BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan epidemologi telah terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun
terakhir, dimana yang semula penyakit yang tidak menular menjadi utamanya
lalu berubah menjadi penyakit menular (Kemenkes RI, 2015). penyakit menular
tersebut yang terus menerus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius
di banyak negara berkembang yaitu salah satunya demam tifoid (Patungan,
2018).
Data World Health Organization (WHO) memperkirakan angka kejadian
seluruh dunia terdapat sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang meninggal
karena penyakit ini dan 70% kematiannya terjadi di Asia. Di perkirakan angka
kejadian dari 150/100.000 per tahun di Amerika Selatan dan 900/ 100.000 per
tahun di Asia (Paputungan, 2016).
Di Indonesia angka kejadian kasus demam tifoid dipekirakan rata-rata
900.000 kasus pertahun dengan lebih dari 200.00 kematian (Edi Apyadi, 2018).
Insiden rate demam Tifoid di Dhaka yaitu 390 per 100.000 penduduk, sedangkan
di Kongo terdapat 42.564 kasus thypus abdominalis dengan 214 di antaranya
meninggal CFR 0.5% (Gultom, 2017).
Berdasarkan Kesehatan Indonesia tahun 2015, kasus thypus abdominalis
menempati urutan kedua dari data 10 penyakit utama pasien rawat inap rumah
sakit dengan persentase 3,15 persen (Mohamad, 2017). Di Rumah sakit Mediaka
Lestari Ciledug angka kejadian demam tifoid pada tahun 2015 mencapai 1203
orang atau 42,2% (Edi Apriyadi, 2018). Rumah sakit MRCC Siloam Hospitals
semangi angka kejadian demam tifoid pada tahun 2015 mencapai 1420 orang
atau 56,7% (Hilda Nuruzzama, 2017).
Berdasarkan data dari Rumah Sakit didapatkanbahwa masih tingginya angka
kejadian demam typhoid, pada tahun 2017 berjumlah 903 orang, pada tahun 2018
berjumlah 896 orang dan pada priode bulan januari-maret 2019 berjumlah 120
orang. Terlihat jelas bahwa terjadi peningkatan kejadian demam tifoid dalam satu
tahun terakhir. (Medical Record RS, 2019).
Demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan
masyaakat kita, baik diperkotaan maupun pedesaan. Penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus
halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada
saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Maghfiroh, 2016).
Penularan penyakit demam tifoid dapat ditularkan melalui makanan, mulut atau
minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella typhi (Pratama, 2018).
Penularan demam tifoid selain di dapatkan dari menelan makanan atau minuman
yang terkontaminasi dapat juga dengan kontak langsung jari tangan yang
terkontaminasi tinja, urin, secret saluran nafas atau dengan pus penderita yang
terinfeksi (Nuruzzaman, 2017).
Faktor-Faktor yang erat berhubungan dengan kejadian demam thypoid yaitu
kualitas yang mendalam dari Hygiene pribadi dan sanitasi lingkungan seperti,
higiene perorangan dan hygiene penjamah makanan yang rendah. Proses
makanan atau minuman terkontaminasi didukung oleh factor lain yakni manusia
yang terlibat langsung dengan pengolahan bahan makanan serta perilaku
kebersihan diri perorangan yang baik karena bakteri sering ditemukan pada
tangan (Depkes, 2006) Lud Waluyo (2018)
Saat ini dapat dijumpai di Rs Medika Lestari Ciledug didapatkan Hygiene
perorangan yang kurang baik dan masih banyak warga kurang berpilaku hidup
sehat seperti lain kuku jari dan tangan kaki tidak terpotong pendek dan kotor,
tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sebelum dan sesudah makan.
Pramitasari (2015) di Rs MRCC Siloam Hospitals Semanggi diperoleh penderita
makan, mereka tidak mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir, tidak
menggosok sela-sela jari dan kuku tangan sehingga bakteri salmonella typhi
masih ada di bagian tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa demam thypoid dapat
menyerang semua usia mulai anak-anak sampai orang orang dewasa yang artinya
faktor lain yaitu perilaku atau kebiasaan hidup sangat berperan penting sebagai
penyebab terjadinya tifoid (Sarwahita, 2017).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas rumusan masalah pada Litertaure
Review ini adalah “Hubungan Personal Hygiene dan Sumber Air Bersih dengan
Kejadian dalam Typoid pada Anak”.
C. Tujuan
Tujuan umum dari literature review ini untuk mengetahui Hubungan Personal
Hygiene dan Sumber Air Bersih dengan Kejadian Demam Typoid pada Anak.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Mahasiswa
Hasil literaturereview ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan
memperluas waasan pengetahuan teori dan praktik keperawatan, khususnya
mengenai Hubungan Personal Hygiene dan Sumber Air Bersih dengan
Kejadian dalam Typoid pada Anak.
b. Klien
Hasil literature review ini diharapkan dapat membuka wawasan bagi
masyarakat yang kurang menerapkan pola hidup sehat dan bersih.
2. Manfaat Praktis
a.Bagi Institusi Pendidikan
Hasil literature review ini menjadi langkah awal untuk mengembangkan
kompetensi perawat sebagai pengembangan ilmu Keperawatan Dasar(KD)
khususnya untuk pencegahan demam thypoid pada anak.
b. Bagi Peneliti
Untuk menerapkan ilmu yang didapat selama pendidikan IKesT
Muhammadiyah Palembang serta menambah pengetahuan dan literature
dalam ilmu keperawatan serta wawasan mengenai pencegahan demam
thypoid pada anak.
c.Bagi Pasien / orang tua
Diharapkan untuk pasien dapat menambah pengetahuan tentang
pencegahan demam thypoid.
d. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil literature review diharapkan dapat memberikan stimulus awal dalam
mengembangkan kerangka konsep penelitian khususnya mengenai
pencegahan demam thypoid pada anak selain yang telah diteliti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3. Manifestasi Klinis
Gejala demam typhoid sangat bervariasi, dari gejala ringan yang tidak
memerlukan perawatan hingga gejala berat yang memerlukan perawatan.
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Pada awal
periode penyakit ini, penderita demam tifoid mengalami demam. Sifat
demam adalah meningkat perlahanlahan terutama pada sore hingga malam
hari (Widodo et al 2014:551). Pada saat demam tinggi, dapat disertai dengan
gangguan system saraf pusat, seperti kesadaran menurun, penurunan
kesadaran mulai dari apatis sampai koma.
Gejala sistemik lain yang menyertai adalah nyeri kepala, malaise,
anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Gejala
gastrointestinal pada kasus demam typhoid sangat bervariasi. Pasien dapat
mengeluh diare, obtipasi, atau optipasi kemudian disusul dengan diare, lidah
tampak kotor dengan warna putih ditengah, hepatomegaly dan splenomegaly
(Sumarno ed. et al 2008 : 341).
4. Etiologi
Demam typhoid merupakan suatu penyakit sistemik yang secara klasik
disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), namun dapat pula
disebabkan oleh S. paratyphi A, S. paratyphi B (Schottmuelleri), S.
paratyphi C (Hirscheldii).
Salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidak berkapsul, tidak berspora, fakultatif anaerob. Mempunyai
sekurangkurangnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik, terdiri
dari oligosakarida, flagelar antige (H) yang terdiri dari protein dan
envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida, serta memiliki
endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R
yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik.
5. Patofisiologi
Salmonella Typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia.Manusia yang
terinfeksi bakteri Salmonella Typhi dapat mengekskresikannya melalui
sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang
bervariasi.Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses mulai dari
penempelan bakteri ke lumen usus, bakteri bermultiplikasi di makrofag
Peyer’s patch, bertahan hidup di aliran darah dan menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke lumen
intestinal.Bakteri Salmonella Typhi bersama makanan atau minuman
masuk ke dalam tubuh melalui mulut.Pada saat melewati lambung dengan
suasana asam banyak bakteri yang mati.Bakteri yang masih hidup akan
mencapai usus halus, melekat pada sel mukosa kemudian menginvasi dan
menembus dinding usus tepatnya di ileum dan yeyunum.Sel M, sel epitel
yang melapisi Peyer’s patch merupakan tempat bertahan hidup dan
multiplikasi Salmonella Typhi.
Bakteri mencapai folikel limfe usus halus menimbulkan tukak pada
mukosa usus.Tukak dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi
usus.Kemudian mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan
ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan Reticulo
Endothelial System (RES) di organ hati dan limpa.Setelah periode
inkubasi, Salmonella Typhi keluar dari habitatnya melalui duktus
torasikus masuk ke sirkulasi sistemik mencapai hati, limpa, sumsum
tulang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal.Ekskresi
bakteri di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan
melalui feses.Endotoksin merangsang makrofag di hati, limpa, kelenjar
limfoid intestinal dan mesenterika untuk melepaskan produknya yang
secara lokal menyebabkan nekrosis intestinal ataupun sel hati dan secara
sistemik menyebabkan gejala klinis pada demam typhoid.
Penularan Salmonella Typhi sebagian besar jalur fekal oral, yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri yang berasal
dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama dengan
feses.Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil
yang berada pada keadaan bakterimia kepada bayinya.
Predisposisi : umur,
pendidikan, sikap,
nilai, kepercayaan,
pekerjaan,
pengetahuan sikap,
tradisi masyarakat
Carier Pemungkin :
fasilitas, sarana
Faktor karakteristik perilaku prasarana
a. Umur Kejadian a. kebiasaan kesehatan, UU dll
b. Jenis kelamin demam thypoid makan
c. Tk.pendidikan b. Kebiasaan cuci Penguat : sikap
tangan petugas, anjuran
petugas, penentu
Sanitasi Lingkungan kebijakan, tokoh
a. Kepemilikan sarana / sumber agama
air bersih
b. Kepemilikan jamban dan
kebiasaan buang air besar
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan suatu uraian dan visualisasi hubungan atau
kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya atau antara variable yang
satu dengan variable yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoadmodjo,
2012).
Berdasarkan tinjauan pustaka sebelumnya, dalam literature review bermaksud
mengetahui pencegahan demam thypoid pada anak maka kerangka konsep
literature review ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Bagan 3.1
Variable independen Variable dependen
Personal Hygiene
Kejadian demam thypoid
B. Jenis Penelitian
D. Hipotesis
Hipotesis atau anggapan dasar adalah jawaban sementara terhadap masalah
yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.
Ada hubungannya personal hygine dan sumber air bersih dengan kejadian
demam thypoid pada anak.
BAB IV
METEDOLOGI PENELITIAN
A. Pertanyaan Panduan
1. Apakah personal hygiene dan sumber air bersih dapat meningkatkan
kejadian demam thypoid
2. Kata-kata kunci dalam bahasa Indonesia : Personal Hygiene, Sumber Air
Bersih, Demam Tyfoid.
3. Kata-kata kunci dalam bahasa inggris : Personal Hygiene, Source of Clean
Water, Typhoid Fever
Strategi pencarian artikel penelitian yaitu dengan menggunakan mesin
pencarian google schola, Perpusnas (Sciene Direct dan Ebsco), Pubmed.
yang mempunyai persamaan antara keyword yang tertera pada abstrak.
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Analisa Unvariat
1. Personal Hygiene
Dalam penelitian ini variabel ini personal hygiene dibagi menjadi 2
Kategori yaitu baik dan tidak baik. Hasil penelitian dapat dilihat dari tabel
dibawah ini.
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Personal Hygiene
3. Demam Thypoid
Dalam penelitian ini variabel ini personal hygiene dibagi menjadi 2
Kategori yaitu ya dan tidak. Hasil penelitian dapat dilihat dari tabel dibawah
ini.
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Demam Thypoid
B. Analisa Bivariat
Analisa data dilakukan dalam dua tahap yaitu dengan analisis univariat dan
bivariat. Analisa univariat yang dilakukan dengan melihat distribusi frekuensi
dari masing-masing kategori variabel independen dan variabel dependen.
Analisis statistik secara bivariate menggunakan uji Chi-Square.
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Personal Hygiene
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan anak yang memiliki
personal hygiene baik sebanyak 23 orang (65,7%), lebih banyak jika
dibandingkan dengan responden yang memiliki personal hygiene kurang
yaitu sebanyak 12 orang (34,3%).
Menurut Maharani (2013), secara teoritis hygiene perorangan adalah
usaha dari setiap orang yang terlibat dalam pengolahan makanan untuk
menghindari makanan supaya tidak terkontaminasi yang dapat dicapai
dengan mencuci tangan, kesehatan dan kebersihan diri, kondisi sakit dan
harus tertanam pengertian tentang pentingnya menjaga kesehatan dan
kebersihan diri karena pada dasarnya yang dimaksud hygiene adalah
mengembangkan kebiasaan yang baik untuk menjaga kesehatan. Orang yang
melakukan pengolahan makanan dan penyiapan makanan harus memenuhi
persyaratan seperti kesehatan individu yang tidak memiliki penyakit infeksi
dan harus memenuhi syarat-syarat seperti kebersihan diri dan kerapian.
Penelitian yang dilakukan oleh Seran, Palandeng, Kallo (2015), tentang
hubungan personal hygiene dengan kejadian demam tifoid di Wilayah Kerja
Puskesmas Tumaratas, didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden
memiliki kebiasaan yang baik dengan mencuci tangan sebelum makan
(57,1%) dan sebagian besar responden memiliki kebiasaan yang kurang baik
mencuci tangan setelah BAB (73,8%).
Berdasarkan hasil penelitian serta teori yang ada, amaka peneliti
berasumsi bahwa kuman Salmonella thypi penyebab penyakit demam
typhoid ini, dapat ditularkan melalui makanan dan minuman sehingga
apabila seseorang kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci
tangan maka kuman Salmonella typhi dapat masuk ke dalam tubuh
selanjutnya akan menyebabkan sakit.
B. Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti menyadari tidak lepas dari kekurangan
dam keterbatasan yang ada meskipun telah diupayakan sebaik mungkin untuk
mengatasinya. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu kejujuran
responden dalam hal pengisian kuesioner juga merupakan keterbatasan dalam
penelitian ini, sehingga penulis baru melakukan pendekatan secara personal pada
saat pelaksanaan wawancara dalam hal mencari informasi yang dibutuhkan
dalam penelitian.
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Diketahui Distribusi frekuensi anak terbanyak meliputi < 6 Tahun sebanyak
16 orang (45,7%), jenis kelamin laki-laki sebanyak 19 orang (54,3%).
2. Diketahui Distribusi anak yang meiliki personal hygiene baik sebanyak 23
orang (65,7%) dan anak yang memiliki personal hygiene kurang yaitu
sebanyak 12 orang (34,3%).
3. Diketahui Distribusi frekuensi anak yang menggunakan sumber air PAM
sebanyak 21 orang (60,0%) dan anak yang menggunakan sumber air non
PAM yaitu sebanyak 14 orang (40,0%).
4. Diketahui Distribusi frekuensi anak memiliki hygiene makanan dan
minuman baik sebanyak 26 orang (74,3%) dan anak yang memiliki hygiene
makanan dan minuman kurang yaitu sebanyak 9 orang (25,7%).
2. Saran
Melihat hasil kesimpulan diatas, ada beberapa saran,sebagai berikut :
1. Rumah Sakit
Petugas kesehatan lebih meningkatkan perannya dalam memberikan
pendidikan kesehatan kepada masyarakat mengenai demam tifoid, cara
pencegahan penyakit, dan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk
melakukan kebersihan lingkungan yang masih kotor agar masyarakat tidak
terjangkit demam tifoid.
2. Institut Pendidikan
Diharapkan pada tahun yang akan datang institusi pendidikan dapat
melengkapi referensi buku-buku mengenai konsep khususnya mengenai
keperawatan anak guna menunjang penelitian mahasiswa dalam
menyelesaikan penelitian.
3. Peneliti selanjutnya
Diharapkan dalam penelitian selanjutnya tentang upaya pencegahan demam
tifoid lebih variatif dan lebih luas yaitu dari adanya observasi dalam
penelitian, menambah variable seperti factor social ekonomi, factor budaya
masyarakat setempat mengenai kebisaan BAB.
DAFTAR PUSTAKA
Paputungan, 2016. Hubungan Antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian
Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Upai Kota Kotamobagu. Jurnal Ilmiah
Farmasi
Sari, 2013. Faktor Kebiasaan Dan Sanitasi Lingkungan Hubunganya Dengan Kejadian
Demam Thypoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak Kabupaten Boyolali. Jurnal.
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Seran, Palandeng dan Kallo, 2015. Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian
Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Tumaratas. Jurnal. Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi