12 hari.
Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa :
 anoreksia
 rasa malas
 sakit kepala bagian depan
 nyeri otot
 lidah kotor
 gangguan perut (perut meragam dan sakit)

2. Masa laten dan Periode Infeksi

 Minggu Pertama (awal terinfeksi)

Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama
dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu
setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah,
batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat
dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare

8 Epidemiologi Demam Tifoid


dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas
lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau
tremor. Episteksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan
beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan
gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit
(rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan
tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan
sempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa
makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut,
lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang
berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan abdomen
mengalami distensi.

 Minggu Kedua

Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang
biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena
itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi
(demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung.
Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama
dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu
tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang
mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak
kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun,
sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi
perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan
kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.

 Minggu Ketiga

Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu
jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala
akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari
ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan
terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus,
9 Epidemiologi Demam Tifoid
inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga
tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian
mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal
maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan
keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya
memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan
penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.

 Minggu keempat

Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai
adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.

3.4 Pencegahan Penyakit Demam Tifoid

Pencegahan demam tifoid, rute utama penularan demam tifoid adalah melalui air minum
atau makan makanan yang terkontaminasi dengan Salmonella typhi. Pencegahan didasarkan
pada akses menjamin untuk aman air dan dengan mempromosikan praktek-praktek
penanganan makanan yang aman. Pendidikan kesehatan penting untuk meningkatkan
kesadaran publik dan mendorong perubahan perilaku.

1. Air yang aman

Demam tifoid adalah penyakit ditularkan melalui air dan ukuran pencegahan utama
adalah untuk memastikan akses terhadap air yang aman. Air harus berkualitas baik dan harus
cukup untuk kebutuhan semua masyarakat. Selama wabah langkah-langkah kontrol berikut
adalah kepentingan tertentu:

a. Di daerah perkotaan, pengendalian dan pengobatan sistem pasokan air harus diperkuat
dari tangkapan ke konsumen. Air minum yang aman harus dibuat tersedia untuk populasi
melalui sistem pipa atau dari truk tangki.

b. Di daerah pedesaan, sumur harus diperiksa untuk patogen dan dirawat jika perlu.

c. Di rumah, perhatian khusus harus diberikan kepada desinfeksi dan penyimpanan air yang
aman sumbernya.

2. Makanan yang aman


1 Epidemiologi Demam Tifoid
0
Makanan yang terkontaminasi merupakan wahana yang penting untuk transmisi demam
tifoid. Penanganan makanan yang tepat dan pengolahan adalah yang terpenting dan
kebersihan dasar berikut tindakan harus dilaksanakan atau diperkuat selama wabah: mencuci
tangan dengan sabun sebelum menyiapkan atau sebelum makan makanan.

3. Sanitasi

Sanitasi yang layak memberikan kontribusi untuk mengurangi risiko penularan dari
semua bakteri patogen termasuk Salmonella typhi.

a. Fasilitas yang sesuai untuk pembuangan limbah manusia harus tersedia untuk semua
komunitas. Dalam keadaan darurat, jamban dapat dengan cepat dibangun.

b. Pengumpulan dan pengolahan limbah, khususnya selama musim hujan, harus


diimplementasikan.

4.Pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan sangat penting untuk meningkatkan kesadaran publik tentang


semua yang disebutkan di atas sebagai upaya pencegahan. Pesan pendidikan kesehatan bagi
masyarakat rentan harus disesuaikan dengan kondisi lokal dan diterjemahkan ke dalam
bahasa lokal. Keterlibatan masyarakat adalah landasan dari perubahan perilaku berkaitan
dengan kebersihan dan untuk pengaturan dan pemeliharaan prasarana yang dibutuhkan.

5.Vaksinasi

Vaksinasi dengan menggunakan vaksin T.A.B (mengandung basil tifoid dan paratifoid A
dan B yang dimatikan ) yang diberikan subkutan 2 atau 3 kali pemberian dengan interval 10
hari merupakan tindakan yang praktis untuk mencegah penularan demam tifoid. Jumlah
kasus penyakit itu di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 358-810 kasus per 100.000
penduduk per tahun. Suntikan imunisasi tifoid boleh dilakukan setiap dua tahun manakala
vaksin oral diambil setiap lima tahun. Bagaimanapun, vaksinasi tidak memberikan jaminan
perlindungan 100%.

3.5 Pengobatan Penyakit Demam Tifoid

1. Perawatan umum

1 Epidemiologi Demam Tifoid


1
Pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pesien harus dilakukan secara
bertahap,sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.

Pasien dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-
waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi
dan buang air kecil harus diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air
kemih. Pengobatan simtomik diberikan untuk menekan gejala-gejala simtomatik yang
dijumpai seperti demam, diare, sembelit, mual, muntah, dan meteorismus. Sembelit bila lebih
dari 3 hari perlu dibantu dengan paraffin atau lavase dengan glistering. Obat bentuk laksan
ataupun enema tidak dianjurkan karena dapat memberikan akibat perdarahan maupun
perforasi intestinal.

Pengobatan suportif dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan penderita, misalnya


pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan keseimbangan cairan, vitamin, dan mineral
yang dibutuhkan oleh tubuh dan kortikosteroid untuk mempercepat penurunan demam.

2. Diet

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam
tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita
akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Di masa lampau, pasien
demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya diberi nasi. Beberapa
peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini,yaitu nasi dengan lauk pauk
rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada
pasien demam tifoid.

3. Obat

Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah
kloramfenikol (pilihan utama), tiamfenikol, ampisilin dan amoksisilin, sefalosporin generasi
ketiga, golongan florokuinon, dan dapat diberikan kombinasi obat antimikroba, dan
kortikosteroid bila diperlukan.

1 Epidemiologi Demam Tifoid


2
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kasus-kasus deman tifoid terdapat di seluruh bagian dunia. Penyebarannya tidak


tergantung iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di daerah yang kebersihan
lingkungan dan pribadinya kurang diperhatikan.Demam tifoid ini disebabkan oleh
bakteri Shalmonella thypii.Demam ini atau yang lebih dikenal dengan penyakit tifus
merupakan suatu penyakit pada saluran pencernaan yang sering menyerang anak-anak
bahkan juga orang dewasa. Demam tifoid merupakan manifestasi dari adanya infeksi akut
pada usus halus yang mengakibatkan gejala sistemik atau menyebabkan enteritis akut.

Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai gejala-gejala yang
kerap terjadi antara lain seperti suhu tubuh meningkat mencapai 400C dengan frekuensi nadi
relative lambat. Sering adanya nyeri tekan di perut, mual, muntah demam tinggi, sakit kepala,
diare yang kadang-kadang bercampur darah dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih
kurang 3 minggu juga disertai gejala perut pembesaran limpa dan erupsi kulit.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penularan infeksi Salmonella meliputi penularan
infeksi yang termasuk didalamnya adalah reservoir, sumber dan rute penularan, masa
inkubasi dan masa dapat menular, serta pengendalian infeksi aktif dan pencegahan
Shalmonellasis.

1 Epidemiologi Demam Tifoid


3
DAFTAR PUSTAKA

http://epidemiologiunsri.blogspot.co.id/2011/11/demam-tifoid.html

http://epidemiologifikes.blogspot.co.id/2013/02/makala-penyakit-thypoid.html

http://citratriwahyuningtyas.blogspot.co.id/2013/04/makalah-thypus.html

http://www.jevuska.com/2008/05/10/demam-tifoid-typhoid-fever

http://mikrobia.wordpress.com/2008/05/16/salmonella-thyposa/file:///E:/askep-penyakit-
typhus.html

1 Epidemiologi Demam Tifoid


4

Anda mungkin juga menyukai