Anda di halaman 1dari 31

Skripsi

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DAN SUMBER AIR BERSIH DENGAN


KEJADIAN DEMAM TYPHOID PADA ANAK

Fuji Lestari 21117054


Hani Nur Azizah 21117058
Jeihan Archya 21117070
Meireza 21117081
Nur Azizah 21117089

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2020

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan epidemologi telah terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun
terakhir, dimana yang semula penyakit yang tidak menular menjadi utamanya
lalu berubah menjadi penyakit menular (Kemenkes RI, 2015). penyakit menular
tersebut yang terus menerus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius
di banyak negara berkembang yaitu salah satunya demam tifoid (Patungan,
2018).
Data World Health Organization (WHO) memperkirakan angka kejadian
seluruh dunia terdapat sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang meninggal
karena penyakit ini dan 70% kematiannya terjadi di Asia. Di perkirakan angka
kejadian dari 150/100.000 per tahun di Amerika Selatan dan 900/ 100.000 per
tahun di Asia (Paputungan, 2016).
Di Indonesia angka kejadian kasus demam tifoid dipekirakan rata-rata
900.000 kasus pertahun dengan lebih dari 200.00 kematian (Edi Apyadi, 2018).
Insiden rate demam Tifoid di Dhaka yaitu 390 per 100.000 penduduk, sedangkan
di Kongo terdapat 42.564 kasus thypus abdominalis dengan 214 di antaranya
meninggal CFR 0.5% (Gultom, 2017).
Berdasarkan Kesehatan Indonesia tahun 2015, kasus thypus abdominalis
menempati urutan kedua dari data 10 penyakit utama pasien rawat inap rumah
sakit dengan persentase 3,15 persen (Mohamad, 2017). Di Rumah sakit Mediaka
Lestari Ciledug angka kejadian demam tifoid pada tahun 2015 mencapai 1203
orang atau 42,2% (Edi Apriyadi, 2018). Rumah sakit MRCC Siloam Hospitals
semangi angka kejadian demam tifoid pada tahun 2015 mencapai 1420 orang
atau 56,7% (Hilda Nuruzzama, 2017).
Berdasarkan data dari Rumah Sakit didapatkanbahwa masih tingginya angka
kejadian demam typhoid, pada tahun 2017 berjumlah 903 orang, pada tahun 2018
berjumlah 896 orang dan pada priode bulan januari-maret 2019 berjumlah 120
orang. Terlihat jelas bahwa terjadi peningkatan kejadian demam tifoid dalam satu
tahun terakhir. (Medical Record RS, 2019).
Demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan
masyaakat kita, baik diperkotaan maupun pedesaan. Penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus
halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada
saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Maghfiroh, 2016).
Penularan penyakit demam tifoid dapat ditularkan melalui makanan, mulut atau
minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella typhi (Pratama, 2018).
Penularan demam tifoid selain di dapatkan dari menelan makanan atau minuman
yang terkontaminasi dapat juga dengan kontak langsung jari tangan yang
terkontaminasi tinja, urin, secret saluran nafas atau dengan pus penderita yang
terinfeksi (Nuruzzaman, 2017).
Faktor-Faktor yang erat berhubungan dengan kejadian demam thypoid yaitu
kualitas yang mendalam dari Hygiene pribadi dan sanitasi lingkungan seperti,
higiene perorangan dan hygiene penjamah makanan yang rendah. Proses
makanan atau minuman terkontaminasi didukung oleh factor lain yakni manusia
yang terlibat langsung dengan pengolahan bahan makanan serta perilaku
kebersihan diri perorangan yang baik karena bakteri sering ditemukan pada
tangan (Depkes, 2006) Lud Waluyo (2018)
Saat ini dapat dijumpai di Rs Medika Lestari Ciledug didapatkan Hygiene
perorangan yang kurang baik dan masih banyak warga kurang berpilaku hidup
sehat seperti lain kuku jari dan tangan kaki tidak terpotong pendek dan kotor,
tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sebelum dan sesudah makan.
Pramitasari (2015) di Rs MRCC Siloam Hospitals Semanggi diperoleh penderita
makan, mereka tidak mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir, tidak
menggosok sela-sela jari dan kuku tangan sehingga bakteri salmonella typhi
masih ada di bagian tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa demam thypoid dapat
menyerang semua usia mulai anak-anak sampai orang orang dewasa yang artinya
faktor lain yaitu perilaku atau kebiasaan hidup sangat berperan penting sebagai
penyebab terjadinya tifoid (Sarwahita, 2017).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas rumusan masalah pada Litertaure
Review ini adalah “Hubungan Personal Hygiene dan Sumber Air Bersih dengan
Kejadian dalam Typoid pada Anak”.

C. Tujuan
Tujuan umum dari literature review ini untuk mengetahui Hubungan Personal
Hygiene dan Sumber Air Bersih dengan Kejadian Demam Typoid pada Anak.

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Mahasiswa
Hasil literaturereview ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan
memperluas waasan pengetahuan teori dan praktik keperawatan, khususnya
mengenai Hubungan Personal Hygiene dan Sumber Air Bersih dengan
Kejadian dalam Typoid pada Anak.
b. Klien
Hasil literature review ini diharapkan dapat membuka wawasan bagi
masyarakat yang kurang menerapkan pola hidup sehat dan bersih.
2. Manfaat Praktis
a.Bagi Institusi Pendidikan
Hasil literature review ini menjadi langkah awal untuk mengembangkan
kompetensi perawat sebagai pengembangan ilmu Keperawatan Dasar(KD)
khususnya untuk pencegahan demam thypoid pada anak.
b. Bagi Peneliti
Untuk menerapkan ilmu yang didapat selama pendidikan IKesT
Muhammadiyah Palembang serta menambah pengetahuan dan literature
dalam ilmu keperawatan serta wawasan mengenai pencegahan demam
thypoid pada anak.
c.Bagi Pasien / orang tua
Diharapkan untuk pasien dapat menambah pengetahuan tentang
pencegahan demam thypoid.
d. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil literature review diharapkan dapat memberikan stimulus awal dalam
mengembangkan kerangka konsep penelitian khususnya mengenai
pencegahan demam thypoid pada anak selain yang telah diteliti.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Demam Thypoid


1. Definisi Demam Typhoid
Demam typhoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Maghfiroh, 2016).
Penyakit demam tifoid salah satu penyakit yang mudah menular dan dapat
menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah (Nurvina,
2016).
Demam typhoid merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella enterica reservoar typhi, umumnya disebut Salmonella typhi
(S.typhi). Jumlah kasus demam tifoid di seluruh dunia diperkirakan terdapat
21 juta kasus dengan 128.000 sampai 161.000 kematian setiap tahun, kasus
terbanyak terdapat di Asia Selatan dan Asia Tenggara (WHO, 2018).

2. Klasifikasi Demam Thypoid


Menurut WHO ada 3 macam klasifikasi demam typhoid dengan perbedaan
gejala klinis:
1) Demam typhoid akut non komplikasi
Demam typhoid akut dikarakterisasi dengan adanya demam
berkepanjangan abnormalis fungsi bowel (konstipasi pada pasien dewasa,
dan diare pada anak-anak), sakit kepala, malaise, dan anoksia. Bentuk
bronchitis biasa terjadi pada fase awal penyakit selama periode demam,
sampai 25% penyakit menunjukkan adanya resespot pada dada, abdomen
dan punggung.

2) Demam typhoid dengan komplikasi


Pada demam typhoid akut keadaan mungkin dapat berkembang menjadi
komplikasi parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan
kliniknya, hingga 10% pasien dapat mengalami komplikasi, mulai dari
melena, perforasi, susu dan peningkatan ketidaknyamanan abdomen.
3) Keadaan karier
Keadaan karier typhoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur
pasien. Karier typhoid bersifat kronis dalam hal sekresi Salmenella typhi
di feses.

3. Manifestasi Klinis
Gejala demam typhoid sangat bervariasi, dari gejala ringan yang tidak
memerlukan perawatan hingga gejala berat yang memerlukan perawatan.
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Pada awal
periode penyakit ini, penderita demam tifoid mengalami demam. Sifat
demam adalah meningkat perlahanlahan terutama pada sore hingga malam
hari (Widodo et al 2014:551). Pada saat demam tinggi, dapat disertai dengan
gangguan system saraf pusat, seperti kesadaran menurun, penurunan
kesadaran mulai dari apatis sampai koma.
Gejala sistemik lain yang menyertai adalah nyeri kepala, malaise,
anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Gejala
gastrointestinal pada kasus demam typhoid sangat bervariasi. Pasien dapat
mengeluh diare, obtipasi, atau optipasi kemudian disusul dengan diare, lidah
tampak kotor dengan warna putih ditengah, hepatomegaly dan splenomegaly
(Sumarno ed. et al 2008 : 341).

4. Etiologi
Demam typhoid merupakan suatu penyakit sistemik yang secara klasik
disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), namun dapat pula
disebabkan oleh S. paratyphi A, S. paratyphi B (Schottmuelleri), S.
paratyphi C (Hirscheldii).
Salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidak berkapsul, tidak berspora, fakultatif anaerob. Mempunyai
sekurangkurangnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik, terdiri
dari oligosakarida, flagelar antige (H) yang terdiri dari protein dan
envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida, serta memiliki
endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R
yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik.

5. Patofisiologi
Salmonella Typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia.Manusia yang
terinfeksi bakteri Salmonella Typhi dapat mengekskresikannya melalui
sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang
bervariasi.Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses mulai dari
penempelan bakteri ke lumen usus, bakteri bermultiplikasi di makrofag
Peyer’s patch, bertahan hidup di aliran darah dan menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke lumen
intestinal.Bakteri Salmonella Typhi bersama makanan atau minuman
masuk ke dalam tubuh melalui mulut.Pada saat melewati lambung dengan
suasana asam banyak bakteri yang mati.Bakteri yang masih hidup akan
mencapai usus halus, melekat pada sel mukosa kemudian menginvasi dan
menembus dinding usus tepatnya di ileum dan yeyunum.Sel M, sel epitel
yang melapisi Peyer’s patch merupakan tempat bertahan hidup dan
multiplikasi Salmonella Typhi.
Bakteri mencapai folikel limfe usus halus menimbulkan tukak pada
mukosa usus.Tukak dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi
usus.Kemudian mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan
ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan Reticulo
Endothelial System (RES) di organ hati dan limpa.Setelah periode
inkubasi, Salmonella Typhi keluar dari habitatnya melalui duktus
torasikus masuk ke sirkulasi sistemik mencapai hati, limpa, sumsum
tulang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal.Ekskresi
bakteri di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan
melalui feses.Endotoksin merangsang makrofag di hati, limpa, kelenjar
limfoid intestinal dan mesenterika untuk melepaskan produknya yang
secara lokal menyebabkan nekrosis intestinal ataupun sel hati dan secara
sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam typhoid.
Penularan Salmonella Typhi sebagian besar jalur fekal oral, yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal
dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama dengan
feses.Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil
yang berada pada keadaan bakterimia kepada bayinya.

6. Komplikasi Demam Thypoid


Perforasi usus halus dilaporkan terjadi pada 0,5 – 3%, sedangkan
perdarahan usus terjadi pada sekitar 1 – 10% kasus demam typhoid pada
anak. Biasanya didahului dengan penurunan suhu, tekanan darah dan
peningkatan frekuensi nadi. Serta nyeri abdomen lokal pada kuadran
kanan bawah, nyeri yang menyelubung, muntah, nyeri pada perabaan
abdomen, defance muskulare, hilangnya keredupan hepar dan tanda
peritonitis lain yang terjadi pada perforasi usus halus. Selain itu dapat
terjadi komplikasi seperti neuropsikiatri, miokarditis, hepatitis tifosa, dan
lainnya. Relaps dilaporkan jarang terjadi.

7. Pencegahan Demam Thypoid


Pencegahan terhadap demam typhoid adalah dengan memperbaiki
sanitasi, pengobatan karier dan vaksinasi. Tindakan sanitasi harus
dilakukan untuk mencegah kontaminasi makanan dan air oleh hewan
pengerat atau hewan lain yang mengeluarkan Salmonella. Hewan ternak,
daging dan telur yang terinfeksi harus dimasak sampai matang. Carrier
tidak boleh diizinkan bekerja sebagai pemegang makanan dan mereka
harus melakukan tindakan pencegahan higienis yang ketat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian demam typhoid antara lain
jenis kelamin, usia, status gizi, kebiasaan jajan, kebiasaan cuci tangan,
pendidikan orang tua, tingkat penghasilan orang tua, pekerjaan orang tua,
dan sumber air.
Faktor lain yang mempengaruhi kejadian demam typhoid yaitu status
gizi. Status gizi yang kurang dapat menurunkan daya tahan tubuh anak,
sehingga anak mudah terserang penyakit, bahkan status gizi buruk dapat
menyebabkan angka mortilitas demam tifoid semakin tinggi. Penurunan
status gizi pada penderita demam tifoid akibat kurangnya nafsu makan
(anoreksia), menurunnya absorbsi zat-zat gizi karena terjadi luka pada
saluran pencernaan dan kebiasaan penderita mengurangi makan pada saat
sakit. Peningkatan kekurangan cairan atau zat gizi pada penderita demam
tifoid akibat adanya diare, mual atau muntah dan perdarahan terus
menerus yang diakibatkan kurangnya trombosit dalam darah sehingga
pembekuan luka menjadi menurun. Selain itu meningkatkan kebutuhan
baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit dan bakteri salmonella typhi
dalam tubuh. (Anggarani H. 2012; Nurvina WA. 2012; Sugondo S. 2006;
Hartiyanti Y dkk. 2007).
B. Kerangka Teori

Predisposisi : umur,
pendidikan, sikap,
nilai, kepercayaan,
pekerjaan,
pengetahuan sikap,
tradisi masyarakat

Carier Pemungkin :
fasilitas, sarana
Faktor karakteristik perilaku prasarana
a. Umur Kejadian a. kebiasaan kesehatan, UU dll
b. Jenis kelamin demam thypoid makan
c. Tk.pendidikan b. Kebiasaan cuci Penguat : sikap
tangan petugas, anjuran
petugas, penentu
Sanitasi Lingkungan kebijakan, tokoh
a. Kepemilikan sarana / sumber agama
air bersih
b. Kepemilikan jamban dan
kebiasaan buang air besar

Sumber : modifikasi Green dengan H.L Bloom


C. Tindakan Terhadap Pencegahan Penyakit Demam Typhoid pada
Mahasiswa
Hasil penelitian Evan (2007) dalam penelitiannya dengan kesimpulan bahwa
diperlukan upaya advokasi dan komunikasi kepada masyarakat yang miskin
untuk meningkatkan kesadaran pengetahuan tentang demam typhoid, dan
pengenalan vaksin yang bermanfaat bagi peningkatan pengetahuan.
Menerapkan perilaku hidup bersih dalam kaitannya agar tidak mengalami
kekambuhan demam thypoid, yang merupakan langkah baik untuk menangkal
penyakit, namun dalam praktiknya, upaya pencegahan yang kesannya sederhana
tidak selalu mudah dilakukan terutama bagi mereka yangtidak terbiasa,
kurangnya pengetahuan dan sedikitnya kesadaran diri bahwa demam typhoid
dapat diderita oleh siapa sssaja terutama pada orang yang hidup dilingkungan
kurang bersih (Depkes,2004).
Menurut Notoatmodjo (2005), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari
tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar
tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan
banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap
stimulus tersebut.
Secara biologis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan,
namun tidak pula dapat dikatakan bahwa sikap tindakan memiliki hubungan yang
sistematis. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan
atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang
lain. Oleh karena itu disebut juga over behavior.
BAB III
KERANGKA KONSEP DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan suatu uraian dan visualisasi hubungan atau
kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya atau antara variable yang
satu dengan variable yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoadmodjo,
2012).
Berdasarkan tinjauan pustaka sebelumnya, dalam literature review bermaksud
mengetahui pencegahan demam thypoid pada anak maka kerangka konsep
literature review ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Bagan 3.1
Variable independen Variable dependen

Personal Hygiene
Kejadian demam thypoid

Sumber Air Bersih

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Dalam penelitian


deskriptif ini diarahkan untuk mendeskripsikan atau menguraikan suatu
keadaan di dalam suatu komunitas atau masyarakat untuk mengetahui
gambaran tentang Perilaku Pencegahan Penyakit Demam Tyhpoid . Penelitian
deskripsi adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk menyajikan
gambaran lengkap mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan
jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah yang
diteliti dengan menggunakan data retrospektif.
C. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional

NO Variabel Definisi Operasional


1. Personal Hygiene Personal hygiene berasal dari Bahasa
Yunani, personal berarti perorangan dan
hygiene berarti sehat. Personal hygiene
adalah suatu tindakan yang dilakukan
untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan
fisik dan psikis (Tarwoto dan Wartonah,
2014).
2. Sumber Air Bersih salah satu jenis sumber daya
berbasis air yang bermutu baik dan biasa
dimanfaatkan oleh manusia untuk
dikonsumsi atau dalam melakukan
aktivitas mereka sehari-hari termasuk
diantaranya adalah sanitasi.
3. Demam thypoid Demam thypoid adalah penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi
yang ditularkan melalui makanan dan
minuman yang tercemar.

D. Hipotesis
Hipotesis atau anggapan dasar adalah jawaban sementara terhadap masalah
yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.
Ada hubungannya personal hygine dan sumber air bersih dengan kejadian
demam thypoid pada anak.

BAB IV
METEDOLOGI PENELITIAN

A. Pertanyaan Panduan
1. Apakah personal hygiene dan sumber air bersih dapat meningkatkan
kejadian demam thypoid
2. Kata-kata kunci dalam bahasa Indonesia : Personal Hygiene, Sumber Air
Bersih, Demam Tyfoid.
3. Kata-kata kunci dalam bahasa inggris : Personal Hygiene, Source of Clean
Water, Typhoid Fever
Strategi pencarian artikel penelitian yaitu dengan menggunakan mesin
pencarian google schola, Perpusnas (Sciene Direct dan Ebsco), Pubmed.
yang mempunyai persamaan antara keyword yang tertera pada abstrak.

B. Kriteria Inklusi Dan Eklusi


 Kriteria Inklusi yang diambil adalah seluruh pasien anak yang dapat dilakukan
Personal Hygine dengan sumber air bersih dan hasil yang dilihat adalah
Demam Thypoid yang dialami anak tersebut.
 Kriteria Esklusi yang digunakan yaitu artikel yang memilki struktur lengkap,
review artikelvyang membahas tentang mengurangi angka kejadian Demam
Thypoid dengan melakukan Personal Hygine pada Anak.

C. Data atau Jurnal diperoleh dari Database Elektronik


Data yang diperoleh data base Perpusnas Scient Direct antara tahun 2019-2020.
Kata-kata kunci dituliskan di data base yang berada peneliti memilih sendiri
artikel sesuai dengan judul dan abstrak dan membedakan dari tujuan dokumen
dan artikel yang berbda dari pernyataan awal.

BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Analisa Unvariat
1. Personal Hygiene
Dalam penelitian ini variabel ini personal hygiene dibagi menjadi 2
Kategori yaitu baik dan tidak baik. Hasil penelitian dapat dilihat dari tabel
dibawah ini.
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Personal Hygiene

No Personal Hygiene Frekuensi (f) Persentase (%)


1 Baik 23 65,7
2 Tidak Baik 12 34,3
Jumlah 35 100
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan anak yang memiliki
personal hygiene baik sebanyak 23 orang (65,7%), lebih banyak jika
dibandingkan dengan responden yang memiliki personal hygiene kurang
yaitu sebanyak 12 orang (34,3%).

2. Sumber Air Bersih


Dalam penelitian ini variabel ini personal hygiene dibagi menjadi 2
Kategori yaitu PAM dan Non PAM. Hasil penelitian dapat dilihat dari tabel
dibawah ini.
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Air Bersih

No Personal Hygiene Frekuensi (f) Persentase (%)


1 PAM 21 60,0
2 Non PAM 14 40,0
Jumlah 35 100
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan anak yang menggunakan
sumber air PAM sebanyak 21 orang (60,0%), lebih banyak jika
dibandingkan dengan responden yang menggunakan sumber air non PAM
yaitu sebanyak 14 orang (40,0%).

3. Demam Thypoid
Dalam penelitian ini variabel ini personal hygiene dibagi menjadi 2
Kategori yaitu ya dan tidak. Hasil penelitian dapat dilihat dari tabel dibawah
ini.
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Demam Thypoid

No Personal Hygiene Frekuensi (f) Persentase (%)


1 Ya 10 28,6
2 Tidak 25 71,4
Jumlah 35 100
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan anak yang tidak
mengalami kejadian demam tyfoid sebanyak 25 orang (71,4%), lebih banyak
jika dibandingkan dengan responden yang mengalami kejadian demam
tyfoid yaitu sebanyak 10 orang (28,6%).

B. Analisa Bivariat
Analisa data dilakukan dalam dua tahap yaitu dengan analisis univariat dan
bivariat. Analisa univariat yang dilakukan dengan melihat distribusi frekuensi
dari masing-masing kategori variabel independen dan variabel dependen.
Analisis statistik secara bivariate menggunakan uji Chi-Square.

1. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Demam Thypoid


Tabel 4
Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Demam Thypoid

Kejadian Demam Thypoid


p volum
Personal Hygiene Ya Tidak
f % f %
Baik 3 13,0 20 87,0
Tidak Baik 7 58,3 5 41,7 0,015
Jumlah 10 28,6 25 71,4
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan anak yang mengalami
kejadian demam tyfoid dan memiliki personal hygiene kurang sebanyak 7
orang (58,3%), lebih banyak jika dibandingkan dengan responden yang
mengalami kejadian demam tyfoid dan memiliki personal hygiene baik yaitu
sebanyak 3 orang (13,0%). Hasil uji statistik chi square didapatkan ρ value =
0,015, yang jika dibandingkan dengan nilai α = 0,05, maka ρ value ≤ 0,05,
sehingga Hipotesis Nol (Ho) ditolak, Hipotesis Alternatif (Ha) diterima. Ini
berarti ada hubungan personal hygiene dengan kejadian.

2. Hubungan Sumber Air Bersih dengan Kejadian Demam Thypoid


Tabel 5
Hubungan Sumber Air Bersih dengan Kejadian Demam Thypoid

Sumber Air Kejadian Demam Thypoid


p volum
Ya Tidak
Bersih f % f %
PAM 1 4,8 20 87,0
Non PAM 9 64,3 5 41,7 0,001
Jumlah 10 28,6 25 71,4
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan anak yang mengalami
kejadian demam tyfoid dan menggunakan sumber air non PAM sebanyak 9
orang (64,3%), lebih banyak jika dibandingkan dengan responden yang
mengalami kejadian demam tyfoid dan menggunakan sumber air PAM yaitu
sebanyak 1 orang (4,8%). Hasil uji statistik chi square didapatkan ρ value =
0,001, yang jika dibandingkan dengan nilai α = 0,05, maka ρ value ≤ 0,05,
sehingga Hipotesis Nol (Ho) ditolak, Hipotesis Alternatif (Ha) diterima. Ini
berarti ada hubungan sumber air bersih dengan kejadian demam tyfoid.
Dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada hubungan sumber air bersih
dengan kejadian demam tyfoid terbukti secara statistik.

3. Hubungan Hygiene Makanan dan Minuman dengan Kejadian Demam


Thypoid
Tabel 6
Hubungan Hygiene Makanan Minuman dengan Kejadian Demam Thypoid

Hygiene Makanan Kejadian Demam Thypoid


p volum
Ya Tidak
Minuman f % f %
Baik 4 15,4 22 84,6
Tidak Baik 6 66,7 3 33,3 0,012
Jumlah 10 28,6 25 71,4
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan anak yang mengalami
kejadian demam tyfoid dan memiliki hygiene makanan minuman kurang
sebanyak 10 orang (47,6%), lebih banyak jika dibandingkan dengan
responden yang mengalami kejadian demam tyfoid dan memiliki hygiene
makanan minuman baik yaitu sebanyak 7 orang (14,9%). Hasil uji statistik chi
square didapatkan ρ value = 0,012, yang jika dibandingkan dengan nilai α =
0,05, maka ρ value ≤ 0,05, sehingga Hipotesis Nol (Ho) ditolak, Hipotesis
Alternatif

BAB VI
PEMBAHASAN

A. Pembahasan
1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Personal Hygiene
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan anak yang memiliki
personal hygiene baik sebanyak 23 orang (65,7%), lebih banyak jika
dibandingkan dengan responden yang memiliki personal hygiene kurang
yaitu sebanyak 12 orang (34,3%).
Menurut Maharani (2013), secara teoritis hygiene perorangan adalah
usaha dari setiap orang yang terlibat dalam pengolahan makanan untuk
menghindari makanan supaya tidak terkontaminasi yang dapat dicapai
dengan mencuci tangan, kesehatan dan kebersihan diri, kondisi sakit dan
harus tertanam pengertian tentang pentingnya menjaga kesehatan dan
kebersihan diri karena pada dasarnya yang dimaksud hygiene adalah
mengembangkan kebiasaan yang baik untuk menjaga kesehatan. Orang yang
melakukan pengolahan makanan dan penyiapan makanan harus memenuhi
persyaratan seperti kesehatan individu yang tidak memiliki penyakit infeksi
dan harus memenuhi syarat-syarat seperti kebersihan diri dan kerapian.
Penelitian yang dilakukan oleh Seran, Palandeng, Kallo (2015), tentang
hubungan personal hygiene dengan kejadian demam tifoid di Wilayah Kerja
Puskesmas Tumaratas, didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden
memiliki kebiasaan yang baik dengan mencuci tangan sebelum makan
(57,1%) dan sebagian besar responden memiliki kebiasaan yang kurang baik
mencuci tangan setelah BAB (73,8%).
Berdasarkan hasil penelitian serta teori yang ada, amaka peneliti
berasumsi bahwa kuman Salmonella thypi penyebab penyakit demam
typhoid ini, dapat ditularkan melalui makanan dan minuman sehingga
apabila seseorang kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci
tangan maka kuman Salmonella typhi dapat masuk ke dalam tubuh
selanjutnya akan menyebabkan sakit.

2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Air Bersih


Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan anak yang menggunakan
sumber air PAM sebanyak 21 orang (60,0%), lebih banyak jika
dibandingkan dengan responden yang menggunakan sumber air non PAM
yaitu sebanyak 14 orang (40,0%).
Menurut Chandra (2014), penyakit yang menyerang manusia dapat
ditularkan dan menyebar secara langsung maupun tidak langsung melalui
air. Penyakit yang ditularkan melalui air disebut sebagai waterborne disease
atau water-related disease. Terjadinya suatu penyakit tentunya memerlukan
adanya agens dan terkadang vector.
Penelitian yang dilakukan oleh Ramaningrum, Anggraheny dan Putri
(2016), tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian demam tifoid
pada anak di RSUD Tugurejo Semarang, didapatkan hasil bahwa
pengelolaan air sungai yang tidak memenuhi syarat dengan kejadian demam
tyfoid adalah sebanyak 39 responden (67,24%), sedangkan pengelolaan air
sungai yang memenuhi persyaratan dengan kejadian demam tyfoid adalah
sebanyak 11 responden (45,83%).
Berdasarkan hasil penelitian serta teori yang ada, amaka peneliti
berasumsi bahwa proses pengelolaan yang memenuhi syarat kesehatan
sesuai dengan yang di tetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan, No 492
Tahun 2010. Di mana yang dimaksud dengan Air minum adalah air yang
melalui proses pengelolaan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung diminum, dengan syarat-syaratnya antara lain, tidak berasa, tidak
berbau, tidak berwarna dan tidak mengandung mikroorganisme.

3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Demam


Thypoid
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan anak yang tidak
mengalami kejadian demam tyfoid sebanyak 25 orang (71,4%), lebih banyak
jika dibandingkan dengan responden yang mengalami kejadian demam
tyfoid yaitu sebanyak 10 orang (28,6%).
Menurut Tambayong (2012), Thypus abdominalis adalah penyakit infeksi
bakteri hebat yang diawali di selaput lendir usus dan, jika tidak diobati,
secara progresif menyerbu jaringan di seluruh tubuh. Aspek paling penting
dari infeksi ini ialah kemungkinan terjadinya perforasi usus, karena satu kali
organisme memasuki rongga perut, pasti timbul peritonitis yang mengganas.
Bila ini terjadi, prognosisnya sangat jelek. Komplikasi lain ialah perdarahan
per anum dan infeksi terlokalisasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Ramaningrum, Anggraheny dan Putri
(2016), tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian demam tifoid
pada anak di RSUD Tugurejo Semarang, didapatkan hasil bahwa mayoritas
responden tidak memiliki riwayat demam tifoid sebelumnya (84,3%), dan
mayoritas responden mengalami demam tifoid tanpa penyerta (81,8%).
Berdasarkan hasil penelitian serta teori yang ada, amaka peneliti
berasumsi bahwa prevalensi demam tifoid paling tinggi pada usia 3-9 tahun
karena pada usia tersebut orang-orang cenderung memiliki aktivitas fisik
yang banyak, dan kurang memperhatikan pola makannya, akibatnya mereka
cenderung lebih memilih makan di luar rumah, atau jajan di sembarang
tempat yang kurang memperhatikan higienitas. Insidensi terbesar muncul
pada anak usia sekolah, berkaitan dengan faktor higienitas. Bakteri
Salmonella thypi banyak berkembang biak khususnya dalam makanan yang
kurang terjaga higienitasnya.

4. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Demam Thypoid


Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan anak yang mengalami
kejadian demam tyfoid dan memiliki personal hygiene kurang sebanyak 7
orang (58,3%), lebih banyak jika dibandingkan dengan responden yang
mengalami kejadian demam tyfoid dan memiliki personal hygiene baik yaitu
sebanyak 3 orang (13,0%).
Hasil uji statistik chi square didapatkan ρ value = 0,015, yang jika
dibandingkan dengan nilai α = 0,05, maka ρ value ≤ 0,05, sehingga Hipotesis
Nol (Ho) ditolak, Hipotesis Alternatif (Ha) diterima. Ini berarti ada
hubungan personal hygiene dengan kejadian demam. Dengan demikian
hipotesis yang menyatakan ada hubungan personal hygiene dengan kejadian
demam tyfoid terbukti secara statistik.
Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Saputra (2013) yang
menyatakan bahwa, personal hygiene (kebersihan diri) merupakan
perawatan diri yang dilakukan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
diri sendiri baik secara fisik maupun mental. Tingkat kebersihan diri
seseorang umumnya dilihat dari penampilan yang bersih dan rapi serta upaya
yang dilakukan seseorang untuk menjaga kebersihan dan kerapian tubuhnya
setiap hari. Kebersihan merupakan langkah awal dalam mewujudkan
kesehatan diri karena tubuh yang bersih meminimalkan risiko seseorang
terjangkit suatu penyakit, terutama penyakit yang berhubungan dengan
kebersihan diri yang buruk.
Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh
Nurlaila, Trisnawati dan Selviana (2015), tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan demam typhoid pada pasien yang dirawat di RSU. DR.
Soedarso Pontianak Kalimantan Barat, didapatkan hasil bahwa ada
hubungan antara Kualitas air bersih keluarga (p =0,000), hygiene perorangan
(p=0,041), dengan kejadian demam typhoid. Sedangkan keberadaan
Salmonella Typhi pada alat makan (p = 0,610) menunjukkan tidak ada
hubungan dengan kejadian demam typhoid. Teknik pencucian alat makan
dan minum (p = 1,000) menunjukkan tidak ada hubungan dengan
keberadaan salmonella typhi pada alat makan. Penelitian Haslinda (2017)
hubungan personal hygiene dan kebiasaan jajan dengan demam tyfoid pada
anak. Uji Chi-square dengan tingkat kemakna <0,05 dan di uji kembali
menggunakan odds ratio dengan interval kepercayaan (CI)=95%. Hasil
menunjukan ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian demam
typhoid (p=0,021, OR=0,248) sedangkan untuk kebiasaan ajan (p=0,015,
OR= 0,206).
Berdasarkan hasil penelitian serta teori yang ada dapat dibuat kesimpulan
bahwa penularan penyakit demam tyfoid diantaranya melalui tangan atau
kuku yang kotor, sehingga dimungkinkan terselip bakteri atau telur cacing
didalamnya, dan berpotensi akan tertelan ketika makan. Kondisi ini semakin
diperparah jika tidak terbiasa mencuci tangan memakai sabun sebelum
makan. Kuku sebaiknya selalu dipotong pendek untuk menghindari
penularan penyakit demam tyfoid dari tangan ke mulut.

5. Hubungan Sumber Air Bersih dengan Kejadian Demam Thypoid


Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan anak yang mengalami
kejadian demam tyfoid dan menggunakan sumber air non PAM sebanyak 9
orang (64,3%), lebih banyak jika dibandingkan dengan responden yang
mengalami kejadian demam tyfoid dan menggunakan sumber air PAM yaitu
sebanyak 1 orang (4,8%). Hasil uji statistik chi square didapatkan ρ value =
0,001, yang jika dibandingkan dengan nilai α = 0,05, maka ρ value ≤ 0,05,
sehingga Hipotesis Nol (Ho) ditolak, Hipotesis Alternatif (Ha) diterima. Ini
berarti ada hubungan sumber air bersih dengan kejadian demam tyfoid.
Dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada hubungan sumber air
bersih dengan kejadian demam tyfoid terbukti secara statistik.
Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Chandra (2014) yang
menyatakan bahwa, penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan
menyebar secara langsung maupun tidak langsung melalui air. Penyakit yang
ditularkan melalui air disebut sebagai waterborne disease atau water-related
disease. Terjadinya suatu penyakit tentunya memerlukan adanya agens dan
terkadang vektor.
Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dari penelitian yang dilakukan oleh
Sari (2013) tentang faktor kebiasaan dan sanitasi lingkungan hubunganya
dengan kejadian demam thypoid di Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak
Kabupaten Boyolali, didapatkan hasil uji chi square menunjukan nilai p=
0,003<0,05, maka Ho di tolak. Sehingga dapat diartikan bahwa ada
hubungan antara sumber air bersih dengan kejadian demam thypoid.
Responden yang memiliki sumber air bersih berasal dari Sumur lebih banyak
pada kelompok kasus sebanyak 37 orang (94,9%). Disisi lain responden
yang tidak memiliki sumber air bersih berasal dari PDAM lebih banyak pada
kelompok kontrol sebanyak 12 orang (30,8%).
Berdasarkan hasil penelitian serta teori yang ada dapat dibuat kesimpulan
bahwa air juga dapat berfungsi sebagai media penularan penyakit, ada
beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh air. Karena bakteri S,thypi sering
ditemukan pada sumur sumur penduduk yang telah terkontaminasi dengan
tinja manusia karena tinja manusia yang dibuang secara tidak layak tanpa
memenuhi syarat sanitasi dapat menyebabkan terjadinya suatu pencemaran
tanah dan sumber air.

6. Hubungan Hygiene Makanan dan Minuman dengan Kejadian Demam


Thypoid
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan anak yang mengalami
kejadian demam tyfoid dan memiliki hygiene makanan minuman kurang
sebanyak 10 orang (47,6%), lebih banyak jika dibandingkan dengan
responden yang mengalami kejadian demam tyfoid dan memiliki hygiene
makanan minuman baik yaitu sebanyak 7 orang (14,9%). Hasil uji statistik
chi square didapatkan ρ value = 0,012, yang jika dibandingkan dengan nilai
α = 0,05, maka ρ value ≤ 0,05, sehingga Hipotesis Nol (Ho) ditolak,
Hipotesis Alternatif (Ha) diterima. Ini berarti ada hubungan hygiene
makanan minuman dengan kejadian demam tyfoid. Dengan demikian
hipotesis yang menyatakan ada hubungan hygiene makanan minuman
dengan kejadian demam tyfoid terbukti secara statistik.
Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Chandra (2014) yang
menyatakan bahwa, makanan dan minuman termasuk kebutuhan dasar
terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia karena merupakan
sumber energi satu-satunya. Sehingga apapun yang akan disajikan sebagai
makanan maupun minuman manusia haruslah memenuhi syarat utama, yaitu
citra rasa makanan dan keamanan makanan dalam arti makanan tidak
mengandung zat atau mikroorganisme yang dapat menggangu kesehatan
tubuh yang memakan.
dari penelitian yang dilakukan oleh Haslinda (2016), tentang hubungan
personal hygiene dan kebiasaan jajan terhadap kejadian demam typhoid pada
anak, didapatkan hasil ada hubungan antara personal hygiene dengan
kejadian demam typhoid (p=0,021, OR=0,248) sedangkan untuk kebiasaan
jajan (p=0,015, OR= 0,206) yang artinya ada hubungan kebiasaan jajan
dengan kejadian demam typhoid.
Berdasarkan hasil penelitian serta teori yang ada dapat dibuat kesimpulan
bahwa pada umumnya, kejadian demam tifoid disebabkan mengkonsumsi
makanan atau air yang terkontaminasi dengan feses manusia (membawa
bakteri S.typhii). Bakteri patogen dapat mengkontaminasi sumber air
minum. Air minum yang membawa bakteri patogen bila dikonsumsi dapat
masuk ke dalam tubuh manusia sehingga tubuh manusia terinfeksi lalu sakit.

B. Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti menyadari tidak lepas dari kekurangan
dam keterbatasan yang ada meskipun telah diupayakan sebaik mungkin untuk
mengatasinya. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu kejujuran
responden dalam hal pengisian kuesioner juga merupakan keterbatasan dalam
penelitian ini, sehingga penulis baru melakukan pendekatan secara personal pada
saat pelaksanaan wawancara dalam hal mencari informasi yang dibutuhkan
dalam penelitian.
BAB VII
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Diketahui Distribusi frekuensi anak terbanyak meliputi < 6 Tahun sebanyak
16 orang (45,7%), jenis kelamin laki-laki sebanyak 19 orang (54,3%).
2. Diketahui Distribusi anak yang meiliki personal hygiene baik sebanyak 23
orang (65,7%) dan anak yang memiliki personal hygiene kurang yaitu
sebanyak 12 orang (34,3%).
3. Diketahui Distribusi frekuensi anak yang menggunakan sumber air PAM
sebanyak 21 orang (60,0%) dan anak yang menggunakan sumber air non
PAM yaitu sebanyak 14 orang (40,0%).
4. Diketahui Distribusi frekuensi anak memiliki hygiene makanan dan
minuman baik sebanyak 26 orang (74,3%) dan anak yang memiliki hygiene
makanan dan minuman kurang yaitu sebanyak 9 orang (25,7%).

2. Saran
Melihat hasil kesimpulan diatas, ada beberapa saran,sebagai berikut :
1. Rumah Sakit
Petugas kesehatan lebih meningkatkan perannya dalam memberikan
pendidikan kesehatan kepada masyarakat mengenai demam tifoid, cara
pencegahan penyakit, dan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk
melakukan kebersihan lingkungan yang masih kotor agar masyarakat tidak
terjangkit demam tifoid.
2. Institut Pendidikan
Diharapkan pada tahun yang akan datang institusi pendidikan dapat
melengkapi referensi buku-buku mengenai konsep khususnya mengenai
keperawatan anak guna menunjang penelitian mahasiswa dalam
menyelesaikan penelitian.
3. Peneliti selanjutnya
Diharapkan dalam penelitian selanjutnya tentang upaya pencegahan demam
tifoid lebih variatif dan lebih luas yaitu dari adanya observasi dalam
penelitian, menambah variable seperti factor social ekonomi, factor budaya
masyarakat setempat mengenai kebisaan BAB.
DAFTAR PUSTAKA

Chandra, 2014. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta. EGC

Depkes RI, 2006. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


364/MENKES/SK/V/2006 tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Jakarta.
Departeman Kesehatan Republik Indonesia.
Maharani, 2013. Personal Hygiene Ibu Yang Kurang Berhubungan Dengan Kejadian
Diare Pada Balita Di Ruang Anak. Jurnal STIKES Volume 6, No. 1, Juli 2013

Mohamad, 2016. Penyebab Penyakit Typhus. Didapatkan Dari : www.scribd.com.


Diakses Tanggal : 12 April 2019

Nurlaila, Trisnawati dan Selviana, 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Demam Typhoid Pada Pasien Yang Dirawat di RSU. DR. Soedarso Pontianak
Kalimantan Barat. Jurnal. Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Ilmu Kesehatan,
Jurusan, Universitas Muhammadiyah Pontianak

Nurvina, 2016. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan, Higiene Perorangan, Dan


Karakteristik Individu Dengan Kejadian Demam Tifoid Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kedungmundu Kota Semarang. Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang

Paputungan, 2016. Hubungan Antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian
Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Upai Kota Kotamobagu. Jurnal Ilmiah
Farmasi

Saputra, 2013. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta. Binarupa Aksara

Sari, 2013. Faktor Kebiasaan Dan Sanitasi Lingkungan Hubunganya Dengan Kejadian
Demam Thypoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak Kabupaten Boyolali. Jurnal.
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Seran, Palandeng dan Kallo, 2015. Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian
Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Tumaratas. Jurnal. Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

Anda mungkin juga menyukai