Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang

disebabkan oleh salmonella typhi, sanmonella paratyphi A, salmonella

paratyphi B, salmonella typhi C. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda khas

berupa perjalanan yang berlangsung kurang lebih 3 minggu di sertai gejala

demam, nyeri perut dan erupsi kulit. Demam Thypoid akan sangat

berbahaya jika tidak segara di tangani secara baik dan benar, bahkan

menyebabkan kematian. Prognosis menjadi tidak baik apabila terdapat

gambaran klinik yang berat, seperti demam tinggi (hiperpireksia), febris

kontinua, kesadaran sangat menurun (sopor, koma, atau delirium).

Demam Thypoid merupakan penyakit yang sangat serius dan harus

memerlukan penanganan yang cepat dan tepat. Bahaya dari demam typoid

akan menyebabkan pendarahan intestinal, perforasi usus dan secara

langsung dapat mengakibatkan komplikasi seperti, hematologi, hepatitis

tifosa, pangkreatitis, miokartitis, thypoid toksik, secara tidak langsung akan

mempengaruhi proses tumbuh kembang dan produktifitas kerja serta

terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi, asidosis, dan perforasi

(Widodo Djoko, 2009).

1
2

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,

yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku),

Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada

penderita thypoid dapat menularkan kuman salmonella typhi kepada orang

lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat

akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.

Apabila makanan tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti

mencuci tangan dan makanan yang tercemar salmonella typhi masuk ke

tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam

lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai

jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak,

lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotetial. Sel-sel

retikuloendotetial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah

dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus

dan kandung empedu (Padila, 2013 : 187).

Demam thypoid dapat menimbulkan masalah yang komplit sehingga

membutuhkan peranan keperawatan dalam penanggulangan di rumah sakit,

seperti menganjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah

makan, mengolah makanan hingga matang dan menutup makanan, pola

makan yang teratur, mengurangi makanan pedas dan asam serta istrahat

yang cukup. Adapun upaya yang dilakukan pemerintah guna menekan

angka kejadian demam thypoid mulai dari peningkatan promosi kesehatan,

pencegahan, pengobatan dan pemulihan derajat kesehatan klien. Perawat


3

diharapkan untuk mensosialisasikan pencegahan terhadap thypoid dengan

cara mengadakan penyuluhan kesehatan dan memberikan pendidikan

kesehatan tentang thypoid kepada masyarakat luar agar berpartisipasi dalam

menanggulangi thypoid dan mencegah penyakit (Nurhidayah, 2017).

Menurut data WHO (World Health Organisation) memperkirakan

angka insiden diseluruh dunia sekitar 17 juta jiwa pertahun, angka kematian

akibat Demam Thypoid mencapai 600.000 dan 70% nya terjadi di Asia. Di

Indonesia sendiri, penyakit Thypoid bersifat endemik, Menurut WHO angka

penderita demam Thypoid di Indonesia mencapai 81% per 100.000

(Kemenkes RI, 2013).

Berdasarkan profil kesehatan indonesia tahun 2015 jumlah kejadian

demam thypoid dan paratyphoid di Rumah Sakit adalah 80.850 kasus pada

penderita rawat inap dan 1.013 diantaranya meninggal dunia. Sedangkan

pada tahun 2016 penderita demam thypoid dan parathypoid sejumlah

41.081 kasus pada penderita rawat inp dan jumlah pasien meninggal dunia

sebanyak 276 jiwa. (Kemenkes RI, 2016).

Di Sulawesi Tengah jumlah penderita Demam thypoid

memperlihatkan peningkatan, pada tahun 2000 terdapat 219/100.000

penduduk menjadi 307/100.000 penduduk tahun 2005 dengan jumlah

kematian sekitar 2,9-9,4% pertahun. Berdasarkan data profil Dinas

Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, demam typoid termasuk 10 besar

penyakit rawat inap yang memperlihatkan peningkatan, dari 303 kasus

tahun 2007 menjadi 344 kasus tahun 2008 dan pada tahun 2013 terjadi
4

peningkatan sejumlah 5091 kasus demam thypoid di antaranya 2.729.227

penduduk dan menempati urutan ke 7 dalam 10 besar penyakit (Profil

Dinkes Sulteng, 2013).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Tolitoli pada

tahun 2017 terdapat 797 penderita Demam Thypoid, terdiri dari laki-laki

sejumlah 418 dan perempuan 379 kasus. Sedangkan pada tahun 2018 terjadi

peningkatan menjadi 804 penderita yang terdiri dari lakilaki 439 dan

perempuan 365 penderita pertahunnya (Dinkes Kab Tolitoli 2018).

Data Rumah Sakit umum daerah Mokopido Tolitoli jumlah

penderita Demam Thypoid pada tahun 2017 di dapatkan sejumlah laki-laki

253 dan perempuan 280. Sedangkan pada tahun 2018 laki-laki sejumlah

337 orang dan perempuan 352 oarang (Medikart record RSUD Mokopido

Tolitoli 2018).

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik membahas “ Asuhan

Keperawatan dengan kasus Demam Thypoid di ruangan Tulip RSUD

Mokopido Tolitoli ”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang dapat di

kemukakan adalah “Bagaimana pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada

pasien rawat inap dengan kasus Demam Thypoid di ruangan Tulip RSUD

Mokopido Tolotoli?“
5

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Melakukan Asuhan Keperawatan pada Nn. S dengan kasus Demam

Thypoid dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan kasus Demam thypoid

diruangan Tulip RSUD Mokopido Tolitoli

b. Menganalisa dan menegakkan diagnosa keperawatan untuk

melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus

Demam Thypoid di ruangan Tulip RSUD Mokopido Tolitoli

c. Menyusun rencana atau intervensi asuhan keperawatan pada

pasien dengan kasus Demam Thypoid di ruangan Tulip RSUD

Mokopido Tolitoli

d. Melaksanakan implementasi keperawatan untuk melaksanakan

asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Demam Thypoid

di ruangan Tulip RSUD Mokopido Tolitoli

e. Melakukan evaluasi berdasarkan tindakan keperawatan yang telah

di berikan kepada pasien dengan kasus Demam Thypoid di

ruangan Tulip RSUD Mokopido Tolitoli

f. Melakukan catatan perkembangan pada pasien dengan kasus

Demam Thypoid di ruangan Tulip RSUD Mokopido Tolitoli


6

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Dapat menjadi bahan masukan dan informasi untuk

meningkatkan mutu pelayanan pada pasien demam thypoid di RSUD

Mokopido Tolitoli dan bagi perawat diruangan agar dapat melakukan

Asuhan Keperawatan.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat menjadi bahan untuk proses pembelajaran

mahasiswa yang akan melakukan penulisan karya tulis ilmiah

3. Bagi klien dan Keluarga

Diharapkan dapat menambah pengetahuan pasien dan masyarakat

tentang cara penanganan dan perawatan pada pasien yang menderita

penyakit demam thypoid

4. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman berharga yang dapat menambah wawasan

serta pengetahuan baru penulis tentang penelitian ilmiah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Penyakit

1. Pengertian

Demam Thypoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan

oleh salmonella enteric serovar typhi (S typhi). Salmonella enterica

serovar paratyphi A, B, dan C juga dapat menyebabkan infeksi yang

disebut demam paratipoid. Demam tipoid dan paratipoid termasuk ke

dalam demam enteric. Pada daerah endemik, sekitar 90% dari demam

enterik adalah demam tipoid. (Suharto, 2015 : 647)

Demam Thypoid merupakan infeksi sistemik akut yang

disebabkan oleh salmonella enteric serotype typhi atau paratyphi.

Nama lain penyakit ini adalah enteric fever, tifus, dan paratifus

abdominalis. (Wibisono E, dkk, 2015 : 721)

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang menyerang usus

halus yang disebabkan bakteri salmonella typhi yang disertai dengan

gangguan pencernaan.

2. Etiologi

Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah

bakteri Gram-negatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak

membentuk spora, fakultatif anerob. Mempunyai antigen somatic (O)

7
8

yang terdiri dari oligosakarida, flagela antigen yang terletak pada

lapisan luar dari tubuh kuman, bagian ini mempunyai struktur kimia

lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan

terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.

Antigen (H) yang terdir dari protein dan envelope, yang terletak pada

flagela, fimbriae atau pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur

kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan

terhadap panas dan alkohol yang telah memenuhi kriteria penilaian.

Antigen (K) yang terdiri dari polisakarida, yang terletak pada kapsul.

Envelope dari kuman yang dapat melindungi kuman terhadap

fagositosis.

Ketiga macam antigen tersebut diatas didalam tubuh penderita

akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim

disebut Aglutinin (Nurarif, A.H dan Hardi K. 2015 : 180).

3. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala demam thypoid muncul secara tiba-tiba atau

berangsur-angsur antara 10-14 hari. Gejala yang timbul bervariasi

yaitu :

a. Pada minggu pertama, muncul tanda infeksi akut seperti demam,

nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,

obstipasi atau diare, perasaan tidak nyaman diperut, batuk dan

epistaksis. Demam yang terjadi berpola seperti anak tangga


9

dengan suhu makin tinggi dari hari ke hari, lebih rendah pada

pagi hari dan tinggi pada sore hari.

b. Pada minggu kedua gejala menjadi lebih jelas dengan demam

bradikardi relative, lidah tipoid (kotor di tengah, tepi dan ujung

berwarna merah, disertai tremor), hepatomegali, splenomegali,

meteorismus, gangguan kesadaran, dan yang lebih jarang berupa

roseolae. (Wibisono E, dkk, 2014 : 722)

4. Patofisiologi

Penularan salmonella thypi dapat di tularkan melalui berbagai

cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari

tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses

dan muntah pada penderita tifoid dapat menularkan kuman salmonella

typhi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui

perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan

dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila makanan tersebut kurang

memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan

makanan yang tercemar salmonella typhi masuk ke tubuh orang yang

sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung dan

sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan

limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu

masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotetial. Sel-sel

retikuloendotetial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi

darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa,


10

usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala

toksemia pada tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi

berdasarkan penelitian sperimental disimpulkan bahwa endotoksemia

bukan penyebab utama demam pada tifoid. Endotoksemia berperan

pada patogenesis tifoid, karena membantu proses 8 inflamasi lokal

pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan

endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh

leukosit pada jaringan yang meradang. (Padila, 2013 : 187).

5. Penatalaksanaan

a. Non Farmakologi

1) Bed rest (Tirah baring)

Menurut Halim Mubin dan palloge ada beberapa cara-cara

mobilisasi untuk penderita demam thypoid yaitu :

a) Duduk dilakukan setelah 3 hari bebas panas

b) Berdiri dilakukan setelah 7 hari bebas panas

c) Berjalan dilakukan setelah 10 hari bebas panas

2) Diet : Diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan

akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet

berupa makanan rendah serat.

b. Farmakologi

1) Kloramfenikol, dosis 50 mg/ kg BB/ hari terbagi dalam 3-4

kali pemberian, oral atau IV selama 14 hari.


11

2) Bila ada kontra indikasi kloramfenikol diberikan ampisilin

dengan dosis 200 mg/ kg/ BB/ hari, terbagi dalam 3-4 kali.

Pemberian, intra vena saat belum dapat minum obat, selama

21 hari, atau amoksisilin dengan dosis 100 mg /kg BB

terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral atau intra vena

selama 21 hari kotrimoksasol dengan dosis (tpm) 8 mg/kg

BB/hari terbagi dalam 2 sampai 3 kali pemberian, oral, selama 14

hari.

3) Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50

mg/kg BB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg

BB/hari, sehari sekali, intravena, selama 5-7 hari.

4) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan

antibiotika adalah meropenem, azithromisin, dan

fluoroquinolon.

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan darah perifer lengkap

Dapat di temukan leokopeni, dapat pula leukositosis atau

kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa

disertai infeksi sekunder.

b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali

normal seelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak

memerlukan penanganan khusus.


12

c. Pemeriksaan uji widal

Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya anti bodi

terhadap bakteri salmonella thypi. Uji widal di maksudkan untuk

menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita demam

thypoid. Akibat adanya infeksi oleh salmonella thypi maka

penderita membuat anti body (aglutitin).

d. Kultur

Kultur darah : Bisa positif pada minggu pertama

Kultur darah : Bisa positif pada akhir minggu ke dua

Kultur darah : Bisa positif dari minggu ke dua hingga minggu ke

tiga

e. Anti sanmonella thypi

Pemeriksaan ini di lakukan untuk mendeteksi secara dini

infeksi akut salmonella thypi karena anti body IgM muncul pada

hari 3 dan 4 terjadinya demam.

7. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada demam thypoid menurut

Wibisono E, dkk (2015 : 723) yaitu:

a. Komplikasi intestinal : pendarahan usus, perforasi usus, ileus

paralitik

b. Komplikasi kardiovaskular : syok, miokarditis, trombosit,

tromboflebitis
13

c. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koagulasi

intravascular diseminata, sindrom uremia hemolitik

d. Komplikasi paru : pneumonia, emplema, pleuritis

e. Komplikasi hpar dan kandung kemih : hepatitis, kolelitiasis

f. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis

g. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis

h. komplikasi neuropsikiatri : delirium, meningitis, polyneuritis

perifer, sindrom guillainbarre, psikosis,sindrom katatonia.

8. Pencegahan

Pencegahan infeksi Salmonella typhi dapat dilakukan dengan

penerapan pola hidup yang bersih dan sehat. Berbagai hal sederhana

namun efektif dapat mulai dibiasakan sejak dini oleh setiap orang

untuk menjaga higientias pribadi dan lingkungan, seperti

membiasakan cuci tangan dengan sabun sebelum makan atau

menyentuh alat makan/minum, mengkonsumsi makanan dan minuman

bergizi yang sudah dimasak matang, menyimpan makanan dengan

benar agar tidak dihinggapi lalat atau terkena debu, memilih tempat

makan yang bersih dan memiliki sarana air memadai, membiasakan

buang air di kamar mandi, serta mengatur pembuangan sampah agar

tidak mencemari lingkungan.


14

B. Konsep Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan

praktik keperawatan langsung pada klien diberbagai tatanan pelayanan

kesehatan yang pelaksanannya berdasarkan kaidah profesi keperawatan dan

merupakan inti praktek keperawatan (Ali Zaidin 2009).

Adapun proses asuhan keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu:

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan

yang mengumpulkan data-data akurat dari klian sehingga akan

diketahui masalahnya yang ada (Nurarif, A.H dan Hardi K. 2015)

a. Identitas

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan,

nomor registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, dan

tanggal masuk RS.

b. Riwayat keperawatan

1) Keluhan utama

Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran :

apatis sampai samnolen, dan gangguan saluran cerna seperti

perut kembung, tegang dan nyeri pada perabaan, mulut bau,

konstipasi, atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa

lender, anoreksia dan muntah


15

2) Riwayat penyakit dahulu

Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan

sistem imun menurun.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Demam thypoid congenital didapat dari seorang ibu

hamil yang menderita demam thypoid dan menularkan

kepada janin lalu darah, umumnya bersifat fatal.

c. Pola fungsi keperawatan

1) Pola nutrisi dan metabolisme

Adanya mual dan muntah penurunan nafsu makan

selama sakit lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan

sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.

2) Pola aktivitas dan latihan

Pasien akan terganggu aktivitasnya akibat adanya

kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan

gerak akibat penyakitnya.

3) Pola eliminasi

Kebiasaan dalam BAK akan terjadi referensi dehidrasi

karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak

sesuai kebutuhan.

4) Pola persepsi dan konsep diri

Didalam perubahan apabila pasien tidak afektif dalam

masalah penyakitnya.
16

d. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum biasanya pasien pada demam thypoid

mengalami badan lemah, panas, pucat, mual, tidak anoreksia.

2) Kepala dan leher

Kepala tidak ada benjolan, rambut normal, kelopak mata

normal, konjungtiva anemis, mata cekung, muka tidak odem,

bibir pucat/kering, lidah kotor, fungsi pendengaran normal,

tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

3) Dada dan abdomen

Dada normal, bentuk simetris, nafas teratur, didaerah

abdomen didapatkan nyeri tekan.

4) Sistem respirasi

Pernafasan normal, tidak ada suara nafas tambahan, dan

tidak terdapat cuping hidung.

5) Sistem kardiovaskuler

Biasanya pada demam thypoid yang ditemukan tekanan

darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan takikardi

saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.


17

6) Sistem integument

Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat

banyak, dan akral hangat.

7) Sistem eliminasi

Pada pasien demam thypoid kadang-kadang diare atau

konstipasi, produksi kemih pasien bisa mengalami penurunan.

8) Sistem musculoskeletal

Tidak ada gangguan pada ekstremitas atas maupun

ekstremitas bawah.

9) Sistem endokrin

Apakah di dalam penderita demam thypoid ada

pembesaran kelenjar tiroid dan tonsil.

10) Sistem persyarafan

Apakah kesadaran pasien secara penuh atau apatis,

samnolen, dan koma pada pasien penderita penyakit demam

thypoid.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan

respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola), dari

individu atau keompok dimana perawat secara akuntabilitas, dapat

mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk

menjaga status kesehatan menurun, membatasi dan mencegah.


18

Menurut Nurarif, A.H dan Hardi K (2015 : 180) dalam diagnosa

keperawatan pada pasien penyakit Demam Tifoid adalah :

a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

b. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake yang tidak adekuat

d. Resoki kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake

yang tidak adekuat

e. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus

gastrointestinal (penurunan motilitas usus).

(Sumber : Aplikasi NANDA NIC-NOC Jilid 1)

3. Intervensi keperawatan

Merupakan suatu proses di dalam pemecahan masalah yang

merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,

bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari

semua tindakan keperawatan. (Dermawan,2012)

Tiga komponen utama yang harus ada dalam sebuah rencana

keperawatan adalah sebgai berikut :

a. Diagnosa keperawatan atau masalah yang di prioritaskan.

b. Kriteria hasil, yaitu apa hasil yang diharapkan dan kapan anda

ingin mengetahui hasil yang diharapkan tersebut

c. Intervensi, yaitu apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan

atau kriteria hasil (Brunner Dkk, 2002).


19

Menurut Nurarif, A.H dan Hardi K (2015 : 180) dalam diagnosa

keperawatan pada pasien penyakit Demam Tifoid adalah :

a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

Tujuan : Hipertermi teratasi

Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal 36,5-37,5°C,

tidak ada kejang

Intervensi :

1) Observasi TTV

Rasional : Untuk mengetahui keadaan klien dan perubahan

yang terjadi untuk menentukan intervensi

selanjutnya

2) Berikan kompres air hangat

Rasional : Membantu untuk menurunkan suhu tubuh klien

3) Anjurkan klien untuk banyak minum

Rasional : Untuk mengganti cairan yang keluar dari dalam

tubuh klien dan mencegah terjadinya dehidrasi

4) Anjurkan klien untuk memakai pakaian tipis

Rasional : Dengan memakai pakaian yang tipis dapat

membantu proses penguapan dan dapat

menyerap keringat

5) Anjurkan klien untuk beristirahat

Rasional : agar klien merasa rileks


20

6) Kolaborasi pemberian obat

Rasional : Untuk membantu proses penyembuhan

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang

Kriteria hasil : Melaporkan bahwa nyeri berkurang, menyatakan

rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Intervensi :

1) Kaji tingkat nyeri

Rasional : Untuk mengetahui skala nyeri klien

2) Beri posisi yang nyaman sesuai dengan klien

Rasional : Untuk meningkatkan relaksasi otot dan

mengurangi stress

3) Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi

Rasional : Untuk meningkatkan relaksasi dan kenyamanan

4) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Rasional : Mengurangi nyeri dan membantu proses

penyembuhan

c. Ketidakseimbngan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan intake yang tidak adekuat

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi

Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi dan nafsu

makan klien meningkat


21

Intervensi :

1) Kaji status nutrisi klien.

Rasional : Dilakukan untuk mengetahui statis nutrisi pasien

sehingga dapat menentukan intervensi yang

diberikan.

2) Anjurkan klien makan sedikit tapi sering.

Rasional : Makan sedikit tapi sering dapat meningkatkan

intake nutrisi.

3) Anjurkan klien untuk makan makanan yang rendah serat

Rasional : untuk mengatasi terjadinya peradangan

4) Anjurkan klien untuk makan makanan selagi hangat.

Rasional : Dapat menurunkan rasa mual sehingga intake dan

output dapat ditingkatkan.

5) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi yang tepat pada

klien.

Rasional : Informasi yang diberikan dapat memotivasi pasien

untuk meningkatkan intake nutrisi.

d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake

yang tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh

Tujuan : Resiko kekurangan volume cairan tidak terjadi

Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor

kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada

tanda-tanda dehidrasi.
22

Intervensi :

1) Kaji tanda-tanda dehidrasi

Rasional : Mengidentifikasi tanda-tanda dehidrasi

2) Kaji tanda-tanda vital

Rasional : Mengidentifikasi tanda-tanda vital

3) Pantau intake dan output cairan

Rasional : Untuk mengetahui intake dan output cairan yang

masuk dan keluar

4) Anjurkan klien minum banyak

Rasional : Mempertahankan cairan dalam tubuh klien.

5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian intravena

Rasional : Untuk proses penyembuhan.

e. Konstipasi Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas

traktus gastrointestinal (penurunan motilitas usus).

Tujuan : Konstipasi menurun

Kriteria hasil : Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi, feses

Lunak dan berbentuk

Intervensi :

1) Monitor tanda dan gejala konstipasi

Rasional : Untuk mengetahui gejala konstipasi.

2) Monitor bising usus

Rasional : Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis

akibat inflamasi, penumpukan fekalit.


23

3) Anjurkan pasien untuk diet rendah serat

Rasional : Untuk melancarkan atau melunakkan eliminasi

feses

4. Implementasi keperawatan

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan

rencana asuhan keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada

terhadap implementasi ini adalah perawat menggunakan berbagai

implementasi yang dirancang untuk mencegah masalah kesehatan

mentaldan fisik serta mempromosikan, memeliharan dan memulihkan

kesehatan mental dan fisik (Yustina Olfah, 2016 : 51).

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah langkah kelima dalam proses keperawatan.

Dalam langkah ini menetukan kemajuan seseorang menuju tujuan

pertemuan kesehatan, nilai rencana keperawatan perawat dalam

mecapai tujuan tersebut, dan kualitas keseluruhan perawatan yang

yang diterima oleh orang tersebut (Yustina Olfah 2016 : 52).

6. Catatan perkembangan

Catatan perkembangan merupakan catatan mengenai

perkembangan keadaan klien yang didasarkan pada setiap masalah

yang ditemui pada klien. Memodifikasi rencana tindakan mengikuti

perubahan keadaan klien, pada tehnik ini catatan perkembangan dapat

menggunakan komponen SOAPIER.


24

Penulisan format SOAPIER menurut (Rohmah & Walid, 2009)

adalah sebagai berikut:

S : Data subjektif yaitu perawat menulis naskah keluhan klien yang

masih dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan

O : Data objektif yaitu data berdasarkan hasil pengukuran atau

observasi perawat secara langsung pada klien.

A : Analisa merupakan interprestasi dari data subjektif dan data objektif.

Merupakan suatu masalah atau diagnosa keperawatan yang masih

terjadi atau juga dapat dituliskan masalah baru yang terjadi akibat

perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya

dalam data subjektif dan data objektif

P : Planing adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan,

dihentikan, dimodifikasi, atau di tambahkan dari rencana tindakan

keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya.

I : Implementasi adalah tindakan keperawatan yang di lakukan sesuai

intruksi yang telah teridentifikasi pada perencanaan.

E : Evaluasi adalah respon klien setelah di lakukan tindakan

keperawatan

R : Reassesment adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap

perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana

tindakan perlu dilajutkan, dimodifikasi atau dihentikan.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah adalah

metode deskriptif yaitu metode penelitian jenis studi kasus untuk

mendapatkan gambaran tentang proses keperawatan pada pasien dengan

kasus Demam Thypoid berupa laporan penerapan asuhan keperawatan

dengan menggambarkan data secara objektif dimulai dari pengumpulan

data, menganalisa, menegakkan diagnosa, membuat intervensi, melakukan

implementasi dan evaluasi. selanjutnya disajikan dalam bentuk narasi.

B. Lokasi dan waktu peneltian

Penelitian studi kasus ini dilakukan di ruangan Tulip RSUD

Mokopido Tolitoli pada tanggal 19-21 februari 2019. Penelitian dilakukan

selama 3 hari secara per shift pagi, sore dan malam hari.

C. Subjek Studi Kasus

seorang pasien bernama Nn. S berusia 26 tahun dengan diagnosa

medis Demam Thypoid di ruangan Tulip RSUD Mokopido Tolitoli.

25
D. Fokus Studi

Proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang

diberikan secara langsung kepada pasien diberbagai tatanan pelayanan

kesehatan. Proses keperawatan yang dilakukan adalah memberikan asuhan

keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi,

dan evaluasi pada pasien Demam Thypoid yang dilakukan secara per shift

pagi, sore dan malam selama 3 hari bertutut-turut.

E. Definisi Operasional

Definisi perasional adalah batasan dan cara pengukuran variabel yang

akan diteliti. Definisi operasional di buat untuk memudahkan dan menjaga

konsistensi pengumpulan data, menghindari perbedaan interpretasi serta

membatasi ruang lingkup variabel.(Supardi, 2013)

1. Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan

pada praktek keperawatan yang diberikan secara langsung kepada

pasien diberbagai tatanan pelayanan kesehatan.

Asuhan keperawatan yang dimaksud dan dipahami dalam

penelitian ini adalah proses keperawatan yang di mulai dari

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,

implementasi keperawatan serta evaluasi keperawatan pada pasien

Demam Thypoid.

a. Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan yang

bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien,


27

agar dapat mengidentifikasi atau mengenali masalah-masalah

keperawatan pada pasien Demam Thypoid.

b. Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan

pasti tentang masalah pasien serta pengembangan yang dapat

dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan pada pasien

Demam Thypoid.

c. Intervensi keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan

keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi

masalah sesuai dengan diagnosis keperawatan yang telah

ditentukan pada pasien Demam Thypoid.

d. Implementasi keperawaan adalah pelaksanaan rencana tindakan

yang telah di tentukan, dengan maksud agar kebutuhan pasien

terpenuhi secara optimal pada pasien Demam Thypoid.

e. Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta

pengkajian ulang rencana keperawatan pada pasien Demam

Thypoid.

2. Demam Thypoid

Demam thypoid pada penelitian ini merupakan penyakit infeksi

sistemik akut yang disebabkan oleh salmonella typhi yang menyerang

usus halus dan menyebabkan terjadinya gangguan pada pencernaan

yang telah di diagnosa oleh medis.


28

F. Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan dalam studi kasus ini berupa data primer

dan data sekunder, data primer diperoleh dengan cara melakukan

pengkajian atau wawancara terhadapat responden (pasien maupun keluarga

pasien). Sedangkan data sekunder yang berhubungan dengan penelitian ini

diperoleh dari status klien dan rekam medis di RSUD Mokopido Tolitoli.

1. Penelusuran data Primer

Data primer adalah data yang secara langsung diambil dari subjek

penelitian oleh perorangan maupun organisasi, ( Supardi, 2013 )

Data primer di peroleh dari:

a. Wawancara

Dalam melakukan penyusunan karya tulis ilmiah penulis

mendapatkan data subjektif atau data secara lisan dengan

menggunakan pertanyaan terbuka dan tertutup, penulis bertanya

langsung pada klien dan keluarga klien.

Wawancara memberikan data yang perawat dapatkan dari

pasien dan orang terdekat lainnya melalui percakapan dan

pengamatan. Data dapat dikumpulkan selama satu periode

kontak atau lebih dan harus mencakup semua data yang relevan.

Pengorganisasian dan perbaikan data ini membantu dalam

identifikasi berkelanjutan tentang kebutuhan-kebutuhan

perawatan pasien dan diagnosa keperawatan. Semua pihak dalam


29

proses wawancara harus mengetahui bahwa data yang

dikumpulkan digunakan dalam perencanaan perawatan pasien.

(Marilyn E. Doenges, 2012 : 7)

b. Observasi

Dalam memperoleh data penulis juga mengamati secara

langsung tingkat perubahan dan perkembangan kondisi pada klien

sehingga data yang didapatkan lebih lengkap.

Observasi yang akan dilakukan melihat dari pemeriksaan

fisik yang akan dilakukan melalui 4 cara yaitu inspeksi dengan

cara melihat, palpasi dengan cara meraba, perkusi dengan cara

mengetuk, dan auskultasi dengan cara mendengarkan pada sistem

tubuh. Observasi juga dilakukan untuk mengamati pasien Demam

Thypoid dalam melakukan asuhan keperawatan selama 3 hari

bertutut-turut.

c. Pengkajian fisik atau pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik adalah proses berkelanjutan yang dimulai

selama wawancara, terutama dengan menggunakan inspeksi atau

observasi. Selama pemeriksaan yang lebih formal, alat-alat untuk

perkusi, palpasi, auskultasi ditambahkan untuk menempatkan dan

menyaring pengkajian system tubuh.

2. Penelusuran data sekunder

Data sekunder adalah yang didapatkan tidak secara ;angsung dari

objek penelitian. Data sekunder di dapat dari:


30

a. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak

langsung ditujukan pada obyek penelitian, namun melalui

dokumen

b. Kepustakaan adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh atau

dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian pemanfaatan

teori-teori yang sudah ada dibuku atau penelitian lain untuk

kepentingan penelitian.

G. Analisa Data

Hasil pengumpulan data tersebut akan dilakukan proses

mengelompokkan dan mengidentifikasi data menjadi unit-unit yang dapat

dikelola. Analisa data dapat dilakukan ketika peneliti melakukan

pengumpulan data ataupun setelah data terkumpul (Pamungkas, 2017).

H. Etika Penulisan

1. Tidak membahayakan atau mengganggu kenyamanan (the right to

freedom from harm and discomfort)

2. Hak perlindungan dari eksploitasi

3. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak responden untuk

mendapatkan informasi yang terbuka yang berkaitan dengan jalannya

penelitian, memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan dan bebas

dari paksaan untuk berpartisipasi dalam penelitian. Oleh karena itu

peneliti harus mempersiapkan formulir perstujuan responden

(informend consent)
31

4. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for

privacy and comfidentiality)

Peneliti akan memberikan akibat terbukanya informasi individu,

termasuk informasi yang bersifat pribadi. Tidak semua orang

menginginkan informasinya diketahui oleh orang lain, sehingga

peneliti perlu memperhatikan privasi dan kebebasan individu tersebut.

Peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas

responden, baik nama maupun alamat dalm kuesioner/alat ukur.

Peneliti dapat menggunakan koding (inisial atau nomor identitas

responden)

5. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice inclusiveness)

Prinsip keadilan mempunyai makna keterbukaan dan adil. Penelitian

harus dilakukan secara jujur, hati-hati, profesional, berperi

kemanusiaan, dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan,

keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis serta perasaan religius

responden
BAB IV

TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. TINJAUAN KASUS

1. Pengkajian

a. Biodata

1) Identitas Klien

Seorang perempuan bernama Nn. S berusia 26 tahun, alamat

panasakan, beragama islam, pendidikan SMA, pekerjaan swasta,

status perkawinan belum menikah, suku gorontalo/Indonesia, masuk

Rumah Sakit pada tanggal 19-02-2019, jam 08:30 WITA, dengan

diagnosa medis Demam Thypoid, nomor medical record : 168761

dan pengkajian tanggal 19-02-2019, jam 10:00 WITA.

2) Identitas Penanggung Jawab

Yang bertanggung jawab pada pasien adalah teman klien berinisial

Tn. K, berusia 31 tahun, agama islam, alamat Jln. Anoa kelurahan

Tuweley.

b. Riwayat Kesehatan Klien

1) Keluhan Utama : Demam

2) Riwayat Keluhan Utama:

Klien masuk RS pada tanggal 19-02-2019 pada jam 08:30. Dengan

keluhan demam ± 3 hari. Ketika di tempat kerja klien merasa tidak

mampu lagi beraktivitas, sehingga teman kerja klien memutuskan

32
33

untuk membawa klien ke Rumah Sakit umum Mokopido Tolitoli

untuk mendapatkan perawatan.

3) Keluhan saat dikaji

Klien mengatakan demam, klien mengatakan sakit pada seluruh

badan, klien mengatakan nyerinya pada saat beraktivitas, klien

mengatakan sakitnya seperti tertimpah beban berat, klien

mengatakan sakinya seluruh badan, skala nyeri yang dirasakan 5

(sedang) dari 0-10, klien mengatakan sakitnya hilang timbul 2-3

menit, klien mengatakan mual dan muntah ± 3 kali, klien

mengatakan tidak nafsu makan, klien mengatakan tidak mengetahui

tentang penyakitnya

4) Riwayat kesehatan dahulu

Klien mengatakan pernah dirawat dirumah sakit dengan keluhan

nyeri uluhati 5 tahun yang lalu, dan klien mengatakan sebelumnya

klien belum pernah mengalami penyakit seperti yang dialami

sekarang.

5) Riwayat kesehatan keluarga

Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita

penyakit yang sama dengan klien, dan klien mengatakan tidak ada

anggota keluarga yang menderita penyakit lain seperti Diabetes

Mellitus dan Hipertensi.


34

6) Riwayat alergi

Klien mengatakan tidak ada alergi terhadap obat-obatan maupun

makanan.

7) Genogram

Genogram 3 generasi

A B

C D

Gambar 4.1 Genogram 3 generasi

Keterangan : Penjelasan :

: Laki-laki G1 : orang tua dari ayah dan ibu

: Perempuan G2 : saudara dari ayah dan ibu klien

: Meninggal G3 : saudara klien dan klien

: Klien

: Tinggal serumah

: Garis keturunan
35

c. Pola kebiasaan sehari-hari

Tabel 4.1 Pola Kebiasaan sehari-hari

Di Rumah
No Jenis Kegiatan Di Rumah
Sakit
1 Nutrisi
a. Makanan
Jenis makanan Nasi, sayur, ikan Bubur, Buah
Frekuensi 3x sehari 3x sehari
Porsi makanan Dihabiskan 5sendok
dihabiskan
b. Minuman
Jenis Minuman Susu,Jus Buah,Air
Frekuensi Putih Susu, Air putih
6-8 gelas / hari 5-6 gelas / hari
2 Eliminasi
a. BAK
Frekuensi 3-4x sehari 4-5x sehari
Konsistensi Cair Cair
Warna Kuning Jernih Kuning Jernih
Bau Amoniak Amoniak
b. BAB
Frekuensi 1-2x sehari 1x sehari
Konsistensi Lunak Lunak
Warna Kuning Kuning
Bau Khas Khas

3 Pola Tidur
a. Tidur Siang 2-3 jam 1-2 jam
b. Tidur Malam 6-7 jam 7-8 jam

4 Personal Hygine
a. Mandi 2-3 sehari Badan
dibersihkan
menggunakan
tissue basah
b. Gosok Gigi 2-3x sehari 1-2x sehari

5 Aktivitas Bekerja Berbaring dan


dduk diatas
tempat tidur
36

d. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum : Lemah

Kesadaraan : Composmentis

BB sebelum sakit : 52 kg

BB saat sakit : 51 kg

2) TTV

TD : 90/60 mmHg SB : 38,5°C

ND : 80 x / menit RR : 20 x / menit

3) Head to toe

a) Kepala/ wajah

Inspeksi : Bentuk kepala Brachiocepalus, penyebaran rambut

merata, warna rambut hitam, keadaan rambut

nampak bersih, wajah klien nampak meringis, tidak

ada benjolan

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak teraba benjolan

b) Mata

Inspeksi : Mata simestris kiri dan kanan, konjungtiva tidak

anemis, pupil isokor, sclera tidak ikterus,

pergerakan bola mata kesegalah arah maksimal,

dan fungsi penglihatan baik.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.


37

c) Telinga

Inspeksi : Bentuk telinga simestris kiri dan kanan, tidak ada

serumen, fungsi pendengaran baik, keadaan telinga

bersih.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, dan tidak teraba adanya

massa ataupun benjolan

d) Hidung

Inspeksi : Bentuk hidung simestris kiri dan kanan, tidak ada

pernafasan cuping hidung, tidak ada pengeluaran

cairan, fungsi penciuman baik.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan ataupun benjolan

e) Mulut

Inspeksi : Bibir atas dan bawah simetris, bibir nampak

kering, lidah kotor, tidak ada pendarahan gusi

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

f) Leher

Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada

bendungan vena jugularis

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba pembesaran

kelenjar thyroid, teraba arteri carotis dan fungsi

menelan baik
38

g) Dada

Inspeksi : Bentuk dada simestris kiri dan kanan, pergerakan

dada seimbang pada saat ekspirasi dan inspirasi,

tidak ada pembengkakan dinding dada. RR : 20x/m

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan ataupun benjolan

Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler, tidak ada suara nafas

tambahan

Perkusi : Terdengar suara sonor pada area paru kanan dan

suara pekak pada area paru kiri.

h) Abdomen

Inspeksi : Bentuk perut datar, tidak ada bekas luka.

Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada abdomen di ileum

bagian distal

Auskultasi : Bising usus terdengar 12 x/ menit

Perkusi : Terdengar bunyi tympani pada seluruh area

epigastrium

i) Genetalia/ Anus

Tidak dilakukan pemeriksaan karena pasien menolak.

j) Ekstermitas

Ekstermitas atas

Inspeksi : Simestris kiri dan kanan, jumlah jari lengkap, kuku

nampak bersih, terpasang IVFD RL 20 TPM pada

tangan sebelah kanan.


39

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, kulit klien teraba panas

teraba adanya nadi arteri radialis dan nadi brocialis.

Kekuatan otot : 5 5

Ekstermitas Bawah

Inspeksi : Simestris kiri dan kanan, teraba panas pada kulit

klien, jumlah jari lengkap, tidak ada kelainan

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Kekuatan otot : 5 5

e. Pemeriksaan penunjang / Laboratorium

Hari / Tanggal : 19 februari 2019

Tabel 4.2 pemeriksaan laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

WBC 9.7 10xˆ3/uL 4.00 – 10.00


NE 59,5 % 50.0 – 70.0
LY 20.6 % 20.0 – 40.0
MO 6.4 % 3.0 – 12.0
EO 0.9 % 0. 5 – 5.0
BA 0.9 % 0.0 – 1.0
RBC 4.27 10xˆ6/uL 3.50 -5.50
HGB 12,5 g/dL 11.0 – 16. 0
HCT 36.3 % 37.0 – 54.0
MCV 85.2 fL 80.0 – 100.0
MCH 29.3 pg 27.0 – 34.0
MCHC 34.3 g/dL 32.0 – 36.0
RDW-CV 13.1 % 11.0 – 16.0
RDW-SD 47.0 fL 35.0 – 56.0
PLT 230 x10ˆ3/uL 100 – 300
MPV 8.7 fL 6.5 – 12.0
PDW 16.2 9.0 -17.0
PCT 0.200 % 0.108 – 0.282

IgM Tifoid : Positif (+)


40

f. Terapi Pengobatan

Tabel 4.3 Terapi Pengobatan

No. Nama obat Dosis Indikasi


1. IVFD 28 Tpm Untuk memenuhi kebutuhan
cairan
2. Ondansentron 1 amp/12 jam Untuk mengatasi mual dan
muntah
3. Ketorolac 1 amp/8 jam Untuk mengatasi nyeri
4. Paracetamol 250Mg/V Drips Untuk menurunkan demam

2. Klasifikasi data

Tabel 4.4 Klasifikasi data

Data Subjektif Data Objektif

1. Klien mengatakan demam 1. Keadaan umum : Lemah


2. Klien mengatakan sakit pada seluruh 2. Kesadaran : composmentis
badan 3. TTV
P : klien mengatakan nyerinya pada TD : 90/60 mmHg
saat beraktivitas SB : 38,5°C
Q : klien mengatakan nyerinya seperti ND : 80 x / menit
tertimpah beban berat RR : 20 x / menit
R : klien mengatakan nyerinya seluruh 4. Wajah klien nampak meringis
badan 5. Nampak terpasang infuse RL
S : skala nyeri yang dirasakan 5 28 tpm pada tangan kanan klien
(sedang) dari 0-10 6. Kulit klien teraba panas
T : klien mengatakan nyerinya hilang 7. Bibir klien nampak kering
timbul 2-3 menit 8. Lidah klien nampak kotor
3. Klien mengatakan mual dan muntah ± 9. Terdapat nyeri tekan pada
3 kali abdomen
4. Klien mengatakan tidak nafsu makan
5. Klien mengatakan hanya
menghabiskan 5 sendok makanannya
6. Klien mengatakan tidak mengetahui
tentang penyakitnya
41

3. Analisa data

Tabel 4.5 Analisa data

No Data ( S ) Penyebab ( E ) Masalah ( P )


1. DS Proses Hipertermi
1. Klien mengatakan demam inflamasi (Nanda Nic-
DO penyakit Noc hal. 284)
1. Keadaan umum : lemah
2. Kesadaran : composmentis
3. TTV
TD : 90/ 60 MmHg
ND : 80 x/m
SB : 38,5ºC
RR : 20 x/m
4. Kulit klien teraba panas
5. IgM Tifoid : Positif
2. DS : Intake yang Ketidakseimba
1. Klien mengatakan mual dan muntah ± 3 tidak adekuat ngan nutrisi
kali kurang dari
2. Klien mengatakan tidak nafsu makan kebutuhan
3. Klien mengatakan hanya menghabiskan tubuh
5 sendok makanannya (Nanda Nic-
DO : Noc hal. 311)
1. Keadaan umum : Lemah
2. TTV
TD : 90/60 mmHg
SB : 38,5°C
ND : 80 x/m
RR : 20 x/m
3. Bibir klien nampak kering
4. Lidah klien nampak kotor
5. Nampak terpasang infuse RL 28 tpm
pada tangan kanan klien
3. DS : Agen cidera Nyeri akut
1. Klien mengatakan sakit pada seluruh biologis (Nanda Nic-
badan Noc hal. 317)
P : klien mengatakan nyerinya pada saat
beraktivitas
Q : klien mengatakan nyerinya seperti
tertimpah beban berat
R : klien mengatakan nyerinya pada
seluruh badan
S : skala nyeri yang dirasakan 5 (sedang)
dari 0-10
T : klien mengatakan nyerinya hilang
timbul 2-3 menit
DO :
1. KU : Lemah
2. TTV
TD : 90/ 60 MmHg
ND : 80 x/m
SB : 38,5ºC
RR : 20 x/m
42

Lanjutan Tabel 4.5 Analisa data

3. Terdapat nyeri tekan pada abdomen


4. Wajah klien nampak meringis
4. DS : Kurang Defisiensi
1. Klien mengatakan tidak mengetahui informasi pengetahuan
tentang penyakitnya (Nanda Nic-
DO : Noc hal. 251)
1. TTV
TD : 90/60 mmHg
SB : 38,5°C
ND : 80 x/m
RR : 20 x/m

4. Diagnosa keperawatan

a. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi penyakit

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake yang tidak adekuat

c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.

d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

Anda mungkin juga menyukai