Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Demam tifoid merupakan penyakit yang cukup sering ditemukan dan

dilaporkan. Agen penyebab utama penyakit deman tifoid adalah salmonella

typhosa, namun ada tidaknya kuman ini di dalam tubuh bukan merupakan titik

sentral diagnosis, sehingga pemeriksaan laboratorium untuk menemukan

kuman penyebab penyakit ini, baik secara langsung melalui kultur maupun

tidak langsung melalui pemeriksaan laboratorium (Santoso, 2008).

Typhoid diobati dengan antibiotik yang dapat membunuh bakteri

salmonella. Sebelum digunakan antibiotik, angka kematian mencapai 20%.

Kematian terjadi karena infeksi berat, pneumonia (radang paru), perdarahan

usus, atau robeknya usus. Dengan antibiotik dan perawatan penunjang, angka

kematian menurun menjadi 1%-2%. Dengan antibiotik yang sesuai biasanya

terjadi perbaikan dalam 2-3 hari dan penyembuhan dalam 7-10 hari.

Pada beberapa dekade terakhir demam tifoid sudah jarang terjadi di

negara-negara industri, namun tetap menjadi masalah kesehatan yang serius di

sebagian wilayah dunia, seperti bekas negara Uni Soviet, anak benua India,

Asia Tenggara, Amerika selatan dan Afrika. CDC Indonesia melaporkan

prevalensi demam thypoid mencapai 358-810 per 100.000 populasi pada tahun

2007 dengan 64 % penyakit ditemukan pada usia 3-19 tahun. Dan angka

mortalitas bervariasi antara 3,1 – 10,4 % pada pasien rawat inap. Morbiditas di
1
2

seluruh dunia, setidaknya 17 juta kasus baru dan hingga 600.000 kematian

dilaporkan tiap tahunnya. Di negara berkembang diperkirakan sekitar 150

kasus per juta populasi per tahun di Amerika latin. Hingga 1000 kasus per juta

populasi per tahun di beberapa negara di Asia. Penyakit ini jarang dijumpai di

Amerika Utara, yaitu sekitar 400 kasus dilaporkan tiap tahun di United State,

70 % terjadi pada turis yang berkunjung ke negara endemis. Insiden hanya

dilaporkan 1 dalam 100.000 populasi (Utami, 2010).

Data WHO tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus

demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap

tahun. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009, demam tifoid atau

paratifoid menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien. Rawat

inap di rumah sakit tahun 2009 yaitu sebanyak 80.850 kasus, yang meninggal

1.747 orang dengan Case Fatality Rate sebesar 1,25%. Sedangkan

berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 demam tifoid atau

paratifoid juga menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat

inap di rumah sakit tahun 2010 yaitu sebanyak 41.081 kasus, yang meninggal

274 orang dengan Case Fatality Rate sebesar 0,67 %. Menurut Riset

Kesehatan Dasar Nasional tahun 2007, prevalensi tifoid klinis nasional sebesar

1,6%. Sedang prevalensi hasil analisa lanjut ini sebesar 1,5% yang artinya ada

kasus tifoid 1.500 per 100.000 penduduk Indonesia. Tifoid klinis dideteksi di

Provinsi Jawa Tengah dengan prevalensi 1,61 % dan tersebar di seluruh

Kabupaten atau Kota dengan prevalensi yang berbeda-beda di setiap tempat.


3

Prevalensi tifoid di Kabupaten Semarang sebesar 0,8% (Jurnal Kesehatan

Masyarakat, 2013).

Masuknya kuman Salmonella typhy (S.typh) dan Salmonella paratyphi

(S.paratyphi)ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang

terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung,

sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang baik. Bila

respons imunitas humoral mukosa (lgA) usus kurang baik maka kuman akan

menembus sel-sel epitel(terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di

lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit terutama oleh makrofag

dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileumdistal dan kemudian kekelenjar

getah bening mesenterika.Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang

terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah

(mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar

keseluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpah. Di organ-

organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembangbiak

di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah

lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-

tanda dan gejala penyakit infeksi sistematik.

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala –gejala

klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat,dari

asimtomatik himgga kematian. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini

ditemukaan keluhaan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada

umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anareksia, mual,
4

muntah, obstipasi, atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk,dan

epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat.

Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga

malam hari.

Kasus demam tifoid karier merupakaan factor risiko terjadinya outbreak

demam tifoid. Pada daerah endemik dan hiperendemik penyandang kuman

S.typhi ini jauh lebih banyak serta sanitasi lingkungan dan sosial ekonomi

rendah semakin mempersulit usaha penanggulangannya. Angka kejadian

demam tifoid di Indonesia sebesar 1000/100.000 populasi per tahun, insidens

rata-rata 62% diAsia dan 35% di Afrika dengan mortalitas rendah 2-5% dan

sekitar 3% menjadi kasus karier. Di antara demam tifoid yang sembuh klinis,

pada 20% di antaranya masih ditemukaan kuman S.typhi setelah 2 bulan dan

10% masih ditemukaan pada bulan ke 3 serta 3% masih ditemukaan setelah

satu tahun.Kasus karier meningkat seiring peningkatan umur dan adanya

penyakit kandung empedu,serta gangguan traktur urinarius (widodo, 2008).

Penyakit demam typhus termasuk penyakit yang mengalami angka

kejadian luar biasa ( KLB) yang terjadi di Jawa Tengah, pada tahun 2003

menempati urutan ke 21 dari 22 (4,6%) penyakit yang tercatat. Meskipun

hanya menempati urutan ke 21, penyakit demam typhus memerlukan

perawatan yang komprehensif, mengingat penularan salmonella thypi ada dua

sumber yaitu pasien dengan demam typhus dan pasien dengan carier. Pasien

carier adalah orang yang sembuh dari demam typhus dan terus mengekspresi
5

salmonella thypi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun (Depkes,

2008).

Berdasarkan Rekam Medik Rumah Sakit Panti Rahayu (YAKKUM)

Purwodadi angka kejadian typhoid di didapatkan 1314 kasus pada tahun 2013

ini, dan penyakit ini ikut masuk dalam 10 kasus terbesar dalam 1 tahun ini.

Dari data-data tersebut diatas, karena masih tingginya angka kesakitan

dengan demam typhoid maka penulis tertarik untuk melakukan Asuhan

Keperawatan dengan demam typhoid di Rumah Sakit Panti rahayu

(YAKKUM) Purwodadi dan mengambil kasus dengan judul “ASUHAN

KEPERAWATAN PADA An.I DENGAN DEMAM TYPHOID DIRUANG

MARKISA 1 RUMAH SAKIT PANTI RAHAYU (YAKKUM)

PURWODADI TAHUN 2013”.

B. TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah

1. Tujuan Umum :

Dapat memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien demam

typhoid.

2. Tuan Khusus :

a. Mampu melaksanakan pengkajian pada penderita demam typhoid.

b. Mampu menginterprestasikan data pada kasus demam typhoid.

c. Mampu memutuskan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

berdasarkan masalah atau diagnosa yang sudah di interprestasikan.


6

d. Dapat menggambarkan tentang implementasi dari rencana keperawatan

yang tepat pada penderita demam typhoid.

e. Mampu menggambarka tentang evaluasi dari tindakan keperawatan

yang telah di lakukan pada An. I dengan demam typhoid.

f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan baik dan

benar.

C. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan yang tepat pada pasien

dengan demam typhoid di ruang Markisa RS Pannti Rahayu (yakkum)

purwodadi dengan mengaplikasikan model teori konsepsual pola fungsional

menurut Gordon?

D. MANFAAT

1. Bagi Penulis

a. Menambah pengetahuan tentang penyakit demam typhoid dalam

memberikan asuhan keperawatan.

b. Dapat memperoleh pengalaman yang nyata dan dapat memberikan

asuhan keperawatan yang tepat pada penderita demam typhoid sesuai

standart pelayanan kesehatan.


7

2. Bagi Institusi

Dapat digunakan sebagai bahan pustaka dan bahan pertimbangan

dalam penyusunan materi pembelajaran tentang ilmu keperawatan

khususnya Asuhan Keperawatan pada demam typhoid.

3. Bagi instansi terkait

Dapat digunakan sebagai masukan dalam mengambil keputusan dan

penentuan kebijakan pembangunan di bidang kesehatan pada umumnya

dan dalam program pencegahan infeksi demam typhoid pada khususnya.

4. Bagi Pembaca

Dapat memberikan pengetahuan dan menambah wawasan tentang

penyakit typhus abdominalis, serta dapat mengerti tentang perawatan pada

pasien demam typhoid.

E. METODE PENGUMPULAN DATA

Merupakan cara penelitian untuk mengumpulkan data yang akan

dilakukan dalam penelitian. Sebelum melakukan pengumpulan data agar dapat

memperkuat hasil penelitian. Alat ukur pengumpulan data tersebut antara lain

dapat berupa observasi, wawancara atau gabungan ketiganya ( Alimul Aziz,

2007 ). Adapun tekhnik pengolahan data adalah :

1. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara

mewawancarai langsung. Responden yang diteliti, metode ini memberikan

hasil secara langsung. Metode dapat dilakukan apabila peneliti ingin


8

mengetahui hal-hal dari responden secara mendalam serta jumlah

responden sedikit. Dalam metode wawancara ini, dapat digunakan

instrumen berupa pedoman wawancara kemudian daftar periksa atau

checklist (Alimul Aziz, 2007).

2. Pengamatan ( observasi )

Pengamatan merupakan cara pengumpulan data dengan mengadakan

pengamatan secara langsung kepada responden penelitian untuk mencari

perubahan atau hal- hal yang akan diteliti. Dalam metode ini instrumen

yang dapat digunakan, antara lain : lembar observasi, panduan pengamatan

(observasi) atau lembar checklist (Alimul Aziz, 2007).

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data dengan cara

mengambil data yang berasal dari dokumen asli. Dokumen asli tersebut

dapat berupa gambar, tabel atau daftar periksa, dan film dokumenter.

F. SISTEMATIKA

Sistematika penulisan dalam Karya Tulis Ilmiah adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, terdiri dari: Latar belakang masalah, tujuan

masalah, Rumusan masalah, ruang lingkup penulisan,

Manfaat penulisan, Sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan pustaka, terdiri dari: Konsep Medis yang berisi

Pengertian, Etiologi, Patofisiologi, Manisfetasi Klinis,

Pemeriksaan Penunjang, Komplikasi, dan Penatalaksanaan.


9

Adapun konsep dasar asuhan keperawatan yang terdiri dari

Pengkajian data dasar, diagnosa keperawatan, Clinical

Pathway, Fokus Interfensi, implementasi dan evaluasi.

BAB III : Tinjauan Kasus, yang berisi tentang Pengkajian, Analisa

Data, Diagnosa Keperawatan ( Berdasarkan Prioritas ),

Intervensi, Implementasi, Evaluasi Perkembangan.

BAB IV : Pembahasan, yang berisi tentang pembahasan yang mampu

memberikan solusi dengan alasan-alasan yang dapat

dipertanggung jawabkan ( accountability ) dan berorientasi

pada problem solving ( pemecahan masalah ) dengan

argumentasi ilmiah atau logis terhadap permasalahan yang

timbul pada kenyataan lapangan dengan pandangan secara

teoritis.

BAB V : Penutup, berisikan kesimpulan dan saran – saran yang lebih

menekankan usulan yang sifatnya yang lebih operasional

atau aplikatif.

Anda mungkin juga menyukai