Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN


DENGAN TYPHOID
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
2. Tujuan Penulisan
3. Manfaat Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi Typhoid
2. Etiologi Typhoid
3. Tanda dan Gejala Typhoid
4. Klasifikasi Typhoid
5. Komplikasi Typhoid
6. Pemeriksaan Penunjang Typhoid
7. Penatalaksanaan Typhoid
B. PATHWAY
C. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi dan Rasional

BAB III PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Thypoid masih menjadi masalah kesehatan yang penting diberbagai


negara, terutama pada negara berkermbang seperti Indonesia. Bakteri salmonella
thypi dapat hidup ditubuh manusia karena manusia sebagai inang atau natural
reservoir. Manusia yang sudah terinfeksi bakteri salmonella thypi mampu
mengeksresikan mealui secret saluran pernapasan, urin dan tinja dalam jangka
waktu yang bervariasi (Sodikin, 2016). Demam Thypoid adalah penyakit infeksi
sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh salmonella thypi. Demam thypoid
ditandai dengan panas berkepanjangan yang diikuti dengan bacteremia dan invasi
bakteri salmonella thypi sekaligus multipikasi ke dalam sel fagosit mononuclear
dari hati, limfa, kelenjar limfe usus dan peyer’s patch (Soedarno, et al.,2015).
Typhoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella
typhi C.

Menurut WHO (World Health Organitation) tahun 2017, memperkirakan


terdapat sekitar 17 juta kasus demam thypoid diseluruh dunia dengan insidensi
600.000 kasus kematian setiap tahun. Insidensi demam thypoid di Asia Selatan
dan Asia Tenggara termasuk di negara China pada tahun 2010 rata-rata 1.000 per
100.000 penduduk setiap tahun. Di Indonesia angka kejadian kasus demam
thypoid diperkirakan rata-rata 900.000 kasus setiap tahun dengan angka kematian
lebih dari 20.000. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia pada tahun 2009 jumlah
angka kejadian deman thypoid cenderung meningkat setiap tahunnya dengan rata-
rata 500 per 1.000.000. Demam thypoid dan parathypoid dirumah sakit sekitar
80.850 kasus penderita rawat inap dan 1.013 meninggal dunia. Sedangkan pada
tahun 2010 penderita demam thypoid dan parathypoid sejumlah 41.081 kasus
pada penderita rawat inap dan sebanyak 276 pasien meninggal dunia. Studi yang
dilakukan di daerah urban di beberapa negara Asia pada anak usia 5–15 tahun
menunjukkan bahwa insidensi dengan biakan darah positif mencapai 180–194 per
100.000 anak, di Asia Selatan pada usia 5– 15 tahun sebesar 400–500 per 100.000
penduduk, di Asia Tenggara 100–200 per 100.000 penduduk, dan di Asia Timur
Laut kurang dari 100 kasus per 100.000 penduduk. Komplikasi serius dapat
terjadi hingga 10%, khususnya pada individu yang menderita tifoid lebih dari 2
minggu dan tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Case Fatality Rate (CFR)
diperkirakan 1–4% dengan rasio 10 kali lebih tinggi pada anak usia lebih tua (4%)
dibandingkan anak usia ≤4 tahun (0,4%). Pada kasus yang tidak mendapatkan
pengobatan, CFR dapat meningkat hingga 20% (Purba, dkk, 2017).

Secara umum kasus demam thypoid dilaporkan 75% didapatkan pada


umur kurang dari 30 tahun. Pada anak-anak biasanya terjadi pada umur 1 tahun
dan terbanyak pada umur 5 tahun. Data pada tahun 2017 menunjukan bahwa
demam thypoid menduduki peringkat ke 3 dari 10 jenis penyakit diseluruh rumah
sakit Indonesia. Total kasus semam thypoid mencapai 41.081 penderita yang
terdiri dari 19.706 laki-laki, 21.375 perempuan dan 274 penderita meninggal
dunia. Tingkat kematian kasus demam thypoid pada tahun 2010 sebesar 0,67%.
Didapatkan prevelensi Provinsi Jawa Barat pada tahun 2016 penderita demam
thypoid terdapat sebesar 1,6%, dan terbersar diseluruh kabupatan/kota dengan
rentang 0,2-3,5 %. Sedangkan di Jawa Timur pada tahun (2017) kejadian demam
thypoid, di puskesmas dan dibeberapa Rumah sakit masing-masing 4000 dan
10000 kasus perbulan. Dengan angka kematian 0,8% (Depkes RI, 2017). Peneliti
mengambil penelitian di RSUD Dr. Harjono Ponorogo karena setiap tahunnya
penderita deman thypoid meningkat. Peningkatan jumlah penderita demam
thypoid tersebut dibuktikan dengan data yang diperoleh dari Dinkes Ponorogo
pada bulan Januari – November 2017 penderita thpoid mencapai 1723. Pada bulan
Januari – Agustus 2018 penderita thypoid mencapai 1733 kasus. Berdasarkan data
yang diperoleh dari rekam medik RSUD Dr. Harjono Ponorogo 2018. Pasien
thypoid pada tahun 2017 mencapai 56 pasien dan pada bulan Januari – November
2018 terdapat 46 penderita demam thypoid.
Demam adalah peningkatan suhu badan rektal dengan suhu minimal 38̊ C,
biasanya 38,9̊ C sampai40,6̊ C yang dukur melalui aksila. Demam merupakan
adanya masalah yang menjadi penyebab, bukan suatu penyakit. Demam terjadi
akhibat adanya gangguan pada hipotalamus (Muscari, 2016). Salah satu tanda dan
gejala dari typhoid adalah meningkatnya suhu tubuh pasien atau demam yang
tinggi. Demam (hipertermi) adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh lebih tinggi
dari biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus,jamur atau parasit) dan
merupakan gejala dari suatu penyakit. Gejala yang paling menonjol pada demam
thypoid adalah demam lecih dari tujuh hari. Demam ini biasanya diikuti oleh
gejala tidak khas lainnya seperti diare, anoreksia, atau batuk. Keadaan yang parah
biasa disertai gangguan kesadaran. (Widoyono, 2012).

Upaya penyembuhan thypoid agar tidak menjadi parah yaitu dengan


tidakan farmakologis, tindakan non farmakologis, maupun kombinasi keduanya.
Tindakan farmakologis yaitu dengan memberikan obat antipiretik, sedangkan
tindakan non farmakologis yaitu tindakan tambahan dalam menurunkan proses
seperti memberikan minum yang banyak, menggunakan pakaian yang tidak tebal,
memberikan kompres (Kania, 2016). Kompres hangat adalah tindakan dengan
menggunakan kain atau handuk yang telah dicelupkan pada air hangat, yang
ditempelkan pada bagian tertentu sehingga dapat memberikan rasa nyamandan
menurunkan suhu tubuh (Maharani, 2011). Upaya penyembuhan bisa dengan
istirahat, menjaga kebersihan pakaian, diri, dan lingkungan. Untuk upaya
penyediaan air minum yang memenuhi syarat, perbaikan sanitasi, imunisasi,
pengobatan karier, dan juga pendidikan kesehatan masyarakat, penulis berharap
peran keluarga dan lingkungan juga tak kalah penting untuk mendorong
penurunan terjadinya thypoid yaitu dengan cara berperilaku hidup sehat
(Widoyono, 2012).

2. Tujuan
1. Tujuan Umum

Mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien yang


mengalami typhoide sesuai dengan diagnosa yang muncul.
2. Tujuan Khusus Asuhan Keperawatan
1) Melaksanakan pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami
typhoid dengan defisit pengetahuan.
2) Menetapkan diagnosa keperawatan pada klien yang mengalami
typhoid dengan defisit pengetahuan.
3) Menyusun perencanaan tindakan dan rasional keperawatan pada klien
yang mengalami typhoid dengan defisit pengetahuan.
3. Manfaat
1. Teoritis

Dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi dunia


pendidikan dalam mengembangkan ilmu keperawatan khususnya
mengenai asuhan keperawatan pada klien yang mengalami Typhoid.

2. Praktis
1) Bagi Klien dan Keluarga
Klien dapat menjaga pola makan, menghindari stress, sehingga
meminimalkan kekambuhan. Keluarga juga mampu memberdayakan
masalah kesehatan yang terjadi pada keluarganya.
2) Bagi Penulis
Sebagai sarana untuk mengaplikasikan mata kuliah keperawatan
medikal bedah yang berkaitan dengan pemberian asuhan keperawatan
pada klien dengan typhoid.
3) Bagi Profesi Keperawatan

Sebagai referensi terhadap profesi keperawatan dalam pemberian


asuhan keperawatan dengan kasus hipertensi yang berguna untuk
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi Typhoid
Demam Thypoid atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut
yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam
lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan
keasadaran. Demam Thypoid disebabkan oleh infeksi salmonella typhi
(Titik Lestari, 2016).
Deman Thypoid adalah penyakit sistematik yang diebabkan oleh
bakteri ditandai dengan deman insidious yang berlangsung lama, sakit
kepala yang berat, badan lemah, anoreksia, bradikardi relative,
splenomegali, pada penderita kulit putih 25% di antaranya
menunjukkan adanya “rose spot” pada tubuhnya, batuk tidak produktif
pada awal penyakit (Masriadi, 2016).
Demam Thypoid atau Thypoid fever adalah suatu sindrom sistemik
yang terutama disebabkan oleh salmonella typhi. Demam Thypoid
merupakan jenis terbanyak dari salmonelosis. Jenis lain dari demam
enterik adalah demam paraThypoid yang disebabkan oleh S. Paratyphi
A, S. Schottmuelleri (semula S. Paratyphi B), dan S. Hirschfeldii
(semula S. Paratyphi C). Demam Thypoid memperlihatkan gejala lebih
berat dibandingkan demam enterik(Lolon, 2018).

2. Etiologi Typhoid
Penyebab utama Demam Thypoid ini adalah bakteri samonella
typhi. Bakteri salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif,
bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga
macam antigen yaitu antigen O (somatik yang terdiri atas zat
kompleks lipopo lisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI.
Dalam serum penderita, terdapatzat (aglutinin) terhadap ketiga macam
antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerobdan
fakultatifanaerob pada suhu 15-41 derajatcelsius (optimum 37
derajatcelsius) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya
adalah lingkungan, sistemimun yang rendah, feses, urine,
makanan/minuman yang terkontaminasi, formalitas dan lain
sebagainya (Titik Lestari, 2016).

3. Tanda dan Gejala Typhoid


Menurut Titik Lestari (2016), demam Thypoid pada anak biasanya
lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang
tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika
melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi
mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu,
nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul
gejala klinis yang biasanya di temukan, yaitu:
1. Demam Pada kasus yang khas, demamberlangsung 3 minggu
bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu
pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun
pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan Pada mulut terdapat nafas
berbau tidak sedap, bibirkering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah
tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Pada
abdomen dapat di temukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa
membesar disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu
apatis sampai samnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah
(kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).
Gejala yang juga dapat ditemukan pada punggung dan anggota
gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena
emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu
pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula takikardi dan
epistaksis.
4. Relaps Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam
Thypoid, akan tetap berangsur ringan dan lebih singkat. Terjadi
pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya
sukar diterangkan. Menurut teori, relaps terjadi karena terdapatnya
basal dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh
obat maupun oleh zat kimia (Lestari Titik, 2016).
4. Klasifikasi Typhoid
Menurut Ningsih (2017), klasifikasi dari Demam Thypoid
adalah sebagai berikut :
1) Demam Thypoid akut non komplikasi Penderita dikarakterisasi
dengan demam berkepanjangan abnormalis fungsi bowel
(konstipasi pada pasien dewasa dan diare pada anak), sakit kepala,
malaise, dan anoreksia. Saat periode demam, sampai 25% penyakit
menunjukkan adanya resespot pada dada, abdomen dan punggung.
2) Demam Thypoid dengan komplikasi Keadaan penderita demam
Thypoid mungkin dapat berkembang menjadi komplikasi parah.
Bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan kliniknya,
hingga 10% pasien dapat mengalami komplikasi, mulai dari
melena, perforasi dan usus.
3) Keadaan karier (pembawa) Keadaan karier Thypoid terjadi pada 1-
5% pasien, tergantung umur pasien. Karier Thypoid bersifat kronis
dalam hal sekresi Salmenella typhi di feses.
5. Komplikasi Typhoid
Menurut Lolon (2018), komplikasi dari Demam Thypoid dapat
digolongkan dalam intra dan ekstra intestinal.
1. Komplikasi intestinal diantaranya ialah :
a. Perdarahan
Dapat terjadi pada 1-10 % kasus, terjadi setelah minggu
pertama dengan ditandai antara lain oleh suhu yang turun
disertai dengan peningkatan denyut nadi.

b. Perforasi Usus
Terjadi pada 0,5-3 % kasus, setelah minggu pertama didahului
oleh perdarahan berukuran sampai beberapa cm di bagian distal
ileum ditandai dengan nyeri abdomen yang kuat, muntah, dan
gejala peritonitis.
2. Komplikasi eksternal diantaranya adalah :
a) Sepsis
Ditemukan adanya kuman usus yang bersifat aerobik.
b) Hepatitis dan kholesistitis
Ditandai dengan gangguan uji fungsi hati, pada pemeriksaan
amilase serum menunjukkan peningkatan sebagai petunjuk
adanya komplikasi pankreatitis.
c) Pneumonia atau bronkhitis
Sering ditemukan yaitu kira-kira sebanyak 10 %, umumnya
disebabkan karena adanya superinfeksi selain oleh salmonella.
d) Miokarditis toksik
Ditandai oleh adanya aritmia, blok sinoatrial, dan perubahan
segmen ST dan gelombang T, pada miokard dijumpai infiltrasi
lemak dan nekrosis.
e) Trombosis dan flebitis
Jarang terjadi, komplikasi neurologis jarang menimbulkan
gejala residual yaitu termasuk tekanan intrakranial meningkat,
trombosis serebrum, ataksia serebelum akut, tuna wicara, tuna
rungu, mielitis tranversal, dan psikosis.
f) Komplikasi lain
Pernah dilaporkan ialah nekrosis sumsum tulang, nefritis,
sindrom nefrotik, meningitis, parotitis, orkitis, limfadenitis,
osteomilitis, dan artritis.
6. Pemeriksaan Penunjang Typhoid
Menurut Lolon (2018), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
pada klien yang mengalami Demam Thypoid adalah sebagai berikut :
1) Pemeriksaan darah tepi
Leukopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia,
trombositopenia.
2) Pemeriksaan sumsum tulang
Menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang.
3) Biakan empedu
Terdapat basil salmonella typhosa pada urine dan tinja. Jika
pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak
didapatkan basil salmonella typhosa pada urin dan tinja, maka
pasien dinyatakan betul- betul sembuh.
4) Pemeriksaan widal
Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih,
sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi
tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis karena titer H
dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi atau bila
penderita telah lama sembuh.
7. Penatalaksanaan Typhoid
Berdasarkan Titik Lestari (2016), penatalaksanaan pada Demam
Thypoid yaitu:
1) Perawatan
a) Klien diistirahatkan 7 hari sampai 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
b) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
transfusi bila ada komplikasi perdarahan.
c) Pasien dengan kesadaran yang menurun posis itubuh harus diubah-
ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia, hipostatik dan dekubitus.
d) BAB dan BAK perludiperhatikan, karena kadang-kadang terjadi
obstipasi dan retensi urine.
2) Diet
a) Diet yang sesuai, cukupkalori dan tinggi protein.
b) Pada penderita yang akut dapat diberikan bubur saring.
c) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
d) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari. Di masa lampau Deman Thypoid diberi bubur saring,
kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkatan
kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut dimaksudkan
untuk menghindari komplikasi pendarahan usus atau perforasiusus.
Karena ada pendapat bahwa usus perlu diistirahatkan. Banyak pasien
tidak menyukai bubur saring karena tidak sesuai dengan selera mereka,
karena mereka hanya makan sedikit, keadaan umum dan gizi pasien
semakin menurun dan masa penyembuhan menjadi lama. Beberapa
peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat
kasar), dapat diberikan dengan aman pada pasien Demam Thypoid
yang takut makan nasi/bentuk makanan yang diinginkan, terserah
pasien sendiri apakah makan bubur saring atau bubur kasar atau nasi,
dengan lauk pauk rendah selulosa.
3) Obat-obatan
Demam Thypoid merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian
yang tinggi sebelum adanya obat-obatan antimikroba (10-15%). Sejak
adanya obat antimikroba terutama kloramfenikol angka kematian
menurun secara drastis (1-4%).
a) Kloramfenikol
Adanya resistensi kuman salmonella terhadap kloramfenikol di
berbagai daerah, tapi tetap digunakan sebagai obat pilihan. Dalam
pemberian kloramfenikol tidak terdapat kesamaan dosis. Dosis yang
dianjurkan ialah 50-100 mg/kgBB/hari, selama 10-14 hari. Untuk
neonatus, penggunaan obat ini sebaiknya dihindari dan bila terpaksa,
dosis tidak boleh melebihi 25 mg/kgBB/hari, selama10 hari.
b) Tiamfenikol
Pemberian tiamfenikol, demam turun setelah 5-6 hari. Komplikasi
hematologi pada pengguaan tiamfenikol lebih jarang dilaporkan. Dosis
oral yang dianjurkan 50-100 mg/kgBB/hari, selama 10-14 hari.
c) Kotrimoksasol
Kelebihan kotrimoksasol antara lain dapat digunakan untuk kasus
yang resisten terhadap kloramfenikol, penyerapan di usus cukup baik.
Dosis oral yang dianjurkan adalah 30-40 mg/kgBB/hari
sulfametoksazol dan 6-8 mg/kgBB/hari untuk trimetropim, diberikan
dalam 2 kali pemberian, selama 10-14 hari.
d) Ampisilin dan Amoksilin
Digunakan pada pengobatan Demam Thypoid, terutama pada kasus
resisten terhadap kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah:
(1) Ampisilin 100-200 mg/kgBB/hari, selama 10-14 hari.
(2) Amoksilin 100 mg/kgBB/hari, selama 10-14 hari.
Pengobatan Demam Thypoid yang menggunakan obat kombinasi
tidak memberikan keuntungan yang lebih baik bila diberikan obat
tunggal.
a) Seftriakson
Dosis yang dianjurkan adalah 50-100 mg/kgBB/hari,
tunggal atau dibagi dalam 2 dosis IV.
b) Sefotaksim
Dosis yang dianjurkan adalah 150-200 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3-4 dosis IV.

c) Siprofloksasin
Dosis yang dianjurkam 2x200-400 mg oral pada anak
berumur lebih dari 10 tahun.
d) Kortikosteroid
Diberikan dengan indikasi yang tepat karena dapat
menyebabkan perdarahan usus dan relaps. Tetapi, pada kasus berat
penggunaan kortikosteroid secara bermakna menurunkan angka
kematian.
B. PATHWAY

C. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data fokus pengkajian pasien anak typhoid adalah sebagai berikut:
1. Identitas klien
Meliputi nama lengkap, alamat, jenis kelamin, tempat tanggal lahir,
umur dan asal suku bangsa.
a. Typhoid tidak hanya terjadi pada pasien dewasa, namun sering
juga ditemukan pada pasien anak, terutama pada usia responden yaitu
usia 5-15 tahun, yang kurang memperhatikan kebersihan diri,
kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air
besar yang kurang baik, kondisi kuku dan jari tangan yang kotor
(Nuruzzaman, 2016).
b. Tempat tinggal dan lingkungan pasien merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit typhoid.
Kebersihan lantai, dan lingkungan sekitar rumah yang tidak terjaga
kebersihannya. Serta cara pengelolan sampah pada sekitar ligkungan
tempat tinggal (Ruztam, 2012).
2. Keluhan Utama
Biasanya anak dibawa oleh orang tuanya dengan alasan masuk
demam tinggi. Pasien typhoid dapat mengalami kenaikan suhu pada
minggu pertama, menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan
malam hari, sakit kepala, mual, muntah, kehilangan nafsu makan,
sembelit, atau diare, disertai bintik-bintik merah muda didada (Rose
spots).
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Perasaan tidak enak badan, demam tinggi, lesu, nyeri kepala,
pusing, pucat, dan kurang bersemangat, mual, muntah, serta nafsu
makan berkurang (terutama pada masa inkubasi).
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Sebelumnya anak pernah mengalami riwayat penyakit typhoid atau
pernah mengalami riwayat penyakit lainnya.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga pasien apakah ada yang pernah memiliki riwayat
penyakit typhoid atau penyakit keturunan lainnya.
6. Pola sehari-hari
a. Nutrisi
Pada Pasien thypoid akan mengalami penurunan perubahan
terjadinya berat badan karena mengalami perubahan pola nafsu
makan. Pada pasien thypoid ini akan merasakan gejala yaitu rasa
mual, muntah, anorexia yang akan mengakibatkan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh.
b. Eliminasi
Pada pasien thypoid ini biasanya terjadi konstipasi karena
tirah baring lama, dan diare dikarenakan bakteri Salmonella typhi
berkembangbiak pada usus halus, dan mengganggu proses
pencernaan manusia, yang menyebabkan terjadinya penurunan
perestaltik usus. Sehingga pasien typhoid diharuskan menjalani
diet yang sesuai rendah serat, cukup kalori dan tinggi protein.

c. Istirahat/tidur
Pada pasien thypoid adalah mengalami kesulitan untuk
tidur karena adanya peningkatan suhu tubuh pada malam hari
sehingga pasien merasa gelisah pada saat untuk beristirahat
ataupun saatnya untuk tidur.
d. Aktivitas
Pasien mengalami penurunan pada aktivitas, badan pasien
sangat terasa lemas, lesu, kurang bersemangat, karena adanya
peningkatan suhu tubuh yang berkepanjangan. Aktivitas pasien
akan terganggu, pasien harus tirah baring total, agar tidak terjadi
komplikasi maka segala kebutuhan pasien harus dibantu oleh
keluarga.

7. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum : Lemah, lesu dan kurang bersemangat

b. Tanda Vital :

1) Suhu Tubuh

Pada kasus yang khas, demam lebih dari 36,5⁰C-37,5⁰C


yang berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten, dan
suhunya tinggi pada malam hari. Selama minggu pertama, suhu
tubuh berangsur-angsur naik setiap harinya, biasanya menurun
pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada
minggu kedua, pasien terus mengalami demam. Pada minggu
ketiga, suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada
akhir minggu ketiga.

2) Kesadaran

Pada umumnya kesadaran pasien menurun walaupun


beberapa dalam keadaan apatis atau samnolen. Jarang terjadi sopor,
koma, atau gelisah (kecuali saat penyakitnya berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Disamping gejala yang timbul tersebut
mungkin bisa terdapat gejala lainnya. Yaitu terdapat bintik-bintik
kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang ditemukan
dalam minggu pertama demam. Kadang juga ditemukan brakikardi
dan epitaksis pada anak.

8. Pemeriksaan Head To Toe


a. Mulut
Terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering
dan pecah-pecah (ragaden), lidah tertutup selaput putih, sementara
ujung dan tepinya berwarna kemerahan, dan jarang disertai tremor.
b. Abdomen
1) Inspeksi : dapat ditemukan keadaan perut kembung
(meteorismus).
2) Auskultasi : bising usus bisa normal bisa tidak (normal
8-12x/menit).
3) Perkusi : hipertimpani, bisa terjadi konstipasi atau mungkin
diare atau normal.
4) Palpasi : ada nyeri tekan

9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kultur darah (biakan, empedu)
Biakan empedu basil Salmonella typhi dapat ditemukan dalam
darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering
ditemukan dalam urine dan feses.
a) Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
b) Kultur urin : bisa positif pada akhir kedua
c) Kultur feses : bisa positif pada minggu kedua hingga minggu
ketiga.
2) Pemeriksaan Uji Widal
Pemeriksaan yang diperlukan adalah titer zat inti terhadap
antigen O. Apabila titer lebih dari 1/80-1/160 dan seterusnya, maka
hal ini menunjukan bahwa semakin kecil titrasi berarti semakin
berat penyakitnya. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih merupakan
kenaikan yang progesif.
3) Pemeriksaan Darah
Perifer Lengkap Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula
leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukosit dapat terjadi
walaupun tanpa dosertai infeksi sekunder.
4) Pemeriksaan SGOPT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali
normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak
dapat memerlukan penanganan khusus.

10. Genogram

Garis keturan klien yang dilihat dari tiga generasi ke atas dari
kluarga klien. Hal ini berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit-
penyakit keturunan dan menular dalam keluarga klien sehingga untuk
lebih spesifik mengetahuinya.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi Salmonella typhi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
3. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan kehilangan nafsu makan
3. Intervensi Keperawatan

Tujuan dan
N Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Rasion
O (SDKI) (SLKI) (SIKI) al
1 Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
dengan proses infeksi tindakan ( I.15506)
Salmonella typhi. keperawatan Observasi
(D.0130) selama 3 x 24 jam 1. Identifikasi penyebab
Definisi : diharapkan suhu hipotermia (mis.
Suhu tubuh meningkat di tubuh pasien dehidrasi, terpapar
atas rentang normal menurun atau lingkungan panas,
tubuh. rentang normal penggunaan inkubator)
Penyebab : dengan kriteria 2. Monitor suhu tubuh
1. Dehidrasi hasil : 3. Monitor kadar
2. Terpapar lingkungan Termoregulasi elektrolit
panas (L.14134) 4. Monitor haluaran urine
3. Proses penyakit (mis. 1. Tidak 5. Monitor komplikasi
Infeksi,kanker) menggigil akibat hipertermia
4. Ketidaksesuaian 2. Kejang Terapeutik
pakaian dengan suhu menurun 1. Sediakan lingkungan
lingkungan. 3. Takikardi yang dingin
5. Peningkatan laju menurun 2. Longgarkan atau
metabolisme. 4. Takipnea lepaskan pakaian
6. Respon trauma. menurun 3. Basahi dan kipas
7. Aktivitas berlebihan. 5. Suhu tubuh permukaan tubuh
8. Penggunaan normal (36,5 – 4. Berikan cairan oral
inkubator. 37,5) 5. Ganti linen setiap hari
Gejala dan Tanda Mayor 6. Suhu kulit atau lebih sering jika
Gejala : membaik mengalami
 Tidak tersedia. 7. Tekanan darah hiperhidrosis (keringat
Objektif normal (100- berlebih)
1. Suhu tubuh diatas 120/60-80) 6. Lakukan pendinginan
nilai normal. eksternal (mis. selimut
Gejala dan Tanda Minor hipotermia atau
Subjektif : kompres dingin pada
 Tidak tersedia. dahi, leher, dada,
Objektif abdomen, aksila)
1. Kulit merah. 7. Hindari pemberian
2. Kejang. antipiretik atau aspirin
3. Takikardi. 8. Berikan oksigen, jika
4. Takipnea. perlu
5. Kulit terasa hangat. Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, Jika perlu
Regulasi Temperatur
(I.14578)
Observasi
1. Monitor suhu bayi
sampai stabil (36,5
derajat celcius sampai
37,5 derajat celcius)
2. Monitor suhu tubuh
anak tiap dua jam, jika
perlu
3. Monitor tekanan darah,
frekuensi pernapasan
dan nadi
4. Monitor warna dan
suhu kulit
5. Monitor dan catat
tanda dan gejala
hipotermia atau
hipertermia

Terapeutik
1. Pasang alat pemantau
suhu kontinu, jika perlu
2. Tingkatkan asupan
cairan dan nutrisi yang
adekuat
3. Bedong bayi segera
setelah lahir untuk
mencegah kehilangan
panas
4. Masukkan bayi BBLR
ke dalam plastik segera
setelah lahir (mis.
bahan
polyethytene,polyureth
ane)
5. Gunakan topi bayi
untuk mencegah
kehilangan panas pada
bayi baru lahir
6. Tempatkan bayi baru
lahir di bawah Radiant
warmer
7. Pertahankan
kelembaban indikator
50% atau lebih untuk
mengurangi kehilangan
panas karena proses
evaporasi
8. Atur suhu inkubator
sesuai kebutuhan
9. Hangatkan terlebih
dahulu bahan-bahan
yang akan kontak
dengan bayi (mis.
selimut, kain
bedongan, stetoskop)
10. Hindari meletakkan
bayi di dekat jendela
terbuka atau di area
aliran pendingin
ruangan atau kipas
angin
11. Gunakan matras
penghangat, selimut
hangat, dan penghangat
ruangan untuk
menaikkan suhu tubuh,
jika perlu
12. Gunakan kasur
pendingin, water
circulation blankets,
ice pack atau gel pad
dan intravaskular
cooling catheterization
untuk menurunkan
suhu tubuh
13. Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien
Edukasi
1. Jelaskan cara
pencegahan heat
exhaustion dan heat
stroke
2. Jelaskan cara
pencegahan hipotermi
karena terpapar udara
dingin
3. Demonstrasikan teknik
perawatan metode
kanguru (PMK) untuk
bayi BBLR
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antipiretik Jika perlu.

2 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


dengan agen pencedera tindakan (I.082383) Observasi
fisiologis. (D.0077) keperawatan 1. Identifikasi lokasi,
Definisi selama 3 x 24 karakteristik,
Pengalaman sensorik atau jam, diharapkan durasi, frekuensi,
emosional yang berkaitan nyeri yang kualitas, intensitas
dengan kerusakan dirasakan dapat nyeri.
jaringan aktual atau berkurang atau 2. Identifikasi skala
fungsional, dengan onset hilang dengan nyeri
mendadak atau lambat kriteria hasil : 3. Identifikasi respon
dan berintensitas ringan Kontrol Nyeri nyeri non verbal
hingga berat yang (L.08063) : Terapeutik
berlangsung kurang dari 3 1. Melaporkan 1. Berikan teknik
bulan bahwa nyeri nonfarmakologis
Penyebab : berkurang untuk mengurangi
1. Agen pencedera 2. Mampu rasa nyeri (mis.
fisiologis (mis. mengenali Tens, hipnosis
inflamasi, iskemia, onset nyeri akupresur, terapi
neoplasma) 3. Mampu musik, kompres
2. Agen pencedera mengenali hangat atau dingin,
kimiawi (mis. penyebab teknik relaksasi
terbakar, bahan kimia nyeri Tingkat nafas dalam)
iritan) Nyeri 2. Memberikan posisi
3. Agen pencedera fisik (L.08066) : nyaman
(mis. abses, amputasi, 1. Keluhan nyeri Edukasi
terbakar, terpotong berkurang 1. Jelaskan penyebab,
mengangkat berat, 2. Pasien tidak periode, dan
prosedur operasi, nampak pemicu nyeri
trauma, latihan fisik meringis lagi 2. Ajarkan teknik
berlebihan) nonfarmakologis
Gejala & Tanda Mayor: untuk mengurangi
Subjektif : rasa nyeri (teknik
1. Mengeluh nyeri nafas dalam)
Objektif : Kolaborasi
1. Tampak meringis 1. Kolaborasi
2. Bersikap protektif pemberian
(mis. waspada, posisi analgetik jika perlu
menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi
meningkat
5. Sulit tidur

Gejala & Tanda Minor:


Subjektif :
 (tidak tersedia)

Objektif :
1. Tekanan darah
meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir
terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri
sendiri
7. Diaforesis
3 Resiko defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Gangguan
berhubungan dengan tindakan Makanan ( I.03111)
kehilangan nafsu makan keperawatan Observasi
(D.0032) selama 3 x 24 1. Monitor asupan dan
Definisi jam, diharapkan keluarnya makanan dan
Beresiko mengalami nafsu makan cairan serta kebutuhan
asupan nutrisi tidak cukup meningkat dengan kalori
untuk memenuhi kriteria hasil : Terapeutik
kebutuhan metabolisme Nafsu makan 1. Timbang berat badan
Faktor Risiko (L.09080) secara rutin
1. Ketidakmampuan 1. Keinginan 2. Diskusikan perilaku
menelan makanan makan makan dan jumlah
2. Ketidakmampuan meningkat aktivitas fisik
mencerna makanan 2. Asupan (termasuk olahraga)
3. ketidakmampuan makanan yang sesuai
mengabsorpsi nutrien meningkat 3. Lakukan kontrak
4. Peningkatan 3. Energi untuk perilaku (mis. target
kebutuhan makan berat badan, tanggung
metabolisme meningkat jawab perilaku)
5. Faktor ekonomi (mis. 4. Asupan nutrisi 4. Dampingi ke kamar
finansial tidak meningkat mandi untuk
mencukupi) 5. Kemampuan pengamatan perilaku
6. Faktor psikologis merasakan memuntahkan kembali
(mis. stress, dan makanan
keengganan untuk ma menikmati 5. Berikan penguatan
kan) makanan positif terhadap
meningkat keberhasilan target dan
Status Menelan perubahan perilaku
(L.06052) 6. Berikan konsekuensi
1. Mempertahan jika tidak mencapai
kan makanan target sesuai kontrak
di mulut 7. Rencanakan program
meningkat pengolahan untuk
2. Muntah perawatan di rumah
menurun (mis. medis, konseling)
3. Refleks Edukasi
lambung 1. Anjurkan membuat
menurun catatan harian tentang
4. Usaha perasaan dan situasi
menelan pemicu pengeluaran
meningkat makanan (mis.
5. Refleks pengeluaran yang
menelan disengaja, muntah,
meningkat aktivitas berlebih)
Berat badan 2. Ajarkan pengaturan
(L.03018) diet yang tepat
1. Berat badan 3. Ajarkan keterampilan
membaik kopi untuk
2. Indeks masa penyelesaian masalah
tubuh perilaku makan
membaik Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang target berat
badan kebutuhan kalori
dan pilihan makanan

Anda mungkin juga menyukai