Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN

KASUS PASIEN RAWAT INAP RSUD HAJI MAKASSAR


“DEMAM TYPOID”

OLEH :
HAERIAH RAMADHANI
70100116067

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

ROMANG POLONG-GOWA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Typhoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella
typhi C. Penyakit ini mempunyai tanda – tanda khas berupa perjalanan yang cepat
yang berlangsung kurang lebih 3 minggu disertai gejala demam, nyeri perut, dan
erupsi kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit daerah tropis dan penyakit ini
sangat sering di jumpai di Asia termasuk di Indonesia ( Widodo Djoko, 2009 ).
Dewasa ini, perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran telah banyak
menyelamatkan nyawa manusia. Penyakit–penyakit yang selama ini tidak
terdiagnosis dan terobati, sekarang sudah banyak teratasi. Tetapi untuk
memperbaiki taraf kesehatan secara global tidak dapat mengandalkan hanya pada
tindakan kuratif, karena penyakit yang memerlukan biaya mahal itu sebagian
besar dapat dicegah dengan pola hidup sehat dan menjauhi pola hidup beresiko.
Artinya para pengambil kebijakan harus mempertimbangkan untuk mengalokasi
dana kesehatan yang lebih menekankan pada segi preventif dari pada kuratif (
Muttaqin Arif, 2011 ).
Didunia pada tanggal 27 September 2011 sampai dengan 11 Januari 2012
WHO mencatat sekitar 42.564 orang menderita Typhoid dan 214 orang
meninggal. Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak usia pra sekolah maupun
sekolah akan tetapi tidak menutup kemugkinan juga menyerang orang dewasa.
Demam Typhoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan
masyarakat kita, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan kualitas kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan seperti
lingkungan kumuh, kebersihan tempat-tempat umun yang kurang serta perilaku
masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat. Di Indonesia penyakit ini
bersifat endemik. Telaah kasus di rumah sakit besar di Indonesia kasus Demam
Typhoid menunjukan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun ( Sudoyo,
2006 ).
Indonesia merupakan negara endemik demam tifoid. Berdasarkan data
World Health Organization (WHO), lebih dari 100/100.000 orang terjangkiti
setiap tahunnya. Pada tahun 2007, prevalensi nasional untuk demam tifoid adalah
sebesar 1.6 %. Data tersebut berdasarkan data dari National Institute of Health
Research and Development. Dua belas propinsi di Indonesia menunjukkan tingkat
prevalensi yang lebih besar dibandingkan tingkat prevalensi nasional. Prevalensi
tertinggi ditemukan pada anak-anak usia sekolah (5 hingga 14 tahun) (Rahman, et
al., 2013). Diagnosis yang akurat terhadap demam tifoid pada tahap awal sangat
penting, tidak hanya untuk mendiagnosis agen etiologinya, namun juga untuk
mengidentifikasi individu yang dapat berpotensi sebagai karier, yang bertanggung
jawab terhadap penjangkitan demam tifoid akut (Gopalakrishnan, et al., 2002).
Beragam teknik sedang digunakan untuk diagnosis demam tifoid diantaranya
teknik kultur, uji serologi, uji biokimia dan teknik molekuler. Diagnosis praktis
yang paling sering digunakan adalah uji Widal dan kultur darah karena metode ini
dianggap murah sedangkan metode lain dianggap invasif, mahal dan memerlukan
waktu yang lama (Haque, et al., 1999).
Menurut laporan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi bahwa tahun 2011
anak yang menderita demam thypoid sebanyak 991 penderita, sedangkan menurut
data tahun 2012 sebanyak 1.049 orang anak yang mengidap penyakit demam
thypoid selain itu ada data yang diperoleh dari dinas kesehatan provinsi pada
tahun 2014, pasien anak yang menderita demam thypoid sebanyak 1172. Kejadian
penyakit demam thypoid meningkat dalam 5 tahun terakhir, hal ini disebabkan
karena kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Standar PHBS yaitu
sebesar 38,7%.
Penyakit tipoid merupakan penyakit yang masuk dalam 10 penyakit
dengan kasus terbanyak di RSUD Haji Makassar. Tercatat angka kejadian demam
tipoid tahun (2017) pada bulan JanuariDesember di RSUD Haji Makassar pada
penderita rawat jalan sebanyak 199 kasus dan pada penderita rawat inap sebanyak
600 kasus dan jumlah pasien meninggal 1 kasus. (Rekam Medik RSUD Haji
Makassar, 2017).
BAB II
A. DEFINISI
Demam tipoid adalah penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh salmonella typhi. Demam tipoid ditandai dengan panas
berkepanjangan yang diikuti dengan bakteremia dan invasi bakteri salmonella
typhi sekaligus multiplikasi ke dalam fagosit mononuclear dari hati, limpa,
kelenjar limfe usus dan peyer’s patch (Maarisit, 2014).
Demam tipoid merupakan infeksi sistemik akut pada sistem
retikuloendotelial yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype Typhi yang
menyebabkan morbiditas signifikan dengan estimasi global annual burden lebih
dari 27 juta kasus, yang menyebabkan lebih dari 200.000 kematian (Buckle,
2012). Penyakit ini terjadi di beberapa negara yang sedang berkembang
diantaranya negara dengan sistem kesehatan yang rendah (Lozano et al., 2012)
dan area endemik yang meningkat resiko penyebaran strain multiantibiotic-
resistant-nya karena adanya urbanisasi, migrasi, travelling dan perdagangan
(Jensenius et al., 2013; Leder et al., 2013; Rahman, et al., 2013).

B. PENULARAN DAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO


Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu : demam, nyeri
kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan
tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan
suhu tubuh meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan
terutama pada sore hingga malam hari ( Widodo Djoko, 2009 ).

C. ETIOLOGI
Demam Typhoid merupakan penyakit yang ditularkan melalui makanan
dan minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhosa. Seseorang yang
sering menderita penyakit demam typhoid menandakan bahwa ia mengonsumsi
makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri ini.
D. PATOFISIOLOGIS
Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi
melalui makanan dan minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut.
Sebagian bakteri dimusnahkan oleh asam lambung. Bakteri yang dapat melewati
lambung akan masuk ke dalam usus, kemudian berkembang.
Apabila respon imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A) usus
kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan
selanjutnya ke lamina propia. Didalam lamina propia bakteri berkembang biak
dan ditelan oleh sel-sel makrofag kemudian dibawa ke plaques payeri di ilium
distal. Selanjutnya Kelenjar getah bening mesenterika melalui duktus torsikus,
bakteri yang terdapat di dalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah
mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik atau tidak menimbulkan
gejala.
Selanjutnya menyebar keseluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama
hati dan limpa diorgan-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid, kemudian masuk lagi kedalam
sirkulasi darah dan menyebabkan bakteremia kedua yang simtomatik,
menimbulkan gejala dan tanda penyakit infeksi sistemik.
PATWAYS
E. TANDA DAN GEJALA

tubuh biasanya akan mengalami berbagai tanda dan gejala awal seperti:

 Demam yang meningkat setiap hari hingga mencapai 40,5 derajat celcius
 Sakit kepala
 Lemah dan lelah
 Nyeri otot
 Berkeringat
 Batuk kering
 Kehilangan nafsu makan dan menurunkan berat badan
 Sakit perut
 Diare atau sembelit
 Ruam
 Perut yang membengkak

Jika tidak mendapatkan perawatan yang tepat, Anda akan mengalami


kondisi seperti:

 Mengigau
 Berbaring lemah dengan mata setengah tertutup

Selain itu, di masa kritis ini Anda bisa mengalami berbagai komplikasi
yang mengancam jiwa. Pada sebagian orang, tanda dan gejala bisa muncul
kembali dua minggu setelah demam mereda.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis yang akurat terhadap demam tifoid pada tahap awal sangat
penting, tidak hanya untuk mendiagnosis agen etiologinya, namun juga untuk
mengidentifikasi individu yang dapat berpotensi sebagai karier, yang bertanggung
jawab terhadap penjangkitan demam tifoid akut (Gopalakrishnan, et al., 2002).
Beragam teknik sedang digunakan untuk diagnosis demam tifoid
diantaranya teknik kultur, uji serologi, uji biokimia dan teknik molekuler.
Diagnosis praktis yang paling sering digunakan adalah uji Widal dan kultur darah
karena metode ini dianggap murah sedangkan metode lain dianggap invasif,
mahal dan memerlukan waktu yang lama (Haque, et al., 1999).
Diagnosis tifoid memerlukan konfirmasi laboratorium karena gejala yang
ditimbulkan oleh penyakit ini serupa dengan penyakit demam lainnya. Kultur
darah masih digunakan sebagai uji standar baku (gold standard) yang digunakan
untuk mengkonfirmasi penyakit ini, meskipun uji kultur memiliki beberapa
keterbatasan. Sensitivitas kultur dapat berkurang dengan adanya pengaruh durasi
demam dan fasilitas kultur kadang jarang dijumpai di area endemik (Smith, et al.,
2011).
Sensitivitas kultur darah lebih tinggi pada minggu pertama penyakit
dimana berkurang oleh adanya pemberian antibiotik, dan meningkat seiring
dengan volume darah yang dikultur dan rasio darah dengan broth (Waint, et al.,
1999).
Kebutuhan akan uji alternatif maupun uji konfirmasi lainnya untuk
menegakkan diagnosis demam tifoid secara akurat mendorong pengembangan uji
serologi diantaranya counterimmunoelectrophoresis, ELISA, RIA dan uji
haemagglutinasi (Ismail, 2000).
Enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA) dianggap sebagai
pendekatan alternatif untuk diagnosis demam tifoid (Sattar, et al., 2014).
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pengobatan
Beberapa penelitian menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai
dengan keadaan penderita, dengan memperhatikan segi kualitas maupun
kuantitas, ternyata dapat diberikan dengan aman. Kualitas makan disesuaikan
kebutuhan baik kalori, protein, vitamin maupun mineralnya, serta di usahakan
makan yang rendah atau bebas selulosa, menghindari makan iritatif sifatnya.
Pada penderita dengan gangguan kesadaran maka pemasukan makanan harus
lebih di perhatikan.
2. Pemberian Antibiotik
a. Kloramfenikal dengan dosis 50–100 mg/kg BB/hari oral/IV, 3 kali sehari
selama 10-14 hari.Dengan menggunakan kloramfenikol demam pada
typhoid turun rata-rata setelah 5 hari pemberian. Obat ini menekan
sumsum tulang sehingga tidak boleh diberikan pada penderita dengan
gangguan sumsum tulang.
b. Tramfenikol dengan dosis oral 50-100 mg/kg BB/hari. Demam turun
rata-rata pada hari ke 5 – 6 pemberian.
c. Co trimoxazole dengan dosis oral 30-40 mg/kg BB/hari dari
sulfametaxazole dan 6-8 mg/kg BB/hari untuk trimetropin. Diberikan
selama 2 minggu demam menurun rata-rata 5-6 hari pemberian.
d. Ampisilin 100-200 mg/kg BB/hari dan amoxilin 100 mg/kg BB/hari oral
tiga kali sehari selama 14 hari. Dengan ampisilin atau amoxilin demam
pada typhoid turun rata-rata 7-9 hari.
e. Kortekosteroid hanya di berikan pada penderita dengan ensefalopati dan
atau syok septik.
BAB III
STUDI KASUS
1. Profil Pasien
Nama : NY. NA
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 45 Tahun
Berat Badan : 69 kg
Tinggi Badan : 159 cm
Tanggal Lahir : 20/07/1974
Alamat : BTN MANGGA RUPI BLOK D NO.2
2. Profil Penyakit
KELUHAN UTAMA : Lemas disertai sakit perut dan sakit pinggang dialami
5 hari memberat hari ini, mual, selalu menginggil.
Riwayat Penyakit : Demam Tipoid, Dispessia
Diagnosa awal : Typhoid Fever
Diagnosa akhir :
3. Data Laboratorium
a. Pemeriksaan hematologi
Selama dirawat di rymah sakit pasien juga mendapatkan pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan laboratotium terdiri dari pemeriksaan
hematologi pada tanggal 12 agustus 2019.
Pemeriksaan Nilai rujukan Yang terukur

Hemoglobin 11.7-15.5 g/dl 11.5

Hematokrit 35-47 % 33.4

Eritrosit 3.8-5.2. 106 /µL 4.25

MCV 80-100 Fl 78.6

MCH 26-34 pg 27.1

MCHC 32-36 g/dl 34.4


RDW-CV 11.5-14.5 % 15.4

Trombosit 150-144 103 /µL 333

Leukosit 3.6-11 103 /µL 6.7

b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi meliputi pemeriksaan Chest X-Ray yang dilakukan
pada tanggal 15 agustus 2019. Adapun hasil pemeriksaannya sebagai
berikut :
1) . Hepar tidak membesar, permukaan rata Ecothexture masih baik,
vasculature dan bile ducts tidak dilatasi, tak tampak SOL
2) . Lien tidak membesar, echo homogen
3) . pacreas echo normal, dctus tidak dilatasi
4) . GB tidak dilatasi, dinding baik, tak tampak batu
5) . Kedua ren ukuran normal, permukaan rata system salyres tidak
dilatasi, tak tampak batu maupun SOL
6) . vesica urinaria dinding tidak menebal, outline reguler, tak
tampak batu
Kesan : Normal upper el lomer abdomind us.
c. Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan widal yang dilakukan pada tanggal 12 agustus 2019. Adapun
hasil pemeriksaannya adalah :
1) . Widal S typhi C* 1/320 titer <1/160 atau kenaikan titer <4x
2) . Widal S par. A-O* 1/20 titer <1/160 atau kenaikan titer <4x
3) . Widal S par.B-O* 1/160 titer <1/160 atau kenaikan titer <4x
4) . Widal S par.C-O* 1/40 titer <1/160 atau kenaikan titer <4x
5) . Widal S tyhpi H* 1/320 titer <1/160 atau kenaikan titer <4x
6) . Widal S par.A-H negatif titer <1/160 atau kenaikan titer <4x
7) . Widal S par.B-H 1/40 titer <1/160 atau kenaikan titer <4x
8) . Widal S par.C-H negatif titer <1/160 atau kenaikan titer <4x
4. Analisis Rasionalitas
Analisis rasionalitas dilakukan terhadap pengobatan atau regimen yang
didapat oleh Ny.AN selama menjalani perawatan di RSUD Haji. Analisis
rasionalitas ini meliputi ketepatan terhadap indikasi, dosis, obat, aturan pakai,
penderita, cara pemberian dan lama pemberian. Analisis rasionalitas dapat dilihat
pada tabel berikut.
a. Rasional
Infus RL Digunakan untuk mengatasi dehidrasi
serta mengatasi kehilangan dan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
plasma.
Cefotaxime injeksi Digunakan sebagai antibiotik spektrum
luas sebelum diketahaui mikroba
spesifik penyebab penyakit
Ranitidine injeksi Digunakan sebagai terapi gastritis
(nyeri ulu hati)
Omeprazol Golongan PPIs (proton pump
inhibitors) digunakan sebagai terapi
gastritis
Sucralfate syrup Digunakan untuk melapisi mukosa
lambung mengurangi efek samping dari
obat
b. Irasonal
Scopamin untuk membantu mengatasi kram otot
yang biasanya terjadi pada perut, usus,
kandung kemih (sehingga memengaruhi
aktivitas buang air kecil), dan
membantu mengatasi salah satu
gejala Irritable Bowel Syndrome (IBS).
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Ny. NA masuk keruang rawat inap (ruang perawatan Ar-Raodah
III) RSUD Haji Makassar pada tanggal 14 agustus 2019, menjalankan perawatan
sampai pada tanggal 19 agustus 2019. Masuk ke UGD dengan keluhan lemas
disertai sakit perut dan sakit pinggang mual serta menggigil . Pasien tersebut
memiliki riwayat dispepsia. Diagnosa akhir pasien ini adalah typhoid fever.
Pada tanggal 12 agustus 2019 dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Dimana hemoglobin 11.5 g/dl dibawah nilai normal yaitu 11.7-15.5 g/dl. Dan
hematokrit 33.4 % dibawah nilai normal yaitu 35-447%. Mean Corpuscular
Volume (MCV) 78.6 Fl dibawah normal 80-100 Fl menandakan pasien mengalami
anemia. Red cell distribution width (RDW-CV) 15.4 diatas normal, dimana nilai
normal RDW adalah 11.5-14.5%. Dilakukan pula pemeriksaan widal pada tanggal
yang sama dimana widal S typhi O* 1/320 melebihi nilai normal yaitu 1/160. Dan
widal S thypi H* adalah 1/320 melebihi nilai normal yaitu 1/160.
Adapun hasil pemeriksaan fisik nilai tekanan darah pada tanggal 14
agustus 2019 adalah 110/70 mmHg, pada tanggal 15 adalah 120/80 mmHg, pada
tanggal 16 adalah 120/80 mmHg, pada tanggal 17 adalah 110/70 mmHg, dan pada
tanggal 18 adalah 120/80 mmHg. Tekanan darah cukup satabil. Suhu pasien dari
tanggal 14-18 agustus 2019 36o-36,5oC.
Pada tanggal 15 agustus 2019 dilakukan pemeriksaan radiologi hasil
menunjukkan heper tidak membesar, permukaan rata Echotexture masih baik,
vasculature dan bile ducts tidak dilatasi, tak tampak SOL. Lien tidak membesar.
Echo homogen. Pancreas echo normal, ducts tidak dilatasi. GB tidak dilatasi,
dinding baik, tak tampak batu. Kedua ren ukuran normal, permukaan rata
Systemcalyces tidak dilatasi, tak tampak batu maupun SOL. Vesica urinaria
dinding tidak menebal, outline regular, tak tampak batu. Kesan normal upper dan
lower abdominal US.
Selama diruang perawatan pasien mendapatkan regimen obat sebagai
berikut: Infus RL 20 tetes per menit, cefotaxime injeksi diberikan setiap 12 jam.
Ranitidine injeksi (25 mg/2 mL) diberikan setiap 12 jam. Scopamin tablet 10mg
diberikan 2x sehari 1 tablet. Omeprazol20 mg diberikan 2× sehari 1 tablet.
Sucralfate Sirup 500mg/5ml diberikan 3x sehari 1 sendok teh.
Pemberian infus RL kepada pasien dengan kecepatan infus 20 tpm sudah
rasional , melihat kondisi pasien yang lemah sehingga diperlukan eletrolit untuk
menyeimbangkan kadar elektrolitnya.
Pemberian cefotaxime injeksi sudah rasional, digunakan sebagai antibiotik
spektrum luas sebelum diketahaui mikroba spesifik penyebab penyakit.
Pemberian rantitidin injeksi & ranitidin tablet rasional, dimana obat ini
digunakan sebagai terapi gastritis (nyeri ulu hati).
Pemberian omeprazol rasional, dimana obat ini merupakan golongan PPIs (proton
pump inhibitors) digunakan sebagai terapi gastritis.
Sucralfate syrup rasional digunakan untuk melapisi mukosa lambung
mengurangi efek samping dari obat.
Scopamin irasional digunakan untuk membantu mengatasi kram otot yang
biasanya terjadi pada perut, usus, kandung kemih (sehingga memengaruhi
aktivitas buang air kecil), dan membantu mengatasi salah satu gejala Irritable
Bowel Syndrome (IBS).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dari hasil Dari hasil pemeriksaan, pasien didiagnosis mengidap penyakit
Typhoid
2. Untuk pengobatan yang lain juga sudah rasional sesuai dengan indikasi
pasien serta aluran pakainya juga sudah sesuai
B. Saran
Disarankan kepada pihak rumah sakit agar setiap ruang perawatan
ditempatkan seorang apoteker yang dapat berkomunikasi dengan
dokterdalam memutuskan terapi yang terbaik demi kesembuhan pasien
serta ikut memantau dan melakukan rekostitusi obat-obat injeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, 2007. Diagnosa Keperawatan. Aplikasi pada Praktek Klinis. Edisi IX.
Alih Bahasa: Kusrini Semarwati Kadar. Editor: Eka Anisa Mardella, Meining
Issuryanti. Jakarta: EGC..
Manjsoer, Arif. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: EGC.
Ngastiyah. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC.
Widodo Joko. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Zulkoni Akhsin. 2011. Parasitologi. Yogyakarta : Nuha Medika.
Sudoyo. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publising.
Suyono, Slamet. 2003. Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi ke 3. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI..
Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan. 2019. Demam Typhoid di Sulawesi selatan.
Diunduh dari http://www. Profil Kesehatan sulsel.go.id/dokumen/profil
2019/htn.
Rekam Medik Rumah Sakit Umum Dareah Haji Makassar. Kasus Typhoid dalam
rentang waktu tahun 2017 – 2019. Didapat pada 4 agustus 2019.

Anda mungkin juga menyukai